BAB II Anoreksia Geriatri
BAB II Anoreksia Geriatri
TINJAUAN PUSTAKA
II.1 Definisi
Anoreksia adalah tidak adanya selera makan atau individu tersebut tidak
tertarik untuk menelan makanan. Pada istilah klinik, anoreksia total adalah
hilangnya rasa lapar yang diakibatkan proses patologis. Anoreksia biasanya
berkaitan dengan proses penyakit yang secara langsung menghambat atau
menekan pusat lapar atau merangsang aktivitas pusat kenyang. Oleh karena
anoreksia berkaitan dengan banyak proses penyakit, maka tugas utama tenaga
medis adalah menentukan apakah anoreksia yang terjadi pada pasien bersifat
patologik atau fisiologik/psikologik, dan mengoreksi penyebab utamanya (5).
Anoreksia dapat terjadi karena penurunan selera makan (anoreksia sejati)
atau terjadi karena faktor lain yang tidak mempengaruhi selera makan
(pseudoanoreksia). Penurunan selera makan yang bersifat sementara dapat terjadi
karena rasa takut, latihan berat, atau perubahan menu makanan (5).
Geriatri adalah cabang ilmu kedokteran yang mengobati kondisi dan
penyakit yang dikaitkan dengan proses menua dan usia lanjut (6). Batas umur
untuk usia lanjut dari waktu ke waktu berbeda. WHO membagi umur tua sebagai
berikut:
1.
2.
3.
keadaan tersebut perbaikan menjadi sulit atau tidak mungkin terjadi. Tujuan hidup
manusia ialah menjadi tua tetapi tetap sehat sehingga keadaan patologik pun
dicoba untuk disembuhkan untuk mempertahankan healthy aging karena proses
patologik mempercepat penderita meninggal dunia (11).
Apabila seseorang berhasil mencapai usia lanjut, maka salah satu upaya
utama adalah status gizi yang bersangkuan dipertahankan pada kondisi optimum
agar kualitas kehidupan yang bersangkutan tetap baik. Perubahan status gizi pada
lansia disebabkan perubahan lingkungan atau kondisi kesehatan. Covinsky dan
kawan-kawan meneliti hubungan antara kajian klinis status gizi dan outcome tidak
baik pada penderita tua yang dirawat di rumah sakit dan mendapatkan hasil dari
219 penderita yang diteliti 24,4% malnutrisi sedang dan 16,3% malnutrisi berat.
Penderita dengan malnutrisi berat lebih banyak meninggal dalam waktu 90 hari
setelah meninggalkan rumah sakit dibanding penderita yang malnutrisi sedang
maupun gizi baik (31,7%, 23,3% dan 12,3%) (10).
Malnutrisi pada lansia terutama malnutrisi energi protein adalah suatu
keadaan kekurangan energi dan atau protein untuk memenuhi kebutuhan
metabolik. Malnutrisi energi protein (MEP) biasanya berkembang karena
berkurangnya asupan diet kalori atau protein, meningkatnya kebutuhan metabolik
sebagai hasil dari keadaan sakit atau trauma atau peningkatan pelepasan nutrien
(12,13)
Mempertahankan status gizi dalam keadaan optimal merupakan komponen
penting dalam penanganan geriatri paripurna, terlebih karena keadaan malnutrisi
akut berhubungan dengan outcome peningkatan komplikasi penyakit dan
7
perburukan kesehatan. Status gizi yang jelek dan MEP berhubungan dengan
perubahan imunitas, penyembuhan luka terganggu, penurunan status fungsional,
peningkatan penggunaan fasilitas kesehatan dan peningkatan angka mortalitas.
(12).
II.4 Fisiologi yang Mempengaruhi Keadaan Gizi Seorang Lansia
Perubahan komposisi tubuh.
Bertambahnya usia akan terjadi banyak perubahan komposisi tubuh yang
mempengaruhi kebutuhan nutrisi seorang lansia. Setelah berusia 60 tahun atau
lebih berat badan cenderung turun dan untuk mempertahankannya semakin
sulit dengan bertambahnya usia. Perubahan komposisi tubuh dicirikan dengan
kehilangan secara progresif lean body mass, peningkatan relatif massa lemak
dan redistributif lemak dari perifer ke lokasi sentra tubuh. Kehilangan lean
body mass yang berlanjut berhubungan dengan peningkatan prevalensi
penyakit kronik pada lansia. Kehilangan lean body mass terutama terdiri dari
otot skeletal terutama tipe II atau serat fast-twich. Lean body mass sentra
misalnya hepar dan lien relatif dipertahankan. Kehilangan masa otot yang
terkait dengan usia tampak sebagai hasil dari faktor-faktor yang berhubungan
meliputi perubahan metabolisme, fungsi dan struktur jaringan organ, penyakitpenyakit dan pilihan tingkah laku serta cara hidup secara individual (14).
Perubahan nafsu makan dan regulasi ambilan energi
Mempertahankan berat badan yang stabil pada usia tua membutuhkan
keadaan yang tetap antara pemasukan nutrien dan kebutuhan energi. Dengan
8
bertambahnya usia, alur metabolik, neural, dan humoral yang secara normal
dapat mempertahankan keseimbangan regulasi selera makan dan rasa lapar
kehilangan keseimbangan responsibilitasnya untuk mengubah energi yang
dibutuhkan oleh tubuh. Keterkaitan psikologis, sosial dan ekonomi dan kultural
dan bermacam-macam penyakit memperberat disregulasi keseimbangan
masukan energi (14).
Perubahan patofisiologi yang menyebabkan kehilangan pengecapan lidah,
penciuman, dan nafsu makan dengan bertambahnya usia.
Perubahan besar fisiologis dan patologis yang terkait dengan usia
mempunyai
andil
untuk
seorang
lansia
kesulitan
mempertahaankan
tidak sama, bahkan pada lansia yang memiliki gigi yang bagus. Di Amerika
Serikat, 23% lansia berusia 65-75 tahun dan 36% lansia berusia 75 tahun
memiliki penyakit berat periodontal, dan 30% lansia berusia 65 tahun
tersebut sudah kehilangan banyak gigi. Penyebab adanya masalah menelan dan
mengunyah harus diselidiki dan dilakukan tindakan yang tepat (20).
Penggunaan obat-obatan
Banyak lansia secara rutin mengkonsumsi obat-obatan untuk beberapa
kondisi medis, seperti obat hipertensi, nyeri, hiperkolesterolemia, dan masalah
gangguan pernapasan. Penggunaan obat tersebut dapat menyebabkan mulut
kering, mual, muntah, sembelit, dan diare yang merupakan efek buruk yang
biasanya menghambat nafsu makan. Efek samping kemoterapi, seperti mual
dan infeksi pada mukosa mulut, juga dapat menurunkan pemasukan energi.
Beberapa
obat,
seperti
digoxin dan
metformin
dapat
menyebabkan
makan sendirian. Sebuah penelitian kepada lansia yang tinggal di daerah kota
menunjukan hasil bahwa lansia yang memiliki pengunjung/teman pada saat
makan (tidak sendirian saat makan) akan mengurangi risiko lansia tersebut
terserang dysphoria (perasaan tidak bahagia). Para pengasuh diharapkan dapat
menumbuhkan aspek rasa senang dan sosial dengan cara memotivasi lansia
untuk makan dengan seseorang/orang lain agar tidak merasa kesepian (22,23).
Depresi juga dapat disebabkan masalah patologis. Sekitar 30% dan 40%
dari pasien dengan penyakit Parkinson akan berujung pada depresi (24).
Tingginya tingkat depresi juga telah dilaporkan untuk individu dengan
penyakit Alzheimer, demensia vaskular, penyakit jantung, diabetes mellitus
tipe 2, arthritis, kanker, dan stroke, meskipun tidak jelas apakah kasus depresi
ini berhubungan dengan penyakit yang mendasari proses tersebut. Berbeda
halnya dengan manusia dewasa muda, dimana pada saat mereka depresi
cenderung untuk meningkatkan asupan makanannya, sedangkan pada lansia
akan makan dengan porsi yang sedikit ketika sedang dalam keadaan depresi.
Hal tersebut akan menyebabkan masalah anoreksia geriatri berkepanjangan dan
malnutrisi pada akhirnya (25).
II. 5 Patofisiologi anoreksia geriatri
Regulasi pencernaan makanan adalah suatu yang sangat kompleks, dengan
berbagai mekanisme untuk memastikan proses pencernaan makanan tetap
optimal. Secara garis besar, pemasukan makanan diregulasi oleh pusat makan
yang bekerjasama dengan sistem pengaturan nafsu makan perifer. Sistem pusat
14
pengaturan makan akan menerima stimulasi dari sinyal sel lemak perifer (leptin),
nutrisi yg diabsorbsi dan hormon yang bersirkulasi. Pada studi yang dilakukan
pada manusia dan binatang menunjukan bahwa perubahan pada berbagai macam
sistem diatas terjadi pada proses penuaan, yang menghasilkan proses anoreksia
geriatri. Beberapa studi pada binatang dan manusia berusia tua telah memberikan
petunjuk tentang kemungkinan patogenesis fisiologi anoreksia geriatri (18).
Penjelasan tentang beberapa faktor yang mungkin terlibat dalam patogenesis dari
fisiologi anoreksia geriatri diberikan dalam Gambar 2.1.
Gambar 2.1 Faktor yang Terlibat dalam Patofisiologi Anoreksia Geriatri (26).
Ketika glukosa dan triacilgliserol masuk ke duodenum orang muda,
menyebabkan pengurangan rasa lapar dan pemasukan makanan. Ketika nutrisi
masuk lewat duodenum pada orang tua / lansia, pengurangan pada rasa lapar dan
pemasukan makanan lebih sedikit ditemukan. Hal ini menyebabkan peningkatan
15
rasa lapar yang terlihat di orang dewasa selama pencernaan makanan terjadi
bukan karena tidak banyaknya sinyal pengatur rasa makan atau peningkatan
respon untuk mengabsorbsi nutrisi di usus halus, tetapi karena adanya sinyal nafsu
makan lain yang berasal dari lambung (26).
Hipotesis ini sesuai dengan penemuan cairan preload yang lebih cepat
kosong dari lambung, dimana tidak terlihat menurunkan atau meningkatkan
pemasukan energi pada orang tua bila dibandingkan orang muda. Penelitian yang
lebih jauh diperlukan dalam pengukuran hormon gastrointestinal dari usus halus
dan perbedaan pada efek agonis dan antagonis pada orang muda dan tua untuk
mendukung hipotesis ini (26).
Sebuah penelitian menunjukkan nilai rata-rata pengosongan lambung yang
lebih lambat pada orang tua dibandingkan orang muda. Dengan penggunaan USG,
menunjukkan derajat distensi antrum yang secara langsung dengan perkembangan
nafsu makan setelah makan. Dengan bertambahnya usia, makanan lebih cepat
bergerak dari fundus ke antrum dan lebih lama berdiam di antrum, memicu
distensi antrum yang lebih cepat dan hebat. Beberapa studi menunjukkan peran
nitrit oxide memerankan peran yang penting dalam pengaturan makanan. Nitrit
oxide diproduksi untuk menghasilkan efek pada pemasukan makanan pada sisi
central dan perifer. Di perifer, nitrit oxide bertanggung jawab untuk relaksasi
fundus lambung untuk makanan, menyebabkan dilatasi fundus untuk berperan
sebagai penampung makanan sebelum membawa makanan ke antrum. Nitrit oxide
melambatkan pengosongan lambung lewat mekanisme pengaturan tonus pylorus
dan dilatasi fundus. Pada penelitian kepada binatang yang berusia tua, terdapat
16
pengurangan pada messenger RNA untuk nitrit oxide sintesis yang disebabkan
penuaan. Hal ini menunjukkan bahwa di orang yang lebih tua, pengurangan nitrit
oxide fundus memacu penurunan relaksasi adaptif, yang menyebabkan nafsu
makan yang lebih cepat pada orang tua (26).
Colesistokinin adalah prototipe hormon penstimulasi nafsu makan dan
bertanggung jawab untuk 10-20 persen sinyal yang bertanggung jawab untuk
penyetop makan pada manusia. Penelitian pada binatang telah menunjukkan
peningkatan efek nafsu makan pada colesistokinin pada orang dewasa bila
dibandingkan pada binatang yang muda. Konsentrasi colesistokinin di sirkulasi
menunjukkan peningkatan pada lansia, tapi satu penelitian menunjukkan hal ini
terjadi hanya pada lansia dengan anorexia dan konsentrasi colesistokinin akan
normal pada orang muda setelah berat badan kembali ke batas normal. Peran
penting colesistokinin pada regulasi lapar pada orang muda dan tua masih belum
pasti pada saat ini. Opioid feeding drive dimediasi sebagian besar oleh dynorphin,
yang memeran peran penting untuk transport lemak pada binatang dan manusia,
penelitian pada tikus menunjukkan menurunnya kemampuan opioid untuk
meningkatkan pemasukan makanan pada binatang tua. Hal ini menurunkan
efektivitas untuk mengurangi reseptor opioid yang terjadi karena pertambahan
usia (26).
Tidak ada penelitian yang memeriksa efektivitas antagonis opioid dalam
mengurangi pemasukan makanan pada orang tua. Tetapi, penurunan asupan
makanan dari penambahan usia telah menyebabkan pengurangan fungsi opioid
pada binatang, silver morley menunjukaan bahwa pada orang tua terjadi
17
20