Anda di halaman 1dari 42

CASE REPORT

B21 DENGAN SPACE OCCUPAYING LESIONS (SOL)


DAN KANDIDIASIS ORAL

Oleh:
Bangkit Hasrusah

07180110

Indah Prambono

1118011056

Kgs. Mahendra Effendy

1118011067

Roseane Maria V.

1118011116

Preceptor:
dr. Juspeni Kartika, Sp. PD

KEPANITERAAN KLINIK ILMU PENYAKIT DALAM


RUMAH SAKIT UMUM DAERAH DR. H. ABDUL MOELOEK
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS LAMPUNG
MEI 2015

I. STATUS PASIEN
A. IDENTIFIKASI PASIEN
Nama lengkap

: Tn. AY

Umur

: 32 Tahun

Status perkawinan

: Belum menikah

Pekerjaan

: Pekarya

Alamat

: Tanjung Karang Timur

Jenis kelamin

: Laki-laki

Suku bangsa

: Jawa

Agama

: Islam

Pendidikan

: SMA

MRS

: 13 Mei 2015

No. MR

: 00.41.31.55

B. ANAMNESIS
Diambil dari : Autoanamnesa dan Alloanamnesa
Tanggal : 18 Mei 2015

Pukul : 14.00 WIB

Keluhan Utama
Sakit kepala sejak 1 bulan SMRS
Keluhan Tambahan
Lemas pada bagian lengan dan kaki sebelah kiri sejak 1 bulan SMRS.
Tidak dapat BAB sejak 4 hari yang lalu.
Riwayat Penyakit Sekarang
1 bulan SMRS yang lalu, pasien mengeluhkan badan lemas terus-menerus.
Lemas juga dirasakan terutama pada lengan dan kaki kiri.
Sebelumnya pasien mengeluhkan demam dan setelah diberikan paracetamol

keluhan tidak dirasakan lagi. Pasien juga pernah mengalami kejang-kejang dan
koma selama 2 hari 2 malam. Pasien dipasang infus namun bengkak saat
dipasang. Riwayat penyakit lain sebelumnya disangkal, terdapat riwayat
penggunaan obat-obatan terlarang dengan jarum suntik.
Riwayat Penyakit Dahulu
(-)

Cacar

(-)

Malaria

(-)

(-)
(-)
(-)
(-)
(-)
(-)
(-)

Cacar Air
Difteri
Batuk Rejan
Campak
Influenza
Tonsilitis
Kholera

(-)
(-)
(-)
(-)
(-)
(-)
(-)

Disentri
Hepatitis
Tifus Abdominalis
Skirofula
Sifilis
Gonore
Hipertensi

(-)
(-)
(-)
(-)
(-)
(-)
(-)

(-)

Demam Rematik
Akut
Pneumonia
Pleuritis
TB-MDR

(-)

Ulkus Ventrikuli

(-)

Batu Ginjal /Sal.


Kemih
Burut (Hernia)
Penyakit Prostat
Wasir
Diabetes
Alergi
Tumor
Penyakit
Pembuluh Darah
CRF

(-)
(-)
(-)

Ulkus Duodeni
Gastritis
Batu Empedu

(-)
(-)

Operasi
Kecelakaan

(-)
(-)
(-)

Riwayat Keluarga
Hubungan
Kakek
Nenek
Ayah
Ibu

Umur
(th)
60
58 th

Jenis
Kelamin

Keadaan kesehatan
Meninggal
Meninggal
Sehat
Sehat

Penyebab
Meninggal
Tidak tahu
Tidak tahu

Adakah Kerabat yang Menderita


Penyakit
Alergi
Asma
Tuberkulosa
Artritis
Rematisme
Hipertensi
Jantung
Ginjal
Lambung

Ya

Tidak

Hubungan

C. ANAMNESIS SISTEM

Catatan keluhan tambahan positif disamping judul-judul yang bersangkutan.


Kulit
(-)
(-)

Bisul
Kuku

(-)
(-)

Rambut
Kuning / Ikterus

(-)
(-)
(+)

Keringat malam
Sianosis
Lain-lain (Tato)

Kepala
(-)
(-)

Trauma
Sinkop

(+)
(-)

Sakit kepala
Nyeri pada sinus

Nyeri
Sekret
Kuning / Ikterus

(-)
(-)
(-)

Radang keringat malam


Gangguan penglihatan
Ketajaman penglihatan

(-)
(-)
(-)

Tinitus
Gangguan pendengaran
Kehilangan pendengaran

Trauma
Nyeri
Sekret
Epistaksis

(-)
(-)
(-)

Gejala penyumbatan
Gangguan penciuman
Pilek

Bibir
Gusi
Selaput

()
(-)
(-)

Lidah
Gangguan pengecap
Stomatitis

Mata
(-)
(-)
(-)

Telinga
(-)
(-)

Nyeri
Sekret

Hidung
(-)
(-)
(-)
(-)

Mulut
(-)
(-)
(-)

Tenggorokan
(+)

Nyeri tenggorokan

(-)

Perubahan suara

Benjolan

(-)

Nyeri leher

Leher
(-)

Jantung / Paru-Paru
(-)
(-)
(-)

Nyeri dada
Berdebar
Ortopnoe

(-)
(-)
(-)

Sesak nafas
Batuk darah
Batuk

(-)
(-)
(-)
(-)
(-)
(-)
(-)

Perut membesar
Wasir
Mencret
Tinja berdarah
Tinja berwarna dempul
Tinja berwarna ter/hitam
Benjolan

(-)
(-)
(-)
(-)
(-)
(-)
(-)

Kencing nanah
Kolik
Oliguria
Anuria
Retensi urin
Kencing menetes
Penyakit prostat

(-)
()

Perdarahan

Abdomen (Lambung / Usus)


(-)
(-)
(-)
(-)
(-)
(-)

Rasa kembung
Mual
Muntah
Muntah darah
Sukar menelan
Nyeri perut, kolik

Saluran Kemih / Alat Kelamin


(-)
(-)
(-)
(-)
(-)
(-)
(-)

Disuria
Stranguri
Poliuria
Polakisuria
Hematuria
Kencing batu
Ngompol (tidak disadari)

Katamenis
(-)
()

Leukore
Lain-lain

Haid
(-)
(-)
(-)

Haid terakhir
Teratur
Gangguan haid

(-)
(-)
(-)

Jumlah dan lamanya


Nyeri
Pasca menopause

(-)
(-)

Menarche
Gejala klimakterium

Saraf dan Otot


(-)
(-)
(+)
(+)
(-)
(-)
(-)

Anestesi
Parestesi
Otot lemah
Kejang
Afasia
Amnesis
Lain-lain

(-)
(-)
(-)
(+)
(-)
(+)
(-)

Sukar menggigit
Ataksia
Hipo/hiper-estesi
Pingsan
Kedutan (tick)
Pusing (Vertigo)
Gangguan bicara (disartri)

Ekstremitas
(-)
(-)

Bengkak
Nyeri sendi

(-)
(-)

Deformitas
Sianosis

Berat Badan
Berat badan rata-rata (kg)

: 56 kg

Berat badan sekarang (kg)

: 50 kg

(Bila pasien tidak tahu dengan pasti)


Tetap

( )

Turun

()

Naik

( )

Riwayat Hidup
Tempat lahir

: () Di rumah ( ) Rumah Bersalin ( ) RS Bersalin

Ditolong oleh

: ( ) Dokter

() Bidan

( ) Dukun

( ) Lain-lain
Riwayat Imunisasi (pasien tidak ingat)
( ) Hepatitis

( ) BCG

( ) Campak

( ) DPT

( ) Polio

( )Tetanus
Riwayat Makanan
Frekwensi /hari

: 2 x sehari

Jumlah /hari

: 2 piring sehari, tetapi tidak habis 1 porsi

Variasi /hari

: Tidak bervariasi

Nafsu makan

: Kurang

Pendidikan
( ) SD
( ) Kursus

( ) SLTP

() SLTA

( ) Sekolah Kejuruan

( ) Akademi

( ) Tidak sekolah

Kesulitan
Keuangan

: Ada

Pekerjaan

: Ada

Keluarga

: Ada

Lain-lain

: -

D. PEMERIKSAAN JASMANI
Pemeriksaan Umum
-

Tinggi badan
Berat Badan
Keadaan gizi
Kesadaran
Sianosis
Edema umum
Habitus
Cara berjalan
Mobilitas
Umur taksiran pemeriksa

:
:
:
:
:
:
:
:
:
:

173 cm
50 kg
Kurang
Compos mentis
Astenikus
Tidak normal
Pasif
32 tahun

Aspek Kejiwaan
Tingkah laku wajar, alam perasan wajar dan proses fikir wajar.
Kulit
-

Warna
Jaringan parut
Pertumbuhan rambut
Suhu Raba
Keringat
Lapisan lemak
Efloresensi
Pigmentasi
Pembuluh darah
Lembab/ Kering
Turgor
Ikterus
Edema

:
:
:
:
:
:
:
:
:
:
:
:
:

Sawo matang
Pada ekstremitas dan abdomen
Normal
Normal
Kurang
+
Normal
Lembab
Normal
-

Kelenjar Getah Bening

Submandibula
Supra klavikula
Lipat paha
Leher
Ketiak

:
:
:
:
:

Tidak teraba pembesaran


Tidak teraba pembesaran
Tidak teraba pembesaran
Tidak teraba pembesaran
Tidak teraba pembesaran

Kepala
-

Ekspresi wajah
Rambut
Simetris muka

: Normal, wajar
: Hitam, lurus, tidak mudah dicabut
: Simetris

Mata
-

Exopthalmus
Kelopak
Konjungtiva
Sklera
Lapang penglihatan
Deviatio konjungtiva
Enopthalmus
Lensa
Visus
Gerak mata
Tekanan bola mata
Nistagmus

:
:
:
:
:
:
:
:
:
:
:
:

Normal
Normal
Normal
Luas
Jernih
6/6
Normal segala arah
N/ palpasi
-

Leher
-

Tekanan JVP
Kelenjar Tiroid
Kelenjar Limfe

: Tidak meningkat
: Tidak membesar
: Tidak teraba pembesaran

Dada
-

Bentuk
Pembuluh darah
Buah dada

: Simetris, datar
: Normal
: Normal

Paru-Paru
Inspeksi

Depan
Hemithoraks simetris
kanan

kiri

dan

Belakang
Hemithoraks simetris kiri dan
kanan

Palpasi

Perkusi

Auskultasi

Kiri

Fremitus vokal teraba


getaran suara. Fremitus
taktil terasa pergerakan
dinding thorax.

Fremitus vokal teraba getaran


suara. Fremitus taktil terasa
pergerakan dinding thorax.

Kanan Fremitus vokal teraba


getaran suara. Fremitus
taktil terasa pergerakan
dinding thorax.
Kiri
Sonor pada seluruh lapang
paru.

Fremitus vokal teraba getaran


suara. Fremitus taktil terasa
pergerakan dinding thorax.

Kanan Sonor pada seluruh lapang


paru
KiriVesikuler (+), Ronkhi (-),
Wheezing(-)

Sonor pada seluruh lapang paru

KananVesikuler (+), Ronkhi (-),


Wheezing(-)

Wheezing (-), Ronkhi (-)

Sonor pada seluruh lapang paru.

Wheezing (-), Ronkhi (-).

Jantung
Inspeksi

: Ictus cordis tidak terlihat

Palpasi

: Ictus cordis teraba pulsasi di ICS VI midclavicula kiri

Perkusi

: Batas jantung kanan

: Parastrernal ICS lV

Batas jantung kiri

: Midclavicula ICS V

Batas atas

: Para sternal ICS ll

Auskultasi

: BJ I dan II reguler, murmur (-), gallop (-)

Pembuluh Darah
Arteri temporalis, karotis, brakhialis, radialis, femoralis poplitea, tibialis posterior
teraba.
Abdomen
Inspeksi

: Simetris,Datar

Palpasi

: Dinding perut : Nyeri tekan (-)

Perkusi

Hati

: Tidak teraba

Limpa

: Tidak teraba

Ginjal

: Ballotement (-)

: Timpani seluruh lapang abdomen

Nyeri ketok (-)


Auskultasi

: Bising usus + normal

Refleks dinding perut : Normal

Anggota Gerak
Lengan
Otot
Tonus
Massa
Sendi
Gerakan
Kekuatan

Kanan

Kiri

Normotonus
Eutrofi
Normal
Aktif
5

Hipotonus
Eutrofi
Normal
Pasif
0

Tungkai dan Kaki


-

Luka
Varises
Otot(tonus, massa)
Sendi
Gerakan
Kekuatan
Edema

:
:
:
:
:
:
:

Ada
Tidak
Normotonus pada kanan, hipotonus pada kiri, eutrofi
Normal
Aktif pada kanan, pasif pada kiri
5 pada kanan, 0 pada kiri
-/-

Refleks
Bisep
Trisep
Patela
Achiles
Kremester
Refleks kulit
Refleks patologis

Kanan
N (Refleks lengan bawah)
N (Kontraksi trisep)
N
N (Plantar fleksi )
N
Tidak ada

Kiri
N
Tidak ada

E. LABORATORIUM
Hematologi
Tanggal 15 Mei 2015 dari Ruang Nuri RSAM

Pemeriksaan
Hemoglobin

Hasil
11,4

LED

Leukosit

5.270

Hitung jenis
Basofil
Eosinofil
Batang
Segmen
Limfosit
Monosit
Eritrosit

0
11
2
53
28
6
-

Hematokrit

34

Trombosit

337.000

Normal
Lk:14-18
Pr:12-16
Lk: 0-10
Pr: 0-20
Lk:4500-10.700
Pr: 4500-10.700

Satuan
Gr%

o-1
1-3
2-6
50-70
20-40
2-8
Lk:4,6-6,2
Pr:4,2-6,4
Lk:40-54
Pr:38-47
Lk/pr:159400000

%
%
%
%
%
%
Ul

mm/jam
Ul

%
ul

Imunologi dan Serologi


Tanggal 15 Mei 2015 dari Ruang Nuri RSAM
Pemeriksaan
HbsAg
CD4

Hasil
21c/Ul

Normal
410-1.590c/Ul

Kimia darah
Tanggal 15 Mei 2015 dari Ruang Nuri RSAM
Pemeriksaan
SGOT
SGPT
Ureum
Kreatinin

Hasil
34
33
22
0,6

Normal
< 37
< 41
13-43
0,72-1,18

Satuan
U/L
U/L
Mg/dl
Mg/dl

Kimia Darah
Tanggal 18 Mei 2015 dari Ruang Nuri RSAM

10

Pemeriksaan
Natrium
Kalium
Kalsium
Klorida

Hasil
134
3,9
7,9
101

Normal
135-145
3,5-5,0
8,6-10
96-106

Satuan
mmol/L
mmol/L
mmol/L
mmol/L

F. RINGKASAN
Pasien datang dengan keluhan sakit kepala, lemas pada bagian lengan dan kaki
sebelah kiri sejak 1 bulan SMRS. Pasien juga mengeluhkan tidak dapat BAB
sejak 4 hari yang lalu. Sebelumnya pasien mengeluhkan demam dan setelah
diberikan paracetamol keluhan tidak dirasakan lagi. Pasien juga pernah
mengalami kejang-kejang dan koma selama 2 hari 2 malam. Pasien dipasang infus
namun bengkak saat dipasang. Riwayat penyakit lain sebelumnya disangkal,
terdapat penggunaan obat-obatan terlarang dengan jarum suntik. Pasien telah
melakukan pemeriksaan laboratorium berupa darah lengkap, tes HbsAg, CD4, tes
fungsi hati dan fungsi ginjal dan uji elektrolit.
Riwayat demam (+)
Riwayat merokok (+)
Riwayat penggunaan Obat-obatan terlarang (+)
Pada pemeriksaan fisik pasien didapatkan
Tekanan darah

: 100/60 mmHg

Nadi

: 108 x/menit

Suhu

: 35,9 C

Pernapasan

: 20 x/ menit

Kepala

: Normochepal, konjunctiva palpebra normal, sklera


anikterik, lidah terdapat leukoplakia.

Toraks

: Inspeksi

: hemitoraks simetris, ictus kordis (-),


retraksi (-)

Abdomen

Palpasi

: fremitus taktil normal

Perkusi

: sonor

Auskultasi

: vesikuler (+/+), ronkhi (-/-)

: Inspeksi

: Datar, lemas, bekas luka (+)

11

Palpasi

: Dinding perut : lemas, nyeri tekan (-)


Hati: tidak teraba
Limpa:tidak teraba
Ginjal : ballotement (-)

Perkusi

: Timpani.

Auskultasi : Bising usus (+) Normal


Ekstremitas

: akral hangat, edema (-)

Pada pemeriksaan hematologi didapatkan hemoglobin 11,4 gr/dl, leukosit


5.270/Ul, basofil 0, eosinofil 11, batang 2, segmen 53, imfosit 28, monosit 6,
hematokrit 34%, trombosit 337.000/Ul. Pada pemeriksaan imunologi dan serologi
didapatkan hasil HbsAg dan CD4 21c/Ul. Pada pemeriksaan kimia darah
didapatkan SGOT 34 U/L, SGPT 33 U/L, Ureum 22 mg/dl, Kreatinin 0,6 mg/dl,
natrium 134 mmol/L, kalium 3,9 mmol/L, kalsium 7,9 mmol/L dan klorida
101mmol/L.
G. DIAGNOSIS KERJA DAN DASAR DIAGNOSIS
1.

Diagnosis
B21 dengan Space Occupaying Lesions (SOL) dan kandidiasis oral.

2.

Dasar Diagnosa
- Sakit kepala
- Lemas pada bagian lengan dan kaki sebelah kiri
- Pernah mengalami kejang-kejang dan koma
- Riwayat demam (+)
- Riwayat merokok (+)
- Riwayat penggunaan Obat-obatan terlarang (+)
- Berat badan menurun
- Pada pemeriksaan fisik pasien ditemukan:

Tekanan darah

: 100/60 mmHg

Nadi

: 108 x/menit

Suhu

: 35,9 C

Pernapasan

: 20 x/ menit

12

Kepala

: Normochepal, konjunctiva palpebra normal, sklera


anikterik, lidah terdapat leukoplakia.

Toraks

: Inspeksi

: hemitoraks simetris, ictus kordis (-),


retraksi (-)

Abdomen

Palpasi

: fremitus taktil normal

Perkusi

: sonor

Auskultasi

: vesikuler (+/+), ronkhi (-/-)

: Inspeksi
Palpasi

: Datar, lemas, bekas luka (+)


: Dinding perut : lemas, nyeri tekan (-)
Hati: tidak teraba
Limpa:tidak teraba
Ginjal : ballotement (-)

Perkusi

: Timpani.

Auskultasi : Bising usus (+) Normal


Ekstremitas

: akral hangat, edema (-)

Pada pemeriksaan hematologi didapatkan hemoglobin 11,4 gr/dl, leukosit


5.270/Ul, basofil 0, eosinofil 11, batang 2, segmen 53, imfosit 28, monosit 6,
hematokrit 34%, trombosit 337.000/Ul.
Pada pemeriksaan imunologi dan serologi didapatkan hasil HbsAg dan CD4
21c/Ul.
Pada pemeriksaan kimia darah didapatkan SGOT 34 U/L, SGPT 33 U/L, Ureum
22 mg/dl, Kreatinin 0,6 mg/dl, natrium 134 mmol/L, kalium 3,9 mmol/L, kalsium
7,9 mmol/L dan klorida 101mmol/L.
H. DIAGNOSA DIFFERENTIAL
- AIDS
I. DASAR DIAGNOSA DIFFERENSIAL
Dasar DD didapatkan dari ananmenis berupa:
-

Badan terasa lemas


Nafsu makan berkurang

13

Penurunan berat badan

Dari pemeriksaan fisik berupa status gizi yang kurang, oral trush (+). Pada
pemeriksaan imunologi dan serologi didapatkan hasil CD4 21c/Ul.
J.

PEMERIKSAAN YANG DIANJURKAN

1.

Pemeriksaan VCT antibodi

K. RENCANA PENGELOLAAN
1.

Medikamentosa
- IVFD RL XX gtt /menit
- Paracetamol 3x500 mg
- Nistatin drops 4x1cc
- Kotrimoxazol 2x120 mg
- Neurodex 2x1
- Zidovudine+Lamivudine
- Nevirapine

L. PENCEGAHAN
Primer :
- Jaga pola makan
- Menjaga kebersihan diri
- Istirahat
Sekunder
- Minum obat sesuai aturan
Tersier
- Menjaga imunitas tubuh
- Minum air dengan cukup
M. PROGNOSIS
Qua at vitam

: Dubia ad malam

14

Qua at fungtionam

: Dubia ad malam

Qua at Sonation

: Dubia ad malam

15

Lembar follow up
Tanggal

Keluhan

Pemeriksaan

13 Mei
2015

Pasien datang
dengan
keluhan
lemas,mual (-)
sakit kepala
(+), BAB (+),
BAK (+)
Keluhan lemas
(+) , mual (-)
sakit kepala
(+) .pasien
mengeluhkan
kaki dan
tangan sebelah
kiri lemas
sudah
semalam .
BAK normal
BAB (-) sejak
3 hari yang
lalu . pasien
memiliki
riwayat
kejang-kejang
dan koma
selama 2hari 2
malam. Pasien
dipasang.
Pasien di
pasang infus
namun
bengkak saat
dipasang.
BAB cair
4x/hari, perut
terasa sakit
dan panas.
Sariawan di
lidah

Ku : TSS
Sens : Cm
Td : 120/80
Nadi:
60/menit
Rr: 20/.menit
T: 36,4
Ku : TSS
Sens : Cm
Td : 110/70
Nadi:
48x/menit
Rr: 18x/menit
T: 35

Rl XXgtt/menit
Paracetamol 3x1
Neurodex 3x1

RL ; D5 XX
stt/menit
Paracetamol
3x500mg
Nystatin drops
4x1cc
Kotrimoxazol 2x2
Ranitidine 2x1 tab
Neurodex 2x1 tab

Hb : 11,4
gr/dl, HT :
34%, leukosit
: 5270/UL ,
hitung jenis :
basophil 0,
eosinophil 11,
batang 2,
segmen 53,
limposit 28,
monosit 6,
trombosit
337.000/UL ,
Hbsag : (-),
SGOT 34,
SGPT 33,
ureum 22,
Creatinin
0.60 ,
pemeriksaan
CD4 : 21c/ul

Ku : TSR
Sens : Cm
Td : 100/70
Nadi:
68/menit
Rr: 16/menit
T: 36,3

Rl XXgtt/menit
Ranitidin amp/ 12
jam
New diatab 3x1
Cotrimoksazol 2x2
Dexanta syr 3x1
Ceftriaxon vial
2gr/12 jam

Na : 134,
kalium : 3,9 ,
ca : 7,9 ,
clorida : 101

15 Mei
2015

18 Mei
2015

tatalaksana

Pemeriksaan
penunjang
-

16

II. PENDAHULUAN
Acquired Immunodeficiency Syndrome atau Acquired Immune Deficiency
Syndrome (AIDS) adalah sekumpulan gejala dan infeksi atau sindrom yang timbul
karena rusaknya sistem kekebalan tubuh manusia akibat infeksi virus HIV atau
infeksi virus-virus lain yang dapat menurunkan system kekebalan tubuh. Virus
penyebabnya disebut Human Immunodeficiency Virus (HIV) yaitu virus yang
memperlemah kekebalan pada tubuh manusia. Orang yang terkena virus ini akan
menjadi rentan terhadap infeksi oportunistik ataupun mudah terkena tumor.
Meskipun penanganan yang telah ada dapat memperlambat laju perkembangan
virus, namun penyakit ini belum benar-benar bisa disembuhkan.
HIV/AIDS merupakan salah satu masalah kesehatan di dunia, khususnya di
Indonesia. Jumlah kasus HIV/AIDS terus meningkat dari tahun ke tahun. Menurut
Laporan Surveilans Kemenkes RI, dari bulan Januari sampai dengan bulan Juni
2011 terdapat 2.352 kasus HIV/AIDS baru dengan total pengidap 26.483 orang.
Mayoritas kasus HIV/AIDS adalah dari golongan dewasa muda, yaitu dari
golongan umur 20-29 tahun, dengan jumlah 46,4 persen dari total penderita. Bali
menempati urutan kedua prevalensi AIDS di Indonesia dengan angka 48,29 per
100.000 penduduk.
Secara umum, penanganan HIV/AIDS dibagi menjadi empat kategori, yaitu
vaksin, inhibitor entri makromolekular HIV, obat antiretroviral dan terapi berbasis
asam nukleat. Akan tetapi, HIV tidak dapat disembuhkan karena tidak ada obat
yang dapat sepenuhnya menyembuhkan HIV/AIDS. Perkembangan penyakit
dapat diperlambat namun tidak dapat dihentikan sepenuhnya. Kombinasi yang
tepat antara berbagai obat-obatan antiretroviral dapat memperlambat kerusakan
yang diakibatkan oleh HIV pada sistem kekebalan tubuh dan menunda awal
terjadinya AIDS.

III. TINJAUAN PUSTAKA


A. HIV
Human Immunodeficiency Virus (HIV) yaitu virus yang memperlemah
kekebalan pada tubuh manusia. Orang yang terkena virus ini akan menjadi
rentan terhadap infeksi oportunistik ataupun mudah terkena tumor. Meskipun
penanganan yang telah ada dapat memperlambat laju perkembangan virus,
namun penyakit ini belum benar-benar bisa disembuhkan.2
Human Immunodeficiency Virus (HIV) dan virus-virus sejenisnya umumnya
ditularkan melalui kontak langsung antara lapisan kulit dalam (membran
mukosa) atau aliran darah, dengan cairan tubuh yang mengandung HIV,
seperti darah, air mani, cairan vagina, cairan preseminal, dan air susu ibu.
Penularan dapat terjadi melalui hubungan intim (vaginal, anal, ataupun oral),
transfusi darah, jarum suntik yang terkontaminasi, antara ibu dan bayi selama
kehamilan, bersalin, atau menyusui, serta bentuk kontak lainnya dengan
cairan-cairan tubuh tersebut.
Berdasarkan laporan Departemen Kesehatan, terjadi laju peningkatan kasus
baru AIDS yang semakin cepat terutama dalam 3 tahun terakhir dimana
terjadi kenaikan tiga kali lipat dibanding jumlah yang pernah dilaporkan pada
15 tahun pertama epidemi AIDS di Indonesia. Dalam 10 tahun terakhir terjadi
laju peningkatan jumlah kumulatif kasus AIDS dimana pada tahun 1999
terdapat 352 kasus dan data tahun 2008 jumlah tersebut telah mencapai angka
16.110 kasus.
HIV adalah virus sitopatik yang diklasifikasikan dalam famili Retroviridae,
subfamili Lentivirinae, genus Lentivirus. HIV termasuk virus RNA dengan
berat molekul 9,7 kb (kilobases). Jenis virus RNA dalam proses replikasinya
harus membuat sebuah salinan DNA dari RNA yang ada di dalam virus. Gen
DNA tersebut yang memungkinkan virus untuk bereplikasi. Seperti halnya
18

virus yang lain, HIV hanya dapat bereplikasi di dalam sel pejantan. HIV
merupakan virus yang memiliki selubung virus (envelope), mengandung dua
kopi genomik RNA virus yang terdapat di dalam inti. Di dalam inti virus juga
terdapat enzim-enzim yang digunakan untuk membuat salinan RNA, yang
diperlukan untuk replikasi HIV yakni antara lain: reverse transcriptase,
integrase, dan protease. RNA diliputi oleh kapsul berbentuk kerucut terdiri
atas sekitar 2000 kopi p24 protein virus.
Secara ringkas perjalanan infeksi HIV dapat dijelaskan dalam tiga fase. Fase
tersebut adalah fase infeksi akut (Sindroma Retroviral Akut), fase infeksi
laten, dan fase infeksi kronis.
Pada fase infeksi akut (Sindroma Retroviral Akut), keadaan ini disebut juga
infeksi primer HIV. Sindroma akut yang terkait dengan infeksi primer HIV ini
ditandai oleh proses replikasi yang menghasilkan virus-virus baru (virion)
dalam jumlah yang besar. Virus yang dihasilkan dapat terdeteksi dalam darah
dalam waktu sekitar tiga minggu setelah terjadinya infeksi. Pada periode ini
protein virus dan virus yang infeksius dapat dideteksi dalam plasma dan juga
cairan serebrospinal, jumlah virion di dalam plasma dapat mencapai 106
hingga 107 per mililiter plasma. Viremia oleh karena replikasi virus dalam
jumlah yang besar akan memicu timbulnya sindroma infeksi akut dengan
gejala yang mirip infeksi mononukleosis akut yakni antara lain: demam,
limfadenopati, bercak pada kulit, faringitis, malaise, dan mual muntah, yang
timbul sekitar 36 minggu setelah infeksi. Pada fase ini selanjutnya akan
terjadi penurunan sel limfosit T-CD4 yang signifikan sekitar 28 minggu
pertama infeksi primer HIV, dan kemudian terjadi kenaikan limfosit T karena
mulai terjadi respons imun. Jumlah limfosit T pada fase ini masih diatas 500
sel/mm3 dan kemudian akan mengalami penurunan setelah enam minggu
terinfeksi HIV.
Setelah terjadi infeksi primer HIV akan timbul respons imun spesifik tubuh
terhadap virus HIV. Sel sitotoksik B dan limfosit T memberikan perlawanan

19

yang kuat terhadap virus sehingga sebagian besar virus hilang dari sirkulasi
sistemik. Sesudah terjadi peningkatan respons imun seluler, akan terjadi
peningkatan antibodi sebagai respons imun humoral. Selama periode
terjadinya respons imun yang kuat, lebih dari 10 milyar HIV baru dihasilkan
tiap harinya, namun dengan cepat virus-virus tersebut dihancurkan oleh
sistem imun tubuh dan hanya memiliki waktu paruh sekitar 56 jam.
Meskipun di dalam darah dapat dideteksi partikel virus hingga 108 per ml
darah, akan tetapi jumlah partikel virus yang infeksius hanya didapatkan
dalam jumlah yang lebih sedikit, hal ini menunjukkan bahwa sejumlah besar
virus telah berhasil dihancurkan.
Pembentukan respons imun spesifik terhadap HIV menyebabkan virus dapat
dikendalikan, jumlah virus dalam darah menurun dan perjalanan infeksi mulai
memasuki fase laten. Namun demikian sebagian virus masih menetap di
dalam tubuh, meskipun jarang ditemukan di dalam plasma, virus terutama
terakumulasi di dalam kelenjar limfe, terperangkap di dalam sel dendritik
folikuler, dan masih terus mengadakan replikasi. Sehingga penurunan limfosit
T-CD4 terus terjadi walaupun virion di plasma jumlahnya sedikit. Pada fase
ini jumlah limfosit T-CD4 menurun hingga sekitar 500 sampai 200 sel/mm 3.
Jumlah virus, setelah mencapai jumlah tertinggi pada awal fase infeksi
primer, akan mencapai jumlah pada titik tertentu atau mencapai suatu "set
point" selama fase laten. Set point ini dapat memprediksi onset waktu
terjadinya penyakit AIDS. Dengan jumlah virus kurang dari 1000 kopi/ml
darah, penyakit AIDS kemungkinan akan terjadi dengan periode laten lebih
dari 10 tahun. Sedangkan jika jumlah virus kurang dari 200 kopi/ml, infeksi
HIV tidak mengarah menjadi penyakit AIDS. Sebagian besar pasien dengan
jumlah virus lebih dari 100.000 kopi/ml, mengalami penurunan jumlah
limfosit T-CD4 yang lebih cepat dan mengalami perkembangan menjadi
penyakit AIDS dalam kurun waktu kurang dari 10 tahun. Sejumlah pasien
yang belum mendapatkan terapi memiliki jumlah virus antara 10.000 hingga
100.000 kopi/ml pada fase infeksi laten. Pada fase ini pasien umumnya belum
menunjukkan gejala klinis atau asimtomatis. Fase laten berlangsung sekitar

20

810 tahun (dapat 3-13 tahun) setelah terinfeksi HIV.


Selama berlangsungnya fase fase infeksi kronis, di dalam kelenjar limfa terus
terjadi replikasi virus yang diikuti dengan kerusakan dan kematian sel
dendritik folikuler serta sel limfosit T-CD4 yang menjadi target utama dari
virus HIV oleh karena banyaknya jumlah virus. Fungsi kelenjar limfa sebagai
perangkap virus menurun atau bahkan hilang dan virus dicurahkan ke dalam
darah. Pada fase ini terjadi peningkatan jumlah virion secara berlebihan di
dalam sirkulasi sistemik. respons imun tidak mampu mengatasi jumlah virion
yang sangat besar. Jumlah sel limfosit T-CD4 menurun hingga dibawah 200
sel/mm3, jumlah virus meningkat dengan cepat sedangkan respons imun
semakin tertekan sehingga pasien semakin rentan terhadap berbagai macam
infeksi sekunder yang dapat disebabkan oleh virus, jamur, protozoa atau
bakteri. Perjalanan infeksi semakin progresif yang mendorong ke arah AIDS.
Setelah terjadi AIDS pasien jarang bertahan hidup lebih dari dua tahun tanpa
intervensi terapi. Infeksi sekunder yang sering menyertai antara lain:
pneumonia yang disebabkan Pneumocytis carinii, tuberkulosis, sepsis,
toksoplasmosis ensefalitis, diare akibat kriptosporidiasis, infeksi virus
sitomegalo, infeksi virus herpes, kandidiasis esofagus, kandidiasis trakea,
kandidiasis bronkhus atau paru serta infeksi jamur jenis lain misalnya
histoplasmosis dan koksidiodomikosis. Kadangkadang juga ditemukan
beberapa jenis kanker yaitu, kanker kelenjar getah bening dan kanker
sarkoma Kaposi's.
Selain tiga fase tersebut di atas, pada perjalanan infeksi HIV terdapat periode
masa jendela atau "window period" yaitu, periode saat pemeriksaan tes
antibodi terhadap HIV masih menunjukkan hasil negatif walaupun virus
sudah ada dalam darah pasien yang terinfeksi HIV dengan jumlah yang
banyak. Antibodi yang terbentuk belum cukup terdeteksi melalui pemeriksaan
laboratorium oleh karena kadarnya belum memadai. Periode ini dapat
berlangsung selama enam bulan sebelum terjadi serokonversi yang positif,
meskipun antibodi terhadap HIV dapat mulai terdeteksi 36 minggu hingga

21

12 minggu setelah infeksi primer. Periode jendela sangat penting diperhatikan


karena pada periode jendela ini pasien sudah mampu dan potensial
menularkan HIV kepada orang lain.
B. Penegakkan Diagnosis HIV
Anamnesis
Anamnesis yang lengkap termasuk risiko pajanan HIV, pemeriksaan fisik,
pemeriksaan laboratorium, dan konseling perlu dilakukan pada setiap ODHA
saat kunjungan pertama kali ke sarana kesehatan. Hal ini dimaksudkan untuk
menegakkan diagnosis, diperolehnya data dasar mengenai pemeriksaan fisik
dan laboratorium, memastikan pasien memahami tentang infeksi HIV, dan
untuk menentukan tata laksana selanjutnya. Dari Anamnesis, perlu digali
faktor resiko HIV AIDS, Berikut ini mencantumkan, daftar tilik riwayat
penyakit pasien dengan tersangka ODHA.
Tabel 1. Faktor risiko infeksi HIV
- Penjaja seks laki-laki atau perempuan
- Pengguna napza suntik (dahulu atau sekarang)
- Laki-laki yang berhubungan seks dengan sesama laki-laki (LSL)
dan transgender (waria)
- Pernah berhubungan seks tanpa pelindung dengan penjaja seks
komersial
- Pernah atau sedang mengidap penyakit infeksi menular seksual
(IMS)
- Pernah mendapatkan transfusi darah atau resipient produk darah
- Suntikan, tato, tindik, dengan menggunakan alat non steril.

22

Tabel 2. Daftar riwayat pasien HIV

Pemeriksaan fisik
Daftar pemeriksaan fisik pada pasien dengan kecurigaan infeksi HIV dapat
dilihat pada tabel berikut.

23

Tabel 3. Daftar pemeriksaan fisik pasien dengan HIV

Pemeriksaan penunjang
Untuk memastikan diagnosis terinfeksi HIV, dilakukan dengan pemeriksaan
laboratorium yang tepat. Pemeriksaan dapat dilakukan antara lain dengan
pemeriksaan antibodi terhadap HIV, deteksi virus atau komponen virus HIV
(umumnya DNA atau RNA virus) di dalam tubuh yakni melalui pemeriksaan
24

PCR untuk menentukan viral load, dan tes hitung jumlah limfosit Sedangkan
untuk kepentingan surveilans, diagnosis HIV ditegakkan apabila terdapat
infeksi oportunistik atau limfosit CD4+ kurang dari 200 sel/mm 3 seperti
dalam tabel berikut ini.
Tabel 4. Anjuran pemeriksaan laboratorium yang perlu dilakukan pada
ODHA
Tes antibodi terhadap HIV (AI);
Tes Hitung jumlah sel T CD4 T (AI);
HIV RNA plasma (viral load) (AI);
Pemeriksaan darah perifer lengkap, profil kimia, SGOT, SGPT, BUN dan
kreatinin, urinalisis, tes mantux, serologi hepatitis A, B, dan C, antiToxoplasma gondii IgG, dan pemeriksaan Pap-smear pada perempuan
(AIII);
Pemeriksaan kadar gula darah puasa dan profil lipid pada pasien dengan
risiko penyakit kardiovaskular dan sebagai penilaian awal sebelum inisasi
kombinasi terapi (AIII);
Pemeriksaan anti HIV dilakukan setelah dilakukan konseling pra-tes dan
biasanya dilakukan jika ada riwayat perilaku risiko (terutama hubungan seks
yang tidak aman atau penggunaan narkotika suntikan). Tes HIV juga dapat
ditawarkan pada mereka dengan infeksi menular seksual, hamil, mengalami
tuberkulosis aktif, serta gejala dan tanda yang mengarah adanya infeksi HIV.
Hasil pemeriksaan pada akhirnya akan diberitahukan, untuk itu, konseling
pasca tes juga diperlukan. Jadi, pemeriksaan HIV sebaiknya dilakukan
dengan memenuhi 3C yakni confidential (rahasia), disertai dengan
counselling (konseling), dan hanya dilakukan dengan informed consent.
Tes penyaring standar anti-HIV menggunakan metode ELISA yang memiliki
sensitivitas tinggi (> 99%). Jika pemeriksaan penyaring ini menyatakan hasil
yang reaktif, maka pemeriksaan dapat dilanjutkan dengan pemeriksaan
konfirmasi untuk memastikan adanya infeksi oleh HIV. Uji konfirmasi yang
sering dilakukan saat ini adalah dengan teknik Western Blot (WB). Hasil tes
positif palsu dapat disebabkan adanya otoantibodi, penerima vaksin HIV, dan
kesalahan teknik pemeriksaan. Hasil tes positif pada bayi yang lahir dari ibu
HIV positif belum tentu berarti tertular mengingat adanya IgG terhadap HIV

25

yang berasal dari darah ibu. IgG ini dapat bertahan selama 18 bulan sehingga
pada kondisi ini, tes perlu diulang pada usia anak > 18 bulan.
Hasil tes dinyatakan positif bila tes penyaring dua kali positif ditambah
dengan tes konfirmasi dengan WB positif. Di negara-negara berkembang
termasuk Indonesia, pemeriksaan WB masih relatif mahal sehingga tidak
mungkin dilakukan secara rutin. WHO menganjurkan strategi pemeriksaan
dengan kombinasi dari pemeriksaan penyaring yang tidak melibatkan
pemeriksaan WB sebagai konfirmasi. Di Indonesia, kombinasi yang
digunakan

adalah

tiga

kali

positif

pemeriksaan

penyaring

dengan

menggunakan strategi 3. Bila hasil tes tidak sama missal hasil tes pertama
reaktif, tes kedua reaktif, dan yang ketiga non-reaktif atau apabila hasil tes
pertama reaktif, kedua dan ketiga non-reaktif, maka keadaan ini disebut
sebagai indeterminate dengan catatan orang tersebut memiliki riwayat
pajanan atau berisiko tinggi tertular HIV. Bila orang tersebut tanpa riwayat
pajanan atau tidak memiliki risiko tertular, maka hasil pemeriksaan
dilaporkan sebagai non-reaktif.
Tabel 5. Alogaritma pemeriksaan HIV

26

Penilaian Klinis
Penilaian klinis yang perlu dilakukan setelah diagnosis HIV ditegakkan
meliputi penentuan stadium klinis infeksi HIV, mengidentifikasi penyakit
yang berhubungan dengan HIV di masa lalu, mengidentifikasi penyakit yang
terkait dengan HIV saat ini yang membutuhkan pengobatan, mengidentifikasi
kebutuhan terapi ARV dan infeksi oportunistik, serta mengidentifikasi
pengobatan lain yang sedang dijalani yang dapat mempengaruhi pemilihan
terapi.
Stadium Klinis
WHO membagi HIV/AIDS menjadi empat stadium klinis yakni stadium I
(asimtomatik), stadium II (sakit ringan), stadium III (sakit sedang), dan
stadium IV (sakit berat atau AIDS). Bersama dengan hasil pemeriksaan
jumlah sel T CD4, stadium klinis ini dapat dijadikan sebagai panduan untuk
memulai terapi profilaksis infeksi oportunistik dan memulai atau mengubah
terapi ARV.
AIDS merupakan manifestasi lanjutan HIV. Selama stadium individu bisa
saja merasa sehat dan tidak curiga bahwa mereka penderita penyakit. Pada
stadium lanjut, system imun individu tidak mampu lagi menghadapi infeksi
Opportunistik dan mereka terus menerus menderita penyakit minor dan
mayor Karen tubuhnya tidak mampu memberikan pelayanan.
Angka infeksi pada bayi sekitar 1 dalam 6 bayi. Pada awal terinfeksi,
memang tidak memperlihatkan gejala-gejala khusus. Namun beberapa
minggu kemudian orang tua yang terinfeksi HIV akan terserang penyakit
ringan sehari-hari seperti flu dan diare. Penderita AIDS dari luar tampak
sehat. Pada tahun ke 3-4 penderita tidak memperlihatkan gejala yang khas.
Sesudah tahun ke 5-6 mulai timbul diare berulang, penurunan berat badan

27

secara mendadak, sering sariawan di mulut dan terjadi pembengkakan


didaerah kelenjar getah bening. Jika diuraikan tanpa penanganan medis,
gejala PMS akan berakibat fatal.
Infeksi HIV memberikan gambaran klinik yang tidak spesifik dengan
spectrum yang lebar, mulai dari infeksi tanpa gejala (asimtomatif) pada
stadium awal sampai dengan gejala-gejala yang berat pada stadium yang
lebih lanjut. Perjalanan penyakit lambat dan gejala-gejala AIDS rata-rata baru
timbul 10 tahun sesudah infeksi, bahkan dapat lebih lama lagi.
Faktor-faktor yang mempengaruhi berkembangnya HIV menjadi AIDS belum
diketahui jelas. Diperkirakan infeksi HIV yang berulang ulang dan
pemaparan terhadap infeksi-infeksi lain mempengaruhi perkembangan kearah
AIDS. Menurunnya hitungan sel CDA di bawah 200/ml menunjukkan
perkembangan yang semakin buruk. Keadaan yang buruk juga ditunjukkan
oleh peningkatan B2 mikro globulin dan juga peningkatan I9A.
Perjalan klinik infeksi HIV telah ditemukan beberapa klasifikasi yaitu:
a.

Infeksi Akut : CD4 : 750 1000


Gejala infeksi akut biasanya timbul sedudah masa inkubasi selama 1-3
bulan. Gejala yang timbul umumnya seperti influenza, demam, atralgia,
anereksia, malaise, gejala kulit (bercak-bercak merah, urtikarta), gejala
syaraf (sakit kepada, nyeri retrobulber, gangguan kognitif danapektif),
gangguan gas trointestinal (nausea, diare). Pada fase ini penyakit
tersebut sangat menular karena terjadi viremia. Gejala tersebut diatas
merupakan reaksi tubuh terhadap masuknya unis yang berlangsung
kira-kira 1-2 minggu.

b.

Infeksi Kronis Asimtomatik : CD4 > 500/ml


Setelah infeksi akut berlalu maka selama bertahun-tahun kemudian,
umumnya sekitar 5 tahun, keadaan penderita tampak baik saja,
meskipun sebenarnya terjadi replikasi virus secara lambat di dalam
tubuh. Beberapa penderita mengalami pembengkakan kelenjar lomfe

28

menyeluruh, disebut limfa denopatio (LEP), meskipun ini bukanlah hal


yang bersifat prognostic dan tidak terpengaruh bagi hidup penderita.
Saat ini sudah mulai terjadi penurunan jumlah sel CD4 sebagai
petunjuk menurunnya kekebalan tubuh penderita, tetapi masih pada
tingkat 500/ml.
c.

Infeksi Kronis Simtomatik


Fase ini dimulai rata-rata sesudah 5 tahun terkena infeksi HIV. Berbagai
gejala penyakit ringan atau lebih berat timbul pada fase ini, tergantung
pada tingkat imunitas pemderita.
1)

Penurunan Imunitas sedang : CD4 200 500


Pada awal sub-fase ini timbul penyakit-penyakit yang lebih ringan
misalnya reaktivasi dari herpes zoster atau herpes simpleks.
Namun dapat sembuh total atau hanya dengan pengobatan biasa.
Keganasan juga dapat timbul pada fase yang lebih lanjut dari subfase ini dan dapat berlanjut ke sub fase berikutnya, demikian juga
yang disebut AIDS-Related (ARC).

2)

Penurunan Imunitas berat : CD4 < 200


Pada sub fase ini terjadi infeksi oportunistik berat yang sering
mengancam jiwa penderita. Keganasan juga timbul pada sub fase
ini, meskipun sering pada fase yang lebih awal. Viremia terjadi
untuk kedua kalinya dan telah dikatakan tubuh sudah dalam
kehilangan kekebalannya.
Sindrom klinis stadium simptomatik yang utama:

Limfadenopati Generalisata yang menetap

Gejala konstutional: Demam yang menetap > 1 bulan,


penurunan BB involunter > 10% dari nilai basal, dan diare >1
bulan tanpa penyebab jelas.

Kelainan neurologis: Ensefalopati HIV, limfoma SSP primer,


meningitis aseptik, mielopati, neuropati perifer, miopati.

29

Penyakit infeksiosa sekunder: pneumonia, Candida albicans,


M. Tuberculosis, Cryptococcus neoformans, Toxxoplasma
gondii, Virus Herpes simpleks

Neoplasma Sekunder: Sarkoma Kaposi (kulit dan viseral),


neoplasma limfoid

Kelainan lain: Sindrom spesifik organ sebagai manifestasi


prmer penderita TB atau komplikasi

Untuk memastikan apakah seseorang kemasukan virus HIV, ia harus


memeriksakan darahnya dengan tes khusus dan berkonsultasi dengan dokter.
Jika dia positif mengidap AIDS, maka akan timbul gejala-gejala yang disebut
degnan ARC (AIDS Relative Complex) Adapun gejala-gejala yang biasa
nampak pada penderita AIDS adalah:
a. Dicurigai AIDS pada orang dewasa bila ada paling sedikit dua gejala
mayor dan satu gejala minor dan tidak ada sebab-sebab imunosupresi yang
lain seperti kanker,malnutrisi berat atau pemakaian kortikosteroid yang
lama.
1.

Gejala Mayor
Penurunan berat badan lebih dari 10%
Diare kronik lebih dari satu bulan
Demam lebih dari satu bulan

2.

Gejala Minor
Batuk lebih dari satu bulan
Dermatitis preuritik umum
Herpes zoster recurrens
Kandidias orofaring
Limfadenopati generalisata
Herpes simplek diseminata yang kronik progresif

b. Dicurigai AIDS pada anak. Bila terdapat palinh sedikit dua gejala mayor
dan dua gejala minor, dan tidak terdapat sebab sebab imunosupresi
yang lain seperti kanker, malnutrisi berat, pemakaian kortikosteroid yang

30

lama atau etiologi lain.


1.

Gejala Mayor
Penurunan berat badan atau pertmbuhan yang lambat dan abnormal
Diare kronik lebih dari 1 bulan
Demam lebih dari1 bulan

2.

Gejala minor
Limfadenopati generalisata
Kandidiasis oro-faring
Infeksi umum yang berulang
Batuk parsisten
Dermatitis

Penilaian Imunologi
Tes hitung jumlah sel T CD4 merupakan cara yang terpercaya dalam menilai
status imunitas ODHA dan memudahkan kita untuk mengambil keputusan
dalam memberikan pengobatan ARV. Tes CD4 ini juga digunakan sebagai
pemantau respon terapi ARV. Namun yang penting diingat bahwa meski tes
CD4 dianjurkan, bilamana tidak tersedia, hal ini tidak boleh menjadi
penghalang atau menunda pemberian terapi ARV. CD4 juga digunakan
sebagai pemantau respon terapi ARV. Pemeriksaan jumlah limfosit total
(Total Lymphocyte Count TLC) dapat digunakan sebagai indikator fungsi
imunitas jika tes CD4 tidak tersedia namun TLC tidak dianjurkan untuk
menilai respon terapi ARV atau sebagai dasar menentukan kegagalan terapi
ARV.
Tabel 6. Stadium klinis HIV
Stadium 1 Asimptomatik
Tidak ada penurunan berat badan
Tidak ada gejala atau hanya : Limfadenopati Generalisata Persisten
Stadium 2 Sakit ringan

31

Penurunan BB 5-10%
ISPA berulang, misalnya sinusitis atau otitis
Herpes zoster dalam 5 tahun terakhir
Luka di sekitar bibir (keilitis angularis)
Ulkus mulut berulang
Ruam kulit yang gatal (seboroik atau prurigo -PPE)
Dermatitis seboroik
Infeksi jamur kuku
Stadium 3 Sakit sedang
Penurunan berat badan > 10%
Diare, Demam yang tidak diketahui penyebabnya, lebih dari 1 bulan
Kandidosis oral atau vaginal
Oral hairy leukoplakia
TB Paru dalam 1 tahun terakhir
Infeksi bakterial yang berat (pneumoni, piomiositis, dll)
TB limfadenopati
Gingivitis/Periodontitis ulseratif nekrotikan akut
Anemia (Hb <8 g%), netropenia (<5000/ml), trombositopeni kronis
(<50.000/ml)
Stadium 4 Sakit berat (AIDS)
Sindroma wasting HIV
Pneumonia pnemosistis*, Pnemoni bakterial yang berat berulang
Herpes Simpleks ulseratif lebih dari satu bulan.
Kandidosis esophageal
TB Extraparu*
Sarkoma kaposi
Retinitis CMV*
Abses otak Toksoplasmosis*
Encefalopati HIV
Meningitis Kriptokokus*
Infeksi mikobakteria non-TB meluas

C. Penatalaksanaan HIV
Untuk memulai terapi antiretroviral perlu dilakukan pemeriksaan jumlah CD4
(dan penentuan stadium klinis. Berikut ini adalah rekomendasi cara memulai
terapi ARV pada Orang Dengan HIV/AIDS (ODHA) dewasa.

32

Infeksi oportunistik dan penyakit terkait HIV lainnya yang perlu pengobatan
atau diredakan sebelum terapi ARV dapat dilihat dalam tabel di bawah ini.

Paduan ARV Lini Pertama yang Dianjurkan


Pemerintah menetapkan paduan yang digunakan dalam pengobatan ARV
berdasarkan pada 5 aspek yaitu:
Efektivitas
Efek samping / toksisitas
Interaksi obat
Kepatuhan
Harga obat
Prinsip dalam pemberian ARV adalah
1. Paduan obat ARV harus menggunakan 3 jenis obat yang terserap dan
berada dalam dosis terapeutik. Prinsip tersebut untuk menjamin
efektivitas penggunaan obat.
33

2. Membantu pasien agar patuh minum obat antara lain dengan mendekatkan
akses pelayanan ARV .
3. Menjaga kesinambungan ketersediaan obat ARV dengan menerapkan
manajemen logistik yang baik
Paduan yang ditetapkan oleh pemerintah untuk lini pertama adalah:

2NRTI + 1 NNRTI

Efek Samping Terapi ARV


Obat
Zidovudin

Efek Samping
Supressi sum sum tulang
Anemia

makrositi

Substitusi
Jika digunakan pada terapi

atau lini pertama, TDF (atau

neutropenia

d4T jika tidka ada pilihan

Intoleransi gastrointertinal, lain)


sakit

kepala,

insomnia, Jika digunakan pada terapi

asthenia

lini kedua, d4T

Pigmentasi kulit dan kuku


Asidosis
Stavudin

laktat

steatosis hepatic
Pancreatitis,

dengan
neuropati AZT dan TDF

perifer, asidosis laktat denga


steatosis hepatitis (jarang),
Lamivudin

lipotrofi
Toksisitas renda
Asidosis

Abacavir

laktat

_
dengan

steatoses hepatitis (jarang)


Reaksi
hipersensitivitas AZT atau TDF
34

(dapat fatal),
Demam, ruam kelelahan,
mul muntah, tidak napsu
makan
Gangguan pernapasan (sakit
tenggorok, batuk)
Asidosis
Tenofovir

laktat

dengan

steatosis hepatitis (jarang)


Asthenia, sakit kepala, Jika digunakan pada lini
diare, mual muntah, sering pertama AZR (atau d4t jika
buang

angin,

insufisiensi tiada pilihan)

ginjal, sindroma fanconi

Jika digunakan pada lini

Osteomalasia

kedua,

Penurunan densittas tulang

Secara

Hepatitis eksaserbasi akut kesehatan


berat

pada

pasein
B

masyarakat,

HIV makan tidak ada pilihan

dengan koinfeksi
Hepatitis

pendekatan

lain jika pasien telah gagal


yang AZT/d4t pada terapi lini

menghentikan TDF

pertama,
Jika

kemungkinan

dipertimbangkan

merujik

ke tingkat perawatan yang


lebih tinggi dimana terapi
Emtricitabine Ditoleransi dengan baik
Nevarapin
Reaksi hipersensitivitas

individual tersedia.
EFV

Sindroma steven-johnson

Bpi jika tidak toleransi

Ruam

terhadap kedua NNRTI

Toksisitas hepar

Tiga NNRTI jika tidak ada

Ritonavir

Hiperlipidemia
Hiperlipidemia

pilihan lain.
Jika digunakan pada lini

Lopinavir

kedua.
Intoleransi gastrointertinal, Jika digunakna pada lini
mual,

pancreatitis, kedua.

35

hiperglikemial, pemindahan
lemak
Efavirenz

dan

lipid
Reaksi

abnormalitas

hipersensitivitas NVP

sindroma steven-johnson

Bpi

Ruam

terhadap kedia NRTI

Toksisitas hepar

Tiga NRTI jika tidak ada

Toksisitas
pusat

sisterm

yang

persisten

berat

(depresi

jika

tidak

toleran

saraf pilihan lain.


dan
dan

pusing)
Hiperlipidemia
Ginekomastia (pada lakilaki)
Kemungkinan

efek

teratogenik (pada kehamilan


trimester

pertama

wanita

yang

mengganggu

atau
tidak

kontrasepsi

yang adekuat)

36

IV. ANALISIS KASUS


1.

Apakah diagnosis dan penatalaksanaan pada pasien ini sudah tepat


Pasien laki-laki usia 32 tahun datang dengan keluhan sakit kepala, lemas pada
bagian lengan dan kaki sebelah kiri sejak 1 bulan SMRS. Terjadi penurunan
berat badan selama 1,5 bulan. Sebelumnya pasien mengeluhkan demam yang
hilang timbul dan setelah diberikan paracetamol keluhan tidak dirasakan lagi.
Terdapat riwayat penggunaan obat-obatan terlarang dengan jarum suntik dan
tattoo pada lengan tangan pasien. dari riwayat diatas dapat disimpulkan pasien
dengan diagnosa susp. HIV.
a. Pasien didiagnosis dengan HIV. Diagnosis ini ditegakkan sementara
karena dari anamnesis nya didapatkan penurunan berat badan dan demam
yang hilang timbul. pasien juga memiliki riwayat penggunaan obat-obatan
terlarang dan terdapat tattoo pada lengan tangan pasien .
Faktor risiko infeksi HIV
- Penjaja seks laki-laki atau perempuan
- Pengguna napza suntik (dahulu atau sekarang)
- Laki-laki yang berhubungan seks dengan sesama laki-laki (LSL)
dan transgender (waria)
- Pernah berhubungan seks tanpa pelindung dengan penjaja seks
komersial
- Pernah atau sedang mengidap penyakit infeksi menular seksual
(IMS)
- Pernah mendapatkan transfusi darah atau resipient produk darah
- Suntikan, tato, tindik, dengan menggunakan alat non steril.

37

Pada tanggal 13 mei 2015 pasien diberikan tatalaksana dengan


Rl XXgtt/menit
Paracetamol 3x1
Neurodex 3x1
Pemberian Paracetamol
Diindikasikan untuk mengurangi rasa nyeri sakit kepala, sakit gigi, nyeri
otot, menurunkan demam yang menyertai flu/influenza.
Efek samping paracetamol yaitu reaksi hipersensitifitas, perdarahan
saluran cerna.dalam jangka panjang mengakibatkan Gangguan fungsi hati.
Pemberian neurodex
Indikasi untuk kekurangan vit B1, B6 dan B12
Fungsi vit B1 adalah sebagai fungsi untuk mengatur dan menjaga
keseimbangan air didalam proses pencernaan dalam tubuh. akibat
kekurangan vitamin B1 yaitu neuritis, beri-beri, nafsu makan menurun,
gangguan metabolisme karbohidrat menurun.
Akibat kekurangan vit B6 adalah gangguan pada pembentukan sel-sel
darah merah, anemia, sembelit dan dermatitis. Sedangkan akibat
kekurangan vit B12 yaitu kekurangan zat besi dalam darah mengakibatkan
anemia.
Pada tanggal 15 mei 2015, pemberian obat Paracetamol 3x500mg,
Nystatin drops 4x1cc, Kotrimoxazol 2x2, Ranitidine 2x1 tab, Neurodex
2x1 tab
Pemberian cotrimoksazol harian untuk orang dewasa adalah 960 mg, 2
kali sehari. Cotrimoxazole adalah antibiotik yang merupakan kombinasi
Sulfamethoxazole dan Trimethoprim dengan perbandingan 5:1. Kombinasi
tersebut mempunyai aktivitas bakterisid yang besar karena menghambat
pada dua tahap sintesis asam nukleat dan protein yang sangat esensial
untuk mikroorganisme. Cotrimoxazole mempunyai spektrum aktivitas luas
dan efektif terhadap bakteri gram-positif dan gram-negatif, misalnya
38

Streptococci,

Staphylococci,

Pneumococci,

Neisseria,

Bordetella.

Klebsiella, Shigella dan Vibrio cholerae. Cotrimoxazole juga efektif


terhadap bakteri yang resisten terhadap antibakteri lain seperti H.
influenzae, E. coli. P. mirabilis, P. vulgaris dan berbagai strain
Staphylococcus.
Indikasi
-

Infeksi saluran kemih dan kelamin yang disebabkan oleh E. coli.


Klebsiella sp, Enterobacter sp, Morganella morganii, Proteus
mirabilis, Proteus vulgaris.

Otitis media akut yang disebabkan Streptococcus pneumoniae,


Haemophilus influenzae.

Infeksi saluran pernafasan bagian atas dan bronchitis kronis yang


disebabkan Streptococcus pneumoniae, Haemophilus influenzae.

Enteritis yang disebabkan Shigella flexneri, Shigella sonnei.

Pneumonia yang disebabkan Pneumocystis carinii.

Diare yang disebabkan oleh E. coli.

Efek samping
-

Efek samping jarang terjadi pada umumnya ringan, seperti reaksi


hipersensitif/alergi, ruam kulit, sakit kepala dan gangguan pencernaan
misalnya mual, muntah dan diare.

Leukopenia,

trombositopenia,

agranulositosis,

anemia

aplastik,

diskrasia darah.
-

Walaupun sifatnya jarang dapat terjadi reaksi hipersensitivitas yang


fatal pada kulit atau darah seperti sindrom Steven Johnson, toxic
epidermal, necrosis fulminant, hepatic necrosis dan diskrasia darah
lainnya.

Ranitidin merupakan menghambat reseptor H2 secara selektif dan


reversibel. Perangsangan H2 akan merangsang sekresi cairan lambung
sehingga cairan lambung akan di hambat. Ranitidin di metabolisme di

39

ginjal dan sekresikan dalam jumlah besar kedalam urin.


Efek samping dari ranitidin minimal dan umumnya berhubungan dengan
penghambatan terhadap reseptor H2. Beberapa efek lainnya berupa pusing,
nyeri kepala, malaise, mialgia, diare, konstipasi, ruam kulit, pruritus,
kehilangan libido dan impoten
Pemberian obat nystatin adalah obat anti jamur dengan spectrum yang luas
dan dapat digunakan secara topical. Pengobatan nystatin dalam bentuk
cair biasanya digunakan untuk jamur yang berada di mulut.
Tatalaksana pada os ini sudah cukup tepat, karena pemberian paracetamol
keluhan sakit kepala berkurang. pemberian nystatin sudah tepat karena
pada pasien mengalami kandidiasis oral, dan ada sariawan juga pada lidah
pasien. pemberian obat nystatin sebagai spectrum luas obat anti jamur.
b. Dari hasil pemeriksaan CT-scan kepala didapatkan massa di lobus
parietalis dextra dengan herniasi subfalcine. maka dapat didiagnosa adanya
SOL (space occupying lesion) dengan gejala nyeri kepala yang bertambah
berat dengan perubahan posisi dan aktivitas fisik. Riwayat kejang yang
berulang pada pasien merupakan gejala adanya massa pada otak dan lemah
pada tangan dan kaki sebelah kiri (hemiparase). Dan telah dikonsulkan
dengan spesialis bedah saraf dan rencana untuk di rujuk ke RS di Jakarta
dan dilakukan pemeriksaan VCT untuk terapi ARV.

40

DAFTAR PUSTAKA
Djoerban Z, Djauzi S. HIV/AIDS di Indonesia. In: Sudoyo AW, Setiyohadi
B, Alwi I, Simadibrata MK, Setiati S, eds. Buku ajar ilmu penyakit dalam.
4th ed. Jakarta: Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam FKUI
2006
Pedoman Nasional Terapi Antiretroviral. Panduan Tatalaksana Klinis
Infeksi HIV pada orang Dewasa dan Remaja edisi ke-2, Departemen
Kesehatan Republik Indonesia Direktorat Jenderal Pengendalian Penyakit
dan Penyehatan Lingkungan 2007
Prof. Dr. Sofyan Ismael, Sp. A (K). Antiretroviral. Pedoman nasional
pelayanan kedokteran. Tatalaksanan hiv/aids. 2011. Hal 47-67.
Mitchell. H. Katz, MD, Andrew R. Zolopa, MD. HIV Infection and Aids.
2009 Current Medical Diagnosis dan Treatment. McGaw Hill, 48th ed. Hal.
1176-1205
Mustikawati DE. Epidemiologi dan pengendalian HIV/AIDS. In: Akib
AA, Munasir Z, Windiastuti E, Endyarni B, Muktiarti D, editors. HIV
infection in infants and children in Indonesia: current challenges in
management. Jakarta: Departemen Ilmu Kesehatan Anak FKUI-RSCM
2009
Zeth AHM, Asdie AH, Mukti AG, Mansoden J. Perilaku dan Risiko
Penyakit HIV-AIDS di Masyarakat Papua Studi Pengembangan Model
Lokal Kebijakan HIV-AIDS. Jurnal Manajemen Pelayanan Kesehatan.
2010; 13(4): 206-19.

41

Anda mungkin juga menyukai