Modul Koas Mata
Modul Koas Mata
TUJUAN PEMBELAJARAN
II.
KOMPETENSI
III.
PRASYARAT KEPANITERAAN
IV.
PROSES PEMBELAJARAN
oleh pembimbing. Kegiatan ini dilakukan pada minggu ke-4 kepaniteraan pada hari senin
sampai dengan sabtu.
4.2. Formulir Kegiatan Kepaniteraan
4.2.1. Bimbingan Konsulen
Tanggal
*
Hari
Selasa
Selasa
Selasa
Rabu
Rabu
Rabu
Kamis
Kamis
Jumat
Jumat
Sabtu
Sabtu
Sabtu
Bahan Ajaran
Nama Pembimbing
Anatomi & Fisiologi Mata
Pembuatan Status Awal
Pemeriksan Segmen Anterior
Pemeriksaan Refraksi dan Low Vision
Pemeriksaan Pterigium, Hordeolum,
Kalazion, dan lain
Pemeriksaan Segmen Posterior
Pemeriksaan Glaukoma
Pemeriksaan Katarak
Strabismus dan Ambliopia
Ulkus Kornea & Penyakit Infeksi pada
Kornea
Pemeriksaan & Penyakit Tumor
Pemeriksaan Nervus Optikus
Pemeriksaan dan Kelainan Penyakit
Retina
*minggu ke-1
**jadwal dosen pembimbing secara bergantian
4.2.2. Bed side teaching
No.
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
Nama
Hari/Tanggal
Senin*
Selasa
Rabu
Senin
Selasa
Rabu
Senin
Selasa
Rabu
Senin
Selasa
Rabu
Pembimbing
**
Ket:
*minggu ke-2
**jadwal dosen pembimbing secara bergantian
Nama
Hari/Tanggal
Kamis*
Jumat
Sabtu
Kamis
Jumat
Sabtu
Kamis
Jumat
Sabtu
Kamis
Jumat
Sabtu
Pembimbing
**
Ket:
*minggu ke-2
**jadwal dosen pembimbing secara bergantian
4.2.4. Phantom
No.
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
Nama
Hari/Tanggal
Senin*
Selasa
Rabu
Senin
Selasa
Rabu
Senin
Selasa
Rabu
Senin
Selasa
Rabu
Pembimbing
**
Ket:
*minggu ke-3
** jadwal dosen pembimbing secara bergantian
4.2.5. Long Case
No.
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
Nama
Judul
Kamis*
Jumat
Sabtu
Kamis*
Jumat
Sabtu
Kamis*
Jumat
Sabtu
Kamis*
Jumat
Sabtu
Pembimbing
**
*minggu ke-3
** jadwal dosen pembimbing secara bergantian
No. Nama
Judul
1
Senin-sabtu*
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
*minggu ke-4
** jadwal dosen pembimbing secara bergantian
Pembimbing
**
: ____________________________________________________
: 1. __________________________________________________
2. __________________________________________________
PETUNJUK
NO
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
KEGIATAN
Kemampuan wawancara medis
Observasi
Tidak diobservasi
Kemampuan pemeriksaan oftalmologis
Observasi
Tidak diobservasi
Kualitas humanistik/profesionalisme
Observasi
Tidak diobservasi
Keputusan klinis/diagnostik
Observasi
Tidak diobservasi
Kemampuan mengelola pasien
Observasi
Tidak diobservasi
Kemampuan konseling
Observasi
Tidak diobservasi
Kompetensi klinis keseluruhan
Observasi
Tidak diobservasi
NILAI (1-100)
KETERANGAN
KOMENTAR
: ____________________________________________________
_______________________________________________________________________
SARAN
: ____________________________________________________
_______________________________________________________________________
Palembang,
Tanda Tangan Penguji
20
NO
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
KEGIATAN
NILAI (1-100)
Menunjukkan pemahaman tentang indikasi,
anatomi yang relevan dengan teknik
prosedur
Memperoleh informed consent
Menunjukkan persiapan sebelum tindakan
Teknik aseptik antiseptik
Menunjukkan kemampuan teknis
Manajemen post tindakan
Kemampuan keseluruhan dalam melakukan
prosedur
T O T A L N I L A I
KETERANGAN
KOMENTAR
: ____________________________________________________
_______________________________________________________________________
SARAN
: ____________________________________________________
_______________________________________________________________________
Palembang,
Tanda Tangan
20
: ____________________________________________________
: 1. __________________________________________________
2. __________________________________________________
PETUNJUK
SKALA NILAI
2.
3.
4.
5.
6.
7.
KEGIATAN
Kemampuan wawancara medis
Observasi
Tidak diobservasi
Kemampuan pemeriksaan oftalmologis
Observasi
Tidak diobservasi
Kualitas humanistik/profesionalisme
Observasi
Tidak diobservasi
Keputusan klinis/diagnostik
Observasi
Tidak diobservasi
Kemampuan mengelola pasien
Observasi
Tidak diobservasi
Kemampuan konseling
Observasi
Tidak diobservasi
Kompetensi klinis keseluruhan
Observasi
Tidak diobservasi
NILAI (1-100)
KETERANGAN
KOMENTAR
: ____________________________________________________
_______________________________________________________________________
SARAN
: ____________________________________________________
_______________________________________________________________________
Palembang,
Tanda Tangan Penguji
20
10
(
FORMULIR PHANTOM
JUDUL
:
____________________________________________________
_______________________________________________________________________
PENYAJI
: ____________________________________________________
_______________________________________________________________________
_______________________________________________________________________
PEMBIMBING
: 1. __________________________________________________
2. __________________________________________________
3. __________________________________________________
PETUNJUK
SKALA NILAI
NO
1.
2.
KEGIATAN
PENYAMPAIAN MATERI
1. Suara cukup jelas dan berirama
2. Kecepatan dan ketepatan sesuai
3. Gaya penyajian menyenangkan
4. Menerangkan inti masalah secara jelas
PENGUASAAN MATERI
1. Kemampuan identifikasi pasien
2. Kemampuan anamnesis pasien
3. Kemampuan pemeriksaan fisik pasien
4. Kemampuan pemeriksaan oftalmologis
5. Kemampuan penegakan diagnosis
6. Kemampuan diagnosis diferensial
7. Kemampuan pemeriksaan penunjang
8. Kemampuan penatalaksanaan
9. Kemampuan membuat prognosis
10. Mampu membuat suatu kesimpulan
T O T A L N I L A I
NILAI (1-100)
KETERANGAN
KOMENTAR
: ______________________________________________________________
_____________________________________________________________________________________
SARAN
: ______________________________________________________________________
_______________________________________________________________________
Palembang,
Tanda Tangan Penguji
20
11
NO
1.
2.
3.
KEGIATAN
PERSIAPAN MAKALAH
1. Kejujuran
2. Kreatifitas
3. Ketekunan
4. Tanggung jawab
5. Kerjasama
PENYAJIAN MAKALAH
1. Suara cukup jelas dan berirama
2. Kecepatan dan ketepatan sesuai
3. Gaya penyajian menyenangkan
4. Menerangkan inti masalah secara jelas
5. Memperhatikan hadirin
PENGUASAAN MATERI
1. Ketepatan dalam menjawab pertanyaan
2. Objektif dalam menanggapi pertanyaan
T O T A L N I L A I (Dibagi 12)
NILAI (1-100)
KETERANGAN
KOMENTAR
: ____________________________________________________
_______________________________________________________________________
SARAN
: ____________________________________________________
_______________________________________________________________________
Palembang,
Tanda Tangan Penguji
20
12
NO
1.
2.
3.
KEGIATAN
PERSIAPAN MAKALAH
1. Kejujuran
2. Kreatifitas
3. Ketekunan
4. Tanggung jawab
PENYAMPAIAN MAKALAH
1. Suara cukup jelas dan berirama
2. Kecepatan dan ketepatan sesuai
3. Gaya penyajian menyenangkan
4. Menerangkan inti masalah secara jelas
PENGUASAAN MATERI
1. Mampu menjelaskan latar belakang
Dan tujuan makalah ilmiah
2. Mampu menguasai anatomi di makalah
Ilmiah
3. Mampu menguasai fisiologi di makalah
Ilmiah
4. Mampu menguasai patofisiologi di
makalah ilmiah
5. Mampu menjelaskan cara pemeriksaan
suatu kasus di makalah ilmiah
6. Mampu menguasai penegakkan diagnosis
diferensial di makalah ilmiah
7. Mampu menguasai penegakkan diagnosis
diferensial di makalah ilmiah
8. Mampu mengetahui pemeriksaan penunjang
9. Mampu menguasai penatalaksanaan di
makalah ilmiah
10. Mampu menguasai kapan harus di rujuk
11. Mampu menguasai prognosis di
makalah ilmiah
12. Mampu membuat suatu kesimpulan
dalam makalah ilmiah
T O T A L N I L A I
NILAI (1-100)
KETERANGAN
KOMENTAR
: ______________________________________________________________
_____________________________________________________________________________________
SARAN
: ______________________________________________________________________
_______________________________________________________________________
Palembang,
Tanda Tangan Penguji
20
13
(
FORMULIR UJIAN KOMPETENSI BAGIAN
JUDUL
:
____________________________________________________
_______________________________________________________________________
NAMA DR. MUDA : ____________________________________________________
PENGUJI
: 1. __________________________________________________
2. __________________________________________________
PETUNJUK
SKALA NILAI
NO
1.
KEGIATAN
STATUS PENDERITA
1. Anamnesis
2. Pemeriksaan
3. Diagnosis
4. Diagnosis banding
5. Pemeriksaan penunjang
6. Penatalaksanaan
7. Prognosis
2.
NILAI (1-100)
KETERANGAN
KOMENTAR
: ____________________________________________________
_______________________________________________________________________
20
14
V.
NAMA-NAMA UNIT
NAMA-NAMA DOSEN
: subdivisi Strabismus
: subdivisi Glaukoma
: subdivisi EED/Uvea
: subdivisi Rekonstruksi
: subdivisi Vitreoretina
: subdivisi Tumor
: subdivisi Pediatrik Oftalmologi
: subdivisi Lensa
: subdivisi Neurooftalmologi
: subdivisi Refraksi
: subdivisi Vitreoretina
: subdivisi Rekonstruksi
15
MODUL UNIT
16
I.
TUJUAN PEMBELAJARAN
17
(3)
(8)
18
2.4.Buku Acuan
(1) Basic Ophthalmology. Editor : Cynthia A, Bradford MD, American Accademy of
Ophthalmology. San Fransisco.
(2) Vaughn D.G, Asbury T, Riordan-Eva P, eds. General Ophthalmology 15 th
Connecticut: Prentice Hall int.
(3) American Academy of Ophthalmology. Basic and clinical science course.
(4) Kansky. Ophthalmology.
III.
NAMA-NAMA TOPIK
Subdivisi
External Eye Disease
Uvea
Refraksi
Strabismus
Neuroophthalmology
Vitreoretina
7
8
Tumor
Rekonstruksi
Kompetensi
Konjungtiva, foreing body
Konjungtiva, alergi
Konjungtiva, viral
Konjungtiva, bakteri
Subkonjungtiva bleeding
Blefaritis
Hordeolum
Kalazion
Skleritis, episkleritis
Erosi kornea
Corpus alienum kornea
Luka bakar
Keratitis
Keratokonjungtivitis sika
Edema kornea
Distropi kornea
Keratokonus
Endophthalmitis
Hypema
Hipopion
Iridocyclitis, iritis
Hipermetropia
Myopia
Astigmatisme
Presbyopia
Anisometropia
Amblyopia
Diplopia
Suppression
Scotoma
Hemianopsia, bitemporal dan homonymous
Loss of vision
Optic disc cupping
Papilloedema
Optic atrophy
Optic neuropathy
Optic neuritis
Buta senja
Ablasio retina
Retina, oklusi atau perdarahan
Degenerasi macula
Retinopati diabetika
Retinopati hipertensi
Tumor iris
Pterigium
Eyelid laceration
Entropion
Trichiasis
Lagophtalmus
Epicanthus
Ptosis
Eyelid retraction
Xantelasma
19
Glaukoma
10
Lensa
11
Pediatrik ophthalmology
Uvea
Refraksi
Strabismus
Neuroophthalmology
Vitreoretina
7
8
9
10
Tumor
Rekonstruksi
Glaukoma
Lensa
11
Pediatrik ophthalmology
Dacrioadenitis
Dacryocystitis
Dacryostenosis
Lacrimal duct, laceration
Simple glaucoma
Glaucoma akut
Glaucoma sekunder
Katarak
Afakia
Pseudofakia
Dislokasi lensa
Micropthalmus
Buphtalmus
Glaukoma kongenital
Kompetensi
Inspeksi kelopak
Inspeksi bulu mata
Inspeksi konjungtiva
Inspeksi sclera
Inspeksi apparatus lakrimal
Palpasi nodul lymph
Inspeksi kornea
Inspeksi pupil
Inspeksi kamar okuli anterior
Inspeksi iris
Penilaian visus
Penilaian refraksi objektif
Penilaian refraksi subjektif
Melihat pemeriksaan lensa kontak
Posisi reflex kornea
Posisi cover test
Penilaian gerakan bolamata
Penilaian binokularitas
Penilaian lapang pandang
Penilaian nervus optikus
Amsler grid
Funduskopi
Penilaian pembuluh darah retina
Melihat pemeriksaan FFA
Pemeriksaan hertel
Pemeriksaan pengukuran airmata
Pemeriksaan tekanan bolamata dengan schiotz
Inspeksi lensa
Pemeriksaan lampu celah
Pemeriksaan tekanan bolamata dengan palpasi
pada anak
Penilaian refraksi subjektif pada anak
20
MODUL TOPIK
21
Waktu 30 menit
II.TUJUAN UMUM
Peserta didik mampu menjelaskan patofisiologi konjungtivitis, menginterpretasikan dan
menjelaskan pemeriksaan mata, mendiagnosis dan melakukan penatalaksanaan sesuai
kompetensi.
III.TUJUAN KHUSUS
Setelah mengikuti sesi ini, peserta didik diharapkan terampil:
1. Mampu menjelaskan gambaran klinis konjungtivitis
2. Mampu
menginterpretasikan
dan
menjelaskan
pemeriksaan
mata
pada
kasus
konjungtivitis
3. Mampu menjelaskan dan melakukan diagnosis serta penanganannya
IV. STRATEGI PEMBELAJARAN
Tujuan 1
Metoda:
Kuliah interaktif
Telaah ilmiah
Tujuan 2
Metoda:
Kuliah interaktif
Telaah ilmiah
Tujuan 3
Metoda:
Kuliah interaktif
Telaah ilmiah
22
V.PERSIAPAN SESI
1. Materi presentasi
2. Kasus
3. Peralatan diagnostik
VI.REFERENSI
(5) Basic Ophthalmology. Editor : Cynthia A, Bradford MD, American Accademy of
Ophthalmology. San Fransisco.
(6) Vaughn D.G, Asbury T, Riordan-Eva P, eds. General Ophthalmology 15 th
Connecticut: Prentice Hall int.
(7) AmericanAcademy of Ophthalmology. Basic and clinical science course.
(8) Kansky. Ophthalmology.
VII.GAMBARAN UMUM
Konjungtivitis
Merupakan suatu peradangan yang terjadi pada konjuntiva. Insidensi konjungtivitis di Indonesia
berkisar antara 2-75%. Data perkiraan jumlah penderita penyakit mata di Indonesia adalah 10%
dari seluruh golongan umur penduduk per tahun dan pernah menderita konjungtivitis. Data lain
menunjukkan bahwa dari 10 penyakit mata utama, konjungtivitis menduduki tempat kedua
(9,7%) setelah kelainan refraksi (25,35%).
Gejala Konjungtivitis
1. Rasa adanya benda asing
Rasa ini disertai dengan rasa pedih dan panas karena pembengkakan dan hipertrofi papil. Jika
rasa sakitnya berat, maka harus dicurigai kemungkinan terjadinya kerusakan pada kornea.
2. Rasa sakit yang temporer
Informasi ini dapat membentu kita menegakkan diagnosis karena rasa sakit yang datang pada
saat-saat tertentu merupakan symptom bagi infeksi bakteri tertentu, misalnya;
-
Sakitnya lebih parah saat bangun pagi dan berkurang siang hari, rasa sakitnya (tingkat
keparahan) meningkat setiap harinya, dapat menandakan infeksi stafilokokus.
Sakit parah sepanjang hari, berkurang saat bangun tidur, menandakan keratokonjungtiva
sisca (mata kering).
3. Gatal
Biasanya menunjukkan adanya konjungtivitis alergi.
4. Fotofobia
Tanda Penting Konjungtivitis
1. Hiperemi
Hiperemi pada konjungtivitis berasal dari rasa superficial, tanda ini merupakan tanda
konjungtivitis yang paling mancolok. Hiperemi yang tampak merah cerah biasanya menandakan
23
konjungtivitis bakterial sedangkan hiperemi yang tampak seperti kabut biasanya menandakan
konjungtivitis karena alergi. Kemerahan paling nyata pada forniks dan mengurang ke arah
limbus disebabkan dilatasi pembuluh-pembuluh konjungtiva posterior. Terdapat perbedaan antara
injeksi konjungtiva dan siliaris yaitu;
1. Lakrimasi
Diakibatkan oleh adanya sensasi benda asing, terbakar atau gatal. Kurangnya sekresi airmata
yang abnormal mengesankan keratokonjungtivitis sicca.
2. Eksudasi
Eksudasi adalah ciri semua jenis konjungtivitis akut. Eksudat berlapis-lapis dan amorf pada
konjungtivitis bakterial dan dapat pula berserabut seperti pada konjungtivitis alergika, yang
biasanya menyebabkan tahi mata dan saling melengketnya palpebra saat bangun tidur pagi hari,
dan jika eksudat berlebihan agaknya disebabkan oleh bakteri atau klamidia.
3. Pseudoptosis
Pseudoptosis adalah turunnya palpebra superior karena infiltrasi ke muskulus muller (M. Tarsalis
superior). Keadaan ini dijumpai pada konjungtivitis berat. Misalnya Trachoma dan
keratokonjungtivitis epidemika.
4. Khemosis (Edema Konjungtiva)
Ini terjadi akibat terkumpulnya eksudat di jaringan yang longgar. Khemosis merupakan tanda
yang khas pada hay fever konjungtivitis, akut gonococcal atau meningococcal konjungtivitis,
serta kerato konjungtivitis.
5. Hipertrofi Papil
Hipetropi papil merupakan reaksi non spesifik, terjadi karena konjungtiva terikat pada tarsus atau
limbus di bawahnya oleh serabut-serabut halus. Ketika berkas pembuluh yang membentuk
substansi papila sampai di membran basal epitel, pembuluh ini bercabang-cabang di atas papila
mirip jeruji payung.
6. Pembentukan Folikel
Folikel adalah bangunan akibat hipertrofi lomfoid lokal di dalam lapisan adenoid konjungtiva
dan biasanya mengandung sentrum germinotivum. Kebanyakan terjadi pada viral conjungtivitis,
chlamidial conjungtivitis, serta toxic conjungtivitis karena topical medication. Pada pemeriksaan,
vasa fecil bisa terlihat membatasi foliker dan melingkarinya.
7. Pseudomembran dan Membran
Pseudomembran adalah koagulum yang melapisi permukaan epitel konjungtiva yang bila lepas,
epitelnya akan tetap utuh, sedangkan membran adalah koagulum yang meluas mengenai epitel
sehingga kalau dilepas akan berdarah.
8. Adenopati Preaurikuler
Beberapa jenis konjungtivitis akan disertai adenopoti preaurikular. Dengan demikian setiap ada
radang konjungtiva harus diperiksa adalah pembebasan dan rasa sakit tekan kelenjar limfe
preaurikuler.
24
25
Keluhan Tambahan :
Sangat Gatal
Sensasi benda asing
Keluhan Tambahan
Sedikit gatal
Mata lebih berair
Sensasi benda asin
Pemeriksaan fisik
Pemeriksaan fisik
Status generalis bisa dalam ba
Pemeriksaan visus bisa norma
Inspeksi : Mata berair, injeksi
Konjungtivitis Alergika
Anti Histamin
VIII. KOMPETENSI
Mampu
membuat
diagnosis
klinik
berdasarkan
pemeriksaan
fisik
dan
Pre test
Essay
MCQ
Lisan
Diskusi
Psikomotor
Penilaian kompetensi
OSCE
Ujian kompetensi
Ujian profesi
Kuisioner
BLEFARITIS
I.WAKTU/ SESI PERTEMUAN
27
Mengembangkan Kompetensi
Sesi didalam kelas
Waktu 30 menit
II.TUJUAN UMUM
Peserta didik mampu menjelaskan patofisiologi blefaritis, menginterpretasikan dan
menjelaskan pemeriksaan mata, mendiagnosis dan melakukan penatalaksanaan sesuai
kompetensi.
III.TUJUAN KHUSUS
Setelah mengikuti sesi ini, peserta didik diharapkan terampil:
4. Mampu menjelaskan gambaran klinis blefaritis
5. Mampu menginterpretasikan dan menjelaskan pemeriksaan mata pada kasus blefaritis
6. Mampu menjelaskan dan melakukan diagnosis serta penanganannya
IV. STRATEGI PEMBELAJARAN
Tujuan 1
Metoda:
Kuliah interaktif
Telaah ilmiah
Tujuan 2
Metoda:
Kuliah interaktif
Telaah ilmiah
Tujuan 3
Metoda:
Kuliah interaktif
Telaah ilmiah
V.PERSIAPAN SESI
4. Materi presentasi
5. Kasus
6. Peralatan diagnostik
VI.REFERENSI
(1) Basic Ophthalmology. Editor : Cynthia A, Bradford MD, American Accademy of
Ophthalmology. San Fransisco.
28
VII.GAMBARAN UMUM
Pasien dengan kelopak mata yang radang
BLEPHARITIS
29
A.
riwayat
Pemeriksaan luar
Tidak terkait
kelainan
dermatologis
Pikirkan:
staphylococcal
blepharoconju
nctivitis
Plak skuamosa
dan eritema
pada alis, kulit
kepala,
jenggot , dan
lipatan hidung
Telangiectasis
dari kelopak
mata, hidung,
pipi, dahi,
rhinophyma
Vesikel pada
kelopak
mata/ulserasi
dengan
disribusi
berciri khas
Maserasi, kantus
lateralis basah,
angular
blepharitis
Berwarna putih,
nodul yang
memiliki pusat
pada kelopak
mata, leher,
Dermatitis
seboroik
rosacea
Pikirkan:herpe
s simpleks,
belpharoconju
nctivitis,
herpes zoster
ophthalmicus
Pikirkan:
moraxella
Molluscum
contagiosum
Pikirkan:meibo
mitis
Pikirkan: blepharitis seboroik, mixed
staphylococcal/seborrheic
blepharoconjunctivitis, blepharitis
seboroik terkait meibomitis
B. Staphylococcal
blepharoconjunctivitis
C. Seborrheic blepharitis
D. Mixed
staphylococcal/seborrheic
blepharoconjunctivitis
Kompres
hangat 5-10
menit diikuti
gosokan pada
kelopak dengan
sampo bayi 24x sehari, lalu
di taper sampai
setiap hari pada
pagi hari
E. Primary meibomitis
F.blepharitis
seboroik terkait
meibomitis
Kompres hangar 510 menit, diikuti
pemijatan
tarsusuntuk
mengeluarkan isi
kelenjar meibom,
kemudian
penggosokan
kelopak, diikuti
pemberian
bacitracin atau
eritromisin salep
mata 2-4 lalu
kurangi sampai
hanya setiap pagi
Kompres hangat
5-10 menit,
diikuti pemijatan
tarsus, kemudian
penggosokan
kelopak, lalu
bacitracin atau
eritromisin salep
mata 2-4x sehari
lalu di kurangi
sampai hanya
setiap pagi hari
Pikirkan: phtirus
pubis, veruccae
demodex, fungus
atopic, dermatitis
kontak
Kasus refraksi
Gosok kulit kepala dengan
sampo berisi selenium 1-2x
sekali/mgg, konsultasi
bagian kulit
Kompetensi
3A
VIII. KOMPETENSI
30
Pre test
Essay
MCQ
Lisan
Diskusi
Psikomotor
Penilaian kompetensi
OSCE
Ujian kompetensi
Ujian profesi
Kuisioner
HORDEOLUM/KALAZION
31
Waktu 30 menit
II.TUJUAN UMUM
Peserta didik mampu menjelaskan patofisiologi hordeolum, menginterpretasikan dan
menjelaskan pemeriksaan mata, mendiagnosis dan melakukan penatalaksanaan sesuai
kompetensi.
III.TUJUAN KHUSUS
Setelah mengikuti sesi ini, peserta didik diharapkan terampil:
7. Mampu menjelaskan gambaran klinis hordeolum
8. Mampu menginterpretasikan dan menjelaskan pemeriksaan mata pada kasus hordeolum
9. Mampu menjelaskan dan melakukan diagnosis serta penanganannya
IV. STRATEGI PEMBELAJARAN
Tujuan 1
Metoda:
Kuliah interaktif
Telaah ilmiah
Tujuan 2
Metoda:
Kuliah interaktif
Telaah ilmiah
Tujuan 3
Metoda:
Kuliah interaktif
Telaah ilmiah
V.PERSIAPAN SESI
7. Materi presentasi
8. Kasus
9. Peralatan diagnostik
VI.REFERENSI
32
VII.GAMBARAN UMUM
33
HORDEOLUM
DAN KALAZION
inflamasi
A.Keterlibatan okuler
Tanpa inflamasi
Keterlibatan
orbita
proptosis
Tidak ada
keterlibatan orbita
Pikirkan:
hordeolum,
kalazion,
infeksi lokal,
tumor atau
pseudotumor
Pikirkan:
penyakit
konjungtiva,
keratitis,
skleritis
B. tanda-tanda
infeksi
bakterial
unilateral
bilateral
lokal
difus
E.pikirkan:
blefaritis,
edema alergi
F.
pikirkan:
pseudotum
or,
neoplasma,
edema
Monitor
D.pikirkan:
usia, kecepatan
progresfitas
penyakit,
lokasi
Infeksi bakteri
sekunder
Pikirkan ct scan
C.viral
biopsi
G. Pikirkan:
edema toksik
(bakterial,par
asitic,viral,ser
um sickness
erysipelas)
Pikirkan: CT
scan
biopsi
Tidak ada trauma kelopak
sebelumnya ataupun
operasi
unilateral
Gejala: hordeolum(internum maupun
eksternum): kelopak bengkak,sakit,
mengganjal, merah, nyeri bila
ditekan, kalazion: benjolan pada
kelopak,tidak hiperemis, tidak ada
nyeri tekan, pseudoptosis.
Pada pemeriksaan fisik diperlukan
kemampuan eversi palpebra
Penyakit
sistemik
bilateral
H.pikirkan:tu
mor,
lymphedema
H.penyakit sistemik
atau pemaikaian obat
Pikirkan penyakit
jantung,ginjal,endokr
in, kehamilan,
angioneurotiuc
edema
Trauma atau
operasi
baru
K.pikirkan:
fraktur
tengkorak
lama
Pikirkan:ly
mphedema
Pikirkan:
blefarochalasis,
dematochalasis dengan
protrusi lemak orbita
Ct scan apabila
tanpa perbaikan
Kompetensi 3A
VIII. KOMPETENSI
34
Pre test
Essay
MCQ
Lisan
Diskusi
Psikomotor
Penilaian kompetensi
OSCE
Ujian kompetensi
Ujian profesi
Kuisioner
35
EROSI KORNEA
I.WAKTU/ SESI PERTEMUAN
Mengembangkan Kompetensi
Sesi didalam kelas
Waktu 30 menit
II.TUJUAN UMUM
Peserta didik mampu menjelaskan patofisiologi erosi kornea, menginterpretasikan dan
menjelaskan pemeriksaan mata, mendiagnosis dan melakukan penatalaksanaan sesuai
kompetensi.
III.TUJUAN KHUSUS
Setelah mengikuti sesi ini, peserta didik diharapkan terampil:
10. Mampu menjelaskan gambaran klinis erosi kornea
11. Mampu menginterpretasikan dan menjelaskan pemeriksaan mata pada kasus erosi kornea
12. Mampu menjelaskan dan melakukan diagnosis serta penanganannya
IV. STRATEGI PEMBELAJARAN
Tujuan 1
Metoda:
Kuliah interaktif
Telaah ilmiah
Tujuan 2
Metoda:
Kuliah interaktif
Telaah ilmiah
Tujuan 3
Metoda:
Kuliah interaktif
Telaah ilmiah
V.PERSIAPAN SESI
10. Materi presentasi
11. Kasus
12. Peralatan diagnostik
36
VI.REFERENSI
(1) Basic Ophthalmology. Editor : Cynthia A, Bradford MD, American Accademy
35of
Ophthalmology. San Fransisco.
(2) Vaughn D.G, Asbury T, Riordan-Eva P, eds. General Ophthalmology 15 th
Connecticut: Prentice Hall int.
(3) AmericanAcademy of Ophthalmology. Basic and clinical science course.
(4) Kansky. Ophthalmology.
VII.GAMBARAN UMUM
1. EROSI KORNEA
Erosi kornea merupakan keadaan terlepasnya epitel kornea yang disebabkan trauma
tumpul ataupun tajam pada kornea
Anamnesis:
mata merah, nyeri, berair, fotophobia, pandangan kabur
riwayat trauma, riwayat pemakaian lensa kontak
Pemeriksaan
Turun
Erosi Kornea
*
Rawat jalan
Amoxicillin 500 mg 3x1
Asam mefenamat 500 mg 3x1
Vitanorm (vit. A) 2x1
Cendo Ulcori (Ciprofloxacin)
diteteskan pada mata yang
sakit tiga kali sehari.
KOMPETENSI
Mampu
membuat
diagnosis
klinik
berdasarkan
pemeriksaan
fisik
dan
Pre test
Essay
MCQ
Lisan
Diskusi
Psikomotor
Penilaian kompetensi
OSCE
Ujian kompetensi
Ujian profesi
Kuisioner
38
Waktu 30 menit
II.TUJUAN UMUM
Peserta didik mampu menjelaskan patofisiologi korpus alienum, menginterpretasikan dan
menjelaskan pemeriksaan mata, mendiagnosis dan melakukan penatalaksanaan sesuai
kompetensi.
III.TUJUAN KHUSUS
Setelah mengikuti sesi ini, peserta didik diharapkan terampil:
13. Mampu menjelaskan gambaran klinis korpus alienum
14. Mampu menginterpretasikan dan menjelaskan pemeriksaan mata pada kasus korpus
alienum
15. Mampu menjelaskan dan melakukan diagnosis serta penanganannya
IV. STRATEGI PEMBELAJARAN
Tujuan 1
Metoda:
Kuliah interaktif
Telaah ilmiah
Tujuan 2
Metoda:
Kuliah interaktif
Telaah ilmiah
Tujuan 3
Metoda:
Kuliah interaktif
Telaah ilmiah
V.PERSIAPAN SESI
13. Materi presentasi
39
14. Kasus
15. Peralatan diagnostik
VI.REFERENSI
(1) Basic Ophthalmology. Editor : Cynthia A, Bradford MD, American Accademy of
Ophthalmology. San Fransisco.
(2) Vaughn D.G, Asbury T, Riordan-Eva P, eds. General Ophthalmology 15 th
Connecticut: Prentice Hall int.
(3) AmericanAcademy of Ophthalmology. Basic and clinical science course.
(4) Kansky. Ophthalmology.
VII.GAMBARAN UMUM
. BENDA ASING (CORPUS ALIENUM) DI KORNEA
Anamnesis:
mata merah, nyeri, berair, fotophobia, pandangan kabur
riwayat trauma, riwayat pemakaian lensa kontak
Pemeriksaan
Inspeksi :
palpebra edema, blefarospasme (+),
injeksi perikornea (+), benda asing (+)
Visus
Normal
Benda Asing di
Kornea*
Turun
Benda Asing di
Konjungtiva
40
VIII. KOMPETENSI
Mampu
membuat
diagnosis
klinik
berdasarkan
pemeriksaan
fisik
dan
Pre test
Essay
MCQ
Lisan
Diskusi
Psikomotor
Penilaian kompetensi
OSCE
Ujian kompetensi
Ujian profesi
\
XI. INSTRUMEN PENILAIAN
Kuisioner
41
Waktu 30 menit
II.TUJUAN UMUM
Peserta
didik
mampu
menjelaskan
patofisiologi
luka
bakar
pada
mata,
Kuliah interaktif
Telaah ilmiah
Tujuan 2
Metoda:
Kuliah interaktif
Telaah ilmiah
Tujuan 3
Metoda:
Kuliah interaktif
Telaah ilmiah
42
V.PERSIAPAN SESI
16. Materi presentasi
17. Kasus
18. Peralatan diagnostik
VI.REFERENSI
(9) Basic Ophthalmology. Editor : Cynthia A, Bradford MD, American Accademy of
Ophthalmology. San Fransisco.
(10)
(12)
Kansky. Ophthalmology.
VII.GAMBARAN UMUM
LUKA BAKAR
Anamnesis:
Mata merah
Nyeri
Mata berair
Pemeriksaan :
Inspeksi
Fotophobia
Pandangan kabur
Riwayat trauma
Basa
Antibiotik
topikal
Pembalut steril
Asam
Ukur pH
Irigasi permukaan kornea dan forniks konjungtiva dengan air
mengalir atau normal salin diteteskan melalui selang
intravena standar sampai mencapai PH normal (7,3 -7,7)
Visus
Normal
Turun
Rujuk ke spesialis mata
VIII. KOMPETENSI
Mampu
membuat
diagnosis
klinik
berdasarkan
pemeriksaan
fisik
dan
X. EVALUASI
Kognitif
Pre test
Essay
MCQ
Lisan
Diskusi
Psikomotor
Penilaian kompetensi
OSCE
Ujian kompetensi
Ujian profesi
Kuisioner
44
KERATITIS
I.WAKTU/ SESI PERTEMUAN
Mengembangkan Kompetensi
Sesi didalam kelas
Waktu 30 menit
II.TUJUAN UMUM
Peserta didik mampu menjelaskan patofisiologi keratitis, menginterpretasikan dan
menjelaskan pemeriksaan mata, mendiagnosis dan melakukan penatalaksanaan sesuai
kompetensi.
III.TUJUAN KHUSUS
Setelah mengikuti sesi ini, peserta didik diharapkan terampil:
19. Mampu menjelaskan gambaran klinis keratitis
20. Mampu menginterpretasikan dan menjelaskan pemeriksaan mata pada kasus keratitis
21. Mampu menjelaskan dan melakukan diagnosis serta penanganannya
IV. STRATEGI PEMBELAJARAN
Tujuan 1
Metoda:
Kuliah interaktif
Telaah ilmiah
Tujuan 2
Metoda:
Kuliah interaktif
Telaah ilmiah
Tujuan 3
Metoda:
Kuliah interaktif
Telaah ilmiah
V.PERSIAPAN SESI
45
KERATITIS
VIRAL
Pada daerah
dermatom Nervus
Oftalmikus
(cabang pertama
N.trigeminus) :
lesi makulo
papular
Keratitis Herpes
Simpleks
Herpes Zoster
Oftalmikus
Terapi :
Acyclovir topikal dan
oral
Terapi :
- Aclycovir oral 5
x 400 mg (10 hari).
(3 hari sesudah ada
makulo papula )
- Steroid topikal
bila ada keratitis
stromal / Uveitis
Pseudomonas
Aeruginosa
KERATITIS
FUNGAL
Tidak begitu
sakit, warna
infiltrat abu-abu
Sering disertai
hipopion
Lesi Satelit
Khas : bercak di
endotelbatas tak
tegas pada dasar
ulkus,
Pneumokokus
Inkubasi 24 48 Jam.
Infiltrat warna abu-abu
Ulkus berbatas tegas
cenderung meluas
kesentral dengan cepat.
(Ulkusserpigenosa)Mud
ah terbentuk hipopion
Laboratorium : Kuman
bentuk batang gram
negatif
Terapi:
Penicilin G atau
Vankomisin topikal dan
sistemik, pilihan kedua :
eritromisin
Terapi :
- Tobramisin
- Gentamisin
- Polimyxin B
Terapi terbaru :
Ciprofloxacin
Laboratorium : Kuman
diplo kokusgram (+)
Laboratorium
Candida
Aspergillus
Ampotericin
B 0.15 %
Fusarium
Natamicin 5
%
Oral: Flukonazole 200400
mg/hari atau ketokonazole
200600 mg/hari.
KERATITIS
BAKTERIAL
Gonokokus
Gambaran khas :
Ulkus daerah jam 12,
cepat perforasi
meskipun kecil.
Laboratorium:
diplokokus gram ( - )
Intra Seluler
Terapi :
- Penicilin G
- Vankomycin
Streptokokus
Bhaemolitikus
46
VIII. KOMPETENSI
Mampu
membuat
diagnosis
klinik
berdasarkan
pemeriksaan
fisik
dan
Pre test
Essay
MCQ
Lisan
Diskusi
Psikomotor
Penilaian kompetensi
OSCE
Ujian kompetensi
Ujian profesi
47
Kuisioner
KORNEAL EDEMA
I.WAKTU/ SESI PERTEMUAN
Mengembangkan Kompetensi
Sesi didalam kelas
Waktu 30 menit
II.TUJUAN UMUM
Peserta didik mampu menjelaskan patofisiologi kornea edema, menginterpretasikan dan
menjelaskan pemeriksaan mata, mendiagnosis dan melakukan penatalaksanaan sesuai
kompetensi.
III.TUJUAN KHUSUS
Setelah mengikuti sesi ini, peserta didik diharapkan terampil:
22. Mampu menjelaskan gambaran klinis kornea edema
23. Mampu menginterpretasikan dan menjelaskan pemeriksaan mata pada kasus kornea
edema
24. Mampu menjelaskan dan melakukan diagnosis serta penanganannya
IV. STRATEGI PEMBELAJARAN
Tujuan 1
Metoda:
Kuliah interaktif
Telaah ilmiah
Tujuan 2
Metoda:
Kuliah interaktif
Telaah ilmiah
Tujuan 3
Metoda:
Kuliah interaktif
Telaah ilmiah
V.PERSIAPAN SESI
48
VI.REFERENSI
(1) Basic Ophthalmology. Editor : Cynthia A, Bradford MD, American Accademy of
Ophthalmology. San Fransisco.
(2) Vaughn D.G, Asbury T, Riordan-Eva P, eds. General Ophthalmology 15 th
Connecticut: Prentice Hall int.
(3) AmericanAcademy of Ophthalmology. Basic and clinical science course.
(4) Kansky. Ophthalmology.
VII.GAMBARAN UMUM
Kornea memiliki tiga lapisan penting: epitel, stroma, dan endotelium. Kelebihan air dalam hasil
epitel atau stroma edema kornea. Kadar air kornea tergantung pada keseimbangan antara
kekuatan pendorong air ke kornea dan yang mendorong air keluar. Kekuatan pendorong air ke
dalam kornea termasuk tekanan pembengkakan stroma dan tekanan intraokular. Faktor-faktor
yang menjaga kornea dari pembengkakan adalah fungsi penghalang dan pompa metabolik
endotelium. Faktor yang kurang penting adalah penghalang epitel dan penguapan dari
permukaan kornea. Jika faktor ini tidak fungsional atau rusak, edema kornea dan ketebalan
kornea meningkat dapat mengembangkan, dengan keluhan penglihatan kabur yang paling parah
di pagi hari dan membaik seiring berjalannya hari. Sebagai memburuk edema, microcyst epitel
dan bula dapat terbentuk, menyebabkan tajam, menusuk nyeri, fotofobia, dan kemerahan. Edema
berkepanjangan dapat menyebabkan jaringan parut membran Bowman dan stroma, serta
vaskularisasi pannus dan stroma.
A. Peningkatan TIO tidak langsung merusak endotelium tetapi mengganggu keseimbangan
kekuatan transportasi di seluruh kornea. Glaukoma kongenital dapat hadir dan meningkatkan
ketebalan kornea, diameter kornea, dan menghasilkan air mata linier horizontal membran
Descemet itu.
B. glaukoma akut dapat didiagnosis jika ada edema epitel, nyeri, sudut ruang tertutup, dan murid
middilated tetap. Biasanya tekanan adalah> 60mm Hg. Pasien melihat lingkaran cahaya di
sekitar objek terang. Begitu tekanan diobati, gejala umumnya jelas. Namun, tidak diobati,
tekanan yang meningkat menyebabkan kerusakan ireversibel endotel dan edema kronis.
C. Distrofi endotel adalah penyakit turun-temurun dari endotelium. Beberapa tampak pada saat
lahir, yang lainnya muncul kemudian dalam hidup. Anomali Petrus diakui oleh leukoma kornea
bilateral pusat, dengan edema di daerah yang terkena, yang disebabkan oleh cacat pada posterior
stroma, membran Descemet, dan endotelium. Endotel distrofi kongenital herediter (CHED) dapat
memiliki dua bentuk: dominan dan resesif. Resesif tersebut diakui pada saat lahir sebagai difus,
edema kornea bilateral simetris dan umumnya tidak maju. . Bentuk dominan tidak terlihat pada
saat lahir. Edema berkembang pada tahun pertama dan dapat maju dalam hidup kemudian untuk
49
edema parah, keratopathy band, dan erosi epitel. Distrofi Fuch endotel yang terjadi di kemudian
hari dan dapat didiagnosis jika disertai edema kornea kornea guttae banyak dilihat posterior
membran Descemet itu. Guttae kornea yang fokal, deposito kolagen bias. Dalam distrofi
polymorphous posterior (PPD), lesi kecil yang dikelilingi oleh lingkaran cahaya beberapa samar
atau kurang besar, lesi blisterlike dengan lingkaran cahaya padat terlihat pada membran
Descemet itu. Guttae kornea yang tidak hadir. Sindrom endotel Iridocorneal (ICE) adalah
spektrum gangguan utama proliferasi endotel, termasuk iris nevus sistem Cogan-Reese, sindrom
Chandler, dan atrofi iris esensial. Gangguan ini ditandai dengan endotelium dilemahkan, lapisan
kolagen yang luas posterior, dan pengembangan membran basement ektopik atas iris.Meskipun
penyakit penyakit bentuk spektrum, mereka dapat dikenali secara individual. Dalam sindrom
nevus iris, jaringan stroma iris herniates melalui membran basement ektopik. Dalam sindrom
Chandler lapisan kolagen posterior berhubungan dengan edema kornea difus. Atrofi iris esensial
ditandai oleh lapisan kolagen abu-abu posterior, sinekia anterior perifer, murid terdistorsi, dan
lubang di iris.
D. Endotelium mungkin rusak selama atau setelah operasi. Intraoperatif kerusakan mungkin
disebabkan oleh kontak dengan instrumen bedah kornea atau lensa intraokular atau efek toksik
obat intraokular, pengawet, atau solusi mengairi. Kerusakan pasca operasi dapat disebabkan oleh
perdarahan intraokuler, peningkatan TIO, dan kontak lensa-diinduksi hipoksia, serta melalui
kontak endotel kornea dengan vitreous, lensa intraokular, atau jahitan nya.
E. Perforasi kornea oleh benda asing dapat menyebabkan kerusakan endotel dan mengurangi
jumlah sel, menghasilkan edema kornea. Kontak kuat dari badan asing dengan kornea dapat
menyebabkan 0,5-0,1 mm berbentuk cincin berdiameter opacity pada permukaan kornea
posterior. Cincin ini disebabkan oleh fibrin dan leukosit deposito dalam endotelium kornea dan
menghilang dalam beberapa hari.
F. Pada pasien dengan keratoconus maju, membran Descemet bisa istirahat terpusat. Aqueous
humor bisa masuk dan menyebabkan edema. Namun, sel-sel endotel tumbuh, dan luka segera
sembuh sehingga edema reda dalam beberapa bulan. Semua yang bertahan adalah bekas luka
kecil.
G. Pemecahan pada membran Descemet bisa terjadi pada kelahiran dari cedera tang dan biasanya
muncul dalam orientasi vertikal atau miring. Tergantung pada luasnya cedera, edema kornea bisa
jelas dan berulang di kemudian hari.
H. Neuropati sensorimotor trigeminal, dari prosedur bedah, neoplasma, dan proses lainnya, dapat
mempengaruhi hidrasi kornea dan mengakibatkan edema kornea selama paparan suhu
lingkungan yang rendah.
I. Keratopathy Diebetic dapat terjadi setelah operasi stres yang tidak semestinya intraokular atau
fotokoagulasi. Endotelium kornea dari diabetes pameran kelainan pada morfologi sel, edema
kornea sehingga cenderung untuk bertahan setelah operasi.
J. Beberapa laporan telah menggambarkan kasus dekompensasi kornea setelah trauma kantong
udara. Mikroskop elektron scanning mengungkap wilayah lokal dari kerusakan endotel yang
50
lengkap terkait dengan bidang jumlah sel endotelium <1000 cells/mm 2. Beberapa edema kornea
persisten mungkin gagal untuk menyelesaikan, membutuhkan transplantasi kornea.
K. Uveitis adalah peradangan dari setiap bagian dari saluran uveal mata, termasuk iris, ciliary
body, dan koroid. Radang iris dan tubuh ciliary, juga disebut uveitis anterior, biasanya
menyakitkan dan dapat menyebabkan gangguan penglihatan, kadang-kadang kebutaan.
Meskipun hubungan tidak jelas, edema kornea sering menyertai uveitis. Uveitis dapat
didiagnosis jika photomicroscopy specular menunjukkan daerah gelap pada endothelium. Ini
daerah gelap dapat disebabkan oleh keratitic presipitat atau edema endotel lokal. Kerusakan ini
disebabkan oleh mikroba menyerang dan oleh sel dari sistem kekebalan tubuh. Edema kornea
adalah sekunder untuk respon kekebalan.
Edema stroma dan biasanya adalah bermata. Organisme yang mampu menggalang respon ini
termasuk herpes simpleks dan virus herpes zoster, beberapa bakteri, dan beberapa jamur.
L. Setelah cangkok kornea, limfosit dapat bermigrasi pada endotel dan membentuk garis yang
bergerak menuju pusat, menghancurkan sel-sel endotel di jalan. Dengan sekitar 3 bulan setelah
korupsi, garis telah hilang dan kerusakan terlihat sebagai presipitat banyak keratic dan edema
korupsi seragam.
M. Edema kornea reversibel telah dikaitkan dengan keratitis selama pengobatan dengan
levodopa. Perfluorodecalin adalah cairan digunakan intraoperatively dalam operasi ablasi retina.
Jumlah sisa dapat disimpan dalam ruang anterior di kontak dengan endotelium, menyebabkan
dekompensasi kornea.
51
Pemeriksaan Slit-lamp
Peningkatan IOP
Kongenital
Tanpa inflamasi
Onset dewasa
Tanpa trauma
Inflamasi
Trauma
(K) Uveitis
korneal graft
(A) Glukoma
kongenital
(B) Glukoma
ruang terbuka
Akut
Glukoma ruang
tertutup
(C) Distrofi
endotelial
Kongenital
Pertimbangan:
CHED
Peters anomaly
(L) Penolakkan
(M) Medication
Onset dewasa
Pertimbangan:
Sindrom ICE
Distrofi Fuchss
PPD
Trigeminal nerve
palsy
(J) Kantong
angin
(D) Mekanik
farmako bedah
(E) Benda
asing
(F) Ruptur
Keratokonus
Descemets
(G) Cedera
forsep
(H) Neuropati
trigeminal
(I) Diabetes
52
Pre test
Essay
MCQ
Lisan
Diskusi
Psikomotor
Penilaian kompetensi
OSCE
Ujian kompetensi
Ujian profesi
Kuisioner
53
Waktu 30 menit
II.TUJUAN UMUM
Peserta
didik
mampu
menjelaskan
patofisiologi
distropi
epitel
kornea,
Kuliah interaktif
Telaah ilmiah
Tujuan 2
Metoda:
Kuliah interaktif
Telaah ilmiah
Tujuan 3
Metoda:
Kuliah interaktif
Telaah ilmiah
V.PERSIAPAN SESI
24. Materi presentasi
25. Kasus
54
VI.REFERENSI
(1) Basic Ophthalmology. Editor : Cynthia A, Bradford MD, American Accademy of
Ophthalmology. San Fransisco.
(2) Vaughn D.G, Asbury T, Riordan-Eva P, eds. General Ophthalmology 15 th
Connecticut: Prentice Hall int.
(3) AmericanAcademy of Ophthalmology. Basic and clinical science course.
(4) Kansky. Ophthalmology.
VII.GAMBARAN UMUM
Corneal Epithelial Dystrophy
Para distrofi epitel terdiri dari kelainan pada membran basal epitel dan, dalam beberapa kasus,
lapisan Bowman. Mereka mudah didiagnosis oleh sejarah dan menyeluruh celah-lampu
pemeriksaan. Sejarah keluarga dan celah-lampu pemeriksaan anggota keluarga membantu
menjelaskan pola genetik dan membantu dalam klasifikasi.
A. Microcysts intraepithelial dapat terjadi confluently atau terisolasi, baik secara sepihak atau
bilateral, tergantung pada penyebab yang terkait. Mereka dapat berhubungan dengan daerah lokal
penyembuhan erosi epitel atau berulang.Ruang kistik dapat terjadi pada epitel dengan atau tanpa
edema kornea. Biasanya, pewarnaan tidak terjadi dengan fluorescein. Microcysts adalah respon
nonspesifik epitel dan terjadi dengan memakai lensa kontak jangka panjang dan penggunaan
narkoba. Biasanya, tidak ada gejala terjadi kecuali ada erosi epitel aktual dari microcyst tersebut.
Pengobatan terdiri dari menyelesaikan kondisi yang terkait. Distrofi epitel Meesmann (juga
disebut distrofi Stocker-Holt) adalah dominan mewarisi kecerdasan penetrasi lengkap dan jelas
dalam beberapa bulan pertama kehidupan.Pasien tidak menunjukkan gejala, menunjukkan kista
epitel anterior, yang pada laminasi tersebut, muncul sebagai kecil, jelas abu-abu putih tanda baca
presipitat.Mereka tidak noda dengan fluorescein. Kista telah terbukti mengandung bahan selular
degerate, "aneh" substansi, yang PAS positif. Pengobatan tidak diperlukan kecuali iritasi atau
penurunan penglihatan terjadi.
B.Distrofi kornea pusaran mungkin gangguan degeneratif, di mana berpigmen ulir berbentuk
garis yang terlihat pada jaringan epitel dan subepitelial. Ini telah di penyakit Fabry, dalam
keratopathy beracun, dan pada pasien yang mengambil berbagai obat sistemik seperti klorokuin,
amiodaron, fenotiazin, atau indometasin. Striate melanokeratosis juga dapat meniru distrofi
pusaran.Melanotik sel tumbuh dari limbus, terutama di Afrika-Amerika, juga dapat menembus
kornea sentral sebagai respon terhadap berbagai rangsangan yang berbahaya. Pengobatan jarang
diperlukan.
55
C.Epitel membran basement distrofi anterior juga disebut peta-dot-sidik jari distrofi, distrofi
basement membran anterior, dan distrofi microcystic Cogan itu.Ini adalah bilateral dan epitel dan
ditandai oleh berbagai pola dari titik-titik, garis, dan penyimpangan. Hal ini terjadi lebih umum
pada wanita setelah dekade keempat dan autosomal dominan dengan ekspresi tidak lengkap.
Studi patologis menunjukkan membran basement menebal memperluas ke dalam, sel-sel epitel
epitel abnormal dengan microcyst, dan bahan urat saraf antara membran basal dan lapisan
Bowman. Kebanyakan pasien asimtomatik. Ketika gejala yang hadir, mengaburkan visi dan
sensasi benda asing yang umum. Erosi rekuren dapat terjadi, biasanya di pagi hari, ketika pasien
terbangun dan memiliki rasa sakit menusuk tajam. Pengobatan diperlukan hanya ketika erosi
berulang terjadi.
D. Erosi kornea berulang biasanya mengikuti trauma kornea yang melibatkan epitel dan distrofi
basement membran epitel. Hasil gangguan dari cacat dalam penyembuhan membran basement
atau gagal ed produksi rusak oleh membran basement.Gejala dapat terjadi hari sampai tahun
setelah cedera. Pengobatan ditujukan untuk mendorong re-epitelisasi dan mencegah kekambuhan
dan. Erosi akut diobati dengan antibiotik topikal, tetes cycloplegic, dan patch tekanan.Kadangkadang, natrium klorida 5% dapat membantu mendorong kepatuhan dari sel-sel epitel ke
jaringan yang mendasari untuk meminimalkan edema epitel. Salep pelumas tanpa presenvatives
sangat membantu, terutama pada pasien dengan lagophthalmos. Pengobatan harus terus
meminimalkan kekambuhan dan memungkinkan perbaikan membran basal normal.Jika kambuh
bertahan, lensa kontak dapat membantu. Tusukan stroma anterior juga telah direkomendasikan
pada pasien yang modus lain dari terapi yang gagal. Debridemen epitel yang abnormal kadangkadang mungkin efektif bila disertai dengan menggunakan bur berlian pada permukaan yang
tidak teratur dari membran basal anterior.
E. Distrofi Reis-Buckler adalah sebuah distrofi autosomal dominan yang mempengaruhi kornea
superfisial membran Bowman. Distrofi adalah bilateral simetris dan menjadi jelas dalam dekade
pertama atau kedua dari kehidupan, dengan erosi dan penurunan berulang visi.Para kekeruhan
cadang 2 mm perifer kornea. Celah-lampu pemeriksaan menunjukkan epitel tidak teratur dengan
jaringan fibrosa subepitelial di wilayah lapisan Bowman. Kekeruhan tampaknya retikular dalam
pola.Pengobatan serupa dengan erosi berulang. Prosedur bedah pilihan adalah diseksi berserat
subepitel dari kornea superfisial. Kadang-kadang, sebuah keratoplasty lamelar atau keratoplasty
menembus dapat dilakukan setelah pembedahan lapisan jaringan fibrosa subepitel jika visi tidak
memuaskan.Kekambuhan yang mungkin.
VIII. KOMPETENSI
Mampu
membuat
diagnosis
klinik
berdasarkan
pemeriksaan
fisik
dan
pemeriksaanpemeriksaan tambahan yang diminta oleh dokter. Dokter mampu merujuk pasien
secepatnya ke spesialis yang relevan dan mampu menindaklanjuti sesudahnya
56
Pre test
Essay
MCQ
Lisan
Diskusi
Psikomotor
Penilaian kompetensi
OSCE
Ujian kompetensi
Ujian profesi
Kuisioner
57
Waktu 30 menit
II.TUJUAN UMUM
Peserta
didik
mampu
menjelaskan
patofisiologi
korneal
stromal
distrofi,
Kuliah interaktif
Telaah ilmiah
Tujuan 2
Metoda:
Kuliah interaktif
Telaah ilmiah
Tujuan 3
Metoda:
Kuliah interaktif
Telaah ilmiah
V.PERSIAPAN SESI
27. Materi presentasi
58
28. Kasus
29. Peralatan diagnostik
VI.REFERENSI
(13)
59
Pre test
Essay
MCQ
Lisan
Diskusi
Psikomotor
Penilaian kompetensi
OSCE
Ujian kompetensi
Ujian profesi
Kuisioner
61
REFRAKSI
I.WAKTU/ SESI PERTEMUAN
Mengembangkan Kompetensi
Sesi didalam kelas
Waktu 30 menit
II.TUJUAN UMUM
Peserta didik mampu menjelaskan patofisiologi kelainan refraksi, menginterpretasikan
dan menjelaskan pemeriksaan mata, mendiagnosis dan melakukan penatalaksanaan sesuai
kompetensi.
III.TUJUAN KHUSUS
Setelah mengikuti sesi ini, peserta didik diharapkan terampil:
31. Mampu menjelaskan gambaran klinis kelainan refraksi
32. Mampu menginterpretasikan dan menjelaskan pemeriksaan mata pada kasus kelainan
refraksi
33. Mampu menjelaskan dan melakukan diagnosis serta penanganannya
IV. STRATEGI PEMBELAJARAN
Tujuan 1
Metoda:
Kuliah interaktif
Telaah ilmiah
Tujuan 2
Metoda:
Kuliah interaktif
Telaah ilmiah
62
Tujuan 3
Metoda:
Kuliah interaktif
Telaah ilmiah
V.PERSIAPAN SESI
30. Materi presentasi
31. Kasus
32. Peralatan diagnostik
VI.REFERENSI
(15)
(18)
Kansky. Ophthalmology.
A. Pada evaluasi hyperopia, cerita pasien harus menimbulkan apakah ini mempengaruhi
pengelihatan dekat atau jauh. Pada presbiopia, pengelihatan dekat dipengaruhi secara
selektif. Pemeriksaan untuk reaksi pupil normal penting untuk menegakkan gangguan
akomodasi yang disebabkan gejala hyperopia. Refraksi cycloplegik harus dilakukan
untuk menegakkan hyperopia laten.
B. Jika tidak ada trauma surgikal maupun non-surgikal dan setelah masalah akomodasi
disingkirkan, lakukan pemeriksaan okular,orbital dan sistemik untuk menyingkirkan
alasan okular sebagai penyebab hyperopia. selain itu choroidopathy serosa sentral,
retinal detachment sekunder, tumor intraokular dan inflamasi okular posterior serta
edema retina dapat dipikirkan menjadi penyebab terjadinya hyperopia. lesi orbital
yang menekan dinding okular posterior mungkin menyebabkan efek yang sama.
Kondisi sistremik juga dapat menyebabkan edema makular menyebabkan hyperopia
dini, walaupun di kemudian hari retina yang edema tersebut juga menyebabkan
pengelihatan kabur.
Penyebab umum lain nya yang menyebabkan akomodasi berkurang adalah kurang
hati-hatinya gesekan atropin-substansi yang masuk ke mata, yang sering terjadi di
C. kalangan medis. Antikolinergik agent yang digunakan pada penatalaksanaan
gangguan gastrointestinal, gangguan respirasi, penyakit Parkinson atau dismenore
juga dapat menyebabkan paresisakomodasi. Efek yang sama juga dapat ditimbulkan
oleh ergotamine (sering digunakan untuk mempercepat aborsi) dan penicillamine.
D. Sesekali obat-obatan dapat disingkirkan sebagai penyebab penurunan tenaga yang
dapat menyebabkan insufisiensi akomodasi dinamik dan biasanya terjadi pada orang
asthenikus, keracunan makanan khususnya botulism. Dan juga dapat disebabkan oleh
penyebab neurologik dari lesi nukeus parasimpatis di otak tengah yang diakibatkan
oleh enchepalitis atau tumor di corpus pineal.
E. Operasi pelepasan lensa juga dapat menyebabkan hyperopia dan kehilangan
akomodasi
F. Cidera yang mengenai atau langsung merobek iris atau badan siliar mungkin
menyebabkan paresis akomodasi yang bisa menyebabkan hyperopia. edema retina
atau kompresi okular dari perdarahan retrobulbar/fraktur orbital juga sangat
mempengaruhi pendeknya jalur optikal yang dapat menyebabkan hyperopia.
Kompetensi Dokter Umum
3A. Mampu membuat diagnosis klinis berdasarkan pemeriksaan fisik dan pemeriksaan
tambahan yang diminta oleh dokter (misalnya pemeriksaan laboratorium sederhana atau Xray). Dokter dapat memutuskan dan memberi terapi pendahuluan, serta merujuk ke spesialis
yang relevan (bukan kasus gawat darurat)
64
Pasien dengan
hyperopia
Hyperopia
presbyopia
Pemeriksaa
n mata
B
Kacamata
baca
kongenital
Intervensi lain
terhadap
akomodasi
Riwayat
C
penggunaaan
obat
didapat
ocular
orbital
Mungkin:
Mungkin:
sistemik
Ocular
Berhub
ungan
dengan
obat
pembedahan
Mungkin: E
Aphakia
Penebala
n kornea
trauma
Mungkin: F
spontan
Mungkin: D
Paralisi
s
badan
siliar
Peneba
lan
corneal
Subluks
asi
lensa
(p272)
Edema
retina
Kompre
Central
Tumor
Penyebab
Mungkin:
Diabete
Penyeba
serous
neurolog
s
b lain
choroido
ik
Penyakit
proptos
pathy
debilitasi
2.MYOPIA
ginjal
Choroidal
is
Lupus
Ada
empat
faktor
yang
menentukan tingkatan refraksi okular : kekuatan optikal kornea,
hemangi
(p132)
Penyeba
omakekuatan
(p
optikal lensa, jarak antara keduanya (contoh: kedalaman ruang depan), dan panjang
b
326)
edema
Scleriti
retina
s
65
lain
(p348)
nya
aksial. Akomodasi untuk pengelihatan dekat dan skleral resistance versus IOP berperan dalam
pembentukan myopia dan juga genetik dan diduga juga dipengaruhi oleh lingkungan.
Myopia merupakan anomali okular yang paling banyak ditemui di negara berkembang.
Kebanyakan berupa simple myopia. Di United States 15%-25%dari populasi mengalami jenis
myopia ini. Pada kebanyakan orang kelainan refraksi menimbulkan manifestasi antara usia 7
tahun dan 13 tahun, menjadi lebih stabil pada usia sekitar 17 tahun. Pada beberapa kelompok
kecil, hampir semua mahsiswa menjadi myopia pada usia dewasa muda.
Kedua, sebagian sindrom dan penyakit keturunan berhubungan degan myopia. Contoh
sindrom Marfan, Ehlers-Danlos, Sticker, Sindrom Down dan retinitis pigmentosa.
Diagnosispasti bukan tergantung dari ditemukan nya myopia.
Pada kelompok pasien myopia ketiga merupakan kelompok yang sebagian besar
menunjukkan gejala. Ini yang akan dibicarakan dalam bab ini. Hal ini penting untuk membagi
pasien berdasarkan usia dan beranggapan struktur anatomi berkembang menjadi faktor
penyebab terbentuknya myopia (contoh kornea, lensa, otot-otot badan siliar, dan ukuran
vitreus (panjang aksial).
A. Sampai usia 3 tahun kekuatan korneal dan kekuatan lensa masih dihubungkan dengan
perbedaan peningkatan panjang axial. Hasil nya >95% mata berakhir dengan refraksi
tertutup sampai emmetropia (antara +4D dan -4D dari kesalahan refraktif). Faktorfaktor yang menyebabkan nya masih banyak belum dimengerti.
B. Megalocornea dihubungkan dengan myopia karena cornea lebih curam daripada
normal. Telah dilaporkan bahwa hal ini diturunkan dan ketiga pola keturunan dari
Mendelian terkena. Kondisi ini jarang terjadi tetapi dapat dihubungkan dengan
glaucoma juvenil atau ectopia lentis.
C. Ectopia lentis dapat menyebabkan myopia yang signifikan sebagai hasil dari
kemiringan lensa. Pada beberapa tipe (sindrom Marfan, autosomal-resesive ectopia
lentis et pupillae) panjang axial juga meningkat. Fluktuasi refraksi yang umum terjadi
dihubungkan dengan perpindahan posisi lensa dan pasien mungkin akan menjadi
myopia hingga hyperopia jika dislokasi lensa sempurna dan menhhilangkan axis
visual.
D. Lentiglobus posterior merupakan deformasi axial dari aspek posterior lensa. Ini dapat
menyebabkan myopia melalui tengah lensa, walaupun perifernya
bisa jadi
emmetropik.
E. Pembesaran diameter corneal dan peningkatan panjang axial melebihi pertumbuhan
normal pada infant harus dicurigai kemungkinan adanya glaukoma kongenital. Gejala
lain biasanya menunjukkan adanya pembesaran cup optik dan edema corneal.
F. Pada retinopathy cicatrical sedang pada prematuritas, menunjukkan pigmentasi retina
dan tarikan pembuluh darah retina dan makula, hampir selalu dihubungkan dengan
myopia.
Penelitian pada hewan dan penemuan pada pasien dengan hemangioma, ptosis yang
parah, plexiform neurofibroma telah dilaporkan sebagai penyebab amblyopia yang
Kompetensi Dokter Umum
66
3A. Mampu membuat diagnosis klinis berdasarkan pemeriksaan fisik dan pemeriksaan
tambahan yang diminta oleh dokter (misalnya pemeriksaan laboratorium sederhana atau Xray). Dokter dapat memutuskan dan memberi terapi pendahuluan, serta merujuk ke spesialis
yang relevan (bukan kasus gawat darurat)
Keterampilan Klinis Yang Harus Dimilki
Tingkat kemampuan 4 mampu melakukan secara mandiri
Lulusan dokter memiliki pengetahuan teoritis mengenai keterampilan ini (baik konsep, teori,
prinsip maupun indikasi, cara melakukan, komplikasi dan sebagainya). Selama pendidikan
pernah melihat atau pernah didemonstrasikan keterampilan ini dan pernah menerapkan
keterampilan ini beberapa kali dibawah supervisi serta memiliki pengalaman untuk
menggunakan dan menerapkan keterampilan ini dalam konteks praktik dokter secara
mandiri. Keterampilan klinis tingkat 4 yang harus dimiliki untuk kasus myopia antara lain :
Pemeriksaan opthalmologis umum yang meliputi pemeriksaan visus, pemeriksaan refraksi
subjektif.
3. ASTIGMATISMA
Mata astigmat atau mata silindris adalah suatu keadaan dimana sinar yang masuk ke dalam
mata tidak terpusat pada satu titik saja tetapi sinar tersebut tersebar menjadi sebuah garis.
Astigmatisma merupakan kelainan pembiasan mata yang menyebabkan bayangan penglihatan
pada satu bidang fokus pada jarak yang berbeda dari bidang sudut. Pada astigmatisma berkas
sinar tidak difokuskan ke retina di dua garis titik api yang saling tegak lurus. Kelainan refraksi
ini ditandai dengan anomali kurvatura media refrakta, bisa diakibatkan ulkus kornea, jaringan
parut pada kornea, kertoconus, katarak, lenticonus
Diagnosa ditegakkan berdasarkan pada pemeriksaan refraksi dan gambaran klinis yang
tipikal. Penderita akan melihat benda tidak beraturan bentuknya atau berubah bentuk. Astigmat
bisa diperiksa dengan cara pengaburan (fogging technique of refraction) yang menggunakan
kartu snellen, bingkai percobaan, sebuah set lensa coba, dan kipas astigmat. Pemeriksaan juga
bisa menggunakan keratoskop placid, videokeratoskop, Helmholtz atau Javal ophthalmometer.
Deteksi dini dan koreksi yang segera sangat penting terutama pada penderita anak. Astigmatisma
yang tidak terkoreksi dapat mengakibatkan ambliopia karena bayangan yang tajam tidak
terproyeksikan ke retina. Koreksi untuk astigmatisma menggunakan lensa silinder.
Kompetensi Dokter Umum
3A. Mampu membuat diagnosis klinis berdasarkan pemeriksaan fisik dan pemeriksaan
tambahan yang diminta oleh dokter (misalnya pemeriksaan laboratorium sederhana atau Xray). Dokter dapat memutuskan dan memberi terapi pendahuluan, serta merujuk ke spesialis
yang relevan (bukan kasus gawat darurat)
Keterampilan Klinis Yang Harus Dimilki
67
subjektif.
Bagan algoritma pada mata astigmatisma
Anamnesis
Pemeriksaan refraksi:
Pengaburan
Keratoskop placid
Videokeratoskop
Helm Holtz atau Javal
ophthalmometer
kornea
Ulkus
Jaringan
parut
keratoconus
lensa
Katarak
lenticonus
4. PRESBIOPIA
Presbiopia merupakan bagian dari proses penuaan yang secara alamiah dialami oleh
semua orang. Penderita akan menemukan perubahan kemampuan penglihatan
dekatnya pertamakali pada pertengahan usia empat puluhan. Pada usia ini, keadaan
lensa kristalin berada dalam kondisi dimana elastisitasnya telah banyak berkurang
sehingga menjadi lebih kaku dan menimbulkan hambatan terhadap proses akomodasi,
karena proses ini utamanya adalah dengan mengubah bentuk lensa kristalin menjadi
68
lebih cembung. Organ utama penggerak proses akomodasi adalah muskulus siliaris,
yaitu suatu jaringan otot yang tersusun dari gabungan serat longitudinal, sirkuler, dan
radial. Fungsi serat-serat sirkuler adalah untuk mengerutkan dan relaksasi serat-serat
zonula, yang merupakan kapsul di mana lensa kristalin barada di dalamnya. Otot ini
mengubah tegangan pada kapsul lensa, sehingga lensa dapat mempunyai berbagai
fokus baik untuk objek
berjarak dekat maupun yang berjarak jauh dalam lapangan pandang. Jika elastisitas lensa
kristalin berkurang dan menjadi kaku (sclerosis), maka muskulus siliaris menjadi terhambat atau
bahkan tertahan dalam mengubah kecembungan lensa kristalin. Presbiopia dapat dikoreksi
dengan menggunakan kacamata monofocal maupun bifocal, fungsi kacamata monofocal hanya
untuk kacamata baca, sedangkan kacamata bifocal dapat untuk mengkoreksi saat proses
67
akomodasi.
Kompetensi Dokter Umum
3A. Mampu membuat diagnosis klinis berdasarkan pemeriksaan fisik dan pemeriksaan
tambahan yang diminta oleh dokter (misalnya pemeriksaan laboratorium sederhana atau Xray). Dokter dapat memutuskan dan memberi terapi pendahuluan, serta merujuk ke spesialis
yang relevan (bukan kasus gawat darurat)
Keterampilan Klinis Yang Harus Dimiliki
Tingkat kemampuan 4 mampu melakukan secara mandiri
Lulusan dokter memiliki pengetahuan teoritis mengenai keterampilan ini (baik konsep,
teori, prinsip maupun indikasi, cara melakukan, komplikasi dan sebagainya). Selama
pendidikan pernah melihat atau pernah didemonstrasikan keterampilan ini dan pernah
menerapkan keterampilan ini beberapa kali dibawah supervisi serta memiliki pengalaman
untuk menggunakan dan menerapkan keterampilan ini dalam konteks praktik dokter
secara mandiri. Keterampilan klinis tingkat 4 yang harus dimiliki untuk kasus presbyopia
antara lain :
Pemeriksaan opthalmologis umum yang meliputi pemeriksaan visus, pemeriksaan
refraksi subjektif,
Proses penuaan
Kekerasan lensa
Anamnesis:keluhan
pada pengelihatan
dekat
Pemeriksaan refraksi:
Subjektif
objektif
69
(1) Amblyopia is defined as unilateral or bilateral decrease of visual acuity for which no organic
cause can be detected on physical examination of the eye and which in appropriate cases is
reversible by therapeutic measures. This algorithm is based on the assumption that visual acuity
has been found to be decreased and cannot be improved by corrective lenses.
(2) A negative cover test result rules out a manifest heterotropia. At this point in the
examination, the examiner must establish that there is no history of previous strabismus that may
70
have improved spontaneously with glasses or after surgery. If this history is positive, strabismic
amblyopia must be suspected
(3) A refraction establishes whether anisometropic amblyopia is present. A fundus examination
rules out organic causes for the decrease in visual acuity. A functional (i.e., reversible)
amblyopia may be superimposed on a lesion of the optic disc or the macula (relative
amblyopia). The fixation behavior must be checked in all cases of suspected unilateral
amblyopia. This test is performed with a modified ophthalmoscope that contains a fixation target
that is projected on the fundus and is seen by both examiner and the patient The 4 diopter baseout prism test is positive in anisometropic amblyopia.
(4) The exact refractive difference between the eyes that causes amblyopia is unknown.
However, most clinicians agree that a spherical equivalent of more than 1.5 diopters between the
eyes may be amblyopiogenic.
(5) In the absence of a positive cover test result, a history of strabismus or of anisometropia, the
examiner should question the patient or the parents carefully for a history of unilateral occlusion
during infancy and early childhood. Causes for unilateral visual deprivation include a unilateral
ptosis, cataract, orbital cellulitis with swelling of the lids, and prolonged wearing of an occlusive
patch.
(6) In the absence of a positive cover test result, of anisometropia, a history of strabismus or of
visual deprivation, an idiopathic amblyopia (i.e., an amblyopia without known cause) may be
present.59
(7) Anisometropia is fairly common in a strabismic population. It is not always possible to
ascertain whether the amblyopia in such patients is caused by the strabismus, the anisometropia,
or a combination of both. Strabismus may also occur as a result of decreased vision in one eye,
for instance, a macular retinoblastoma. A careful examination of the fundus is therefore
indicated in all cases of amblyopia associated with strabismus. The fixation behavior is recorded
as foveolar, parafoveolar, or peripheral.58, p.219
(8) Uncorrected high bilateral hypermetropia of an equal degree may cause bilateral visual
deprivation amblyopia. The patient makes no effort to accommodate and grows up with
chronically blurred retinal images (bilateral visual deprivation). A manifest congenital
nystagmus may have a similar effect on the development of normal visual acuity.
(9) When there is no detectable cause for bilaterally reduced visual acuity, special tests are
indicated to rule out rare diseases such as cone deficiency disorder.
Kompetensi Dokter Umum
71
3A. Mampu membuat diagnosis klinis berdasarkan pemeriksaan fisik dan pemeriksaan tambahan
yang diminta oleh dokter (misalnya pemeriksaan laboratorium sederhana atau X-ray). Dokter
dapat memutuskan dan memberi terapi pendahuluan, serta merujuk ke spesialis yang relevan
(bukan kasus gawat darurat
lain :
Pemeriksaan opthalmologis umum yang meliputi pemeriksaan visus, pemeriksaan refraksi
subjektif.
VIII. KOMPETENSI
Mampu membuat diagnosis klinik berdasarkan pemeriksaan fisik dan pemeriksaan
tambahan yang diminta oleh dokter. Dokter dapat memutuskan dan memberi terapi pendahuluan,
serta merujuk ke spesialis yang relevan (bukan kasus gawat darurat).
IX. TUJUAN PEMBELAJARAN
Setelah mengikuti sesi ini, setiap peserta didik diharapkan mampu:
33. Mengenali gejala, tanda hordeolum
34. Melakukan anamnesis dan pemeriksaan ophthalmologikus
35. Melakukan deskripsi kelainan hordeolum
36. Membuat keputusan klinis, memberi tindakan yang tepat dan merujuk secara tepat waktu
dan optimal.
X. EVALUASI
Kognitif
Pre test
Essay
MCQ
Lisan
Diskusi
Psikomotor
Penilaian kompetensi
Task-based
medical
education
OSCE
Ujian kompetensi
Ujian profesi
Kuisioner
73
AMBLYOPIA
I.WAKTU/ SESI PERTEMUAN
Mengembangkan Kompetensi
Sesi didalam kelas
Waktu 30 menit
II.TUJUAN UMUM
Peserta didik mampu menjelaskan patofisiologi infeksi dan radang saluran lakrimalis,
menginterpretasikan dan menjelaskan pemeriksaan mata, mendiagnosis dan melakukan
penatalaksanaan sesuai kompetensi.
III.TUJUAN KHUSUS
Setelah mengikuti sesi ini, peserta didik diharapkan terampil:
34. Mampu menjelaskan gambaran klinis amblyopia
35. Mampu menginterpretasikan dan menjelaskan pemeriksaan mata pada kasus amblyopia
36. Mampu menjelaskan dan melakukan diagnosis serta penangannya
Kuliah interaktif
Telaah ilmiah
Tujuan 2
Metoda:
74
Kuliah interaktif
Telaah ilmiah
Tujuan 3
Metoda:
Kuliah interaktif
Telaah ilmiah
V.PERSIAPAN SESI
33. Materi presentasi
34. Kasus
35. Peralatan diagnostik
VI.REFERENSI
(19)
(22)
Kansky. Ophthalmology.
VII.GAMBARAN UMUM
Ambliopia adalah gangguan mata berupa penurunan tajam penglihatan akibat adanya
gangguan perkembangan penglihatan selama masa kanak-kanak. Keadaan ini juga dikenal
dengan istilah lazy eye atau mata malas. Bila salah satu mata memiliki tajam penglihatan yang
baik sedangkan mata yang lainnya tidak, maka mata dengan tajam penglihatan yang lebih buruk
akan mengalami ambliopia. Umumnya hanya satu mata yang mengalami ambliopia, namun tidak
menutup kemungkinan gangguan ini bisa terjadi pada dua mata sekaligus. Ambliopia sering
ditemukan dan dapat mengenai 2 hingga 3 orang dari 100 pasien. Masa terapi ambliopia yang
paling baik adalah selama masa bayi dan awal masa anak-anak. Ambliopia disebabkan oleh
berbagai macam kondisi yang mempengaruhi perkembangan penglihatan. Umumnya kondisi ini
bersifat diturunkan. Ada 3 penyebab utama ambliopia, yaitu:
Strabismus
(Juling)
Ambliopia umumnya muncul pada mata yang mengalami strabismus (juling). Mata juling
terjadi untuk menghindari penglihatan ganda (double) oleh anak tersebut. Anak juga
biasanya lebih senang memakai mata sebelahnya dengan tajam penglihatan yang lebih
baik. Mata yang juling adalah mata dengan tajam penglihatan yang lebih buruk.
Kelainan
refraksi
yang
tidak
seimbang
antar
kedua
mata
Kelainan tajam penglihatan bisa diatasi dengan kaca mata. Namun, ambliopia bisa
75
muncul bila salah satu mata tidak fokus oleh karena ukuran minus, plus, atau silinder
yang
lebih
besar
bila
dibandingkan
dengan
mata
sebelahnya.
Ambliopia juga bisa muncul pada dua mata sekaligus bila tajam penglihatan pada kedua
mata sangat buruk. Keadaan ini muncul pada penderita minus, plus atau silinder tinggi.
Kekeruhan pada jaringan mata yang normalnya jernih Katarak (kekeruhan pada lensa
mata) dapat menimbulkan ambliopia. Setiap kondisi yang mencegah masuknya bayangan
objek ke dalam mata bisa menyebabkan ambliopia. Keadaan ini adalah penyebab
ambliopia yang paling buruk.
Ambliopia dapat dideteksi dengan menemukan perbedaan tajam penglihatan antara kedua mata
atau ditemukan tajam penglihatan yang sangat buruk pada kedua mata. Karena memeriksa tajam
penglihatan pada anak-anak yang lebih kecil sangat sulit, dokter mata dapat menilai tajam
penglihatan anak-anak ini dengan melihat reaksi bayi mengikuti suatu benda. Pemeriksaan
dilakukan pada masing-masing mata yang ditutup secara bergantian (patch). Jika salah satu mata
ambliopia dan mata yang tajam baik ditutup, maka bayi akan memberikan reaksi berupa
mengintip dari balik patch, berusaha membuka patch, atau menangis. Tajam penglihatan yang
lebih buruk pada salah satu mata tidak selalu berarti anak menderita ambliopia. Seringkali, tajam
penglihatan ini masih bisa diatasi dengan memberikan kacamata pada anak tersebut.
VIII. KOMPETENSI
Mampu membuat diagnosis klinik berdasarkan pemeriksaan fisik dan pemeriksaan tambahan
yang diminta oleh dokter. Dokter dapat memutuskan dan memberi terapi pendahuluan, serta
merujuk ke spesialis yang relevan (bukan kasus gawat darurat).
IX. TUJUAN PEMBELAJARAN
Setelah mengikuti sesi ini, setiap peserta didik diharapkan mampu:
37. Mengenali gejala, tanda ambliopia
38. Melakukan anamnesis dan pemeriksaan ophthalmologikus
39. Melakukan deskripsi kelainan ambliopia
40. Membuat keputusan klinis, memberi tindakan yang tepat dan merujuk secara tepat waktu
dan optimal.
X. EVALUASI
Kognitif
Pre test
Essay
MCQ
Lisan
Diskusi
76
Psikomotor
Penilaian kompetensi
OSCE
Ujian kompetensi
Ujian profesi
Kuisioner
77
DIPLOPIA
I.WAKTU/ SESI PERTEMUAN
Mengembangkan Kompetensi
Sesi didalam kelas
Waktu 30 menit
II.TUJUAN UMUM
Peserta didik mampu menjelaskan patofisiologi diplopia, menginterpretasikan dan
menjelaskan pemeriksaan mata, mendiagnosis dan melakukan penatalaksanaan sesuai
kompetensi.
III.TUJUAN KHUSUS
Setelah mengikuti sesi ini, peserta didik diharapkan terampil:
37. Mampu menjelaskan gambaran klinis diplopia
38. Mampu menginterpretasikan dan menjelaskan pemeriksaan mata pada kasus diplopia
39. Mampu menjelaskan dan melakukan diagnosis serta penanganannya
Kuliah interaktif
Telaah ilmiah
Tujuan 2
Metoda:
Kuliah interaktif
Telaah ilmiah
Tujuan 3
Metoda:
Kuliah interaktif
Telaah ilmiah
V.PERSIAPAN SESI
36. Materi presentasi
37. Kasus
38. Peralatan diagnostik
VI.REFERENSI
(23)
(26)
Kansky. Ophthalmology.
VII.GAMBARAN UMUM
Diplopia atau penglihatan ganda adalah suatu gangguan penglihatan yang mana obyek terlihat
dobel atau ganda. Diplopia berasal dari bahasa Yunani, diplo = dobel atau ganda, opia =
penglihatan. Diplopia secara umum dibagi menjadi dua yaitu :
1. Diplopia binokular yaitu penglihatan ganda terjadi apabila si pasien melihat dengan
kedua mata dan menghilang bila salah satu mata ditutup. Kondisi ini disebabkan antara
lain oleh gangguan pergerakan otot bola mata sehingga sudut kedua mata tidak sinkron
(tahap awal seseorang yang akan menjadi juling atau strabismus). Penyebab lainnya
adalah kerusakan saraf yang melayani otot otot bola mata. Kerusakan saraf ini
disebabkan oleh stroke, cidera kepala, tumor otak dan infeksi otak. Diplopia binokular
juga bisa terjadi pada pasien diabetes, miastenia gravis, penyakit graves, trauma atau
cidera pada otot mata dan kerusakan pada tulang penyangga bola mata.
2. Diplopia monokular yaitu diplopia yang hanya terjadi pada satu mata. Penglihatan ganda
muncul saat salah satu mata ditutup. Gangguan ini dapat terjadi pada pasien dengan
astigmat, gangguan lengkung kornea, pterigium, katarak, dislokasi lensa mata, gangguan
produksi air mata dan beberapa gangguan pada retina.
79
Karena bukan merupakan penyakit secara khusus atau dengan kata lain diplopia merupakan
gejala yang bisa terjadi pada beberapa penyakit yang saya sebutkan diatas maka pengobatan
diplopia tergantung dari penyakit dasar yang menyebabkan terjadinya diplopia.
monokular
binokular
Penyakit
sistemik
Gangguan
pergerakan
otot bola
mata
astigmatisme
Kerusakan
syaraf yang
melayani bola
mata
Gangguan
lengkung
kornea
pterigium
katarak
diabetes
strabismus
stroke
Cedera
kepala
Tumor otak
Infeksi otak
Terapi penyebab
VIII. KOMPETENSI
Mampu membuat diagnosis klinik berdasarkan pemeriksaan fisik dan pemeriksaan
tambahan yang diminta oleh dokter. Dokter dapat memutuskan dan memberi terapi pendahuluan,
serta merujuk ke spesialis yang relevan (bukan kasus gawat darurat).
IX. TUJUAN PEMBELAJARAN
Setelah mengikuti sesi ini, setiap peserta didik diharapkan mampu:
41. Mengenali gejala dan tanda diplopia
42. Melakukan anamnesis dan pemeriksaan ophthalmologikus
43. Melakukan deskripsi kelainan diplopia
80
44. Membuat keputusan klinis, memberi tindakan yang tepat dan merujuk secara tepat waktu
dan optimal.
X. EVALUASI
Kognitif
Pre test
Essay
MCQ
Lisan
Diskusi
Psikomotor
Penilaian kompetensi
OSCE
Ujian kompetensi
Ujian profesi
Kuisioner
81
Waktu 30 menit
II.TUJUAN UMUM
Peserta
didik
mampu
menjelaskan
patofisiologi
defek
lapang
pandang,
Kuliah interaktif
Telaah ilmiah
82
Tujuan 2
Metoda:
Kuliah interaktif
Telaah ilmiah
Tujuan 3
Metoda:
Kuliah interaktif
Telaah ilmiah
V.PERSIAPAN SESI
39. Materi presentasi
40. Kasus
41. Peralatan diagnostik
VI.REFERENSI
(1) Basic Ophthalmology. Editor : Cynthia A, Bradford MD, American Accademy of
Ophthalmology. San Fransisco.
(2) Vaughn D.G, Asbury T, Riordan-Eva P, eds. General Ophthalmology 15 th
Connecticut: Prentice Hall int.
(3) American Academy of Ophthalmology. Basic and clinical science course.
(4) Kansky. Ophthalmology.
VII.GAMBARAN UMUM
HEMIANOPSIA BITEMPORAL
Hemianopsia bitemporal adalah hilanganya setengah lapangan pandangan temporal kedua
mata yang merupakan tanda khusus kelainan kiasma optik, dapat juga akibat meningitis
basal, kelainan sfenoid, dan trauma kepala.
HEMIANOPSIA HOMONYMOUS
Hemianopsia homonymous adalah hilangnya lapangan pandang pada sisi yang sama pada
kedua mata yang dapat terlihat pada lesi temporal
SKOTOMA
Skotoma terbagi atas skotoma busur (arkuat) dan skotoma sentral. Skotoma busur
(arkuat) adalah skotoma yang dapat terlihat pada glaukoma, iskemia papil saraf optik,
dan oklusi arteri retina sentral. Skotoma sentral adalah skotoma yang terlihat pada retinis
sentral.
83
Skotoma
parasentral,
sentral
Penyakit
koroid atau
retina atau
lesi saraf
optik
Scimitar-shaped
scotoma
Skotoma
cecocentral
Skotoma
temporal
Defek bundle
makulopapilary
Perluasan
desakan
bintik buta
Altitudinal
defect
monocular
Commashaped
extention of
blind spot
Bagian
proksimal
dari bundle
serat saraf
arkuata
Nasal
step
Bagian
distal dari
bundle
serat saraf
arkuata
Seidels
scotoma
hemianopsia
binocular
incongruous
Bundle serat
nervus arkuata
Bjerrums
scotoma
Skotoma
pada area
Bjerrums
Defek retina,
oklusi cabang
a.retina superior
atau inferior,
perlepasan
eksudat retina
Isolated
scotoma
Bagian
tengah dari
bundle
serat saraf
arkuata
Junctional
scotoma
inferior
Superior dan
inferior
altitudinal
hemianopsia
Lesi
suprakiasmik
Lesi
dibawah
kedua lobus
oksipital
atau di atas
fisura
kalkari
Optic disk,
a.siliari
posterior,
oklusi,
koloboma
monocular
Defek
quadrantanopic
superior
congruous
binocular
homonymous
heteronymous
bitemporal
Lesi
kiasma
optikum
(kompresi
sentral)
binasal
Lesi
kiasma
optikum
(kompresi
kedua sisi)
incongruous
Lesi
jaras
optik
congruous
Densest
superiorly
(pie in
the sky)
Lesi lobus
temporal
Densest
inferiorly
Lobus
parietal
lengkap
Hanya
lapangan
sentral
Sparing
temporal
crescent
Ujung lobus
oksipital
84
Lobus
oksipital
VIII. KOMPETENSI
Mampu membuat diagnosis klinik berdasarkan pemeriksaan fisik dan pemeriksaan
tambahan yang diminta oleh dokter. Dokter dapat memutuskan dan memberi terapi pendahuluan,
serta merujuk ke spesialis yang relevan (bukan kasus gawat darurat).
IX. TUJUAN PEMBELAJARAN
Setelah mengikuti sesi ini, setiap peserta didik diharapkan mampu:
45. Mengenali gejala, tanda defek lapang pandang
46. Melakukan anamnesis dan pemeriksaan ophthalmologikus
47. Melakukan deskripsi kelainan defek lapang pandang
48. Membuat keputusan klinis, memberi tindakan yang tepat dan merujuk secara tepat waktu
dan optimal.
X. EVALUASI
Kognitif
Pre test
Essay
MCQ
Lisan
Diskusi
Psikomotor
Penilaian kompetensi
OSCE
Ujian kompetensi
Ujian profesi
Kuisioner
Penilaian peragaan keterampilan
KEHILANGAN PENGLIHATAN
I.WAKTU/ SESI PERTEMUAN
Mengembangkan Kompetensi
Sesi didalam kelas
Waktu 30 menit
II.TUJUAN UMUM
Peserta
didik
mampu
menjelaskan
patofisiologi
penghilangan
penglihatan,
Kuliah interaktif
Telaah ilmiah
86
Tujuan 2
Metoda:
Kuliah interaktif
Telaah ilmiah
Tujuan 3
Metoda:
Kuliah interaktif
Telaah ilmiah
V.PERSIAPAN SESI
42. Materi presentasi
43. Kasus
44. Peralatan diagnostik
VI.REFERENSI
(27)
(30)
Kansky. Ophthalmology.
VII.GAMBARAN UMUM
Pengelihatan adalah indera yang paling berharga, sehingga kehilangan pengelihatan
membutuhkan perhatian yang serius. Tidak dapat diterapi dan bersifat permanen, itu adalah
perubahan pada hidup pasien yang signifikan, khususnya bila terjadi pada kedua mata.
A. Jika kehilangan pengelihatan secara tiba-tiba dan tanpa penyebab yang nyata (misalnya
trauma), adanya kehilangan pengelihatan yang tiba-tiba pada satu mata atau dua mata
dapat mengindikasikan oklusi a.retina pada kasus gawat darurat. Dokumentasi yang cepat
pada kondisi ini (pemeriksaan pengelihatan, pupil, dan retina) dilakukan dalam 2 jam
setelah
gejala
terjadi,
dapat
menghasilkan
terapi
dini
yang
sukses
pada
kegawatdaruratan, dimana terapi tersebut terdiri dari massage okular, parasentesis kornea
untuk menurunkan tekanan okuler dan meningkatan perfusi, injeksi dengan pemberian
vasodilator, dan breathing of CO2. Setelah 90 menit, oklusi sentral dari a.retina menjadi
lengkap, retina akan rusak secara permanen dan tidak dapat disembuhkan.
B. Pendarahan vitreous non-traumatik biasanya disebabkan oleh perlepasan vitreous.
Pendarahan dapat murni berasal dari adhesi vitreous ke struktur vaskular di atas
87
permukaan retina, seperti pada pembuluh darah diskus atau neovaskularisasi dari
berbagai penyebab dan dari pembuluh darah retina ketika terjadi robekan retinaa.
Pendarahan vitreous yang kecil dapat dibersihkan dengan cepatdari aksis visual dengan
gravitasi, jadi pasien tidak berada dalam bahaya. Melakukan pemeriksaan retina yang
teliti pada semua pasien yang mengalami pendarahan vitreous pada berbagai jumlah
dapat menyingkirkan robekan retina dan dapat mengkonfirmasi perlepasan vitreous.
Terapi gejala dari robekan retina yang berbentuk tapal kuda adalah untuk mencegah
perlepasan retina. Oklusi vena dapat menyebabkan edema makula yang dapat sembuh
dalam beberapa minggu datau bulan. Oklusi sentral atau cabang dari aa.retina biasanya
bersifat emboli dan dapat menghasilkan gejala yang sementara ketika embolus pindah ke
hilir atau bagian bawah. Terapi biasanya diatur saat ini terjadi dengan cara membuat
vasodilatasi yang tiba-tiba. Beberapa gangguan makula menghasilkan gejala gangguan
pengelihatan yang sementara. Central Serous Choroidopathy hampir dapat sembuh
sempurna dalam 6 minggu sampai 6 bulan. Beberapa kondisi inflamasi seperti idiopathic
stellate neuroretinopathy dan acute multifocal punctate pigment epitheliopahty (AMPPE)
sembuh dalam beberapa minggu seperti pendarahan dibeberapa degenerasi makula
(misalnya age-related atau angioid streaks). Ketika penyakit ini jelas, penglihatan
mungkin dapat sampai ke penyebab dasara yang persisten dan pada akhirnya mengarah
pada hilangnya pengelihatan yang permanen. Edema makula akibat solar burn setelah
melihat gerhana atau memandang matahari sering memberikan penyembuhan yang
mengejutkan. Kelaina yang parah khususnya kelaina sistemik, terutama kelaina yang
menyebabkan hipertensi (misalnya idiopatik, eklampsia, atau ketidakseimbangan
metabolik yang parah seperti gagal ginjal akut) mungkin dapat menyebabkan kehilangan
pengelihatan yang sementara sampai penyebab utama disembuhkan, biasanya akibat
edema makula atau perlengketan retina sekunder.
C. Trauma tumpul pada kepala jarang menyebabkan kehilangan pengelihatan dibandingkan
trauma langsung pada mata dan rongga mata, tetapi trauma tumpul pada kepala dapat
menyebabkan brain injury, khususnya pada korteks oksipital, dan saraf optik contrecoup
dan kerusakan retina. Jika diduga terjadi kontusio saraf optik, maka dipertimbangkan
pemberian steroid dosis tinggi secara sistemik. Trauma langsung dapat muncul dalam
berbagai bentuk. Trauma tumpul dapat menyebabkan kehilangan pengelihatan melalui
mekanisme dari edema kelopak mata yang parah sampai avulsion saraf dan termasuk
fraktur orbital, pendarahan okuler, katarak, kerusakan retina. Pemeriksaan pupil untuk
mendapatkan defek pupil yang aferen (Marcus Gun) sangat menolong untuk menentukan
kerusakan pengelihatan pada jalur pengelihatan. Echography adalah cara yang mudah,
murah, dan non-invasif untuk menyingkirkan kondisi yang patologis. CT Scan dan MRI
dapat membantu khususnya dalam menentukan fraktur orbital dan saraf optik dan
kerusakan otak. Pada trauma langsung yang parah selalu diduga perforasi okuler.
Hipotoni yang parah, kemosis, dan kehilangan pengelihatan adalah dugaan utama.
Echography khususnya A-scan yang sudah distandarisasi dapat membantu pemeriksaan.
88
Perforasi okuler biasanya sering disebabkan oleh potongan baja, biasanya bersifat
magnet, yang biasa masuk ke mata saat pasien menggunakan palu pada objek metal.
Karena baja sangat kecil dan tipis, baja membuat perforasi dengan mudah melalui jalan
masuk luka, sehingga membuat sulit ditemukan. Riwayat trauma mata harus ditanya
secara lengkap termasuk bagaimana cara trauma mata itu terjadi. Membuat plain film dari
rongga mata harus rutin dilakukan pada dugaan trauma. Benda-benda berujung tajam
(misalnya anak panah, pensil, jarum) yang menyebabkan luka pada mata, walaupun
nampaknya hanya menyebabkan perforasi pada bagian anterior, tetapi sering
meninggalkan perforasi ganda. Echography dapat membantu menyingkirkan hal ini.
D. Setelah operasi, kehilangan pengelihatan dapat terjadi dari sebagian besar komplikasi
nyata pada okuler (misalnya hifema). Namun, setelah pembedahan okuler, pendarahan
orbital, kerusakan saraf optik, perforasi okuler, dan injeksi intravaskuler selama anatesi
retrobulbar harus dipikirkan.
E. Kehilangan pengelihatan mendadak menetap yang idiopatik, bersifat bilateral, sering
merupakan akibat dari penyakit non-okuler. Namun, beberapa pasien yang hilang
pengelihatan bilateral, awalnya terjadi unilateral, dan mata kedua menjadi buta karena
kelainan yang sama. Semua kasus kehilangan pengelihatan harus dianggap sebagai kasus
gawat darurat sampai pemeriksaan dilakukan. Kehilangan pengelihatan monokuler pada
pasien tua biasanya akibat artritis temporak (kranial). Peningkatan sedimentasi membantu
dugaan diagnosis, pada waktu tertentu steroid harus diberikan secepatnya untuk
mencegah keterlibatan mata lainnya. Biopsi a.temporalis dapat mengkonfirmasi
diagnosis, dan hasil akan abnormal pada beberapa hari setelah terapi steroid dimulai.
F. Kehilangan pengelihatan akibat racun dan mungkin dapat disebabkan oleh keracunan
86
alkohol metil kuinin. Akhir-akhir ini, alkohol metil kuinin digunakan sebagai obat-obatan
terlarang, sehingga sulit untuk mengumpulkan riwayat pasien mengenai ini kecuali sudah
disingkirkan secara spesifik.
sementara
menetap
Pemeriksaan retina
Riwayat tambahan
Pemeriksaan mata
normal
Pertimbangkan :
Penyebab neurologis
Glaukoma akut
(B) abnormal
Pertimbangkan :
Pendarahan vitreous
Oklusi vaskularisasi
retina
Gangguan makula
(C) traumatik
terapi
(E) spontan
Ditemukan
abnormalitas
Tidak
ditemukan
abnormalitas
Kondisi sistemik
terapi
89
terapi
Pertimbangkan :
Keracunan
Keganasan
Histeria
VIII. KOMPETENSI
Mampu membuat diagnosis klinik berdasarkan pemeriksaan fisik dan pemeriksaan tambahan
yang diminta oleh dokter (misalnya: pemeriksaan laboratorium sederhana atau X-Ray). Dokter
dapat memutuskan dan memberi terapi pendahuluan, serta merujuk ke spesialis yang relevan
(bukan kasus gawat darurat).
Pre test
Essay
MCQ
Lisan
Diskusi
Psikomotor
Penilaian kompetensi
OSCE
Ujian kompetensi
Ujian profesi
90
Kuisioner
PAPIL EDEMA
I.WAKTU/ SESI PERTEMUAN
Mengembangkan Kompetensi
Sesi didalam kelas
Waktu 30 menit
II.TUJUAN UMUM
Peserta didik mampu menjelaskan patofisiologi papil edema, menginterpretasikan dan
menjelaskan pemeriksaan mata, mendiagnosis dan melakukan penatalaksanaan sesuai
kompetensi.
III.TUJUAN KHUSUS
Setelah mengikuti sesi ini, peserta didik diharapkan terampil:
46. Mampu menjelaskan gambaran klinis papil edema
47. Mampu menginterpretasikan dan menjelaskan pemeriksaan mata pada kasus papil edema
48. Mampu menjelaskan dan melakukan diagnosis serta penanganannya
IV. STRATEGI PEMBELAJARAN
Tujuan 1
Metoda:
Kuliah interaktif
Telaah ilmiah
Tujuan 2
Metoda:
Kuliah interaktif
91
Telaah ilmiah
Tujuan 3
Metoda:
Kuliah interaktif
Telaah ilmiah
V.PERSIAPAN SESI
45. Materi presentasi
46. Kasus
Peralatan diagnostik
VI.REFERENSI
(31)
(34)
Kansky. Ophthalmology.
VII.GAMBARAN UMUM
Papil edema disebabkan oleh banyak proses. Pertanyaan yang paling penting adalah
apakah penglihatan dipengaruhi. Gangguan penglihatan mengindikasikan adanya edema yang
terjadi tidak pasif tetapi lebih signifikan proses aktif mempengaruhi saraf optik. Gejala
kerusakan lapangan pandang dapat lebih membantu untuk menentukan untuk menentukan suatu
proses yang alamiah. Pertimbangan diagnosis adalah sama untuk edema diskus unilateral dan
bilateral dengan kekosentral skotoma.
A. Pada pasien dengan edema diskus bilateral, pertama harus mempertimbangkan adanya
peningkatan tekanan intrakranial kecuali jika bagian lain dari pemeriksaan klinik
menggambarkan sebaliknya contohnya uveitis.
B. Optik neuropati terdiagnosis dengan adanya suatu kerusakan pupilary afferent, penurunan visus
warna dan kerusakan lapangan pandang neuropatik (altitudinal, arcuate, kekosentral atau
konsriktif). Kehilangan lapangan pandang yang non neuropatik tidak memiliki gambaran seperti
diatas ( contohnya macular).
92
C. Kebutaan bilateral akut dengan edema diskus mungkin terlihat pada pasien dengan keracunan
metanol. Optik neuritis bilateral biasa terjadi pada anak-anak dan jarang terjadi pada orang tua.
Unilateral, sentral skotoma akut dengan edema pada dewasa lebih mungkin disebabkan oleh
oklusi vena sentral, yang mana menunjukkan perdarahan retinal diffuse. Onset yang subakut
dalam hitungan hari mengindikasikan adanya optik neuritis. Singkirkan terlebih dahulu proses
infeksi kronik seperti lues, fungi, dan tuberkulosis; proses infiltrative seperti leukimia dan
limfoma dan proses inflamatory kronik seperti sarkoid dan penyakit kolagen vaskular sebelum
membuat diagnosis demielinisasi optik neuritis. Suatu onset subakut dalam hitungan minggu
menunjukkan adanya neuropaty optik kompresif. Jika neuropati adalah bilateral, pertimbangkan
adanya glioma saraf optik atau lapisan saraf meningioma; kompresif saraf optik unilateral dan
edema diskus mungkin disebabkan oleh hal tersebut atau lesi masa ekstrinsik, termasuk
aneurisma.
D. Edema diskus dan suatu kerusakan lapangan pandang altitudinal adalah secara tinggi merupakan
sugestif iskemia dari diskus optikus pada situasi klinik yang sesuai. Banyak kasus neuropati
optik iskemia adalah idiopatik, tetapi temporal artritis atau arteritis giant sel dapat diobati dan
harus dikeluarkan. Bilateral, neuropati optik iskemik simultaneus adalah lebih sering disebabkan
oleh arteritis temporal.
E. Edema diskus monocular dengan penglihatan yang masih terpelihara dapat juga ditemukan
uveitis, sebagaimana pada kasus seldarah putih yang harus ada pada vitreus dan bilik mata
depan. Edema diskus dihubungkan dengan kongesti vena yang prominent dilengkapi dengan
inflamasi vena atau papiloplebitis pada pasien muda atau oklusi vena retinal sentral sebagian ,
kadang-kadang disebut venous stasis retinopati pada pasien yang tua.
F. Unilateral edem diskus dari hipertensi intrakranial biasanya tidak umum tetapi biasanya menjadi
bilateral dalam waktu seminggu atau bulan. Gejala lain mungkin digunakan untuk menentukan
kebutuhan untuk kemajuan aditional studi.
93
Unilateral
Visus normal
Gangguan visus
Visus normal
Gangguan visus
Perubahan
vaskular retina
Optik Neuropaty
edema diskus optik yang
terisolasi
Tidak ada inflamasi intraokuler
Gejala edema makula/ uveitis
Non neuropatik
Papiledema karena
peningkatan
tekanan
intrakranial
Diabetik
papilopati,
diabetik
retinopati, HTN retinopati
Optik iskemik
Skotoma sentral akut
Perubahan vaskularisasi
Diskus anomaly
retina
Reaksi toksik akutNeuropaty
Inflamasi
Optik neuritis
Infeksius
Penekanan pada saraf
optik
Penekanan pada saraf optik
Oklusivena sentral retina
Sindrom iskemia
Papilitis benign
neuroimaging
Papiledema awal
Normal
Lesi kompresif
Kompetensi dokter umum (3A)
Pungsi lumbal
Non neuropatik
Normal TIK
Penigkatan TIK
Optik Neuropaty
Konsentral
skotoma lapagan pandang altitudinal
Kerusakan
Optik neuritis
neuroimaging
Pendarahan retina
Gejala uveitis
CRVO
neuroretinitis
VIII. KOMPETENSI
Mampu membuat diagnosis klinik berdasarkan pemeriksaan fisik dan pemeriksaan
91
tambahan yang diminta oleh dokter. Dokter dapat memutuskan dan memberi terapi pendahuluan,
serta merujuk ke spesialis yang relevan (bukan kasus gawat darurat).
94
Pre test
Essay
MCQ
Lisan
Diskusi
Psikomotor
Penilaian kompetensi
OSCE
Ujian kompetensi
Ujian profesi
Kuisioner
95
NEUROPATI OPTIK
I.WAKTU/ SESI PERTEMUAN
Mengembangkan Kompetensi
Sesi didalam kelas
Waktu 30 menit
II.TUJUAN UMUM
Peserta didik mampu menjelaskan patofisiologi neuropati optik, menginterpretasikan dan
menjelaskan pemeriksaan mata, mendiagnosis dan melakukan penatalaksanaan sesuai
kompetensi.
III.TUJUAN KHUSUS
Setelah mengikuti sesi ini, peserta didik diharapkan terampil:
49. Mampu menjelaskan gambaran klinis neuropati optik
50. Mampu menginterpretasikan dan menjelaskan pemeriksaan mata pada kasus neuropati
optik
51. Mampu menjelaskan dan melakukan diagnosis serta penanganannya
IV. STRATEGI PEMBELAJARAN
Tujuan 1
Metoda:
Kuliah interaktif
Telaah ilmiah
Tujuan 2
Metoda:
Kuliah interaktif
Telaah ilmiah
Tujuan 3
Metoda:
Kuliah interaktif
Telaah ilmiah
96
V.PERSIAPAN SESI
47. Materi presentasi
48. Kasus
Peralatan diagnostik
VI.REFERENSI
(35)
(38)
Kansky. Ophthalmology.
VII.GAMBARAN UMUM
Neuropati optok terdiagnosis ketika gejala penurunan visus diikuti dengan dengan
gangguan warna, kerusakan pupil aferen, dan kerusakan lapangan pandang. Abnormalitas
subjektif juga termasuk penurunan saturasi warna dan kecerahan warna pada mata yang terlibat.
Penampakan diskus optik bervariasi tergantung proses durasi. Penyakit akut secara anterior
memproduksi edema diskus, tetapi penyakit akut dalam saraf optik retrobulbar tidak akan
mengubah penampakan diskus optikus. Penyakit saraf optik dari yang lebih kronik biasanya
menyebabkan atropi, meskipun lesi kompresif akan memproduksi edema diskus selama beberapa
bulan sebelum terjadi perkembangan atropi.
A. Melakukan tes lapangan pandang di kedua mata. Kerusakan yang menggambarkan vertikal
meridian mengindikasikan bahwa proses penyakit adalah intrakranial pada anterior kiasma dan
nerve optik jungsion. Karena banyak lesi kiasma disebabkan oleh lesi masa, perbedaan ini kritis
dalam membuat diagnosis kerja.
B. Profil temporal dari penurunan penglihatan adalah indikator paling dipercaya sebagai penyebab
dan memungkinkan pemeriksaan dan diagnostik terhadap banyak kemungkinan diagnosis.
C. Atropi optik bilateral, kronik dan progresive biasanya disebabkan oleh atropi optik heriditar,
suatu nutrisional atau keadaan defisiensi atau faktor lingkungan atau obat-obatan. Kerusakan
lapangan pandang pada kondisi tersebut biasanya biasanya kekosentral. Untuk memastikan
bahwa tidak ada kemungkinan diatas maka membutuhkan pemeriksaan dari orang tua dan
saudara kandung dan juga untuk mengkonfirmasi data historis sweperti alkohol dan tembakau
dan kebiasaan diet. Jika kondisi tersebut tidak dapat terdiagnosis, pencitraan adalah penting
untuk menyingkirkan masa lesi yang secara simultan melibatkan dua saraf optik.
D. Pasien muda dengan kehilangan penglihatan akut atau subakut dan edema diskus lebih sering
memiliki proses inflamasi yang melibatkan diskus optikus. Neuritis optik idiopatik adalah lebih
97
sering terjadi, tetapi riwayat dan hasil laboratlorium sebaiknya digunakan untuk menyingkirkan
kondisi infllamasi dan infiltratif yang lebih spesifik dan lebih dapat diterapi.
E. Kepala saraf optik dapat mengalami pembengkakan dengan uveitis yang melibatkan globus
posterior atau dengan episkeliritis posterior. Kehilangan visus mungkin atau tidak mungkin
muncul ketika saraf edema dalam hubungannya dengan uveitis; pada saat muncul , kehilangan
penglihatan munhgkin disebabkan oleh inflamasi dari saraf atau dengan efek uveitis pada
makula.Kehilangan penglihatan dengan onset yanng tiba-tiba biasanya karena vaskular itu
sendiri dan pada orang tua mengindikasikan adanya oklusi vaskular retina atau jika terdapat
edem diskus , neuropati optik iskemik. Kebanyakan neuropaty optik iskemik dihubungkan
dengan
A. arterosclerosis dari arteriol kecil. , faktor mekanikal dihubungkan dengan ukuran diskus
yang kecil atau kombinasi dari itu semua. Meskipun begitu. Temporal arteritis juga
menyebabkan neuropaty optik iskemik, dan penanganan awal adalah penting untuk
mencegah kehilangan visus lebih jauh. Gejala yang menggambarkan adanya artritis
adalah sakit kepala yang progresif atau nyeri kepala pada onset awal, kejang otot pada
dagu, demam pada malam hari atau demam berulang yang tidak diketahui sebabnya
dan rematik polimialgia. Pada umur lebih dari 70 tahun dan neuropati optik iskemik
bilateral simultaneus, terutama dengan kehilangan penglihatan, juga menandakan
adanya temporal arteritis. Hasil ESR biasanya meningkat. Diagnosis klinik yg kuat
dengan peningkatan ESR secara signifikan mungkin cukup untuk membuat diagnosis
tanpa biopsi arteri temporal.
B. Neuropati optik akut dengan normal diskus optikus mengindikasikan abnormalitas dalam saraf
optik retrobulbar. Pertimbangan diagnosis sama dengan pasien dengan optik neuritis. Pituitary
apoplexy dapat menyebabkan kehilangan penglihatan yang akut secara bilateral dan biasanya
dihubungkan dengan pusing yang berat dan gangguan gerakan mata. Pada pasien yang lebih tua
dengan riwayat kanker dapat menderita meningeal carcinomatosis yang mana melibatkan saraf
optik bilateral dalam persentasi pasien yang besar.
Atropi optik yang progregsif pada satu mata memungkinkan untuk mengindikasikan lesi
kompresi, baik neoplastik ataupun aneurisma.
98
Bilateral
unilateral
Kerusakan
temporal
pada salah satu mata
atau homonim
Lapangan
pandang
Kerusakan
Kerusakan
kiasma
temporalkarakter
pada Lapangan
mata lainnya
pandang
Hanya kerusakan lapangan pandang neuropatik
CT/MRI
Edema pituitari
KranioparingiomaPenurunan visus yang progresif
Intrakranial meningioma
Kiasma glioma
Metastases
Cupping diskusAtropi
tanpaoptik
palloratau edem
aneurisma
Glaukoma
Kehilangan visus akut
progresif
Atropy dengan atau tanpa
cuppingdiskus
Cupping
Lesi kompresif
CT/MRI
Akut/subakut
Edema diskus
Normal diskus
Kompetensi dokt
Vaskulitis
Inflamasi granulomatos :
Tuberkulosis, sarcoidosis, sifilis, fungi.
Infiltrasi:
Limfoma,leukimia
Riwayat pekerjaan, obat-obatan, alkohol
Riwayat
Tidak
makanan:
ada riwayat
B12 toksik/metabolik
defisiensi/anemiaatau
neuropati
optik herediter
Amut
meningitis
99
VIII. KOMPETENSI
Mampu membuat diagnosis klinik berdasarkan pemeriksaan fisik dan pemeriksaan
tambahan yang diminta oleh dokter. Dokter dapat memutuskan dan memberi terapi pendahuluan,
serta merujuk ke spesialis yang relevan (bukan kasus gawat darurat).
IX. TUJUAN PEMBELAJARAN
Setelah mengikuti sesi ini, setiap peserta didik diharapkan mampu:
56. Mengenali gejala, tanda neuropati optik
57. Melakukan anamnesis dan pemeriksaan ophthalmologikus
58. Melakukan deskripsi kelainan neuropati optik
59. Membuat keputusan klinis, memberi tindakan yang tepat dan merujuk secara tepat waktu
dan optimal.
X. EVALUASI
Kognitif
Pre test
Essay
MCQ
Lisan
Diskusi
Psikomotor
Penilaian kompetensi
OSCE
Ujian kompetensi
Ujian profesi
Kuisioner
100
RABUN SENJA
I.WAKTU/ SESI PERTEMUAN
Mengembangkan Kompetensi
Sesi didalam kelas
Waktu 30 menit
II.TUJUAN UMUM
Peserta didik mampu menjelaskan patofisiologi rabun senja, menginterpretasikan dan
menjelaskan pemeriksaan mata, mendiagnosis dan melakukan penatalaksanaan sesuai
kompetensi.
III.TUJUAN KHUSUS
Setelah mengikuti sesi ini, peserta didik diharapkan terampil:
52. Mampu menjelaskan gambaran klinis rabun senja
53. Mampu menginterpretasikan dan menjelaskan pemeriksaan mata pada kasus rabun senja
54. Mampu menjelaskan dan melakukan diagnosis serta penanganannya
IV. STRATEGI PEMBELAJARAN
Tujuan 1
Metoda:
Kuliah interaktif
Telaah ilmiah
Tujuan 2
Metoda:
Kuliah interaktif
Telaah ilmiah
Tujuan 3
Metoda:
Kuliah interaktif
Telaah ilmiah
V.PERSIAPAN SESI
49. Materi presentasi
50. Kasus
51. Peralatan diagnostik
101
VI.REFERENSI
(1) Basic Ophthalmology. Editor : Cynthia A, Bradford MD, American Accademy of
Ophthalmology. San Fransisco.
(2) Vaughn D.G, Asbury T, Riordan-Eva P, eds. General Ophthalmology 15 th
Connecticut: Prentice Hall int.
(3) American Academy of Ophthalmology. Basic and clinical science course.
(4) Kansky. Ophthalmology.
VII.GAMBARAN UMUM
Riwayat pasien dengan masalah pengelihatan pada malam hari dikenal sulit dipercaya. Pada
kasus sensitivitas adapatasi gelap yang sangat rendah, penurunan pengelihatan pada malam hari
bukan merupakan keluhan pasien. Banyak keluhan dari masalah pengelihatan pada malam hari
berhubungan dengan sensitivitas dari cone yang lebih daripada rod karena kemampuan iluminasi
pada lingkungan yang kurang pencahayaan jarang ditemukan.
Adaptasi gelap diperiksa dengan adaptometer Goldmann-Weekers. Pupil berdilatasi dan
keseluhan lapangan bola mata beradaptasi selama 7 menit dengan perkiraan iluminasi 2000
lumen/m2 dari sebagian anterior yang digunakan sebagai lapangan adaptasi dan proyeksi
perimeter. Adaptasi cahaya ditidakaktifkan, dan pemeriksaan cahaya dilakukan pada area pusat
dengan sudut 15 dari titik fiksasi cahaya. Intensitas dari interval tersering menurun dan
meningkat dalam kumpulan nilai yang hanya dilihat untuk pasien. Tes warna cahaya dapat
digunakan untuk menentukan kontribusi relatif dari rod dan cone, dan posisi fiksasi cahaya dapat
bervariasi pada tes bagian lain dari lapangan pandang.
Elektroretinogram (ERG) adalah alat elektronik yang berespon terhadap hasil respon retina
dengan kilatan cahaya atau berbagai jenis stimulus yang dapat terlihat. Secara klinis ERG dapat
digunakan untuk menentukan perbandingan rod dan cone, perbandingan bagian luar dan dalam
retina, juga bagian lateral.
Lokalisasi area abnormal pada retina biasanya dapat dilihat dari pemeriksaan fundus seperti pada
lesi korioretina atau perubahan pigmen.
Abnormalitas korioretina digunakan untuk mengetahui kelainan yang luas. Hal ini penting juga
untuk menentukan perbedaan mengenai progresivitas dan keseimbangan alami dari penyakit. Hal
ini ditentukan dari riwayat penyakit, namun ERG dapat membantu menentukan tipe dari
diagnosis penyakit.
Penemuan fundus sangat penting dalam menentukan komponen fundus albipunctatus dan
penyakit Oguchi. Adaptasi baik dari cone dan rod mengalami keterlambatan pada fundus
albipunctatus dimana berhubungan dengan melambatnya gerakan fotopigmen dari cone dan rod.
Pada penyakit Ogutci hanya adaptasi dari rod yang terlambat. Terlambatnya waktu adaptasi dari
cone dan rod juga dapat ditemukan pada disfungsi pigmentasi epitel retina, seperti fundus
flavimaculatus dan dominant drusen. Beberapa penyakit hanya mempengaruhi fungsi cone. Pada
102
akromatopsia komplit atau monokromatisme rod terjadi penurunan pengelihatan dan tida ada
ERG dari cone atau cabang cone selama adaptasi gelap, tetapi rod masih berfungsi normal.
Retinis pigmentosa (RP) dan degenerasi dari cone-rod adala 2 fotoreseptor distropi utama yang
bersifat progresif yang berhubungan dengan penurunan pengelihatan pada malam hari.
Perbedaan yang nyata dari kedua hal tersebut adalah elevasi dari rod dimana degenerasi conerod <100-fold dan degenerasi dari rod-cone >100-fold. Selain degenerasi cone-rod terjadi juga
99
gangguan pengelihatan warna dan fotophobia adalah keluhan utamanya. ERG dan adaptasi gelap
dapat normal pada distropi total dimana dapat dideteksi pada perubahan fundus, ketajaman
pengelihatan, dan atau pengelihatan warna. Selain itu ada juga bentuk herediter dari atropi koroid
seperti koroideremia dan sklerosis koroid, dimana menyebabkan sebuah distropi fotoreseptor
sekunder dan berakhir pada penurunan pengelihatan dimalam hari yang lebih dini. Avitaminosis
bukan merupakan masalah makanan pada negara berkembang, tetapi biasanya terjadi sindrom
malabsopsi. Kondisi yang diakibatkan oleh defisiensi zinc (seperti sirosis alkoholik, pankreatitis
kronik) berhubungan dengan masalah pengelihatan pada malam hari. Sebagai tambahan,
beberapa penyakit sistemik berhubungan dengan degenerasi retina yang berhubungan dengan
masalah pengelihatan pada malam hari adalah abnormalitas lemak (seperti sindrom BassenKornzweig atau abetalipoproteinemia) sebagai akibat dari rendah level vitamin A dan E dalam
plasma. Glaukoma dapat menyebabkan kehilangan sebagian kecil sensitivitas adaptasi gelap,
dimana jumlah rod lebih banyak daripada cone pada area luar pengelihatan. Pemeriksaan fundus
dan angiografi flouresens berguna untuk membedakan abnormalitas retina.
Permasalahan sekunder termasuk silau dari media opasitis; miopia malam hari, dimana pada
keadaan gelap akomodasi titik tengah tidak sesuai: dan miosis karena usia dan obat-obatan.
Beberapa pasien menunjukkan penurunan sensitivitas yang berlebih-lebihan pada cabang rod
dari adaptasi gelap yag dideteksi dari sebuah stimulus kilatan merah. Pasien-pasien dengan
penyakit ini biasanya memiliki keluhan berupa masalah saat berkendaraan malam hari.
(A) riwayat
(B)Pemeriksaan adaptasi gelap
abnormal
(D)pertimbangkan:
defek
jalur
normal
pengelihatan atau
abnormalitas retina
yang terlokalisasi
Pertimbangkan :
(C)ERG
Fundus
albipunctatus
Pertimbangkan :
Ogutchis disease
Retinis pigmentosa
Buta malam esensial
Degenerasi cone-rod
yang menetap(E)pertimbangkan
abnormal :
abnormal :
Pertimbangkan
Penyakit sistemik abnormalitas
abnormalitas
Akromatopsia
atau metabolik retina tidak
korioretina
dan keracunan sempurna
generalisata
(G)progresif
(F)menetap
normal
ERG
normal
(H)pertimbangkan
:
masalah sekunder
103
VIII. KOMPETENSI
Mampu membuat diagnosis klinik berdasarkan pemeriksaan fisik dan pemeriksaan tambahan
yang diminta oleh dokter. Dokter dapat memutuskan dan memberi terapi pendahuluan, serta
merujuk ke spesialis yang relevan (bukan kasus gawat darurat).
IX. TUJUAN PEMBELAJARAN
Setelah mengikuti sesi ini, setiap peserta didik diharapkan mampu:
60. Mengenali gejala, tanda rabun senja
61. Melakukan anamnesis dan pemeriksaan ophthalmologikus
62. Melakukan deskripsi kelainan rabun senja
63. Membuat keputusan klinis, memberi tindakan yang tepat dan merujuk secara tepat waktu
dan optimal.
X. EVALUASI
Kognitif
Pre test
Essay
MCQ
Lisan
104
Diskusi
Psikomotor
Penilaian kompetensi
OSCE
Ujian kompetensi
Ujian profesi
Kuisioner
PTERIGIUM
I.WAKTU/ SESI PERTEMUAN
Mengembangkan Kompetensi
Sesi didalam kelas
Waktu 30 menit
II.TUJUAN UMUM
Peserta didik mampu menjelaskan patofisiologi pterigium, menginterpretasikan dan
menjelaskan pemeriksaan mata, mendiagnosis dan melakukan penatalaksanaan sesuai
kompetensi.
III.TUJUAN KHUSUS
Setelah mengikuti sesi ini, peserta didik diharapkan terampil:
55. Mampu menjelaskan gambaran klinis pterigium
56. Mampu menginterpretasikan dan menjelaskan pemeriksaan mata pada kasus pterigium
57. Mampu menjelaskan dan melakukan diagnosis serta penanganannya
IV. STRATEGI PEMBELAJARAN
Tujuan 1
Metoda:
Kuliah interaktif
Telaah ilmiah
Tujuan 2
Metoda:
Kuliah interaktif
Telaah ilmiah
Tujuan 3
Metoda:
Kuliah interaktif
Telaah ilmiah
V.PERSIAPAN SESI
52. Materi presentasi
53. Kasus
Peralatan diagnostik
VI.REFERENSI
(39)
(42)
Kansky. Ophthalmology.
VII.GAMBARAN UMUM
Pterygium merupakan suatu pertumbuhan jaringan konjungtiva yang bersifat degeneratif.
Pertumbuhan ini biasanya terletak pada celah kelopak mata bagian dalam ataupun luar
konjungtiva yang meluas sampai daerah kornea. Pterygium berbentuk segitiga dengan puncak di
daerah sentral atau kornea. Pterygium dapat mengenai kedua mata. Penyakit ini mudah meradang
dan bila terjadi iritasi maka bagian pterygium tersebut akan berwarna merah.
Keadaan ini diduga merupakan fenomena iritatif akibat sinar ultraviolet, pengeringan dan
lingkungan dengan angin banyak, karena sering terdapat pada orang yang sebagian besar
hidupnya berada pada di lingkungan berangin, penuh sinar matahari, berdebu dan berpasir.
Pterygium dapat tidak memberikan keluhan atau akan memberikan keluhan mata iritatif, merah,
dan mungkin menimbulkan astigmatisme yang akan memberikan gangguan tajam penglihatan.
Pengobatan tidak diperlukan karena sering bersifat rekuren/kambuh, terutama pada pasien yang
masih muda ( < 40 tahun ) tingkat kekambuhan dapat mencapai 50%. Bila pterygium meradang
dapat diberikan steroid atau suatu tetes mata dekongestan. Bila pterygium meluas sampai
menutup pupil maka harus dilakukan pembedahan dengan mengangkat jaringan pterygium
tersebut beserta sebagian kecil lapisan kornea bagian atas yang melewati daerah pelanggaran ini.
Untuk mencegah kekambuhan khususnya pada orang yang bekerja di luar, yang bersangkutan
harus memakai kaca mata pelindung.
VIII. KOMPETENSI
Mampu membuat diagnosis klinik berdasarkan pemeriksaan fisik dan pemeriksaan
tambahan yang diminta oleh dokter. Dokter dapat memutuskan dan memberi terapi pendahuluan,
serta merujuk ke spesialis yang relevan (bukan kasus gawat darurat).
IX. TUJUAN PEMBELAJARAN
Setelah mengikuti sesi ini, setiap peserta didik diharapkan mampu:
64. Mengenali gejala, tanda pterigium
65. Melakukan anamnesis dan pemeriksaan ophthalmologikus
66. Melakukan deskripsi kelainan pterigium
67. Membuat keputusan klinis, memberi tindakan yang tepat dan merujuk secara tepat waktu
dan optimal.
X. EVALUASI
Kognitif
Pre test
Essay
MCQ
Lisan
107
Diskusi
Psikomotor
Penilaian kompetensi
OSCE
Ujian kompetensi
Ujian profesi
Kuisioner
ENTROPION
I.WAKTU/ SESI PERTEMUAN
Mengembangkan Kompetensi
Waktu 30 menit
Waktu 30 menit
II.TUJUAN UMUM
Peserta didik mampu menjelaskan patofisiologi entropion, menginterpretasikan dan
menjelaskan pemeriksaan mata, mendiagnosis dan melakukan penatalaksanaan sesuai
kompetensi.
III.TUJUAN KHUSUS
Setelah mengikuti sesi ini, peserta didik diharapkan terampil:
58. Mampu menjelaskan gambaran klinis entropion
59. Mampu menginterpretasikan dan menjelaskan pemeriksaan mata pada kasus entropion
60. Mampu menjelaskan dan melakukan diagnosis serta penanganannya
IV. STRATEGI PEMBELAJARAN
Tujuan 1
Metoda:
Kuliah interaktif
Telaah ilmiah
Tujuan 2
Metoda:
Kuliah interaktif
Telaah ilmiah
Tujuan 3
Metoda:
Kuliah interaktif
Telaah ilmiah
V.PERSIAPAN SESI
54. Materi presentasi
55. Kasus
56. Peralatan diagnostik
VI.REFERENSI
(43)
(45)
(46)
Kansky. Ophthalmology.
VII.GAMBARAN UMUM
Entropion
Pasien dengan tepi kelopak terlipat ke arah dalam
A. Entropion spastik
Mudah dieversi
c. involutional entropion
Evaluasi konjungtiva
KOMPETENSI 2, RUJUK KE
normal
Overriding preseptal
orbicularis
Pengencangan
retraktor kelopak
bawah
kelemahan kelopak
horizontal
Perubahan
sikatrik
d. cicatricial entropion
Refixate
Imbrication of
Horizontal lid
VIII.
KOMPETENSI
preseptal
lower lid
tightening
Mampu
membuat
diagnosis
klinik berdasarkan
orbicularis
retractors
pemeriksaan
fisik
dan
pemeriksaanpemeriksaan tambahan yang diminta oleh dokter. Dokter mampu merujuk pasien
secepatnya ke spesialis yang relevan dan mampu menindaklanjuti sesudahnya
IX. TUJUAN PEMBELAJARAN
Setelah mengikuti sesi ini, setiap peserta didik diharapkan mampu:
110
Pre test
Essay
MCQ
Lisan
Diskusi
Psikomotor
Penilaian kompetensi
OSCE
Ujian kompetensi
Ujian profesi
Kuisioner
TRIKIASIS
I.WAKTU/ SESI PERTEMUAN
111
Mengembangkan Kompetensi
Sesi didalam kelas
Waktu 30 menit
II.TUJUAN UMUM
Peserta didik mampu menjelaskan patofisiologi trikiasis, menginterpretasikan dan
menjelaskan pemeriksaan mata, mendiagnosis dan melakukan penatalaksanaan sesuai
kompeteni.
III.TUJUAN KHUSUS
Setelah mengikuti sesi ini, peserta didik diharapkan terampil:
61. Mampu menjelaskan gambaran klinis trikiasis
62. Mampu menginterpretasikan dan menjelaskan pemeriksaan mata pada kasus trikiasis
63. Mampu menjelaskan dan melakukan diagnosis serta penanganannya
IV. STRATEGI PEMBELAJARAN
Tujuan 1
Metoda:
Kuliah interaktif
Telaah ilmiah
Tujuan 2
Metoda:
Kuliah interaktif
Telaah ilmiah
Tujuan 3
Metoda:
Kuliah interaktif
Telaah ilmiah
V.PERSIAPAN SESI
57. Materi presentasi
58. Kasus
59. Peralatan diagnostik
VI.REFERENSI
(47)
(48)
(50)
Kansky. Ophthalmology.
Periksa kelopak atas dan bawah, untuk melihat arah bulu mata.
Pemeriksaan ini mungkin memerlukan slitlamp apabila bulu mata yang
mengarah ke bola mata fokal., lihat apakah ada simblepharon, involution
(54)
(55)
Penatalaksaanaan primer untuk trichiasis adalah operasi, namun secara
(56)
suportif dapat juga diberikan lubrukan seperti salep mata atau air mata
(57)
buatan untuk mengurangi iritasi dari sentuhan bulu mata, jika
(58)
penyebanya adalah pephigoid atau sjs, terapi harus diarahkan pada
(59)
penyakit tsb,
Kompetensi dokter umum 2, rujuk ke ahli mata bila kausanya memang
di bidang mata
Terapi definitifnya adalah operasi yang dapat t dikategorikan:
1. Lash and follicle destruction
Biiasanya untuk trikchiasis segmental atau fokal
Simple epitation
Electrolysis of lashes
Cryosurgery
Radiofrequency ablation of lashes
2. Lash/follicle repositioning
Diarahkan ke penyebab anatomi dari masalah
-entropion: lower lid retractor reattachment
Posterior lamella scarring: graft, tarsoconjunctival advancement
Surgery of conjunctiva
Repositioning anterior lamella
VIII. KOMPETENSI
Mampu
membuat
diagnosis
klinik
berdasarkan
pemeriksaan
fisik
dan
pemeriksaanpemeriksaan tambahan yang diminta oleh dokter. Dokter mampu merujuk pasien
secepatnya ke spesialis yang relevan dan mampu menindaklanjuti sesudahnya
IX. TUJUAN PEMBELAJARAN
Setelah mengikuti sesi ini, setiap peserta didik diharapkan mampu:
72. Mengenali gejala, tanda trikiasis
73. Melakukan anamnesis dan pemeriksaan ophthalmologikus
113
Pre test
Essay
MCQ
Lisan
Diskusi
Psikomotor
Penilaian kompetensi
OSCE
Ujian kompetensi
Ujian profesi
Kuisioner
APPARATUS LAKRIMAL
I.WAKTU/ SESI PERTEMUAN
Mengembangkan Kompetensi
Sesi didalam kelas
Waktu 30 menit
114
II.TUJUAN UMUM
Peserta didik mampu menjelaskan patofisiologi infeksi dan radang saluran lakrimalis,
menginterpretasikan dan menjelaskan pemeriksaan mata, mendiagnosis dan melakukan
penatalaksanaan sesuai kompetensi.
III.TUJUAN KHUSUS
Setelah mengikuti sesi ini, peserta didik diharapkan terampil:
64. Mampu menjelaskan gambaran klinis peradangan pada apparatus lakrimalis
65. Mampu menginterpretasikan dan menjelaskan pemeriksaan mata pada kasus infeksi dan
peradangan pada apparatus lakrimalis
66. Mampu menjelaskan dan melakukan diagnosis serta penangannya
IV. STRATEGI PEMBELAJARAN
Tujuan 1
Metoda:
Kuliah interaktif
Telaah ilmiah
Tujuan 2
Metoda:
Kuliah interaktif
Telaah ilmiah
Tujuan 3
Metoda:
Kuliah interaktif
Telaah ilmiah
V.PERSIAPAN SESI
60. Materi presentasi
61. Kasus
62. Peralatan diagnostik
VI.REFERENSI
(60)
(63)
Kansky. Ophthalmology.
115
VII.GAMBARAN UMUM
Sistem lakrimalis yang mencakup struktur-struktur yang terlibat dalam produksi dan
drenase air mata. Komponen sekresi terdiri atas kelenjar yang menghasilkan berbagai unsur
pembentuk air mata. Duktus nasolakrimalis merupakan unsur ekskresi sistem ini yang
mencurahkan kedalam hidung. Cairan mata disebarkan atas permukaan mata oleh kedipan mata.
Radang kelenjar akut lakrimal adalah keadaan langka yang paling sering terdapat pada
anak-anak sebagai komplikasi parotitis epidemika, campak, atau influenza dan pada orang
dewasa sehubungan dengan goonore. Dakriodenitis menahun mungkin merupakan akibat dari
infiltrasi limfositik jinak, limfoma leukimia, atau tuberkulosis. Keadaan ini sering bilateral
sebagai manifestasi sarkoidosis. Bila menyertai pembengkakan kelenjar parotis disebt sindrom
Mikulicz. Nyeri hebat, pembengkakan dan pelebaran pembuluh darah terjadi diaspe temporal
palpebra superior sering menampakkan kurva berbentuk S. Jika terdapat infeksi bakteri, berikan
antibiotik sistemik, jarang sampai diperlukan drenase untuk infeksi secara bedah.
a. Dakrioadenitis
Peradangan kelenjar lakrimal atau dakrioadenitis merupakan penyakit yang jarang
ditemukan dan dapat dalam bentuk unilateral ataupun bilateral.
Dakrioadenitis dapat berjalan akut ataupun kronis. Infeksi akut dan kronis dapat terjadi
akibat infeksi :
-
Virus : parotitis, herpes zoster, virus ECHO, dan virus sitomegali. Pada anak dapat
terlihat sebagai komplikasi infeksi air liur, campak, influenza.
besar,
bola
mata
terdorong
ke
bawah
nasal
tetapi
jarang
terjadi
antibiotik sistemik dan bila terlihat abses maka dilakukan insisi. Bila disebabkan oleh
radang menahun maka diberikan pengobatan yang sesuai.
Diagnosis banding akrioadenitis adalah kalazion, konjungtivitis adenovirus, selulitis
preseptal, selulitis orbita, dan keganasan kelenjar lakrimal. Penyulit dakrioadenitis akut
dapat meyebabkan fistula pada kelenjar lakrimal.
ALOGARITMA
117
b. Dakriosisitis
Infeksi dari sakus lakrimalis adalah penyakit umum yang biasanya terdapat pada bayi atau pascamenapause. Paling sering unilateral dan selalu sekunder terhadap obstruksi duktus
nasolakrimalis. Pada banyak kasus dewasa, penyebab obstruksi itu tidak diketahui. Dakriosisitis
jarang terdapat pada golongan usia pertengahan kecuali sesudah trauma atau disebabkan sebuah
dakriolit. Penyembuhan spontan terjadi setelah dakrolit terlepas, namun biasanya kambuh lagi.
Pada bayi, infeksi menahun menyertai obstruksi duktus nasolakrimalis, namun dakrosisitis akut
jarang terjadi. Dakrosisitis akut pada anak-anak seringkali adalah akibat infeksi Haemophilus
influenza. Harus segera diterapi secara agresif karena risiko timbulnya selulitis orbital.
Dakrosisitis akut pada orang dewasa biasanya disebabkan Staphylococcus aureus atau kadangkadang Streptococcus hemolyticus. Pada dakriosisitis menahun, organisme dominan adalah
Streptococcus pneumonia dan Candida albicans infeksi campur tidak dijumpai. Agen infeksi
dapat ditemukan secara mikroskopik dengan memulas hapus konjungtiva yang diambil setelah
memeras sakrus lakrimalis.
Temukan klinik
Gejala utama dakrosisitis adalah berair mata dan belekan (bertahi mata). Pada bentuk
akut, didaerah saks lakrimalis terdapat gejala radang, didaerah sakus lakrimalis terdapat
gejala radang, sakit, bengkak, dan nyeri tekan. Materi purulen dapat diperas dari sakus.
Pada yang menahun, tanda satu-satunya adalah berair mata. Materi mukoid biasanya
dapat diperas dari sakus. Yang menarik adalah bahwa dakriosisitis jarang dipersulit oleh
konjungtivitis, walaupun sakus konjungtiva secara menetap bermandikan pus (nanah)
yang keluar dari punctum lacrimale. Kadang-kadang timbul ulkus kornea setelah trauma
ringan pada kornea pada dakriosisitis pneumonia.
Terapi
Dakrosisitis akut biasanya berespons terhadap antibiotika sistemik yang memadai, dan
bentuk menahun sering dapat dipertahankan agar laten dengan tetesan antibiotika.
Meskipun behgitu, menghilangkn obstruksi adalah penyembuhan satu-satunya
Pada orang dewasa adanya molekul adalah pertanda bahwa tempat obstruksi adalah di
duktus nasolakrimalis dan bahwa diindikasikan tindakan dakriosistorinostomi.
Pada dakriosistitis infantil, tempat stenosis biasanya pada valvula Hasner. Tiadanya
kanalisasi adalah kejadian umum (4-7% dari neonatus), namun biasanya duktus itu
membuka secara spontan daam bulan pertama. Sakus lakrimalis yan ditekan kuat-kuat
118
dapt robek membran sehingga terbuka. Jika stenosis menetap lebih dari 6 bulan atau jika
timbul dakriosisitis maka diindikasikan pelebaran dukts dengan probe. Satu kali tindakan
efektif pada 75%kasus. Sisanya hampir selalu dapat disembuhkan pada tindakan ulangan.
Dengan merusak konka inferior ke dalam, atau dengan bidai lakrimal silikon temporer.
Tindakan pelebaran jangan dilakukan bila ada infeksi akut.
Karena tindakan ini kurang berhasil untuk dewasa.
ALOGARITMA
Pasien dengan Dakriosisitis
Akut
Haemophilus influenza
Kronis
Candida albicans
Staphylococcus aureus
Streptococcus pneumonia
Streptococcus hemolyticus
dewasa
Bayi, anak-
Kronis:
tanda satu-satunya adalah berair mata.
Materi mukoid biasanya dapat diperas
dari sakus
Penatalaksanaa : ANTIBIOTIKA
Dewasa obstruksi dakriosistonosmoni
Infantil tempat stenosis pada vulva Hasner
kanalisasi menetap 6 bln dakriosisitis indikasi
pelebaran duktus probe 75% efektif lalu dibutuhkan
pengulangan.
VIII. KOMPETENSI
Mampu
membuat
diagnosis
klinik
berdasarkan
pemeriksaan
fisik
dan
pemeriksaanpemeriksaan tambahan yang diminta oleh dokter. Dokter mampu merujuk pasien
secepatnya ke spesialis yang relevan dan mampu menindaklanjuti sesudahnya.
IX. TUJUAN PEMBELAJARAN
Setelah mengikuti sesi ini, setiap peserta didik diharapkan mampu:
76. Mengenali gejala, tanda infeksi dan peradangan pada apparatus lakrimalis
77. Melakukan anamnesis dan pemeriksaan ophthalmologikus
78. Melakukan deskripsi kelainan infeksi dan peradangan pada apparatus lakrimalis
119
79. Membuat keputusan klinis, memberi tindakan yang tepat dan merujuk secara tepat waktu
dan optimal.
X. EVALUASI
Kognitif
Pre test
Essay
MCQ
Lisan
Diskusi
Psikomotor
Penilaian kompetensi
OSCE
Ujian kompetensi
Ujian profesi
Kuisioner
120
GLAUKOMA
I.WAKTU/ SESI PERTEMUAN
Mengembangkan Kompetensi
Sesi didalam kelas
Waktu 30 menit
II.TUJUAN UMUM
Peserta didik mampu menjelaskan patofisiologi glaukoma, menginterpretasikan dan
menjelaskan pemeriksaan mata, mendiagnosis dan melakukan penatalaksanaan sesuai
kompetensi.
III.TUJUAN KHUSUS
Setelah mengikuti sesi ini, peserta didik diharapkan terampil:
67. Mampu menjelaskan gambaran klinis glaukoma
68. Mampu menginterpretasikan dan menjelaskan pemeriksaan mata pada kasus glaukoma
69. Mampu menjelaskan dan melakukan diagnosis serta penanganannya
IV. STRATEGI PEMBELAJARAN
Tujuan 1
Metoda:
Kuliah interaktif
Telaah ilmiah
Tujuan 2
Metoda:
Kuliah interaktif
Telaah ilmiah
Tujuan 3
Metoda:
121
Kuliah interaktif
Telaah ilmiah
V.PERSIAPAN SESI
63. Materi presentasi
64. Kasus
65. Peralatan diagnostik
VII. GAMBARAN UMUM
A. Definisi
Glaukoma berasal dari bahasa Yunani glaukos
Umur, Resiko akan meningkat pad umur 40 ahun keatas (1%) dan pada 65 tahun keatas 5
%
Riwayat keluarga.
Miopia. Penderita rabun jauh terutama dengan minus besar mempunyai kecenderungan
terjadinya Glaukoma kronik.
Diabetes mellitus
C. Gejala Klinis
-
Mata kemerahan
Pandangan kabur
Sakit kepala
D. Klasifikasi Glaukoma
1. Glaukoma primer
2. Glaukoma congenital
3. Glaukoma sekunder
Kelainan uvea
Trauma
122
Bedah
Penggunaan steroid
E. Penegakan Diagnosis
Diagnosis glaukoma membutuhkan identifikasi kerusakan saraf optik. Jika terdapat atropi
disc, cupping dan/atau serabut-serabut saraf sedang sampai berat, berhubungan dengan adanya
defek lapangan pandang, maka diagnosis dapat ditegakkan dengan pasti. Ketika gejala tidak
terlalu menonjol, diagnosis pasti dengan satu pemeriksaan sulit ditegakkan karena adanya
gambaran kerusakan saraf optik yang bervariasi dan tekanan intraokuler yang tinggi di populasi
normal.
A. Selama anamnesis dan pemeriksaan oftalmoskopi, identifikasi faktor yang dedua jenis
galukoma, baik glaukoma sudut terbuka dapat meningkatkan risiko individu mengalami
118
glaukoma dengan kerusakan saraf optik. Riwayat keluarga dengan glaukoma sudut terbuka
(POAG), terutama pada keturunana pertama, berhubungan dengan peningkatan risiko
berkembangnya penyakit. Prevalensi kedua jenis glaukoma, bauk glaukoma sudut terbuka
(POAG) maupun galukoma sudut sempit (PNAG) sekitar empat kali lebih banyak pada ras
Afrika dibandingkan Kaukasia. PNAG lebih banyak terjadi pada ras Asia. Individu dengfan
diabetes dan myopia berhubungan dengan peningkatan risiko mengalami PNAG. Periksa
sudut bilik mata untuk identifikasi adanya peripheral anterior synechia (PAS).
B. Pengukuran TIO merupakan metode yang buruk untuk skrining glaukoma. Berdasarkan
pemeriksaan TIO saja, sekitar sepertiga individu dengan galukoma memiliki TIO yang
normal, dan kebanyakan pasien glaukoma secara bertahapa mengalami penurunan TIO.
Selain itu pada individu yang secara statistic memiliki TIO yang tinggi tidak menunjukkan
danya gejala kerusakan saraf optik. Karena adanya keragaman TIO pada individu di setiap
waktu dan terdapat perbedaan kerentanan terhadap tekanan intraoptikal yang dapat
menimbulkan kerusakan saraf optik dalam suatu populasi. Sehingga pemeriksaan
oftalmoskopi yang lengkap dibutuhkan untuk menegakkan diagnosis glaukoma. Meskipun
glaukoma dapat terjadi pada berbagai level TIO, namun TIO juga penting untuk menentukan
subtype dan target awal dari terapi medis dan pembedahan.
C. Ketika sudut bilik mata depan terbuka dan TIO normal, glaukoma dapat dipertimbangkan
jika ada gambaran kerusakan saraf optik. Glaukoma dengan penurunan serabut-serabut saraf
menyebabkan penipisan lapisan neuroretina dengan peningkatan ukurab cup dan disc. Karena
mata normal dengan sarf optik yang kecil mengarah pada rasio cup/disc yang lebih kecil
juga, pertimbangkan hubungan antara rasio cup disc dengan ukuran saraf optik. Untuk
ukuran saraf optik yang normal, rasio cup/disc sekitar 0,6, atau jika lebih besar dari itu dapat
dipertimbangkan kerusakan awal akibat glaukoma. Pada mata dengan disc yang kecil,
mungkin ada glaukoma dengan rasio cup/disc yang kecil. Pemeriksaan lapisan serabut saraf
retina dapat menjadi klu awal adanya kerusakan diskus optikus akibat glaukoma sebelum
munculnya perubahan diskus optikus dan lapangan pandang lebih lanjut. Meskipun
123
kerusakan karena glaukoma bersifat difus, sering terjadi kerusakan asimetris di kedua mata
yang berhubungan dengan hemiretina atas dan bawah di satu mata. Namun, identifikasi
asimetrisitas saraf optik dan lapisan saraf vertical atau kontralateral merupakan evaluasi yang
penting pada individu yang diduga mangalami glaukoma .
D. Jika terjadi kerusakan saraf optik dan hilangnya lapangan pandang dengan TIO yang normal,
pertimbangkan adanya peningkatan TIO yang intermiten sebagai bagian dari evaluasi
diagnostic untuk low tension glaukoma. Hilangnya lapangan pandang yang tidak
berhubungan dengan kerusakan saraf optik dapat dipertimbangkan sebgai diagnosis
alternatif.
E. Jika tidak ada abnormalitas saraf optik atau lapangan pandang , dibutuhkan evaluasi klinis
secara periodik dengan serial stereo disc photographs dan pemeriksaan lapangan pandang.
Jika ada bukti perubahan gambaran pada saraf optik, perkembangan defek lapangan pandang
atau peningkatan TIO maka dibutuhkan suatu tatalaksana.
Algoritma 1. Diagnosis Glaukoma
Pemeriksaan oftalmologi:
-
Palpebra
Konjungtiva
Kornea
BMD
Iris
Pupil
Lensa
Retina (oftalmoskopi)
Pemeriksa
an TIO
Normal
Gonioskopi
Digital palpasi
Tonometri
Schiotz
Tonometri
aplanasi
Tinggi nonTonometri
Lihat algoritma 2
Sudut terbuka
Sudut tertutup
Kelainan anatomi
Pemeriksaan funduskopi
Glaukoma dengan
kerusakan saraf optik
Low tension glaukoma
Normal
Observasi
Peningkatan tekanan intraokuler (TIO) merupaka faktor risiko yang penting untuk
berkembangnya kerusakan saraf optik. Semua pasien dengan peningkatan TIO (TIO 22 mmHg,
membutuhkan evaluasi yang cermat untuk mengetahui penyebab peningkatan TIO dan adanya
serta perkembangan kerusakana saraf optik.
A. Langkah awal adalah menentukan mekanisme peningkatan TIO melalui anamnesis riwayat
penyakit dan pemeriksaan slit lamp. Pasien mungkin enggan untuk menceritakan mengenai
riwayat trauma atau inflamasi dengan pertanyaan yang spesifik. Pemeriksaan dengan slit
lamp penting untuk menentukan peningkatan TIO sekunder yang membutuhkan observasi
cermat dari dokter.
B. Glaukoma primer sudut terbuka (POAG) merupakan bentuk yang paling umu terjadi di
Amerika Serikat. Selain adanya sudut bilik mata depan yang terbuka pada gonioskopi,
120
diagnosis POAG membutuhkan eksklusi dari banyak penyebab yang mendasarinya. TIO
yang asimetris di kedua mata dapat mengarah pada bentuk glaukoma sekunder. Meskipun
begitu, peningkatan TIO unilateral juga dapat terjadi pada POAG. Sehingga evaluasi untuk
glaukoma sudut terbuka tetap sama pada individu yang memiliki TIO simetris di kedua mata.
C. Pada PNAG, sudut bilik mata depan yang sempit atau tertutup mungkin sulit untuk
mendapatkan gambaran perlengketan anterior perifer (PAS) sampai kompresi gonioskopi
terjadi. Sebelum diagnosis PNAG ditegakkan, berbagai penyebab sekunder peningkatan TIO
juga harus dipertimbangkan. Iridosiklitis dan glaukoma neovaskuler dapat menyebabkan
glaukoma sekunder sudut terbuka maupun sudut tertutup, tergantung apakah terdapat
perkembangan PAS. Asimetrisitas perbandingan dari kedua sudut bilik mata depan dapat
mengarahkan pada kondisi patologis dari segmen posterior seperti efusi koroid (akibat
panretinal photocoagulation) atau tumor.
D. Jika ada blok pupil pada sudut bilik mata depan yang sempit atu tertutup, diindikasikan
untiuk laser peripheral iridotomy. Prosedur ini dibutuhkan pada semua kasus PNAG.
Gonioskopi ulang setelah laser untuk konfirmasi bahwa sudut bilik mata depan terbuka dan
dapat didiagnosis iris syndrome. Laser iridotomy juga berguna ketika blok pupil
menyebabkan peningkatan TIO, seperti pada phacomorphic glaukoma atau ketika iridosiklitis
menimbulkan pergeseran iris. Jika terdapat blok pupil sekunder tatalaksana terutama untuk
mengatasi faktor penyebab. Untuk glaukoma phacomorfic, ekstraksi katarak dengan atau
tanpa pembedahan filtrasi merupakan terapi definitive. Pada glaukoma uveitis, tatalaksana
untuk mengatasi proses inflamasi merupakan hal yang penting.
E. Pemeriksaan lapangan pandang dan funduskopi dibutuhkan untuk menentukan apakah
peningkatan TIO telah menimbilakan kerusakan pada saraf optik. Pada kasus glaukoma
primer sudut tertutup pemeriksaan funduskopi dengan pelebaran pupil tidak boleh dilakukan
sampai dilakukan laser iridotomy untuk mencegah eksaserbasi akut peningkatan TIO.
F. Jika tidak ada bukti kerusakan saraf optik, menetukan level TIO dan adanya faktor risiko
lebih lanjut yang dapat menyebabkan kerusakan saraf optik merupakan hal penting dalam
125
tatalaksana. Karena risiko berkembangnya glaukoma meningkat dramatis jika TIO > 30
mmHg maka terapi medis awal dibutuhkan untuk kasus ini. Terapi medis awal biasanya
terdiri dari bloker topical apapun penyebabnya. Jika TIO < 30 mmHg, observasi tanpa
terapi medis, terutama jika tidak ada faktor risko untuk berkembangnya glaukoma yang
progresif. Faktor risiko tersebut seperti riwayat keluarga (terutama jika ada yang mengalami
kebutaan karena glaukoma) dan kecurigaan adanya kerusakan saraf optik berdasarkan rasio
cup/disc dan asimetrisitas disc. Faktor sosial seperti kemungkinan hipertensi okuler yang
tidak diobati dan tindak lanjut yang memungkinkan harus dilakukan. Peningkatan TIO akibat
pseudoexfoliation atau disperse pigmen mungkin menyebabkan perubahan dramatis pada
TIO dalam waktu singkat.
G. Pasien dengan kerusakan saraf optik membutuhkan terapi medis untuk menurunkan TIO
sampai level yang aman yang tidak menimbulkan kerusakan lebih lanjut. Penurunan TIO
yang signifikan setelah laser iriotomy pada psien dengan PNAG terutama jika tidak
121
pembentukan PAS yang luas. Meskipun begitu kebanyakan pasien tetap membutuhkan terapi
medis untuk mencapai target TIO.
H. Jika target TIO tercapai, lapangan pandang dan saraf optik harus terus dimonitor untuk
mencegah kerusakan. Jika kerusakan progresif terjadi, dapat dipilih target TIO yang baru
sehingga dibutuhkan terapi tambahan. Terapi medis PNAG berbeda dengan terapi medis
POAG yang bertujuan meningkatkan aliran humor aquous (pilocarpin). Terapi ini tidak
efektif jika terdapat perluasan PAS. Pilihan untuk terapi medis PNAG dengan PAS yang
meluas secara umum yaitu untuk menurunkan produksi humor aquous termasuk bloker, 2
agonis dan karbonik anhidrase inhibitor.
gonioskopi
Simetris
Glaukoma sudut
tertutup
- Glaukoma sekunder
sudut tertutup
- Phacomorfic glaukoma
- Iridosiklitis
- Neurovaskuler
glaukoma
Laser iridotomi
- Tumor
- Glaukoma
sekunder
sudut terbuka
- Trauma
- Penggunaan
steroid
- Iridosiklitis
- Phacolitic
glaukoma Pemeriksaan lapangan pandang (kampimetri, tes
konfrontasi)
- Dispersi
pigmen
Pemeriksaan funduskopi
Ada
TIO >30
mmHg
Terapi medis*
Terapi medis*
Ket. * :
- Pilocarpin
- Carteolol
- Betaxolol
- Latanoprost
- Timolol
- Argon Laser Trabeculoplasty (ALT)
- Apraclonidine
- Dipiverine
Glaucoma primer sudut terbuka (glaucoma simpleks)
Setelah diagnosis POAG ditegakkan, terapi medis dapat diberikan untuk mencegah
kerusakan saraf optik yang progresif. Pengobatan dengan dosis rendah yang dapat menurunkan
127
TIO mencapai target dan mencegah kerusakana saraf optic dan lapisan serabut-serabut saraf
lebih dipilih karena dosis yang lebih rendah memiliki risiko efek samping yang minimal juga.
Semua pengobatan yang digunakan untuk glaucoma berpotensi menimbulkan bahaya, sehingga
dokter yang mengobati glaucoma harus memahami farmakologi dan efek samping obat yang
diberikan.
Beberapa pilihan terapi penting karena efek terapi yang diberikan dapat berkurang seiring
berkurangnya efek obat atau memburuknya penyakit. Pengobatan lain atau kombinasi beberapa
obat berguna untuk beberapa pasien, namun terapi tetap harus memperhatikan kondisi pasien
secara individu.
A. Level TIO sebelum terapi dimulai harus diketahui untuk membantu menentukan target TIO
yang aman bagi pasien.
B. Pengumpulan data dari penelitian jangka panjang dan pengalaman klinis ahli oftalmologi
menyatakan penggunaan bloker topical sebagai terapi awal untuk POAG. Beberapa
bloker nonselektif terdapat di Amerika Serikat. Obat golongan ini dikontraindikasikan pada
pasien dengan AV blok derajat 1 dan ganggguan bronkospastik dan sebaiknya digunakan
secara hati-hati pada pasien dengan DM dan CHF. Karena aktivitas simpatomimetik intrinsik,
carteolol jarang menyebabkan bradikardia dan tidak terlalu mempengaruhi profil lipid
dibandingkan golongan bloker lainnya. Betaxolol, 1 adrenergic antagonis selektif
berhubungan dengan efek samping pulmonal yang ringan daripada bloker non selektif
tetapi sebaiknya tetap dihindari pada pasien dengan gangguan bronkospastik.
Karena TIO yang selalu berfluktuasi, efisiensi pengobatan POAG dengan bloker atau obat
lain sulit ditentukan jika pengobatan dimulai bilateral. Pengobatan pada 1 mata saja saat
permulaan pengobatan dapat meningkatkan kemampuan klinisi untuk menentukan efisiensi
pengobatan. Pengobatan yang tidak efektif dapat dihentikan sehingga potensi efek samping
dari pengobatan yang sebenarnya tidak diperlukan dapat dihindari.
C. Kemajuan terbaru dalam pengobatan glaucoma mengarah pada sejumlah besar pilihan terapi
untuk pasien yang dikontraindikasikan untuk bloker atau pengobatan dengan bloker yang
tidak efektif.jika bloker efektif tetapi sulit untuk mencapai target TIO, kombinasi
pengobatan dapat digunakan.
124
Latanoprost merupakan analog prostaglandin F2 yang telah menunjukkan keefktifan seperti
timolol dalam menurunkan TIO pada pasien denga POAG dan hipertensi okuler.
Efektivitasnya dalam menurunkan TIO pada individu dengan glaucoma bentuk lain masih
belum dievaluasi. Latanoprost menurunkan TIO dengan cara
meningkatkan aliran
uveoskleral, mekanisme yang berbeda dengan obat glaucoma lainnya. iritasi konjungtiva dan
peningkatan pigmentasi iris mungkin terbatas pada beberapa pasien.
Meskipun karbonik anhidrase inhibitor (CAIs) oral efektif dalam menurunkan TIO, efek
samping sistemik jarang terjadi. Baru-baru ini, diperkenalkan CAI dorzolamide, yang efektif
dengan pemberian topical dan efek samping sistemik yang minimal sudah digantikan dengan
pemberian secara oral untuk pengobatan jangka panjang.
128
D. Argon Laser Trabeculoplasty (ALT) secara tradisional digunakan untuk mengatasi glaucoma
simpleks yang tidak terkontrol. Penelitian yang mengevaluasi ALT sebagai terapi alternatif
dalam terapi medis awal untuk pasien yang baru didiagnosis POAG menunjukkan efektivitas
50% dalam mengontrol TIO tanpa obat lain selama 2 tahun. Meskipun kebanyakan klinisi
melanjutkan penggunaan obat-obatan sebagai terapi awal POAG, banyak juga yang memilih
ALT lebih awal, terutama bagi individu dengan efek samping pengobatan yang berat.
E. 2 agonis seperti apraclonidine paling sering digunakan sebagai profilaksis peningkatan TIO
post laser. Meskipun begitu, obat-obat ini juga menunjukkan efektivitas pada beberapa
individu dengan glaucoma yang tidak terkontrol dengan pengobatan lain. Namun dibatasi
dalam penggunaan jangka panjang karena menyebabkan alergi pada beberapa pasien.
Pilocarpin dan agen parasimpatomimetik lain menurunkan TIO dengan meningkatkan aliran
trabekular. Miosis, induksi akomodasi dan spasme siliaris menimbulkan efek samping yang
jelas pada beberapa individu. Pada pasien yang masih muda atau katarak sedang sulit
mentoleransi obat ini. Epinefrin kurang efektif pada beberapa pasien dan memiliki efek
samping yang signifikan, termasuk iritasi permukaan bola mata, blefarokonjungtivitis, dan
cystoids macular edema pada pasien aphakik dan pseudoaphakik. Dipiverine, prodrug yang
diubah menjadi epinefrin di mata, kurang menyebabkan iritsi tapi tetap memiliki efek
samping yang sama dengan epinefrin.
F. Jika glaucoma berkembang progresif meskipun pemberian obat sudah maksimal dan ALT,
diindikasikan untuk pembedahan invasive. Trabeculectomy secara tradisional ditunda karena
komplikasinya yang dapat menimbulkan kebutaan. Penelitian terbaru mengevaluasi risiko
dan manfaat potensial dari terapi bedah di awal pengobatan sebagai alternative untuk
pengobatan medis. Sampai risiko ini dipahami lebih lanjut, pembedahan masih menjadi
terapi cadangan setelah pengobatan medis yang lain.
G. Jika target TIO telah tercapai, pemeriksaan lapangan pandang dan saraf optic harus selalu
dimonitor untuk mencegah perburukan . jika kerusakan progresif terjadi, ditentukan target
TIO yang lebih rendah dan terapi tambahan lainnya.
Algoritma 3. Tatalaksana Glaukoma
Glaukoma primer sudut terbuka (glaukoma simpleks)
Dorzolamide
Pertimbangkan ALT
(Argon laser
Trabeculoplasty
129
Parasimpatomimeti
k
Epinefrin/Dipiveri
ne
Oral
CAI
TIO >Target
TIO target
POAG yang tak
Monitor:
terkontrol dengan terapi
- TIO
medis
Pembedahan
- Lapangan
F. Keterampilan klinis bagi dokter umum untuk kasus glaukoma
pandang
-
Saraf optik
VIII. KOMPETENSI
Mampu membuat diagnosis klinik berdasarkan pemeriksaan fisik dan pemeriksaan
tambahan yang diminta oleh dokter. Dokter dapat memutuskan dan memberi terapi pendahuluan,
serta merujuk ke spesialis yang relevan (bukan kasus gawat darurat).
IX. TUJUAN PEMBELAJARAN
Setelah mengikuti sesi ini, setiap peserta didik diharapkan mampu:
80. Mengenali gejala, tanda hordeolum
81. Melakukan anamnesis dan pemeriksaan ophthalmologikus
82. Melakukan deskripsi kelainan hordeolum
83. Membuat keputusan klinis, memberi tindakan yang tepat dan merujuk secara tepat waktu
dan optimal.
X. EVALUASI
Kognitif
Pre test
Essay
MCQ
Lisan
Diskusi
Psikomotor
130
Penilaian kompetensi
OSCE
Ujian kompetensi
Ujian profesi
Kuisioner
131