Anda di halaman 1dari 18

Produk Fermentasi Singkong

No
1.

Komoditas
Singkong

Jenis Produk
Growol

Keterangan
1. Wilayah :
Kulonprogo, Jogjakarta
2. Spesifikasi produk :
a. Makanan fermentasi yang berbahan dasar singkong
b. Mempunyai rasa yang sedikit asam
c. BAL yang tumbuh selama fermentasi growol adalah jenis
Lactobacillus yang bersifat homofermentatif (Muttarokah,
1998 dalam Putri,dkk 2012)

Gambar 1. Growol Sumber :

d. Bakteri yang mendominasi selama proses fermentasi yaitu

http://radiopersatuan.tk/kuliner-jogja/growol/

Lactobacilus pantarum dan Lactobacillus rhamnosus


(Putri,dkk. 2012)
3. Cara memproduksi:
a. Singkong dikupas, kemudian dicuci bersih.
b. Dilakukan perendaman selama 3 hari.
c. Setelah perendaman kemudian dicuci bersih
d. Digiling untuk memperkecil ukuran
e. Kemudian dikukus hingga masak (Lestari,2009 dalam

Putri,dkk 2012)
4. Komposisi kimia produk:
Dalam 100 gram growol mengandung :
Kandungan
Kalori
protein
karbohidrat,
lemak
air
abu
(Rukmini, 2003).

Jumlah (%db)
175 kal/100g
08,560,06 %
32,44%
1,230,10%
56,740,06%
1,030,06%

5. Analisis:
- nilai gizi
Dalam 100 gram growol mengandung kadar serat kasar sebanyak
8 gram, kadar serat kasar yang tinggi ini berfungsi sebagai
prebiotik yang akan menjadi makanan bagi probiotik untuk
kelangsungan hidupnya di saluran pencernaan (Almatsier,2007)
dengan cara menstimulasi sel-sel usus yang sehat, menghambat
pertumbuhan dan aktivitas bakteri patogen serta menstimulasi
respon sistem daya tahan tubuh (Roberfroid, 2000).
- keamanannya
Growol mengandung probiotik dan prebiotik sehingga dapat

dipakai sebagai pangan fungsional untuk upaya pencegahan diare.


Probiotik dan prebiotik merupakan perpaduan yang sinergis yang
dapat mempertahankan fungsi saluran pencernaan selalu sehat
(Anastasia

et

al.,2010).

Probiotik

didefinisikan

sebagai

mikroorganisme hidup yang dikonsumsi oleh manusia atau hewan


dalam jumlah yang cukup, dapat hidup dan melewati kondisi
lambung dan saluran pencernaan yang bermanfaat bagi sel inang
(FAO, 2011). Probiotik juga mampu memperbaiki malabsorsi
laktose, meningkatkan ketahanan alami terhadap infeksi usus,
memperbaiki pencernaan, dan stimulasi imunitas gastrointestinal
(Suraatmaja, 2005).
Selama proses perendaman pada pembuatan growol terjadi
fermentasi alami, berbagai jenis mikrobia yang tumbuh pada awal
fermentasi

adalah

Coryneform,

Streptococcus,

Bacillus,

Actinobacter, yang selanjutnya diikuti oleh Lactobacillus dan


yeast sampai akhir fermentasi. Selama proses fermentasi, bakteri
asam laktat yang paling dominan tumbuh, bakteri tersebut
bersifat anaerob, amilolitik dan fermentatif. Jumlah bakteri asam
laktat pada growol tiap gramnya sebesar 1,64 x 108
(Suharni,1984). Jumlah BAL tersebut dapat mempertahankan
keseimbangan mikroflora usus yang sehat, bahwa bakteri
probiotik harus hidup untuk dapat memberikan efek kesehatan

dan terdapat dalam konsentrasi minimal 106 cfu/g produk (Shah,


2.

Singkong

2001).
1. Wilayah:

Tape singkong
Difermentasi

dengan

ragi

yang

didalamnya

Jawa Timur, Jawa Tengah

mengandung kapang, khamir, dan bakteri ( kapang


yaitu Amylomyces rouxii, Mucor sp, dan Rhizopus sp; 2. Spesifikasi produk:
khamir

yaitu

Saaccaromycopsis

Saccharomycopsis
malanga,

Pichia

fibuligera,
burtonii,

a. Terbuat dari singkong yang difermentasi dengan ragi


b. Mikroba yang berperan adalah kapang dan khamir (kapang

Saccharomyces cerevisiae, dan Candida utilis serta

yaitu Amylomyces rouxii, Mucor sp, dan Rhizopus sp;

bakteri Pediococcus sp. dan Bacillus sp.)

khamiryaitu Saccharomycopsis fibuligera,


Saaccaromycopsis malanga, Pichia burtonii, Saccharomyces
cerevisiae, dan Candida utilis).
c. Memiliki rasa manis, sedikit asam dan cita rasa alkohol
d. Tekstur lunak
e. Tape mengalami perubahan-perubahan biokimia akibat
aktivitas mikroorganisme (Rukmana, 2001).

.
Gambar 1. Tape singkong
Sumber:
http://bnetpwj.blogspot.com/2015/02/makalahpembuatan-tape-sngkong.html

3. Cara memproduksi:
a. Ubi kayu dikupas, dicuci dengan air bersih,
b. kemudian dipotong-potong kira-kira 10 cm atau menurut
kesukaan, dan dikukus hingga matang ( 30 menit).
c. Dimasukkan dalam keranjang atau wadah lainnya seperti

besek, dan ditaburi bubuk ragi tape sebanyak 5 10 gram


untuk setiap kg bahan.
d. Wadah kemudian ditutup, dibiarkan selama 3 hari, dan
akhirnya tape siap dimakan atau dipasarkan.
Catatan: Pada saat pemeraman, bila penyimpanannya terlalu
lama maka tapai yang dihasilkan akan semakin berair dan
Gambar 2. Produk olahan tape singkong (Suwarsuwir)
Sumber :
https://singkongday.wordpress.com/2012/08/21/suwarsuwir-makanan-khas-dari-tape-singkong/

rasanyapun semakin asam (koswara, 2009).


4. Komposisi kimia produk:
Dalam 100 gram tape singkong mengandung :
Kandungan
Kalori
protein
lemak
karbohidrat
kalsium
fosfor
zat besi
vitamin B1
air
(Depkes RI,1981)

Jumlah
173 kal
0,50 g
0,10 g
42,5 g
30 mg
30 mg
0 mg
0,07 mg
56, 1 g

5. Analisis:
- Nilai gizi
Gambar 3. Produk olahan tape singkong (Prol Tape)

Tape memiliki nilai gizi lebih baik dari bahan dasarnya karena

Sumber:

adanya fermentasi yang melibatkan terutama khamir dan kapang

http://dapurkedaique.blogspot.com/2013/08/prol-tape-

yang merubah senyawa gizi kompleks menjadi lebih sederhana

orderannya-mbak-trie-dan-mbak.html

sehingga mudah dicerna dan diserap oleh usus. Selain itu, dalam
proses

fermentasi

juga

terjadi

sintesis

protein

sehingga

kualitasnya meningkat 2 kali lipat. Dan vitamin B1 mengalami


peningkatan 300% dari bahan dasarnya karena kemampuan luar
biasa

yeast

yang

mensintesisnya,

sehingga

tape

yang

mengandung yeast segar merupakan sumber vitamin B1. Tubuh


manusia membutuhkan vitamin 0,5 mg untuk 1000 kilo kalori
(0,7 mg balita ; 1,0 mg pria ; 0,9 mg wanita) per hari. Meskipun
kebutuhan vitamin relatif kecil, namun untuk memenuhinya
tidaklah mudah. Vitamin B1 diperlukan oleh sistem saraf, sel otot,
dan sistem pencernaan agar dapat berfungsi secara baik. Selain
itu, mengonsumsi tape dapat mencegah terjadinya anemia karena
mikroorganisme yang berperan dalam fermentasinya mampu
menghasilkan vitamin B12.
Tape mengandung berbagai macam bakteri baik yang
aman di konsumsi tapai dapat di golongkan sebagai sumber
Probiotik bagi tubuh.Cairan tapai dan tapai ketan diketahui
mengandung bakteri asam laktat sebanyak satu juta per
mililiter atau gramnya. Produk fermentasi ini diyakini dapat
memberikan

efek

menyehatkan

tubuh,

terutama

sistem

pencernaan, karena meningkatkan jumlah bakteri dalam tubuh


dan mengurangi jumlah bakteri jahat (Darwindra, 2010).
- Keamanannya
Dalam proses pembuatan tape, fermntasi harus dijaga
kesterilannya agar tidak terdapat mikroba kontaminan yang
tidak dikehendaki yang dapat menghambat proses fermentasi
dan dalam produk bida terdapat mikroba yang beracun dan
berbahaya bila dikonsumsi. Oleh karena itu, untuk menghindari
kontaminasi, pembuatan ragi dilakukan dengan

mencampur

tepung beras dengan bermacam-macam rempah seperti lada,


laos, bawang putih, kayu manis. Fungsi dari rempah-rempah
tersebut berperan penting disamping merupakan penghambat
jasad

renik

atau

mikroorganisme

tertentu

juga

dapat

memberikan aroma pada tape yang dihasilkan. Kayu manis


(Cinnanommn burmani) mengadung aldehit sinamat yang aktif
melawan bakteri. Kayu manis juga mampu menyumbang rasa
manis, mampu mencegah germinasi bakteri yang tidak
diinginkan. Selain itu kayu manis juga mengandung eugenol
aktif (Sudigdo, 1978).
Konsumsi tape yang berlebihan dapat menimbulkan
infeksi pada darah dan gangguan sistem pencernaan. Selain itu,
beberapa jenis bakteri yang digunakan dalam pembuatan tape

berpotensi menyebabkan penyakit pada orang-orang dengan


sistem imun yang terlalu lemah seperti anak-anak balita, kaum
lanjut usia, atau penderita HIV. Untuk mengurangi dampak
negatif tersebut, konsumsi tape perlu dilakukan secara
terkendali dan pembuatannya serta penyimpanannya pun
dilakukan dengan higienis.
Tape merupakan produk pangan yang cepat rusak karena
adanya fermentasi lanjutan setelah kondisi optimal fermentasi
tercapai, sehingga harus segera dikonsumsi. untuk mencegah
terjadinya over fermentation ini dapat dilakukan dengan
menyimpan tape pada tempat yang dingin sehingga produk
dapat bertahan lebih lama yaitu kurang lebih dua minggu
3.

Singkong

Gatot
Fermentasi gatot terjadi secara spontan, BAL yang

(Darwindra, 2010).
1. Wilayah:
Gunungkidul, Yogjakarta.

berperan diantaranya adalah Lactobacillus,


Leuconostoc, Streptococcus, Pediococcus dan

2. Spesifikasi produk:

Micrococcus (Rukmini, 2003).

a. Terbuat dari singkong yang telah dikeringkan (gaplek)


b. Fermentasi gatot terjadi secara spontan, BAL yang berperan
diantaranya adalah Lactobacillus, Leuconostoc, Streptococcus,
Pediococcus dan Micrococcus (Rukmini, 2003).
c. Pada proses fermentasi tersebut, terjadi hidrolisis pati, selulosa

dan pektin menjadi asam-asam organik, sehingga gatot


mempunyai rasa dasar masam. (Rukmini, 2003).
d. Tekstur kenyal dan warna hitam
e. Memiliki rasa gurih dan legit.
3. Cara memproduksi:
a. Hampir sama dengan tiwul yakni pertama, singkong
dikeringkan hingga menjadi gaplek.
b. Setelah itu, direndam dengan air kapur sirih selama 12 jam
Gambar 1. Gatot
Sumber :
https://janaloka.wordpress.com/2012/07/04/gatotmakanan-olahan-singkong-selain-tiwul/

(semalam).
c. Kemudian gaplek yang berwarna hitam dicuci bersih dan
dipotong kecil-kecil.
d. Lalu dikukus selama 2 jam. Setelah matang, gatot ini
ditempatkan pada wadah yang lebar agar cepat dingin.
e. Terakhir, ditaburkan gula pasir atau serutan gula merah dan
parutan kelapa diatas gatot (Koswara, 2009).

4. Komposisi kimia produk:


Dalam 100 gram gatot mengandung :
Kandungan
Kalori

Jumlah (%db)
203 kal/100g

protein

07,180,03 %

karbohidrat,

41,67%

lemak

0,830,06%

air

49,410,86%

abu
(Rukmini, 2003).

0,910,07%

5. Analisis:
- Nilai gizi
Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan Rukmini
(2003), gatot mempunyai nilai kalori dan karbohidrat lebih tinggi
dari tape singkong dan growol. Hal tersebut terjadi karena pada
pembuatan gatot dilakukan proses penambahan larutan gula
merah, sedangkan pada growol dan tape singkong tidak ada.
Kandungan asam amino atau protein dalam gatot lebih besar dari
pada pada singkong, karena keberadaan jamur yang memproduksi
asam amino dari bahan pati singkong.
Proses fermentasi yang terjadi pada gatot dan growol pada
dasarnya hampir sama, yaitu terjadi secara spontan oleh
mikroorganisme yang terdapat dalam air rendaman singkong.
Pada proses fermentasi tersebut, terjadi hidrolisis pati, selulosa
dan pektin menjadi asam-asam organik sehingga gatot memiliki
nilai gizi lebih baik dari bahan dasarnya karena adanya
fermentasi menyebabkan senyawa gizi kompleks menjadi lebih

sederhana yang memudahkan dicerna dan diserap oleh usus


(Rukmini, 2003).
Kusumawati dkk. (2003) melaporkan, beberapa isolat BAL
hasil isolasi makanan fermentasi tradisional seperti gatot
memiliki potensi sebagai probiotik yakni memiliki ketahanan
terhadap

pH

rendah

dan

garam

empedu

serta

mampu

mengasimilasi kolesterol secara in vitro. Konsumsi probiotik


mampu menyeimbangkan ekosistem mikrobiota usus yang
berdampak menguntungkan bagi kesehatan tubuh (Lisal, 2005).
Dari penelitian tersebut, dapat diketahui bahwa gatot adalah
sumber makanan prebiotik yang dapat menjadi makanan
fungsional untuk menyehatkan usus dan mencegah diare.
Gatot merupakan bahan pangan dengan kandungan serat
yang tinggi yang memperlancar pencernaan. Di dalam 100 gram
gatot terkandung sekitar 4,2 gram serat pangan dan beberapa
bakteri probiotik seperti Lactobacillus plantarum Mut7 dan
Lactobacillus sake Mut 13 yang diketahui mampu menghambat
pertumbuhan bakteri patogen E. Coli yang merupakan penyebab
terbanyak kejadian diare ( Eni et al., 2010).
Selain kandungan gizi di atas, singkong juga mengandung
racun yang dalam jumlah besar cukup berbahaya. Racun
singkong yang selama ini sering dijumpai adalah Asam biru atau

Asam sianida. Baik daun maupun umbinya mengandung suatu


glikosida cyanogenik, artinya suatu ikatan organik yang dapat
menghasilkan racun biru atau HCN yang bersifat sangat
toksik (Sosrosoedirdjo, 1993). Pengolahan secara tradisional
(seperti pada pengolahan gatot) dapat mengurangi/ bahkan
menghilangkan kandungan racun. Pada singkong, kulitnya
dikupas sebelum diolah, direndam sebelum dimasak dan
difermentasi selama beberapa hari. Dengan perlakuan tersebut
linamarin banyak yang rusak dan hidrogen sianidanya ikut
terbuang keluar sehingga tinggal sekitar 10- 40 mg/kg.
- Keamanannya
Dalam proses pembuatan gatot sering di jumpai mikroba
yang merugikan karena pada proses pembuatan bahan dasarnya
yang berupa gaplek, dapat terkontaminasi dengan jamur-jamur
yang berbahaya. Selain itu, bakteri dan polusi dari udara yang
masuk dalam makanan karena kemasan yang kurang baik juga
dapat

mengontaminasi

gatot.

Oleh

karena

itu,

dalam

pembuatannya harus dijaga higienitasnya dan gatot dikemas


4.

Singkong

Peuyeum

dengan baik untuk mengurangi kontamisasi.


1. Wilayah:
Jawa barat

2. Spesifikasi produk:
a. Makanan fermentasi dari singkong dengan menggunakan ragi
tape yang merupakan inokulum campuran kapang, khamir
dan bakteri yang akan mengubah glukosa menjadi etanol dan
CO2 dan menghasilkan energi.
b. Mempunyai kenampakan yang kering.
c. Mempunyai tekstur lebih keras.
d. Penyajiannya dengan cara digantung, baik dalam etalase
Gambar 1. Peuyeum

maupun diruangan bebas pada tempat pemajangan

Sumber :
https://sepanjangjk.wordpress.com/2011/03/04/

3. Cara memproduksi:
a. Singkong dikupas, kemudian dicuci bersih.

b. Dilakukan pengukusan hingga setengah matang kemudian


diangkat dan ditiriskan.
c. Selanjutnya dilumuri ragi pada seluruh permukaan singkong.
Singkong yang sudah dilumuri ragi selanjutnya dimasukkan
dalam wadah dan ditutup. Wadah pemeraman ini berupa
keranjang bambu rapat yang diberi alas daun pisang.
Pemeraman ini dilakukan selama 1 hari dan disimpan dalam
tempat sejuk.
d. Setelah diperam selama sehari semalam, wadah dibuka dan
singkong dihamparkan dalam tampah. Singkong yang masih

tetap magel ini, kemudian dilumuri ragi. Ragi yang


diperlukan cukup banyak karena seluruh permukaan
singkong harus terlumuri ragi.
e. Setelah itu pangkal singkong yang berkayu diikat tali bambu
dan digantung di ruang fermentasi selama 2 hari. Proses
fermentasi tahap dua ini merupakan fermentasi aerob.
Peuyeum siap disajikan (Koswara,2009)

4. Komposisi kimia produk:


Dalam 100 gram peuyeum mengandung :
Kandungan
Protein
lemak
karbohidrat,
air
vitamin B1,
fosfor
kalsium
(Depkes RI,1981)

Jumlah
0, 5%
0, 1%
42, 5%
56, 1%
82 mg
23 mg
28 mg

5. Analisis :
- nilai gizi :
a.

Mikrooragnisme yang berperan dalam fermentasi mampu


menghasilkan vitamin B 12.

b. Kapang yang terdapat pada peyeum merupakan sumber


Vitamin B1.
c.

Dengan adanya proses fermentasi, maka struktur kimia


bahan-bahan yang tadinya bersifat komplek, akan terurai
menjadi senyawa-senyawa yang lebih sederhana sehingga
lebih mudah dicerna dan dimanfaatkan oleh tubuh. Proses
fermentasi oleh kapang juga akan menghasilkan komponen
flavor dan citarasa sehingga menjadi lebih disukai oleh
konsumen
- keamanannya :
Semakin besar presentasi ragi yang digunakan, maka kadar

alcohol juga semakin meningkat. Menurut Setyohadi (2006)


semakin tinggi jumlah ragi yang digunakan, maka semakin
banyak

khamir

(Sccharomices

cerevisiae)

dan

bakteri

(Acetobacter aceti) di dalam peuyeum, maka enzim amylase yang


dihasilkan oleh khamir pun akan semakin banyak. Enzim amylase
ini dapat merombak pati menjadi glukosa. Glukosa tersebut akan

diubah menjadi alkohol, sehingga jumlah alkohol dalam peuyeum


semakin tinggi. Alkohol merupakan istilah umum dari etanol
yang mempunyai efek yang menguntungkan dan merugikan bagi
manusia. Etanol pada kadar rendah dapat berperan sebagai
stimulan. Konsumsi etanol pada jumlah sedang mempunyai efek
pada penyakit jantung iskemik. Jika mengkonsumsi etanol yang
berlebihan dapat merusak banyak organ tubuh, khususnya otak
dan hati (Bowman and Rand. 1980)
DAFTAR PUSTAKA
Almatsier S. Penuntun Diet edisi baru. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama; 2007.
Anastasia, E.R., Lily, A.L., Juffrie. 2010. Frekuensi konsumsi growol berhubungan dengan angka kejadian diare di Puskesmas Galur II
Kecamatan Galur Kabupaten Kulonprogo Provinsi DIY. Jurnal gizi klinik Indonesia Vol. 7, No. 1, 27-33
Brownam, W. C. and M. J. Rand, 1980. Textbook of Pharmacology. Blackwell Scientific Publications, United Kingdom
Darwindra, Haris Dianto.2010. Pembuatan Ragi Tape. https://harisdianto.files.wordpress.com/2010/01/tape.pdf (diakses tanggal 4 Maret 2014)
Departemen Kesehatan R.I. 1981. Daftar Komposisi Bahan Makanan. Jakarta: Direktorat Gizi DepKes R.I. Bhratara Karya Aksara.
Eni, A., Lestari, L.A. dan Juffrie, M. 2010. Frekuensi konsumsi growol berhubungan dengan angka kejadian diare di Puskesmas Galur II
Kecamatan Galur Kabupaten Kulonprogo Provinsi DIY. Jurnal gizi klinik indonesia; 7(1):27-33.
http://bnetpwj.blogspot.com/2015/02/makalah-pembuatan-tape-sngkong.html (diakses 3 mei 2015)
http://dapurkedaique.blogspot.com/2013/08/prol-tape-orderannya-mbak-trie-dan-mbak.html (diakses 3 mei 2015)
https://janaloka.wordpress.com/2012/07/04/gatot-makanan-olahan-singkong-selain-tiwul. (diakses 3 mei 2015)
http://radiopersatuan.tk/kuliner-jogja/growol/ (diakses 3 mei 2015)
https://singkongday.wordpress.com/2012/08/21/suwar-suwir-makanan-khas-dari-tape-singkong/ (diakses 3 mei 2015)

http://radiopersatuan.tk/kuliner-jogja/growol (diakses 3 mei 2015)


Koswara, Sutrisno. 2009. Teknologi Pengolahan Singkong (Teori dan Praktek). Bogor : IPB.
Kusumawati, N., B. S. L. Jenie, S. Setyahadi dan R. D. Haryadi. 2003. Seleksi bakteri asam laktat indigenus sebagai galur probiotik dengan
kemampuan menurunkan kolesterol. Jurnal Mikrobiologi Indonesia. Vol. 8 No. 2. Hal: 39-43.
Lestari, T. 2009. Dampak Konversi Lahan Pertanian Bagi Taraf Hidup Petani. Skripsi. Bogor. Institut Pertanian Bogor.
http://kolokiumkpmipb.wordpress.com diakses 30 April 2015.
Lisal, J. S. 2005. Konsep Probiotik dan Prebiotik untuk Modulasi Mikrobiota Usus Besar. Journal of Medicinus Nutritive. 26: 256-262
Muttarokah. 1998. Lactic Acid Bacteria in Fermented Food of Yogyakarta. Scription. Faculty of Agricultural Technology. Gadjah Mada
University, Yogyakarta
Ngatirah. 2000. Seleksi Bakteri Asam Aktat sebagai Agensia Probiotik Yang Berpotensi Menurunkan Kolesterol. Tesis S-2. Pascasarjana. UGM,
Yogyakarta
Putri,W.D.R., Haryadi., Marseno, D.W., Cahyanto,M.N. 2012. Isolasi dan Karakterisasi Bakteri AsamLaktat Amilolitik Selama Fermentasi
Growol,Makanan Tradisional Indonesia. Jurnal Teknologi Pertanian. 13 (1): 52-60.
Roberfroid, MB. Prebiotics and probiotics: are they functional food? Am J Clin Nutr 200071(61):682S-7S.
Rukmana dan Yuniarsih. 2001. Aneka Olahan Ubi Kayu. Yogyakarta : Kanisius.
Rukmini, Ambar. 2003. Komposisi Gizi Beberapa Makanan Fermentasi Tradisional Yogyakarta. Yogyakarta : Seminar Nasional dan
Pertemuan Tahunan Perhimpunan Ahli Teknologi Pangan Indonesia (PATPI) , Peranan Industri dalam Pengembangan Produk Pangan
Indonesia- Yogyakarta, 22-23 Juli 2003.
Setyohadi, 2006. Proses Mikrobiologi Pangan (Proses Kerusakan dan Pengolahan). USU-Press, Medan
Shah NP. Functional Food from Probiotic and Prebiotics Technology 200: 55 ():46-53.
Sosrosoedirdjo, R.S. 1992. Bercocok Tanam KetelaPohon.Jakarta: CV Yasa Guna.
Sudigdo. 1978. Tauco dan Tapai. Bandung : Terate

Suharni TT. Laporan Penelitian: Pembentukan asam-asam organic oleh bakteri yang berperan pada suatu produk ketela pohon yang
difermentasikan. Yogyakarta: FFakultas Biologi UUGM 1984.

Anda mungkin juga menyukai