Oleh:
Bangkit Hasrusah
07180110
Indah Prambono
1118011056
1118011067
Roseane Maria V.
1118011116
Preceptor:
dr. Juspeni Kartika, Sp. PD
I. STATUS PASIEN
A. IDENTIFIKASI PASIEN
Nama lengkap
: Tn. AY
Umur
: 32 Tahun
Status perkawinan
: Belum menikah
Pekerjaan
: Pekarya
Alamat
Jenis kelamin
: Laki-laki
Suku bangsa
: Jawa
Agama
: Islam
Pendidikan
: SMA
MRS
: 13 Mei 2015
No. MR
: 00.41.31.55
B. ANAMNESIS
Diambil dari : Autoanamnesa dan Alloanamnesa
Tanggal : 18 Mei 2015
Keluhan Utama
Sakit kepala sejak 1 bulan SMRS
Keluhan Tambahan
Lemas pada bagian lengan dan kaki sebelah kiri sejak 1 bulan SMRS.
Tidak dapat BAB sejak 4 hari yang lalu.
Riwayat Penyakit Sekarang
1 bulan SMRS yang lalu, pasien mengeluhkan badan lemas terus-menerus.
Lemas juga dirasakan terutama pada lengan dan kaki kiri.
Sebelumnya pasien mengeluhkan demam dan setelah diberikan paracetamol
keluhan tidak dirasakan lagi. Pasien juga pernah mengalami kejang-kejang dan
koma selama 2 hari 2 malam. Pasien dipasang infus namun bengkak saat
dipasang. Riwayat penyakit lain sebelumnya disangkal, terdapat riwayat
penggunaan obat-obatan terlarang dengan jarum suntik.
Riwayat Penyakit Dahulu
(-)
Cacar
(-)
Malaria
(-)
(-)
(-)
(-)
(-)
(-)
(-)
(-)
Cacar Air
Difteri
Batuk Rejan
Campak
Influenza
Tonsilitis
Kholera
(-)
(-)
(-)
(-)
(-)
(-)
(-)
Disentri
Hepatitis
Tifus Abdominalis
Skirofula
Sifilis
Gonore
Hipertensi
(-)
(-)
(-)
(-)
(-)
(-)
(-)
(-)
Demam Rematik
Akut
Pneumonia
Pleuritis
TB-MDR
(-)
Ulkus Ventrikuli
(-)
(-)
(-)
(-)
Ulkus Duodeni
Gastritis
Batu Empedu
(-)
(-)
Operasi
Kecelakaan
(-)
(-)
(-)
Riwayat Keluarga
Hubungan
Kakek
Nenek
Ayah
Ibu
Umur
(th)
60
58 th
Jenis
Kelamin
Keadaan kesehatan
Meninggal
Meninggal
Sehat
Sehat
Penyebab
Meninggal
Tidak tahu
Tidak tahu
Ya
Tidak
Hubungan
C. ANAMNESIS SISTEM
Bisul
Kuku
(-)
(-)
Rambut
Kuning / Ikterus
(-)
(-)
(+)
Keringat malam
Sianosis
Lain-lain (Tato)
Kepala
(-)
(-)
Trauma
Sinkop
(+)
(-)
Sakit kepala
Nyeri pada sinus
Nyeri
Sekret
Kuning / Ikterus
(-)
(-)
(-)
(-)
(-)
(-)
Tinitus
Gangguan pendengaran
Kehilangan pendengaran
Trauma
Nyeri
Sekret
Epistaksis
(-)
(-)
(-)
Gejala penyumbatan
Gangguan penciuman
Pilek
Bibir
Gusi
Selaput
()
(-)
(-)
Lidah
Gangguan pengecap
Stomatitis
Mata
(-)
(-)
(-)
Telinga
(-)
(-)
Nyeri
Sekret
Hidung
(-)
(-)
(-)
(-)
Mulut
(-)
(-)
(-)
Tenggorokan
(+)
Nyeri tenggorokan
(-)
Perubahan suara
Benjolan
(-)
Nyeri leher
Leher
(-)
Jantung / Paru-Paru
(-)
(-)
(-)
Nyeri dada
Berdebar
Ortopnoe
(-)
(-)
(-)
Sesak nafas
Batuk darah
Batuk
(-)
(-)
(-)
(-)
(-)
(-)
(-)
Perut membesar
Wasir
Mencret
Tinja berdarah
Tinja berwarna dempul
Tinja berwarna ter/hitam
Benjolan
(-)
(-)
(-)
(-)
(-)
(-)
(-)
Kencing nanah
Kolik
Oliguria
Anuria
Retensi urin
Kencing menetes
Penyakit prostat
(-)
()
Perdarahan
Rasa kembung
Mual
Muntah
Muntah darah
Sukar menelan
Nyeri perut, kolik
Disuria
Stranguri
Poliuria
Polakisuria
Hematuria
Kencing batu
Ngompol (tidak disadari)
Katamenis
(-)
()
Leukore
Lain-lain
Haid
(-)
(-)
(-)
Haid terakhir
Teratur
Gangguan haid
(-)
(-)
(-)
(-)
(-)
Menarche
Gejala klimakterium
Anestesi
Parestesi
Otot lemah
Kejang
Afasia
Amnesis
Lain-lain
(-)
(-)
(-)
(+)
(-)
(+)
(-)
Sukar menggigit
Ataksia
Hipo/hiper-estesi
Pingsan
Kedutan (tick)
Pusing (Vertigo)
Gangguan bicara (disartri)
Ekstremitas
(-)
(-)
Bengkak
Nyeri sendi
(-)
(-)
Deformitas
Sianosis
Berat Badan
Berat badan rata-rata (kg)
: 56 kg
: 50 kg
( )
Turun
()
Naik
( )
Riwayat Hidup
Tempat lahir
Ditolong oleh
: ( ) Dokter
() Bidan
( ) Dukun
( ) Lain-lain
Riwayat Imunisasi (pasien tidak ingat)
( ) Hepatitis
( ) BCG
( ) Campak
( ) DPT
( ) Polio
( )Tetanus
Riwayat Makanan
Frekwensi /hari
: 2 x sehari
Jumlah /hari
Variasi /hari
: Tidak bervariasi
Nafsu makan
: Kurang
Pendidikan
( ) SD
( ) Kursus
( ) SLTP
() SLTA
( ) Sekolah Kejuruan
( ) Akademi
( ) Tidak sekolah
Kesulitan
Keuangan
: Ada
Pekerjaan
: Ada
Keluarga
: Ada
Lain-lain
: -
D. PEMERIKSAAN JASMANI
Pemeriksaan Umum
-
Tinggi badan
Berat Badan
Keadaan gizi
Kesadaran
Sianosis
Edema umum
Habitus
Cara berjalan
Mobilitas
Umur taksiran pemeriksa
:
:
:
:
:
:
:
:
:
:
173 cm
50 kg
Kurang
Compos mentis
Astenikus
Tidak normal
Pasif
32 tahun
Aspek Kejiwaan
Tingkah laku wajar, alam perasan wajar dan proses fikir wajar.
Kulit
-
Warna
Jaringan parut
Pertumbuhan rambut
Suhu Raba
Keringat
Lapisan lemak
Efloresensi
Pigmentasi
Pembuluh darah
Lembab/ Kering
Turgor
Ikterus
Edema
:
:
:
:
:
:
:
:
:
:
:
:
:
Sawo matang
Pada ekstremitas dan abdomen
Normal
Normal
Kurang
+
Normal
Lembab
Normal
-
Submandibula
Supra klavikula
Lipat paha
Leher
Ketiak
:
:
:
:
:
Kepala
-
Ekspresi wajah
Rambut
Simetris muka
: Normal, wajar
: Hitam, lurus, tidak mudah dicabut
: Simetris
Mata
-
Exopthalmus
Kelopak
Konjungtiva
Sklera
Lapang penglihatan
Deviatio konjungtiva
Enopthalmus
Lensa
Visus
Gerak mata
Tekanan bola mata
Nistagmus
:
:
:
:
:
:
:
:
:
:
:
:
Normal
Normal
Normal
Luas
Jernih
6/6
Normal segala arah
N/ palpasi
-
Leher
-
Tekanan JVP
Kelenjar Tiroid
Kelenjar Limfe
: Tidak meningkat
: Tidak membesar
: Tidak teraba pembesaran
Dada
-
Bentuk
Pembuluh darah
Buah dada
: Simetris, datar
: Normal
: Normal
Paru-Paru
Inspeksi
Depan
Hemithoraks simetris
kanan
kiri
dan
Belakang
Hemithoraks simetris kiri dan
kanan
Palpasi
Perkusi
Auskultasi
Kiri
Jantung
Inspeksi
Palpasi
Perkusi
: Parastrernal ICS lV
: Midclavicula ICS V
Batas atas
Auskultasi
Pembuluh Darah
Arteri temporalis, karotis, brakhialis, radialis, femoralis poplitea, tibialis posterior
teraba.
Abdomen
Inspeksi
: Simetris,Datar
Palpasi
Perkusi
Hati
: Tidak teraba
Limpa
: Tidak teraba
Ginjal
: Ballotement (-)
Anggota Gerak
Lengan
Otot
Tonus
Massa
Sendi
Gerakan
Kekuatan
Kanan
Kiri
Normotonus
Eutrofi
Normal
Aktif
5
Hipotonus
Eutrofi
Normal
Pasif
0
Luka
Varises
Otot(tonus, massa)
Sendi
Gerakan
Kekuatan
Edema
:
:
:
:
:
:
:
Ada
Tidak
Normotonus pada kanan, hipotonus pada kiri, eutrofi
Normal
Aktif pada kanan, pasif pada kiri
5 pada kanan, 0 pada kiri
-/-
Refleks
Bisep
Trisep
Patela
Achiles
Kremester
Refleks kulit
Refleks patologis
Kanan
N (Refleks lengan bawah)
N (Kontraksi trisep)
N
N (Plantar fleksi )
N
Tidak ada
Kiri
N
Tidak ada
E. LABORATORIUM
Hematologi
Tanggal 15 Mei 2015 dari Ruang Nuri RSAM
Pemeriksaan
Hemoglobin
Hasil
11,4
LED
Leukosit
5.270
Hitung jenis
Basofil
Eosinofil
Batang
Segmen
Limfosit
Monosit
Eritrosit
0
11
2
53
28
6
-
Hematokrit
34
Trombosit
337.000
Normal
Lk:14-18
Pr:12-16
Lk: 0-10
Pr: 0-20
Lk:4500-10.700
Pr: 4500-10.700
Satuan
Gr%
o-1
1-3
2-6
50-70
20-40
2-8
Lk:4,6-6,2
Pr:4,2-6,4
Lk:40-54
Pr:38-47
Lk/pr:159400000
%
%
%
%
%
%
Ul
mm/jam
Ul
%
ul
Hasil
21c/Ul
Normal
410-1.590c/Ul
Kimia darah
Tanggal 15 Mei 2015 dari Ruang Nuri RSAM
Pemeriksaan
SGOT
SGPT
Ureum
Kreatinin
Hasil
34
33
22
0,6
Normal
< 37
< 41
13-43
0,72-1,18
Satuan
U/L
U/L
Mg/dl
Mg/dl
Kimia Darah
Tanggal 18 Mei 2015 dari Ruang Nuri RSAM
10
Pemeriksaan
Natrium
Kalium
Kalsium
Klorida
Hasil
134
3,9
7,9
101
Normal
135-145
3,5-5,0
8,6-10
96-106
Satuan
mmol/L
mmol/L
mmol/L
mmol/L
F. RINGKASAN
Pasien datang dengan keluhan sakit kepala, lemas pada bagian lengan dan kaki
sebelah kiri sejak 1 bulan SMRS. Pasien juga mengeluhkan tidak dapat BAB
sejak 4 hari yang lalu. Sebelumnya pasien mengeluhkan demam dan setelah
diberikan paracetamol keluhan tidak dirasakan lagi. Pasien juga pernah
mengalami kejang-kejang dan koma selama 2 hari 2 malam. Pasien dipasang infus
namun bengkak saat dipasang. Riwayat penyakit lain sebelumnya disangkal,
terdapat penggunaan obat-obatan terlarang dengan jarum suntik. Pasien telah
melakukan pemeriksaan laboratorium berupa darah lengkap, tes HbsAg, CD4, tes
fungsi hati dan fungsi ginjal dan uji elektrolit.
Riwayat demam (+)
Riwayat merokok (+)
Riwayat penggunaan Obat-obatan terlarang (+)
Pada pemeriksaan fisik pasien didapatkan
Tekanan darah
: 100/60 mmHg
Nadi
: 108 x/menit
Suhu
: 35,9 C
Pernapasan
: 20 x/ menit
Kepala
Toraks
: Inspeksi
Abdomen
Palpasi
Perkusi
: sonor
Auskultasi
: Inspeksi
11
Palpasi
Perkusi
: Timpani.
Diagnosis
B21 dengan Space Occupaying Lesions (SOL) dan kandidiasis oral.
2.
Dasar Diagnosa
- Sakit kepala
- Lemas pada bagian lengan dan kaki sebelah kiri
- Pernah mengalami kejang-kejang dan koma
- Riwayat demam (+)
- Riwayat merokok (+)
- Riwayat penggunaan Obat-obatan terlarang (+)
- Berat badan menurun
- Pada pemeriksaan fisik pasien ditemukan:
Tekanan darah
: 100/60 mmHg
Nadi
: 108 x/menit
Suhu
: 35,9 C
Pernapasan
: 20 x/ menit
12
Kepala
Toraks
: Inspeksi
Abdomen
Palpasi
Perkusi
: sonor
Auskultasi
: Inspeksi
Palpasi
Perkusi
: Timpani.
13
Dari pemeriksaan fisik berupa status gizi yang kurang, oral trush (+). Pada
pemeriksaan imunologi dan serologi didapatkan hasil CD4 21c/Ul.
J.
1.
K. RENCANA PENGELOLAAN
1.
Medikamentosa
- IVFD RL XX gtt /menit
- Paracetamol 3x500 mg
- Nistatin drops 4x1cc
- Kotrimoxazol 2x120 mg
- Neurodex 2x1
- Zidovudine+Lamivudine
- Nevirapine
L. PENCEGAHAN
Primer :
- Jaga pola makan
- Menjaga kebersihan diri
- Istirahat
Sekunder
- Minum obat sesuai aturan
Tersier
- Menjaga imunitas tubuh
- Minum air dengan cukup
M. PROGNOSIS
Qua at vitam
: Dubia ad malam
14
Qua at fungtionam
: Dubia ad malam
Qua at Sonation
: Dubia ad malam
15
Lembar follow up
Tanggal
Keluhan
Pemeriksaan
13 Mei
2015
Pasien datang
dengan
keluhan
lemas,mual (-)
sakit kepala
(+), BAB (+),
BAK (+)
Keluhan lemas
(+) , mual (-)
sakit kepala
(+) .pasien
mengeluhkan
kaki dan
tangan sebelah
kiri lemas
sudah
semalam .
BAK normal
BAB (-) sejak
3 hari yang
lalu . pasien
memiliki
riwayat
kejang-kejang
dan koma
selama 2hari 2
malam. Pasien
dipasang.
Pasien di
pasang infus
namun
bengkak saat
dipasang.
BAB cair
4x/hari, perut
terasa sakit
dan panas.
Sariawan di
lidah
Ku : TSS
Sens : Cm
Td : 120/80
Nadi:
60/menit
Rr: 20/.menit
T: 36,4
Ku : TSS
Sens : Cm
Td : 110/70
Nadi:
48x/menit
Rr: 18x/menit
T: 35
Rl XXgtt/menit
Paracetamol 3x1
Neurodex 3x1
RL ; D5 XX
stt/menit
Paracetamol
3x500mg
Nystatin drops
4x1cc
Kotrimoxazol 2x2
Ranitidine 2x1 tab
Neurodex 2x1 tab
Hb : 11,4
gr/dl, HT :
34%, leukosit
: 5270/UL ,
hitung jenis :
basophil 0,
eosinophil 11,
batang 2,
segmen 53,
limposit 28,
monosit 6,
trombosit
337.000/UL ,
Hbsag : (-),
SGOT 34,
SGPT 33,
ureum 22,
Creatinin
0.60 ,
pemeriksaan
CD4 : 21c/ul
Ku : TSR
Sens : Cm
Td : 100/70
Nadi:
68/menit
Rr: 16/menit
T: 36,3
Rl XXgtt/menit
Ranitidin amp/ 12
jam
New diatab 3x1
Cotrimoksazol 2x2
Dexanta syr 3x1
Ceftriaxon vial
2gr/12 jam
Na : 134,
kalium : 3,9 ,
ca : 7,9 ,
clorida : 101
15 Mei
2015
18 Mei
2015
tatalaksana
Pemeriksaan
penunjang
-
16
II. PENDAHULUAN
Acquired Immunodeficiency Syndrome atau Acquired Immune Deficiency
Syndrome (AIDS) adalah sekumpulan gejala dan infeksi atau sindrom yang timbul
karena rusaknya sistem kekebalan tubuh manusia akibat infeksi virus HIV atau
infeksi virus-virus lain yang dapat menurunkan system kekebalan tubuh. Virus
penyebabnya disebut Human Immunodeficiency Virus (HIV) yaitu virus yang
memperlemah kekebalan pada tubuh manusia. Orang yang terkena virus ini akan
menjadi rentan terhadap infeksi oportunistik ataupun mudah terkena tumor.
Meskipun penanganan yang telah ada dapat memperlambat laju perkembangan
virus, namun penyakit ini belum benar-benar bisa disembuhkan.
HIV/AIDS merupakan salah satu masalah kesehatan di dunia, khususnya di
Indonesia. Jumlah kasus HIV/AIDS terus meningkat dari tahun ke tahun. Menurut
Laporan Surveilans Kemenkes RI, dari bulan Januari sampai dengan bulan Juni
2011 terdapat 2.352 kasus HIV/AIDS baru dengan total pengidap 26.483 orang.
Mayoritas kasus HIV/AIDS adalah dari golongan dewasa muda, yaitu dari
golongan umur 20-29 tahun, dengan jumlah 46,4 persen dari total penderita. Bali
menempati urutan kedua prevalensi AIDS di Indonesia dengan angka 48,29 per
100.000 penduduk.
Secara umum, penanganan HIV/AIDS dibagi menjadi empat kategori, yaitu
vaksin, inhibitor entri makromolekular HIV, obat antiretroviral dan terapi berbasis
asam nukleat. Akan tetapi, HIV tidak dapat disembuhkan karena tidak ada obat
yang dapat sepenuhnya menyembuhkan HIV/AIDS. Perkembangan penyakit
dapat diperlambat namun tidak dapat dihentikan sepenuhnya. Kombinasi yang
tepat antara berbagai obat-obatan antiretroviral dapat memperlambat kerusakan
yang diakibatkan oleh HIV pada sistem kekebalan tubuh dan menunda awal
terjadinya AIDS.
virus yang lain, HIV hanya dapat bereplikasi di dalam sel pejantan. HIV
merupakan virus yang memiliki selubung virus (envelope), mengandung dua
kopi genomik RNA virus yang terdapat di dalam inti. Di dalam inti virus juga
terdapat enzim-enzim yang digunakan untuk membuat salinan RNA, yang
diperlukan untuk replikasi HIV yakni antara lain: reverse transcriptase,
integrase, dan protease. RNA diliputi oleh kapsul berbentuk kerucut terdiri
atas sekitar 2000 kopi p24 protein virus.
Secara ringkas perjalanan infeksi HIV dapat dijelaskan dalam tiga fase. Fase
tersebut adalah fase infeksi akut (Sindroma Retroviral Akut), fase infeksi
laten, dan fase infeksi kronis.
Pada fase infeksi akut (Sindroma Retroviral Akut), keadaan ini disebut juga
infeksi primer HIV. Sindroma akut yang terkait dengan infeksi primer HIV ini
ditandai oleh proses replikasi yang menghasilkan virus-virus baru (virion)
dalam jumlah yang besar. Virus yang dihasilkan dapat terdeteksi dalam darah
dalam waktu sekitar tiga minggu setelah terjadinya infeksi. Pada periode ini
protein virus dan virus yang infeksius dapat dideteksi dalam plasma dan juga
cairan serebrospinal, jumlah virion di dalam plasma dapat mencapai 106
hingga 107 per mililiter plasma. Viremia oleh karena replikasi virus dalam
jumlah yang besar akan memicu timbulnya sindroma infeksi akut dengan
gejala yang mirip infeksi mononukleosis akut yakni antara lain: demam,
limfadenopati, bercak pada kulit, faringitis, malaise, dan mual muntah, yang
timbul sekitar 36 minggu setelah infeksi. Pada fase ini selanjutnya akan
terjadi penurunan sel limfosit T-CD4 yang signifikan sekitar 28 minggu
pertama infeksi primer HIV, dan kemudian terjadi kenaikan limfosit T karena
mulai terjadi respons imun. Jumlah limfosit T pada fase ini masih diatas 500
sel/mm3 dan kemudian akan mengalami penurunan setelah enam minggu
terinfeksi HIV.
Setelah terjadi infeksi primer HIV akan timbul respons imun spesifik tubuh
terhadap virus HIV. Sel sitotoksik B dan limfosit T memberikan perlawanan
19
yang kuat terhadap virus sehingga sebagian besar virus hilang dari sirkulasi
sistemik. Sesudah terjadi peningkatan respons imun seluler, akan terjadi
peningkatan antibodi sebagai respons imun humoral. Selama periode
terjadinya respons imun yang kuat, lebih dari 10 milyar HIV baru dihasilkan
tiap harinya, namun dengan cepat virus-virus tersebut dihancurkan oleh
sistem imun tubuh dan hanya memiliki waktu paruh sekitar 56 jam.
Meskipun di dalam darah dapat dideteksi partikel virus hingga 108 per ml
darah, akan tetapi jumlah partikel virus yang infeksius hanya didapatkan
dalam jumlah yang lebih sedikit, hal ini menunjukkan bahwa sejumlah besar
virus telah berhasil dihancurkan.
Pembentukan respons imun spesifik terhadap HIV menyebabkan virus dapat
dikendalikan, jumlah virus dalam darah menurun dan perjalanan infeksi mulai
memasuki fase laten. Namun demikian sebagian virus masih menetap di
dalam tubuh, meskipun jarang ditemukan di dalam plasma, virus terutama
terakumulasi di dalam kelenjar limfe, terperangkap di dalam sel dendritik
folikuler, dan masih terus mengadakan replikasi. Sehingga penurunan limfosit
T-CD4 terus terjadi walaupun virion di plasma jumlahnya sedikit. Pada fase
ini jumlah limfosit T-CD4 menurun hingga sekitar 500 sampai 200 sel/mm 3.
Jumlah virus, setelah mencapai jumlah tertinggi pada awal fase infeksi
primer, akan mencapai jumlah pada titik tertentu atau mencapai suatu "set
point" selama fase laten. Set point ini dapat memprediksi onset waktu
terjadinya penyakit AIDS. Dengan jumlah virus kurang dari 1000 kopi/ml
darah, penyakit AIDS kemungkinan akan terjadi dengan periode laten lebih
dari 10 tahun. Sedangkan jika jumlah virus kurang dari 200 kopi/ml, infeksi
HIV tidak mengarah menjadi penyakit AIDS. Sebagian besar pasien dengan
jumlah virus lebih dari 100.000 kopi/ml, mengalami penurunan jumlah
limfosit T-CD4 yang lebih cepat dan mengalami perkembangan menjadi
penyakit AIDS dalam kurun waktu kurang dari 10 tahun. Sejumlah pasien
yang belum mendapatkan terapi memiliki jumlah virus antara 10.000 hingga
100.000 kopi/ml pada fase infeksi laten. Pada fase ini pasien umumnya belum
menunjukkan gejala klinis atau asimtomatis. Fase laten berlangsung sekitar
20
21
22
Pemeriksaan fisik
Daftar pemeriksaan fisik pada pasien dengan kecurigaan infeksi HIV dapat
dilihat pada tabel berikut.
23
Pemeriksaan penunjang
Untuk memastikan diagnosis terinfeksi HIV, dilakukan dengan pemeriksaan
laboratorium yang tepat. Pemeriksaan dapat dilakukan antara lain dengan
pemeriksaan antibodi terhadap HIV, deteksi virus atau komponen virus HIV
(umumnya DNA atau RNA virus) di dalam tubuh yakni melalui pemeriksaan
24
PCR untuk menentukan viral load, dan tes hitung jumlah limfosit Sedangkan
untuk kepentingan surveilans, diagnosis HIV ditegakkan apabila terdapat
infeksi oportunistik atau limfosit CD4+ kurang dari 200 sel/mm 3 seperti
dalam tabel berikut ini.
Tabel 4. Anjuran pemeriksaan laboratorium yang perlu dilakukan pada
ODHA
Tes antibodi terhadap HIV (AI);
Tes Hitung jumlah sel T CD4 T (AI);
HIV RNA plasma (viral load) (AI);
Pemeriksaan darah perifer lengkap, profil kimia, SGOT, SGPT, BUN dan
kreatinin, urinalisis, tes mantux, serologi hepatitis A, B, dan C, antiToxoplasma gondii IgG, dan pemeriksaan Pap-smear pada perempuan
(AIII);
Pemeriksaan kadar gula darah puasa dan profil lipid pada pasien dengan
risiko penyakit kardiovaskular dan sebagai penilaian awal sebelum inisasi
kombinasi terapi (AIII);
Pemeriksaan anti HIV dilakukan setelah dilakukan konseling pra-tes dan
biasanya dilakukan jika ada riwayat perilaku risiko (terutama hubungan seks
yang tidak aman atau penggunaan narkotika suntikan). Tes HIV juga dapat
ditawarkan pada mereka dengan infeksi menular seksual, hamil, mengalami
tuberkulosis aktif, serta gejala dan tanda yang mengarah adanya infeksi HIV.
Hasil pemeriksaan pada akhirnya akan diberitahukan, untuk itu, konseling
pasca tes juga diperlukan. Jadi, pemeriksaan HIV sebaiknya dilakukan
dengan memenuhi 3C yakni confidential (rahasia), disertai dengan
counselling (konseling), dan hanya dilakukan dengan informed consent.
Tes penyaring standar anti-HIV menggunakan metode ELISA yang memiliki
sensitivitas tinggi (> 99%). Jika pemeriksaan penyaring ini menyatakan hasil
yang reaktif, maka pemeriksaan dapat dilanjutkan dengan pemeriksaan
konfirmasi untuk memastikan adanya infeksi oleh HIV. Uji konfirmasi yang
sering dilakukan saat ini adalah dengan teknik Western Blot (WB). Hasil tes
positif palsu dapat disebabkan adanya otoantibodi, penerima vaksin HIV, dan
kesalahan teknik pemeriksaan. Hasil tes positif pada bayi yang lahir dari ibu
HIV positif belum tentu berarti tertular mengingat adanya IgG terhadap HIV
25
yang berasal dari darah ibu. IgG ini dapat bertahan selama 18 bulan sehingga
pada kondisi ini, tes perlu diulang pada usia anak > 18 bulan.
Hasil tes dinyatakan positif bila tes penyaring dua kali positif ditambah
dengan tes konfirmasi dengan WB positif. Di negara-negara berkembang
termasuk Indonesia, pemeriksaan WB masih relatif mahal sehingga tidak
mungkin dilakukan secara rutin. WHO menganjurkan strategi pemeriksaan
dengan kombinasi dari pemeriksaan penyaring yang tidak melibatkan
pemeriksaan WB sebagai konfirmasi. Di Indonesia, kombinasi yang
digunakan
adalah
tiga
kali
positif
pemeriksaan
penyaring
dengan
menggunakan strategi 3. Bila hasil tes tidak sama missal hasil tes pertama
reaktif, tes kedua reaktif, dan yang ketiga non-reaktif atau apabila hasil tes
pertama reaktif, kedua dan ketiga non-reaktif, maka keadaan ini disebut
sebagai indeterminate dengan catatan orang tersebut memiliki riwayat
pajanan atau berisiko tinggi tertular HIV. Bila orang tersebut tanpa riwayat
pajanan atau tidak memiliki risiko tertular, maka hasil pemeriksaan
dilaporkan sebagai non-reaktif.
Tabel 5. Alogaritma pemeriksaan HIV
26
Penilaian Klinis
Penilaian klinis yang perlu dilakukan setelah diagnosis HIV ditegakkan
meliputi penentuan stadium klinis infeksi HIV, mengidentifikasi penyakit
yang berhubungan dengan HIV di masa lalu, mengidentifikasi penyakit yang
terkait dengan HIV saat ini yang membutuhkan pengobatan, mengidentifikasi
kebutuhan terapi ARV dan infeksi oportunistik, serta mengidentifikasi
pengobatan lain yang sedang dijalani yang dapat mempengaruhi pemilihan
terapi.
Stadium Klinis
WHO membagi HIV/AIDS menjadi empat stadium klinis yakni stadium I
(asimtomatik), stadium II (sakit ringan), stadium III (sakit sedang), dan
stadium IV (sakit berat atau AIDS). Bersama dengan hasil pemeriksaan
jumlah sel T CD4, stadium klinis ini dapat dijadikan sebagai panduan untuk
memulai terapi profilaksis infeksi oportunistik dan memulai atau mengubah
terapi ARV.
AIDS merupakan manifestasi lanjutan HIV. Selama stadium individu bisa
saja merasa sehat dan tidak curiga bahwa mereka penderita penyakit. Pada
stadium lanjut, system imun individu tidak mampu lagi menghadapi infeksi
Opportunistik dan mereka terus menerus menderita penyakit minor dan
mayor Karen tubuhnya tidak mampu memberikan pelayanan.
Angka infeksi pada bayi sekitar 1 dalam 6 bayi. Pada awal terinfeksi,
memang tidak memperlihatkan gejala-gejala khusus. Namun beberapa
minggu kemudian orang tua yang terinfeksi HIV akan terserang penyakit
ringan sehari-hari seperti flu dan diare. Penderita AIDS dari luar tampak
sehat. Pada tahun ke 3-4 penderita tidak memperlihatkan gejala yang khas.
Sesudah tahun ke 5-6 mulai timbul diare berulang, penurunan berat badan
27
b.
28
2)
29
Gejala Mayor
Penurunan berat badan lebih dari 10%
Diare kronik lebih dari satu bulan
Demam lebih dari satu bulan
2.
Gejala Minor
Batuk lebih dari satu bulan
Dermatitis preuritik umum
Herpes zoster recurrens
Kandidias orofaring
Limfadenopati generalisata
Herpes simplek diseminata yang kronik progresif
b. Dicurigai AIDS pada anak. Bila terdapat palinh sedikit dua gejala mayor
dan dua gejala minor, dan tidak terdapat sebab sebab imunosupresi
yang lain seperti kanker, malnutrisi berat, pemakaian kortikosteroid yang
30
Gejala Mayor
Penurunan berat badan atau pertmbuhan yang lambat dan abnormal
Diare kronik lebih dari 1 bulan
Demam lebih dari1 bulan
2.
Gejala minor
Limfadenopati generalisata
Kandidiasis oro-faring
Infeksi umum yang berulang
Batuk parsisten
Dermatitis
Penilaian Imunologi
Tes hitung jumlah sel T CD4 merupakan cara yang terpercaya dalam menilai
status imunitas ODHA dan memudahkan kita untuk mengambil keputusan
dalam memberikan pengobatan ARV. Tes CD4 ini juga digunakan sebagai
pemantau respon terapi ARV. Namun yang penting diingat bahwa meski tes
CD4 dianjurkan, bilamana tidak tersedia, hal ini tidak boleh menjadi
penghalang atau menunda pemberian terapi ARV. CD4 juga digunakan
sebagai pemantau respon terapi ARV. Pemeriksaan jumlah limfosit total
(Total Lymphocyte Count TLC) dapat digunakan sebagai indikator fungsi
imunitas jika tes CD4 tidak tersedia namun TLC tidak dianjurkan untuk
menilai respon terapi ARV atau sebagai dasar menentukan kegagalan terapi
ARV.
Tabel 6. Stadium klinis HIV
Stadium 1 Asimptomatik
Tidak ada penurunan berat badan
Tidak ada gejala atau hanya : Limfadenopati Generalisata Persisten
Stadium 2 Sakit ringan
31
Penurunan BB 5-10%
ISPA berulang, misalnya sinusitis atau otitis
Herpes zoster dalam 5 tahun terakhir
Luka di sekitar bibir (keilitis angularis)
Ulkus mulut berulang
Ruam kulit yang gatal (seboroik atau prurigo -PPE)
Dermatitis seboroik
Infeksi jamur kuku
Stadium 3 Sakit sedang
Penurunan berat badan > 10%
Diare, Demam yang tidak diketahui penyebabnya, lebih dari 1 bulan
Kandidosis oral atau vaginal
Oral hairy leukoplakia
TB Paru dalam 1 tahun terakhir
Infeksi bakterial yang berat (pneumoni, piomiositis, dll)
TB limfadenopati
Gingivitis/Periodontitis ulseratif nekrotikan akut
Anemia (Hb <8 g%), netropenia (<5000/ml), trombositopeni kronis
(<50.000/ml)
Stadium 4 Sakit berat (AIDS)
Sindroma wasting HIV
Pneumonia pnemosistis*, Pnemoni bakterial yang berat berulang
Herpes Simpleks ulseratif lebih dari satu bulan.
Kandidosis esophageal
TB Extraparu*
Sarkoma kaposi
Retinitis CMV*
Abses otak Toksoplasmosis*
Encefalopati HIV
Meningitis Kriptokokus*
Infeksi mikobakteria non-TB meluas
C. Penatalaksanaan HIV
Untuk memulai terapi antiretroviral perlu dilakukan pemeriksaan jumlah CD4
(dan penentuan stadium klinis. Berikut ini adalah rekomendasi cara memulai
terapi ARV pada Orang Dengan HIV/AIDS (ODHA) dewasa.
32
Infeksi oportunistik dan penyakit terkait HIV lainnya yang perlu pengobatan
atau diredakan sebelum terapi ARV dapat dilihat dalam tabel di bawah ini.
2. Membantu pasien agar patuh minum obat antara lain dengan mendekatkan
akses pelayanan ARV .
3. Menjaga kesinambungan ketersediaan obat ARV dengan menerapkan
manajemen logistik yang baik
Paduan yang ditetapkan oleh pemerintah untuk lini pertama adalah:
2NRTI + 1 NNRTI
Efek Samping
Supressi sum sum tulang
Anemia
makrositi
Substitusi
Jika digunakan pada terapi
neutropenia
kepala,
asthenia
laktat
steatosis hepatic
Pancreatitis,
dengan
neuropati AZT dan TDF
lipotrofi
Toksisitas renda
Asidosis
Abacavir
laktat
_
dengan
(dapat fatal),
Demam, ruam kelelahan,
mul muntah, tidak napsu
makan
Gangguan pernapasan (sakit
tenggorok, batuk)
Asidosis
Tenofovir
laktat
dengan
angin,
Osteomalasia
kedua,
Secara
pada
pasein
B
masyarakat,
dengan koinfeksi
Hepatitis
pendekatan
menghentikan TDF
pertama,
Jika
kemungkinan
dipertimbangkan
merujik
individual tersedia.
EFV
Sindroma steven-johnson
Ruam
Toksisitas hepar
Ritonavir
Hiperlipidemia
Hiperlipidemia
pilihan lain.
Jika digunakan pada lini
Lopinavir
kedua.
Intoleransi gastrointertinal, Jika digunakna pada lini
mual,
pancreatitis, kedua.
35
hiperglikemial, pemindahan
lemak
Efavirenz
dan
lipid
Reaksi
abnormalitas
hipersensitivitas NVP
sindroma steven-johnson
Bpi
Ruam
Toksisitas hepar
Toksisitas
pusat
sisterm
yang
persisten
berat
(depresi
jika
tidak
toleran
pusing)
Hiperlipidemia
Ginekomastia (pada lakilaki)
Kemungkinan
efek
pertama
wanita
yang
mengganggu
atau
tidak
kontrasepsi
yang adekuat)
36
37
Streptococci,
Staphylococci,
Pneumococci,
Neisseria,
Bordetella.
Efek samping
-
Leukopenia,
trombositopenia,
agranulositosis,
anemia
aplastik,
diskrasia darah.
-
39
40
DAFTAR PUSTAKA
Djoerban Z, Djauzi S. HIV/AIDS di Indonesia. In: Sudoyo AW, Setiyohadi
B, Alwi I, Simadibrata MK, Setiati S, eds. Buku ajar ilmu penyakit dalam.
4th ed. Jakarta: Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam FKUI
2006
Pedoman Nasional Terapi Antiretroviral. Panduan Tatalaksana Klinis
Infeksi HIV pada orang Dewasa dan Remaja edisi ke-2, Departemen
Kesehatan Republik Indonesia Direktorat Jenderal Pengendalian Penyakit
dan Penyehatan Lingkungan 2007
Prof. Dr. Sofyan Ismael, Sp. A (K). Antiretroviral. Pedoman nasional
pelayanan kedokteran. Tatalaksanan hiv/aids. 2011. Hal 47-67.
Mitchell. H. Katz, MD, Andrew R. Zolopa, MD. HIV Infection and Aids.
2009 Current Medical Diagnosis dan Treatment. McGaw Hill, 48th ed. Hal.
1176-1205
Mustikawati DE. Epidemiologi dan pengendalian HIV/AIDS. In: Akib
AA, Munasir Z, Windiastuti E, Endyarni B, Muktiarti D, editors. HIV
infection in infants and children in Indonesia: current challenges in
management. Jakarta: Departemen Ilmu Kesehatan Anak FKUI-RSCM
2009
Zeth AHM, Asdie AH, Mukti AG, Mansoden J. Perilaku dan Risiko
Penyakit HIV-AIDS di Masyarakat Papua Studi Pengembangan Model
Lokal Kebijakan HIV-AIDS. Jurnal Manajemen Pelayanan Kesehatan.
2010; 13(4): 206-19.
41