Anda di halaman 1dari 31

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Kepatuhan anak buah kapal ( ABK ) terhadap peraturan yang
berlaku sesuai muster list di kapal , merupakan syarat mutlak untuk
terciptanya pengoperasian kapal yang lancar secara menyeluruh baik di
dek maupun di kamar mesin . Banyak manfaat yang di peroleh jika ABK
disiplin dalam bekerja , dimana semua pekerjaan dapat di selesaikan
dengan efektif dan efisien.Disiplinnya ABK memakai alat alat
keselamatan dalam bekerja dapat menghindari / memperkecil resiko
terjadinya kecelakaan terkait dengan pekerjaan diatas kapal .
Akan tetapi pengalaman penulis selama bekerja di atas kapal MV.
Jennifer menunjukkan bahwa dalam pengoperasian kapal sering
mengalami hambatan / kendala yang disebabkan oleh beberapa faktor ,
seperti peralatan kapal yang tidak siap pakai , kedisiplinan ABK yang
rendah , serta Sumber Daya Manusia yang kurang berpengalaman
dalam mengoperasikan kapal tersebut sehingga berpengaruh terhadap
keselamatan kerja di atas kapal.Hal ini tidak dapat diabaikan , untuk itu
keahlian , kecakapan , profesionalisme dan kedisiplinan dari awak kapal
sangat dituntut dalam mengoperasikan kapal dengan baik .
Semua kecelakaan kerja dapat dihindari dan keselamatan kerja
dapat di tingkatkan apabila para pekerja atau team kerja mau mengikuti
prosedur keselamatan kerja atau check list keselamatan kerja dengan
benar sesuai kebijakan Safety Management Manual dari perusahaan
sebagai wujud dari pelaksanaan International safety Management ( ISM)
Code,

apalagi

di

dukung

oleh

Sumber

Daya

Manusia

yang

berpengalaman serta adanya kepedulian dari perusahaan pemilik kapal


dan pencarter kapal itu sendiri.

Pada umumnya kecelakaan kerja disebabkan oleh manusia itu


sendiri

yang

diantaranya

karena

kurangnya

pengalaman

kerja

dibidangnya, ketidak hati hatian dalam bekerja , tidak mengikuti


prosedur kerja dengan benar, tidak dilakukan meeting atau diskusi
sebelum melakukan sesuatu pekerjaan, termasuk banyak pekerjaan
yang dilakukan dengan jalan pintas, tidak mau mengikuti prosedur
dengan benar.
Pada saat melaksanakan tugas diatas kapal , awak kapal dituntut
untuk meningkatkan disiplin dan manajemen yang berkualitas. Dengan
disiplin yang cukup tinggi sangat menentukan apakah tugas dan
tanggung jawab ABK dapat dilaksanakan dengan baik ,sehingga
kecelakaan kerja dapat di cegah sedini mungkin agar keselamatan
kapal, awak kapal, dan muatan dapat terjamin aman.Kurangnya
pemahaman

dan

pengawasan

dalam

pelaksanaan

prosedur

keselamatan kerja merupakan permasalahan yang menjadi penyebab


ABK tidak disiplin dalam melaksanakan pekerjaan diatas kapal yang
mengakibatkan resiko kecelakaan kerja diatas kapal menjadi tinggi.
Dengan latar belakang keterangan tersebut diatas , yang menarik
perhatian penulis dan berusaha menuangkannya dalam bentuk makalah
dan

penulis

beri

judul

Meningkatkan

Disiplin

Kerja

Untuk

Memperkecil Resiko Kecelakaan Kerja Di MV. JENNIFER dalam


melaksanakan tugas dan tanggung jawab selama bekerja diatas kapal .

B. Tujuan dan manfaat penulisan


1. Tujuan penulisan
a. Untuk mencari penyebab dari permasalahan kurangnya disiplin
ABK di kapal MV. JENNIFER.
b. Untuk mencari solusi bagaimana meningkatkan disiplin ABK di
kapal MV. JENNIFER.

2. Manfaat penulisan
a. Manfaat bagi dunia akademik
1) Memperkaya pengetahuan bagi penulis sendiri khususnya
maupun bagi para pelaut pada umumnya untuk mengetahui
bagaimana meningkatkan manajemen keselamatan di atas
kapal untuk Menghindari Kecelakaan Kerja .
2) Sumbangsih kepada perpustakaan BP3IP untuk menambah
perbendaharaan buku bacaan .

b. Manfaat bagi dunia praktis


1) Memberikan sumbang saran pengetahuan dan pengalaman
kepada kawan-kawan satu profesi dalam meningkatkan
manajemen

keselamatan

kerja

yang

pernah

penulis

dapatkan selama bekerja diatas kapal MV. JENNIFER.


2) Sumbangsih kepada perusahaan pelayaran agar lebih
memperhatikan manajemen keselamatan kerja di semua
kapalnya .

C. Ruang lingkup
Mengingat
pelaksanaan

luasnya

manajemen

permasalahan
keselamatan

dalam
untuk

memaksimalkan

mengurangi

resiko

kecelakaan kerja maka dalam penulisan makalah ini penulis membatasi


pembahasan hanya pada Meningkatkan Manajemen Keselamatan
Kerja Untuk Menghindari Kecelakaan Di KM . JENNIFER .

D. Metode penyajian
1. Metode pengumpulan data
a. Studi lapangan
Berdasarkan pengalaman dan pengamatan penulis selama
bekerja di kapal MV. JENNIFER dalam kurun waktu Agustus
2013 sampai Agustus 2014 dengan jabatan sebagai Chief Officer
ketika penulis melakukan penelitian di kapal semen curah.

b. Studi kepustakaan
Dalam metode kepustakaan ini ,penulis mengambil data
data dari berbagai sumber bacaan yaitu buku yang berkaitan
dengan penulisan makalah ini serta buku yang ada di
perpustakaan

BP3IP dan website terutama yang berkaitan

dengan disiplin ABK dalam menunjang keselamatan kerjadi atas


kapal yang sangat membantu sebagai landasan teori dan
pedoman di dalam mengumpulkan data.

2. Metode analisis data


Metode yang digunakan penulis melalui pengalaman dan
melakukan pengamatan langsung selama berada di atas kapal ,
kemudian di analisa dengan metode penelitian deskriptif

yaitu

penelitian yang terbatas pada usaha mengungkapkan fakta saja dan


dilakukan dengan menjelaskan serta menggambarkan variabel masa
lalu dan sekarang .

BAB II
FAKTA DAN PERMASALAHAN

A. Fakta
1. Objek pengamatan
MV. JENNIFER adalah kapal jenis muatan semen curah yang
dimiliki oleh PT. ANDALAS BAHTERA BARUNA
mengadakan

penelitian

terhadap

ABK

pekerjaan sehari-hari ataupun berdinas

dimana penulis

dalam
jaga di

melaksanakan
atas

kapal.

Perusahaan pelayaran ini telah mengikuti Safety Management


System ( SMS ) sejalan dengan ISM Code.
Kapal semen curah adalah kapal yang dirancang khusus untuk
memuat material semen dalam bentuk curah. Pemuatan dan
pembongkaran semen di operasikan oleh crew kapal

dengan

menggunakan peralatan dari kapal dan membutuhkan waktu kurang


dari 24 jam untuk muat maupun bongkar di setiap pelabuhan. Dalam
hal ini ABK perlu menanamkan sikap kedisiplinan kerja serta
keseriusan / konsentrasi dalam melaksanakan tugas dan tanggung
jawab agar tercapai hasil yang memuaskan demi tercapai maksud
dan tujuan perusahaan.
Pada saat

kapal sandar di pelabuhan untuk

pelabuhan MALAHAYATI ( ACEH ) tanggal

bongkar

03 maret

di

2014

persiapan alat untuk bongkar mengalami keterlambatan karena


kurangnya personil
terjadi blocking

dari kapal. Setelah beberapa lama bongkar

( semen tidak mengalir ) yang menyebabkan

kegiatan pembongkaran dihentikan.Ini di sebabkan personil jaga


yang kurang terampil, maka diadakan pengecekan sistem dan
ditemukan terjadi pemadatan semen di ruangan bucket. Hal inilah
yang menghambat proses bongkaran semen curah.
5

2. Fakta kondisi
Adapun fakta kondisi yang terjadi diatas kapal MV.JENNIFER
adalah sebagai berikut :
a. ABK yang tidak mengikuti manajemen keselamatan kerja
Kecelakaan kerja tidak dapat dielakkan secara menyeluruh,
namun demikian setiap perencanaan keputusan dari organisasi
harus mengutamakan aspek keselamatan
( SAFETY FIRST ) .
ISM Code merupakan kumpulan manajemen kerja yang
menjamin keselamatan kerja apabila diikuti secar benar.Namun
dalam kenyataan sehari hari penulis sering melihat dalam
mengerjakan

suatu

arahan

dari

perwira,

ABK

sering

mengabaikan manajemen manajemen kerja ini. Sebagai


contoh,

pada

saat

mengerjakan

suatu

pekerjaan

di

dek.seharusnya ABK memakai safety shoes dan juga helm


keselamatan, begitu pula pada saat melakukan olah gerak
sandar ke dermaga di lanjutkan dengan kegiatan bongkar muat
barang di pelabuhan .
Salah satu kejadian pada tangggal 05 Mei 2014 pada saat
kapal berlayar di samudera Hindia ,penulis melihat ABK saat itu
bekerja di dek tidak memperhatikan kondisi di area pekerjaan
dimana dia sedang bekerja , tetapi justru dia sedang berbincang
bincang dengan rekan kerja. Sehingga mereka tidak melihat
bahaya yang mungkin terjadi bisa timbul saat bekerja di dek.
Contoh lain kerja di dek membersihkan karat ( chipping ), ABK
tersebut tidak memakai kacamata. Semua ini akan sangat
berbahaya terhadap keselamatan dari ABK itu sendiri, maka
perlu adanya pencegahan karena kecelakaan tidak bisa di
prediksi atau di perhitungkan.

b. Belum terbangunnya kesadaran ABK untuk bekerja sesuai


dengan manajemen kerja
Terdapat pula ABK yang tidak bersungguh sungguh
melaksanakanpekerjaan dengan berbagai alasan mulai dari sifat
malas, bosan dengan rutinitas pertemuan sehingga Manajemen
dilaksanakan sacara formalitas. Bila terjadi audit biasanya akan
bermasalah karena tidak melaksanakan dan bila ada petugas
dari perusahaaan

biasanya dengan berat hati melakukannya

dengan bersungguh sungguh.


Bagi yang bersungguh sungguh melaksanakannya sudah
tentu melakukan mulai dari program kerja , kemudian kepala
kerja meminta ijin kerja kepada safety officer atau perwira jaga di
anjungan . Dimana safety officer akan membuat permit to work
atau check list dengan segera mengadakan meeting untuk
semua team kerja yang akan bekerja. Prosedur prosedur kerja
dan keselamatan kerja sudah berjalan sebagaimana mestinya ,
namun

yang

melaksanakan

namanya

sifat

manusia

ada

dengan sungguh sungguh

yang

mau

dan ada pula

hanya sebatas formalitas.

B. Permasalahan
1. Identifikasi masalah
Seperti yang telah penulis paparkan pada fakta yang terjadi di
atas dimana telah teridentifikasi permasalahan yang ada selama
penulis bekerja pada MV. JENNIFER, dan berdasarkan fakta
tersebut penulis akan memaparkan permasalahan yang dialami
sebagai berikut :

a. Perbedaan latar belakang pendidikan


Dari pengalaman penulis selama bekerja di atas kapal MV.
JENNIFER, seluruh ABK memiliki latar belakang pendidikan yang
berbeda. Misalkan, ada yang hanya lulus dari sekolah menengah
atau sekolah atas bahkan ada yang lulusan sarjana hukum,
tetapi ada yang

sekolah menengah pelayaran yang memang

telah disiapkan untuk bekerja di atas kapal.


Perbedaan pendidikan dan pengalaman tersebut di atas
sangat mempengaruhi cara berpikir ABK untuk menerima arahan
dan

memahami

tugas

dan

tanggung

jawabnya

sesuai

jabatannya.
Mereka hanya berfikir bekerja sampai batas kontrak bekerja
habis dan mendapatkan apa yang mereka inginkan. Dengan
adanya rutinitas kerja yang tetap para ABK hanya berpikir
menjaga kapal bongkar muat berdasarkan kebiasaan, bahkan
terkadang tidak memantau informasi setiap terjadi perubahan
dalam

aktifitas operasi bongkar muat dan tanpa memikirkan

efek samping atas kelalaian kerja dapat mengakibatkan hal yang


sangat fatal. Mereka tidak berfikir sebagai pelaut yang cakap
atau professional.

b. Rendahnya produktivitas kerja sebagian Anak Buah Kapal


Anak Buah Kapal seharusnya memiliki motivasi kerja yang
baik dalam mempertahankan atau meningkatkan produktivitas
kerja. Namun sebagian Anak Buah Kapal di MV. JENNIFER
kurang memiliki motivasi kerja yang baik, mereka tidak peduli
dengan aturan dan petunjuk dan Perwira Kapal dan Nakhoda,
sehingga kondisi kapal kurang terawat dengan baik. Seharusnya
pada saat kapal berlabuh jangkar untuk menunggu order, Anak
Buah Kapal dapat melakukan pemeliharaan rutin misalnya
8

pembersihan karat pada deck utama dan bagian deck Iainnya


serta

penggantian

suku

cadang

mesin

yang

sudah

tualrusak agar kondisi kapal tetap terjaga dengan baik dan dapat
beroperasi setiap saat.

c. Kurangnya

pengawasan

pelaksanaan

manajemen

keselamatan kerja dari perwira


Para Perwira di atas kapal MV. JENNIFER kurang
melakukan pengawasan terhadap masing-masing Anak Buah
Kapal. Apabila kapal kembali ke pangkalan/berlabuh jangkar,
telah diterapkan tugas jaga pelabuhan dalam mana daftar nama
Anak

Buah

Kapal

jaga

telah

disusun

dan

disesuaikan

dengan jadwal masing-masing. Pada pelaksanaan tugas jaga


tersebut kenyataan Anak Buah Kapal jaga tidak melaksanakan
tugasnya dengan baik karena Iemahnya pengawasan Perwira
terhadap Anak Buah Kapal, hal ini dapat mengakibatkan resiko
bahaya terhadap kapal apabila petugas jaga di atas kapal tidak
melaksanakan tugasnya dengan penuh tanggung jawab.

d. Rendahnya tingkat disiplin kerja Anak Buah Kapal


Pengetahuan Anak Buah Kapal yang kurang tentang tugas
dan tanggung jawabnya di kapal MV. JENNIFER sesuai dengan
Peraturan

dan

Petunjuk

Pelaksanaan

Kerja

yang

dibuat

Nakhoda dan Perwira kapal mengakibatkan rendahnya tingkat


disiplin kerja Anak Buah Kapal. Kekurangan Pengetahuan dapat
ditingkatkan apabila Anak Buah Kapal mau menjalankan
Peraturan dan Petunjuk Kerja tersebut, tetapi yang terjadi saat ini
justru sebaliknya. Saat kapal direncanakan akan berangkat
sering terjadi Anak Buah Kapal datang terlambat dan ditambah
dengan kondisi mesin yang sering mengalami kerusakan,
9

sehingga mengakibatkan jadwal operasional kapal tertunda.

e. Kurangnya sosialisasi manajemen keselamatan kerja kepada


ABK diatas kapal
Setiap Anak Buah Kapal di atas kapal MV. JENNIFER telah
diberikan

tugas

dan

tanggung

jawab

masing-

masing

disesuaikan dengan jabatannya. Nakhoda dan Perwira telah


berusaha memberikan arahan-arahan agar Anak Buah Kapal
mengetahui tugas dan tanggung jawabnya, tetapi sebagan besar
Anak Buah Kapal kurang peduli sehingga kurang mengetahui
tugas dan tanggung jawabnya.

f.

Kurang harmonisnya lingkungan kerja di atas kapal


Suasana kerja di atas kapal yang kurang nyaman, akibat
pengelompokan orang, menyebabkan disiplin kerja kurang baik.
Misalnya Anak Buah Kapal bagian Deck tidak sependapat
dengan Anak Buah Kapal bagian Mesin, maka Anak Buah Kapal
tersebut tidak mau bekerja sama dalam melaksanakan tugas
yang berat, yang apabila dilakukan sendiri tanpa mengingat
resiko pekerjaan, kecelakaan dapat terjadi.

2. Masalah utama
Berdasarkan identifikasi masalah diatas maka penulis mencari
dua permasalahan utama yaitu :
a. Kurangnya

pengawasan

pelaksanaan

manajemen

keselamatan kerja
Kurangnya pengawasan dalam pelaksanaan manajemen
keselamatan kerja dapat menimbulkan adanya resiko bahaya
10

kerja , karena tidak semua ABK melaksanakan tugasnya dengan


disiplin . Jadi harus selalu diawasi untuk meminimalisir terjadinya
resiko kecelakaan kerja .

b. Kurangnya sosialisasi

manajemen keselamatan kerja

kepada ABK diatas kapal


Kurangnya sosialisasi terhadap manajemen keselamatan
kerja dapat mengakibatkan terjadinya resiko kecelakaan kerja,
karena awak kapal tersebut belum memahami tugas dan
tanggung jawabnya dalam hal manajemen keselamatan kerja
yang sesuai dengan prosedur.

11

BAB III
PEMBAHASAN

A. Landasan teori
1. Pengertian pengawasan
Pengawasan bisa didefinisikan sebagai suatu usaha sistematis
oleh manajemen untuk membandingkan kinerja standar, rencana,
atau tujuan yang telah ditentukan terlebih dahulu untuk menentukan
apakah kinerja sejalan dengan standar tersebut

dan untuk

mengambil tindakan penyembuhan yang diperlukan untuk melihat


bahwa sumber daya manusia digunakan dengan seefektif dan
seefisien mungkin didalam mencapai tujuan.
George R. Tery (2006:395) mengartikan pengawasan sebagai
mendeterminasi

apa

yang

telah

dilaksanakan,

maksudnya

mengevaluasi prestasi kerja dan apabila perlu,

menerapkan

tidankan-tindakan korektif sehingga hasil pekerjaan sesuai dengan


rencana yang telah ditetapkan.
Robbin (dalam Sugandha, 1999 : 150) menyatakan pengawasan itu
merupakan suatu proses aktivitas yang sangat mendasar, sehingga
membutuhkan seorang manajer untuk menjalankan tugas dan
pekerjaan organisasi. Kertonegoro (1998 : 163) menyatakan
pengawasan

itu

adalah

proses

melaui

manajer

berusaha

memperoleh kayakinan bahwa kegiatan yang dilakukan sesuai


dengan perencanaannya.
Terry (dalam Sujamto, 1986 : 17) menyatakan Pengawasan adalah
untuk menentukan apa yang telah dicapai, mengadakan evaluasi
atasannya, dan mengambil tindakan-tidakan korektif bila diperlukan
untuk menjamin agar hasilnya sesuai dengan rencana. Dale (dalam
Winardi, 2000:224) dikatakan bahwa pengawasan tidak hanya
12

melihat sesuatu dengan seksama dan melaporkan hasil kegiatan


mengawasi,

tetapi

juga

mengandung

arti

memperbaiki

dan

meluruskannya sehingga mencapai tujuan yang sesuai dengan apa


yang direncanakan.
Admosudirdjo (dalam Febriani, 2005:11) mengatakan bahwa pada
pokoknya pengawasan adalah keseluruhan daripada kegiatan yang
membandingkan atau mengukur apa yang sedang atau sudah
dilaksanakan dengan kriteria, norma-norma, standar atau rencanarencana yang telah ditetapkan sebelumnya.
Siagian (1990:107) menyebutkan bahwa yang dimaksud dengan
pengawasan adalah proses pengamatan daripada pelaksanaan
seluruh kegiatan organisasi untuk menjamin agar supaya semua
pekerjaan yang sedang dilakukan berjalan sesuai dengan rencana
yang telah ditentukan sebelumnya.

Donnelly (dalam Zuhad, 1996:302) mengelompokkan pengawasan


menjadi 3 Tipe pengawasan yaitu :
a. Pengawasan Pendahuluan (preliminary control).
Pengawasan

yang

terjadi

sebelum

kerja

dilakukan.

Pengawasan Pendahuluan menghilangkan penyimpangan penting


pada

kerja

yang

penyimpangan
mencakup

diinginkan

tersebut

semua

terjadi.

upaya

yang

dihasilkan

Pengawasan

manajerial

guna

sebelum

Pendahuluan
memperbesar

kemungkinan bahwa hasil-hasil aktual akan berdekatan hasilnya


dibandingkan dengan hasil-hasil yang direncanakan.
Memusatkan perhatian pada masalah mencegah timbulnya
deviasi-deviasi pada kualitas serta kuantitas sumber-sumber daya
yang digunakan pada organisasi-organisasi. Sumber-sumber daya
ini harus memenuhi syarat-syarat pekerjaan yang ditetapkan oleh
struktur organisasi yang bersangkutan.

13

Dengan

ini,

kebijaksanaan,

manajemen

menciptakan

prosedur-prosedur

dan

kebijaksanaan-

aturan-aturan

yang

ditujukan pada hilangnya perilaku yang menyebabkan hasil kerja


yang tidak diinginkan di masa depan. Dipandang dari sudut
prespektif

demikian,

maka

kebijaksanaan--kebijaksanaan

merupakan pedoman-pedoman yang baik untuk tindakan masa


mendatang.
Pengawasan

pendahuluan

meliputi;

Pengawasan

pendahuluan sumber daya manusia, Pengawasan pendahuluan


bahan-bahan, Pengawasan pendahuluan modal dan Pengawasan
pendahuluan sumber-sumber daya financial.

b. Pengawasan pada saat kerja berlangsung (cocurrent control)


Pengawasan yang terjadi ketika pekerjaan dilaksanakan.
Memonitor pekerjaan yang berlangsung guna memastikan bahwa
sasaran-sasaran telah dicapai. Concurrent control terutama terdiri
dari

tindakan-tindakan

para

supervisor

yang

mengarahkan

pekerjaan para bawahan mereka.

c. Pengawasan Feed Back (feed back control)


Pengawasan Feed Back yaitu mengukur hasil suatu kegiatan
yang telah dilaksakan, guna mengukur penyimpangan yang
mungkin terjadi atau tidak sesuai dengan standar.
Pengawasan yang dipusatkan pada kinerja organisasional
dimasa lalu. Tindakan korektif ditujukan ke arah proses pembelian
sumber daya atau operasi-operasi aktual. Sifat kas dari metodemetode pengawasan feed back (umpan balik) adalah bahwa
dipusatkan perhatian pada hasil-hasil historikal, sebagai landasan
untuk mengoreksi tindakan-tindakan masa mendatang.
Dari beberapa teori diatas yang dapat saya simpulkan yaitu,
pengawasan

merupakan

suatu

usaha

sistematik

untuk

14

menetapkan standar pelaksanaan tujuan dengan tujuan-tujuan


perencanaan,

merancang

system

informasi

umpan

balik,

membandingkan kegiatan nyata dengan standar yang telah


ditetapkan

sebelumnya,

menentukan

dan

mengukur

penyimpangan-penyimpangan serta mengambil tindakan koreksi


yang diperlukan.

2.

Pemahaman
Pemahaman berasal dari kata paham yang mempunyai arti
mengerti

benar,

sedangkan

pemahaman

merupakan

proses

perbuatan cara memahami (Em Zul, Fajri & Ratu Aprilia Senja, 2008
: 607-608)
Pemahaman berasal dari kata paham yang artinya :
a. pengertian; pengetahuan yang banyak.
b. pendapat, pikiran.
c. aliran; pandangan.
d. mengerti benar (akan); tahu benar (akan).
e. pandai dan mengerti benar.
Apabila mendapat imbuhan me- i menjadi memahami, berarti:
a. mengerti benar (akan); mengetahui benar.
b. memaklumi.
Dan jika mendapat imbuhan pe- an menjadi pemahaman, artinya:
a. proses,
b. perbuatan,
c. cara memahami atau memahamkan (mempelajari baik-baik
supaya paham) (Depdikbud, 1994: 74).
Sehingga dapat diartikan bahwa pemahaman adalah suatu
proses, cara memahami cara mempelajari baik-baik supaya paham
dan pengetahuan banyak.

15

Menurut Poesprodjo (1987: 52-53) bahwa pemahaman bukan


kegiatan berpikir semata, melainkan pemindahan letak dari dalam
berdiri disituasi atau dunia orang lain. Mengalami kembali situasi
yang dijumpai pribadi lain didalam erlebnis (sumber pengetahuan
tentang

hidup,

kegiatan

melakukan

pengalaman

pikiran),

pengalaman yang terhayati. Pemahaman merupakan suatu kegiatan


berpikir secara diam-diam, menemukan dirinya dalam orang lain.
Pemahaman (comprehension),

kemampuan ini umumnya

mendapat penekanan dalam proses belajar mengajar. Menurut


Bloom Here we are using the tern comprehension to include those
objectives,

behaviors,

or

responses

which

represent

an

understanding of the literal message contained in a communication.


Artinya : Disini menggunakan pengertian pemahaman mencakup
tujuan, tingkah laku, atau tanggapan mencerminkan sesuatu
pemahaman pesan tertulis yang termuat dalam satu komunikasi.
Oleh sebab itu siswa dituntut memahami atau mengerti apa yang
diajarkan, mengetahui apa yang sedang dikomunikasikan dan dapat
memanfaatkan isinya tanpa keharusan menghubungkan dengan halhal yang lain. (Bloom Benyamin, 1975: 89).
Pemahaman mencakup kemampuan untuk menangkap makna
dan arti dari bahan yang dipelajari (W.S. Winkel, 1996: 245). W.S
Winkel mengambil dari taksonmi Bloom, yaitu suatu taksonomi yang
dikembangkan untuk mengklasifikasikan tujuan instruksional. Bloom
membagi kedalam 3 kategori, yaitu termasuk salah satu bagian dari
aspek kognitif karena dalam ranah kognitif tersebut terdapat aspek
pengetahuan, pemahaman, penerapan, analisis, sintesis, dan
evaluasi. Keenam aspek di bidang kognitif ini merupakan hirarki
kesukaran tingkat berpikir dari yang rendah sampai yang tertinggi.
Hasil belajar pemahaman merupakan tipe belajar yang lebih
tinggi dibandingkan tipe belajar pengetahuan (Nana Sudjana, 1992:

16

24) menyatakan bahwa pemahaman dapat dibedakan kedalam 3


kategori, yaitu :
1) tingkat terendah adalah pemahaman terjemahan, mulai dari
menerjemahkan dalam arti yang sebenarnya, mengartikan dan
menerapkan prinsip-prinsip.
2) tingkat

kedua

adalah

pemahaman

penafsiran

yaitu

menghubungkan bagian-bagian terendah dengan yang diketahui


berikutnya atau menghubungkan beberapa bagian grafik dengan
kejadian, membedakan yang pokok dengan yang tidak pokok .
3) tingkat ketiga merupakan tingkat pemaknaan ektrapolasi.
Memiliki pemahaman tingkat ektrapolasi berarti seseorang
mampu melihat dibalik yang tertulis, dapat membuat estimasi,
prediksi berdasarkan pada

pengertian dan kondisi

yang

diterangkan dalam ide-ide atau simbol, serta kemempuan


membuat kesimpulan yang dihubungkan dengan implikasi dan
konsekuensinya.

Sejalan dengan pendapat diatas, (Suke Silversius, 1991: 43-44)


menyatakan bahwa pemahaman dapat dijabarkan menjadi tiga,
yaitu:
1) menerjemahkan (translation), pengertian menerjemahkan disini
bukan saja pengalihan (translation), arti dari bahasa yang satu
kedalam bahasa yang lain, dapat juga dari konsepsi abstrak
menjadi suatu model, yaitu model simbolik untuk mempermudah
orang mempelajarinya. Pengalihan konsep yang dirumuskan
dengan kata kata kedalam gambar grafik dapat dimasukkan
dalam kategori menerjemahkan.
2) menginterprestasi (interpretation), kemampuan ini lebih luas
daripada menerjemahkan yaitu kemampuan untuk mengenal dan
memahami ide utama suatu komunikasi.

17

3) mengektrapolasi (Extrapolation), agak lain dari menerjemahkan


dan menafsirkan, tetapi lebih tinggi sifatnya. Ia menuntut
kemampuan intelektual yang lebih tinggi.

Menurut

Suharsimi

Arikunto

(1995:

115)

pemahaman

(comprehension) siswa diminta untuk membuktikan bahwa ia


memahami hubungan yang sederhana diantara fakta-fakta atau
konsep. Menurut Nana Sudjana (1992: 24) pemahaman dapat
dibedakan dalam tiga kategori antara lain :
1) tingkat terendah adalah pemahaman terjemahan, mulai dari
menerjemahkan dalam arti yang sebenarnya, mengartikan
prinsip-prinsip.
2) tingkat

kedua

adalah

pemahaman

penafsiran,

yaitu

menghubungkan bagian-bagian terendah dengan yang diketahui


berikutnya,

atau

menghubungkan

dengan

kejadian,

membedakan yang pokok dengan yang bukan pokok.


3) tingkat ketiga merupakan tingkat tertinggi yaitu pemahaman
ektrapolasi.

B. Analisis penyebab masalah

1. Kurangnya pengawasan pelaksanaan manajemen keselamatan


kerja
Dari permasalahan ini penulis menganalisa penyebab
penyebabnya yaitu:
a. Kurangnya

pengetahuan

pengawas

terhadap

prosedur

keselamatan kerja
Dengan masih kurang memadainya bimbingan yang biasa
perusahaan lakukan terhadap calon pimpinan dan ABK yang

18

akan bekerja di kapal kapalnya, yang pada umumnya hanya


terbatas pada cara membuat laporan harian, laporan bulanan
dan

sistem

perencanaan

perawatan

kapal

planned

maintenance system ). Tetapi tidak disertai dengan yang


menyangkut manajemen keselamatan kerja dan penegasan
mengenai pentingnya perhatian dan pengawasan yang cukup
dalam pelaksanaan Manajemen Keselamatan Kerja (Safety
Awareness & Safety Concern) yang harus dilakukan oleh
pimpinan maupun perwira perwiranya terutama oleh safety
officer sebagai ship safety officer diatas kapal. Apalagi perwira
perwira kapal tersebut tidak serius untuk membaca atau
mempelajari buku buku petunjuk yang ada di kapal dari
perusahaan maupun dari pencharter sesuai dengan yang telah di
anjurkan oleh perusahaan dan pencharter

sebagai bahan

pengetahuan saat pengawas melakukan tugasnya . Dengan


tidak memadainya pembinaan tersebut diatas membuat Safety
Officer dan perwiraperwira lainnya kurang pemahaman tentang
cara pengawasan terhadap pelaksanaan keselamatan kerja.

b. Kurang tegasnya pengawasan Manajemen Keselamatan


Kerja oleh pengawas ( perwira jaga )
Masih ada perwira perwira diatas kapal, khususnya
Safety Officer yang tidak mau serius membaca atau mempelajari
buku buku petunjuk mengenai manajemen keselamatan kerja
yang harus dilaksanakan dikapal dari perusahaan maupun dari
pencharter. Mereka tidak pernah tahu bahkan tidak pernah
melaksanakan manajemen keselamatan kerja yang benar sesuai
kebijakan perusahaan.
Ada diantara para perwira yang telah membaca buku
buku

petunjuk

dari

perusahaan

tersebut,

bahkan

telah

19

berpengalaman

dibidangnya,

akan

tetapi

mereka

melaksanakannya hanya sebatas laporan lembar kerja. Tetapi


tidak melaksanakannya secara nyata, karena kebanyakan
mereka beranggapan hanya membuang buang waktu dan
menambah

kegiatan

saja.

Sebab

pekerjaan

yang

akan

dikerjakan sudah berulang ulang dikerjakan selalu lancar dan


aman yang membuat mereka lalai dari tanggung jawab sebagai
pengawas terhadap keselamatan kerja .Kebiasaan melakukan
suatu pekerjaan dengan jalan pintas dan tidak mengikuti
manajemen keselamatan kerja yang ada agar pekerjaan dapat
cepat selesai ,tidak membuang buang waktu tanpa memikirkan
segi

keselamatannya

sehingga

dapat

mengakibatkan

kecelakaan.

2. Kurangnya sosialisasi

manajemen keselamatan kerja kepada

ABK diatas kapal

Dari permasalahan ini penulis menganalisa penyebab


penyebabnya yaitu:
a. Kurangnya pemahaman manajemen keselamatan kerja oleh
Mualim I ( perwira manajemen )
ABK belum mengerti dan memahami prosedur keselamatan
kerja dikarenakan kurangnya sosialisasi pada saat akan bekerja
diatas kapal . ABK baru tidak mendapatkan informasi dari
tugas tugas pekerjaan ABK yang lama . Dimana

pekerjaan

yang akan dilakukan diatas kapal memiliki resiko kecelakaan


yang sangat tinggi.
Menurut SMS manual yang ditetapkan oleh perusahaan,
sosialisasi harus dilakukan selama dua hari sebelum serah
terima jabatan antara ABK lama dan baru .Namun yang sering
20

terjadi diatas kapal sosialisasi dilakukan tidak sampai 1 hari ,


dikarenakan mobilitas yang tinggi atau jadwal pelayaran yang
sangat padat. Sehingga ABK baru tersebut tidak memiliki cukup
waktu untuk melakukan sosialisasi mengenai semua sistim dari
prosedur yang ada , manajemen tersebut mengenai keselamatan
kerja, tugas tugas serta tanggung jawab ABK selama bekerja
diatas kapal dan peraturanperaturan sesuai dengan kebijakan
perusahaan.
Dampak dari kurangnya sosialisasi mengenai manajemen
keselamatan kerja terhadap ABK membuat ABK baru tersebut
tidak mengetahui tugas dan tangung jawabnya serta tidak
menyadari

pentingnya

keselamatan

kerja

sehingga

ABK

mengabaikan manajemen keselamatan kerja .

b. Kurangnya pengetahuan mualim I dalam pelaksanaan


prosedur manajemen keselamatan.
Kurangnya
pelaksanaan

pengetahuan

prosedur

anak

manajemen

buah

kapal

keselamatan

dalam
safety

procedure ), seringkali menimbulkan masalah yang dapat


mengganggu produktivitas awak kapal dan kegiatan pelayaran,
salah satunya adalah kecelakaan kerja yang dapat menimbulkan
kerugian terhadap perusahaan pelayaran dan terhadap awak
kapal itu sendiri.
Proses pembinaan sumber daya manusia tidak sama ,
sekalipun umum memandangnya sebagai proses yang identik.
Jika pendidikan

lebih mengutamakan pengembangan proses

intelektual , pembinaan ini sangat menitik beratkan pada


pembinaan kemampuan yang sifatnya fungsional.
Pelatihan kerja diatas kapal harus dilaksanakan minimal
sebulan sekali

mengingat pekerjaan mereka membutuhkan

21

keterampilan khusus. Perwira senior dalam hal ini mualim I

chief officer ) sekaligus sebagai kepala kerja di bagian dek


diwajibkan memberikan petunjuk dan latihan agar semua Anak
Buah Kapal dalam melaksanakan tugasnya dapat mengerti
menggunakan peralatan sesuai dengan funsinya.

C. Analisis pemecahan masalah

Untuk mengurangi resiko kecelakaan kerja, maka penulis mencari


pemecahan masalah atau solusi dalam rangka meningkatkan disiplin
ABK untuk keselamatan kerja di MV. JENNIFER diantaranya yaitu
sebagai berikut:
1. Kurangnya pengawasan pelaksanaan manajemen keselamatan
kerja
Dari permasalahan tersebut diatas , penulis menganalisis dan
mencari solusi pemecahannya sebagai berikut:
a. Pelaksanaan

sosialisasi

kepada

pengawas

mengenal

pelaksanaan manajemen keselamatan


Pada waktu perekrutan Safety Officer maupun anak buah
kapal sebelum

naik ke kapal , pihak perusahaan bagian

keselamatan khususnya dalam hal ini adalah DPA

dengan

dibantu oleh Company Safety Officer harus lebih meningkatkan


lagi dengan waktu yang cukup pensosialisasian dan pembinaan
awal ( briefing ) terhadap Safety Officer yang akan di tempatkan
dikapal.
Didalam

pensosialisasian

dan

pembinaan

awal

pelaksanaan ISM Code tersebut diutamakan kepada Safety


Officer mengenai kebijakan kebijakan dalam pelaksanaan ISM

22

Code dikapal yang salah satunya adalah pelaksanaan SMS


manual. Perusahaan harus menjelaskan apakah itu SMS
Manual, apakah itu prosedur prosedur keselamatan kerja,
tujuan

dan

manfaatnya,

menjelaskan

bagaiman

cara

melaksanakannya dan pengawasannya, serta cara membuat


laporan kerjanya, juga menjelaskan akibatnya kalau tidak
melaksanakannya.Tentu dengan langkah pensosialisasian dan
pembinaan awal seperti ini di harapkan agar bagi perwira kapal
terutama kepada Chief Officer dan Ship Safety Officer diatas
kapal yang baru atau belum pernah berpengalaman akan
mengerti, bagi ABK yang telah berpengalaman untuk mengingat
kembali pelaksanaan ISM Code tersebut sehingga dapat
meningkatkan pengetahuan mereka sebagai pengawas terhadap
pengawasan pelaksanaan prosedur keselamatan kerja tersebut.

b. Pemberian sanksi kepada pengawas yang tidak tegas pada


saat melakukan tugas
Sanksi adalah perlakuan tertentu yang sifatnya tidak
mengenakkan atau menimbulkan penderitaan, yang diberikan
kepada pihak pelaku karena melakukan perilaku atau tindakan
yang menyimpang. Hukuman semestinya di berikan sebanding
dengan kualitas penyimpangan

yang dilakukan. Pemberian

hukuman tidak bisa dilakukan oleh sembarang orang.


Safety Officer yang tidak menjalankan tugas dengan baik
hendaknya diberi sanksi agar kelalaian dan kesalahannya tidak
terjadi lagi diwaktu yang akan datang .sanksi tersebut berupa
teguran dari Nakhoda apabila pada saat mengawasi kegiatan
kerja Safety Officer, Nakhoda melihat ada beberapa pelanggaran
yang dilakukan misalnya Safety Officer merokok bukan di area
khusus merokok, atau dalam melakukan pekerjaan justru Safety

23

Officer tidak memberikan panutan yang baik dengan tidak


menggunakan alat alat keselamatan kerja saat menjalankan
tugas.
Apabila sanksi berupa teguran atau peringatan yang
diberikan oleh nakhoda masih tetap diabaikan oleh Safety Officer
dan masih terus ada kelalaian dan pelanggaran yang dilakukan
Safety Officer atau crew yang lain maka sanksi utama yaitu
Nakhoda melaporkan crew tersebut ke perusahaan. Pihak
Manajemen Perusahaan akan menegur langsung crew yang
bermasalah tersebut atau mengirimkan surat peringatan .Apabila
hal tersebut ternyata tidak dapat mengatasi masalah yang ada
maka pihak manajemen perusahaan

memberikan sanksi

penurunan crew itu sebelum kontrak kerjanya habis.


Hal tersebut dilakukan agar pelanggaran pelanggaran
yang dilakukan oleh Safety Officer tidak diikuti oleh ABK lainnya
yang bekerja diatas kapal. Selain itu agar menjadi pelajaran bagi
awak kapal atau ABK lainnya bahwa akan diberikan sanksi yang
tegas bagi siapapun yang tidak disiplin dan melakukan
pelanggaran,

apalagi

dampaknya

berhubungan

dengan

keselamatan

jiwa awak kapal. Pemberian sanksi ini juga

bertujuan agar tidak terjadi kesalahan yang sama diwaktu yang


akan datang, sehingga manajemen keselamatan kerja

dapat

dipatuhi dan dijalankan dengan baik sehingga mencegah resiko


kecelakaan kerja diatas kapal.

2. Kurangnya sosialisasi manajemen

keselamatan kerja kepada

ABK diatas kapal


Dari permasalahan tersebut diatas, penulis menganalisa dan
mencari solusi pemecahan sebagai berikut :

24

a. Pelaksanaan

sosialisasi

manajemen

keselamatan

kerja

kepada ABK diatas kapal


Sosialisasi sangat diperlukan bagi ABK yang akan bekerja
diatas kapal minimal 3 hari setelah diatas kapal. Sosialisasi yang
dilakukan tidak sampai 1 hari ternyata tidak efektif bagi ABK
yang akan joint diatas kapal. ABK yang baru joint diatas kapal
kurang mendapatkan sosialisasi karena jadwal kapal yang padat.
Untuk mengatasinya ABK yang akan turun diikutkan lagi diatas
kapal

untuk

menggantikan

mendampingi

ABK

pekerjaannya.

yang

ABK

yang

baru

yang

lama

akan

memberi

pengarahan mengenai tugas tugas yang harus dikerjakan,


tanggung jawab dan hal hal lainnya yang berkaitan dengan
pekerjaan ABK yang lama tersebut. Pengarahan atau petunjuk
yang diberikan ABK lama bertujuan agar ABK yang baru
mengetahui dan mengerti manajemen kerja yang benar diatas
kapal. Setelah itu Nakhodda memberitahu kepada perusahaan
mengenai

ABK

lama

yang

masih

mengikuti

pelayaran

mendampingi ABK baru, agar diberikan bonus sesuai dengan


waktu tambahan selama diatas kapal.
Selain itu, ABK baru juga mendapat bimbingan dan
pengarahan dari Safety Officer. Dengan memberikan bimbingan
dan pengenalan awal secara bijaksana terhadap ABK yang baru
naik kapal. Safety Officer akan menjelaskan prosedur prosedur
yang berlaku diatas kapal, tentang keselamatan kerja dan
peraturan peraturan

dikapal sesuai dengan kebijakan

perusahaan, termasuk pelaksanaan manajemen keselamatan


kerja.
Safety officer melaksanakan pengarahan secar rutin.
Pengarahan

tersebut

berupa

sosialisasi

manajemen

keselamatan kerja yang dikerjakan setiap dua kali dalam

25

sebulan. Sosialisasi ini bertujuan agar ABK dapat mengambil


pelajaran berharga, dimana dalam pengarahan tersebut safety
Officer memberikan program yang berkaitan tentang pentingnya
keselamatan

kerja.

Program tersebut

diantaranya

berupa

pengarahan , pelatihan dan penayangan video video tentang


manajemen keselamatan kerja yang apabila tidak diterapkan
dalam melaksanakan pekerjaan diatas kapal maka akan
menimbulkan bahaya dan resiko kecelakaan kerja.
Dengan meningkatkan sosialisasi manajemen keselamatan
kerja

terhadap

pengarahan

dari

ABK

diatas

ABK

kapal

lama

dan

dengan

memberikan

bimbingan

prosedur

keselamatan kerja dari Safety Officer.Hal tersebut dapat


memberikan pengetahuan tentang Manajemen keselamatan
kerja agar ABK dapat mengetahui dan mengerti tugas dan
tanggung jawabnya serta meningkatkan kesadaran ABK akan
pentingnya keselamatan kerja diatas kapal .

b. Pelatihan khusus untuk mualim I oleh perusahaan


Mualim I adalah seseorang yang bertanggung jawab penuh
atas keselamatan kerja dan

memegang peranan sebagai

pengawas kerja ABK dan memberikan instruksi kepada kepala


kerja ( Bosun ). Selain itu, chief Officer memiliki kewajiban untuk
menjelaskan

manajemen

kerja

dan

keselamatan

kerja,

mengawasi ABK untuk disiplin serta memperingatkan ABK


apabila terjadi pelanggaran dalam pelaksanaan manajemen
kerja maupun keselamatan kerja tersebut.
Untuk mendapatkan chief officer yang berkualifikasi,
perusahaan melakukan sistem merekrut chief officer yang
profesional dan berpengalaman di bidangnya. Perusahaan harus
lebih selektif dalam hal penerimaan chief officer yang hendak

26

bekerja diatas kapal. Seorang chief Officer juga akan menjadi


contoh atau panutan bagi ABK serta motor penggerak utama
dilapangan, maka seorang chief Officer tidak hanya sekedar
mengetahui manajemen, tetapi juga dapat menerapkan dalam
pekerjaan sehari hari diatas kapal. Misalnya pada saat berada
di Area tempat kerja, dalam menggunakan alat alat
keselamatan kerja agar tidak membahayakan keselamatan jiwa
chief Officer tersebut dan ABK lain akan mengikuti manajemen
keselamatan kerja yang dilakukan chief Officer.
Upaya

untuk

meningkatkan

pemahaman

tentang

manajemen kerja yang telah dibuat oleh perusahaan salah


satunya memberikan pelatihan kepada chief Officer yang akan
bekerja diatas kapal. Pelatihan tersebut menjelaskan manajemen
kerja yang berisi tentang cara kerja, tugas dan tanggung jawab.
Perusahaan juga senantiasa memberikan pelatihan
diatas

kapal

terhadap

semua

awak

kapal

khusus

disetiap

ada

kesempatan yang dinilai tidak mengganggu operasional kapal.


Pelatihan merupakan bagian dari pendidikan pelatihan
bersifat spesifik, praktis dan segera. Spesifik berarti pelatihan
berhubungan dengan bidang pekerjaan yang dilakukan. Praktis
dan segera berarti yang sudah dilatihkan atau dipraktikkan.
Umumnya
penguasaan

pelatihan

dimaksudkan

untuk

memperbaiki

berbagai keterampilan kerja dalam waktu yang

relatif singkat (pendek). Suatu pelatihan berupaya menyiapkan


para karyawan untuk melakukan pekerjaan yang dihadapi
(Samsudin , 2010 : 110 ).
Perusahaan

harus

memberikan

pelatihan

tentang

manajemen keselamatan kerja terhadap chief Officer. Tujuan


dari pelatihan ini untuk mengevaluasi setiap hasil kerja dan
memberikan masukan masukan kepada chief Officer mengenai
cara kerja sesuai dengan manajemen yang telah dibuat oleh

27

perusahaan agar pekerjaan dapat diselesaikan dengan efektif


dan efisien. Manajemen harus tetap dilaksanakan

walaupun

pekerjaan yang dilakukan setiap hari dan sudah berulang ulang


dilaksanakan agar setiap pekerjaan dapat diselesaikan dengan
lancar dan aman serta resiko kecelakaan kerja dapat di hindari.
Apabila chief Officer yang sudah bekerja diatas kapal
kurang profesional dan memiliki pengetahuan yang minim
mengenai manajemen keselamatan kerja, Nakhoda sebagai
pimpinan dan pemegang kekuasaan tertinggi diatas kapal
memberikan pengarahan dan pelatihan kepada chief

Officer.

Setelah itu nakhoda mencontohkan cara memberikan pelatihan


dan briefing tentang manajemen keselamatan kerja terhadap
ABK. Nakhoda juga memberikan buku pedoman tentang
keselamatan kerja kepada chief Officer agar dapat dipelajari dan
segera

dipahami

oleh

chief

Officer.

Kemudian

mengawasi dan memperhatikan perkembangan

nakhoda

chief Officer

diatas kapal dalam menjalankan maupun mengarahkan prosedur


keselamatan kerja yang wajib dipatuhi seluruh awak kapal
sehingga tidak terjadi pelanggaran dan meminimalisir resiko
kecelakaan kerja diatas kapal .

28

BAB IV
PENUTUP

A. Kesimpulan
Berdasarkan hasil pembahasan dalam Bab III , maka penulis
mengambil kesimpulan sebagai berikut :
1. Kurangnya pengawasan pelaksanaan manajemen keselamatan kerja
disebabkan karena kurangnya pengetahuan pengawas terhadap
prosedur keselamatan kerja dan kurang tegasnya pengawas
terhadap manajemen keselamatan kerja pada saat melaksanakan
tugasnya sehingga terjadi kecelakaan kerja dan menyebabkan
banyak ABK yang bekerja tidak sesuai prosedur kerja dan
mengabaikan manajemen keselamatan kerja yang berakibat dapat
menimbulkan resiko kecelakaan kerja saat melaksanakan pekerjaan
diatas kapal.
2. Kurangnya sosialisasi manajemen keselamatan kerja kepada ABK
di kapal menyebabkan banyak ABK yang kurang paham tentang
tugas dan tanggung jawabnya dan kurangnya pengetahuan semua
ABK tentang pelaksanaan prosedur keselamatan kerja .

B. Saran

1. Hendaknya perusahaan memberikan sosialisasi kepada pengawas


terhadap pelaksanaan manajemen keselamatan kerja agar setiap
pekerjaan

di

atas

kapal

dilaksanakan

sesuai

manajemen

keselamatan kerja dengan jalan pembinaan awal setidaknya satu kali


sebelum ditempatkan di atas kapal dan hendaknya perusahaan
meningkatkan rasa tanggung jawab pengawas terhadap manajemen
keselamatan

kerja

dengan

melakukan

pengarahan

dan
29

meningkatkan pemahaman sebelum bekerja diatas kapal ,serta


kesadaran terhadap pelaksanaan manajemen keselamatan kerja.
2. Hendaknya perusahaan memberikan sosialisasi dan pelatihan
khusus tentang pelaksanaan prosedur manajemen keselamatan
kerja Training before joint Ship kepada mualim I sebelum
bergabung dengan suatu perusahaan pelayaran , agar pelaksanaan
manajemen keselamatan diatas kapal dapat terlaksana dengan baik
dan dapat menghindari terjadinya kecelakaan diatas kapal.

30

DAFTAR PUSTAKA

Emile Durkheim, website : http //mbegedut.blogspot.com/2011/06/faktorfaktor pendorong perilaku.html Faktor Pendorong Disiplin

Hasibuan, Malayu SP, (2006). Manajemen Sumber Daya Manusia, Bumi


Aksara, jakarta.

Jatim, Rozaimi, (2003) Kodefikasi Manajemen Keselamatan Internasional


(ISM CODE). penerbit Yayasan Bina Citra samudra Jakarta.

R.Moedjiman, (2012) Penulisan Karya Ilmiah Terapan Dan Prosedur


Penulisan Makalah Penerbit BP3IP, Jakarta.

Rumidi, Sukandar , ( 2006 ) Metodologi Penelitian . Penerbit Gadjah


Mada University Press

Sumamur
(1981).
Keselamatan
kerja
kecelakaan. Gunung agung, jakarta.

dan

pencegahan

31

Anda mungkin juga menyukai