Anda di halaman 1dari 34

LAPORAN KASUS

DISPEPSIA
PEMBIMBING
dr. Burham, Sp.PD
PENYAJI
Yandi Hidayat
Nicholas
Ibrena Thaminta Ginting
Dila Riskita
Sherla Chandra

DEPARTEMEN ILMU PENYAKIT DALAM


FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
RUMKIT TK II BUKIT BARISAN
MEDAN
2015
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah
memberikan berkat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan laporan kasus
ini dengan baik.
Penulisan laporan kasus berjudul Dispepsia ini adalah salah satu syarat untuk
menyelesaikan Kepaniteraan Klinik Senior Program Pendidikan Profesi Dokter di
Departemen Ilmu Penyakit Dalam, Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara.
Dalam penulisan laporan kasus ini, penulis banyak menerima bantuan dari berbagai
pihak. Untuk itu pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada
pembimbing kami, dr. Burham, Sp.PD yang telah meluangkan waktunya untuk
memberikan banyak arahan dan masukan dalam penyempurnaan penyusunan laporan
kasus ini sehingga penulis dapat menyelesaikan dengan baik dan tepat pada waktunya.
Penulis menyadari bahwa penulisan laporan kasus ini masih belum sempurna.
Sehingga, penulis mengharapkan kritik dan saran dari pembaca agar penulis dapat
menyempurnakan laporan kasus ini. Semoga laporan kasus ini bermanfaat bagi kita semua.
Akhir kata penulis mengucapkan terima kasih.

Medan, 03 Mei 2015

Penulis

DAFTAR ISI

Kata Pengantar................................................................................................................

ii

Daftar Isi.......................................................................................................................... iii


Daftar Singkatan.............................................................................................................

iv

Daftar Tabel ....................................................................................................................

Daftar Gambar ...............................................................................................................

vi

Bab 1. Pendahuluan........................................................................................................

1.1. Latar Belakang...........................................................................................

1.2. Definisi .....................................................................................................

1.3. Etiologi .....................................................................................................

1.4. Epidemiologi ............................................................................................

1.5. Klasifikasi .................................................................................................

1.6. Patofisiologi ..............................................................................................

1.7. Manifestasi Klinis .....................................................................................

1.8. Diagnosa ...................................................................................................

1.9. Diagnosa Banding .....................................................................................

1.10. Terapi ........................................................................................................

1.11. Prognosis .................................................................................................. 10


Bab 2. Status Pasien ....................................................................................................... 11
Bab 3. Follow Harian...................................................................................................... 17
Bab 4. Diskusi dan Perbandingan.................................................................................. 21
Bab 5. Kesimpulan ......................................................................................................... 22
Daftar Pustaka ................................................................................................................ 23

DAFTAR SINGKATAN

ASGE

American Society for Gastrointestinal Endoscopy

FD

Fungsional Dispepsia

GERD

Gastro-Esophageal Reflux Disease

PPI

Proton Pump Inhibitor

SNRI

Serotonin Non-adrenergic Reuptake Inhibitor

TCA

Tricyclic Antidepressant

UD

Uninvestigated Dispepsia

DAFTAR TABEL
Tabel 1.1.

Klasifikasi Dispepsia Fungsional menurut Rome III...................................

DAFTAR GAMBAR
Gambar 1.1. Prevalensi Dunia Uninvestigated Dispepsia dan Fungsional Dispepsia......

BAB 1
TINJAUAN PUSTAKA

1.1.Latar Belakang
Dispepsia berasal dari bahasa Yunani, yaitu dys dan pepse yang berarti sulit
menelan[7]. Secara garis besar dispepsia terbagi 2, yaitu dispepsia dimana terdapat
kelainan organik, dan dispepsia dimana tidak memperlihatkan gangguan organik maupun
kimiawi. Kondisi tersebut disebut dispepsia fungsional[2]. Pasien dengan dispepsia selalu
mengalami kondisi polisimptomatik, dengan 99% pasien dengan dispepsia mengeluhkan 2
gejala dan lebih dari 80% mengeluhkan sampai 5 gejala atau lebih[5].
Dispepsia merupakan keadaan klinik yang paling sering dijumpai dalam praktek
sehari-hari. Diperkirakan 30% kasus praktek umum merupakan kasus dispepsia. Istilah
dispepsia mulai terkenal pada tahun 80-an yang menggambarkan suatu kondisi dimana
terdapat kumpulan gejala seperti: rasa nyeri di epigastrium, mual, muntah, kembung, cepat
kenyang, rasa perut penuh, sendawa, regurgitasi, dan rasa panas yang menjalar ke dada[2].
Dispepsia fungsional tidak mengancam jiwa dan dari data tidak menunjukkan
asosiasi dengan peningkatan mortalitas. Tetapi, dampak dari kondisi ini pada pasien dan
pelayanan kesehatan patut diperhitungkan. Dalam survei masyarakat populasi Eropa dan
Amerika Utara, 20% orang dengan gejala dyspeptic berkonsultasi dengan pelayanan
kesehatan primer atau rumah sakit spesialis, lebih dari 50% penderita dispepsia hampir
sepanjang waktu menggunakan obat, dan 30% penderita dispepsia dilaporkan cuti kerja
atau sekolah dikarenakan gejala mereka. Hal ini menunjukkan adanya beban sosial karena
ketidakhadiran kerja, menurunnya produktifitas, dan penggunaan sumber pelayanan
kesehatan[7][9].

1.2.Definisi
Menurut kriteria Rome III, dispepsia adalah suatu keadaan yang ditandai dengan
salah satu atau lebih gejala utama dari area gastroduodenal, yaitu: rasa penuh setelah
makan, sensasi cepat kenyang, nyeri epigastrium, dan rasa terbakar di epigastrium[10].

Dispepsia bukanlah suatu diagnosis, melainkan suatu sindrom yang harus diketahui
penyebabnya. Dispepsia dibedakan menjadi 2, yaitu dispepsia organik dan dispepsia
fungsional. Dispepsia organik dapat disebabkan oleh adanya kelainan struktur, biokimia,
atau sistemik. Sedangkan dispepsia fungsional (FD) adalah gejala dyspeptic kronik selama
3 bulan terakhir dengan onset setidaknya 6 bulan terakhir sebelumnya dan tidak dijumpai
kelainan struktural dari endoskopi dan metabolik atau penyebab sistemik. Dispepsia yang
belum diinvestigasi lebih lanjut dengan pemeriksaan yang mendalam haruslah disebut
Uninvestigated Dispepsia (UD)[8].

1.3.Etiologi
Etiologi terjadinya dispepsia adalah[8]:
1. Kelainan struktural pada saluran cerna
2. Ulkus peptikumum, ulkus duodenum, esophagitis refluks, gastritis kronis, gastritis
NSAID, penggunaan obat-obatan seperti teofilin, digitalis, dan antibiotik, atau
adenocarsinoma lambung dan esophagus
3. Penyakit hepatobilier
4. Kolesisitis kronik, pankreatitis kronik, hepatitis, hepatoma, steatohepatitis,
keganasan
5. Penyakit sistemik
6. Diabetes mellitus, hiperkalsemia, keracunan logam berat, penyakit tiroid, gagal
ginjal
7. Non-organik atau fungsional
Dari sudut pandang etiologi, pasien dengan gejala dyspeptic dapat dibagi menjadi 2
kategori, yaitu[11]:
1. Individu yang diidentifikasi dengan gangguan organik atau metabolik sebagai
penyebab gejala dimana, jika penyakitnya membaik atau sembuh, gejalanya akan

berkurang atau teratasi (contoh, ulkus peptic, GERD dengan atau tanpa esophagitis,
keganasan, penyakit pancreatobiliary, atau penggunaan obat)
2. Individu dengan gejala yang tidak diketahui penyebabnya. Pada beberapa pasien,
dapat ditemukan kelainan mikrobiologik (contoh, H. pylori gastritis). Dapat juga
karena gangguan motorik atau disfungi sensoris (contoh, pengosongan lambung
terlambat, disakomodasi fundus, atau hipersensitifitas gastroduodenal). Kelompok
dengan idiopatik dispepsia ini sebelumnya dikenal dengan nonulcer dispepsia,
essensial dispepsia, idiopatik dispepsia, atau FD.

1.4.Epidemiologi
Prevalensi sebenarnya dari dispepsia sulit diketahui pada penelitian di populasi.
Beberapa studi sudah dilakukan untuk merefleksikan prevalensi dari dispepsia[7].
Prevalensi dari dispepsia bervariasi bergantung pada populasi yang berbeda. Hal ini
mungkin disebabkan oleh, (1) adanya perbedaan kondisi yang nyata pada angka kejadian,
(2) kriteria yang digunakan untuk mendiagnosa, dan (3) tingkat ketelitian untuk
menyingkirkan penyebab organik. Insidensi tahunan dari dispepsia diperkirakan 9-10%,
dan 15% pasien menderita gejala yang kronis (>3 bulan dalam 1 tahun), sering (>3 episode
per minggu), dan dengan gejala berat[7].Diantara individu yang menderita gejala dyspeptic,
diperkirakan 25% mencari pertolongan medis[5].
Di dalam studi dengan menggunakan nyeri perut atas sebagai definisi dari
dispepsia, didapatkan prevalensi dari UD bervariasi antara 7-34,2%. Dengan definisi
tersebut, didapatkan prevalensi UD yang terendah yaitu 7-8% didapatkan di Singapura,
Asia Tenggara, 23-25,8% didapati pada US dengan populasi di India (30,4%) dan New
Zealand (34,2%) mempunyai angka tertinggi[7][9].

Gambar 1.1.Prevalensi Dunia Uninvestigated Dispepsia dan Fungsional Dispepsia*.


Sumber: Mahadeva S., Goh, K-L, 2006. Epidemiology of Functional Dispepsia: A Global Perspective.
World Journal of Gastroenterology, Mei, 12(17), pp.2661-2666.

Dispepsia fungsional adalah penyebab tersering dari gejala dyspeptic, yaitu


sekumpulan gejala berbeda yang berlokasi di abdomen bagian atas.Prevalensi dispepsia
berbeda pada populasi yang berbeda dan dikaitkan dengan perbedaan definisi dispepsia
seperti kriteria inklusi, variasi dari populasi, dan faktor lingkungan. Secara epidemiologi,
beberapa faktor resiko telah diidentifikasi, yaitu usia lanjut, jenis kelamin perempuan, etnis
Kaukasian, infeksi H. pylori, faktor diet, merokok, alkohol, penggunaan NSAID, sosioekonomi, dan gangguan psikologi merupakan salah satu faktor penting dalam FD[7].
1.5.Klasifikasi Dispepsia
Dispepsia digolongkan menjadi dispepsia organik dan dispepsia fungsional. Rome
III membagi FD menjadi 2 subgroup, yang dapat dilihat pada Tabel 1.1[10].
Tabel 1.1. Klasifikasi Dispepsi Fungsional menurut Rome III

1. Sindrom Distress Post-prandial


Memenuhi salah satu dari kedua kriteria berikut:
Rasa penuh setelah makan yang mengganggu, terjadi dengan porsi makanan biasa, terjadi
beberapa kali dalam seminggu
Rasa cepat kenyang yang menyebabkan tidak dapat menghabiskan makanan, terjadi
beberapa kali dalam seminggu

Kriteria terpenuhi jika gejala terjadi dalam 3 bulan terakhir dengan onset
setidaknya 6 bulan sebelum diagnosa

Kriteria suportif:

Kembung di perut bagian atas atau mual atau bersendawa setelah makan

Dapat terjadi bersamaan dengan sindrom nyeri epigastrik

2. Sindrom Nyeri Epigastrik


Memenuhi semua kriteria berikut

Nyeri atau rasa terbakar di epigastrium dengan intensitas moderat, setidaknya sekali
dalam seminggu.

Nyeri intermitten

Tidak tergeneralisasi atau terlokalisasi ke regio lain abdomen atau regio dada

Tidak membaik setelah defekasi atau buang gas

Tidak memenuhi kriteria batu empedu atau kelainan Sfingter Oddi

Kriteria terpenuhi jika gejala terjadi dalam 3 bulan terakhir dengan onset setidaknya 6
bulan sebelum diagnosa
Kriteria suportif:

Nyeri seperti terbakar, tapi bukan di daerah retrosternal

Nyeri diinduksi atau diredakan dengan makanan, namun dapat terjadi selama puasa

Dapat terjadi bersamaan dengan sindrom distress post-prandial

Sumber: Rome Foundation, 2006. Rome III Disorders and Criteria.


Available at http://www.romecriteria.org/criteria/.Accessed 30 Mei 2015

1.6.Patofisiologi
Patofisiologi terjadinya FD belum diketahui secara pasti, tetapi diduga karena
kombinasi beberapa faktor seperti motilitas lambung, hipersensitifitas organ viseral,
disfungsi motorik lambung, faktor psikologi, infeksi, dan genetik. Faktor-faktor tersebut
berkontribusi secara interaktif dalam manifestasi gejala FD[4][9].
1. FD dan Waktu Pengosongan Lambung
Berdasarkan studi-studi yang dilakukan setelah kriteria Rome II, gagal
menunjukkan adanya korelasi antara gejala klinis dan waktu pengosongan
lambung. Tetapi, berdasarkan penelitian Sarnelli et al., dilaporkan jenis kelamin
perempuan, rasa kenyang setelah makan, dan muntah adalah prediktor independen
yang kuat dari waktu pengosongan lambung terlambat.
2. FD dan Infeksi H. pylori
Hubungan antara FD dan infeksi H. pylori masi kontroversial. Berdasarkan laporan
dari McColl et al., terapi eradikasi H. pylori efektif dalam mengatasi gejala dari
pasien FD. Tetapi, berdasarkan laporan Blum, et al., eradikasi H. pylori tidak
menunjukkan perbaikan gejala. Tujuan utama eradikasi H. pylori pada pasien FD
adalah potensi efeknya yang menguntungkan daripada perbaikan gejala.
3. Sensitifitas Duodenal terhadap Lemak atau Asam
Pada subjek sehat dan pasien FD, perfusi duodenal dengan nutrien lemak, tetapi
bukan glukosa, meningkatkan persepsi dari distensi lambung.

1.7.Manifestasi Klinis
Dispepsia mempunyai beberapa gejala, yaitu: nyeri epigastrik, bersendawa,
anoreksia, perasaan cepat kenyang, regurgutasi, pusing, dan rasa terbakar daerah
epigastrium. Gejala dari dispepsia paling sering disebabkan 1 dari 4 penyakit yang
mendasarinya: ulkus peptikum, GERD, kelainan fungsional (dispepsia nonulcer), dan

keganasan. Gejala dispepsia juga dapat disebabkan oleh intoleransi obat-obatan,


pankreatitis, penyakit saluran bilier, atau gangguan motilitas[1].
Usia dan tanda bahaya telah digunakan untuk mengidentifikasi pasien dispepsia
yang dicurigai mempunyai gangguan struktural. Adapun tanda bahaya dispepsia, yaitu[1]:
1. Usia >50 tahun, dengan onset gejala baru
2. Riwayat keganasan saluran pencernaan atas dalam keluarga
3. Penurunan berat badan yang tidak direncanakan
4. Perdarahan saluran cerna atau anemia defisiensi besi
5. Disfagia yang progesif
6. Odinofagia
7. Muntah persisten
8. Massa yang teraba atau limfadenopati
9. Jaundice
Pasien dengan tanda bahaya mempunyai prognosis yang lebih buruk dibanding
populasi kebanyakan. Berdasarkan hasil penelitian, didapatkan pasien dengan tanda bahaya
dan dispepsia secara signifikan menunjukkan adanya peningkatan resiko kanker saluran
pencernaan dan angka kematian dalam 3 tahun[1].

1.8.Diagnosis
Dispepsia fungsional ditegakkan bila telah melalui pemeriksaan endoskopi, biopsi
dan kultur, laboratorium, serta pencitraan tidak ditemui penyebab organik yang
bertanggung jawab atas keluhan pasien[10].
Dispepsia Fungsional
Kriteria diagnostik* mencakup[10]:

9
1

Satu atau lebih gejala berikut :


Perasaan kenyang setelah makan yang menganggu
Cepat kenyang
Nyeri daerah epigastrik
Rasa terbakar daerah epigastrik
DAN
2 Tidak ada bukti kelainan struktural (termasuk dari pemeriksaan endoskopi) yang dapat

menjelaskan penyebab dari keluhan pasien


Keluhan harus berulang dalam 3 bulan, dengan awitan setidaknya 6 bulan sebelumnya

Rekomendasi yang diberikan pada pasien dengan gejala dyspeptic[1]:


1. Pasien dengan dispepsia yang berusia >50 tahun dan/atau dengan tanda bahaya
harus menjalani evaluasi endoskopi
2. Pasien dengan dispepsia yang berusia <50 tahun dan tanpa tanda bahaya dapat
menjalani pemeriksaan test-and-treat untuk H. pylori
3. Pasien yang berusia <50 tahun dan H. pylori dapat dianjurkan pemeriksaan insial
endoskopi atau trial singkat PPI
4. Pasien dengan dispepsia yang tidak merespon terapi empiris PPI atau mempunyai
gejala yang berulang setelah trial yang adekuat dapat melakukan pemeriksaan
endoskopi
1.9.Diagnosis Banding
Diagnosis banding dari dispepsia sangatlah luas. Sangatlah penting suatu
anamnesis, pemeriksaan fisik dan pengunaan alat alat diagnostik untuk membedakan
dispepsia fungsional dari dispepsiaakibat kelainan secara organic[6].
Adapun diagnosis banding dispepsia fungsional[6]:
1. Gastroesophageal reflux disease (GERD) dan penyakit reflux nonerosiva
GERD dan dispepsia sering saling tumpang tindih, dan kadang terjadi secara bersamaan
pada beberapa pasien. Oleh karenanya, GERD harus selalu dicurigai pada pasien-pasien
yang mengalami keluhan dispepsia. Jika gejala yang paling dominan adalah regurgitasi,
perasaan terbakar di bagian substernal, rasa asam, maka etiologi yang paling
memungkinkan adalah GERD.
2. Ulkus peptikum

10
Sekitar 15% dari pasien-pasien dengan keluhan dispepsia menderita ulkus peptikum atau
ulkus duodenal. Jika telah terdiagnosa suatu ulkus, maka harus dicari penyebab yang
mendasari ulkus tersebut, seperti karena pengunaan NSAID, atau adanya infeksi H. pylori.
3. Keganasan saluran cerna bagian atas
Kurang dari 2% pasien-pasien dengan keluhan dispepsia ternyata menderita kanker
lambung, dimana 98% dari pasien tersebut adalah pasien-pasien yang berusia diatas 50
tahun.
4. Penyakit pancreatobiliary
Keluhan nyeri pada penyakit pangkreatitis kronis dapat saja berlokasi di epigastrik, atau di
tengah abdomen, dengan gejala klasik menyebar ke bagian tengah punggung. Sementara
itu, kolelitiasis dapat dibedakan dari dispepsia karena lokasi nyerinya pada kuadran kanan
atas.
5. Gangguan motilitas
Gangguan motilitas gastrointestinal bagian atas juga sering tumpang tindih dengan
dispepsia. Penyebab dari gangguan motilitas termasuk didalamnya gastroparesis
diabetikum, pseudo-obstruktif intestinal kronik, skleroderma, atau sindrom post-vagotomy.
6. Gangguan sistemik
Dispepsia juga dapat muncul menyertai gangguan-gangguan sistemik, seperti diabetes
mellitus, penyakit jantung koroner, penyakit tiroid, hiperparatiroid, insufisiensi adrenal,
dan penyakit kollagen vaskular.
7. Infeksi
Infeksi lambung yang diakibatkan selain oleh H. pylori, juga dapat menyebabkan
dispepsia, contohnya, Cytomegalovirus, tuberculosis, infeksi jamur. Untuk infeksi karena
parasit, dapat dicurigai Giardia lamblia atau Strongyloides stercoralis. Penegakan
diagnosis dapat dilakukan dengan urea breath test atau trial antibiotik.

1.10.

Terapi[3]

Penatalaksanaan ditentukan berdasarkan keparahan dan gambaran dari keluhan


pasien, psikologik dan psikososial dari pasien, dan derajat keparahan fungsionalnya
sendiri. Walaupun keluhan pasien terjadi secara terus menerus, sangatlah penting untuk
membagi keluhan pasien dalam kategori ringan, sedang, atau berat.
Keluhan ringan. Pasien-pasien dengan keluhan ringan atau dengan gejala yang tidak
terlalu sering adalah pasien yang paling sering dijumpai pada rumah sakit lini pertama dan
merupakan pasien yang belum mengalami gangguan fungsional atau psikologik yang terlalu besar.
Mereka mungkin cemas akan dampak dari keluhan yang dialami, namun tidak terlalu sering
berobat kedokter, dan dapat menjalani aktivitas secara normal. Tata laksana mempunyai tujuan:
1.

Edukasi
Mengedukasi kepada pasien bahwasannya gangguan gastrointestinal fungsional ini adalah
benar adanya, dan saluran cerna mengalami respon yang berlebihan dari stimulus-stimulus

11
yang ditimbulkan baik dari makanan, perubahan hormonal, obat-obatan, dan stress. Nyeri
yang timbul diakibatkan oleh kontraksi berlebihan atau pereganggan dari usus, saluran
pencernaan yang sensitif, atau kedua-duanya, dan dapat dirasakan pada bagian manapun di
perut, yang kemudian menimbulkan gejala-gejala yang dialami pasien. Klinisi juga harus
menekankan bahwa faktor psikologik sangatlah mempengaruhi terjadinya keluhan-keluhan
2.

yang dialami.
Penentram
Seorang klinis harus dapat menggali kecemasan dan permasalahan yang sedang dihadapi
pasien, dan memberikan penentraman yang tepat. Hal ini akan sangat mempengaruhi
intervensi terapeutik pasien tersebut. Oleh karenanya, pasien tidak akan menerima
kenyataannya jika hal ini disampaikan kepada mereka secara ala kadarnya dan sebelum

3.

dilaksanakan suatu pemeriksaan yang memadai.


Diet dan obat-obatan
Diet dan obat-obatan yang dapat memicu keluhan harus segera ditelusuri dan dihentikan.

12
Keluhan sedang. Pada sebagian kecil pasien, yang ditemukan di rumah sakit primer
ataupun sekunder, yang melaporkan keluhan dengan gejala yang lebih berat dan dengan gangguan
aktivitas yang terjadi sekali-sekali. Keluhan yang terjadi umumnya mempunyai hubungan yang erat
dengan kejadian-kejadian tertentu seperti perjalanan jauh, diet yang tidak teratur, atau pengalaman
yang menyedihkan. Pasien-pasien ini memiliki stress psikologik yang lebih tinggi dari pada
kelompok pasien dengan keluhan ringan. Oleh karenanya, pada kelompok ini, ada opsi tambahan
untuk penatalaksanaanya yang direkomendasi :
1. Monitoring keluhan
Pasien diminta untuk membuat diari keluhan selama 1-2 minggu, untuk mencatat waktu,
keparahan, dan faktor yang berhubungan dengan terjadinya keluhan. Diari ini akan
membantu menemukan dan menentukan faktor-faktor stressor yang sebelumnya
terlewatkan. Klinisi juga dapat me-review kembali kemungkinan-kemungkinan kombinasi
diet, gaya hidup, atau perubahan prilaku dan sikap dari pasien. Hal ini akan memberi
dorongan kepada pasien untuk turut berpartisipasi dalam proses pengobatan, dan sejalan
dengan berkurangnya keluhan, akan meningkatkan rasa mawas dari diri pasien akan daya
kontrol terhadap penyakit yang dideritanya.
2. Pharmacotherapy untuk keluhan spesifik
Obat-obatan dapat dipertimbangkan jika pasien berada dalam masa stress atau saat aktivitas
sehari-hari terganggu. Obat-obatan umumnya dipertimbangkan pada pasien dengan
keluhan yang telah kronik, namun dapat juga diberikan pada saat eksaserbasi keluhan.
3. Penatalaksanaan psikologik
Tatalaksana psikologik dapat dipertimbangkan untuk memotivasi pasien dengan keluhan
menengah-berat dan untuk pasien yang dalam keadaan kesakitan. Hal ini sangatlah
membantu jika pasien dapat menghubungkan timbulnya keluhan dan stressor. Tatalaksana
dapat berupa, cogntive-behavioral therapy, relaksasi, hipnotis, atau terapi kombinasi,
dimana hal ini akan sangat membantu menurunkan tingkat kecemasan, dan membantu
mempromosikan sehat dalam berprilaku, memberikan pasien tanggung jawab dan kontrol
atas tatalaksana diri dan meningkatkan toleransi akan ambang nyeri.
Keluhan berat. Hanya ada sebagian kecil dari pasien dengan gangguan gastrointestinal
fungsional yang mempunyai keluhan parah dan berulang. Pasien-pasien ini juga memiliki frekuensi
yang tinggi terkait kesulitan psikososial termasuk dalam mendiagnosa kecemasan, depresi
atausomatisasi, gangguan kepribadian, dan gangguan fungsi sehari-hari yang kronis. Mungkin ada
pengalaman kehilangan atau kekerasan, lingkungan sosial yang buruk dan "bencana" perilaku.
Pasien-pasien ini mungkin telah sering berkonsultasi dengan ahli gastroenterologi dan
mempunyai harapan yang tidak realistis untuk "disembuhkan". Mereka mungkin menyangkal peran
faktor psikososial di penyakit dan mungkin tidak responsif terhadap pengobatan psikologis atau
farmakologis.
1. Pendekatan klinisi

13
Pasien-pasien ini membutuhkan hubungan terus menerus dengan klinisi yang memberi
dukungan psikososial lewat konsultasi yang berulang. Secara umum seorang klinisi harus:
(1) melakukan prosedur diagnostik dan terapeutik untuk mengukur secara objektif keluhan
pasien, bukan hanya bergantung dengan kemauan pasien, (2) membuat sebuah pencapaian
tata laksana yang realistik, seperti upaya peningkatan kualitas hidup, bukannya
menghilangkan sakit secara keseluruhan atau kesembuhan, (3) memberikan beban
tanggung jawab akan kesembuhan dirinya kepada pasien sendiri dengan cara memberikan
opsi terapeutik, (4) mengubah fokus perhatian tatalaksana dari menyembuhkan penyakit,
menjadi pengaturan penyakit kronis.
2. Tatalaksana antidepresan
Tricyclic antidepresant/TCA (contoh,

desipramine,

amitriptilin),

dan

serotonin-

nonadrenergic reuptake inhibitor/SNRI (contoh, duloxetine) memberikan suatu peranan


dalam mengontrol impuls sakit via analgesik sentral, sekaligus menghilangkan gejalagejala depresi. Pemberian antidepresant harus dipertimbangkan pada pasien-pasien dengan
gejala sakit yang kronik dan yang telah mengalami gangguan dalam aktivitas sehari-hari,
depresi dengan gejala atipikal, gejala cemas atau panic attack. Walaupun pasien datang
tanpa gejala depresi, obat-obatan ini membantu meredakan rasa sakit. Penatalaksanaan
harus diberikan paling tidak 3-4 minggu. Jika efektif, maka pengobatan diteruskan sampai
1 tahun dan di-tappering off.
3. Rujukan perawatan rasa sakit
Sarana rujukan perawatan rasa sakit ditujukan untuk merehabilitasi pasien-pasien yang
mengalami disabilitas serius.
1.11.

Prognosis
Perjalanan klinis dari pasien-pasien dengan dispepsia fungsional telah dievaluasi secara

studi retrospektif dan prospektif, dengan follow-up 1,5-10 tahun untuk studi prospektif dan 5-27
tahun untuk studi retrospektif. Secara umum, pasien-pasien dengan gejala dispepsia fungsional
menjadi asimpomatik, atau mengalami perbaikan gejala setelah 1 hingga beberapa tahun
pengobatan[6].

14

BAB 2
STATUS PASIEN
No. Reg. RS : 01.68.77
Nama Lengkap : Sampaten Br. Ginting
Umur : 85 Tahun

Jenis Kelamin : Perempuan

Alamat : Kampung Larang

No./Telepon : -

Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga

Status: Belum Menikah

Pendidikan : -

Jenis Suku : Karo

Agama : Kristen

Dokter Muda
: Dila Riskita
Dokter
: dr. Burham, Sp.PD
Tanggal Masuk : 27 April 2015

ANAMNESIS
Automentesis

Alloanamnes
e
RIWAYAT PENYAKIT SEKARANG
Keluhan Utama : Nyeri ulu hati
Deskripsi

Hal ini dialami os sejak 1 bulan SMRS. Nyeri terasa seperti terbakar (+),
nyeri bersifat hilang timbul, berlangsung beberapa menit, terutama jika os
sedang banyak pikiran. Nyeri tidak menjalar. Sulit tidur (+).
Os juga mengeluhkan perut terasa menyesak dan penuh 1 bulan ini. Os
merasa cepat kenyang walau dalam porsi sedikit. Mual (+) setiap kali os
ingin makan, muntah (-), penurunan nafsu makan (+) dalam 1 bulan terakhir
disertai penurunan berat badan 1 kg dalam 1 bulan ini.
Os mengeluhkan sering susah BAB sejak 1 minggu terakhir. BAB terakhir, 4
hari yang lalu, normal, sebanyak aqua gelas dengan konsistensi keras
dan berwarna kecoklatan. Riwayat BAB hitam (-), BAB berdarah (-), BAB
berlendir (-), nyeri BAB (-). BAK normal (+), botol aqua besar dengan
frekuensi 6-7x/hari, berwarna kuning. Demam (-), batuk (-), sesak napas (-).
Tidak dijumpai riwayat mengonsumsi jamu- jamuan, riwayat asam urat
tinggi (+) dengan kadar tertinggi 7 mg/dl dialami os sejak 10 tahun
terakhir, riwayat kencing manis dan darah tinggi (-), riwayat asma (-),
riwayat TB (-)

RPT
RPO

: : -

15
RIWAYAT PENYAKIT DAHULU
Tanggal
-

Penyakit
-

Tempat Perawatan
-

Pengobatan dan Operasi


-

RIWAYAT KELUARGA
Tidak jelas
RIWAYAT PRIBADI
Riwayat Alergi
Tahun
Bahan / obat
- Tahun
Hobi
yang khusus

GejalaJenis
-Imunisasi
-

Olah Raga

: (-)

Kebiasaan Makanan

: tidak ada yang khusus

Merokok

: (-)

Minum Alkohol

: (-)

Hubungan Seks

: (-)

___________________________: tidak ada

ANAMNESIS UMUM (Review of System)


Berilah Tanda Bila Abnormal dan Berikan Deskripsi
Umum :
Keadaan umum : CM
Kulit:
Tidak ada keluhan
Kepala dan leher:
Tidak teraba benjolan
Mata:
Blurred Vision
Telinga:
Tidak ada keluhan
Hidung:
Tidak ada keluhan
Mulut dan Tenggorokan:
Tidak ada keluhan
Pernapasan :
Tidak ada keluhan
Jantung :
Tidak ada keluhan

Abdomen :
Nyeri Epigastrium
Alat kelamin perempuan:
Tidak ada keluhan
Ginjal dan saluran kencing :
Tidak ada keluhan
Hematologi:
Tidak ada keluhan
Endokrin/metabolik:
Tidak ada keluhan
Muskuloskeletal :
Tidak ada keluhan
Sistem saraf:
Tidak ada keluhan
Emosi :
Terkontrol
Vaskuler :
Tidak ada keluhan

16

DISKRIPSI UMUM
Kesan Sakit
Gizi BB

Ringan
= 60 kg

IMT = 28

Sedang
TB

Berat

= 1,46 m

Kesan = Obesitas Tingkat I

TANDA VITAL
Kesadaran

Compos Mentis

Nadi

Frekuensi 86 x/i

Deskripsi:
Komunikasi Baik, rasa awas terhadap
lingkungan baik
reguler, t/v: cukup

Berbaring:130/80 mmHg

36,0oC
Frekuensi: 32 x/menit, kesan
normal

Deskripsi: regular, kussmaul (-)


Torako abdominal

Tekanan darah
Temperatur
Pernafasan
Penilaian Nyeri :

Intensitas Nyeri : 4 (nyeri)


Lokasi Nyeri : Epigastrium
KULIT : ikterus (-)
KEPALA DAN LEHER : Simetris, TVJ R-2cmH2O, trakea medial, pembesaran KGB (-)
TELINGA: dalam batas normal
HIDUNG: dalam batas normal
RONGGA MULUT DAN TENGGORAKAN : riwayat gusi berdarah (-)
MATA : Conjunctiva palp. inf. pucat (-/-), sklera ikterik (-/-), pupil isokor, ki-ka, 3mm,
margin pupil (+/+), refleks cahaya direk (+/+)/ indirek (+/+), kesan katarak
THORAX

17

Inspeksi
Palpasi
Perkusi
Auskultasi

Depan
Simetris fusiformis
SFkanan = SF kiri, kesan normal
Sonor pada kedua lapangan paru
SP: vesikuler
ST: -

Belakang
Simetris fusiformis
SFkanan = SF kiri, kesan normal
Sonor pada kedua lapangan paru
SP: vesikuler
ST: -

JANTUNG
Batas Jantung Relatif Atas

: ICS IV sinistra

Kanan : LSD
Kiri

: 1 cm medial LMCS, ICS V

Jantung : HR : 86x/mnt, reguler, M1>M2, A2>A1, P2>P1, T1>T2, desah (-), gallop (-),
kesan bunyi jantung normal
ABDOMEN
Inspeksi

: Simetris

Palpasi

: Soepel. H/L/R tidak teraba

Perkusi

: Timpani

Auskultasi

: Normoperistaltik

PINGGANG
Tapping pain (-), ballotement (-)
INGUINAL
Pembesaran KGB (-)
EKSTREMITAS
Superior : Edema (-/-)
Inferior : Edema (-/-)
GENITALIA
Perempuan, dalam batas normal
NEUROLOGI
Refleks Fisiologis (+) Normal
Reflek Patologis (-)
BICARA
Komunikasi baik

18

Pemeriksaan Laboratorium Rutin


Darah

Hb
Leukosit
PLT
Ht
LED

:13g%
: 8,8x103/mm3
: 315x103/mm3
: 38,8%
: 34 mm

Kemih
Tidak dilakukan
pemeriksaan
Warna
:Protein : Reduksi : Bilirubin : Urobilinogen: Sedimen
Eritrosit
Leukosit
Epitel
Cyst
Silinder

::::::-

Tinja
Tidak dilakukan
pemeriksaan
Warna
Konsistensi
Eritrosit
Leukosit
Amoeba/kista

:::::-

Telur cacing
Ascaris
Ankylostoma
T.trichiura
Kremi

::::-

19

RESUME DATA DASAR


(Diisi dengan hal positif)
Oleh Dokter
Nama Pasien

: dr. Burham, Sp.PD


: Sampaten Br. Ginting

No. RM : 01.68.77

Keluhan Utama : Nyeri Epigastrium


Anamnesis : Hal ini dialami os sejak 1 bulan SMRS, nyeri bersifat burning pain yang
berlangsung beberapa menit dan interminttent terutama ketika os sedang stress. Insomnia (+).
Abdominal Bloating (+) dan fullness (+) 1 bulan ini. Nausea (+) setiap os ingin makan. Anorexia
(+) disertai weight loss 1 kg dalam 1 bulan terakhir. Os sering mengalami konstipasi sejak 1
minggu terakhir. Hyperuricemia (+) sejak 10 tahun terakhir dengan kadar tertinggi 7mg/dl.

Laboratorium Rutin
Hb
: 13 g%
Leukosit : 8,8 x103/mm3
PLT
: 315x103/mm3
Ht
: 38,8%
LED
: 34 mm
Cholesterol Total : 227 mg/dL

BAB 3
FOLLOW HARIAN

RENCANA AWAL
NO. RM

Nama Penderita: Sampaten Br. Ginting

No

Rencana yang akan dilakukan masing-masing (meliputi rencana untuk diagnose, penatalaksanaan dan edukasi)
Rencana
Masalah
Rencana Diagnosa
Rencana terapi
Rencana Edukasi
Monitoring
- Darah Rutin (Hb, Leukosit,
1. Tirah Baring
-Klinis
Menerangkan dan
Trombosit dan LED)
2. Diet ML (makan lunak)
-Vital sign/12 jam
menjelaskan keadaan,
- Urinalisis
3. IVFD NaCl 0,9% 20 gtt/i
penatalaksanaan, dan
- RFT (ureum, kreatinin, uric
4. Lansoprazole 2x1
komplikasi dari penyakit pada
acid, elektrolit)
5. Visikral 3x1
pasien dan keluarga.
- Lipid profile
6. Neurodex 2x1
Dispepsia
- KGD ad random, 2 jam PP
7. Alprazolam 1x0,5 mg
-

Hipertensi
Grade I

Foto toraks
USG abdomen
Endoskopi
Urea Breath Test
Darah Rutin (Hb, Leukosit,
Trombosit dan LED)
RFT (ureum, kreatinin, uric
acid, elektrolit)
Lipid profile
Foto toraks
EKG

1.
2.
3.
4.

Tirah Baring
Diet ML (makan lunak)
IVFD NaCl 0,9% 20 gtt/i
Amlodipine 1x10 mg

-Klinis
-Vital sign/12 jam

Menerangkan dan
menjelaskan keadaan,
penatalaksanaan, dan
komplikasi dari penyakit pada
pasien dan keluarga.

20

Tanggal
27.04.201
5

28.04.201
5

S
Nyeri
epigastriu
m (+)

Nyeri
epigastriu
m (+)

Sens
: CM
Dispepsia
TD
: 160/80mmHg Hipertensi Grade I
HR
: 80x/mnt
RR
: 28x/mnt
T
: 36,3 oC
Hb
: 13 g%
Leukosit : 8,8 x103/mm3
PLT
: 315x103/mm3
Ht
: 38,8%
LED
: 34 mm
Cholesterol
Tot.:
227
mg/dL
Sens
TD
HR
RR
T

: CM
: 140/60mmHg
: 80x/mnt
: 28x/mnt
: 36,3 oC

Dispepsia
Hipertensi Grade I

Terapi

Tirah Baring
Diet ML (makan lunak)
IVFD NaCl 0,9% 20 gtt/i
Lansoprazole 2x1
Visikral 3x1
Neurodex 2x1
Amlodipine 1x10 mg

Diagnostik

Tirah Baring
Diet ML (makan lunak)
IVFD NaCl 0,9% 20 gtt/i
Lansoprazole 2x1
Visikral 3x1
Neurodex 2x1
Amlodipine 1x10 mg

Darah Rutin (Hb, Leukosit,


Trombosit dan LED)
Urinalisis
RFT (ureum, kreatinin, uric
acid, elektrolit)
Lipid profile
KGD ad random dan 2 jam PP
Foto toraks
USG abdomen
EKG
Endoskopi
Urea Breath Test

Monitoring vital sign/12 jam


Darah Rutin (Hb, Leukosit,
Trombosit dan LED)
Urinalisis
RFT (ureum, kreatinin, uric
acid, elektrolit)
Lipid profile
KGD ad random dan 2 jam PP
Foto toraks
USG abdomen
EKG
Endoskopi
Urea Breath Test

Monitoring vital sign/12 jam

21

22

Tanggal
29.04.201
5

S
Nyeri
epigastriu
m (+)
Insomnia

O
Sens
TD
HR
RR
T

: CM
: 150/60mmHg
: 76x/mnt
: 28x/mnt
: 36,5 oC

A
Dispepsia
Hipertensi Grade I
Insomnia

Terapi

Tirah Baring
Diet ML (makan lunak)
IVFD NaCl 0,9% 20 gtt/i
Lansoprazole 2x1
Visikral 3x1
Neurodex 2x1
Amlodipine 1x10 mg
Alprazolam 1x0,5 mg

Diagnostik

30.04.201
5

Nyeri
epigastriu
m (+)
Insomnia

Sens
TD
HR
RR
T

: CM
: 160/80mmHg
: 76x/mnt
: 40x/mnt
: 36,4oC

Dispepsia
Hipertensi Grade I
Insomnia

Tirah Baring
Diet ML (makan lunak)
IVFD NaCl 0,9% 20 gtt/i
Lansoprazole 2x1
Visikral 3x1
Neurodex 2x1
Amlodipine 1x10 mg
Alprazolam 1x0,5 mg

Captopril 2x12,5 mg

Darah Rutin (Hb, Leukosit,


Trombosit dan LED)
Urinalisis
RFT (ureum, kreatinin, uric
acid, elektrolit)
Lipid profile
KGD ad random dan 2 jam PP
Foto toraks
USG abdomen
EKG
Endoskopi
Urea Breath Test

Monitoring vital sign/12 jam


Darah Rutin (Hb, Leukosit,
Trombosit dan LED)
Urinalisis
RFT (ureum, kreatinin, uric
acid, elektrolit)
Lipid profile
KGD ad random dan 2 jam PP
Foto toraks
USG abdomen
EKG
Endoskopi
Urea Breath Test

Monitoring vital sign/12 jam

23

24

Tanggal
01.05.201
5

S
Nyeri
epigastriu
m (+)
Insomnia

O
Sens
TD
HR
RR
T

: CM
: 140/80mmHg
: 84x/mnt
: 28x/mnt
: 36,4 oC

A
Dispepsia
Hipertensi Grade I
Insomnia

Terapi

Tirah Baring
Diet ML (makan lunak)
IVFD NaCl 0,9% 20 gtt/i
Lansoprazole 2x1
Visikral 3x1
Neurodex 2x1
Amlodipine 1x10 mg
Alprazolam 1x0,5 mg

Captopril 2x12,5 mg

Diagnostik

02.05.201
5

Nyeri
epigastriu
m (+)
Insomnia

Sens
TD
HR
RR
T

: CM
: 130/90mmHg
: 77x/mnt
: 32x/mnt
: 36,3oC

Dispepsia
Hipertensi Grade I
Insomnia

Tirah Baring
Diet ML (makan lunak)
IVFD NaCl 0,9% 20 gtt/i
Lansoprazole 2x1
Visikral 3x1
Neurodex 2x1
Amlodipine 1x10 mg
Alprazolam 1x0,5 mg

Captopril 2x12,5 mg

Darah Rutin (Hb, Leukosit,


Trombosit dan LED)
Urinalisis
RFT (ureum, kreatinin, uric
acid, elektrolit)
Lipid profile
KGD ad random dan 2 jam PP
Foto toraks
USG abdomen
EKG
Endoskopi
Urea Breath Test

Monitoring vital sign/12 jam


Darah Rutin (Hb, Leukosit,
Trombosit dan LED)
Urinalisis
RFT (ureum, kreatinin, uric
acid, elektrolit)
Lipid profile
KGD ad random dan 2 jam PP
Foto toraks
USG abdomen
EKG
Endoskopi
Urea Breath Test

Monitoring vital sign/12 jam


25

BAB 4
DISKUSI DAN PERBANDINGAN
1. Pada anamnesis pasien ditemukan keluhan bloating, fullness, nausea, dan anoreksia
hal ini disebabkan karena adanya hipomotilitas antrum pada lambung.
2. Pada anamnesis pasien ditemukan keluhan konstipasi dimana keluhan tersebut tidak
spesifik pada dispepsia fungsional. Konstipasi yang terjadi pada pasien diduga
disebabkan oleh kurangnya konsumsi serat dan intake cairan pada pasien selama
dirawat.
3. Pada kasus ditemukan keluhan insomnia dimana keluhan tersebut dapat memperberat
penyakit dispepsia fungsional penderita.
4. Pada pasien diberikan Alprazolam untuk mengatasi keluhan insomnia pasien yang
diduga disebabkan adanya faktor stress psikologi dari lingkungan.
5. Pada pemeriksaan laboratorium pasien didapati LED memanjang. Hal ini bisa
disebabkan oleh beberapa faktor yaitu usia pasien dan adanya inflamasi pada pasien.

BAB 5
26

KESIMPULAN

1. Pasien dengan keluhan nyeri dan rasa terbakar di daerah epigastrik, perasaan kenyang,
dan cepat kenyang merupakan gejala utama dari dispepsia.
2. Dispepsia terbagi menjadi 2, yaitu: dispepsia organic dan dispepsia fungsional.
3. Faktor resiko dispepsia adalah usia lanjut, jenis kelamin perempuan, etnis Kaukasian,
infeksi H. pylori, faktor diet, merokok, alkohol, penggunaan NSAID, sosio-ekonomi, dan
gangguan psikologi.
4. Dispepsia fungsional dapat ditegakkan setelah dilakukan endoskopi.
5. Beberapa indikasi dilakukan endoskopi antara lain:
Pasien dengan dispepsia yang berusia >50 tahun dan/atau dengan tanda bahaya harus

menjalani evaluasi endoskopi


Pasien dengan dispepsia yang berusia <50 tahun dan tanpa tanda bahaya dapat menjalani

pemeriksaan test-and-treat untuk H. pylori


Pasien yang berusia <50 tahun dan H. pylori dapat dianjurkan pemeriksaan insial

endoskopi atau trial singkat PPI


Pasien dengan dispepsia yang tidak merespon terapi empiris PPI atau mempunyai gejala
yang berulang setelah trial yang adekuat dapat melakukan pemeriksaan endoskopi

6. Terapi utama yang diberikan pada dispepsia fungsional adalah PPI.


7. Secara umum, pasien-pasien dengan gejala dispepsia fungsional menjadi asympomatik, atau
mengalami perbaikan gejala setelah 1 hingga beberapa tahun pengobatan.

8. Walaupun dispepsia fungsional tidak mengancam jiwa, dispepsia fungsional dapat


mempengaruhi kualitas hidup penderita, memberikan beban sosial, menurunkan produktifitas,
dan penggunaan sumber pelayanan kesehatan. Sehingga diagnosa dini dan terapi yang tepat
dapat meningkatkan kualitas hidup penderita.

DAFTAR PUSTAKA

ASGE, 2007. Guideline: The Role of Endoscopy in Dispepsia. Gastrointestinal


Endoscopy, Juli, 66(6), pp. 1071-1075.
27

Djojoningrat, D., 2009. Dispepsia Fungsional. In: Interna Publishing (ed), Buku Ajar
Ilmu Penyakit Dalam, pp.529.

Drosmann, D.A., 2006. The Functional Gastrointestinal Disorder and The Rome III Process.
Gastroenterology 2006, 130, pp. 1377-1390.

Available at http://www.romecriteria.org/rome_III_gastro/
4

Accessed 30 Mei 2015


Futagami, S., Shimpuku, M., Yin, Y., 2011. Pathophysiology of Functional

Dispepsia. J Nippon Med Sch, Agustus, 78(5), pp. 280-285.


Goswami, B.D., Phukan, C., 2012. Clinical Features of Functional Dispepsia.

Supplement to Japi, Maret, 60, pp. 21-22.


Greenberger, N.J., Blumberg, R.S., Burakoff, R., 2011. Current Diagnosis &Treatment
Gastroenterology, Hepatology, &Endoscopy. New York: McGraw Hill, pp. 209-210.

Kumar, A., Patel, J., Sawant, P., 2012. Epidemiology of Functional Dispepsia.

Supplement to JAPI, Maret, 60, pp. 9-12.


Lilihata, G., Syam, A.F., 2014. Dispepsia. In: Tanto, C., Liwang, F., Hanifati, S.,

Pradipta, E.A., (eds). Kapita Selekta Kedokteran. 4th ed. Jakarta: Media Aesculapius.
Mahadeva S., Goh, K-L, 2006. Epidemiology of Functional Dispepsia: A Global

Perspective. World Journal of Gastroenterology, Mei, 12(17), pp.2661-2666.


10 Rome Foundation, 2006. Rome III Disorders and Criteria.
Available at http://www.romecriteria.org/criteria/
Accessed 30 Mei 2015
11 Tack, J., Talley, N.J., Camilleri, M., et al., 2006., Functional Gastroduodenal

Disorders. Gastroenterology 2006, April, 130, pp. 1466-1472.

28

Anda mungkin juga menyukai