Pegkajian Gadar Dewasa
Pegkajian Gadar Dewasa
Oleh Kelompok IV
1. Ria Ramadhani D. A
126070300111006
2. Lola Despitasari
126070300111010
3. Lina Handayani
126070300111022
4. Dian Shinta
126070300111023
5. Nur Ainiyah
126070300111025
6. Mustriwi
126070300111026
126070300111026
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Pelayanan gawat darurat merupakan bentuk pelayanan yang bertujuan untuk
menyelamatkan kehidupan penderita, mencegah kerusakan sebelum tindakan/perawatan
selanjutnya dan menyembuhkan penderita pada kondisi yang berguna bagi kehidupan.
Karena sifat pelayanan gawat daruarat yang cepat dan tepat, maka sering dimanfaatkan
untuk memperoleh pelayanan pertolongan pertama dan bahkan pelayanan rawat jalan
bagi penderita dan keluarga yang menginginkan pelayanan secara cepat. Oleh karena itu
diperlukan perawat yang mempunyai kemampuan yang bagus dalam mengaplikasikan
asuhan keperawatan gawat darurat untuk mengatasi berbagai permasalahan kesehatan
baik aktual atau potensial mengancam kehidupan tanpa atau terjadinya secara mendadak
atau tidak di perkirakan tanpa atau disertai kondisi lingkungan yang tidak dapat
dikendalikan.
Asuhan keperawatan gawat darurat adalah rangkaian kegiatan praktek
keperawatan gawat darurat yang diberikan kepada klien oleh perawat yang berkompeten
di ruang gawat darurat. Asuhan keperawatan yang diberikan meliputi biologis, psikologis,
dan sosial klien baik aktual yang timbul secara bertahap maupun mendadak, maupun
resiko tinggi. Ada beberapa faktor yang mempengaruhi asuhan keperawatan gawat
darurat, yaitu : kondisi kegawatan seringkali tidak terprediksi baik kondisi klien maupun
jumlah klien yang datang ke ruang gawat darurat, keterbatasan sumber daya dan waktu,
adanya saling ketergantungan yang sangat tinggi diantara profesi kesehatan yang bekerja
di ruang gawat darurat, keperawatan diberikan untuk semua usia dan sering dengan data
dasar yang sangat mendasar, tindakan yang diberikan harus cepat dan dengan ketepatan
yang tinggi (Maryuani, 2009).
Mengingat sangat pentingnya pengumpulan data atau informasi yang mendasar
pada kasus gawat darurat, maka setiap perawat gawat darurat harus berkompeten dalam
melakukan pengkajian gawat darurat. Keberhasilan pertolongan terhadap penderita gawat
darurat sangat tergantung dari kecepatan dan ketepatan dalam melakukan pengkajian
awal yang akan menentukan bentuk pertolongan yang akan diberikan kepada pasien.
Semakin cepat pasien ditemukan maka semakin cepat pula dapat dilakukan pengkajian
awal sehingga pasien tersebut dapat segera mendapat pertolongan sehingga terhindar
dari kecacatan atau kematian.
Pengkajian pada kasus gawat darurat dibedakan menjadi dua, yaitu : pengkajian
primer dan pengkajian sekunder. Pertolongan kepada pasien gawat darurat dilakukan
dengan terlebih dahulu melakukan survei primer untuk mengidentifikasi masalah-masalah
Pengkajian Gadar Dewasa Kelompok IV
2
yang mengancam hidup pasien, barulah selanjutnya dilakukan survei sekunder. Tahapan
pengkajian primer meliputi : A: Airway, mengecek jalan nafas dengan tujuan menjaga
jalan nafas disertai kontrol servikal; B: Breathing, mengecek pernafasan dengan tujuan
mengelola pernafasan agar oksigenasi adekuat; C: Circulation, mengecek sistem sirkulasi
disertai kontrol perdarahan; D: Disability, mengecek status neurologis; E: Exposure,
enviromental control, buka baju penderita tapi cegah hipotermia (Holder, 2002).
Pengkajian primer bertujuan mengetahui dengan segera kondisi yang mengancam
nyawa pasien. Pengkajian primer dilakukan secara sekuensial sesuai dengan prioritas.
Tetapi dalam prakteknya dilakukan secara bersamaan dalam tempo waktu yang singkat
(kurang dari 10 detik) difokuskan pada Airway Breathing Circulation (ABC). Karena kondisi
kekurangan oksigen merupakan penyebab kematian yang cepat. Kondisi ini dapat
diakibatkan karena masalah sistem pernafasan ataupun bersifat sekunder akibat dari
gangguan sistem tubuh yang lain. Pasien dengan kekurangan oksigen dapat jatuh dengan
cepat ke dalam kondisi gawat darurat sehingga memerlukan pertolongan segera. Apabila
terjadi kekurangan oksigen 6-8 menit akan menyebabkan kerusakan otak permanen, lebih
dari 10 menit akan menyebabkan kematian. Oleh karena itu pengkajian primer pada
penderita gawat darurat penting dilakukan secara efektif dan efisien (Mancini, 2011).
Berdasarkan latar belakang diatas, maka kelompok kami tertarik untuk membahas
mengenai pengkajian gawat darurat pada dewasa.
B. Tujuan
1. Tujuan Umum
Mengetahui tentang konsep pengkajian gawat darurat pada pasien dewasa
2. Tujuan Khusus
a. Mengetahui tentang konsep pengkajian gawat darurat pada pasien
dewasa yang meliputi : primary assessment, secondary assessment,
focused assesment, diagnostic procedure.
b. Menyusun format pengkajian gawat darurat pada pasien dewasa.
C. Ruang Lingkup Penulisan
Ruang lingkup penulisan pada makalah ini antara lain :
1. Konsep primary assessment yang membahas mengenai proses evaluasi awal yang
sistematis dan penanganan segera pada pasien dewasa yang mengalami kondisi
gawat darurat, yang meliputi Airway maintenance dengan cervical spine protection,
Breathing dan oxygenation, Circulation dan kontrol perdarahan eksternal, Disabilitypemeriksaan neurologis singkat dan Exposure dengan kontrol lingkungan.
3
2. Konsep secondary assessment yang membahas mengenai proses anamnesis dan
pemeriksaan fisik head to toe untuk menilai perubahan bentuk, luka dan cedera
yang dialami pasien dewasa.
3. Konsep Focused assessment yang membahas mengenai beberapa komponen
pengkajian terfokus yang penting untuk melengkapi primary survey pada pasien
dewasa di gawat darurat.
4. Pemeriksaan diagnostik yang dibutuhkan untuk melengkapi proses pengkajian
gawat darurat pada pasien dewasa, yang meliputi : Endoskopi, bronkoskopi, CT
scan, USG, dll.
5. Format pengkajian gawat darurat pada pasien dewasa yang terdiri dari primary
assessment, secondary assessment, focused assessment, dan diagnostic
procedure.
D. Metode Penulisan
Metode penulisan dalam makalah ini adalah dari beberapa studi literatur dan jurnaljurnal penelitian.
E. Sistematika Penulisan
Sistematika penulisan pada makalah ini adalah :
BAB I : Pendahuluan
A. Latar belakang
B. Tujuan penulisan
1. Tujuan umum
2. Tujuan khusus
C. Ruang lingkup penulisan
D. Metode penulisan
E. Sistematika penulisan
BAB II : Tinjauan Teori : primary assessment, secondary assessment, focused
assessment, diagnostic procedure.
BAB III : Pembahasan dan format pengkajian gawat darurat pada pasien dewasa
BAB IV: Penutup
A. Kesimpulan
B. Saran
4
BAB II
TINJAUAN TEORI
Perawatan pada pasien yang mengalami injuri oleh tim trauma agak berbeda
dengan pengobatan secara tradisional, di mana penegakan diagnosa, pengkajian dan
manajemen penatalaksanaan sering terjadi secara bersamaan dan dilakukan oleh dokter
yang lebih dari satu. Seorang leader tim harus langsung memberikan pengarahan secara
keseluruhan mengenai penatalaksanaan terhadap pasien yang mengalami injuri, yang
meliputi (Fulde, 2009) :
1. Primary survey
2. Resuscitation
3. History
4. Secondary survey
5. Definitive care
A. Primary Survey
Primary survey menyediakan evaluasi yang sistematis, pendeteksian dan
manajemen segera terhadap komplikasi akibat trauma parah yang mengancam
kehidupan. Tujuan dari Primary survey adalah untuk mengidentifikasi dan memperbaiki
dengan segera masalah yang mengancam kehidupan. Prioritas yang dilakukan pada
primary survey antara lain (Fulde, 2009) :
setiap langkah harus dilakukan dalam urutan yang benar dan langkah berikutnya hanya
dilakukan jika langkah sebelumnya telah sepenuhnya dinilai dan berhasil. Setiap anggota
tim dapat melaksanakan tugas sesuai urutan sebagai sebuah tim dan anggota yang telah
dialokasikan peran tertentu seperti airway, circulation, dll, sehingga akan sepenuhnya
menyadari mengenai pembagian waktu dalam keterlibatan mereka (American College of
Surgeons, 1997). Primary survey perlu terus dilakukan berulang-ulang pada seluruh
tahapan awal manajemen. Kunci untuk perawatan trauma yang baik adalah penilaian
yang terarah, kemudian diikuti oleh pemberian intervensi yang tepat dan sesuai serta
pengkajian ulang melalui pendekatan AIR (assessment, intervention, reassessment).
Pengkajian Gadar Dewasa Kelompok IV
5
Primary survey dilakukan melalui beberapa tahapan, antara lain (Gilbert.,
DSouza., & Pletz, 2009) :
a) General Impressions
b) Pengkajian Airway
Tindakan pertama kali yang harus dilakukan adalah memeriksa responsivitas
pasien dengan mengajak pasien berbicara untuk memastikan ada atau tidaknya
sumbatan jalan nafas. Seorang pasien yang dapat berbicara dengan jelas maka jalan
nafas pasien terbuka (Thygerson, 2011). Pasien yang tidak sadar mungkin
memerlukan
selama intubasi endotrakeal jika dicurigai terjadi cedera pada kepala, leher atau dada.
Obstruksi jalan nafas paling sering disebabkan oleh obstruksi lidah pada kondisi pasien
tidak sadar (Wilkinson & Skinner, 2000).
Yang perlu diperhatikan dalam pengkajian airway pada pasien antara lain :
Kaji kepatenan jalan nafas pasien. Apakah pasien dapat berbicara atau bernafas
dengan bebas?
Look dan listen bukti adanya masalah pada saluran napas bagian atas dan
potensial penyebab obstruksi :
Muntahan
Perdarahan
Gigi lepas atau hilang
Gigi palsu
Trauma wajah
Jika terjadi obstruksi jalan nafas, maka pastikan jalan nafas pasien terbuka.
Lindungi tulang belakang dari gerakan yang tidak perlu pada pasien yang berisiko
untuk mengalami cedera tulang belakang.
Gunakan berbagai alat bantu untuk mempatenkan jalan nafas pasien sesuai
indikasi :
Chin lift/jaw thrust
Lakukan suction (jika tersedia)
Oropharyngeal airway/nasopharyngeal airway, Laryngeal Mask Airway
Lakukan intubasi
Look, listen dan feel; lakukan penilaian terhadap ventilasi dan oksigenasi pasien.
perkusi
berguna
untuk
diagnosis
haemothorax
dan
pneumotoraks.
Buka dada pasien dan observasi pergerakan dinding dada pasien jika perlu.
Tentukan laju dan tingkat kedalaman nafas pasien; kaji lebih lanjut mengenai
karakter dan kualitas pernafasan pasien.
Pemberian intervensi untuk ventilasi yang tidak adekuat dan / atau oksigenasi:
Pemberian terapi oksigen
Bag-Valve Masker
Intubasi (endotrakeal atau nasal dengan konfirmasi penempatan yang
benar), jika diindikasikan
Catatan: defibrilasi tidak boleh ditunda untuk advanced airway procedures
Kaji adanya masalah pernapasan yang mengancam jiwa lainnya dan berikan
terapi sesuai kebutuhan.
d) Pengkajian Circulation
Shock didefinisikan sebagai tidak adekuatnya perfusi organ dan oksigenasi
jaringan. Hipovolemia adalah penyebab syok paling umum pada trauma. Diagnosis
shock didasarkan pada temuan klinis: hipotensi, takikardia, takipnea, hipotermia,
pucat, ekstremitas dingin, penurunan capillary refill, dan penurunan produksi urin.
Oleh karena itu, dengan adanya tanda-tanda hipotensi merupakan salah satu alasan
yang cukup aman untuk mengasumsikan telah terjadi perdarahan dan langsung
mengarahkan tim untuk melakukan upaya menghentikan pendarahan. Penyebab lain
yang mungkin membutuhkan perhatian segera adalah: tension pneumothorax, cardiac
tamponade, cardiac, spinal shock dan anaphylaxis. Semua perdarahan eksternal yang
nyata harus diidentifikasi melalui paparan pada pasien secara memadai dan dikelola
dengan baik (Wilkinson & Skinner, 2000)..
Langkah-langkah dalam pengkajian terhadap status sirkulasi pasien, antara lain :
Kaji kulit untuk melihat adanya tanda-tanda hipoperfusi atau hipoksia (capillary
refill).
8
maupun stimulus verbal.
pasien
hanya
selama
pemeriksaan
eksternal.
Setelah
semua
pemeriksaan telah selesai dilakukan, tutup pasien dengan selimut hangat dan jaga
privasi pasien, kecuali jika diperlukan pemeriksaan ulang (Thygerson, 2011).
Dalam situasi yang diduga telah terjadi mekanisme trauma yang mengancam jiwa,
maka Rapid Trauma Assessment harus segera dilakukan:
Perlakukan setiap temuan luka baru yang dapat mengancam nyawa pasien
luka dan mulai melakukan transportasi pada pasien yang berpotensi tidak
stabil atau kritis.
(Gilbert., DSouza., & Pletz, 2009)
Alur Primary Survey pada Pasien Medical Dewasa (Pre-Hospital Emergency Care
Council, 2012) :
Alur Primary Survey pada Pasien Trauma Dewasa (Pre-Hospital Emergency Care
Council, 2012) :
10
B. Secondary Assessment
Survey sekunder merupakan pemeriksaan secara lengkap yang dilakukan secara
head to toe, dari depan hingga belakang. Secondary survey hanya dilakukan setelah
kondisi pasien mulai stabil, dalam artian tidak mengalami syok atau tanda-tanda syok
telah mulai membaik.
1. Anamnesis
11
Pemeriksaan data subyektif didapatkan dari anamnesis riwayat pasien yang
merupakan bagian penting dari pengkajian pasien. Riwayat pasien meliputi keluhan
utama, riwayat masalah kesehatan sekarang, riwayat medis, riwayat keluarga, sosial,
dan sistem. (Emergency Nursing Association, 2007). Pengkajian riwayat pasien
secara optimal harus diperoleh langsung dari pasien, jika berkaitan dengan bahasa,
budaya, usia, dan cacat atau kondisi pasien yang terganggu, konsultasikan dengan
anggota keluarga, orang terdekat, atau orang yang pertama kali melihat kejadian.
Anamnesis yang dilakukan harus lengkap karena akan memberikan gambaran
mengenai cedera yang mungkin diderita. Beberapa contoh:
a. Tabrakan frontal seorang pengemudi mobil tanpa sabuk pengaman: cedera wajah,
maksilo-fasial, servikal. Toraks, abdomen dan tungkai bawah.
b. Jatuh dari pohon setinggi 6 meter perdarahan intra-kranial, fraktur servikal atau
vertebra lain, fraktur ekstremitas.
c. Terbakar dalam ruangan tertutup: cedera inhalasi, keracunan CO.
Anamnesis juga harus meliputi riwayat AMPLE yang bisa didapat dari pasien dan
keluarga (Emergency Nursing Association, 2007):
A : Alergi (adakah alergi pada pasien, seperti obat-obatan, plester, makanan)
M : Medikasi/obat-obatan (obat-obatan yang diminum seperti sedang menjalani
pengobatan hipertensi, kencing manis, jantung, dosis, atau penyalahgunaan
obat
P : Pertinent medical history (riwayat medis pasien seperti penyakit yang pernah
diderita, obatnya apa, berapa dosisnya, penggunaan obat-obatan herbal)
L : Last meal (obat atau makanan yang baru saja dikonsumsi, dikonsumsi berapa
jam sebelum kejadian, selain itu juga periode menstruasi termasuk dalam
komponen ini)
E : Events, hal-hal yang bersangkutan dengan sebab cedera (kejadian yang
menyebabkan adanya keluhan utama)
Ada beberapa cara lain untuk mengkaji riwayat pasien yang disesuaikan dengan
kondisi pasien. Pada pasien dengan kecenderungan konsumsi alkohol, dapat
digunakan beberapa pertanyaan di bawah ini (Emergency Nursing Association,
2007):
C. have you ever felt should Cut down your drinking?
A. have people Annoyed you by criticizing your drinking?
G. have you ever felt bad or Guilty about your drinking?
E. have you ever had a drink first think in the morning to steady your nerver or
get rid of a hangover (Eye-opener)
12
Jawaban Ya pada beberapa kategori sangat berhubungan dengan masalah
konsumsi alkohol.
Pada kasus kekerasan dalam rumah tangga akronim HITS dapat digunakan dalam
proses pengkajian. Beberapa pertanyaan yang diajukan antara lain : dalam setahun
terakhir ini seberapa sering pasanganmu (Emergency Nursing Association, 2007):
Hurt you physically?
Insulted or talked down to you?
Threathened you with physical harm?
Screamed or cursed you?
Akronim PQRST ini digunakan untuk mengkaji keluhan nyeri pada pasien yang
meliputi :
Provokes/palliates : apa yang menyebabkan nyeri? Apa yang membuat
nyerinya lebih baik? apa yang menyebabkan nyerinya lebih buruk? apa yang
anda lakukan saat nyeri? apakah rasa nyeri itu membuat anda terbangun saat
tidur?
Quality : bisakah anda menggambarkan rasa nyerinya?apakah seperti diiris,
tajam, ditekan, ditusuk tusuk, rasa terbakar, kram, kolik, diremas? (biarkan
pasien mengatakan dengan kata-katanya sendiri.
Radiates: apakah nyerinya menyebar? Menyebar kemana? Apakah nyeri
terlokalisasi di satu titik atau bergerak?
Severity : seberapa parah nyerinya? Dari rentang skala 0-10 dengan 0 tidak
ada nyeri dan 10 adalah nyeri hebat
Time : kapan nyeri itu timbul?, apakah onsetnya cepat atau lambat? Berapa
lama nyeri itu timbul? Apakah terus menerus atau hilang timbul?apakah pernah
merasakan nyeri ini sebelumnya?apakah nyerinya sama dengan nyeri
sebelumnya atau berbeda?
Setelah dilakukan anamnesis, maka langkah berikutnya adalah pemeriksaan
tanda-tanda vital. Tanda tanda vital meliputi suhu, nadi, frekuensi nafas, saturasi
oksigen, tekanan darah, berat badan, dan skala nyeri.
Berikut ini adalah ringkasan tanda-tanda vital untuk pasien dewasa menurut
Emergency Nurses Association,(2007).
Komponen
Nilai normal
Keterangan
13
Suhu
36,5-37,5
Nadi
60-100x/menit
Respirasi
12-20x/menit
Saturasi oksigen
>95%
Tekanan darah
120/80mmHg
Berat badan
2. Pemeriksaan fisik
a. Kulit kepala
Seluruh kulit kepala diperiksa. Sering terjadi pada penderita yang datang
dengan cedera ringan, tiba-tiba ada darah di lantai yang berasal dari bagian
belakang kepala penderita. Lakukan inspeksi dan palpasi seluruh kepala dan
wajah untuk adanya pigmentasi,
termal, ruam, perdarahan,
Manning. 2004).
b. Wajah
14
Ingat prinsip look-listen-feel. Inspeksi adanya kesimterisan kanan dan kiri.
Apabila terdapat cedera di sekitar mata jangan lalai memeriksa mata, karena
pembengkakan di mata akan menyebabkan pemeriksaan mata selanjutnya
menjadi sulit. Re evaluasi tingkat kesadaran dengan skor GCS.
1) Mata
nyeri,
gatal-gatal,
ptosis,
exophthalmos,
apabila
ada
deformitas
(pembengkokan)
4) Rahang atas
5) Rahang bawah
6) Mulut dan faring : inspeksi pada bagian mucosa terhadap tekstur, warna,
kelembaban, dan adanya lesi; amati lidah tekstur, warna,
kelembaban, lesi, apakah tosil meradang, pegang dan
tekan daerah pipi kemudian rasakan apa ada massa/
tumor, pembengkakkan dan nyeri, inspeksi amati adanya
tonsil meradang atau tidak (tonsillitis/amandel). Palpasi
adanya respon nyeri
c. Vertebra servikalis dan leher
Pada saat memeriksa leher, periksa adanya
krepitasi, edema, ruam, lesi, dan massa , kaji adanya keluhan disfagia (kesulitan
menelan) dan suara serak harus diperhatikan, cedera tumpul atau tajam, deviasi
trakea, dan pemakaian otot tambahan. Palpasi akan adanya nyeri, deformitas,
pembekakan, emfisema subkutan, deviasi trakea, kekakuan pada leher dan
simetris pulsasi. Tetap jaga imobilisasi segaris dan proteksi servikal. Jaga airway,
pernafasan, dan oksigenasi. Kontrol perdarahan, cegah kerusakan otak sekunder..
Pengkajian Gadar Dewasa Kelompok IV
15
d. Toraks
Inspeksi
Palpasi
Perkusi
Auskultasi
Pelvis (perineum/rectum/vagina)
Cedera pada pelvis yang berat akan nampak pada pemeriksaan fisik
(pelvis menjadi stabil), pada cedera berat ini kemungkinan penderita akan masuk
dalam keadaan syok, yang harus segera diatasi. Bila ada indikasi pasang PASG/
gurita untuk mengontrol perdarahan dari fraktur pelvis (Tim YAGD 118, 2010).
16
Pelvis dan perineum diperiksa akan adanya luka, laserasi , ruam, lesi,
edema, atau kontusio, hematoma, dan perdarahan uretra. Colok dubur harus
dilakukan sebelum memasang kateter uretra. Harus diteliti akan kemungkinan
adanya darah dari lumen rectum, prostat letak tinggi, adanya fraktur pelvis, utuh
tidaknya rectum dan tonus musculo sfinkter ani. Pada wanita, pemeriksaan colok
vagina dapat menentukan adanya darah dalam vagina atau laserasi, jika terdapat
perdarahan vagina dicatat, karakter dan jumlah kehilangan darah harus dilaporkan
(pada tampon yang penuh memegang 20 sampai 30 mL darah). Juga harus
dilakuakn tes kehamilan pada semua wanita usia subur. Permasalahan yang ada
adalah ketika terjadi kerusakan uretra pada wanita, walaupun jarang dapat terjadi
pada fraktur pelvis dan straddle injury. Bila terjadi, kelainan ini sulit dikenali, jika
pasien hamil, denyut jantung janin (pertama kali mendengar dengan Doppler
ultrasonografi pada sekitar 10 sampai 12 kehamilan minggu) yang dinilai untuk
frekuensi, lokasi, dan tempat. Pasien dengan keluhan kemih harus ditanya tentang
rasa sakit atau terbakar dengan buang air kecil, frekuensi, hematuria, kencing
berkurang, Sebuah sampel urin harus diperoleh untuk analisis.(Diklat RSUP Dr.
M.Djamil, 2006).
g. Ektremitas
Pemeriksaan dilakukan dengan look-feel-move. Pada saat inspeksi, jangan
lupa untuk memriksa adanya luka dekat daerah fraktur (fraktur terbuak), pada saat
pelapasi jangan lupa untuk memeriksa denyut nadi distal dari fraktur pada saat
menggerakan, jangan dipaksakan bila jelas fraktur. Sindroma kompartemen
(tekanan
intra
kompartemen
dalam
ekstremitas
meninggi
sehingga
17
hanya dapat didiagnosa dengan foto rongent. Pemeriksaan muskuloskletal tidak
lengkap bila belum dilakukan pemeriksaan punggung penderita. Permasalahan
yang muncul adalah
1) Perdarahan dari fraktur pelvis dapat berat dan sulit dikontrol, sehingga terjadi
syok yang dpat berakibat fatal
2) Fraktur pada tangan dan kaki sering tidak dikenal apa lagi penderita dalam
keadaan tidak sada. Apabila kemudian kesadaran pulih kembali barulah
kelainan ini dikenali.
3) Kerusakan jaringan lunak sekitar sendi seringkali baru dikenal setelah
penderita mulai sadar kembali (Diklat RSUP Dr. M.Djamil, 2006).
h. Bagian punggung
Memeriksa punggung dilakukan dilakukan dengan log roll, memiringkan
penderita dengan tetap menjaga kesegarisan tubuh). Pada saat ini dapat
dilakukan pemeriksaan punggung (Tim YAGD 118, 2010).
Periksa`adanya
perdarahan, lecet, luka, hematoma, ecchymosis, ruam, lesi, dan edema serta
nyeri, begitu pula pada kolumna vertebra periksa adanya deformitas.
i.
Neurologis
Pemeriksaan
neurologis
yang
diteliti
meliputi
pemeriksaan
tingkat
kesadaran, ukuran dan reaksi pupil, oemeriksaan motorik dan sendorik. Peubahan
dalam status neirologis dapat dikenal dengan pemakaian GCS. Adanya paralisis
dapat disebabakan oleh kerusakan kolumna vertebralis atau saraf perifer.
Imobilisasi penderita dengan short atau long spine board, kolar servikal, dan alat
imobilisasi dilakukan samapai terbukti tidak ada fraktur servikal. Kesalahan yang
sering dilakukan adalah untuk melakukan fiksasai terbatas kepada kepala dan
leher saja, sehingga penderita masih dapat bergerak dengan leher sebagai
sumbu. Jelsalah bahwa seluruh tubuh penderita memerlukan imobilisasi. Bila ada
trauma kepala, diperlukan konsultasi neurologis. Harus dipantau tingkat kesadaran
penderita, karena merupakan gambaran perlukaan intra cranial. Bila terjadi
penurunan kesadaran akibat gangguan neurologis, harus diteliti ulang perfusi
oksigenasi, dan ventilasi (ABC). Perlu adanya tindakan bila ada perdarahan
epidural subdural atau fraktur kompresi ditentukan ahli bedah syaraf (Diklat RSUP
Dr. M.Djamil, 2006).
Pada pemeriksaan neurologis, inspeksi adanya kejang, twitching, parese,
hemiplegi atau hemiparese (ganggguan pergerakan), distaksia ( kesukaran dalam
18
mengkoordinasi otot), rangsangan meningeal dan kaji pula adanya vertigo dan
respon sensori
C. Focused Assessment
Focused assessment atau pengakajian terfokus adalah tahap pengkajian pada
area keperawatan gawat darurat yang dilakukan setelah primary survey, secondary
survey, anamnesis riwayat pasien (pemeriksaan subyektif) dan pemeriksaan obyektif
(Head to toe). Di beberapa negara bagian Australia mengembangkan focused
assessment ini dalam pelayanan di Emergency Department, tetapi di beberapa
Negara seperti USA dan beberapa Negara Eropa tidak menggunakan istilah Focused
Assessment tetapi dengan istilah Definitive Assessment (Okeefe et.al, 1998).
Focused assessment untuk melengkapi data secondary assessment bisa
dilakukan sesuai masalah yang ditemukan atau tempat dimana injury ditemukan.
Yang paling
komponen
yang
perlu
untuk
dilakukan
pengkajian
kembali
(reassessment) yang penting untuk melengkapi primary survey pada pasien di gawat
darurat adalah :
Komponen
Airway
Breathing
Pertimbangan
Pastikan bahwa peralatan airway : Oro Pharyngeal
Airway, Laryngeal Mask Airway , maupun Endotracheal
Tube (salah satu dari peralatan airway) tetap efektif
untuk menjamin kelancaran jalan napas.
Pertimbangkan penggunaaan peralatan dengan
manfaat yang optimal dengan risiko yang minimal.
Circulation
Balance cairan
Disability
19
didukung dengan :
E. Pemeriksaan Diagnostik
Pemeriksaan lanjutan hanya dilakukan setelah ventilasi dan hemodinamika
penderita dalam keadaan stabil (Diklat RSUP Dr. M.Djamil, 2006). Dalam melakukan
secondary survey, mungkin akan dilakukan pemeriksaan diagnostik yang lebih
spesifik seperti :
1)
Endoskopi
Pemeriksaan penunjang endoskopi bisa dilakukan pada pasien dengan
perdarahan dalam. Dengan melakukan pemeriksaan endoskopi kita bisa mngethaui
perdarahan yang terjadi organ dalam. Pemeriksaan endoskopi dapat mendeteksi
lebih dari 95% pasien dengan hemetemesis, melena atau hematemesis melena
dapat ditentukan lokasi perdarahan dan penyebab perdarahannya. Lokasi dan
sumber perdarahan yaitu:
a. Esofagus
:Varises,erosi,ulkus,tumor
b. Gaster
:Erosi,
ulkus,
tumor,
polip,
:Ulkus, erosi,
Bronkoskopi
Bronkoskopi adalah tindakan yang dilakukan untuk melihat keadaan intra bronkus
dengan menggunakan alat bronkoskop. Prosedur diagnostik dengan bronkoskop ini
dapat menilai lebih baik pada mukosa saluran napas normal, hiperemis atau lesi
infiltrat yang memperlihatkan mukosa yang compang-camping. Teknik ini juga dapat
menilai penyempitan atau obstruksi akibat kompresi dari luar atau massa
intrabronkial, tumor intra bronkus. Prosedur ini juga dapat menilai ada tidaknya
pembesaran kelenjar getah bening, yaitu dengan menilai karina yang terlihat tumpul
20
akibat pembesaran kelenjar getah bening subkarina atau intra bronkus (Parhusip,
2004).
3)
CT Scan
CT-scan merupakan alat pencitraan yang di pakai pada kasus-kasus emergensi
seperti emboli paru, diseksi aorta, akut abdomen, semua jenis trauma dan
menentukan tingkatan dalam stroke. Pada kasus stroke, CT-scan dapat menentukan
dan memisahkan antara jaringan otak yang infark dan daerah penumbra. Selain itu,
alat ini bagus juga untuk menilai kalsifikasi jaringan. Berdasarkan beberapa studi
terakhir, CT-scan dapat
menjadi baku emas dalam diagnosis stroke (Widjaya, 2002). Pemeriksaaan CT. scan
juga dapat mendeteksi kelainan-kelainan seerti perdarahan diotak, tumor otak,
kelainan-kelainan tulang dan kelainan dirongga dada dan rongga perur dan
khususnya kelainan pembuluh darah, jantung (koroner), dan pembuluh darah
umumnya (seperti penyempitan darah dan ginjal (ishak, 2012).
4)
USG
Ultrasonografi (USG) adalah alat diagnostik non invasif menggunakan gelombang
suara dengan
untuk
5)
Radiologi
Radiologi merupakan salah satu pemeriksaan penunjang yang dilakukan di ruang
gawat darurat. Radiologi merupakan bagian dari spectrum elektromagnetik yang
dipancarkan akibat pengeboman anoda wolfram oleh electron-elektron bebas dari
suatu katoda. Film polos dihasilkan oleh pergerakan electron-elektron tersebut
melintasi pasien dan menampilkan film radiologi. Tulang dapat menyerap sebagian
besar radiasi menyebabkan pajanan pada film paling sedikit, sehingga film yang
dihasilkan tampak berwarna putih. Udara paling sedikit menyerap radiasi,
21
meyebabakan pejanan pada film maksimal sehingga film nampak berwarna hitam.
Diantara kedua keadaan ekstrem ini, penyerapan jaringan sangat berbeda-beda
menghasilkan citra dalam skala abu-abu. Radiologi bermanfaat untuk dada,
abdoment, sistem tulang: trauma, tulang belakang, sendi penyakit degenerative,
metabolic dan metastatik (tumor). Pemeriksaan radiologi penggunaannya dalam
membantu diagnosis meningkat. Sebagian kegiatan seharian di departemen radiologi
adalah
pemeriksaan
foto
toraks.
Hal
ini
menunjukkan
betapa
pentingnya
pemeriksaan ini. Ini karena pemeriksaan ini relatif lebih cepat, lebih murah dan
mudah dilakukan berbanding pemeriksaan lain yang lebih canggih dan akurat (Ishak,
2012).
6)
BAB III
PEMBAHASAN
Pengkajian kegawatdaruratan pada orang dewasa akan berbeda dengan
pengkajian yang dilakukan pada anak-anak dan lanjut usia yang membutuhkan
kekhususan dalam pengkajian maupun penanganannya. Menurut Pedoman The National
Institue for Health and Clinical Excellence (2007) menyatakan orang dewasa berusia
sekitar 16 tahun atau lebih. Hasil survey tahun 2007 dan 2010 menunjukkan bahwa 20%
orang dewasa (18-64 tahun) di Amerika Serikat menggunakan unit gawat darurat (UGD)
22
dan 12 bulan terakhir sekitar 66,0% orang dewasa memiliki alasan mengunjungi UGD
karena mengalami masalah medis yang serius (Gindhi, Cohen, dan Kirzinger, 2012).
Unit gawat darurat harus selalu dalam keadaan siap siaga. Perawat gawat darurat
harus siap mengenali adanya abnormalitas pada sistem dan berpartisipasi dalam
penatalaksanaan pasien dengan tepat. Berbagai kondisi bisa saja terjadi, sehingga tidak
ada alasan bagi perawat yang tidak dapat mengkaji pasiennya dengan tepat. Mengikuti
pendekatan pengkajian terorganisasi merupakan hal yang sangat penting, tetapi yang
paling penting adalah gagasan bahwa setiap perawat harus membuat dan menggunakan
secara konsisten pendekatan yang bermakna bagi setiap individu.
Area pengkajian pertama harus selalu pengkajian sistem kardiovaskuler dan
respirasi. Pengkajian tersebut merupakan pengkajian utama yang dimandatkan pada
semua perawat gawat darurat untuk dilakukan pada semua pasien.
Tanda vital
merupakan indikator yang signifikan dari kondisi saat ini dan kondisi berikutnya. Tubuh
memiliki mekanisme luar biasa, dan tanda vital berperan sebagai indikator yang
menunjukkan fungsi nmekanisme kompensasi tersebut. Pengukuran tanda vital menjadi
tren (diulang dari waktu ke waktu) dan sering direkomendasikan di lingkungan gawat
darurat sehingga dapat menggambarkan status pasien secara akurat dan dapat
memperkirakan hasil secara efektif (Lyer, P.W., Camp, N.H.,2005). Pada pasien injury
diperlukan penatalaksanaan yang agak berbeda dimana pengkajian, diagnose, dan
tindakan dilakukan secara bersamaan (Fulde, 2009). Pada pengkajian awal pada pasien
dengan trauma, apabila terdapat multiple injury maka dilakukan pemeriksaan head to toe
secara cepat, akan tetapi jika jika tidak multiple maka segera lakukan focused assesment,
Pemeriksaan umum dapat dilakukan secara bersamaan dengan pemeriksaan
utama, seperti tingkat kesadaran, kualitas bicara, organisasi pikiran, dan tampilan umum.
Satu aspek yang penting dari pengkajian adalah pembentukan hubungan terapeutik.
Perawat harus memberikan privasi ketika berbicara dengan pasien, dan ia harus
menggunakan sentuhan dan penjelasan verbal untuk meyakinkan pasien sebelum
melakukan pemeriksaan dan prosedur.
Perawat Triase atau staf EMS mengirim pasien ke area pengobatan perawat
utama yang bertanggung jawab untuk perawatan individu selama berada di UGD. Yang
harus dimasukkan dalam perawatan dan harus dilakukan oleh perawat utama adalah
pengkajian pasien yang tepat waktu dan penetapan bukti tertulis pengkajian fisik lengkap
pada setiap pasien.
sebelumnya, selanjutnya dokumentasikan juga keluhan utama dan pengkajian tanda vital.
Prioritas pengkajian lainnya berkenaan dengan pasien trauma.
Pemeriksaan
utama ABCD (airway, breathing, circulation, disability) harus dikaji dan didokumentasikan
Pengkajian Gadar Dewasa Kelompok IV
23
pada saat kedatangan sebagai data dasar dan harus mencerminkan konsistensi di semua
pengkajian medis dan keperawatan. Pengkajian mekanisme cedera juga merupakan hal
yang sangat penting. Dalam hal ini petugas EMS juga sangat membantu. Informasi ini
akan sangat menghemat waktu dan menyelamatkan kehidupan dengan mengarahkan
fokus klinis ke struktur internal dan sistem tubuh yang paling rentan terhadap jenis cedera
tertentu (Lyer, P.W., Camp, N.H.,2005). Pengkajian di UGD dirancang untuk mengenali
kegawatdaruratan yang mengancam kehidupan dan mengumpulkan cukup data untuk
menentukan prioritas perawatan dalam waktu yang sangat sempit. Setiap saat, dan untuk
setiap
pasien,
perawat
gawat
darurat
diharapkan
untuk
memperoleh
dan
yang kita kaji adalah adakah suara nafas tambahan, suara bising
jantung, adakah penggunaan pace maker. Sedangkan Curtis, Murphy, Hoy, dan Lewis
(2009) yang menyampaikan bahwa diperlukan pendekatan yang sistematis dalam
melakukan pengkajian pada pasien di unit gawat darurat, antara lain; pengkajian riwayat
kesehatan (history), potensial bendera merah (potensi kritis), pemeriksaan fisik,
investigasi dan intervensi keperawatan. Pada gambar 1 dapat dilihat model pendekatan
sistematik pada pengkajian pasien dan manajemen di UGD. Langkah-langkah tersebut
dapat dilakukan bersamaan dan evaluasi disertai pengkajian ulang sangat penting
dilakukan sebagai kunci dalam proses keperawatan (Curtis, Murphy, Hoy, dan Lewis,
2009).
24
yang
mengikuti
mnemonic
ABCD
(Airway,
Breathing,
Circulation
dan
25
terjadi secara simultan, misalnya ketika mengkaji pasien yang baru tiba di UGD, sambil
menggunakan pakaian pelindung dan alat pelindung diri lainnya maka akan dilakukan
juga pengkajian riwayat penyakit yang dialami (Curtis, Murphy, Hoy, dan Lewis, 2009).
Pengkajian ulang dilakukan sebagai respon pasien terhadap intervensi keperawatan yang
diberikan dan potensial kerusakan yang akan terjadi melalui komunikasi secara tertulis
dan verbal dari langkah pertama.
Berdasarkan dari berbagai format pengkajian yang disampaikan diatas dan tinjaun
teori, kami merangkum bentuk pengkajian keperawatan gawat darurat untuk orang
dewasa. Pengkajian keperawatan gawat darurat ini dapat dilakukan oleh perawat UGD
dengan mudah dan singkat dalam situasi UGD yang krodit. Pengkajian ini dilengkapi
dengan diagnosa keperawatan dan intervensi keperawatan yang akan dilakukan pada
situasi kegawatdaruratan. Pada lampiran 1 dapat dilihat pengkajian keperawatan gawat
darurat pada orang dewasa
26
BAB IV
PENUTUP
A. Kesimpulan
1. Proses pengkajian gawat darurat pada pasien dewasa terdiri dari primary
assessment, secondary assessment, focused assessment, dan diagnostic
procedure.
2. Konsep primary assessment merupakan proses evaluasi awal yang sistematis dan
penanganan segera pada pasien dewasa yang mengalami kondisi gawat darurat,
yang meliputi Airway maintenance, Breathing dan oxygenation, Circulation dan
kontrol perdarahan eksternal, Disability-pemeriksaan neurologis singkat dan
Exposure dengan kontrol lingkungan.
3. Konsep secondary assessment yang membahas mengenai proses anamnesis dan
pemeriksaan fisik head to toe untuk menilai perubahan bentuk, luka dan cedera
yang dialami pasien dewasa.
4. Konsep Focused assessment yang membahas mengenai beberapa komponen
apengkajian terfokus yang penting untuk melengkapi primary survey pada pasien
dewasa di gawat darurat.
5. Pemeriksaan diagnostik yang dibutuhkan untuk melengkapi proses pengkajian
gawat darurat pada pasien dewasa, yang meliputi : Endoskopi, bronkoskopi, CT
scan, USG, dll.
6. Perbedaan proses pengkajian gawat darurat pada pasien dewasa dengan kondisi
trauma dan non trauma adalah pada isi pertanyaan yang ditanyakan (content)
pada saat melakukan anamnesis dan pemeriksaan head to toe yang dilakukan.
B. Saran
Pada proses pengkajian gawat darurat pada pasien dewasa bisa menggunakan
format pengkajian yang telah disusun oleh kelompok sehingga bisa membantu
pengumpulan data terkait keluhan dan kondisi pasien serta mempercepat pemberian
penanganan pada pasien secara tepat.
27
IDENTITAS
Nama
Umur
Agama
Status Perkawinan
Pendidikan
Pekerjaan
Sumber informasi
Alamat
PRIMER SURVEY
TRIAGE
P1
P2
P3
P4
GENERAL IMPRESSION
Keluhan Utama :
Mekanisme Cedera :
Orientasi (Tempat, Waktu, dan Orang) : Baik Tidak Baik, ... ... ...
Diagnosa Keperawatan:
AIRWAY
Inefektif airway b/d
Jalan Nafas : Paten Tidak Paten
Kriteria Hasil :
Obstruksi
: Lidah
Suara Nafas :
Stridor
N/A
Intervensi :
1. Manajemen airway;headtilt-chin lift/jaw
thrust
2. Pengambilan benda asing dengan
forcep
3.
4.
Diagnosa Keperawatan:
1. Inefektif pola nafas b/d
2. Kerusakan pertukaran gas b/d
BREATHING
Gerakan dada: Simetris Asimetris
Kriteria Hasil :
Dangkal
Normal
Pola Nafas
Tidak Teratur
Keluhan Lain:
Intervensi :
1. Pemberian terapi oksigen
ltr/mnt, via
2. Bantuan dengan Bag Valve Mask
3. Persiapan ventilator mekanik
4.
5.
CIRCULATION
Diagnosa Keperawatan:
1. Penurunan curah jantung b/d
2. Inefektif perfusi jaringan b/d
: Teratur
N/A
Nadi
: Teraba
Sianosis
: Ya Tidak
CRT
Tidak teraba
Kriteria Hasil :
Intervensi :
1. Lakukan CPR dan Defibrilasi
2. Kontrol perdarahan
3.
4.
28
Diagnosa Keperawatan:
1. Inefektif perfusi serebral b/d
2. Intoleransi aktivias b/d
3.
DISABILITY
Respon
PRIMER SURVEY
Kesadaran
...
GCS
: Eye ...
Pupil
Refleks Cahaya:
Verbal ...
Ada
Motorik ...
Tidak Ada
Intervensi :
1. Berikan posisi head up 30 derajat
2. Periksa kesadaran dann GCS tiap 5
menit
3.
4.
5.
Keluhan Lain :
Diagnosa Keperawatan:
1. Kerusakan integritas jaringan b/d
EXPOSURE
Deformitas : Ya Tidak
Contusio : Ya Tidak
Abrasi
: Ya Tidak
Penetrasi : Ya Tidak
Laserasi : Ya Tidak
Edema
: Ya Tidak
Keluhan Lain:
SECONDARY SURVEY
Kriteria Hasil :
ANAMNESA
Kriteria Hasil :
Intervensi :
1. Perawatan luka
2. Heacting
3.
4.
Diagnosa Keperawatan:
1. Regimen terapiutik inefektif b/d
Alergi :
Medikasi :
Riwayat Penyakit Sebelumnya:
29
Even/Peristiwa Penyebab:
Tanda Vital :
BP :
N:
S:
RR :
PEMERIKSAAN FISIK
Diagnosa Keperawatan:
1.
2.
Kriteria Hasil :
Intervensi :
3.
4.
SECONDARY SURVEY
PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
RONTGEN CT-SCAN USG EKG
ENDOSKOPI Lain-lain, ... ...
Hasil :
Diagnosa Keperawatan:
1.
2.
Kriteria Hasil :
Intervensi :
1.
2.
30
Tanggal Pengkajian
Jam
Keterangan
31
DAFTAR PUSTAKA
American College of Surgeons. (1997). Advanced trauma life support for doctors.
instructor course manual book 1 - sixth edition. Chicago.
Curtis, K., Murphy, M., Hoy, S., dan Lewis, M.J. (2009). The emergency nursing
assessment process: a structured framedwork for a systematic approach.
Australasian Emergency Nursing Journal, 12; 130-136
Delp & manning. (2004) . Major diagnosis fisik . Jakarta: EGC.
Diklat Yayasan Ambulance Gawat Darurat 118. (2010). Basic Trauma Life Support and
Basic Cardiac Life Support Edisi Ketiga. Yayasan Ambulance Gawat Darurat 118.
Diklat RSUP Dr. M. Djamil Padang. (2006). Pelatihan Penanggulangan Penderita Gawat
darurat (PPGD). RSUP. Dr.M.Djamil Padang.
Djumhana, Ali. (2011). Perdarahan Akut Saluran Cerna Bagian Atas. FK. UNPAD. Diakses
dari http://pustaka.unpad.ac.id/ tanggal 28 april 2013.
Emergency Nurses Association (2007). Sheehy`s manual of emergency care 6th edition.
St. Louis Missouri : Elsevier Mosby.
Fulde, Gordian. (2009). Emergency medicine 5th edition. Australia : Elsevier.
Gilbert, Gregory., DSouza, Peter., Pletz, Barbara. (2009). Patient assessment routine
medical care primary and secondary survey. San Mateo County EMS Agency.
Gindhi, R.M., Cohen, R.A., dan Kirzinger, W.K. (2012). Emergency room use among aults
aged 18-64: early release of estimates from the national health interview survey,
January-June
2011.
Diakses
pada
tanggal
28
April
2013,
dari
http://www.cdc.gov/nchs/data/nhis/earlyrelease/emergency_room_use_januaryjune_2011.pdf
Holder, AR. (2002 ).Emergency room liability. JAMA.
Institute for Health Care Improvement. (2011). Nursing assessment form with medical
emergency team (MET) guidelines. Diakses pada tanggal 28 April 2013, dari
http://www.ihi.org/knowledge/Pages/Tools/NursingAssessmentFormwithMETGuideline
s.aspx.
Ishak, 2012. Pemeriksaan radiologi dan laboratorium untuk fisioterapis. Diakses dari
http://www.slideshare.net/IshakMajid/radiologi-laboratorium-a4 tanggal 5 Mei 2013
Lombardo, D. (2005). Patient asessment. In: Newbury L., Criddle L.M., ed. Sheehys
manual of emergency care, ed 6. Philadelphia: Mosby.
Lyandra, april, Budhi, Antariksa, Syahrudin. (2011). Ultrasonografi Toraks. Jurnal
Respiratori Inonesia Volume 31 diakses dari http://jurnalrespirologi.org/ tanggal 28
April 2013.
Lyer, P.W., Camp, N.H.(2005). Dokumentasi Keperawatan, Suatu Pendekatan Proses
Keperawatan, Edisi 3. Jakarta: EGC
32
Mancini MR, Gale AT.(2011). Emergency care and the law. Maryland: Aspen Publication.
Maryuani, Anik & Yulianingsih. (2009). Asuhan kegawatdaruratan. Jakarta : Trans Info
Media Medis.
Okeefe, M.F.,Limmer D., Grand, H.D., Murray, R.H., Bergebon J.D., (1998). Emergency
Care, eighth Ed., New Yersey, Prentice Hall. Inc. A. Simon & Schuster Co.
Parhusip. (2004). Bronkoskopi. Diakses dari http://repository.usu.ac.id tanggal 28 april
2013.
Practitioner Emergency Medical Technician. (2012). Clinical practice guidelines for prehospital emergency care. Ireland : Pre-Hospital Emergency Care Council. ISBN
978-0-9571028-2-8.
The National Institue for Health and Clinical Excellence. (2007). Head injury: triage,
assessment, investigation and early management of head injury in infant, children
and adults. London: The National Institue for Health and Clinical Excellence
Thygerson, Alton. (2006). First aid 5th edition. Alih bahasa dr. Huriawati Hartantnto. Ed.
Rina Astikawati. Jakarta : PT. Gelora Aksara Pratama.
Vanderbilt Medical Center. (2011). Viewing and printing adult ED nursing assessment
documentation.
Diakses
pada
tanggal
28
April
2013,
dari
http://www.mc.vanderbilt.edu/documents/sss2/files/View_Print_Adult_ED_Nurs_Ass
ess_Doc_2_10_11.doc
Widjaya, Cristina. (2002). Uji Diagnostik pemeriksaan kadar D-dimer plasma pada
diagnosis stroke iskemik. FK. UNPAD. Diakses dari http://eprints.undip.ac.id tanggal
28 april 2013.
Wilkinson, Douglas. A., Skinner, Marcus. W. (2000). Primary trauma care standard edition.
Oxford : Primary Trauma Care Foundation. ISBN 0-95-39411-0-8.