Anda di halaman 1dari 25

(31) Katakanlah: Jika memang kamu cinta kepada Allah, maka turutkanlah aku,

niscaya cinta pula Allah kepada kamu dan akan diampuniNya dosa-dosa kamu. Dan
Allah adalah
Maha
Pengampun lagi
penyanyang.

(32) Katakanlah: hendaklah kamu taat kepada Allah dan Rasul. Tetapi jika kamu
berpaling, maka
sesungguhnya
Allah tidak suka
kepada orangorang yang kafir.

Cintakan Allah
Disuruhlah kita selalu membaca al-Qur'an dengan sebenar-benar baca, artinya dengan
menjurus kan fikiran kepadanya. Dengan demikian kelak terasa hubungan di antara satu
ayat dengan ayat yang menyambutnya. Ujung ayat 30 di atas menyatakan bahwa Tuhan
Allah itu amat sayang, amat kasih kepada hamba-hambaNya. Sehingga orang yang
pernah bersalah diberi kesempatan mengikuti amalan yang jahat dengan banyak-banyak
berbuat baik disertai memohon ampun. Tuhan selalu bersedia menerima kedatangan
hambaNya yang demikian.
Apa kesan yang terasa dalam hati yang beriman bila membaca sampai di sini? Ialah
cinta, kasih-sayang Tuhan kepada hambaNya. Maka dengan sendirinyapun, dalam
perasaan si hamba terasalah pula keinginan membalas cinta itu. Bertepuk tidak sebelah
tangan hendaknya. Dalam suasana rasa yang demikian datanglah ayat lanjutan ini:




"katakanlah: Jika memang kamu cinta kepada Allah, maka turutkanlah aku, niscaya
cinta pula Allah kepada kamu dan akan diampuni Nya dosa-dosa kamu. Dan Allah
adalah Maha pengampun lagi Penyayang." (ayat 31).

Maka perasaan yang tadinya masih terasa samar-samar, laksana masih mencari-sari di
antara si hamba dengan Tuhannya, sekarang rahasia itu telah terbuka. Mari kita uraikan !
.
"Engkau telah mengatakan dalam ujung kataMu bahwa Engkau tetap belas-kasihan
kepada aku, hambaMu yang lemah ini, ya Tuhanku ! Sebenarnya aku sendiripun begitu
kepada Engkau.
Aku cinta kepada Engkau ! Engkau berikan kepadaku suatu perasaan yang halus, suatu
'iffah atau wijdan. Terasa dalam hati kecilku bahwa tidak pernah aku lepas dari
tilikanMu, selalu aku Engkau bimbing, banyak nikmatMu kepadaku. Aku selalu hanya
menerima saja, aku tidak dapat memberi kepadaMu.
Bagaimana aku akan dapat memberi sedang nyawakupun, nyawa yang sedekat-dekatnya
kepadaku, Engkau yang punya. lantaran ituah maka kasih cintaku kepada Engkau
tumbuh dengan mesranya. Aku takut kepada Engkau karena Engkau. Hanya dengan
sebuah tempurung aku menerima nikmatMu yang seluas lautan. Tetapi sungguhpun aku
takut, akupun rindu kepada Engkau. Aku cemas, tetapi di dalam cemasku itu akupun
mempunyai penuh harapan.
Tuhanku ! Engkau ada ! Sungguh Engkau ada ! Hatiku merasainya. Aku ingin sekali
berjumpa dengan engkau, tetapi aku tidak tahu ke mana jalan. Dan aku Engkau
takdirkan jadi manusia. Aku sendiri tahu kelemahan dan kekuranganku. Sebab itu
kadang-kadang terasa malu aku akan melihat Engkau, tetapi aku hendak melihat juga.
Tuhanku, tolong aku, tolong aku. Tolong aku dalam penyelesaian soalku ini."
Di sinilah datang jawaban Tuhan, dirumuskan oleh ayat ini. Jika sungguh-sungguh
engkau cinta kepadaKu, maka jalan buat menemuiKu mudah saja. Memang Aku Maha
Mengetahui, bahwa banyak hambaKu yang seperti engkau, ingin menemuiKu, ingin
bersimpuh di hadapanKu, hatinya penuh dengan ingat kepadaKu. Sebelum engkau Aku
adakanpun telah Kuketahui keinginan, kerinduan, dan kecintaan itu. Untuk itulah aku
utus RasulKu kepadamu; dialah petunjuk jalan menuju aku itu. "Hai utusanKu!
Sampaikanlah pesanKu itu kepada seluruh hambaKu yang rindu, asyik dan cinta
kepadaKu itu. Bentuklah sebuah rombongan itu; zumaran, berbondong-bondong. Tiaptiap rombongan di bawah pimpinan engkau, wahai utusanku! Katakanlah kepada mereka
wahai rasulKu, cinta mereka Aku balas, bertepuk tidak sebelah tangan. Tadi mereka
menyebut bahwa mereka sebagai manusia. pernah bersalah. Aku tahu itu, Aku lebih
tahu. Sebab Aku yang mengetahui asal kejadian. Maka apabila rombongan itu telah
terbentuk, dan mereka telah berkumpul di dalamnya, dan engkau sendiri yang
memimpin, tandanya mereka telah benar-benar telah berjalan menuju Aku. Aku ampuni
dosa mereka. Aku mempunyai pula suatu nama yang menunjukkan sifatKu yaitu
tawwab, artinya memberi taubat, menerima hambaKu yang kembali. Akupun
mempunyai suatu nama menunjukkan sifatKu, yaitu ghafur, pemberi ampun. Akupun
rahim, amat penyayang. Bagaimana akan kamu ketahui kebesaran Asma'Ku itu, kalau
yang bersalah di antara kamu memohon ampun tidak Aku ampuni?"
Ingatlah kembali salah satu sebab turunnya ayat ini, yaitu utusan dan rombongan

Nasrani 60 orang dengan 14 orang terkemuka sedang berada di Madinah.


Nabi Musa yang besar telah mengajarkan kepada Bani Israil suatu ajaran yang
berintisari pengorbanan. Sifatnya ialah jalal, kemuliaan. Nabi Isa Almasih yang agung
telah membawa lanjutan ajaran yang berdasar hubb, artinya cinta. Sifatnya ialah jamal,
keindahan. Sekarangdatang Nabi Muhammad saw. menyempurnakan penyerahan diri
kepada Tuhan itu, Islam. Sifatnya ialah kamal, kesempurnaan. Nyatalah ayat-ayat ini
meninggalkan kesan yang mendalam juga pada anggota-anggota utusan Nasrani itu;
Muhammad s.a.w, pun membicarakan dari hat cinta.
Memang cintalah pintu pengajian itu, yang selalu dibuka dengan ucapan:
"Dengan nama Allah Yang Maha Murah, lagi Penyayang."
Tetapi cinta dalam ucapan sajapun tidaklah cukup. Bahkan cinta hati tidak diikuti
pengorbanan tidaklah cukup. Menyatakan cinta, padahal kehendak hati yang dicintai
tidak diikuti, adalah cinta palsu. Allah tidak menyukai kepalsuan.
Kamu durhakai Allah, padahal kamu menyatakan cinta kepadaNya. Ini adalah mustahil
dalam kejadian, dan ini adalah ganjil Jika memang cintamu itu cinta sejati, niscaya kamu
taat kepadaNya. Sebab orang yang bercinta, terhadap yang dicintainya, selalu patuh.
Oleh sebab itu datanglah sambungan ayat:


"Katakanlah: hendaklah kamu taat kepada Allah dan Rasul" (pangkal ayat 32).
Taatlah kepada Allah dan ikuti jejak rasul, niscaya kamu akan yakin bahwa
bimbingannya tidak akan membawamu kepada kecelakaan. Apabila kamu telah cinta
kepada sesuatu, tentu keinginan kamu adalah keinginan dia. Apatah lagi cinta kepada
Allah. Kalau kamu telah cinta kepada Allah, niscaya fanalah kesukaan dirimu sendiri,
lebur ke dalam kesukaan Allah. Niscaya bertaubat kamu, hanya Satu Dia saja
ingatanmu. Tidak berbelah bagi. Kalau terbelah sedikit saja, niscaya terbelah pula
ketaatanmu, palsulah cintamu. Taat kepada rasul adalah akibat taat kepada Allah, sebab
Rasul itu diutus buat "menjemput kamu dan menunjukkan jalan serta memimpin
perjalanan itu sekali.


" Tetapi jika kamu berpaling, maka sesungguhnya Allah tidak suka kepada orangorang yang kafir "
(ujung ayat 32).
Maka adalah orang-orang yang terpacul, tercampak ke luar dari rombongan. Ada yang
mengaku cinta kepada Allah, tetapi bukan bimbingan Muhammad yang hendak
diturutinya, diapun tersingkir ke tepi. Dia maghdhub, dimurkai Tuhan.Ada yang
mencoba-coba membuat rencana sendiri, memandai-mandai, maka diapun terlempar
keluar, dia dhallin, diapun tersesat.Ada yang tidak sabar, lantas tercecer di tengah jalan.
Ada yang terpesona oleh beberapa hal yang disangka indah, sehingga dia lupa bahwa

yang akan dituju ialah yang sebenar-benar indah.


Orang-orang yang semuanya telah kafir, artinya tidak percaya lagi kepada bimbingan
Tuhan; niscaya Tuhan tidak bisa mencintai mereka. Sebab itu maka cinta yang sejati
ialah penyerahan diri bulat-bulat, bukan sayang yang terbagi-bagi.
Dan mesti sabar menerima apa yang ditimpakan kekasih. Sehingga kalau ada orang yang
mengatakan kepada kekasihnya: " walaupun ke lautan api beta ini tuan bawa, beta akan
mengikutinya juga." Ucapan yang demikian hanya layak kepada Tuhan, dan Tuhan tidak
akan membawa kecintaanNya ke lautan api, melainkan ke dalam syurga.
Ayat-ayat inipun masih berhubungan rapat dengan ayat yang diatasnya, tadi dilarang
orang yang beriman menghubungkan wilayah dengan orang kafir, jangan mengangkat
mereka jadi pelindung atau jadi pemerintahan. Kecuali kalau hendak menjaga dan
memelihara supaya jangan datang dari mereka apa yang ditakuti. Kemudian datang ayat
ini, mengatakan bahwa cinta sejati hanya kepada Allah dengan mengikuti Nabi saw.
sudah itu datang ayat yang lebih tegas menyuruh taat kepada Allah dan Rasul. Maka
kalau kita renungkan pertalian ayat ini satu dengan yang lain, nampaklah bahwa
pokoknya orang yang beriman tidak boleh berwilayah kepada orang yang kafir, kecuali
kalau sudah sangat terpaksa. Tetapi orang-orang yang imannya sudah sangat mendalam
dan cintanya yang pertama dan utama, yaitu Allah.

Cinta kepada Allah itu indah, bahkan itulah keindahan yang paling diinginkan oleh hati dan
jiwa manusia. Lebih dari itu, hati manusia tidak mungkin merasa bahagia, tenang dan damai
jika hati itu tidak mengenal, mencintai dan menghambakan diri kepada Allah semata.
Imam Ibnul Qayyim berkata: Tidak ada kebahagiaan, kelezatan, kenikmatan, dan kebaikan
bagi hati manusia kecuali (setelah) dia menjadikan Allah (sebagai) sembahannya satusatunya, puncak dari tujuannya dan Zat yang paling dicintainya melebihi segala sesuatu (yang
ada di dunia ini)[1].
Allah menggambarkan agungnya keindahan ini yang menghiasi hati hamba-hamba-Nya yang
beriman dengan iman yang sempurna, yaitu para Shahabat , Dia berfirman:
}
{
Tetapi Allah menjadikan kamu sekalian (wahai para sahabat) cinta kepada keimanan dan
menjadikan iman itu indah (seperti perhiasan) dalam hatimu serta menjadikan kamu benci
kepada kekafiran, kefasikan dan perbuatan maksiat. Mereka itulah orang-orang yang
mengikuti jalan yang lurus (QS al-Hujuraat:7).
Artinya : Allah Dialah memberikan taufik kepadamu sehingga kamu mencintai keimanan,
serta Dia menjadikan rasa cinta kepada-Nya indah di dalam hatimu dan paling kamu cintai
melebihi segala sesuatu yang ada di dunia ini, maka dengan itu kamu semakin bersemangat

melakukan segala perbuatan yang menumbuhkan dan menyempurnakan imanmu kepadaNya[2].


Imam Ibnul Qayyim berkata: Allah menjadikan hamba-hamba-Nya yang beriman cinta
kepada keimanan, yaitu (dengan) menumbuhkan dalam hati mereka rasa cinta kepada-Nya
Maka dalam ayat ini Allah mejelaskan bahwa Dia menumbuhkan di dalam hati hambahamba-Nya yang beriman dua hal; rasa cinta kepada-Nya dan indahnya rasa cinta kepadaNya, yang ini semakin memotivasi (mereka) untuk semakin mencintai-Nya, serta Dia
menumbuhkan di dalam hati mereka kebencian terhadap hal-hal yang bertentangan dengan
keimanan, yaitu kekafiran, kefasikan dan perbuatan maksiat[3].
Dalam hadits yang shahih, Rasulullah berdoa kepada Allah memohon keindahan ini:

Ya Allah, hiasilah (diri) kami dengan perhiasan (keindahan) iman, serta jadikanlah kami
sebagai orang-orang yang (selalu) mendapat petunjuk (dari-Mu) dan memberi petnjuk
(kepada orang lain)[4].

Allah Maha Indah serta Maha Mencintai dan dicintai hamba-hamba-Nya yang shaleh
Untuk memahami indahnya cinta kepada Allah , yang keindahan ini dianugerahkan-Nya
kepada hamba-hamba yang dipilih-Nya, maka marilah kita pahami dan renungkan dua nama
Allah yang termasuk al-Asma-ul husna (nama-nama Allah yang maha indah), yaitu namaNya al-Jamiil (Yang Maha Indah) dan al-Waduud (Yang Maha Mencintai dan dicintai
hamba-hamba-Nya yang shaleh).
1- Nama Allah al-Jamiil artinya: Allah Maha Indah semua perbuatan-Nya dan Maha
Sempurna semua sifat-Nya[5].
Nama Allah ini menunjukkan sempurnanya keindahan Allah pada semua nama, sifat, zat dan
perbuatan-Nya[6].
Sempurnanya keindahan inilah yang menjadikan seorang hamba yang mengenal Allah akan
mencintai-Nya dan menjadikan kecintaan tersebut sebagai keindahan yang paling
didambakan oleh hatinya melebihi segala sesuatu yang ada di dunia ini.
Imam Ibnul Qayyim berkata: Barangsiapa yang mengenal Allah dengan nama-nama-Nya
(Yang Maha Indah), sifat-sifat-Nya (Yang Maha Sempurna) dan perbuatan-perbuatan-Nya
Yang Maha Agung) maka dia pasti akan mencintai-Nya[7].
Di tempat lain, beliau berkata: Kecintaan itu memiliki dua (sebab) yang membangkitkannya,
(yaitu) keindahan dan pengagungan, dan Allah memiliki kesempurnaan yang mutlak pada
semua itu, karena Dia Maha Indah dan mencintai keindahan, bahkan semua keindahan adalah
milik-Nya, dan semua pengagungan (bersumber) dari-Nya, sehingga tidak ada sesuatupun
yang berhak untuk dicintai dari semua segi karena zatnya kecuali Allah [8].

2- Nama Allah al-Waduud artinya: Allah Maha Mencintai hamba-hamba-Nya yang beriman
dan merekapun mencintai-Nya[9].
Imam Ibnul Atsir dan Ibnul Qayyim menjelaskan bahwa nama Allah al-Waduud bisa berarti
al-mauduud (yang dicintai), artinya Allah dicintai dalam hati para kekasih-Nya (hambahamba-Nya yang taat kepada-Nya). Juga bisa berarti al-waadd (yang mencintai), artinya
Allah mencintai hamba-hamba-Nya yang shaleh[10].
Maka makna al-Waduud adalah bahwa Allah mencintai para Nabi dan Rasul-Nya, serta
orang-orang yang mengikuti (petunjuk) mereka dan merekapun mencintai-Nya. Bahkan
mereka mencintai-Nya lebih dari segala sesuatu (yang ada di dunia), sehingga hati mereka
dipenuhi dengan kecintaan kepada-Nya, lidah mereka selalu mengucapkan pujian/sanjungan
bagi-Nya dan jiwa mereka selalu tertuju kepada-Nya dalam kecintaan, keikhlasan dan
kembali kepada-Nya dalam semua keadaan[11].
Bahkan kandungan makna nama-Nya yang maha indah ini menunjukkan bahwa Allah
menyeru hamba-hamba-Nya yang beriman untuk mencintai-Nya, karena kecintaan kepadaNya adalah sumber kebahagiaan, kedamaian dan ketenangan yang hakiki bagi jiwa manusia.
Dia mengajak hamba-hamba-Nya untuk mencintai-Nya dan menjadikan-Nya lebih mereka
cintai dari segala sesuatu yang ada di dunia ini, karena semua sebab yang memotivasi
manusia untuk mencintai sesuatu di dunia ini, maka Allah memiliki semua itu secara
sempurna, bahkan kemahasempurnaan-Nya melebihi semua kesempurnaan yang bisa
dijangkau oleh pikiran manusia.
Rasulullah menggambarkan hal ini dalam sebuah doa beliau yang terkenal:

(Ya Allah), aku tidak mampu menghitung/membatasi pujian/sanjungan terhadap-Mu,
Engkau adalah sebagaimana (pujian dan sanjungan) yang Engkau peruntukkan bagi diri-Mu
sendiri[12].
Maka oleh karena itu, Allah Dialah satu-satunya Zat yang berhak dicintai dan dipuji dengan
sepenuh hati, ditinjau dari semua pertimbangan dan sudut pandang, serta Dialah semata-mata
yang berhak untuk disembah dan diibadahi.
Syaikh Abdur Rahman as-Sadi menjelaskan faidah penting ini dalam ucapan beliau: alWaduud berarti bahwa Allah mengajak hamba-hamba-Nya untuk mencintai-Nya dengan
(memperkenalkan kepada mereka) sifat-sifat-Nya yang maha indah, berbagai karunia-Nya
yang sangat luas, kelembutan-Nya yang tersembunyi dan bemacam-macam nikmat-Nya yang
tampak maupun tidak. Maka Dialah al-Waduud yang berarti al-waaddu (yang mencintai) dan
(juga) berarti al-mauduud (yang dicintai). Dialah yang mencintai para wali dan hamba yang
dipilih-Nya, dan merekapun mencintai-Nya, maka Dialah yang mencintai mereka dan
menjadikan dalam hati mereka kecintaan kepada-Nya. Lalu ketika mereka mencintai-Nya
Diapun mencintai (membalas cinta) mereka dengan kecintaan lain (yang lebih sempurna)
sebagai balasan (kebaikan) atas kecintaan (tulus) mereka (kepada-Nya).
Maka karunia/kebaikan semua kembali kepada-Nya, karena Dialah yang memudahkan segala
sebab untuk menjadikan hamba-hamba-Nya cinta kepada-Nya, Dialah yang mengajak dan

menarik hati mereka untuk mencintai-Nya. Dialah yang mengajak hamba-hamba-Nya untuk
mencintai-Nya dengan menyebutkan (dalam al-Quran) sifat-sifat-Nya yang maha luas,
agung dan indah, yang ini semua akan menarik hati-hati yang suci dan jiwa-jiwa yang lurus.
Karena sesungguhnya hati dan jiwa yang bersih secara fitrah akan mencintai (sifat-sifat)
kesempurnaan.
Dan Allah memiliki (sifat-sifat) kesempurnaan yang lengkap dan tidak terbatas. Masingmasing sifat tersebut memiliki keistimewaan dalam (menyempurnakan) penghambaan diri
(seorang hamba) dan menarik hati (hamba-hamba-Nya) untuk (mencintai)-Nya. Kemudian
Dia mengajak hamba-hamba-Nya untuk mencintai-Nya dengan berbagai macam nikmat dan
karunia-Nya yang agung, yang dengan itu Allah menciptakan, menghidupkan, memperbaiki
keadaan dan menyempurnakan semua urusan mereka. Bahkan dengan itu Allah
menyempurnakan (pemenuhan) kebutuhan-kebutuhan pokok, memudahkan urusan-urusan,
menghilangkan semua kesulitan dan kesusahan, menetapkan hukum-hukum syariat dan
memudahkan mereka menjalankannya, serta menunjukkan jalan yang lurus kepada mereka
Maka semua yang ada di dunia dari hal-hal yang dicintai oleh hati dan jiwa manusia, yang
lahir maupun batin, adalah (bersumber) dari kebaikan dan kedermawanan-Nya, untuk
mengajak hamba-hamba-Nya agar mencintai-Nya.
Sungguh hati manusia secara fitrah akan mencintai pihak yang (selalu) berbuat baik
kepadanya. Maka kebaikan apa yang lebih agung dari kebaikan (yang Allah limpahkan
kepada hamba-hamba-Nya)? Kebaikan ini tidak sanggup untuk dihitung jenis dan macamnya,
apalagi satuan-satuannya. Padahal setiap nikmat (dari Allah ) mengharuskan bagi hamba
untuk hati mereka dipenuhi dengan kecintaan, rasa syukur, pujian dan sanjungan kepadaNya[13].

Agungnya kedudukan cinta kepada Allah


Cinta kepada Allah ruh (inti) Islam, pusat poros agama, serta landasan utama kebahagiaan
dan keselamatan (di dunia dan akhirat)[14].
Bahkan inilah ruh keimanan, hakikat tauhid, inti penghambaan diri dan landasan pendekatan
diri (kepada-Nya)[15].
Imam Ibnul Qayyim berkata: Sesungguhnya cinta kepada Allah , merasa bahagia (ketika
mendekatkan diri) dengan-Nya, merasa rindu untuk berjumpa dengan-Nya, dan ridha kepadaNya adalah landasan (utama) agama Islam, landasan amal dan niat dalm Islam. Sebagaimana
pengetahuan tentang Allah (marifatullah) dan ilmu tentang nama-nama, sifat-sifat dan
perbuatan-perbuatan-Nya adalah (ilmu) yang paling agung (di antara) semua ilmu agama.
Maka mengenal Allah adalah ilmu yang paling agung, mengharapkan wajah-Nya adalah
tujuan yang paling mulia, beribadah kepada-Nya adalah amal yang paling tinggi, serta
menyanjung dan memuji-Nya dengan nama-nama-Nya (yang maha indah) dan sifat-sifat-Nya
(yang maha sempurna) adalah ucapan yang paling utama
Maka cinta kepada Allah bahkan menjadikan-Nya paling dicintai oleh seorang hamba lebih
dari segala sesuatu secara mutlak adalah termasuk kewajiban agama yang paling utama,
landasannya yang paling besar dan penopangnya yang paling mulia.

Maka barangsiapa yang mencintai makhluk (bersama Allah ) seperti dia mencintai-Nya maka
ini termasuk (perbuatan) syirik (menyekutukan Allah dengan makhluk) yang tidak diampuni
pelakunya oleh-Nya dan tidak diterima-Nya satu amalpun darinya (kecuali dengan dia
bertobat dari perbuatan tersebut). Allah berfirman:
{



}
Dan di antara manusia ada orang-orang yang menyembah tandingan-tandingan selain Allah.
Mereka mencintainya sebagaimana mereka mencintai Allah. Adapan orang-orang yang
beriman amat sangat cintanya kepada Allah (QS al-Baqarah: 165)[16].
Syaikh Abdur Rahman as-Sadi ketika menafsirkan firman Allah :
{}
Dan Dia-lah Yang Maha Pengampun lagi Maha Mencintai hamba-hamba-Nya (QS alBuruuj: 14).
Beliau berkata: Dialah (Allah ) yang dicintai para wali-Nya (hamba-hamba-Nya yang taat
kepada-Nya) dengan kecintaan yang tidak serupa (tidak ada bandingannya) dengan apapun
(di dunia ini). Sebagaimana Dia tidak ada sesuatupun yang serupa dengan-Nya dalam sifatsifat keagungan, keindahan, (kesempurnaan) makna dan perbuatan-perbuatan-Nya, maka
kecintaan kepada-Nya di hati hamba-hamba-Nya yang dipilih-Nya sesuai dengan itu semua,
(yaitu) tidak sesuatupun dari bentuk-bentuk kecintaan yang menyamainya.
Oleh karena itu, kecintaan kepada-Nya adalah landasan pokok peribadatan (kepadaNya), dan kecintaan ini mendahalui dan melebihi semua kecintaan (lainnya). (Bahkan) jika
kecintaan-kecintaan lain itu tidak mengikuti/mendukung kecintaan kepada-Nya maka semua
itu akan menjadi sikasaan (bencana) bagi seorang hamba[17].

Cinta kepada Allah dan mendekatkan diri kepada-Nya adalah kenikmatan tertinggi di
dunia
Gambaran tentang agungnya keindahan cinta kepada Allah dan kenikmatan beribadah serta
mendekatkan diri kepada-Nya terungkap dalam beberapa pernyataan dari para ulama Ahlus
sunnah yang telah merasakan keindahan dan kenikmatan tersebut.
Salah seorang di antara mereka ada yang berkata: Sungguh kasihan orang-orang yang cinta
dunia, mereka (pada akhirnya) akan meninggalkan dunia ini, padahal mereka belum
merasakan kenikmatan yang paling besar di dunia ini, maka ada yang bertanya: Apakah
kenikmatan yang paling besar di dunia ini?, Ulama ini menjawab: Cinta kepada Allah,
merasa tenang ketika mendekatkan diri kepada-Nya, rindu untuk bertemu dengan-Nya, serta
merasa bahagia ketika berzikir dan mengamalkan ketaatan kepada-Nya[18].
Ulama salaf yang lain berkata: Seandainya para raja dan pangeran mengetahui (kenikmatan
hidup) yang kami rasakan (dengan mencintai Allah dan mendekatkan diri kepada-Nya),
niscaya mereka akan berusaha merebut kenikmatan tersebut dari kami dengan pedang-pedang
mereka[19].

Demikian juga ucapan yang populer dari Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah, beliau berkata:
Sesungguhnya di dunia ini ada jannnah (surga), barangsiapa yang belum masuk ke dalam
surga di dunia ini maka dia tidak akan masuk ke dalam surga di akhirat nanti [20].
Imam Ibnul Qayyim memaparkan tingginya kenikmatan dan keindahan ini dalam penuturan
beliau: Cinta kepada Allah , mengenal-Nya (dengan memahami kandungan nama-nama-Nya
yang maha indah dan sifat-sifat-Nya yang maha sempurna), selalu berzikir kepada-Nya,
merasa tenang dan damai (ketika mendekatkan diri) kepada-Nya, mengesakan-Nya dalam
mencintai, takut, berharap, berserah diri dan mendekatkan diri (kepada-Nya), dengan
menjadikan semua itu satu-satunya yang menguasai pikiran, tekad dan keinginan seorang
hamba, inilah surga dunia (yang sebenarnya) dan kenikmatan yang tiada taranya (jika
dibandingkan dengan) kenikmatan (dunia). Inilah penyejuk hati hamba-hamba yang
mencintai (Allah ) dan (kebahagiaan) hidup orang-orang yang mengenal-Nya.
Seorang hamba akan menjadi penyejuk (penghibur) hati bagi manusia sesuai dengan
begaimana hamba tersebut merasa sejuk hatinya dengan (mendekatkan diri kepada) Allah .
Maka barangsiapa yang merasa sejuk hatinya dengan (mendekatkan diri kepada) Allah maka
semua orang akan merasa sejuk hati mereka bersamanya, dan barangsiapa yang tidak merasa
sejuk hatinya dengan (mendekatkan diri kepada) Allah maka jiwanya akan terputus (tercurah
sepenuhnya) kepada dunia dengan penuh penyesalan dan kesedihan[21].
Gambaran yang disebutkan di atas tidaklah berlebihan dan mengherankan, karena dalam alQur-an dan hadits-hadits Rasulullah sendiri, iman, cinta dan ibadah kepada Allah dinyatakan
sebagai sesuatu yang sangat indah dan nikmat. Bahkan dalam ayat yang kami sebutkan di
awal tulisan ini, iman yang sempurna di dalam hati para Shahabat Rasulullah digambarkan
seperti perhiasan yang sangat indah.
Coba renungkan hadits Rasulullah berikut ini: Dari Anas bin Malik bahwa Rasulullah
bersabda: Ada tiga sifat, barangsiapa yang memilikinya maka dia akan merasakan manisnya
iman (kesempurnaan iman): menjadikan Allah dan rasul-Nya lebih dicintai daripada
(siapapun) selain keduanya, mencintai orang lain semata-mata karena Allah, dan merasa
benci (enggan) untuk kembali kepada kekafiran setelah diselamatkan oleh Allah sebagaimana
enggan untuk dilemparkan ke dalam api[22].
Arti manisnya iman dalam hadits ini adalah merasakan kenikmatan (ketika melaksanakan)
ketaatan (kepada Allah ), tabah menghadapi segala kesulitan dalam agama dan lebih
mengutamakan semua itu di atas semua perhiasan dunia[23].
Dalam hadits lain, Rasulullah bersabda: Akan merasakan kelezatan/kemanisan iman, orang
yang ridha kepada Allah sebagai Rabbnya dan Islam sebagai agamanya serta (nabi)
Muhammad sebagai rasulnya[24].
Imam an-Nawawi semoga Allah merahmatinya ketika menjelaskan makna hadits ini,
beliau berkata: Orang yang tidak menghendaki selain (ridha) Allah , dan tidak menempuh
selain jalan agama Islam, serta tidak melakukan ibadah kecuali dengan apa yang sesuai
dengan syariat (yang dibawa oleh) Rasulullah , tidak diragukan lagi bahwa barangsiapa yang
memiliki sifat ini, maka niscaya kemanisan iman akan masuk ke dalam hatinya sehingga dia
bisa merasakan kemanisan dan kelezatan iman tersebut (secara nyata)[25].

Oleh karena itulah, Rasulullah menggambarkan keindahan shalat, yang merupakan ibadah
dan saat berjumpa hamba-hamba Allah yang beriman dengan kekasih mereka yang maha
mulia, Allah , sebagai kebahagiaan hati dan keindahan jiwa yang tiada taranya. Dari Anas bin
Malik bahwa Rasulullah bersabda: Allah menjadikan qurratul ain (penyejuk/penghibur
hati) bagiku pada (waktu aku melaksanakan) shalat[26].
Dalam hadits lain, Rasulullah bersabda kepada Bilal :
Wahai Bilal, senangkanlah (hati) kami dengan (melaksanakan) shalat[27].
Kesimpulannya, indahnya rasa cinta kepada Allah menjadikan segala bentuk ibadah dan
ketaatan kepada-Nya menjadi indah dan nikmat, karena rasa nikmat terhadap sesuatu
mengikuti rasa cinta kepada sesuatu itu.
Imam Ibnul Qayyim berkata: Kenikmatan itu mengikuti rasa cinta, semakin kuat rasa cinta
kepada sesuatu maka semakin besar pula kenikmatan (ketika dekat dengannya) dan semakin
berkurang kenikmatan dengan kurangnya rasa cinta. Semakin besar rasa cinta dan rindu
kepada sesuatu maka kenikmatan ketika mendapatkannya semakin sempurna (pula)[28].
Beliau juga berkata: Sesungguhnya orang mencintai (Allah ) dia akan merasakan nikmat
dengan melayani (beribadah) kepada kekasihnya (Allah ) dan melakukan ketaatan kepadaNya. Semakin kuat rasa cinta (kepada Allah ) maka kenikmatan (dengan) beribadah dan taat
(kepada-Nya) semakin sempurna. Maka hendaknya seorang hamba menimbang keimanan
dan rasa cintanya kepada Allah dengan timbangan ini, dan hendaknya dia melihat apakah dia
merasakan nikmat ketika melayani (beribadah kepada) kekasihnya (Allah ), atau (justru) dia
merasa berat dan melakukannya dengan (rasa) jenuh dan bosan?[29].

Belomba-lomba dalam kebaikan, bukti indahnya cinta kepada Allah


Inilah sebabnya mengapa hamba-hamba Allah yang shaleh dalam ayat-ayat al-Qur-an disifati
dengan sifat mulia; selalu bersegera dan berlomba-lomba dalam kebaikan. Ini dikarenakan
mereka merasakan ibadah dan amal shaleh sebagai kebutuhan utama bahkan sebagai sumber
kebahagiaan hati dan kedamaian jiwa mereka yang sesungguhnya.
Allah memuji dan menyifati para Nabi-Nya u dalam firman-Nya:
{}
Sesungguhnya mereka adalah orang-orang yang selalu bersegera (berlomba-lomba)
dalam (mengerjakan) perbuatan-perbuatan yang baik dan mereka (selalu) berdoa kepada
Kami dengan berharap dan takut. Dan mereka adalah orang-orang yang khusyu (dalam
beribadah) (QS al-Anbiyaa: 90).
Dalam ayat lain, Dia berfirman:
{ . . .
. }

Sesungguhnya orang-orang yang berhati-hati karena kepada Rabb mereka (Allah ). Dan
orang-orang yang beriman dengan ayat-ayat Rabb mereka. Dan orang-orang yang tidak
mempersekutukan Rabb mereka (dengan sesuatu apapun). Dan orang-orang yang
memberikan (bersedekah) apa yang telah mereka berikan, dengan hati yang takut, (karena
mereka tahu bahwa) sesungguhnya mereka akan kembali kepada Rabb mereka. Mereka itulah
orang-orang (yang selalu) bersegera dan berlomba-lomba dalam (melakukan)
kebaikan-kebaikan (QS al-MUminuun: 57-61).
Bahkan inilah bentuk motivasi dari Allah kepada hamba-hamba-Nya untuk meraih kedekatan
dan kemuliaan di sisi-Nya. Allah berfirman:
}
{
Dan bersegeralah (berlomba-lombalah) kamu untuk (meraih) pengampunan dari Rabbmu
dan surga yang luasnya seluas langit dan bumi yang disediakan untuk orang-orang yang
bertaqwa (QS Ali Imraan: 133).
Dalam ayat lain, Allah berfirman:
{}
Maka berlomba-lombalah kamu (dalam melakukan) kebaikan (QS al-Baqarah: 148 dan alMaidah: 48).
Juga dalam firman-Nya:
{
}
Dan untuk yang demikian itu hendaknya orang-orang (yang beriman) berlomba-lomba
(untuk meraihnya) (QS al-Muthaffifiin: 26).
Imam Ibnul Qayyim berkata: Maha suci (Allah ) yang memperlihatkan kepada hambahamba-Nya (yang shaleh) surga-Nya (di dunia) sebelum (mereka) bertemu dengan-Nya (di
akhirat kelak), dan Dia membukakan untuk mereka pintu-pintu surga-Nya di negeri (tempat)
beramal (dunia), sehingga mereka bisa merasakan kesejukan dan keharumannya, yang itu
(semua) menjadikan mereka (termotivasi untuk) mencurahkan (semua) kemampuan mereka
untuk meraihnya dan berlomba-lomba mendapatkannya[30].

Motivator cinta kepada Allah


Allah Dialah satu-satunya Zat yang pantas untuk dicintai dari semua pertimbangan dan sudut
pandang[31], karena semua sebab yang menjadikan seorang manusia mencintai sesuatu/orang
lain maka semua itu secara sempurna ada pada Allah .
Di antara kandungan makna nama Allah al-Waduud (Maha Mencintai dan dicintai hambahamba-Nya yang shaleh) adalah bahwa Dialah yang memberi taufik kepada hamba-hambaNya yang beriman kepada sebab-sebab yang memudahkan mereka untuk mencintai-Nya,
bahkan menjadikan-Nya lebih mereka cintai dari segala sesuatu yang ada di dunia ini.

Syaikh Abdur Rahman as-Sadi berkata: Karunia/kebaikan semua kembali kepada Allah,
karena Dialah yang memudahkan segala sebab untuk menjadikan hamba-hamba-Nya cinta
kepada-Nya, Dialah yang mengajak dan menarik hati mereka untuk mencintai-Nya. Dialah
yang mengajak hamba-hamba-Nya untuk mencintai-Nya dengan menyebutkan (dalam alQuran) sifat-sifat-Nya yang maha luas, agung dan indah, yang ini semua akan menarik hatihati yang suci dan jiwa-jiwa yang lurus. Karena sesungguhnya hati dan jiwa yang bersih
secara fitrah akan mencintai (sifat-sifat) kesempurnaan[32].
Secara umum, faktor dan sebab utama yang menjadikan manusia mencintai sesuatu/orang
lain kembali kepada dua hal, yaitu:
-

Keindahan dan kesempurnaan yang ada sesuatu/orang itu

Kebaikan dan kasih sayang yang bersumber dari sesuatu/orang itu

Telah kami nukil di atas penjelasan Syaikh Abdur Rahman as-Sadi bahwa sesungguhnya
hati dan jiwa yang bersih secara fitrah akan mencintai kesempurnaan dan sesungguhnya
hati manusia secara fitrah akan mencintai pihak yang (selalu) berbuat baik kepadanya[33].
Imam Ibnul Qayyim berkata: Rasa cinta ditinjau dari faktor yang membangkitkannya terbagi
menjadi dua:
- Yang pertama: cinta yang timbul dari ( faktor) kebaikan, menyaksikan banyaknya
nikmat dan anugerah (yang dilimpahkan), karena sesungguhnya hati manusia secara tabiat
mencintai pihak yang (selalu) berbuat kebaikan padanya dan membenci pihak yang (selalu)
berlaku buruk padanya.
- (Yang kedua): (cinta yang timbul dari faktor) kesempurnaan dan keindahan. Jika
terkumpul faktor kebaikan dan (banyaknya) limpahan nikmat dengan faktor kesempurnaan
dan keindahan, maka tidak akan berpaling dari mencintai zat yang demikian keadaannya
(terkumpul padanya dua faktor tersebut) kecuali hati yang paling buruk, rendah dan hina serta
paling jauh dari semua kebaikan, karena sesungguhnya Allah menjadikan fitrah pada hati
manusia untuk mencintai pihak yang berbuat kebaikan (padanya) dan sempurna dalam sifatsifat dan tingkah lakunya[34].
Berikut ini penjelasan tentang kedua faktor tersebut dalam menumbuhkan kecintaan kepada
Allah :
1. Faktor kebaikan, kasih sayang dan banyaknya limpahan nikmat
Imam Ibnul Qayyim berkata: Tidak ada satupun yang kebaikannya lebih besar dibandingkan
Allah , karena sungguh kebaikan-Nya kepada hamba-Nya (tercurah) di setiap waktu dan
(tarikan) nafas (hamba tersebut). Hamba itu selalu mendapatkan limpahan kebaikan-Nya
dalam semua keadaannya, sehingga tidak ada cara (tidak mungkin) baginya untuk
menghitung (secara persis) jenis-jenis kebaikan Allah tersebut, apalagi macam-macam dan
satuan-satuannya[35].
Allah berfirman:
{
}

Dan apa saja nikmat yang ada pada kamu, maka dari Allah-lah (datangnya), dan bila kamu
ditimpa bencana, maka hanya kepada-Nya-lah kamu meminta pertolongan (QS an-Nahl:
53).
Artinya: Hanya kepada-Nyalah kamu berdoa dan menundukkan diri memohon pertolongan,
karena kamu mengetahui bahwa tidak ada yang mampu menghilangkan bahaya dan bencana
kecuali Dia semata-mata. Maka Zat yang maha tunggal dalam memberikan apa yang kamu
minta dan mencegah apa yang kamu tidak sukai, Dialah satu-satunya yang pantas untuk
dicintai dan diibadahi tanpa disekutukan[36].
Kebaikan, nikmat dan kasih sayang yang Allah limpahkan kepada manusia, terlebih lagi
kepada hamba-hamba-Nya yang beriman sungguh tiada terhitung dan tiada terkira, melebihi
semua kebaikan yang diberikan oleh siapapun di kalangan makhluk. Karena kebaikan dan
nikmatnya untuk lahir dan batin manusia. Bahkan nikmat dan taufik-Nya bagi manusia untuk
mengenal dan mengikuti jalan Islam dan sunnah Rasulullah adalah anugerah terbesar dan
paling sempurna bagi manusia, karena inilah sebab kebahagiaan mereka di dunia dan akhirat
dan tidak ada yang mampu memberikan semua ini kecuali hanya Dia semata-mata.
Allah berfirman tentang ucapan penghuni surga:

{

}

Mereka (penghuni surga) berkata: Segala puji bagi Allah yang telah memberi petunjuk
kepada kami kepada (jalan menuju surga) ini. Dan kami sekali-kali tidak tidak akan mendapat
petunjuk kalau Allah tidak memberi kami petunjuk. Sesungguhnya telah datang rasul-rasul
Rabb kami, membawa kebenaran. Dan diserukan kepada mereka: Itulah surga yang telah
diwariskan kepadamu, disebabkan apa yang dahulu kamu kerjakan (QS al-Araaf: 43).
Termasuk kebaikan dan kasih sayang yang paling sempurna menurut pandangan manusia
adalah kebaikan dan kasih sayang orang tuanya kepadanya, terutama ibunya. Akan tetapi,
betapapun besarnya kebaikan dan kasih sayang tersebut, tetap saja hanya pada batasan yang
mampu dilakukan manusia. Karena tentu orang tuanya tidak mampu memberikan rezki,
mencegah penyakit atau bencana dari diri anaknya. Belum lagi kebaikan berupa taufik untuk
menempuh jalan Islam yang lurus.
Oleh karena itu, wajar jika Rasulullah bersabda: Sungguh Allah lebih penyayang kepada
hamba-hamba-Nya daripada seorang ibu kepada anaknya[37].
Imam Ibnul Qayyim berkata: Seandainya tidak ada kebaikan dan limpahan nikmat (dari)
Allah yang (seharusnya) menjadi sebab hamba-hamba-Nya mencintai-Nya kecuali (dengan)
Dia menciptakan langit-langit dan bumi, serta (semua) yang ada di dunia dan akhirat, (semua)
untuk mereka, kemudian Dia memuliakan mereka (dengan) mengutus kepada mereka para
Rasul-Nya, menurunkan kitab-kitab-Nya, mensyariatkan agama-Nya dan mengizinkan bagi
mereka untuk bermunajat (berkomunikasi) dengan-Nya di setiap waktu yang mereka
inginkan.

(Bahkan) dengan satu kebaikan yang mereka kerjakan Dia menuliskan (pahala) bagi mereka
sepuluh kali lipat sampai tujuh ratus kali lipat, (bahkan) sampai berlipat-lipat kali yang
banyak. (Sementara) untuk satu keburukan (yang mereka kerjakan) Dia menuliskan bagi
mereka (hanya) satu dosa, lalu jika mereka bertaubat maka Dia menghapuskan dosa tersebut
dan menggantikannya dengan satu kebaikan.
Seandainya dosa salah seorang di antara hamba-hamba-Nya mencapai (sepenuh) awan di
langit kemudian dia memohon ampun kepada-Nya maka Dia akan mengampuninya.
Seandainya hamba tersebut berjumpa Allah (meninggal dunia) dengan (membawa) dosa-dosa
sepenuh bumi, tapi dia membawa tauhid (mengesakan-Nya dalam beribadah) dan tidak
menyekutukan-Nya dengan sesuatu maka Dia akan memberikan pengampunan sepenuh bumi
(pula) bagi hamba tersebut.
Dia yang mensyariatkan bagi mereka taubat yang menggugurkan dosa-dosa, lalu Dia (juga)
yang memberi taufik kepada mereka untuk melakukannya, kemudian Dia menerima taubat
dari mereka. Dan DIa mensyariatkan (ibadah) haji yang menggugurkan dosa-dosa yang
terdahulu, Dialah yang memberi taufik kepada mereka untuk mengerjakannya dan dengan itu
Dia menggugurkan dosa-dosa mereka.
Demikian pula semua amal ibadah dan ketaatan (lainnya), Dialah yang memerintahkan
mereka untuk mengerjakannya, Dia menciptakan mereka untuk beribadah kepada-Nya,
mensyariatkan ibadah itu untuk mereka dan memberikan balasan pahala penegakkan ibadah
itu.
Maka dari Dialah sebab, dari-Nya balasan (pahala), dan dari-Nyalah taufik (kemudahan dan
pertolongan untuk bisa mengerjakan segala kebaikan). Dari-Nya (segala) nikmat di awal dan
akhir, mereka yang selalu mendapat kebaikan darinya seluruhnya dari awal sampai akhir. Dia
yang menganugerahkan kepada hamba-Nya harta (rizki) dan Dia menyeru (hamba-Nya):
beribadahlah kepada-Ku (bersedekahlah) dengan harta ini maka Aku akan menerimanya
darimu. Maka hamba tersebut adalah milik-Nya, harta itu juga milik-Nya, dan dari-Nya
pahala (untuk sedekah tersebut, sehingga Dialah Yang Maha Pemberi (anugerah kebaikan)
dari awal sampai akhir.
Maka bagaimana mungkin tidak akan dicintai Zat yang demikian keadaan (sifat-sifat
kebaikan)-Nya? Bagaimana mungkin seorang hamba tidak merasa malu untuk memalingkan
rasa cintanya kepada selain-Nya? Siapakah yang lebih pantas untuk dipuji, disanjung dan
dicintai selain Allah? Dan siapakah yang lebih banyak kepemurahan, kedermawanan dan
kebaikannya dari pada Allah? Maka maha suci Allah, segala puji bagi-Nya, tidak ada
sembahan yang benar kecuali Dia yang maha perkasa lagi maha bijaksana[38].
Syaikh Abdur Rahman as-Sadi berkata: Allah mengajak hamba-hamba-Nya untuk
mencintai-Nya dengan berbagai macam nikmat dan karunia-Nya yang agung, yang dengan
itu Allah menciptakan, menghidupkan, memperbaiki keadaan dan menyempurnakan semua
urusan mereka. Bahkan dengan itu Allah menyempurnakan (pemenuhan) kebutuhankebutuhan pokok, memudahkan urusan-urusan, menghilangkan semua kesulitan dan
kesusahan, menetapkan hukum-hukum syariat dan memudahkan mereka menjalankannya,
serta menunjukkan jalan yang lurus kepada mereka

Maka semua yang ada di dunia dari hal-hal yang dicintai oleh hati dan jiwa manusia, yang
lahir maupun batin, adalah (bersumber) dari kebaikan dan kedermawanan-Nya, untuk
mengajak hamba-hamba-Nya agar mencintai-Nya.
Sungguh hati manusia secara fitrah akan mencintai pihak yang (selalu) berbuat baik
kepadanya. Maka kebaikan apa yang lebih agung dari kebaikan (yang Allah limpahkan
kepada hamba-hamba-Nya)? Kebaikan ini tidak sanggup untuk dihitung jenis dan macamnya,
apalagi satuan-satuannya. Padahal setiap nikmat (dari Allah ) mengharuskan bagi hamba
untuk hati mereka dipenuhi dengan kecintaan, rasa syukur, pujian dan sanjungan kepadaNya[39].
2. Faktor kesempurnaan dan keindahan
Semua manusia yang berakal sehat tentu mencintai keindahan dan kesempurnaan. Semakin
indah dan sempurna sesuatu dalam penilaian manusia maka sesuatu itu tentu semaikn
dicintainya. Misalnya saja: pemandangan yang indah, kendaraan mewah atau barang
elektronik yang canggih. Semakin indah dan sempurna benda-benda tersebut maka akan
semakin disukai manusia dan berlomba-lomba dicarinya.
Kalau keindahan dan kesempurnaan yang ada pada makhluk saja bisa menjadikan manusia
yang mengenalnya mencintainya, padahal bagaimanapun tingginya keindahan dan
kesempurnaan yang ada pada makhluk, tetap saja semua itu terbatas, maka bagaimana pula
dengan keindahan yang maha sempurna dan kesempurnaan yang tidak terbatas yang ada pada
Allah ? Dialah yang maha indah dan sempurna pada Zat-Nya, nama-nama-Nya, sifat-sifatNya dan perbuatan-perbuatan-Nya. Maka tentu seorang hamba yang mengenal
kemahaindahan dan kemahasempurnaan ini akan mencintai-Nya bahkan menjadikan-Nya
paling dicintai-Nya lebih dari segala sesuatu yang ada di dunia ini.
Imam Ibnul Qayyim berkata: Kecintaan itu memiliki dua (sebab) yang membangkitkannya,
(yaitu) keindahan dan pengagungan, dan Allah memiliki kesempurnaan yang mutlak pada
semua itu, karena Dia Maha Indah dan mencintai keindahan, bahkan semua keindahan adalah
milik-Nya, dan semua pengagungan (bersumber) dari-Nya, sehingga tidak ada sesuatupun
yang berhak untuk dicintai dari semua segi karena zatnya kecuali Allah [40].
Syaikh Abdur Rahman as-Sadi berkata: Maka karunia/kebaikan semua kembali kepadaNya, karena Dialah yang memudahkan segala sebab untuk menjadikan hamba-hamba-Nya
cinta kepada-Nya, Dialah yang mengajak dan menarik hati mereka untuk mencintai-Nya.
Dialah yang mengajak hamba-hamba-Nya untuk mencintai-Nya dengan menyebutkan (dalam
al-Quran) sifat-sifat-Nya yang maha luas, agung dan indah, yang ini semua akan menarik
hati-hati yang suci dan jiwa-jiwa yang lurus. Karena sesungguhnya hati dan jiwa yang bersih
secara fitrah akan mencintai (sifat-sifat) kesempurnaan.
Dan Allah memiliki (sifat-sifat) kesempurnaan yang lengkap dan tidak terbatas. Masingmasing sifat tersebut memiliki keistimewaan dalam (menyempurnakan) penghambaan diri
(seorang hamba) dan menarik hati (hamba-hamba-Nya) untuk (mencintai)-Nya[41].
Sebagai gambaran tentang sempurnanya kemahaindahan Allah yang pasti menjadikan orang
yang mengenalnya akan mencintai-Nya dan menjadikan-Nya paling dicintai-Nya lebih dari
segala sesuatu yang ada di dunia ini, cobalah kita cermati dan renungkan hadits berikut ini:

Dari Shuhaib bin Sinan , Rasulullah bersabda: Jika penghuni surga telah masuk surga,
Allah Berfirman: Apakah kalian (wahai penghuni surga) menginginkan sesuatu sebagai
tambahan (dari kenikmatan surga)? Maka mereka menjawab: Bukankah Engkau telah
memutihkan wajah-wajah kami? Bukankah Engkau telah memasukkan kami ke dalam surga
dan menyelamatkan kami dari (azab) neraka? Maka (pada waktu itu) Allah Membuka hijab
(yang menutupi wajah-Nya Yang Maha Mulia), dan penghuni surga tidak pernah
mendapatkan suatu (kenikmatan) yang lebih mereka cintai dari pada melihat (wajah) Allah .
Kemudian Rasulullah membaca firman Allah:
{}
Bagi orang-orang yang berbuat baik, ada pahala yang terbaik (surga) dan tambahannya
(melihat wajah Allah ). Dan muka mereka tidak ditutupi debu hitam dan tidak (pula)
kehinaan. Mereka itulah penghuni surga, mereka kekal di dalamnya (QS Yuunus:26)[42].

Benarlah ucapan imam Ibnul Qayyim: Barangsiapa yang mengenal Allah dengan namanama, sifat-sifat dan perbuatan-perbuatan-Nya maka dia pasti akan mencintai-Nya[43].
Di tempat lain beliau berkata: Kalau kesempurnaan itu dicintai (manusia) karena zatnya,
maka seharusnya Allah Dialah yang dicintai (manusia) karena (kemahasempurnaan pada) zat
dan sifat-sifat-Nya. Hal ini disebabkan karena Allah tidak ada sesuatupun yang lebih
sempurna dari pada Dia, semua nama, sifat dan perbuatan-Nya menunjukkan kesempurnaan.
Maka Dialah yang dicintai dan dipuji dalam semua perbuatan-Nya dan semua yang
diperintahkan-Nya, karena tidak ada kesia-siaan dalam semua perbuatan-Nya dan tidak ada
kesalahan dalam segala perintah-Nya. Semua perbuatan-Nya tidak lepas dari hikmah,
kemaslahatan, keadilan, karunia dan rahmat (bagi hamba-hamba-Nya), dan masing-masing
dari semua hal itu mengharuskan (manusia untuk) memuji, menyanjung dan mencintai-Nya.
Semua firman-Nya benar dan adil, semua balasan-Nya karunia dan keadilan. Kalau Dia
memberi (kepada hamba-Nya) maka (semua itu) dengan karunia, rahmat dan nikmat-Nya,
kalau Dia tidak memberi atau menghukum (hamba-Nya yang berhak mendapat hukuman)
maka (semua itu) dengan keadilan dan hikmah-Nya[44].
Sebagai kesimpulan tentang dua sebab besar yang merupakan motivator cinta kepada Allah ,
adalah sebagaimana ucapan imam Ibnul Qayyim: Jika terkumpul faktor kebaikan dan
(banyaknya) limpahan nikmat dengan faktor kesempurnaan dan keindahan, maka tidak akan
berpaling dari mencintai zat yang demikian keadaannya (terkumpul padanya dua faktor
tersebut) kecuali hati yang paling buruk, rendah dan hina serta paling jauh dari semua
kebaikan, karena sesungguhnya Allah menjadikan fitrah pada hati manusia untuk mencintai
pihak yang berbuat kebaikan (padanya) dan sempurna dalam sifat-sifat dan tingkah
lakunya[45].

Penutup
Semoga tulisan ini bermanfaat dan menjadi motivasi bagi kita semua untuk bersungguhsungguh berusaha dan memohon taufik dari Allah agar Dia memudahkan kita meraih
kedudukan yang mulia ini, dengan rahmat dan karunia-Nya.

Akhirnya, kami menutup tulisan ini dengan doa agung dari Rasulullah :
(Ya Allah) aku memohon kepada-Mu kecintaan kepada-Mu, kecintaan kepada orang-orang
yang mencintai-Mu dan kecintaan kepada amal perbuatan yang mendekatkan diriku kepada
kecintaan kepada-Mu[46].

Kota Kendari, 12 Jumadal akhir 1434 H


Abdullah bin Taslim al-Buthoni

[1] Kitab Igaatsatul lahfaan min masha-yidisy syaithaan (1/26).


[2] Lihat kitab Fathul Qadiir (5/86).
[3] Kitab Syifa-ul aliil (hal. 57).
[4] HR Imam Ahmad (4/264), an-Nasa-i (3/54 dan 3/55), Ibnu Hibban dan al-Hakim (no.
1900), dinyatakan shahih oleh Ibnu Hibban, al-Hakim, disepakati oleh adz-Dzahabi dan
Syaikh Al Albani dalam kitab Zhilaalul jannah fii takhriijis sunnah (no. 424).
[5] Lihat kitab an-Nihayah fi gariibil hadits wal atsar (1/812).
[6] Lihat Fiqhul asma-i husna (hal. 291).
[7] Kitab Madaarijus saalikin (3/17).
[8] Kitab al-Jawabul kaafi (hal. 164).
[9] Kitab Taisiirul Kariimir Rahmaan (hal. 388).
[10] Lihat kitab an-Nihaayah fi gariibil hadiitsi wal atsar (5/363) dan Madaarijus
saalikiin (3/28).
[11] Keterangan syaikh Abdur Rahman as- Sadi dalam kitab Tafsiiru asma-illahil husna
(hal. 87).
[12] HSR Muslim (no. 486).

[13] Kitab Fathur Rahiimil Malikil Allaam (hal. 55-56).


[14] Ucapan Imam Ibnul Qayyim dalam kitab al-Waabilush shayyib (hal. 61).
[15] Ucapan Syaikh Abdur Rahman as-Sadi dalam kitab Fathur Rahiimil Malikil Allaam
(hal. 57).
[16] KItab Igaatsatul lahfaan (2/195-196).
[17] Kitab Taisiirul Kariimir Rahmaan (hal. 919).
[18] Dinukil oleh imam Ibnul Qayyim dalam kitab Igaatsatul lahfaan (1/72).
[19] Dinukil oleh imam Ibnul Qayyim dalam kitab al-Waabilush shayyib (hal. 70).
[20] Dinukil oleh imam Ibnul Qayyim dalam kitab al-Waabilush shayyib (hal. 69).
[21] Kitab al-Waabilush shayyib (hal. 70).
[22] HSR al-Bukhari (no. 16 dan 21) dan Muslim (no. 43).
[23] Lihat kitab Syarhu shahihhi Muslim (2/13) dan Fathul Baari (1/61).
[24] HSR Muslim (no. 34).
[25] Kitab Syarh shahih Muslim (2/2).
[26] HR Ahmad (3/128) dan an-Nasa-i (7/61), dinyatakan shahih oleh syaikh al-Albani.
[27] HR Abu Daud (2/715) dan Ahmad (5/364), dinyatakan shahih oleh syaikh Al Albani.
[28] Kitab al-Fawa-id (hal. 53).
[29] Kitab Thariiqul hijratain (hal. 474).
[30] Kitab al-Waabilush shayyib (hal. 70).
[31] Lihat kitab al-Jawaabul kaafi (hal. 276).
[32] Kitab Fathur Rahiimil Malikil Allaam (hal. 56).
[33] Hal 3-4 dalam makalah ini.
[34] Kitab Thariiqul hijratain (hal. 349 dan 352).
[35] Kitab Thariiqul hijratain (hal. 349).
[36] Lihat kitab Taisiirul Kariimir Rahmaan (hal. 442).
[37] HSR al-Bukhari (no. 5653) dan Muslim (no. 2754).

[38] Kitab Thariiqul hijratain (hal. 350-351).


[39] Kitab Fathur Rahiimil Malikil Allaam (hal. 56).
[40] Kitab al-Jawabul kaafi (hal. 164).
[41] Kitab Fathur Rahiimil Malikil Allaam (hal. 55).
[42] HSR Muslim dalam Shahih Muslim (no. 181).
[43] Kitab Madaarijus saalikin (3/17).
[44] Kitab Thariiqul hijratain (hal. 352).
[45] Kitab Thariiqul hijratain (hal. 352).
[46] HR at-Tirmidzi (no. 3235), dinyatakan shahih oleh imam al-Bukhari, at-Tirmidzi dan
syaikh al-Albani.

Ayat ke 5-6



( 5)

(6)

Artinya:
Dialah yang menjadikan matahari bersinar dan bulan bercahaya dan ditetapkan-Nya
manzilah-manzilah (tempat-tempat) bagi perjalanan bulan itu, supaya kamu mengetahui
bilangan tahun dan perhitungan (waktu). Allah tidak menciptakan yang demikian itu
melainkan dengan hak. Dia menjelaskan tanda-tanda (kebesaran-Nya) kepada orang-orang
yang mengetahui. (10: 5)

Sesungguhnya pada pertukaran malam dan siang itu dan pada apa yang diciptakan Allah di
langit dan di bumi, benar-benar terdapat tanda-tanda (kekuasaan-Nya) bagi orang-orang
yang bertakwa. (10: 6)

Setelah berbicara mengenai dasar akidah dan ma'ad pada penjelasan sebelumnya, ayat-ayat
ini menyinggung suatu sisi tanda-tanda kebesaran Allah Swt dalam menciptakan Jagat Raya
ini. Setelah itu mengetengahkan peranan matahari dan bulan, dimana matahari telah berperan
dalam bergairahnya kehidupan bumi dan makhluk yang hidup di atasnya dengan cahaya dan
kehangatan sinarnya. Sedangkan bulan dengan sinarnya yang indah merupakan lampu tidur
bagi makhluk bernyawa dan umat manusia, sekaligus merupakan penerang dan penunjuk
jalan bagi orang-orang yang berada di padang pasir luas. Selain terhadap sinarnya yang
terang dan menghangatkan, perputaran bumi mengelilingi matahari, dan bulan mengelilingi
bumi akan menciptakan sebuah batasan waktu bagi alam semesta, yang dengan berlalunya 4
musim akan terhitung sebagai satu tahun matahari.

Sementara itu dari sisi lain, dengan berbagai perkembangan bulan yakni sejak bulan
berbentuk garis melengkung, terus berbentuk sabit hingga akhirnya ia bundar sempurna, dan
kembali lagi pada bentuknya semula, maka perjalanan ini memakan waktu satu bulan. Dan
hal ini membentuk sebuah penanggalan (perhitungan waktu) yang bermanfaat bagi ummat
manusia sepanjang sejarah, baik bagi mereka yang terdidik maupun tidak, dari jenis ras dan
kabilah manapun mereka dapat menggunakan perhitungan kerja dan kehidupan mereka.
Lanjutan ayat-ayat ini menekankan kebenaran dan kecanggihan sistim penciptaan alam
semesta. Ayat ini mengatakan, "Pergantian siang dan malam yang tampaknya seperti
sederhana, justru ia menunjukkan Kemahakuasaan dan Kemahabijaksanaan Allah, dimana
orang-orang yang berhati besih dan bertingkah laku baik selalu mengetahui hal tersebut dan
mencari kebenaran.

Dari dua ayat tadi terdapat dua pelajaran yang dapat dipetik:
1. Bulan dan matahari berperan penting dalam perhitungan hari.
2. Banyak kejadian di alam ini yang dianggap manusia tidak penting, tapi hal itu tidak
sederhana bila memandang kebesaran dan kemuliaan Allah Swt.

Ayat ke 7-8


( 7)
(8)

Artinya:
Sesungguhnya orang-orang yang tidak mengharapkan (tidak percaya akan) pertemuan
dengan Kami, dan merasa puas dengan kehidupan dunia serta merasa tenteram dengan
kehidupan itu dan orang-orang yang melalaikan ayat-ayat Kami. (10: 7)

Mereka itu tempatnya ialah neraka, disebabkan apa yang selalu mereka kerjakan. (10: 8)

Setelah menjelaskan ayat-ayat sebelumnya dan menyinggung tanda-tanda Allah Swt, baik di
bumi maupun di langit. Ayat ini mengatakan, "Mereka yang meremehkan atau bahkan
melupakan tanda-tanda perwujudan, kekuasaan dan kebijaksanaan Allah Swt, dan
menjadikan mereka tersibukkan dalam urusan dunia, bahkan rela dan suka terhadap dunia
yang fana dan sempit ini, mereka merasa tenang dengan hal tersebut. Oleh karena itu, mereka
sama sekali tidak berpikir mengenai akhirat, dan mereka tidak menganggap ada kemungkinan
bertemu dengan Tuhan pencipta alam pada Hari Kiamat. Sudah barang tentu orang-orang ini
telah dililit oleh kesulitan dan berbagai kecintaan dan keterikatan terhadap dunia, sehingga di
akhirat kelak mereka akan dijebloskan ke dalam neraka.

Dari dua ayat tadi terdapat dua pelajaran yang dapat dipetik:
1. Melupakan dan meremehkan Hari Kiamat, cinta kepada dunia dapat memudahkan lahan
kefasadan baik peribadi maupun masyarakat.
2. Neraka adalah hasil amal perbuatan umat manusia, yang kelak pada Hari Kiamat akan
berubah menjadi bentuk api yang menyala-nyala.

Ayat ke 9-10

(10) ( 9

Artinya:
Sesungguhnya orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal-amal saleh, mereka diberi
petunjuk oleh Tuhan mereka karena keimanannya, di bawah mereka mengalir sungai-sungai
di dalam surga yang penuh kenikmatan. (10: 9)

Do'a mereka di dalamnya ialah: "Subhanakallahumma", dan salam penghormatan mereka


ialah: "Salam". Dan penutup doa mereka ialah: "Alhamdulilaahi Rabbil 'aalamin". (9: 10)

Setelah menjelaskan kondisi penghuni neraka dari orang-orang yang cinta dunia, ayat-ayat ini
menyinggung kondisi orang-orang Mukmin penghuni surga, dan menilai petunjuk Allah
merupakan modal terbesar mereka di dunia dan di akhirat, yang sudah barang tentu petunjuk
ini sebagai hasil dari iman dan amal saleh. Hidayah dan petunjuk Tuhan itu adalah cahaya
yang dianugerahkan oleh Allah Swt, sehingga dalam berbagai kesulitan dan kegelapan, tidak
sampai menjadikan seseorang kebingungan dan menyeleweng, yang pada gilirannya mereka
dapat menentukan jalan yang lurus dan benar. Sudah barang tentu seseorang yang
menyandarkan dirinya hanya kepada Allah Swt dan merasa cukup dengan Allah, maka kelak
pada Hari Kiamat akan mendapatkan nikmat-nikmat Allah. Lanjutan dari ayat ini
menyinggung puji-pujian penghuni surga, dengan mengatakan, "Subhanallah dan
Alhamdulillah dan seterusnya. Ucapan-ucapan ini menjadi tanda-tanda mereka. Karena
secara alami, mengucapkan kata-kata ini tidak cukup dengan lisan, tapi keyakinan kepada
Allah akan membersihkan segala aib, kekurangan dan kezaliman. Hal ini akan menyiapkan
lahan yang kondusif di hati manusia untuk bersyukur kepada Allah Swt.

Dari dua ayat tadi terdapat dua pelajaran yang dapat dipetik:
1. Orang mukmin masih tetap membutuhkan petunjuk dan bimbingan Allah Swt, di manapun
dan kapan pun.
2. Salam merupakan pernyataan penghuni surga. Dan suasana di surga dipenuhi dengan kata
salam, yaitu masing-masing mengucapkan salam dari sisi Allah dan dari para malaikat, dan
penghuni surga. (IRIB Indonesia)

Firman Allah Subhanahu wataala :

[
]
Dan diantara manusia ada orang-orang yang mengangkat tandingan-tandingan selain
Allah, mereka mencintaiNya sebagaimana mencintai Allah, adapun orang-orang yang
beriman sangat cinta kepada Allah. (QS. Al Baqarah, 165).

[

]
Katakanlah jika babak-bapak, anak-anak, saudara-saudara, istri-istri, keluarga, harta
kekayaan yang kamu usahakan, perniagaan yang kamu khawatirkan kerugiannya, dan
rumah-rumah tinggal yang kamu sukai, itu lebih kamu cintai daripada Allah dan
RasulNya, dan daripada berjihad di jalanNya, maka tunggulah sampai Allah
mendatangkan keputusanNya (QS. At taubah, 24).
Imam Bukhori dan Muslim meriwayatkan dari Anas Radhiallahuanhu bahwa Rasulullah
Shallallahualaihi wasallam bersabda :

.""
Tidak sempurna iman seseorang di antara kalian sehingga aku lebih dicintainya
daripada anaknya, orang tuanya, dan manusia seluruhnya.
Juga diriwayatkan oleh Imam Bukhori dan Muslim dari Anas Radhiallahuanhu Rasulullah
Shallallahualaihi wasallam bersabda :

: "

" : ."
. ...
Ada tiga perkara, barang siapa terdapat di dalam dirinya ketiga perkara itu, maka ia
pasti mendapatkan manisnya iman, yaitu : Allah dan RasulNya lebih ia cintai dari pada
yang lain, mencintai seseorang tiada lain hanya karena Allah, benci (tidak mau kembali)
kepada kekafiran setelah ia diselamatkan oleh Allah darinya, sebagaimana ia benci kalau
dicampakkan kedalam api.
Dan disebutkan dalam riwayat lain : Seseorang tidak akan merasakan manisnya iman,
sebelum dst.
Ibnu Jarir meriwayatkan dari Ibnu Abbas, bahwa ia berkata :

"


."
Barangsiapa yang mencintai seseorang karena Allah, membenci karena Allah, membela
Karena Allah, memusuhi karena Allah, maka sesungguhnya kecintaan dan pertolongan
Allah itu diperolehnya dengan hal-hal tersebut, dan seorang hamba tidak akan bisa

menemukan lezatnya iman, meskipun banyak melakukan sholat dan puasa, sehingga ia
bersikap demikian. Pada umumnya persahabatan yang dijalin di antara manusia
dibangun atas dasar kepentingan dunia, dan itu tidak berguna sedikitpun baginya.
Ibnu Abbas menafsirkan firman Allah Subhanahu wataala :

. : [ ]
dan putuslah hubungan di antara mereka (QS. Al baqarah, 166). Ia mengatakan :
yaitu kasih sayang.
Kandungan bab ini :

1. Penjelasan tentang ayat dalam surat Al Baqarah([1]).


2. Penjelasan tentang ayat dalam surat At Taubah([2]).
3. Wajib mencintai Rasulullah Shallallahualaihi wasallam lebih dari kecintaan
terhadap diri sendiri, keluarga dan harta benda.

4. Pernyataan tidak beriman bukan berarti keluar dari Islam.


5. Iman itu memiliki rasa manis, kadang dapat diperoleh seseorang, dan kadangkala
tidak.

6. Disebutkan empat sikap yang merupakan syarat mutlak untuk memperoleh

kecintaan Allah. Dan seseorang tidak akan menemukan kelezatan iman kecuali
dengan keempat sikap itu.

7. Pemahaman Ibnu Abbas terhadap realita, bahwa hubungan persahabatan antar


sesama manusia pada umumnya dijalin atas dasar kepentingan duniawi.

8. Penjelasan tentang firman Allah : dan terputuslah segala hubungan antara


mereka sama sekali.([3])

9. Disebutkan bahwa di antara orang-orang musyrik ada yang mencintai Allah


dengan kecintaan yang sangat besar.

10. Ancaman terhadap seseorang yang mencintai kedelapan perkara diatas (orang
tua, anak-anak, paman, keluarga, istri, harta kekayaan, tempat tinggal dan
perniagaan) lebih dari cintanya terhadap agamanya.

11. Mempertuhankan selain Allah dengan mencintainya sebagaimana mencintai Allah


adalah syirik akbar.

Ayat ini menunjukkan bahwa barang siapa yang mempertuhankan selain Allah dengan
mencintainya seperti mencintai Allah, maka dia adalah musyrik.
([2]) Ayat ini menunjukkan bahwa cinta kepada Allah dan cinta kepada yang dicintai Allah
wajib didahulukan diatas segala-galanya.
([3]) Ayat ini menunjukkan bahwa kecintaan dan kasih sayang yang telah dibina orang-orang
musyrik di dunia akan terputus sama sekali ketika di akhirat, dan masing-masing dari
mereka akan melepaskan diri darinya.
([1])

Anda mungkin juga menyukai