Peran Komite Medik
Peran Komite Medik
2.
3.
a.
b.
1)
2)
3)
c.
d.
e.
1.
2.
3.
4.
5.
12.
17.
aturan hospital bylaws bagaimana rumah sakit mengatur besaran masingmasing kontribusi pihak yaitu rumah sakit dan pihak dokter
tergugat.Keputusan bagi hasil sanksi tiap rumah sakit bisa
berbeda.Potongan jasa medis rumah sakit bisa sebagai acuan dalam
pembagian urunan biaya gugatan pasien.
Permasalahan gugatan pasien sampai ke pengadilan atau ke
kepolisian,maka pihak rumah sakit disamping menyediakan pengacara
hukum,juga menyiapkan berbagai hal untuk kepentingan sidang.
Berdasarakan
peraturan
Konsil
Kedokteran
Indonesia
Nomor
16/KKI/PER/VII/2006,pembuktian dalam pemeriksaan pelanggaran disiplin
kedokteran dan kedokteran gigi meliputi alat bukti :
a.
Surat
b.
Keterangan saksi
c.
Pengakuan teradu
d.
Keterangan ahli
e.
Barang bukti
GW
Paton
membagi
alat
bukti
menjadi
3,
yaitu oral
evidence (saksi,pengakuan teradu dan keterangan ahli),documentary
evidence (buku,tulisan atau dokumen),material evidence (barang bukti).
1. Surat
Pemeriksaan Majelis Kehormatan Disiplin Kedokteran Indonesia
menggunakan
pedoman
dasar
Hukum
Acara
Perdata,sehingga
pemeriksaan surat yang dimaksud dalam alat bukti menurut Konsil
Kedokteran Indonesia memiliki kesamaan dengan surat yang
dipergunakan dalam Hukum Acara Perdata.
2. Keterangan Saksi
Keterangan saksi adalah keterangan dari orang yang melihat,mendengar
dan atau mengalami sendiri adanya suatu pelanggaran.Dalam pasal 169
HIR telah menetapkan asas seorang saksi,bukan saksi artinya untuk
menetapkan suatu kebenaran harus didasarkan atas sedikit-sedikitnya
2(dua) orang saksi,kecuali ada bukti lain.Hal ini yang harus diperhatikan
MKDKI.
3. Pengakuan
Pengakuan dalam Hukum Acara Perdata diatur dalam pasal 174 HIR dan
pasal 1923 s/d 1928 KUHPerdata.Pengakuan merupakan suatu pernyataan
dengan bentuk tertulis atau lisan dari salah satu pihak yang berperkara.
4. Keterangan Ahli
Keterangan ahli merupakan pendapat yang disampaikan oleh orang yang
memiliki pengalaman dan pengetahuan khusus dan disampaikan
dihadapan sidang.Pengadilan tidak sekali-kali diwajibkan mengikuti
pendapat ahli.
5. Barang bukti
PENUTUP
1.
Rumah sakit sebagai sarana pelayanan kesehatan,berkumpul
berbagai profesi dan dalam proses pelayanan terkait oleh berbagai aturan
atau SPO, sehingga sangat rawan terjadinya medical errors yang
berakibat gugatan pasien
2.
Dokter dan dokter gigi dimungkinakan melakukan pelanggaran
norma etik, norma disiplin dan norma hukum dalam menjalankan
tugasnya.
3.
Komite medik bukan SPSI medis atau IDI ranting rumah sakit,tetapi
mitra manajemen dalam peningkatan mutu pelayanan,keselamatan
pasien dan profesionalisme dokter.
4.
Komite etik,(disiplin) dan hukum bertugas menjalankan kode etik
RS,dan dapat akomodir tugas sub komite etik profesi medik.KERS dapat
menjadi mediator gugatan pasien di internal RS.
5.
Patient safety merupakan gerakan RS untuk keselamatan pasien
dan meningkatkan mutu pelayanan yang harus ada di setiap RS.
6.
Ketidakpuasan pasien yang berujung pada gugatan pasien perlu
diselesaikan secara cepat agar tidak berkembang keluar rumah sakit dan
tidak terkontrol.
7.
Rumah sakit ikut bertanggung jawab terhadap adanya gugatan
pasien,termasuk jika ada sanksi denda/uang.
DAFTAR PUSTAKA
1.
Fatwa IDI No.123/PB/4/7/1990 dan World Medical Association :
Declaration of Euthanasia (Madrid,1987).
2.
Pedoman Nasional Keselamatan Pasien Di Rumah Sakit oleh
Komite Keselamatan Pasien Rumah Sakit-Perhimpunan Rumah Sakit
Seluruh Indonesia 2006.
3.
Penegakan Disiplin Kedokteran oleh MKDI Sebagai Upaya
Meningkatkan Disiplin Ilmu Dokter dan Dokter Gigi: Tesis Magister Hukum
kesehatan,Edi Sumarwoto.
4.
Peraturan Konsil Kedokteran Indonesia No.16/KKI/Per/VIII/2006
Tentang Tata Cara Penanganan Kasus Dugaan Pelanggaran Disiplin Dokter
dan Dokter Gigi oleh Majelis Kehormatan Disiplin Kedokteran Indonesia
dan Majelis Kehormatan Disiplin Kedokteran Indonesia di Tingkat Provinsi
5.
Peraturan Konsil Kedokteran Indonesia Nomor 17/KKI/Per/VII/2006
Tentang Pedoman Penegakan Disiplin Profesi Kedokteran.
6.
Peraturan
Menteri
Kesehatan
Republik
Indonesia
No.512/Menkes/Per/VI/2007 Tentang Izin Praktek dan Pelaksanaan Praktek
Kedokteran.
7.
Soewono,Hendrojono,Batas
Pertanggungjawaban
Hukum
Malpraktek Dokter Dalam Transaksi Terapeutik,Surabaya : Srikandi,2007.
8.
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 1992 Tentang
Kesehatan.
9.
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 29 Tahun 2004 Tentang
Praktek Kedokteran.