Anda di halaman 1dari 4

PENDAHULUAN

Penimbunan pigmen dalam tubuh menyebabkan warna kuning pada jaringan yang dikenal sebagai
jaundice atau ikterus. Jaundice biasanya dapat dideteksi pada sclera (bagian mata yang putih), kulit
atau kemih yang menjadi gelap bila bilirubin serum mencapai 2-3 mg/100 ml. Bilirubin serum
normal adalah 0,2-0,9 mg/100ml. Jaringan permukaan yang kaya dengan elastin, sepeerti sclera
dan permukaan bawah lidah biasanya pertama kali menjadi kuning. Jaundice dapat disebabkan oleh
gangguan prehepatik (pembentukan bilirubin secara berlebihan, gangguan pengambilan bilirubin
tak terkonyugasi oleh heti), intrehepatik (mengenai sel hati,kanalikuli,atau kolangiola) atau
ekstrahepatik (mengenai saluran empedu diluar hati). Salah satu penyebab gangguan ekstrahepatik
adalah batu pada saluran empedu (CBD STONE).

DEFINISI

Batu saluran empedu adalah formasi batu yang terdapat pada common bile duct. CBD stone dapat
berasal dari gall blader kemudian pindah ke CBD, hal ini disebut dengan batu yang sekunder dan
mayoritas adalah batu kholesterol, ini banyak ditemukan di negara barat.

ETIOLOGI
Batu empedu lebih banyak ditemukan pada wanita dan factor resikonya adalah usia
lanjut,kegemukan,diet tinggi lemak dan factor keturunan.
Faktor predisposisi batu kolesterol campuran :
1.

Demografi eropa utara, Amerika Utara dan selatan lebih besar dari pada Asia kemungkinan
familiar, aspek herediter

2.

Obesitas. Kumpulan dan sekresi asam empedu yang normal, tetapi peningkatan sekresi
kolesterol biliaris.

3.

Penurunan berat badan. Mobilisasi kolesterol jaringan menyebabkan peningkatan sekresi


kolesterol biliaris sedangkan sekresi garam empedu enterohepatik diturunkan.

4.

Hormon seks perempuan. Estrogen merangsang reseptor di lipoprotein hati meningkatkan


ambilan kolesterol makanan dan meningkatkan sekresi kolesterol biliaris. Estrogen alami lainnya

5.

dan kontrasepsi oral menyebabkan penurunan sekresi garam empedu.


Penyakit atau reseksi ileum. Malabsorbsi asam empedu menyebabkan penurunan ukuran

kumpulan asam empedu, penurunan sekresi garam empedu biliaris.


6.
Pertambahan usia. Peningkatan sekresi kolesterol biliaris, penurunan ukuran kumpulan
asam empedu, penurunan sekresi garam empedu biliaris.
7.
Hipomotilitas kandung empedu menyebabkan statis dan pembentukan kotoran atau feses.
Nutrisi parenteral yang memanjang, puasa, kehamilan, obat seperti okreotida
8.
Terapi klofibrat. Peningkatan sekresi kolesterol biliaris
9.

Macam-macam, bias DM, diet tinggi kalori, diet tinggi lemak.


Faktor predisposisi untuk batu pigmen :

1.
2.

Faktor Demografi/genetic : Asia, keadaan pedesaan.


Hemolisis kronik

3.
4.

Sirosis alkoholik
Infeksi saluran empedu kronik, infestasi parasit.

5.

Pertambahan usia.

PATOGENESIS
Batu kolesterol

1.

Peningkatan sekresi empedu


Hal ini terjadi pada kegemukan, diet tinggi kalori, peningkatan aktivitas, HMG, penurunan aktifitas
kolesterol 7 alfa hidroksilase. Kelebihan kolesterol empedu dalam hubungannya dengan asam dan
fosfolipid dapat disebabkan oleh hipersekresi kolesterol, hiposekresi asam empedu, atau keduanya.
Gangguan tambahan yang membantu penjenuhan empedu oleh kolesterol adalah penurunan jumlah
asam empedu dan peningkatan konversi asam kolat dioksilat disertai penggantian cadangan asam
kolat oleh cadangan asam dioksikolat.

1.

Gangguan pembentukan vesikel


Kolesterol dan fosfolipid disekresikan ke dalam empedu sebagai vesikel berlapis ganda unilameler
yang bersifat tidak stabil dan diubah bersama asam empedu menjadi agregat lipid lain. Misalnya
misel. Vesikel ini diubah menjadi vesikel besar multi lameler tempat terbentuknya agregasi kristal
kolesterol.

1.

Nukleasi kristal kolesterol monohidrat yang disebabkan peningkatan faktor pronukleasi


(glikoprotein musin dan nonmusin, lisin, fosfatidilkolin) atau defisiensi faktor anti nuleasi (apolipo
protein AI dan AII, glikoprotein)

2.

Bahan endapan empedu


Batu endapan empedu merupakan precrsor penyakit batu empedu yang dapat terbentuk pada
kelainan-kelainan yang menyebabkan hipomotilitas kandung empedu.
Adanya endapan empedu mencerminkan dua kelainan :

o
o

Keseimbangan normal antara sekresi dan eliminasi musin kandung empedu mengalami
gangguan.
Telah terjadi nukleasi zat-zat terlarut dalam empedu.

Batu pigmen
Peningkatan jumlah bilirubin tidak larut dan tidak terkonyugasi dalam empedu menyebabkan
presipitasi bilirubin yang dapat memadat membentuk batu pigmen atau dapat menyatu nidus untuk
pertumbuhan batu kolesterol campuran.

GAMBARAN KLINIS

Penderita batu empedu memiliki gejala kolestitis akut atau kronik. Bentuk akut ditandai dengan
nyeri hebat pada abdomen bagian atas, terutama ditengah epigastrium, nyeri menyebar ke punggung
dan bahu kanan. Penderita dapat berkeringat banyak atau berjalan mondar-mandir atau berguling
ke kanan dan ke kiri di atas tempat tidur. Nause dan muntah sering terjadi bila penyakit mereda,
nyeri dapat ditemukan di atas kandung empedu. Gejala kolestitis kronik mirip dengan gejala
kolestitis akut. Seringkali terdapat riwayat dyspepsia, intoleransi lemak, nyeri ulu hati atau flatulen
yang berlangsung lama. Jika terjadi infeksi bersamaan dengan penyumbatan saluran maka akan
timbul demam, menggigil dan sakit kuning.

PENGOBATAN
1.

Kolesistektomi profilaktik didasarkan pada :


v Gejala cukup sering atau parah
v Adanya komplikasi
v Adanya predisposisi komplikasi batu empedu
Kolesistektomi laparaskopi merupakan pendekatan minimal untuk mengangkat kandung empedu
beserta batunya.

1.

ERCP (Endoscopic retrograde cholangio pancreatografi) merupakan sarana diagnostik dan


terapeutik. Dengan ERCPdilakukan sphinterektomi ampula vateri diikuti ekstraksi batu dengan
basket Dormia atau kateter balon. Bila sulit dikeluarkan dilakukan pemecahan batu dahulu secara

mekanik (litotripsi mekanik)


2.
Terapi asam empedu Oral
Terapi ini tidak efektif :
Batu empedu pigmen
Batu empedu radiopaque
Batu empedu berdiameter > 1,5 cm
Batu dalam kandung empedu
Terapi dengan asam kenodeoksilat atau asam usodeoksilat untuk melarutkan batu empedu
kolesterol atau campuran menghasilkan disolusi lengkap atau parsial. Dosis usodeoksilat 5-10
mg/kg/hari. Pemberian UDCA atau kombinasi UDCA dengan CDCA pada pasien batu radiolusen
dengan diameter kurang dari 15 mm menghasilkan disolusi lengkap dalam 2 tahun. Setelah batu
empedu benar-benar lenyap dengan CDCA atau UDCA dan pengobatan dihentikan akan terjadi
rekurensi. Angka rekurensi lebih rendah pada pasien dengan sebuah batu empedu dengan yang
memiliki lebih banyak batu.

1.

Litotripsi batu empedu


Batu kandung empedu dapat dipecah oleh gelombang ekstrakorporea. Criteria seleksi pasien
adalah :

Riwayat kolik biliaris

o
o

Batu radiolusen
Kandung empedu berfungsi normal pada pemeriksaan skintigrafi kolesistokinin atau

o
o

pemeriksaan kolesistografi
Jumlah batu maksimum 3 buah atau batu tunggal dengan diameter < 20 mm
Tidak kolesistitis akut, kolangitis, sumbatan saluran empedu, pankreatitis akut dan
kehamilan.
Efek samping : kolik biliaris dan kolesistitis

PROGNOSIS
Penyakit batu empedu asimptomatik atau yang gejalanya bukan merupakan gejala kolesistitis sering
menimbulkan masalah klinis pasien yang tetap asimptomatik selama 15 tahun. Kecil
kemungkinannya mengalami gejala selama pengamatan selanjutnya dan sebagian besar pasien yang
mengalami komplikasi akibat batu empedu merasakan gejala peringatan sebelumnya. Pasien yang
diketahui menderita batu empedu pada usia muda cenderung memperlihatkan gejala akibat
kolelitiasis disbanding Pasien usia lebih dari 60 tahun saat pertamakali didiagnosis.

DAFTAR PUSTAKA
1.

1.

Choledocholitiasis, The Encyclopaedia of Medical Imaging Volume IV,


Available at : http//www.amershamhealth.com
Lesmana L.A, Batu Empedu. Dalam Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jilid I, Edisi III, Balai

Penerbit FKUI, Jakarta, 1996, hal. 380-90


2.
Matthingly D, Seward C, Bedside Diagnosis, Edisi 13, Gajah Mada University Press,
Yogyakarta, 1993, Hal. 215
3.
Podolsky D.K, Issel B.K, Penyakit Kandung Empedu dan Duktus Biliaris, Harrison; Prinsipprinsip Ilmu Penyakit Dalam, Volume 4, Edisi 13, EGC, Jakarta, 2000, Hal. 1688-1693
4.
Price S.A, Wilson L.M,Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit, EGC, Jakarta,
1994, Hal. 453.

Anda mungkin juga menyukai