MINOR ILLNESS
DISORDER RELATED TO COLD AND ALLERGY, COUGH
Disusun oleh:
Kelompok 6 minat FI
No.
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
Nama Mahasiswa
NIM
Aulia Nur
Titis Arrianti Pratiwi
Nauval Arrazy Asawimanda
Anindita Fahma
Dwninita Andini Palilu
Novita Nur Diarini
Dwiky Ramadhani Kurniawati
Raisatun Nisa Sugiyanto
14/375225/FA/10298
14/375242/FA/10313
14/374333/FA/10246
14/374208/FA/10225
14/374312/FA/10245
14/374580/FA/10259
14/374637/FA/10271
14/374883/FA/10288
FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS GADJAH MADA
YOGYAKARTA
2014
DEMAM
I. Pendahuluan
Demam merupakan suatu gejala kenaikan suhu tubuh melebihi suhu inti
normal tubuh yang terjadi karena adanya peningkatan ambang batas pusat
termoregulasi pada
hipotalamus
anterior. Munculnya
demam umumnya
merupakan respon tubuh terhadap adanya pirogen di dalam tubuh pada kejadian
infeksi, namun demam juga dapat muncul menyertai penyakit-penyakit lain
seperti pada beberapa macam tumor (Berardi et al., 2009; Mutschler, 1986).
Walaupun demam merupakan gejala yang bersifat self-limited dan tidak
membahayakan, demam merupakan penyebab terbesar ke-16 pasien mencari
layanan kesehatan dikarenakan demam menyebabkan ketidaknyamanan pada
pasien, menurunkan produktivitas kerja, dan dapat menandai adanya gejala
patologi yang serius seperti infeksi akut. Angka kejadian demam pada anak jauh
lebih besar dibandingkan pada dewasa (Berardi et al., 2009).
II. Patofisiologi
Suhu inti tubuh didefinisikan sebagai suhu dari darah yang mengalir pada
hipotalamus, dengan suhu normal berada pada 37,8C (100F). Suhu inti tubuh
diregulasi oleh mekanisme umpan balik antara pusat termoregulatori pada
hipotalamus anterior dengan reseptor termosensitif pada kulit dan sistem saraf
pusat. Mekanisme tersebut mempertahankan suhu tubuh antara 36,4C hingga
37,2C. Variasi dari suhu tubuh dapat terjadi karena aktivitas, pakaian yang
dikenakan, ritme sirkadian manusia, hingga kondisi lingkungan sekitar. Untuk
mempertahankan suhu tubuh pada taraf normal tubuh memiliki mekanisme
fisiologis untuk menurunkan suhu tubuh yang berlebih seperti dengan berkeringat
dan vasodilatasi pembuluh darah perifer dan juga untuk meningkatkan suhu tubuh
yang menurun seperti dengan vasokonstriksi pembuluh darah, menggigil, dan
piloereksi (Berardi et al., 2009; Ismoedijanto, 2000).
Demam adalah reaksi peningkatan suhu tubuh yang terjadi pada semua
vertebrata dan sebagian avertebrata termasuk manusia. Munculnya demam pada
manusia dapat terjadi karena respon tubuh terhadap infeksi maupun karena
penyebab noninfeksi seperti kondisi patologis tertentu, kerusakan jaringan, reaksi
antigen dengan antibodi dalam tubuh, reaksi terhadap obat-obatan tertentu, hingga
Tipe-Tipe Demam
Beberapa tipe demam yang mungkin dijumpai, antara lain:
Demam septik
Pada tipe demam septik, suhu badan berangsur naik ke tingkat yang tinggi
sekali pada malam hari dan turun kembali ke tingkat di atas normal pada
pagi hari. Sering disertai keluhan mengigil dan berkeringat. Bila demam
yang tinggi tersebut turun ke tingkat yang normal dinamakan juga demam
hektik.
Demam remiten
Pada tipe demam remiten, suhu badan dapat turun setiap hari tetapi tidak
pernah mencapai suhu badan normal. Perbedaan suhu yang mungkin
tercatat dapat mencapai dua derajat dan tidak sebesar perbedaan suhu yang
dicatat pada demam septik.
Demam intermiten
Pada tipe demam intermiten, suhu badan turun ke tingkat yang normal
selama beberapa jam dalam satu hari. Bila demam seperti ini terjadi setiap
dua hari sekali disebut tersiana dan bila terjadi dua hari bebas demam
diantara dua serangan demam disebut kuartana.
Demam kontinyu
Pada tipe demam kontinyu variasi suhu sepanjang hari tidak berbeda lebih
dari satu derajat. Pada tingkat demam yang terus-menerus tinggi sekali
disebut hiperpireksia.
Demam siklik
Pada tipe demam siklik terjadi kenaikan suhu badan selama beberapa hari
yang diikuti oleh periode bebas demam untuk beberapa hari yang
kemudian diikuti lagi oleh kenaikan suhu seperti semula (Nelwan, 1987).
IV.
Deteksi Demam
Demam memiliki berbagai gejala yang nonspesifik dan tidak selalu dialami
oleh tiap penderita. Deteksi terjadinya demam secara tepat dilakukan dengan
mengetahui adanya peningkatan suhu tubuh melebihi suhu tubuh normal.
Pengukuran suhu tubuh dengan tangan pada angguta badan tertentu seperti dahi
hanya dapat digunakan untuk mengetahui suhu tubuh secara subjektif saja. Cara
ini tidak dapat digunakan untuk mengetahui suhu tubuh secara tepat dan tidak
dapat mendasari apakah seseorang mengalami peningkatan suhu inti tubuh. Untuk
mengetahui adanya peningkatan suhu tubuh secara akurat dapat dilakukan dengan
mengukur suhu tubuh dengan termometer dan dengan metode yang tepat. Metode
pengukuran suhu tubuh dengan termometer harus mempertimbangkan tempat
pengukuran, usia penderita, aktivitas dan kondisi emosional penderita, suhu
lingkungan, dan waktu pengukuran untuk mendapatkan hasil yang akurat (Berardi
et al., 2009).
Pengukuran suhu tubuh dapat dilakukan pada beberapa lokasi, yaitu pada
mulut, kening (temporal), liang telinga, ketiak, dan pada dubur. Perbedaan lokasi
pengukuran suhu tubuh membutuhkan termometer dengan teknik pengukuran
yang berbeda dan interpretasi hasil yang berbeda pula. Pengukuran suhu tubuh
melalui dubur merupakan standar dalam mengukur suhu tubuh karena dapat
mengukur suhu inti tubuh secara konsisten, tetapi dikarenakan teknik yang relatif
sulit, perlunya pelatihan yang cukup, dan kurang nyaman bagi pasien, pengukuran
suhu tubuh pada lokasi lain lebih sering digunakan dibanding pengukuran melalui
dubur. Perbedaan hasil pengukuran dari tempat pengukuran yang berbeda adalah
normal dan tidak menunjukkan kesalahan dalam pengukuran suhu tubuh
mengingat suhu tubuh dipengaruhi pula oleh suhu lingkungan (Berardi et al.,
2009).
Tabel 1. Rentang suhu tubuh dan batasan demam pada tempat pengukuran suhu
yang berbeda (Berardi et al., 2009).
Sumber Pengukuran
Rektal
Range Normal
97,9F 100,4F
Demam
>100,4F (38,0C)
Oral
(36,6C-38,0C)
95.9F - 99,5F
>99,7F (37,6C)
Axillary (Ketiak)
(35,5C 37,5C)
94,5F 99,9F
>99,3F (37,4C)
(34,7C 37,3C)
(Selaput 96,3F 99,9F
>100F (37,8C)
Tympanic
telinga)
(35,7C 37,7C)
V. Pengobatan Demam
Demam merupakan gejala yang menandakan adanya kejadian patologis yang
sedang terjadi di dalam tubuh, sehingga pengobatan demam seharusnya dikalukan
dengan menghilangkan penyebab utama dari demam itu sendiri. Tetapi dalam
beberapa kasus demam dapat menghilang dengan sendirinya karena bersifat selflimiting disease sehingga hanya membutuhkan terapi untuk menurunkan subu
tubuh yang menjadi penyebab ketidaknyamanan pasien. Dalam pengobatan
penyakit minor, target terapi dari demam adalah meningkatkan kenyamanan
pasien dengan menurunkan suhu tubuh yang berlebih (Berardi et al., 2009).
Terapi swamedikasi untuk demam secara umum terdiri dari berbagai terapi
nonfarmakologis dan juga terapi farmakologis dengan durasi selama 3 hari. Terapi
farmakologis untuk demam terdiri dari pemberian obat-obatan antipiretik oral
yang dapat diberikan apabila suhu tubuh berada di atas 38,3C. Untuk demam
pada suhu tubuh yang lebih rendah dapat pula diberikan obat-obatan antipiretik
apabila pasien merasa tidak nyaman. Terapi swamedikasi tersebut dapat diberikan
kepada pasien dengan durasi selama 3 hari dan perlu dirujuk ke dokter apabila
demam tidak mereda setelah 3 hari (Berardi et al., 2009).
Dalam memberikan terapi swamedikasi perlu dilakukan konseling kepada
pasien untuk mendapatkan informasi yang dibutuhkan. Informasi tersebut
meliputi usia pasien, suhu tubuh pasien, ketepatan pengukuran suhu tubuh, dan
riwayat penyakit serta alergi. Informasi tersebut nantinya digunakan untuk
mengetahui ketepatan suhu tubuh pasien dan mempengaruhi keputusan untuk
melakukan swamedikasi atau perlu dirujuk ke dokter. Swamedikasi dapat
diberikan pada pasien demam apabila pasien tidak melampaui batasan sebagai
berikut:
Suhu tubuh terukur dari dubur sama dengan atau lebih dari 40C pada pasien
Adanya gangguan terhadap sistem imun seperti pasien dengan HIV/AIDS dan
kanker.
Kerusakan pada sistem saraf pusat.
Adanya riwayat demam dengan kejang terutama pada masa anak.
Demam yang terjadi lebih dari 3 hari dengan maupun tanpa terapi.
Pasien anak dengan ruam atau bercak pada kulit.
Pasien anak yang mengalami muntah dan atau tidak mau minum.
Pasien anak yang sangat mengantuk, sulit bangun, dan atau rewel(Berardi et
al., 2009).
Terapi nonfarmakologis yang dapat diberikan pada kasus demam antara lain
memberikan cairan yang cukup kepada pasien, mengenakan pakaian yang longgar
dan ringan, dan tidur tanpa selimut dalam ruangan dengan suhu terjaga pada
25,7C. Pada pasien demam terutama anak, pasien mengeluarkan banyak cairan
tubuh untuk menurunkan panas tubuh yang berlebih sehingga kebutuhan cairan
pada pasien demam menjadi lebih tinggi dibandingkan pada kondisi normal.
Mengenakan pakaian longgar dan ringan serta tidur pada ruangan dengan suhu
terjaga tanpa selimut mampu mempercepat turunnya suhu tubuh yang berlebih
akibat demam. Terapi nonfarmakologis dengan mandi atau kompres relatif kurang
bermanfaat karena turunnya suhu tubuh hanya bersifat sementara karena suhu
tubuh dapat naik karena menggigil dan dapat menyebabkan toksisitas alkohol
apabila dilakukan dengan alkohol (Berardi et al., 2009).
Obat-obatan antipiretik untuk pasien demam bekerja malalui penghambatan
pada enzim siklooksigenase. Aksi antipiretik tersebut terjadi pada hipotalamus
anterior sebagai pusat termoregulasi tubuh dengan menghambat sintesis dari
prostaglandin E2 yang mampu menaikkan ambang batas suhu tubuh.
Penghambatan oleh turunan salisilat dan obat antiinflamasi nonsteroid (NSAID)
bekerja pada enzim siklooksigenase secara perifer, sementara parasetamol mampu
menghambat enzim siklooksigenase pada sistem saraf pusat. Terapi antipiretik
secara swamedikasi terpilih untuk demam adalah pemberian parasetamol atau
ibuprofen (Berardi et al., 2009).
Parasetamol merupakan obat antipiretik yang paling sering digunakan untuk
mengobati demam baik pada pasien dewasa maupun anak. Dosis yang
direkomendasikan untuk demam adalah 10-15 mg/kgBB setiap 4-6 jam dengan
penggunaan maksimum 5 kali dalam sehari. Efek antipiretik dari parasetamol
mencapai puncaknya pada 2 jam setelah penggunaan obat pada dosis yang
direkomendasikan (Berardi et al., 2009). Parasetamol tersedia dalam bentuk
generik dan obat berlabel dagang dengan dosis lazim tersedia di Indonesia sebesar
500 mg dan 120 mg/5 ml. Beberapa merek dagang parasetamol tunggal yang
beredar di Indonesia antara lain Panadol, sementara merek dagang parasetamol
kombinasi adalah Alfidon dengan kafein 50 mg. Kontraindikasi dari produk ini
adalah jangan digunakan pada penderita kelainan hati.
Ibuprofen adalah obat golongan antiinflamasi nonsteroid yang paling umum
digunakan untuk meredakan demam. Penggunaan ibuprofen untuk demam tidak
direkomendasikan untuk pasien anak dengan usia 6 bulan ke bawah. Dosis
ibuprofen yang direkomendasikan adalah sebesar 5-10 mg/kgBB setiap 6-8 jam
dan penggunaan tidak lebih dari 4 kali dalam sehari.
Berdasarkan studi
memiliki
demam
menggunakan
obat
antiinflamasi
nonsteroid
ALERGI
I. Pendahuluan
Alergi adalah reaksi hipersensitivitas tubuh terhadap suatu zat/alergen
yang pada individu normal tidak berbahaya namun pada individu yang sensitif
dapat memicu timbulnya reaksi alergi. Reaksi alergi akan muncul setelah tubuh
terpapar alergen, dapat melalui saluran pernapasan, mulut, atau kulit. Alergen
dapat berupa makanan, debu, kutu binatang atau hal lainnya (Anonim, 2011).
II. Fisiologis/Etiologi
Alergi terjadi karena tubuh terpapar alergen. Alergen kemudian diproses
oleh limfosit untuk menghasilkan antigen spesifik IgE. Hal ini menyebabkan
sensitisasi pada orang secara genetik rentan terhadap alergen tersebut. Pada
saat terjadi paparan ulang, IgE yang berikatan dengan sel mast berinteraksi
dengan alergen. Reaksi segera terjadi dalam hitungan menit, yang
menyebabkan pelepasan cepat mediator yang terbentuk sebelumnya serta
mediator yang baru dibuat melalui jalur asam arakidonat. Mediator
hipersensitivitas meliputi histamin, leukotrien, prostaglandin, dan PAF
10
11
12
masuk akal.
Pasien harus dapat mempertahankan pola hidup normal, termasuk
berpartisipasi dalam kegiatan luar ruangan dan bermain dengan hewan
peliharaan sesuai dengan keinginan.
(Sukandar et al., 2008)
13
obat-obat yang diresepkan oleh dokter. Dalam batasan minor illness, seseorang
dapat melakukan terapi swamedikasi dengan obat OTC dengan batasan bahwa
gejala yang muncul tidak menyebabkan infeksi sinus yang berulang, infeksi
telinga, dan juga gejala lain seperti pusing, batuk-batuk, dan bersin-bersin yang
sangat mengganggu pekerjaan.
Obat OTC juga dapat diberikan dengan catatan sebagai berikut:
di apotek.
Menyimpan obat-obatan pada tempat yang bersih, kering, dan terlindungi
reaksi alergi.
Menghindari hewan peliharaan yang sering menyebabkan alergi,
biasanya dari bulu-bulu hewan seperti kuving, anjing, dan burung.
14
penyaring udara.
Cegah pertumbuhan jamur di tempat-tempat yang lembab. Jamur akan
b. Terapi Farmakologi
Dalam pelayanan kesehatan yang dilakukan di apotek untuk menangani
kasus alergi terdapat beberapa jenis obat-obatan yang dapat didapatkan
OTC maupun termasuk dalam kategori OWA adalah sebagai berikut:
1. Antihistamin
Dalam mengatasi alergi, antihistamin H1 yang berfungsi
mengeblok
reseptor
H1
sehingga
mencegah
kerja
histamin.
15
tiga
ethylenediamine.
jenis
yaitu:
Alkilamin
alkylamines
menyebabkan
ethanolamine,
kantuk,
dan
sedangkan
lebar.
2. Dekongestan
Dekongestan
topikal
maupun
sistemik
merupakan
zat
16
hingga
dosis
180
mg.
Pseudoefedrin
baru
dapat
mengakibatkan naiknya tekanan darah dan laju jantung pada dosis 210
17
menghasilkan
bronkodilatasi
dengan
menginhibisi
18
eksudasi
permeabilitas
plasma.
Metilxantin
vaskular, meningkatkan
juga
klirens
menginhibisi
mukosiliar, dan
Golongan
Alkilamin,
non selektif
Etanolamin,
non selektif
Nama Obat
Chlorfeniramin
maleat
Bromfeniramin
Maleat
Deksklorofeniramin
maleat
Karbinoksamin
maleat
Difenhidramid
hidroklorid
Dosis
Efek
Dewasa
Anak
sedatif
4 mg tiap 6-12 th:
Rendah
6 jam
2 mg tiap
6 jam
2-5 th: 1
mg tiap 6
jam
Rendah
Rendah
Tinggi
25-50
5 mg/kg/
mg tiap 8 hari
sampai
jam
25 mg
per dosis
Tinggi
19
Klemastatin fumarat
Etilendiamin,
non selektif
Fenotiazin,
non selektif
Piperidin,
non selektif
II
Phtalazinon,
selektif
perifer
Piperazin,
selektif
perifer
Piperidin
1,34 mg
tiap 8
jam
6-12 th:
0,67 mg
tiap 12
jam
Pirilamin maleat
Tripelenamin
hidroklorida
Prometazin
hidroklorida
Siproheptadin
hidroklorida
Fenindamin tartrat
Azelastin (nasal)
Setirizin*
Sedang
Rendah
Sedang
Tinggi
Rendah
Rendah
Rendah
5-10 mg
1x/hari
>6 th: 5
mg
1x/hari
Desloratadin
Loratadin
Rendah
Rendah
Rendah
10 mg
6-12th:
sekali
10 mg
sehari
1x/hari
Note: *Setirizin termasuk OWA untuk penggunaan ulangan atas resep dokter.
Diberikan maksimal 10 tablet.
Dekongestan
Nama Obat
Dewasa
Dekongestan Topikal
Fenilefrin HCl
Nafazolin HCl
Tetrazolin HCl
Oksimetazolin
HCl
2-3
semprot
2x/hr
Xilometazolin 1 semprot/
HCl
2-3 tts
3x/hr
Dekongestan Oral
Pseudoefedrin 60 mg tiap
4-6 j
Dosis
Anak
Durasi
2-3 semprot
2x/hr
Hingga 4
jam
4-6 jam
4-6 jam
Hingga 12
jam
Hingga12
jam
6-12 th: 30 mg
tiap 4-6 j
Hingga 6
jam
Keterangan
KI dengan
glaukoma
20
Pseudoefedrin
SR
120 mg
tiap 12 j
2-5 th: 15 mg
tiap 4-6 j
Tidak
direkomendasi
kan
12 jam
Anti Asma
Agonis reseptor Beta-2 dan metilxantin
Nama Obat
Durasi
Bronkodilatasi Proteksi
4-8 jam
2-4 jam
4-8 jam
2-4 jam
Salbutamol*
Terbutalin**
Teofilin
*maks 1 tabung inhaler, pengulangan dari resep dokter
**maks 20 tablet/1 botol sirup, pengulangan dari dokter
VII. Penutup
Terapi yang paling efektif dari alergi adalah menghindari alergi itu sendiri
yaitu dengan terapi non farmakologi karena terapi farmakologi hanya bersifat
sementara atau tidak menyambuhkan alergi itu selama pasien masil terpapar
alergen. Oleh karena itu, penting bagi apoteker untuk memberi konseling
terhadap pasien mengenai hal itu dan menyarankan pasien untuk lebih
perhatian tendang kondisi lingkungan dan penyebab alergi itu sendiri serta bila
memungkinkan menjalankan tes untuk mengetahui dengan pasti alergi yang
dialami.
BATUK
I. Pendahuluan
Menurut Weinberger (2005) batuk merupakan ekspirasi eksplosif yang
menyediakan mekanisme protektif normal untuk membersihkan cabang
trakeobronkial dari sekret dan zat-zat asing. Batuk bukan merupakan penyakit,
tetapi merupakan gejala atau tanda adanya gangguan pada saluran pernafasan di
sisi lain. Batuk yang berlebihan dan mengganggu merupakan keluhan paling
sering yang menyebabkan pasien pergi ke dokter untuk mendapatkan pengobatan.
Batuk, pilek dan alergi merupakan penyakit yang sering menyerang
masyarakat. Datangnya pun bisa lebih dari sekali dalam setahun, terlebih pada
21
anak-anak. Bagi sebagian orang, penyakit ini malah sudah dianggap penyakit
langganan yang selalu datang setiap kali terjadi perubahan musim. Batuk pilek
beda dengan influenza. Biasanya gejala batuk pilek dimulai 2-3 hari setelah
terjadinya infeksi. Gejalanya sangat khas, yaitu bersin-bersin, hidung berair,
hidung tersumbat, batuk, suara serak. Hal itu bisa berlangsung kurang lebih
seminggu. Biasanya hanya 2-3 hari bila gejalanya ringan, tapi bisa sampai 2
minggu bila gejalanya tergolong parah. Namun bila sudah lebih dari 2 minggu
gejala pilek belum hilang juga, bisa jadi penyebabnya adalah alergi. Batuk pilek
dapat disebabkan karena pola makan yang buruk, kurangnya olahraga, stress,
dan kurang tidur. Penyebab yang paling sering adalah virus.
Obat batuk dan pilek
digunakan
bila
dirasakan
gejala
sudah
mengganggu.
22
kepada pasien untuk mengenali kandungan obat di dalamnya agar sesuai dengan
masing-masing pasien. Pada keadaan ini farmasis berperan membantu memilihkan
obat untuk pasien sesuai kondisi yang dialami pasien. Hal tersebut dapat
meningkatkan pengobatan rasional bagi pasien. Seorang Farmasis juga
bertanggung jawab apakah seorang pasien dengan kondisi yang dia alamai dapat
diobati dengan swamedikasi atau harus dirujuk ke dokter.
1. Etiologi batuk
Menurut McGowan (2006) batuk bisa terjadi secara volunter tetapi
selalunya terjadi akibat respons involunter akibat dari iritasi terhadap
infeksi, asap rokok, abu dan bulu hewan terutama kucing. Penyebab akibat
penyakit respiratori adalah seperti asma, postnasal drip, penyakit
pulmonal obstruktif kronis, tubercullosis, pneumonia, lung abscess dan
interstitial lung disease. Semua gangguan yang menyebabkan inflamasi,
konstriksi, infiltrasi, dan kompresi jalan nafas. Batuk juga bisa terjadi
akibat dari refluks gastro-esofagus atau terapi inhibitor ACE (angiotensinconverting
enzyme).
Selain
itu,
paralisis
pita
suara
juga
bisa
2. Patogenesis Batuk
Melibatkan suatu kompleks rangkaian refleks yang bermula dari stimulasi
terhadap reseptor iritan. Sebagian besar reseptor diduga berlokasi di sistem
pernafasan, sedangkan pusat batuk diduga berada di medula. Batuk yang
efektif tergantung pada kemampuan untuk mencapai aliran udara yang
tinggi
dan
tekanan
intrathoraks,
sehingga
meningkatkan
proses
23
Menurut
Dicpinigaitis
(2009)
batuk
secara
definisinya
bisa
b. Batuk Sub-Kronis
Batuk yang terjadi setelah kejadian ISPA yang tidak terkomplikasi
pneumonia (chest X-ray normal) post-infectius cough. Jika pasien
melaporkan adanya post-nasal drip, diatasi dengan obat common cold,
tetapi batuk masih bertahan dugaan sinusitis bakterial. Bila batuk
disertai wheezes, ronchi atau karena cough variant asthma.
c. Batuk Kronis
Batuk kronis berlangsung lebih dari delapan minggu. Batuk yang
berlangsung secara berterusan akan menyebabkan kualitas hidup
menurun yang akan membawa kepada pengasingan sosial dan depresi
24
sangat
menganggu,
tidak
dimaksudkan
untuk
25
Fase inspirasi dimulai dengan inspirasi singkat dan cepat dari sejumlah besar
udara, pada saat ini glotis secara refleks sudah terbuka. Volume udara yang
diinspirasi sangat bervariasi jumlahnya, berkisar antara 200 sampai 3500 ml di
atas kapasitas residu fungsional. Penelitian lain menyebutkan jumlah udara yang
dihisap berkisar antara 50% dari tidal volume sampai 50% dari kapasitas vital.
Ada dua manfaat utama dihisapnya sejumlah besar volume ini. Pertama, volume
yang besar akan memperkuat fase ekspirasi nantinya dan dapat menghasilkan
ekspirasi yang lebih cepat dan lebih kuat. Manfaat kedua, volume yang besar akan
memperkecil rongga udara yang ter-tutup sehingga pengeluaran sekret akan lebih
mudah (Aditama, 1993).
Setelah udara di inspirasi, maka mulailah fase kompresi dimana glotis akan
tertutup selama 0,2 detik. Pada masa ini, tekanan di paru dan abdomen akan
meningkat sampai 50- 100 mmHg. Tertutupnya glotis merupakan ciri khas batuk,
yang membedakannya dengan manuver ekspirasi paksa lain karena akan
menghasilkan tenaga yang berbeda. Tekanan yang didapatkan bila glotis tertutup
adalah 10 sampai 100% lebih besar daripada cara ekspirasi paksa yang lain.
Kemudian, secara aktif glotis akan terbuka dan berlangsunglah fase ekspirasi.
Udara akan keluar dan menggetarkan jaringan saluran napas serta udara yang ada
sehingga menimbulkan suara batuk (Aditama, 1993).
Menurut Weinberger (2005) batuk bisa diinisiasi sama ada secara volunter
atau refleks. Sebagai refleks pertahanan, ia mempunyai jaras aferen dan eferen.
Jaras aferen termasuklah reseptor yang terdapat di distribusi sensori nervus
trigemineus, glossopharingeus, superior laryngeus, dan vagus. Jaras eferen pula
termasuklah nervus laryngeus dan nervus spinalis. Batuk bermula dengan
inspirasi dalam diikuti dengan penutupan glotis, relaksasi diafragma dan kontraksi
otot terhadap penutupan glotis. Tekanan intratorasik yang positif menyebabkan
penyempitan trakea. Apabila glotis terbuka, perbedaan tekanan yang besar antar
atmosfer dan saluran udara disertai penyempitan trakea menghasilkan kadar aliran
udara yang cepat melalui trakea. Hasilnya, tekanan yang tinggi dapat membantu
dalam mengeliminasi mukus dan benda asing.
26
III.
1. Sasaran Terapi
a. Menghilangkan gejala batuk
b. Menghilangkan penyakit/kondisi penyebab batuk.
2. Strategi Terapi
a. Menggunakan obat-obat antitusif atau ekspektoran
b. Menggunakan obat-obat sesuai dengan penyebabnya
c. Menghentikan penggunaan obat-obat penyebab batuk.
IV.
1. Nir-Obat
a. Tidak merokok.
b. Minum air putih yang banyak.
c. Cough drops.
d. Menjauhi dari penyebab batuk seperti abu dan asap rokok.
e. Meninggikan kepala dengan menggunakan bantal tambahan pada
waktu malam untuk mengurangkan batuk kering.
2. Obat Batuk
Menurut Beers (2003) batuk memiliki peran utama dalam mengeluarkan
dahak dan membersihkan saluran pernafasan, maka batuk yang menghasilkan
dahak umumnya tidak disupresikan. Yang diutamakan adalah pengobatan
kausa seperti infeksi, cairan di dalam paru, atau asma. Misalnya, antibiotik
akan diberikan untuk infeksi atau inhaler bisa diberi kepada penderita asma.
Bergantung pada tingkat keparahan batuk dan penyebabnya, berbagai variasi
jenis obat mungkin diperlukan untuk pengobatan. Batuk dapat diobati dengan
swamedikasi. Batuk yang perlu diwaspadai ialah batuk berdarah, tidak
sembuh-sembuh, warna sputum tidak lazim (hijau). Jika pasien dengan tandatanda seperti itu perlu tindakan merujuk ke dokter. Menurut KKM (2007)
sangat penting untuk mengobati batuk dengan jenis obat batuk yang benar.
Menurut
Beers
(2003)
pengobatan
batuk
secara
umumnya
dapat
27
Jenis-jenis obat batuk yang terkait dengan batuk yang berdahak dan tidak
berdahak yang dapat diberikan pada swamedikasi yang dibahaskan di sini
adalah mukolitik, ekspektoran dan antitusif.
a. Mukolitik
Mukolitik merupakan obat yang bekerja dengan cara mengencerkan
sekret saluran pernafasan dengan jalan memecah benang-benang
mukoprotein dan mukopolisakarida dari sputum (Estuningtyas, 2008).
Agen mukolitik berfungsi dengan cara mengubah viskositas sputum
melalui aksi kimia langsung pada ikatan komponen mukoprotein. Agen
mukolitik yang terdapat di pasaran adalah bromheksin, ambroksol, dan
asetilsistein (Estuningtyas, 2008).
(i) Bromheksin
Bromheksin merupakan derivat sintetik dari vasicine. Vasicine
merupakan suatu zat aktif dari Adhatoda vasica. Obat ini diberikan
kepada penderita bronkitis atau kelainan saluran pernafasan yang lain.
Obat ini juga digunakan di unit gawat darurat secara lokal di bronkus
untuk memudahkan pengeluaran dahak pasien. Menurut Estuningtyas
(2008) data mengenai efektivitas klinis obat ini sangat terbatas dan
memerlukan penelitian yang lebih mendalam pada masa akan datang.
Efek samping dari obat ini jika diberikan secara oral adalah mual dan
peninggian transaminase serum. Bromheksin hendaklah digunakan
dengan hati-hati pada pasien tukak lambung. Dosis oral bagi dewasa
seperti yang dianjurkan adalah tiga kali, 4-8 mg sehari. Obat ini
rasanya pahit sekali.
(ii)Asetilsistein
Asetilsistein (acetylcycteine) diberikan kepada penderita penyakit
bronkopulmonari kronis, pneumonia, fibrosis kistik, obstruksi mukus,
penyakit bronkopulmonari akut, penjagaan saluran pernafasan dan
kondisi lain yang terkait dengan mukus yang pekat sebagai faktor
penyulit (Estuningtyas, 2008). Ia diberikan secara semprotan
(nebulization) atau obat tetes hidung. Asetilsistein menurunkan
28
viskositas sekret paru pada pasien radang paru. Kerja utama dari
asetilsistein adalah melalui pemecahan ikatan disulfida. Reaksi ini
menurunkan viskositasnya dan seterusnya memudahkan penyingkiran
sekret tersebut. Ia juga bisa menurunkan viskositas sputum.
Efektivitas maksimal terkait dengan pH dan mempunyai aktivitas
yang paling besar pada batas basa kira-kira dengan pH 7 hingga 9.
Sputum akan menjadi encer dalam waktu 1 menit, dan efek maksimal
akan dicapai dalam waktu 5 hingga 10 menit setelah diinhalasi.
Semasa trakeotomi, obat ini juga diberikan secara langsung pada
trakea. Efek samping yang mungkin timbul berupa spasme bronkus,
terutama pada pasien asma. Selain itu, terdapat juga timbul mual,
muntah, stomatitis, pilek, hemoptisis, dan terbentuknya sekret
berlebihan sehingga perlu disedot (suction). Maka, jika obat ini
diberikan, hendaklah disediakan alat penyedot lendir nafas. Biasanya,
larutan yang digunakan adalah asetilsistein 10% hingga 20%.
b. Ekspektoran
Ekspektoran merupakan obat yang dapat merangsang pengeluaran dahak
dari saluran pernafasan (ekspektorasi). Penggunaan ekspektoran ini
didasarkan pengalaman empiris. Tidak ada data yang membuktikan
efektivitas ekspektoran dengan dosis yang umum digunakan. Mekanisme
kerjanya diduga berdasarkan stimulasi mukosa lambung dan selanjutnya
secara refleks merangsang sekresi kelenjar saluran pernafasan lewat
nervus vagus, sehingga menurunkan viskositas dan mempermudah
pengeluaran dahak. Obat yang termasuk golongan ini ialah ammonium
klorida dan gliseril guaiakoiat (Estuningtyas, 2008).
(i)
Ammonium Klorida
Menurut Estuningtyas (2008) ammonium klorida jarang digunakan
sebagai terapi obat tunggal yang berperan sebagai ekspektoran tetapi
lebih sering dalam bentuk campuran dengan ekspektoran lain atau
antitusif. Apabila digunakan dengan dosis besar dapat menimbulkan
asidosis metabolik, dan harus digunakan dengan hati-hati pada pasien
29
Antitusif
Menurut Martin (2007) antitusif atau cough suppressant merupakan obat
batuk yang menekan batuk, dengan menurunkan aktivitas pusat batuk di
otak dan menekan respirasi. Misalnya dekstrometorfan dan folkodin yang
merupakan opioid lemah. Terdapat juga analgesik opioid seperti kodein,
diamorfin dan metadon yang mempunyai aktivitas antitusif.
Menurut Husein (1998) antitusif yang selalu digunakan merupakan
opioid dan derivatnya termasuk morfin, kodein, dekstrometorfan, dan
fokodin. Kebanyakannya berpotensi untuk menghasilkan efek samping
termasuk depresi serebral dan pernafasan. Juga terdapat penyalahgunaan.
(i) Dekstrometorfan
Menurut Dewoto (2008) dekstrometorfan tidak berefek analgetik atau
bersifat aditif. Zat ini meningkatkan nilai ambang rangsang refleks
batuk secara sentral dan kekuatannya kira-kira sama dengan kodein.
Berbeda dengan kodein, zat ini jarang menimbulkan mengantuk atau
gangguan saluran pencernaan. Dalam dosis terapi dekstrometorfan
tidak menghambat aktivitas silia bronkus dan efek antitusifnya
bertahan 5-6 jam. Toksisitas zat ini rendah sekali, tetapi dosis sangat
tinggi mungkin menimbulkan depresi pernafasan. Dekstrometorfan
30
antibiotik)
- Dahak kental, berbau tidak enak dan berwarna hijau-kekuningan
(mungkin merupakan infeksi bakteri)
- Kehilangan berat badan atau keringat di malam hari (mungkin TBC)
- Batuk yang sangat keras secara tiba-tiba
V. EVALUASI PRODUK
No
.
1.
2.
3.
Zat Aktif
Produk
Indikasi
Bromheksin
Asecrin,
Mukolitik
(4mg/5ml
Bisolvon,
syrup;
8 Bromifar,
mg/tab)
Celovon
Asetilsistein
Fluimucyl
Mukolitik
(100
mg/bungkus
5
mg),
Sistenol (200
mg)
Ammonium
klorida
Adrylan,
benadryl,
colfin,dexyl,
komix
Ekspektoran
Efek Samping
Keterangan
31
4.
Gliseril
guaiakolat
(100 mg)
Dekstrometorf
an
Biasanya
dikombinasikan
dengan ZA lain.
Kantuk, mual, P: hipersensitif
dan muntah
Bufabat,
Ekspektoran
glyceril
guaiacolate
5.
Dextronova,
Antitusif/
Kantuk,
dextromethor batuk tidak gangguan GI
pham,Dextral berdahak
(kombinasi),
Dextromex
(kombinasi)
Tambahan kombinasi obat batuk dengan zat aktif tertentu
6. Pseudoefedrin Kemodryl,
Dekongestan Takikardi,
kontrabat,
Aritma.
Nasamex
Palpitasi, susah
forte, lapifed
buang air kecil
DM
(kombinasi)
7. Fenilefrin
Domeryl,
Dekongestan
Dextrop,
lodecon,
(kombinasi)
8. Fenilpropanol Allerin,
Dekongestan
amin
Antiza,
cymatusin
(kombinasi)
9. Difenhidramin Domeryl,
Anti
alergi Kantuk,
sakit
floradryl,
(antagonis
kepala,
Samcodryl
H1)
hipotensi, mual,
(kombinasi)
diare
10. CTM
Antiza,
Anti
alergi kantuk
Dexophan,
(antagonis
Dextrop,
H1)
Dexyl
(kombinasi)
11. Parasetamol
Anaprin,
Analgetik,
Gangguan
Antiza,
antipiretik
fungsi
hati
Bimacold,
(dosis
besar),
Bodrex
hipersensitivitas
Migra
Untuk
pasien
batuk
yang
disertai pilek.
P: hipertensi
Untuk
pasien
batuk
yang
disertai pilek.
P: hipertensi
Untuk
pasien
batuk
yang
disertai pilek.
P: hipertensi
Untuk
pasien
batuk
karena/disertai
alergi
Untuk
pasien
batuk
karena/disertai
alergi
Untuk
batuk
disertai
kepala
demam.
pasien
yang
sakit
atau
32
(kombinasi)
P:
hati
Gangguan
KASUS
Ibu Sari datang ke apotek anda ingin membeli obat untuk anaknya yang
berusia 4 tahun. Ibu Sari menyampaikan bahwa anaknya mengalami flu,
batuk berdahak dan disertai demam. Anak dari Ibu Sari sudah mengalami
gejala tersebut selama 2 hari. Ibu Sari telah memberikan parasetamol pada
anaknya, tetapi belum sembuh-sembuh. Apa pilihan obat yang tepat untuk
anak Ibu Sari?
Informasi penting:
33
1. W - Who is it for ?
Anak dari Ibu Sari, berusia 4 tahun.
2. W - What are the symptoms ?
Flu, batuk berdahak dan disertai demam.
3. H - How long have the symptoms ?
Sudah berlangsung selama 2 hari.
4. A - Actions taken so far ?
Pemberian obat parasetamol
5. M - Medications they are taking ?
Parasetamol untuk menurunkan demam (output: belum sembuh)
Terapi Farmakologi
1. Pengobatan Flu: dapat diberikan pseudoefedrin HCl Dekongestan.
Perlu diperhatikan dosis dan bentuk sediaan yang sesuai untuk anak.
KI: Hipertensi.
2. Pengobatan batuk berdahak: perlu diberikan mukolitik atau kombinasi
mukolitik-ekspektoran. Balita yang belum sempurna secara refleks
mengeluarkan dahaknya sendiri akan lebih baik jika diberi
mukolitik/ekspektoran
atau
kombinasi
mukolitik-ekpsektoran,
atau
tidak.
Jika
tidak
perlu
dilakukan
34
35
Kementrian
Kesehatan
Malaysia,
Available
from:
http://www.knowyourmedicine.gov.my/nervsmoster.cfm?
&menuid=20&action;view&retrivied;14stang=EN
diakses
tanggal
Oktober 2014
Mc Gowan, P., Jeffries, A., Turley., A, 2006, Crash Course: Respiratory System
2nd , United Kingdom, Nosby.
Neal, Michael, 2002, Medical Pharmacology at Glance 4th edition, Blackwell
Science, London.
Nelwan, R.H.H., 2006. Demam: Tipe dan Pendekatan. cit. Kusumaningrum, O.D,.
2008. Uji Aktivitas Antipiretik Infusa Rimpang Kunyit (Curcuma domestica
Val) Pada Kelinci Putih Jantan Galur New Zealand, Universitas
Muhammadiyah Surakarta, Surakarta.
Sukandar, E., Andrajati R., Sigit J., Adnyana, I., Setiadi, A., dan Kusnadar, 2002,
ISO Farmakoterapi, PT. ISFI Penerbitan, Jakarta.
Weinberger, S.E., 2005, Cough and Homotypsis 16th , USA, McGran, 205-206.