Terapi Oksigen Pada Anestesi Referat
Terapi Oksigen Pada Anestesi Referat
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Seseorang tidak dapat hidup tanpa menghirup oksigen. Begitu esensialnya
unsur ini bagi kehidupan sehingga apabila 10 detik saja otak manusia tidak
mendapatkan oksigen, maka yang akan terjadi kemudian adalah penurunan
kesadaran dan apabila terus berlanjut, otak akan mengalami kerusakan yang lebih
berat dan irreversible. Tak hanya untuk bernafas dan mempertahankan kehidupan,
oksigen juga sangat dibutuhkan untuk metabolisme tubuh.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Rongga thoraks
Paru merupakan organ yang elastis, berbentuk kerucut, dan terletak
dalam rongga dada atau toraks. Mediastinum sentral yang berisi jantung dan
beberapa pembuluh darah besar memisahkan paru tersebut. Setiap paru
mempunyai apeks (bagian atas paru) dan dasar. Pembuluh darah paru dan
bronchial, bronkus, saraf dan pembuluh limfe memasuki tiap paru pada bagian
hilus dan membentuk akar paru. Paru kanan lebih besar dari paru kiri dan
dibagi menjadi tiga lobus oleh fisura interlobaris. Paru kiri dibagi menjadi dua
lobus.2,3
sehingga apa yang disebut dengan rongga pleura atau kavitas pleura hanyalah
suatu ruangan potensial.2
Tekanan dalam rongga pleura lebih rendah dari tekanan atmosfer,
sehingga mencegah kolaps paru. Bila terserang penyakit, pleura mungkin
mengalami peradangan, atau udara ataupun cairan dapat masuk ke dalam
rongga pleura, menyebabkan paru tertekan atau kolaps.3
Ada tiga faktor yang mempertahankan tekanan negatif yang normal
ini. Pertama, jaringan elastic paru memberikan kekuatan kontinu yang
cenderung menarik paru jauh dari rangka toraks. Setelah lahir, paru cenderung
mengerut ke ukuran aslinya yang lebih kecil daripada bentuknya sebelum
mengembang. Tetapi, permukaan pleura viseralis dan pleura parietalis yang
saling menempel itu tidak dapat dipisahkan, sehingga tetap ada kekuatan
kontinu yang cenderung memisahkannya. Kekuatan ini dikenal sebagai
tekanan negatif dari ruang pleura. Tekanan intrapleura secara terus-menerus
bervariasi sepanjang siklus pernafasan, tetapi selalu negatif.2
Faktor utama kedua dalam mempertahankan tekanan negatif
intrapleura adalah kekuatan osmotik yang terdapat di seluruh membrane
pleura. Cairan dalam keadaan normal akan bergerak dari kapiler di dalam
pleura parietalis ke ruang pleura dan kemudian diserap kembali melalui pleura
viseralis. Pergerakan cairan pleura dianggap mengikuti hukum Starling
tentang pertukaran transkapiler; yaitu, pergerakan cairan bergantung pada
selisih perbedaan antara tekanan hidrostatik darah yang cenderung mendorong
cairan keluar dan tekanan onkotik dari protein plasma yang cenderung
menahan cairan agar tetap di dalam. Selisih perbedaan absorbsi cairan pleura
melalui pleura viseralis lebih besar daripada selisih perbedaan pembentukan
cairan oleh pleura parietalis sehingga pada ruang pleura dalam keadaan
normal hanya terdapat beberapa milliliter cairan.3
Faktor ketiga yang mendukung tekanan negatif intrapleura adalah
kekuatan pompa limfatik. Sejumlah kecil protein secara normal memasuki
ruang pleura tapi akan dikeluarkan oleh sistem limfatik dalam pleura
parietalis; terkumpulnya protein di dalam ruang intrapleura akan mengacaukan
keseimbangan osmotik normal tanpa pengeluaran limfatik. Ketiga faktor ini
parasimpatis
menyebabkan
bronkokonstriksi
dan
gas-gas
ke
dalam
dan
ke
luar
paru.
Stadium
Difusi gas-gas antara alveolus dan kapiler paru (respirasi eksterna) dan
antara darah sistemik dan sel-sel jaringan
Reaksi kimia dan fisik dari O2 dan CO2dengan darah. Respirasi sel atau
respirasi interna merupakan stadium akhir respirasi, yaitu saat zat-zat
dioksidasi untuk mendapatkan energi, dan CO2 terbentuk sebagai sampah
proses metabolisme sel dan dikeluarkan oleh paru.
2.5.1 Ventilasi
Udara bergerak masuk dan keluar paru karena ada selisih tekanan
yang terdapat antara atmosfer dan alveolus akibat kerja mekanik otot-otot.
Rangka toraks berfungsi sebagai pompa. Selama inspirasi, volume toraks
bertambah besar karena diafragma turun dan iga terangkat akibat kontraksi
beberapa otot. Otot sternokleidomastoideus mengangkat sternum keatas dan
otot seratus, skalenus dan interkostalis eksternus mengangkat iga-iga.6
Toraks membesar ke tiga arah: anteroposterior, lateral, dan vertical.
Peningkatan volume ini menyebabkan penurunan tekanan intrapleura, dari
sekitar 4 mmHg (relative terhadap terkanan atmosfer) menjadi sekitar 8
mmHg bila paru mengembang pada waktu inspirasi. Pada saat yang sama
tekanan intrapulmonal atau tekanan jalan nafas menurun sampai sekitar 2
mmHg dari 0 mmHg pada waktu mulai inspirasi. Selisih tekanan antara
jalan nafas dan atmosfer menyebabkan udara mengalir ke dalam paru sampai
tekanan jalan nafas pada akhir inspirasi sama dengan tekanan atmosfer.3,5
Selama pernafasan tenang, ekspirasi merupakan gerakan pasif akibat
elastisitas dinding dada dan paru. Pada waktu otot interkostalis internus
relaksasi, rangka iga turun dan lengkung diafragma naik ke atas ke dalam
rongga toraks, menyebabkan volume toraks berkurang. Otot interkostalis
internus dapat menekan iga ke bawah dan ke dalam pada waktu ekspirasi
kuat dan aktif, batuk, muntah, atau defekasi. Selain itu, otot-otot abdomen
dapat berkontraksi sehingga tekanan intraabdomen membesar dan menekan
diafragma ke atas.3,4
Peningkatan volume toraks ini meningkatkan tekanan intrapleura
maupun tekanan intrapulmonal. Tekanan intrapulmonal sekarang meningkat
dan mencapai 1 sampai 2 mmHg di atas tekanan atmosfer. Selisih tekanan
antara jalan nafas dan atmosfer menjadi terbalik, sehingga udara mengalir
keluar dari paru sampai tekanan jalan nafas dan atmosfer menjadi sama
kembali pada akhir ekspirasi. Tekanan intrapleura selalu berada dibawah
tekanan atmosfer selama siklus pernafasan.6
Definisi-definisi berikut ini akan berguna dalam pembahasan
ventilasi yang efektif :4
Ruang mati fisiologis (VD) adalah volume udara inspirasi yang tidak
tertukar dengan udara paru; udara ini dapat dianggap sebagai ventilasi
yang terbuang sia-sia. Ruang mati fisiologis terdiri dari ruang mati
anatomis (volume udara dalam saluran nafas penghantar, yaitu sekitar 1
ml per pon berat badan), ruang mati alveolar (alveolus mengalami
ventilasi tapi tidak mengalami perfusi), dan ventilasi melampaui perfusi.
Perbandingan antara VD dengan VT (VD / VT) menggambarkan bagian
dati VT yang tidak mengadakan pertukaran dengan darah paru. Nilai rasio
tersebut tidak melebihi 30% sampai 40% pada orang yang sehat.
Perbandingan ini seringkali digunakan untuk mengikuti keadaan pasien
yang mendapatkan ventilasi mekanik.
Ventilasi alveolar (VA) adalah volume udara segar yang masuk ke dalam
alveolus setiap menit, yang mengadakan pertukaran dengan darah paru.
Ini merupakan ventilasi efektif. Ventilasi alveolar dapat dihitung dengan
menggunakan rumus :
VA= (VT-VD) x f, atau VA= VE-VD.
VA merupakan petunjuk yang lebih baik tentang ventilasi dibandingkan
VE atau VTkarena pada pengukuran ini diperhitungkan volume udara
yang terbuang dalam ventilasi VD.
pulmoner
dengan
tekanan
dan
resistensi
rendah
mengakibatkan aliran darah di basis paru lebih besar daripada di bagian apeks,
disebabkan pengaruh gaya tarik bumi. Namun, ventilasinya cukup merata.
Nilai rata-rata rasio antara ventilasi terhadap perfusi :7
V/Q = 0,8
Nilai diatas didapatkan melalui rasio rata-rata laju ventilasi alveolar
normal (4L/menit) dibagi dengan curah jantung normal (5L/menit).
Ketidakseimbangan antara proses ventilasi-perfusi terjadi kebanyakan
pada penyakit pernafasan. Penyakit paru dan gangguan fungsional pernafasan
dapat diklasifikasikan secara fisiologis sesuai jenis penyakit yang dialami,
apakah menimbulkan pirau yang besar (tidak terdapat ventilasi tapi perfusi
normal, sehingga perfusi terbuang sia-sia, V/Q kurang dari 0,8) atau
menimbulkan penyakit pada ruang mati (ventilasi normal, akan tetapi tanpa
perfusi, V/Q lebih dari 0,8).7
2.7 Transpor O2 dalam darah
O2 dapat diangkut dari paru ke jaringan-jaringan melalui dua jalan:
secara fisik larut dalam plasma atau secara kimia berikatan dengan Hb sebagai
oksihemoglobin (HbO2). Ikatan kimia O2 dengan Hb ini bersifat reversible,
dan jumlah sesungguhnya yang diangkut dalam bentuk ini mempunyai
hubungan nonlinear dengan tekanan parsial O2 dalam darah arteri (PaO2), yang
ditentukan oleh jumlah O2 yang secara fisik larut dalam plasma darah.
Selanjutnya, jumlah O2 yang secara fisik larut dalam plasma mempunyai
hubungan langsung dengan tekanan parsial O2 dalam alveolus (PAO2).7
curam.
Pada
bagian
ini
perubahan-perubahan
besar
pada
(P50 menurun)
(P50 meningkat)
pH
pH
PCO2
PCO2
Suhu
Suhu
2,3 DPG
2,3 DPG
P50 = tegangan oksigen dibutuhkan untuk menghasilka kejenuhan 50%
Kurva bergeser ke kanan apabila pH darah menurun atau
PCO2 meningkat. Dalam keadaan ini, pada PO2 tertentu afinitas Hb terhadap
O2 berkurang, sehingga O2 yang dapat diangkut oleh darah berkurang.
Simbol
Nilai normal
35-45 mmHg
Tekanan CO2
Tekanan O2
Persentase kejenuhan O2
Konsentrasi ion hydrogen
Bikarbonat
PaCO2
PaO2
SaO2
pH
HCO3-
(rata-rata, 40)
80-100 mmHg
97
7,35-7,45
22-26 mEq/L
metabolisme jaringan, hal ini dapat terjadi kira-kira 4-6 menit setelah
ventilasi spontan berhenti. Secara tradisional, hipoksia dibagi dalam 4 jenis.
Keempat kategori hipoksia adalah sebagai berikut :5
1. Hipoksia hipoksik (anoksia anoksik) yaitu apabila PO2 darah arteri
berkurang. Merupakan masalah pada individu normal pada daerah
ketinggian serta merupakan penyulit pada pneumonia dan berbagai
penyakit sistim pernafasan lainnya. Gejala yang muncul pada keadaan ini
antara lain iritabilitas, insomnia, sakit kepala, sesak nafas, mual dan
muntah.
2. Hipoksia anemik yaitu apabila O2 darah arteri normal tetapi mengalami
denervasi. Sewaktu istirahat, hipoksia akibat anemia tidaklah berat, karena
terdapat peningkatan kadar 2,3-DPG didalam sel darah merah, kecuali
apabila defisiensi hemoglobin sangat besar. Meskipun demikian, penderita
anemia mungkin mengalami kesulitan cukup besar sewaktu melakukan
latihan fisik karena adanya keterbatasan kemampuan meningkatkan
pengangkutan O2 ke jaringan aktif.
3. Hipoksia stagnan akibat sirkulasi yang lambat merupakan masalah bagi
organ seperti ginjal dan jantung saat terjadi syok. Hipoksia akibat sirkulasi
lambat merupakan masalah bagi organ seperti ginjal dan jantung saat
terjadi syok. Hati dan mungkin jaringan otak mengalami kerusakan akibat
hipoksia stagnan pada gagal jantung kongestif. Pada keadaan normal,
aliran darah ke paru-paru sangat besar, dan dibutuhkan hipotensi jangka
waktu lama untuk menimbulkan kerusakan yang berarti. Namun, syok
paru dapat terjadi pada kolaps sirkulasi berkepanjangan,terutama didaerah
paru yang letaknya lebih tinggi dari jantung.
4. Hipoksia histotoksi adalah hipoksia yang disebabkan oleh hambatan
proses oksidasi jaringan paling sering diakibatkan oleh keracunan sianida.
Sianida menghambat sitokrom oksidasi serta mungkin beberapa enzim
lainnya. Biru metilen atau nitrit digunakan untuk mengobati keracunan
sianida.
Zat-zat
tersebut
bekerja
dengan
sianida,
menghasilkan
Kardiovaskuler
output meningkat,
takikardi,
aritmia,
hipotensi,
palpitasi,
angina,
Neuromuskular
Lemah,tremor,hiperrefleks, incoordination
Metabolik
Hipoventilasi alveolar
kapasitas
latihan,
kor
pulmonal,
menurunkan cardiac
emboli paru. Pada keadaan tersebut, oksigen harus segera diberikan secara
adekuat. Pemberian oksigen yang tidak adekuat akan menimbulkan cacat
tetap dan kematian. Pada kondisi ini, oksigen harus diberikan dengan
FiO2 60-100% dalam waktu pendek sampai kondisi membaik dan terapi yang
spesifik diberikan. Selanjutnya oksigen diberikan dengan dosis yang dapat
mengatasi hipoksemia dan meminimalisasi efek samping. Bila diperlukan,
oksigen harus diberi secara terus-menerus.5
Untuk pedoman indikasi terapi oksigen jangka pendek terdapat
rekomendasi dari The American College of Chest Physicians dan The
National Heart, Lung, and Blood Institute(tabel 4).5
Tabel 4. Indikasi Akut Terapi Oksigen5
Indikasi yang sudah direkomendasi :
Hipoksemia akut (PaO2 < 60 mmHg; SaO2 < 90%)
Cardiac arrest dan respiratory arrest
Hipotensi (tekanan darah sistolik < 100 mmHg)
Curah jantung yang rendah dan asidosis metabolik (bikarbonat < 18
mmol/L)
Respiratory distress (frekuensi pernafasan > 24/min)
Indikasi yang masih dipertanyakan :
Infark miokard tanpa komplikasi
Sesak nafas tanpa hipoksemia
Krisis sel sabit
Angina
diberikan lebih dari 12 jam sehari dan manfaat survival lebih besar telah
ditunjukkan dengan pemberian oksigen berkesinambungan.8
Berdasarkan beberapa penelitian didapatkan bahwa terapi oksigen
jangka panjang dapat memperbaiki harapan hidup. Karena adanya perbaikan
dengan terapi oksigen jangka panjang, maka direkomendasikan untuk pasien
hipoksemia (PaO2 < 55 mmHg atau saturasi oksigen < 88%) oksigen
diberikan secara terus-menerus 24 jam dalam sehari. Pasien dengan
PaO2 56-59 mmHg atau saturasi oksigen 88%, kor pulmonal atau polisitemia
juga memerlukan terapi oksigen jangka panjang.8
Pada keadaan ini, awal pemberian oksigen harus dengan konsentrasi
rendah (FiO224-28%) dan dapat ditingkatkan bertahap berdasarkan hasil
pemeriksaan analisis gas darah, dengan tujuan mengoreksi hipoksemia dan
menghindari penurunan pH dibawah 7,26. Oksigen dosis tinggi yang
diberikan kepada pasien PPOK yang sudah mengalami gagal nafas tipe II
(peningkatan karbondioksida oleh karena kegagalan ventilasi dengan
oksigen yang relatif cukup) akan dapat mengurangi efek hipoksik untuk
pemicu gerakan bernafas dan meningkatkan mismatch ventilasi-perfusi. Hal
ini akan menyebabkan retensi CO2 dan akan menimbulkan asidosis
respiratorik yang berakibat fatal.8
Pasien yang menerima terapi jangka panjang harus dievaluasi ulang
dalam 2 bulan untuk menilai apakah hipoksemia menetap atau ada perbaikan
mendapat terapi oksien mengalami perbaikan setelah 1 bulan dan tidak perlu
lagi meneruskan suplemen oksigen.8
2.18.1 Indikasi terapi oksigen
Tabel 5. Indikasi terapi oksigen jangka panjang8
Pemberian oksigen secara kontinyu :
PaO2 istirahat 55 mmHg atau saturasi oksigen 88%
PaO2 istirahat 56-59 mmHg atau saturasi oksigen 89% pada satu keadaan :
- Edema yang disebabkan karena CHF
- P pulmonal pada pemeriksaan EKG (gelombang P > 3mm pada lead
II, III, aVF
Eritrositoma (hematokrit > 56%)
PaO2 > 59 mmHg atau saturasi oksigen > 89%
Pemberian oksigen tidak kontinyu :
Selama latihan : PaO2 55 mmHg atau saturasi oksigen 88%
Selama tidur : PaO2 55 mmHg atau saturasi oksigen 88% dengan
Nocturnal hypoxemia
Tidak ada hipoksemia saat
istirahat, tetapi saturasi
menurun selama latihan
atau tidur
Pencapaian terapi
PaO2 60 mmHg atau SaO2 90%
Dosis oksigen sebaiknya disesuaikan
saat tidur dan latihan
PaO2 60 mmHg atau SaO2 90%
Dosis oksigen sebaiknya disesuaikan
saat tidur dan latihan
2.18.2 Kontraindikasi
Suplemen oksigen tidak direkomendasi pada:9
Pasien dengan keterbatasan jalan nafas yang berat dengan keluhan utama
dispneu, tetapi dengan PaO2 lebih atau sama dengan 60 mmHg dan tidak
mempunyai hipoksia kronik.
Pasien yang meneruskan merokok, karena kemungkinan prognosis yang
Kateter nasal dan kanul nasal merupakan alat dengan sistem arus
rendah yang digunakan secara luas. Kanul nasal terdiri dari
sepasang tube dengan panjang 2 cm, dipasangkan pada lubang
hidung pasien dan tube dihubungkan secara langsung ke oxygen
flow meter. Alat ini dapat menjadi alternatif bila tidak terdapat
masker, terutama bagi pasien yang membutuhkan suplemen
oksigen rendah. Kanul nasal arus rendah mengalirkan oksigen ke
nasofaring dengan aliran 1-6 L/m, dengan FiO2 antara 24-40%.
Aliran yang lebih tinggi tidak meningkatkan FiO 2 secara
bermakna diatas 44% dan akan menyebabkan mukosa membran
menjadi kering. Kanul nasal merupakan pilihan bagi pasien yang
mendapatkan terapi oksigen jangka panjang.
dan
batuk
paroksismal.
Komplikasi
infeksi
stoma,
dan mucus
ball
yang
lain
dapat
mengakibatkan fatal.
Alat venturi
mask menggunakan
prinsip jet
mixing (efek
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Oksigen merupakan unsur yang paling dibutuhkan bagi kehidupan
manusia, sebentar saja manusia tak mendapat oksigen maka akan langsung
fatal akibatnya. Tak hanya untuk bernafas dan mempertahankan kehidupan,
oksigen juga sangat dibutuhkan untuk metabolisme tubuh. Pembarian oksigen
dapat memperbaiki keadaan umum, mempermudah perbaikan penyakit dan
memperbaiki kualitas hidup. Oksigen dapat diberikan jangka pendek dan
jangka panjang.
Untuk pemberian oksigen kita harus mengerti indikasi pemberian oksigen,
teknik yang akan dipakai, dosis oksigen yang akan diberikan, dan lamanya
oksigen yang akan diberikan serta waktu pemberian. Pemberian oksigen perlu
selalu dievaluasi sehingga dapat mengoptimalkan pemberian oksigen dan
mencegah terjadinya retensi CO2.
DAFTAR PUSTAKA
Adults
in
the
Acute
Care
Facility,
diakses
2008,
Oksigen,
diakses
Stress
and
Health
Solution,
diakses
dari
Therapy,
diakses