Anda di halaman 1dari 6

KATA PENGANTAR

Puji syukur saya panjarkan kepada Allah Yang Maha Esa, yang telah memberikan berkat
sehingga saya mampu menyelesaikan makalah ini. Saya menyusun makalah ini untuk memenuhi
tugas perkuliahan dan dalam pembuatannya saya menyadari masih banyak kekurangan dan
kesalahan.

BAB I

PENDAHULUAN

1.1

Latar Belakang
Sistem pernapasan merupakan salah satu sistem vital dalam tubuh manusia. Ada beberapa

jenis parasit yang seringkali di temukan dalam sistem pernapasan seperti Ascaris lumbricoides,
Brugia Malayi, Brugia timori, Occult filariasis, Paragonismus westermani. Dengan mengetahui
jenis, bentuk, daur hidup, perkembang biakan dari parasite tersebut diharapkan dapat membantu
pengobatan dari penyakit-penyakit yang di sebabkan oleh bakteri tersebut

1.2

Rumusan Masalah
Dari uraian latar belakang diatas dapat rumusan berbagai masalah, yaitu:
1.
2.
3.
4.
5.

1.3

Apa nama hospes dan penyakit yang di sebabkan oleh parasit-parasit tersebut?
Bagaimana distribusi geografik dari parasit-parasit tersebut?
Bagaimana daur hidup dan morfologi dari parasit-parasit tersebut?
Bagaimana patologi dan gejala klinis?
Bagaimana pengobatan untuk parasit-parasit tersebut?

Tujuan Penulisan
Tujuan penyusunan makalah ini adalah untuk mengetahui:
1.
2.
3.
4.

Mengetahui hospes dan penyakit yang disebabkan parasit-parasit tersebut


Mengetahui distribusi geografik parasit-parasit tersebut
Mengetahui daur hidup dan morfologi parasit-parasit tersebut
Mengetahui patologi dan gejala klinis

5. Mengetahui pengobatan yang sesuai

BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Ascaris lumbricoide
Ascaris lumbricoides adalah salah satu jenis cacing nematode intestinalis dengan ukuran
terbesar yang menginfeksi manusia, penyakit yang disebabkan cacing ini disebut ascariasis.
Parasit ini bersifat kosmopolit, yaitu tersebar di seluruh dunia, terutama di daerah tropis dengan
kelembapan cukup tinggi.

Cacing ini mempunyai bentuk tubuh silindris dengan ujung anterior lancip. Bagian
anteriornya dilengkapi tiga bibir (triplet) yang tumbuh dengan

semourna. Cacing betina

panjangnya 20-30 cm, sedangkan cacing jantan panjangnya 15-31 cm. pada cacing jantan, ujung
posteriornya lancip dan melengkung ke arah ventral dan dilengkapi pepil kecil serta dua buah
speculum berukuran 2mm. cacing betina posteriornya membulat dan lurus, sepertiga bagian
anterior tubuhnya terdapat cincin kopulasi, tubuhnya berwarna putih sampai kuning kecoklatan
dan diselubungi oleh lapisan kutikula bergaris halus.
Cacing betina menghasilkan 200 ribu butir perhari. Telur cacing ini berkembang baik pada
tanah liat dengan kelembapan tinggi pada suhu 25-35 derajat celcius. Pada kondisi ini, telur yang
infektif bila tertelan manusi akan menetas menjadi larva di usus halus. Larva menembus dinding
usus halus menuju pembuluh darah atau saluran limpa, kemudian terbawa oleh darah sampai ke
jantung dan menuju paru-paru. Larva di paru-paru menembus dinding alveolus dan naik ke trakea.
Dari trakea larva menuju ke faring dan menimbulkan iritasi.
Patogenesisnya berhubungan erat dengan respo umum hospes, efek migrasi larva, efek
mekanis cacing dewasa, dan defisiensi gizi. Jika larva mengalami siklus dalamjumlah besar, dapat
menimbulkan pneumonitis. Cacing dewasa yang ditemukan dalam jumlah besar dapat
mengakibatkan kekurangan gizi pada anak-anak. Cairan tubuh cacing dewasa dapat menimbulkan
reaksi toksik sehingga terjadi gejala mirip demam tifoid yang disertai alergi seperti urtikaria,
edema pada wajah, konjungtivitis, dan iritasi alat pernapasan bagian atas.

2.2 Brugia malayi dan Brugia timori


Brugia malayi dapat dibagi dalam dua varian : yang hidup pada manusia dan yang hidup
pada manusia dan hewan, misalnya kucing, kera dan lain-lain. Brugia timori hanya terdapat pada
manusia. Penyakit yang disebabkan ole B.malayi disebut filariasis malayi dan yang disebabkan
oleh B.timori disebut filarisis timori. Kadang-kadang keduanya penyakit tersebut disebut sebagai
filariasis brugia.

B.malayi hanya terdapat di Asia, dari India sampai ke Jepang, termasuk Indonesia.
B.timori hanya terdapat di Indonesia Timur seperti di Pulau Timor, Flores, Rote,Alor dan
beberapa pulau kecil di Nusa Tenggara Timur.
Cacing dewasa jantan dan betina hidup di pembuluh limfe. Bentuknya halus seperti
benang dan berwarna putih susu. Cacing betina berukuran 55 mm x 0,16 mm (B.malayi), 21-39
mm x 0,1 mm (B.timori) dan yang jantan 22-23 mm x 0,09 mm (B.malayi) , 13-23 mm x 0,08 mm
(B.timori).
Gejala klinis pada malayi sama dengan timori. Gejala klinis kedua penyakit berbeda
dengan filariasis bancrofti. Stadium akut ditandai dengan serangan demam dan peradangan
saluran dan kelenjar limfe, yang hilang timbul berulang kali. Diagnosis dibuktikan dengan
menemukan mikrofilia di dalam darah tepi. Diagnosis parasitologi : sama dengan filariasis
bankrofti. Radiodiagnosis umumnya tidak dilakukan pada filariasis malayi.
Hingga sekarang DEC masih merupakan obat pilihan. Dosis yang dipakai di beberapa
negara Asia berbeda-beda. Di Indonesia dosis yang dianjurkan adalah 5mg/kgbb/hari selama 10
hari. Efek samping DEC pada pengobatan filariasis brugia jauh lebih berat, bila dibanding dengan
yang terdapat pada pengobatan filariasis bankrofti. Efek samping pengobatan ini akan berkurang
pada pengobatan ulangan.

2.3 Occult Filariasis

Penyakit ini dilaporkan di Indonesia, Singapura, Vietnam, Thailand, Afrika dan Curacao.
Penyakit ini adalah penyakit filariasis limfatik, yang disebabkan oleh penghancuran mikrofilia
dalam jumlah yang berlebihan oleh sistem kekebalan penderita. Mikrofilia dihancurkan oleh zat
anti dalam tubuh hospes akibat hipersensitivitas terhadap antigen mikrofilaria.gejala penyakit ini

ditandai dengan hipereosinofilia, peningkatan kadar antibogi IgE dan antifilaria IgG4, kelainan
klinis yang menahun berupa pembengkakan kelenjar limfe dan gejala asma bronkial.
Diagnosis dibuat berdasarkan gejala klinis, hipereosinofilia, peningkatan kadar IgE yang
tinggi, peningkatan zat anti terhadap mikrofilia dan gambaran rontgen paru. Konfirmasi diagnosis
tersebut adalah dengan menemukan Meyers Kouwenaar pada sedian biopsy, atau dengan melihat
perbaikan gejala setelah pengobatan dengan DEC.
Obat pilihan adalah DEC dengan dosis 6 mg/kgbb/hari selama 21-28 hari. Pada stadium
dini penderita dapat disembuhkan dan parameter darah dapat pulih kembalisampai kadar yang
hamper normal. Pada stadium klinik lanjut, seringkali terdapat fibrosis dalam paru dan dalam
keadaan tersebut, fungsi paru mungkin tidak pulih sepenuhnya.

2.4 Wuchereria bancrofti

Wuchereria bancrofti atau disebut juga cacing filaria adalah kelas dari anggota hewan tak
bertulang belakang yang termasuk dalam filum Nemathelminthes. Bentuk cacing ini gilig
memanjang, seperti benang maka disebut filaria. Cacing ini hidup pada pembuluh limfa di kaki.
Jika terlalu banyak jumlahnya, dapat menyumbat aliran limfa sehingga kaki menjadi
membengkak. Pada saat dewasa, cacing ini menghasilkan telur kemudian akan menetas menjadi
anak cacing berukuran kecil yang disebut mikrofilaria. Selanjutnya, mikrofilaria beredar di dalam
darah. Larva ini dapat berpindah ke peredaran darah kecil di bawah kulit. Jika pada waktu itu ada
nyamuk yang menggigit, maka larva tersebut dapat menembus dinding usus nyamuk lalu masuk
ke dalam otot dada nyamuk, kemudian setelah mengalami pertumbuhan, larva ini akan masuk ke
alat penusuk. Jika nyamuk itu menggigit orang, maka orang itu akan tertular penyakit ini,
demikian seterusnya.

Anda mungkin juga menyukai