Genesa Deposit Tembaga Porfiri Edit
Genesa Deposit Tembaga Porfiri Edit
Gambar 5.1 Total produksi per tahun dari empat jenis deposit tembaga utama dan
umur relatif masing-masing deposit (Bowen dan Gunatilaka, 1977)
Dari histogram di atas, menunjukkan bahwa secara ekonomi, produksi
tembaga terbesar berasal dari deposit porfiri yang juga merupakan deposit berumur
relatif muda.
5.2. DEFINISI DEPOSIT TEMBAGA PORFIRI DAN PENYEBARANNYA
Istilah tembaga porfiri berasal dari hubungan mineralisasi tembaga dengan
batuan plutonik. Deposit ini dicirikan oleh tembaga dan molibdenit dalam bentuk
hamburan (disseminated)
Tembaga porfiri didefinisikan sebagai suatu deposit besar, berkadar rendah hingga
menengah dalam sulfida hipogen yang dikontrol oleh struktur primer dan umumnya
berasosiasi dengan intrusi asam atau intermediat porfiri (Kirkham, 1971, dalam
Guilbert dan Park, 1987).
Deposit tembaga porfiri berkadar rendah hingga menengah, umumnya
kandungan tembaga berkisar antara 0,6 0,9% Cu (seperti di Batu Hijau;Sumbawa)
dan yang paling tinggi sekitar 1 2% Cu seperti di El Teniente dan Chuquimata.
Sedangkan yang paling rendah dan hingga saat ini belum ekonomis untuk dikelola
adalah Cu dengan kadar 0,35%. Mineral tembaga yang paling umum dijumpai
adalah kalkopirit, sedang jenis lain seperti bornit dan kalkosit jumlahnya sangat kecil.
Umumnya deposit tembaga porfiri berumur post-Paleozoikum, khususnya
antara kala Kapur dan Paleogen. Sillitoe (1972) dalam Bowen dan Gunatilaka (1977)
menyatakan penyebaran
menyebabkan
tersingkapnya
rantai
plutonik-vilkanik
dan
pembentukannya
pola
transform. Sehubungan
yaitu
konvergen, divergen,
maka pola gerakan lempeng yang paling penting menurut Sillitoe (1972) dalam
Bateman (1979) adalah konvergen dimana terjadi gerakan saling mendekati antara
dua lempeng menyebabkan terjadinya suatu benturan, pembentukan palung dan
banyak menimbulkan gempa bumi serta gunungapi benua. Akibat benturan-benturan
lempeng tersebut membentuk zona subduksi yang umumnya terjadi antara lempeng
benua dan lempeng samudera, yang diikuti oleh peleburan sebagian akibat tekanan
dan temperatur yang tinggi menghasilkan magma calc-alkali.
Kandungan logam di dalam magma calc-alkali umumnya berasal dari kerak
samudera yang terdiri atas tiga layer, dimana layer 1 adalah endapan sedimen laut
yang banyak mengandung logam, dan dibawahnya layer 2 dan 3 adalah basal dan
gabro.
5.4. MEKANISME PEMBENTUKAN DEPOSIT TEMBAGA PORFIRI
Deposit tembaga porfiri dihasilkan melalui suatu proses geokimia-fisika dari
rangkaian berupa magmatik akhir, magmatik hidrotermal, meteorik hidrotermal,
hingga normal hidrotermal seiring dengan berkurangnya kedalaman. Intrusi calcalkali atau alkali menghasilkan batuan berkomposisi tertentu dari monzonit kuarsa
hingga granodiorit atau diorit hingga syenit. Batuan samping yang melarut ke dalam
magma akan turut mempengaruhi
komposisi
magma
dan struktur
kemas
magma. Umumnya deposit tembaga porfiri berukuran jauh lebih besar dari deposit
panas
dari
magma
ke
batuan
samping
menyebabkan
menjadi
konsentrasi residu
dalam
fraksi
larutan. Tembaga akan cepat terbentuk tergantung pada fS2 (fugacity sulphur =
tekanan parsial sulfur), fO dan pH larutan. Tembaga dalam larutan tidak terbentuk
dengan baik pada kondisi fS2 rendah.Demikian pula pembentukan tembaga sebagai
elemen chalcophile (logam-S) berlangsung dengan baik pada pH tertentu.
Houghton (1974) dalam Bowen dan Gunatilaka (1977) menerangkan
pengaruh fSdan fO dalam pembentukan fase sulfida. Sulfur memisahkan diri dari
larutan silikat dan digantikan oleh oksigen kemudian membentuk logam S
(chalcophile). Reduksi dalam fO2 dikontrol oleh kristalisasi fraksinasi mineral yang
kaya Fe-O. Dengan kata lain, kelarutan sulfur dalam magma tergantung pada
besarnya kandungan Fe2
fO dan
bagaimana
perubahan
temperatur, tekanan, dan reaktifitas konveksi fluida dari pusat panas, dan
sekaligus
juga
menerangkan
dalam
fluida dekat magma, dan masuknya fluida dingin dari sekitar magma. Pola sirkulasi
dikontrol oleh permeabilitas batuan samping. Perbedaan temperatur yang besar bisa
menyebabkan terjadinya pemusatan dan kristalisasi besar-besaran secara serentak
dalam magma. Pada saat kristalisasi berlangsung pada suatu kisaran temperatur,
pemisahan kristal komponen non volatil menyebabkan bertambahnya konsentrasi
volatil dalam fraksi cairan
dan
selanjutnya menambah
tekanan
gas
dalam
larutan. Jika tekanan gas selama pendinginan dan kristalisasi lebih besar dari
tekanan batas, akan menyebabkan terjadinya vesikulasi.
5.4.3. PERUBAHAN GEOKIMIA SELAMA PEMBENTUKAN DEPOSIT
Pendinginan larutan hidrotermal dan reaksi dengan batuan samping
meningkatkan kandungan K+, Na+ dan Ca+
Alterasi
molibdenit dan kemudian pada temperatur lebih rendah diikuti oleh logam-logam
dasar sulfida lainnya. Pengendapan logam sulfida dalam jumlah tertentu tergantung
pada keaktifan logam dan sulfur dalam larutan. Alterasi batuan samping umumnya
digunakan
untuk
menginterpretasi
alterasi tersebut menunjukkan bahwa fluida pembawa bijih mulai bermigrasi keluar
dari stok porfiri pada temperatur 500o 700o
Pada beberapa daerah tembaga porfiri, pola-pola struktur membantu dalam
menentukan pola pengendapan bijih hidrotermal. Bukaan pada batuan (opening in
rock) dapat menunjukkan berapa tingkatan pengendapan. Umumnya bukaan yang
pertama pada
feldspar, muskovit, biotit, dan kumpulan Cu-Fe-S dengan kadar sulfur rendah.
Proses kimia yang penting dalam alterasi adalah hidrasi, dehidrasi,
metasomatis kation dan
Dari reaksi di atas dapat dilihat bahwa secara kualitatif, sedikit atau banyak
selama proses alterasi dapat dihasilkan ion H+. Meyer dan Hemley (1967) dalam
Bowen dan Gunatilaka (1977) mencatat bahwa ion H+
merupakan dasar yang sangat penting. Fluida aquatik pada temperatur dan tekanan
tertentu mengandung logam dan sulfur dalam larutan sebagai ion atau molekul
dalam jumlah besar untuk pembentukan bijih tembaga porfiri. Konsentrasi logam
dapat berkisar antara 1 104 ppm. Dalam deposit hidrotermal, perbandingan antara
total kandungan sulfur dengan
total
Kenyataan bahwa kandungan sulfur dalam larutan (yang dapat mengikat logam)
sangat besar dapat terlihat dari ditemukannya deposit sulfur murni pada beberapa
deposit tembaga porfiri. Data inklusi fluida menunjukkan bahwa larutan bijih banyak
mengandung alkali klorida (ditambah CO2, NH3, dan CH) dan kandungan garamnya
kadang sampai 50%. Hal ini menunjukkan bahwa larutan bijih juga bereaksi dengan
klorida selama transportasi.
proses
ahli
geologi
pertambangan,
kesemuanya
untuk
menekankan hubungan antara intrusi batuan plutonik dan deposit bijih yang
terbentuk serta berdasarkan pada model magmatik-hidrotermal.
Selama pergerakan magma ke permukaan, cairan pijar tersebut akan jenuh
air dengan tekanan gas yang semakin tinggi seiring kristalisasi. Kecenderungan
dari intrusi magma melalui zona-zona lemah dan pelepasan volatil dari cairan yang
mendingin tersebut berdifusi melalui zona ini. Akibat adanya perbedaan suhu yang
nyata antara magma dengan batuan di sekitarnya menghasilkan suatu urutan zona
alterasi dan mineralisasi yang khas pada deposit tembaga porfiri.
5.5.1. MODEL LOWELL-GUILBERT
Lowell dan Guilbert (1970) dalam Guilbert dan Park (1986) yang menyelidiki
zona alterasi-mineralisasi deposit tembaga porfiri di San Manuel-Kalamazoo
mencatat bahwa
sangat dekat antara batuan beku induk, tubuh bijih, dan batuan samping. Batuan
samping umumnya terbentuk antara Prakambrium-Kapur Akhir, berupa batuan
sedimen dan meta sedimen. Kedalaman intrusi berkisar antara 10001500m.
Umumnya deposit porfiri berasosiasi dengan tipe intrusi monzonit kuarsa hingga
granodiorit dan kadang pula dijumpai berasosiasi dengan diorit kuarsa, riolit, dan
dasit. Model genetik Lowell-Guilbert meliputi deposit porfiri yang berumur TriasTersier Tengah (200-30 jt tahun yang lalu).
Ukuran dan bentuk batuan plutonik turut mengontrol ukuran dan bentuk tubuh
bijih, tapi hal ini kadang susah dikenali jika intensitas erosi tinggi. Bentuk stok yang
memanjang tidak teratur
sumbat. Umumnya tubuh plutonik berupa kelompok dike (dike swarm) dan
jarang ditemukan yang berbentuk sill. Tersingkapnya tubuh plutonik dipermukaan
disebabkan oleh proses tektonik dan erosi yang bekerja setelah mineralisasi
berlangsung. Tubuh deposit tembaga porfiri umumnya berukuran kurang dari 2
km2, tapi kadang pula ada yang sangat luas seperti deposit Endako di Kolumbia
yang berukuran 60.000 x 300.000 m. Bentuk dan ukuran intrusi porfiri juga dikontrol
oleh struktur primer sekaligus juga ikut mengontrol
tembaga
porfiri.
Struktur-struktur
lokal
pembentukan
deposit
Struktur seperti ini bisa hadir sebelum dan sesudah deposit porfiri terbentuk, kadang
pula hilang karena pengaruh intrusi itu sendiri.
Salah satu ciri khas batuan intrusi adalah bahwa mereka bukan merupakan
tubuh yang pasif, tapi merupakan suatu tubuh dimana proses-proses seperti
asimilasi, replasemen, dan pembekuan terjadi akibat adanya tenaga yang
terkandung dalam tubuh magma. Akibat adanya tenaga dalam tubuh intrusi
menyebabkan deposit bijih porfiri selalu berasosiasi dengan breksiasi dan
penkekaran disekitar tubuh bijih.
Nielsen (1968) dalam Bowen dan Gunatilaka (1977) menyusun urutan
pembentukan deposit porfiri yang diawali dengan suatu intrusi, kemudian disusul
oleh kristalisasi awal yang