Anda di halaman 1dari 9

FARINGITIS

Definisi
Faringitis merupakan peradangan dinding faring yang dapat disebabkan oleh virus (40 60%), bakteri (5 40%), alergi, trauma, toksin dan lain lain.
Faringitis akut adalah suatu sindrom inflamasi dari faring dan/atau tonsil yang
disebabkan oleh beberapa grup mikroorganisme yang berbeda. Faringitis dapat menjadi bagian
dari infeksi saluran napas atas atau infeksi lokal didaerah faring.
Faringitis kronis adalah faringitis yang terjadi setelah serangan akut yang berkali kali.
Odinofagia atau nyeri tenggorok merupakan gejala yang sering dikeluhkan akibat adanya
kelainan atau peradangan di daerah nasofaring, orofaring dan hipofaring.

Anatomi
Faring adalah suatu kantong fibromuskular yang berbentuk corong yang besar di bagian
atas dan sempit di bagian bawah. Kantong ini mulai dari dasar tengkorak terus menyambung ke
esofagus setinggi vertebra servikal ke VI. Pada bagian atas, faring berhubungan dengan rongga
hidung melalui koana, pada bagian depan berhubungan dengan mulut melalui istmus orofaring,
sedangkan laring di bawah berhubungan melalui additus laring dan ke bawah berhubungan
dengan esofagus. Panjang dinding posterior faring pada orang dewasa kurang lebih 14 cm.
bagian ini merupakan bagian dinding faring yang terpanjang. Dinding faring dibentuk oleh (dari

dalam keluar) selaput lendir , fasia faringobasiler, pembungkus otot dan sebagian fasia
bukofaringeal.
Faring terbagi atas nasofaring, orofaring dan laringofaring (hipofaring). Unsur unsur
faring meliputi mukosa, palut lendir (mucous blanket) dan otot.

Fungsi faring
Fungsi faring terutama ialah untuk respirasi, pada waktu menelan, resonansi suara, dan
untuk artikulasi.
-

Fungsi faring dalam proses berbicara

Fungsi menelan
Terdapat 3 fase dalam proses menelan yaitu fase oral, fase faringal dan esofagal. Fase
oral, bolus makanan dari mulut menuju ke faring. Gerakan disini disengaja (voluntary).

Fase faringal yaitu pada waktu transport bolus makanan melalui faring. Gerakan disini
tidak disengaja (involuntary). Fase esofagal, disini gerakannya tidak disengaja, yaitu pada
waktu bolus makana bergerak secara peristaltic di esophagus menuju lambung.
Epidemiologi
Faringitis dapat terjadi pada semua umur dan tidak dipengaruhi jenis kelamin, dengan
frekuensi yang lebih tinggi terjadi pada populasi anak-anak. Faringitis akut jarang ditemukan
pada usia di bawah 1 tahun. Insidensinya meningkat dan mencapai puncaknya pada usia 4-7
tahun, tetapi tetap berlanjut sepanjang akhir masa anak-anak dan kehidupan dewasa. Kematian
yang diakibatkan faringitis jarang, tetapi dapat terjadi sebagai hasil dari komplikasi penyakit ini.
Patofisiologi
Penularan terjadi melalui droplet. Virus dan bakteri menginfiltrasi lapisan epitel,
kemudian bila epitel terkikis maka jaringan limfoid superfisial bereaksi, terjadi pembendungan
radang dengan infiltrasi leukosit polimorfonuklear. Pada stadium awal terdapat hiperemi,
kemudian edema dan sekresi yang meningkat. Eksudat mula-mula serosa tapi menjadi menebal
dan kemudian cendrung menjadi kering dan dapat melekat pada dinding faring. Dengan
hiperemi, pembuluh darah dinding faring menjadi lebar. Bentuk sumbatan yang berwarna
kuning, putih atau abu-abu terdapat dalam folikel atau jaringan limfoid. Tampak bahwa folikel
limfoid dan bercak-bercak pada dinding faring posterior, atau terletak lebih ke lateral, menjadi
meradang dan membengkak.
Faringitis terbagi atas :
1. Faringitis akut
a. Faringitis viral
Rinovirus menimbulkan gejala rhinitis dan beberapa hari kemudian akan
menimbulkan faringitis.
Gejala dan tanda
Demam disertai rinorea, mual, nyeri tenggorok, sulit menalan.
Pada pemeriksaan tampak faring dan tonsil hiperemis. Virus influenza,
coxsachievirus dan cytomegalovirus tidak menghasilkan eksudat. Coxachievirus
dapat menimbulkan lesi vesicular di orofaring dan lesi kulit berupa maculopapular
rash.

Adenovirus selain menimbulkan gejala faringitis, juga menimbulkan gejala


konjungtivitis terutama pada anak.
Epstein Barr Virus (EBV) menyebabkan faringitis yang disertai produksi eksudat
pada faring yang banyak. Terdapat pembesaran kelenjar limfa diseluruh tubuh
terutama retroservikal dan hepatosplenomegali.
Faringitis yang disebabkan HIV-1 menimbulkan keluhan nyeri tenggorok, nyeri
menelan, mual, dan demam. Pada pemeriksaan tampak faring hiperemis, terdapat
eksudat, limfadenopati akut dileher dan pasien tampak lemah.
Terapi
Istirahat dan minum yang cukup. Kumur dengan air hangat. Analgetika jika
perlu dan tablet isap.
Antivirusmetisoprinol (Isoprenosine) diberikan pada infeksi herpes simpleks
dengan dosis 60 100 mg/kgBB dibagi dalam 4 6 kali pemberian/hari pada orang
dewasa dan pada anak < 5 tahun diberikan 50 mg/kgBB dibagi dalam 4 6 kali
pemberian/hari.
b. Faringitis bacterial
Infeksi grup A Stretokokus hemolitikus merupakan penyebab faringitis akut
pada orang dewasa (15%) dan pada anak (30%).
Gejala dan tanda
Nyeri kepala yang hebat, muntah, kadang kadang disertai demam dengan
suhu yang tinggi, jarang disertai batuk.
Pada pemeriksaan tampak tonsil membesar, faring dan tonsil hiperemis dan
terdapat eksudat dipermukaannya. Beberapa hari kemudian timbul bercak petechiae
pada palatum dan faring. Kelenjar limfe leher anterior membesar, kenyal, dan nyeri
pada penekanan.
Terapi
a. Antibiotik

Dieberikan terutama bila diduga penyebab faringitis akut ini grup A Streptokokus
hemolitikus. Penicillin G Banzatin 50.000 U/kgBB IM dosis tunggal, atau
amoksisilin 50 mg/kgBB dosis dibagi 3 kali/hari selama 10 hari dan pada dewasa
3 x 500 mg selama 6 10 hari atau erotromisin 4 x 500 mg/hari.
b. Kortikosteroid : deksametason 8 16 mg, IM, 1 kali. Pada anak 0,08 0,3
mg/kgBB, IM, 1 kali.
c. Analgetika
d. Kumur dengan air hangat atau antiseptik
c. Faringitis fungal
Candida dapat tumbuh di mukosa rongga mulut dan faring.
Gejala dan tanda
Keluhan nyeri tenggorok dan nyeri menelan. Pada pemeriksaan tampak plak putih di
orofaring dan mukosa faring lainnya hiperemis.
Pembiakan jamur ini dilakukan dalam agar Sabouroud dextrose.
Terapi
a. Nystatin 100.000 400.000 2 kali/hari.
b. Analgetika
d. Faringitis gonorea
Hanya terdapat pada pasien yang melakukan kontok orogenital.
Terapi
Sefalosporin generasi ke-3, Ceftriakson 250 mg, IM.
2. Faringitis kronik
Faringitis yang terjadi setelah serangan akut yang berkali kali.
Patofisiologi
Pada proses radang kronis terdapat 2 bentuk, hipertrofi/hyperplasia dan atrofi. Karena
proses radang berulang, maka selain epitel terkikis, sehingga pada proses
penyembuhan jaringan limfoid diganti jaringan parut.
Differensial Diagnosis
- Radang spesifik : TBC, jamur dan sifilis.
- Radang non-spesifik
- Keganasan
Pemeriksaan penunjang
-

Laboratorium darah, urine rutin

Bakteriologi
Biopsi
Terdapat dua bentuk yaitu faringitis kronik hiperplastik dan faringitis kronik

atrofi. Faktor predisposisi proses radang kronik di faring ini ialah rhinitis kronik,
sinusitis, iritasi kronik oleh rokok, minum alcohol, inhalasi uap yang merangsang mukosa
faring dan debu. Faktor lain penyebab terjadinya faringitis kronik adalah pasien yang
biasa bernapas melalui mulut karena hidungnya tersumbat.
a. Faringitis kronik hiperplastik
Pada faringitis kronik hiperplastik terjdai perubahan mukosa dinding posterior faring.
Tampak kelenjar limfa dibawah mukosa faring dan lateral band hiperplasi. Pada
pemeriksaan tampak mukosa dinding posterior tidak rata, bergranular.
Gejala
Pasien mengeluh mula mula tenggorok kering, gatal dan akhirnya batuk yang
bereak.
Terapi
Terapi local dengan melakukan kaustik faring dengan memakai zat kimia larutan
nitras argenti atau dengan listrik (electro cauter). Pengobatan simptomatis diberikan
obat kumur atau tablet isap. Jika diperlukan dapat diberikan obat batuk antitusif atau
ekspektoran. Penyakit di hidung dan sinus paranasal harus diobati.
b. Faringitis kronik atrofi
Faringitis kronik atrofi sering timbul bersamaan dengan rhinitis atrofi. Pada rhinitis
atrofi, udara pernapasan tidak diatur suhu lembabannya, sehingga menimbulkan
rangsangan serta infeksi pada faring.
Gejala dan tanda
Pasien menegeluh tenggorok kering serta mulut berbau.
Pada pemeriksaan tampak mukosa faring ditutupi oleh lendir yang kental dan bila
diangkat tampak mukosa kering.
Terapi
Pengobatan ditujukan pada rhinitis atrofinya dan untuk faringitis kronik atrofi
ditambahkan dengan obat kumur dan menjaga kebersihan mulut.

Faringitis Virus
Faringitis Bakteri
Biasanya tidak ditemukan nanah di Sering ditemukan nanah di tenggorokan
tenggorokan
Demam ringan atau tanpa demam
Demam ringan sampai sedang
Jumlah sel darah putih normal atau Jumlah sel darah putih meningkat ringan
agak meningkat
sampai sedang
Kelenjar getah bening normal atau Pembengkakan ringan sampai sedang
sedikit membesar
pada kelenjar getah bening
Tes apus tenggorokan memberikan Tes apus tenggorokan memberikan hasil
hasil negatif
positif untuk strep throat
Pada biakan di laboratorium tidak Bakteri tumbuh
tumbuh bakteri
laboratorium

pada

biakan

di

3. Faringitis spesifik
a. Faringitis luetika
Treponema palidum dapat menimbulkan infeksi di daerah faring seperti juga penyakit
lues di organ lain.
Gambaran kliniknya tergantung pada stasium penyakit primer, sekunder atau tertier.
Stadium primer
Kelainan pada stasium primer terdapat pada lidah, palatum mole, tonsil dan dinding
posterior faring berbentuk bercak keputihan. Bila infeksi terus berlangsung maka
timbul ulkus pada daerah faring seperti ulkus pada genitalia yang tidak nyeri. Juga di
dapatkan pembesaran kelenjar mandibula yang tidak nyeri tekan.
Stadium sekunder
Stadium ini jarang ditemukan. Terdapat eritema pada dinding faring yang menjalar
kea rah laring.
Stadium tertier
Pada stasium ini terdapat guma. Predileksinya pada tonsil dan palatum. Jarang pada
dinding posterior faring. Guma pada dinding posterior faring dapat meluas ke
vertebra servikal dan bila pecah dapat menyebabkan kematian. Guma yang terdapat di
palatum mole, bila sembuh akan terbentuk jaringan parut yang dapat menimbulkan
gangguan fungsi palatum secara permanen.
Diagnosis ditegakkan dengan pemeriksaan serologik. Terapi penisilin dalam dosis
tinggi merupakan obat pilihan utama.
b. Faringitis tuberkulosa

Faringitis tuberculosis merupakan proses sekunder dari tuberculosis paru. Pada


infeksi kuman tahan asam jenis bovinum dapat timbul tuberculosis faring primer.
Cara infeksi eksogen yaitu kontak dengan sputum yang mengandung kuman atau
inhalasi kuman melalui udara.
Cara infeksi endogen yaitu penyebaran melalui darah pada tuberculosis miliaris.
Bila infeksi timbul secara hematogen maka tonsil dapat terkena pada kedua sisi dan
lesi sering ditemukan pada dinding posterior faring, arkus faring anterior, dinding
lateral hipofaring, palatum mole dan palatum durum. Kelenjar regional leher
membengkak. Saat ini juga penyebaran secara limfogen.
Gejala
Keadaan umum pasien buruk karena anoreksia dan odinofagia. Pasien mengeluh
nyeri yang hebat ditenggorok, nyeri ditelinga atau otalgia serta pembesaran kelenjar
limfa servikal.
Diagnosis
Untuk mengakkan diagnosis diperlukan pemeriksaan sputum basil tahan asam,
foto thoraks untuk melihat adanya tuberculosis paru dan biopsy jaringan yang
terinfeksi untuk menyingkirkan proses keganasan serta mencari kuman basil tahan
asam di jaringan.
Terapi
Sesuai dengan terapi tuberculosis paru.

DAFTAR PUSTAKA

1. Soepardi, Efiaty Arsyad, dkk. Buku Ajar Ilmu Kesehatan THT edisi 5. Balai Penerbit
FKUI. Jakarta. 2007.
2.

Adam, Goerge L.1997. Penyakit-penyakit Nasofaring dan Orofaring dalam: Boeis


Buku Ajar Penyakit THT Edisi 6. EGC. Jakarta; 328-29.

3. Beasly P. Anatomy of the pharynx and esophagus. Scott-Browns otolaryngology.


Basic sciences. 6th Ed. Butterworth-Heinemann 1997: p. 1/10/1 1/10/40
4. Aung,

K.

Pharyngitis,

Viral.

eMedicine.Com

2005;

(online),

(http://www.emedicine.Com/med/topic.1812.htm. diakses 2 Mei 2005).


5. Simon,

HK.

Pediatrics,

Pharyngitis.

eMedicine.Com

2005;

(online),

(http://www.emedicine.Com/emerg/topic.395.htm. diakses 30 april 2005).


6.

Kazzi,

AA.

Pharyngitis.

eMedicine.Com

2005;

(http://www.emedicine.Com/emerg/topic.419.htm. diakses 30 april 2005).

(online),

Anda mungkin juga menyukai