Anda di halaman 1dari 10

STUDI KARAKTERISTIK SAMPAH PADA TEMPAT PEMBUANGAN AKHIR DI

KABUPATEN MAROS
Mery Selintung1, Achmad Zubair1, Ellen Anneke T.2
Abstrak
Pertambahan volume dan keberagaman karakteristik sampah yang semakin meningkat membutuhkan
penanganan dan pengolahan yang baik untuk mengantisipasi timbulnya dampak negatif terhadap lingkungan.
Sampai saat ini pengolahan persampahan seperti daur ulang sampah maupun tempat pembuangan akhir (TPA)
sampah berupa landfill (lahan urug) atau insinerator (pembakaran) masih dibutuhkan dalam mengatasi
permasalahan persampahan. Penelitian ini dimaksudkan untuk menganalisis karakteristik sampah baik pada
sumber-sumber sampah maupun pada Tempat Pembuangan Akhir (TPA) di Kota Maros dan mengkaji sistem
pengelolaan sampah di TPA Maros berdasarkan hasil analisis karakteristik sampah baik fisik maupun kimia.
Tipe penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah deskriptif kuantitatif yaitu memberi gambaran
tentang sistem pengelolaan sampah di TPA Maros, pengukuran data kuantitatif berupa timbulan, komposisi
dan densitas sampah, dan penelitian eksperimental meliputi kadar volatil, kadar abu, kadar air, nilai kalori,
konsentrasi karbon, nitrogen, fosfor, dan sulfur. Hasil penelitian dari karakteristik fisik yaitu rata-rata timbulan
sampah total rumah tangga Kota Maros 276 m 3/hari, rata-rata timbulan sampah kota yang terangkut ke TPA 62
m3/hari, komposisi sampah TPA 80,7% sampah organik dan 19,3% sampah anorganik, densitas sampah TPA
0,25 kg/ltr, kadar air 76,92%, kadar volatil 18,325%, kadar abu 81,765%, dan nilai kalori 859,825 Kkal/Kg,
sedangkan hasil karakteristik kimia yaitu kadar karbon 1,105%, kadar nitrogen 0,705%, fosfor 902,645 ppm,
dan sulfur 0,145%. Berdasarkan karakteristik sampah di TPA, proses pengomposan, daur ulang, pakan ternak
maupun controlled landfill dapat menjadi alternatif pertimbangan dalam hal pengolahan sampah di TPA
Bontoramba tetapi proses pembakaran sampah (insinerasi) kurang tepat.
Kata kunci: Karakteristik Sampah, Pengolahan, Tempat Pembuangan Akhir

PENDAHULUAN
Pertambahan jumlah penduduk,
perubahan pola konsumsi, dan gaya hidup
masyarakat terutama di kota-kota besar
telah meningkatkan jumlah timbulan
sampah,
jenis,
dan
keberagaman
karakteristik sampah.
Peningkatan jumlah sampah ini tidak
diikuti oleh perbaikan dan peningkatan
sarana dan prasarana pengelolahan
sampah.
Hal
ini
mengakibatkan
permasalahan sampah menjadi kompleks,
antara lain sampah tidak terangkut dan
terjadi pembuangan sampah liar. Sehingga
menimbulkan dampak negatif terhadap
kesehatan dan mengganggu kelestarian
fungsi lingkungan baik lingkungan
pemukiman, hutan, persawahan, sungai
dan lautan.
Pengelolahan sampah merupakan
upaya dalam mengurangi, mengumpulkan,
memindahkan, menyimpan sementara,
mengolah dan menimbun sampah.
Pengelolahan sampah dengan biaya murah,
layak dari segi kesehatan dan tidak
membawa implikasi yang negatif terhadap
1
2

lingkungan, merupakan salah satu


permasalahan serius yang harus dihadapi
oleh pemerintah kota dan harus dipikirkan
oleh semua elemen masyarakat.
Volume sampah yang dapat dikelola
oleh TPA dari beberapa kecamatan di
Kabupaten Maros mencapai sekitar 62
m3/hari. Dari 14 kecamatan di Kabupaten
Maros, cakupan pelayanan pengelolaan
persampahan hanya terbatas dalam
kawasan Kota Maros yang meliputi 4
kecamatan. Diperkirakan baru sekitar 40
% penduduk yang terlayani dikarenakan
sarana dan prasarana yang terbatas.
Sampah yang dapat diangkut ke TPA ratarata sebesar 75 % dari seluruh sampah
yang dihasilkan.
Sisa yang tidak terangkut yang tidak
terdata secara sistematis berupa sampah
yang masih bisa dimanfaatkan sendiri oleh
masyarakat, sebagian dimusnahkan secara
tradisional, sebagian diolah menjadi
kompos. Namun tidak jarang pula terlihat
masih ada yang berserakan yang berupa
timbulan sampah di pinggir jalan, di
komplek pemukiman, serta di pusat
keramaian seperti pasar dan terminal.

Dosen, Jurusan Teknik Sipil, Universitas Hasanuddin, Makassar 90245, INDONESIA


Mahasiswa, Jurusan Teknik Sipil, Universitas Hasanuddin, Makassar 90245, INDONESIA

Konsep Reduction, Reuse, Recovery,


dan Recycling merupakan pendekatan
yang telah lama diperkenalkan dalam
upaya mengurangi sampah mulai dari
sumbernya sampai di akhir pemusnahan.
Biasanya konsep ini terkait dan terpadu
dengan sistem penanganan sampah secara
keseluruhan, dan menjadi kebijakan
pemerintah dengan target yang telah
ditentukan. Selain daur ulang, composting
atau insinerasi dapat digunakan sebagai
alternatif dalam mengatasi permasalahan
persampahan. Untuk itu diperlukan
informasi tentang timbulan sampah,
komposisi sampah dan karakteristik
sampah yang akurat yang akan berguna
untuk perencanaan sistem pengelolaan
sampah di masa mendatang
Berdasarkan pada latar belakang,
maka rumusan masalah pada penelitian ini
adalah:
1. Bagaimana karakteristik fisik sampah
pada
kawasan
perumahan
dan
karakteristik fisik sampah pasar pada
Tempat Pembuangan Sementara (TPS)
di Kota Maros.
2. Bagaimana karakteristik fisik dan
karakteristik kimia sampah pada
Tempat Pembuangan Akhir (TPA)
Maros.
3. Bagaimana sistem pengelolaan sampah
pada Tempat Pembuangan Akhir (TPA)
Maros.
Jenis Sampah
Jenis sampah yang ada di sekitar kita
cukup beraneka ragam, ada yang berupa
sampah rumah tangga, sampah industri,
sampah pasar, sampah rumah sakit,
sampah pertanian, sampah perkebunan,
sampah
peternakan,
sampah
institusi/kantor/sekolah, dan sebagainya.
Berdasarkan sifat kimia unsur
pembentuknya, sampah padat dapat
digolongkan menjadi 2 (dua) yaitu sebagai
berikut :
1. Sampah organik atau sering disebut
sampah basah adalah jenis sampah yang
berasal dari jasad hidup sehingga mudah
membusuk dan dapat hancur secara alami.

Contohnya adalah sayuran, daging, ikan,


nasi, dan potongan rumput atau daun dan
ranting dari kebun.
2. Sampah non organik atau sampah kering
adalah sampah yang tersusun dari senyawa
non organik yang berasal dari sumber daya
alam tidak diperbaharui seperti mineral
dan minyak bumi atau dari proses industri.
Contohnya adalah botol gelas, plastik,
kaleng dan logam.
Karakteristik Fisik Sampah :
1. Timbulan sampah adalah volume sampah
atau berat sampah yang dihasilkan dari
jenis sumber sampah di wilayah tertentu
per
satuan
waktu
dan
diukur
komposisinya.
Timbulan
sampah
dinyatakan sebagai :
Satuan berat: kg/o/hari, kg/m2/hari,
kg/bed/hari dan sebagainya.
Satuan volume: L/o/hari, L/m2/hari,
L/bed/hari dan sebagainya.
2. Komponen komposisi sampah adalah
komponen fisik sampah seperti sisa-sisa
makanan, kertas, kayu, kain-tekstil, karetkulit, plastik, logam besi-non besi, kaca
dan lain-lain (misalnya tanah, pasir, batu,
keramik). Komposisi sampah dibagi ke
dalam
kategori
sampah
yang
terdekomposisi (sampah organik) dan
sampah yang tidak terdekomposisi
(sampah anorganik). Sampah organik
berpotensi
untuk
diproses
dengan
pengomposan
sedangkan
sampah
anorganik sebaiknya didaur ulang, apabila
tidak maka diperlukan proses lain untuk
memusnahkannya seperti pembakaran.
3. Densitas (kepadatan) sampah menyatakan
berat sampah per satuan volume.
Rendahnya
kepadatan
sampah
menyebabkan meningkatnya luas areal
yang diperlukan untuk pembuangan akhir
dan penurunan permukaan tanah setelah
penimbunan.
4. Kelembaban (Kadar Air)
Dengan mengetahui kelembaban atau
kadar air sampah dapat ditentukan
frekuensi pengumpulan sampah. Frekuensi
pengumpulan sampah dipengaruhi oleh
komposisi sampah yang dikandungnya.
2

5. Kadar Volatil
Penentuan kadar volatil bertujuan untuk
memperkirakan seberapa besar efektifitas
pengurangan
(reduksi)
sampah
menggunakan
metode
pembakaran
berteknologi tinggi.
6. Kadar Abu
Kadar abu merupakan sisa proses
pembakaran pada suhu tinggi. Dengan
penentuan kadar abu ini dapat dilihat
keefektifan kinerja proses pembakaran
tersebut.
7. Kandungan energi atau nilai kalor
Penentuan kandungan energi sampah
diperlukan dalam proses pengolahan
sampah terutama pengolahan secara
thermal yaitu memanfaatkan energi panas
seperti insinerasi (pembakaran). Upaya
untuk
mengevaluasi
kelayakan
pemungutan energi dari sampah dapat
mengurangi volume sampah mencapai 90
% (Tchobanoglous, 1993) sehingga akan
mengurangi kebutuhan lahan untuk
landfilling. Nilai kalor adalah jumlah
panas yang dilepaskan ketika satu satuan
massa bahan dibakar secara sempurna.
Timbulan, Komposisi, dan Densitas
sampah dapat digunakan sebagai bahan
pertimbangan untuk menentukan pilihan
kelayakan pengolahan sampah yaitu daur
ulang, pembuatan kompos, dan insinerasi,
seleksi jenis/tipe peralatan pengumpulan
dan
peralatan
pemindahan
untuk
transportasi sampah dan desain TPA.
Karakteristik Kimia Sampah :
Penentuan karakteristik kimia sampah
diperlukan dalam mengevaluasi alternatif
suatu proses dan sistem recovery yang
dapat dilakukan pada suatu limbah padat,
misalnya untuk mengetahui kelayakan
proses composting atau pembakaran
sampah.
Karakteristik kimia yaitu
khususnya yang menggambarkan susunan
kimia sampah yang meliputi persentase
kandungan unsur karbon, nitrogen, fosfor
dan sulfur.
1. Rasio C/N

Rasio C/N yang efektif untuk proses


pengomposan berkisar antara 30: 1 hingga
40:1. Rasio C/N berpengaruh pada
pertumbuhan
mikroorganisme
dan
produksi biogas. Biogas adalah gas yang
dihasilkan oleh aktivitas anaerobik atau
fermentasi dari bahan-bahan organik yaitu
sampah biodegradable. Rasio C/N sangat
penting untuk memasok hara yang
diperlukan mikroorganisme selama proses
pengomposan
berlangsung.
Mikroba
memecah senyawa C sebagai sumber
energi dan menggunakan N untuk sintesis
protein. Rasio C/N merupakan faktor
penting dalam mendesain pengolahan
sampah biologi seperti dalam proses
pembentukan kompos.
2. Fosfor dan Sulfur
Dalam
kondisi
aerob
mikroba
memanfaatkan oksigen bebas untuk
mendekomposisikan bahan organik dan
mengasimilasi sebagian unsur karbon,
nitrogen, fosfor, belerang serta unsur lain
yang diperlukan untuk mensintesis
protoplasma sel mikroba tersebut. Kadar
sulfur merupakan unsur yang berperan
dalam bahan bakar termasuk sampah.
Pengolahan Sampah
Pengelolaan sampah merupakan
rangkaian mulai dari pengumpulan sampah
pada wadah di sumber (penghasil),
dikumpulkan
menuju
penampungan
sementara, kemudian diangkut ke tempat
pemrosesan dan daur ulang, seperti
pengomposan, insinerasi,
landfilling,
ataupun cara lain yang bertujuan untuk
menangani dampak negatif sampah
terhadap
kesehatan,
melindungi
lingkungan dari pencemaran air lindi,
gangguan estetika lingkungan dari
timbulan sampah dan pencemaran udara
dari pembakaran sampah yang tidak
sempurna.
Pembuangan Akhir Sampah
Prinsip pembuangan akhir adalah
memusnahkan sampah domestik di suatu
lokasi pembuangan akhir. Jadi tempat

pembuangan akhir merupakan tempat


pengolahan sampah. Menurut SNI 192454-2002 tentang teknik operasional
pengelolaan sampah perkotaan, secara
umum teknologi pengolahan sampah
dibedakan menjadi 3 (tiga) metode yaitu :
a. Open Dumping
Dilakukan dengan cara sampah dibuang
begitu saja di tempat pembuangan akhir
(TPA) dan dibiarkan terbuka sampai pada
suatu saat TPA penuh dan pembuangan
sampah dipindahkan ke lokasi lain atau
TPA yang baru.
b. Controlled Landfill
Dilakukan dengan cara sampah
ditimbun, diratakan dan dipadatkan
kemudian pada kurun waktu memperkecil
pengaruh yang merugikan terhadap
lingkungan. Bila lokasi pembuangan akhir
telah mencapai akhir usia pakai, seluruh
timbunan sampah harus ditutup dengan
lapisan tanah. Diperlukan persediaan tanah
yang cukup sebagai lapisan tanah penutup.
c. Sanitary Landfill
Adalah sistem pembuangan akhir
sampah yang dilakukan dengan cara
sampah
ditimbun
dan
dipadatkan,
kemudian ditutup dengan tanah sebagai
lapisan penutup. Hal ini dilakukan terus
menerus secara berlapis-lapis sesuai
rencana yang telah ditetapkan. Pekerjaan
pelapisan sampah dengan tanah penutup
dilakukan setiap hari pada akhir jam
operasi. Diperlukan persediaan tanah yang
cukup untuk menutup timbunan sampah.
Keuntungannya adalah pengaruh timbunan
sampah terhadap lingkungan sekitarnya
relatif lebih kecil dibanding sistem
controlled landfill.
Daur Ulang Sampah
Pengolahan sampah adalah suatu
upaya untuk mengurangi volume sampah
atau merubah bentuk menjadi lebih
bermanfaat. Sampah yang telah terkumpul
dapat diolah lebih lanjut, baik di lokasi
sumber sampah maupun setelah sampai di
TPA. Tujuannya agar sampah dapat
dimanfaatkan kembali, sehingga dapat

mengurangi tumpukan sampah serta


memperoleh nilai ekonomi dari sampah.
Beberapa pengolahan sampah yang
biasanya dilakukan adalah :

1. Pengolahan Sampah Organik


Sampah organik untuk pakan ternak
Sampah organik, khususnya sisa makanan,
dapat diolah lebih lanjut menjadi pakan
ternak. Sampah yang telah dipilah,
kemudian dijadikan pakan ternak sapi.
Dari sampah organik yang kebanyakan
merupakan sisa makanan merupakan
pakan ternak sapi.
Kompos
Sampah organik juga bisa dimanfaatkan
untuk sektor pertanian. Dengan bantuan
mikroorganisme
(mikroba),
sampah
organik
bisa
dimanfaatkan
untuk
pemupukan tanaman, yaitu melalui proses
pengomposan. Kompos adalah hasil
penguraian parsial/tidak lengkap dari
campuran bahan-bahan organik yang dapat
dipercepat secara artifisial oleh populasi
berbagai macam mikroba dalam kondisi
lingkungan yang hangat, lembab, dan
aerobik atau anaerobik (Modifikasi dari
J.H. Crawford, 2003).

2. Pengolahan Sampah Anorganik


Reduce (Mengurangi penggunaan)
Reuse (Menggunakan ulang)
Recycle (Daur ulang)
Pengomposan
Pengomposan merupakan teknik
pengolahan
sampah
organik
yang
biodegradable, sampah tersebut dapat
diurai oleh mikroorganisme atau cacing
(vermicomposting) sehingga terjadi proses
pembusukan, kompos yang dihasilkan
sangat baik untuk memperbaiki struktur
tanah karena kandungan unsur hara dan
kemampuannya menahan air (Damanhuri
2003).
Proses pengomposan dapat terjadi
secara aerobik (menggunakan oksigen)
atau anaerobik (tidak ada oksigen). Proses
aerobik, dimana mikroba menggunakan

oksigen dlam proses dekomposisi bahan


organik. Proses dekomposisi dapat juga
terjadi tanpa menggunakan oksigen yang
disebut proses anaerobik. Namun proses
ini tidak diinginkan selama proses
pengomposan karena akan dihasilkan bau
yang tidak sedap.
Pembakaran (Insinerasi)
Proses pembakaran ini sangat
dipengaruhi oleh karakteristik dan
komposisi sampah yaitu :
1. Nilai kalor dari sampah, dimana
semakin tinggi nilai kalor sampah maka
akan semakin mudah proses pembakaran
berlangsung. Persyaratan nilai kalor adalah
4500 kJ/kg sampah agar dapat terbakar.
2. Kadar air sampah, semakin kecil dari
kadar air maka proses pembakaran akan
berlangsung lebih mudah.
3. Ukuran
partikel,
semakin
luas
permukaan kontak dari partikel sampah
maka semakin mudah sampah terbakar.
METODE PENELITIAN
Penelitian dilaksanakan di Tempat
Pembuangan Akhir (TPA) Bontoramba
Kabupaten Maros dan di Kota Maros
dengan mengambil lokasi sebanyak 3
perumahan yang terdiri dari perumahan
mewah di perumahan Mustika Maros,
perumahan menengah di perumahan Palu
Cipta dan perumahan sederhana di
perumahan Maccopa Indah. Selain itu
mengambil 2 Tempat Penampungan
Sementara (TPS) pasar, yaitu pasar
Tradisional Modern dan pasar Sentral
Maros. Penelitian dilakukan pada bulan
Juli sampai dengan Oktober 2012.
Pengumpulan data primer, berupa
jumlah sampel sampah yang dibagi atas
tingkat pendapatan penduduk. Penentuan
jumlah sampel serta metode pengambilan
dan pengukuran contoh timbulan dan
komposisi sampah didasarkan pada
metode SNI 19-3964-1994. Pengujian
sampel sampah dilakukan di lapangan dan
di laboratorium. Pengujian sampel sampah
di lapangan adalah analisis timbulan
sampah secara berat dan volume,

komposisi, dan densitas sampah. Di


laboratorium untuk pengujian karakteristik
fisik dan kimia sampah pada TPA.
Penentuan
lokasi
pengambilan
sampel
sampah
dilakukan
dengan
menggunakan metode stratified random
sampling. Pengolahan data berupa analisis
timbulan, komposisi dan karakteristik
sampah.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Karakteristik Fisik Sampah
1. Timbulan Sampah
Dari hasil pengukuran timbulan
sampah rumah tangga, maka dapat
diketahui rata-rata timbulan sampah 2,14
ltr/org/hari
atau
0,34
kg/org/hari.
Berdasarkan jumlah penduduk Kota Maros
tahun 2012 sebesar 129.142 jiwa maka
sampah total rumah tangga Kota Maros
276 m3/hari. Rata-rata volume timbulan
sampah yang masuk ke TPA Bontoramba
per harinya 62 m3/hari. Berkurangnya
volume timbulan sampah dari sumber ke
TPA
disebabkan
oleh
terjadinya
kehilangan sampah di setiap tahapan
proses operasional pengelolaan sampah
tersebut atau reduksi sampah di sumber,
terutama
karena
adanya
aktivitas
pemulungan atau pemilahan sampah.
Untuk timbulan sampah rumah
mewah 2,38 ltr/org/hari, rumah sedang
2,22 ltr/org/hari, rumah sederhana 1,87
ltr/org/hari. Dapat dilihat dengan jelas
bahwa
semakin
tinggi
tingkat
kesejahteraan atau pendapatan masyarakat
semakin tinggi pula timbulan sampah yang
dihasilkan.

lebih
besar
dibandingkan
anorganik 19,3%.

2. Komposisi Sampah

sampah makanan

kertas

kayu

logam

kaca

dll

kain

karet/kulit

plastik

Gambar 1. Komposisi Sampah Rumah


Tangga
Berdasarkan komposisi sampah
rumah tangga diperoleh sampah organik
83,04% lebih besar dibandingkan sampah
anorganik 16,96%.
4.55
1.54
0.13
S ampah makanan

0.04

0.81
Logam

Kertas

0.43

Kayu

Kain

karet/kulit

Plastik

3.7

88.79
Kaca

Dll

Gambar 2. Komposisi Sampah Pasar


Berdasarkan komposisi sampah
pasar diperoleh sampah organik 93,3%
lebih
besar
dibandingkan
sampah
anorganik 6,7%.

S ampah Makanan

Plas tik

Kertas

Kain

Kayu

Kaca

Kaleng/Bes i

Karet

Gambar 3. Komposisi Sampah TPA


Berdasarkan komposisi sampah di
TPA diperoleh sampah organik 80,7%

sampah

3. Densitas Sampah
Berdasarkan hasil analisis data dan
penelitian, densitas rata-rata sampah
rumah tangga di Kota Maros 0,16 kg/ltr
sedangkan di TPA Bontoramba 0,25 kg/ltr.
Densitas sampah yang tidak terlalu besar
diakibatkan oleh tidak adanya pemadatan
sampah di TPA.
4. Kelembaban (Kadar Air)
Penelitian
dari
laboratorium
menunjukkan kadar air atau kelembaban
sampah di TPA Bontoramba adalah
76,92%. Untuk sampah domestik tipikal
kelembaban
adalah
15

40%
(Tchobagnolous,
1993).
Tingginya
kelembapan sampah karena komponen
terbanyaknya
merupakan
sampah
makanan. Seperti yang diketahui bahwa
sampah makanan mempunyai kadar air
yang tinggi yaitu 70% dibandingkan
dengan komponen sampah lainnya.
Kelembapan memegang peranan
yang sangat penting dalam proses
metabolisme mikroba dan secara tidak
langsung berpengaruh pada suplay
oksigen.
Mikroorganisme
dapat
memanfaatkan bahan organik apabila
bahan organik tersebut larut di dalam air.
Kelembapan 40 - 60 % adalah kisaran
optimum untuk metabolisme mikroba.
Apabila kelembapan di bawah 40%,
aktivitas mikroba akan mengalami
penurunan dan akan lebih rendah lagi pada
kelembapan 15%. Apabila kelembapan
lebih besar dari 60%, hara akan tercuci,
volume udara berkurang, akibatnya
aktivitas mikroba akan menurun dan akan
terjadi
fermentasi
anaerobik
yang
menimbulkan bau tidak sedap.
Nilai kadar air yang tinggi
menyatakan bahwa terdapat cukup
oksigen, yang berpotensi sebagai sumber
bahan baku kompos. Kompos terbentuk
dari degradasi sampah secara aerob
(dengan oksigen).

5. Kadar Volatil
Berdasarkan
pemeriksaan
di
laboratorium, kadar volatil sampah di TPA
Bontoramba yaitu 18,325%. Untuk
sampah domestik kadar volatil sampah
berkisar 40 60% (Tchobagnolous,1993).
Dengan kandungan kelembaban sebesar
76,92 %
dan kadar volatil sebesar
18,325%, maka dapat dikatakan sampah di
TPA Bontoramba tidak dapat tereduksi
dengan proses pembakaran pada suhu
tinggi.
6. Kadar Abu
Berdasarkan analisis laboratorium
diperoleh kadar abu sampah di TPA
Bontoramba sekitar 81,675%. Dari
literatur didapatkan kadar abu sebesar 10
30% (Tchobanoglous, 1993). Ini berarti
keseluruhan total sampah yang dibakar
tersisa sekitar 81,675% berupa abu.
Kriteria insinerasi yaitu kadar kelembapan
15-35%, kadar volatil 50-65%, abu 3-9%.
Berdasarkan kriteria tersebut, dari hasil
penelitian menunjukkan bahwa proses
pembakaran sampah (insinerasi) tidak
dapat menjadi alternatif pertimbangan
dalam hal pengolahan sampah di TPA
Bontoramba.
Karakteristik Kimia Sampah
1. Rasio C/N dan Fosfor
Rasio C/N sampah domestik di
TPA Bontoramba dalam penelitian sebesar
1,567 dengan kadar karbon 1,105% dan
kadar nitrogen 0,705%. Rasio C/N yang
efektif untuk proses pengomposan berkisar
antara 30:1 hingga 40:1. Kecilnya rasio
C/N disebabkan kurangnya kandungan
karbon pada sampah dimana sebagian
besar berupa sayuran dengan kandungan
nitrogen yang cukup tinggi.
Jika rasio C/N tinggi (ketersediaan
nitrogen
terbatas),
mikroba
akan
kekurangan N untuk sintesis protein
sehingga dekomposisi berjalan lambat.
Untuk menurunkan rasio C/N diperlukan
perlakuan khusus, misalnya menambahkan
mikroorganisme selulotik atau dengan
menambahkan kotoran hewan karena

kotoran hewan mengandung banyak


senyawa nitrogen.
Jika Rasio C/N terlalu rendah
(ketersediaan karbon terbatas) tidak cukup
senyawa sebagai sumber energi yang
dimanfaatkan
mikroorganisme
untuk
mengikat
seluruh
nitrogen
bebas.
Kelebihan nitrogen yang tidak dipakai oleh
mikroorganisme tidak dapat diasimilasi
dan akan hilang (bebas dilepaskan) melalui
volatisasi sebagai amonia yang dapat
meracuni dan mematikan jenis mikroba
yang diperlukan dalam pengomposan
sehingga
kompos
yang
dihasilkan
mempunyai kualitas rendah.
Sedangkan nilai Fosfor dari hasil
pemeriksaan yaitu 902,645 ppm. Dalam
kondisi aerob mikroba memanfaatkan
oksigen bebas untuk mendekomposisikan
bahan organik dan mengasimilasi sebagian
unsur karbon, nitrogen, fosfor, dan sulfur
untuk mensintesis protoplasma sel
mikroba tersebut. Sehingga kadar fosfor
yang tinggi, unsur karbon, dan nitrogen,
merupakan unsur yang diperlukan dalam
proses dekomposisi bahan organik pada
kondisi aerob. Selain itu, fosfor juga
bermanfaat dalam pembuatan pupuk
organik cair.
2. Nilai Kalor dan Sulfur
Berdasarkan
pemeriksaan
di
laboratorium, nilai kalori sampah di TPA
Bontoramba yaitu 859,825 Kkal/Kg dan
kadar sulfurnya yaitu 0,145%. Nilai Kalori
atau kandungan energi pada sampah
berperan dalam pengelolaan sampah
dengan
insinerasi
dengan
cara
memanfaatkan energi panas dan kadar
sulfur merupakan unsur yang berperan
dalam bahan bakar termasuk sampah.
Dengan nilai kalori dan kadar sulfur yang
rendah dari hasil penelitian, maka
pengelolaan sampah secara insinerasi di
TPA Bontoramba kurang tepat.
Kajian Pengolahan Sampah di TPA
Bontoramba
Berdasarkan
hasil
timbulan,
komposisi, dan karakteristik sampah di

TPA Bontoramba maka dilakukan analisis


pengolahan sampah yang dapat dilakukan
untuk mengurangi volume sampah antara
lain:
1. Daur Ulang (Recycle)
Dari hasil penelitian komposisi di
TPA Bontoramba, komponen sampah
plastik dan kertas bisa di daur ulang karena
jumlahnya relatif besar yaitu 11,44% dan
8,78%. Sedangkan sampah kaca dan logam
belum bisa di daur ulang karena jumlahnya
sedikit dan jika diolah dalam skala kecil
kurang ekonomis. Di TPA Bontoramba,
proses daur ulang belum terealisasi. Hanya
proses pengumpulan bahan daur ulang
yang dilakukan oleh para pemulung.
2. Pakan Ternak (Hog Feeding)
Berdasarkan
hasil
penelitian,
sampah di TPA Bontoramba dapat
dijadikan sebagai pakan ternak karena
sebagian besar sampah makanan yaitu
sampah makanan 71,44%. Sampah
makanan dijadikan sebagai pakan ternak
telah dilakukan oleh peternak sapi.
3. Pembuatan Kompos (Composting)
Komposisi sampah yang dapat
dilakukan proses pengomposan di TPA
Bontoramba yang sangat besar sekitar
71,44% dari total sampah. Berdasarkan
hasil penelitian sampah dekomposisi
sekitar 81,79% dan 18,21% merupakan
sampah
non
dekomposisi.
Proses
pengomposan di TPA Bontoramba hanya
dilakukan pada sampah kayu dan daundaunan.
4. Controlled Landfill
Pada TPA Bontoramba, sistem
pembuangan akhir sampah dilakukan
dengan cara penimbunan dengan fasilitas 1
(satu) unit alat berat berupa Wheel
Loader/Excavator. Metode yang dipakai di
TPA Bontoramba saat ini adalah Metode
Controlled Landfill yaitu sampah ditimbun
dan diratakan. Lahan urug terbuka
sementara yang selalu dikompaksi tiap
tebal lapisan sampah setebal 60 cm dan
diurug dengan lapisan tanah kedap air
sekitar 25 cm dalam tiap periode 14 hari
atau setelah ketinggian sampah mencapai
sekitar 2 m. Pipa-pipa ditanam pada dasar

lahan untuk mengalirkan air lindi dan


ditanam
secara
vertikal
untuk
mengeluarkan metan ke udara. Sampah di
TPA mengalami
penyusutan
yang
disebabkan oleh faktor dekomposisi,
konsolidasi maupun pemadatan oleh alat
berat.
KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan
Dari
hasil
penelitian
dan
pembahasan dapat ditarik kesimpulan
sebagai berikut:
1. Karakteristik fisik sampah rumah
tangga di Kota Maros diperoleh ratarata timbulan sampah rumah tangga
yaitu 2,14 ltr/org/hr dan sampah total
rumah tangga Kota Maros 276
m3/hari, komposisi sampah rumah
tangga diperoleh sampah organik
83,04% lebih besar dibandingkan
sampah anorganik 16,96% dan
densitas atau pemadatan sampah
rumah tangga yakni 0,16 kg/ltr.
Komposisi sampah pasar terdiri dari
sampah organik 93,3% dimana
sampah makanan memiliki persentase
yang cukup tinggi.
2. Karakteristik fisik sampah di TPA
Bontoramba yaitu rata-rata timbulan
sampah per hari di TPA Bontoramba
atau sampah kota yang terangkut ke
TPA yaitu 62 m3/hari, komposisi
sampah yaitu sampah organik 80,7%
lebih besar dibandingkan sampah
anorganik 19,3%, densitas atau
pemadatan sampah di TPA yakni 0,25
kg/ltr, kadar air 76,92%, kadar volatil
18,325%, kadar abu 81,765%, dan
nilai kalori 859,825 Kkal/Kg.
Sedikitnya sampah yang masuk ke
TPA disebabkan oleh sampah yang
tidak terangkut dan reduksi sampah di
sumber.
3. Berdasarkan karakteristik sampah di
TPA Bontoramba, dari hasil penelitian
menunjukkan
bahwa
proses
pengomposan, daur ulang, pakan
ternak maupun controlled landfill

dapat menjadi alternatif pertimbangan


dalam hal pengolahan sampah di TPA
Bontoramba tetapi proses pembakaran
sampah (insinerasi) kurang tepat.
Saran
1. Sesuai dengan SNI 19-3964-1994
data timbulan dan komposisi sampah
perlu ditinjau paling lama 5 tahun
sekali. Untuk melakukan penelitian
selanjutnya
disarankan
utnuk
melakukan penelitian dalam dua
musim.
2. Perlu dilakukan pemisahan sampah di
sumber untuk mendukung pengolahan
sampah daur ulang, composting, dan
pakan ternak. Hal itu tentunya juga
harus didukung dengan penambahan
atau pembaruan dalam hal penyediaan
tempat sampah organik dan tempat
sampah anorganik.
3. Pemerintah
diharapkan
dapat
mewadahi dalam hal pengelolaan
sampah berupa penyediaan sarana dan
prasarana sehingga TPA dapat
menjangkau dan mengelola seluruh
sampah masyarakat di Kabupaten
Maros.
4. Sebaiknya proses pengomposan di
TPA Bontoramba tidak hanya
dilakukan pada sampah kayu dan
daun-daunan saja tetapi juga pada
jenis sampah organik lainnya dan
untuk
memaksimalkan
proses
kompaksi (pemadatan) sampah di
TPA,
diperlukan
penambahan
alat/kendaraan berat.
5. Perlu dilakukan penelitian untuk
pemeriksaan
parameter-parameter
karakteristik sampah lainnya seperti
kadar hidrogen (H), oksigen (O),
Kalium (K), PH dan suhu serta
karakteristik biologi sampah agar
proses recovery pada sampah lebih
efektif.
DAFTAR PUSTAKA
Asrini dan Mahendra, S. Nogard. 2011.
Studi Karakteristik Fisik Sampah
Pada Pewadahan Rumah Tangga dan

Tempat Penampungan Sementara


(TPS) Kota Makassar. Universitas
Hasanuddin, Makassar.
Azkha,
Nizwardi.
2006.
Analisis
Timbulan,
Komposisi
dan
Karakteristik Sampah di Kota
Padang. Padang.
Badan Pusat Statistik.2011. Makassar
dalam Angka 2011, Badan Pusat
Statistik Kota Maros. Maros.
Damanhuri, E dan Padmi, T. 2006. Diktat
Kuliah Pengelolaan Sampah. Institut
Teknologi Bandung, Bandung.
DPR-RI.2008. Undang-Undang Republik
Indonesia Nomor 18 Tahun 2008
tentang
Pengelolaan
Sampah,
Tambahan
Lembaran
Negara
Republik Indonesia Tahun 2008
Nomor 69.
Khaeruddin. 2011. Studi Karakteristik
Sampah di Tempat Pembuangan
Akhir Tamangapa dan kaitannya
dengan upaya daur ulang. Universitas
Hasanuddin, Makassar.
Standar Nasional Indonesia Nomor SNI19-3964-1994
tentang
Metode
Pengambilan
dan
Pengukuran
Contoh Timbulan dan Komposisi
Sampah Perkotaan, Badan Standar
Nasional (BSN).
Standar Nasional Indonesia Nomor SNI19-7030-2004 tentang Spesifikasi
Kompos Dari Sampah Organik
Domestik, Badan Standar Nasional
(BSN).
Standar Nasional Indonesia Nomor SNI19-3983-1995 tentang Spesifikasi
Timbulan Sampah untuk Kota Kecil
dan Kota Sedang di Indonesia, Badan
Standar Nasional (BSN).
Standar Nasional Indonesia Nomor SNI19-2454-2002 tentang Tata Cara
Teknik Operasional Pengelolaan

Sampah Perkotaan, Badan Standar


Nasional (BSN).
Standar Nasional Indonesia Nomor SNI
3242:2008
tentang
Pengelolaan
Sampah di Pemukiman, Badan
Standar Nasional (BSN).
Tchobanoglous, G. Theisen, H & Vigil,
S.A. 1993. Integrated Solid Waste
Management Engineering Principles
and Management Issues. Singapore.
Mc Graw-Hill.

10

Anda mungkin juga menyukai