Asuhan Keperawatan Labiopalatoskisis Terbaru
Asuhan Keperawatan Labiopalatoskisis Terbaru
Asuhan Keperawatan Labiopalatoskisis Terbaru
LABIOPALATOSCHIZIS
Tutor 5 :
Ira Tuti
220110120005
HenyJunita
220110120011
Sri Rahmawati
220110120017
SesiSeptiani
220110120023
RatuIrbath K.N.
220110120029
SeptianiPuspadewi
220110120036
Laura Oktavia
220110120042
RirisPurwitaWidodo
220110120048
Abdul Azis
220110120054
FirdaHalifahRahmayani
220110120060
Miftahhurrahmah
220110120067
AnisaHasanah
220110120073
DwiRatnasari
220110120079
Fakultas Keperawatan
Universitas Padjadjaran
2014
A. Definisi
LabioPalatoskisis adalah suatu kelainan yang dapat terjadi pada daerah mulut, palatosisis
(sumbing palatum), dan labiosisis (sumbing pada bibir) yang terjadi akibat gagalnya jaringan
lunak (struktur tulang) untuk menyatu selama perkembangan embroil. (Aziz Alimul Hidayat,
2006)
LabioPalatoskisis adalah penyakit congenital anomaly yang berupa adanya kelainan
bentuk pada struktur wajah.(Suriadi, S.Kp. 2001)
Labiopalatoskisis adalah kelainan congenital pada bibir dan langit-langit yang dapat
terjadi secara terpisah atau bersamaan yang disebabkan oleh kegagalan atau penyatuan struktur
fasial embrionik yang tidak lengkap. Kelainan ini cenderung bersifat diturunkan (hereditary),
tetapi dapat terjadi akibat faktor non-genetik.
Labiopalatoschizis adalah suatu kondisi dimana terdapat celah pada bibir atas diantara
mulut dan hidung. Kelainan ini dapat berupa celah kecil pada bagian bibir yang berwarna sampa
ipada pemisahan komplit satu atau dua sisi bibir
memanjang
dari
bibir
ke
hidung.
Kelainan ini terjadi karena adanya gangguan pada kehamilan trimester pertama yang
menyebabkan
Faktor
yang
diduga
dapat
menyebabkan terjadinya kelainan ini adalah kekurangan nutrisi, stress pada kehamilan, trauma
dan factor genetic..
Palatoskisis adalah adanya celah pada garis tengah palato yang disebabkan oleh
kegagalan penyatuan susunan palate pada masa kehamilan 7-12 minggu. Komplikasi potensial
meliputi infeksi, otitis media, dan kehilangan pendengaran.
B. Insidensi
Labiopalatoskisis dengan angka kejadian sebesar 45%, labioskisis 25%, dan palatoskisis
sebesar 35 %. Labiopalatoskisis dan labioskisis lebih sering pada anak laki-laki dengan
perbandingan 2:1, sedangkan palatoskisis lebih sering pada anak perempuan dengan
perbandingan 2:1.
Palatoschisis paling sering ditemukan pada ras Asia dibandingkan rasAfrika. Insiden
palatoschisis padaras Asia sekitar 2,1/1000, 1/1000 pada ras kulit putih, dan 0,41/1000 pada
ras kulit hitam.
Menurut data tahun 2004, di Indonesia ditemukan sekitar 5.009 kasus cleft palate dari
total seluruh penduduk.
kelainan kongenital ini masih belum jelas. Masih ada penelitian lebih lanjut
Kontrasepsi hormonal.
Pada ibu hamil yang masih mengkonsumsi kontrasepsi hormonal, terutama untuk
hormon estrogen yang berlebihan akan menyebabkan terjadinya hipertensi sehingga
berpengaruh pada janin, karena akan terjadi gangguan sirkulasi fotomaternal.
hitam (cream
pemutih)
Faktor lingkungan. Beberapa faktor lingkungan yang dapat menyebabkan Labio
palatoschizis, yaitu:
~ Zat kimia (rokok dan alkohol). Pada ibu hamil yang masih mengkonsumsi
rokok dan alkohol dapat berakibat terjadi kelainan kongenital karena zat
toksik yang terkandung pada rokok dan alkohol yang dapat mengganggu
pertumbuhan organ selama masa embrional.
~ Gangguan metabolik (DM). Untuk ibu hamil yang mempunyai penyakit
diabetessangat
rentan
terjadi
kelainan
kongenital,
karena
dapat
embrional.
Infeksi, khususnya virus (toxoplasma) dan klamidial . Ibu hamil yang terinfeksi virus
(toxoplasma) berpengaruh pada janin sehingga dapat berpengaruh terjadinya
kelainan kongenital terutama labio palatoschizis.
D. Manifestasi Klinis
Pada LabioSkisis :
Pada PalatoSkisis :
Tampak ada celah pada tekak(uvula) , palato lunak, dan keras atau foramen
incisive
Adanya rongga pada hidung
Distorsi hidung
Teraba ada celah atau terbukanya langit-langit saat diperiksa dengan jari
Kesulitan dalam menghisap atau makan
Distersi nasal sehingga bisa menyebabkan gangguan pernafasan
Gangguan komunikasi verbal
Celah bibir dan kebanyakan keadaan celah palatum tampak pada saat lahir
dan penampilan kosmetik merupakan keprihatinan yang timbul segera pada orang
tua. Tidak ada kesukaran minum ASI atau botol pada bayi dengan bibir sumbing
yang kurang berat dengan palatum utuh. Pada sumbing yang luas, dan terutama bila
disertai celah palatum, muncul dua masalah; mengisap mungkin tidak efektif dan
saliva serta susu dapat bocor ke dalam ronggga hidung, dan mengakibatkan refleks
gag atau tersedak ketika bayi bernapas.
Bicara dapat terhambat dan bila berkembang, dapat ada hipernasalitas dan
artikulasi yang jelek. Sebagai akibat defisiensi pada fungsi otot palatum mole, fungsi
tuba eustachii dapat terganggu, dan keterlibatan telinga tengah memalui otitis akut
berulang atau otitis media menetap dengan efusi lazim terjadi.
Anak yang mengalami celah palatum sering berkembang infeksi sinus masalis
dan hipertrofi tonsil dan adenoid. Infeksi ini lazim terdapat bahkan sesudah
perbaikan bedah sekalipun, dan dapat turut menyebabkan sering terkenanya telinga
tengah.
Gabungan penampilan kosmetik dan gangguan bicara sering menciptakan
kesukaran psikologis yang serius pada anak yang lebih tua.
E. Klasifikasi
Klasifikasi menurut struktur struktur yang terkena menjadi :
a. Palatum primer : meliputi bibir, dasar hidung, alveolus dan palatum durum
dibelahan foramen incivisium.
(A) Celah bibir unilateral tidak komplit, (B) Celah bibir unilateral (C) Celah bibir bilateral
dengan celah langit-langit dan tulang alveolar, (D) Celah langit-langit. (Stoll et al. BMC
Medical genetics. 2004, 154.)
F. Komplikasi
Komplikasi yang terjadi pada pasien dengan Labio palatoschizis adalah:
Kesulitan berbicara hipernasalitas, artikulasi, kompensatori. Dengan adanya
celah pada bibir dan palatum, pada faring terjadi pelebaran sehingga suara yang
wajah.
Penyakit peri odontal. Gigi permanen yang bersebelahan dengan celah yang
tidak mencukupi di dalam tulang. Sepanjang permukaan akar di dekat aspek
distal dan medial insisiv pertama dapat menyebabkan terjadinya penyakit peri
odontal.
Crosbite. Penderita labio palatoschizis seringkali paroksimallnya menonjol dan
lebih rendah posterior premaxillary yang colaps medialnya dapat menyebabkan
terjadinya crosbite.
Perubahan harga diri dan citra tubuh. Adanya celah pada bibir dan palatum serta
terjadinya asimetri wajah menyebabkan perubahan harga diri da citra tubuh.
G. Pemeriksaan Penunjang
a. Rontgen
- Beberapa celah orofasial dapat terdiagnosa dengan USG prenatal, namun tidak
terdapat skrining sistemik untuk celah orofasial. Diagnosa prenatal untuk celah
bibir baik unilateral maupun bilateral, memungkinkan dengan USG pada usia
janin 18 minggu. Celah palatum tersendiri tidak dapat didiagnosa pada
pemeriksaan USG prenatal. KEtika diagnosa prenatal dipastikan, rujukan kepada
-
b. Radiologi
- Pemeriksaan radiologi dilakukan dewngan melakukan foto rontgen pada
tengkorak. Pada penderita dapat ditemukan celah processus maxilla dan
processus nasalis media.
H. Patofisiologi
(terlampir)
I. Penatalaksanaan
Tujuan dan intervensi bedah dan pembedahan adalah memulihkan struktur anatomi,
mengoreksi cacat dan memungkinkan anak mempunyai fungsi yang normal dalam menelan,
bernapas dan berbicara. Pembedahan biasanya dilakukan ketika anak berumur 3 bulan, tetapi
pada beberapa rumah sakit dilakukan segera setelah lahir.
a
dari botol sulit dilakukan bayi, makanan dapat diberikan menggunakan sendok atau
biarkan bayi menghisap dari sendok.
- Bila celah bibir tidak disertai celah palatum, bayi hanya mengalami sedikit
-
yang telah ada ataupun yang masuk selama masa bedah dan pascabedah .
Persiapan Prabedah
Prinsip manajemen prabedah bertujuan mencapai atau mempertahankan status
fisik yang menjamin bahwa anak mampu mengatasi trauma akibat intervensi bedah.
Tujuan selanjutnya adalah menghilangkan atau mengurangi terjadinya komplikasi
selama atau setelah pembedahan melalui antisipasi yang saksama dan pengobatan
yang tepat.
Perawatan pascabedah
Hal-hal yang perlu diperhatikan saat merawat anak yang sudah selesai
mengalami operasi perbaikan celah bibir meliputi :
a Imobilisasi lengan merupakan aspek penting perawatan, untuk mencegah bayi
b
d
b
Pemberian makan dapat segera dimulai setelah bayi sadar dan refleks menelan
positif.
Manajemen perawatan celah palatum
Saat optimum untuk operasi perbaikan celah palatum tetap merupakan masalah
konvensional. Tindakan pembedahan umumnya dilakukan sebelum anak mulai
berbicara. Sebagian besar ahli bedah plastik melakukan pembedahan diantara usia 15
dan 18 bulan tetapi beberapa berpendapat bahwa operasi harus ditunda sampai usia 7
tahun untuk memungkinkan perkembangan tulang wajah secara lengkap. Operasi lebih
baik dilakukan oleh ahli bedah dengan pengalaman khusus dalam pekerjaan ini. Infeksi
luka harus dicegah dengan antibiotik yang sesuai.
Pemberian makan dapat merupakan masalah yang sulit pada anak tersebut,
karena adanya lubang antara rongga mulut dan hidung. Namun, pemberian ASI dapat
dilakukan pada sebagian besar kasus. Bila pemberian ASI tidak dapat dilakukan secara
langsung, sebaiknya digunakan puting karet besar yang menutup sebagian lubang
palatum. Pembesaran lubang puting karet dapat menolong banyak anak penderita celah
palatum. Banyak percobaan yang mungkin diperlukan untuk membentuk kebiasaan
makan yang benar. Terkadang, penggunaan pipet mengatasi masalah pemberian makan.
Pemberian makan melalui sonde harus dihindari karena akan menghalangi penggunaan
otot orofaring
Diet pascabedah langsung harus terdiri atas cairan jernih, seperti minuman
glukosa. Sekali diberikan diet normal harus terdiri atas makanan lunak disusul dengan
air steril. Makanan keras dan manisan harus diberikan selama 2/3 minggu setelah
pembedahan. Pengangkatan jahitan biasanya dilakukan di kamar bedah dibawah sedasi
diantara hari ke-8 atau ke-10
Bila kemampuan bicara anak tidak berkembang secara memuaskan, berikan
terapi wicara. Ahli terapi wicara harus dijadikan sumber konsultasi pada semua kasus
dan rencana disusun untuk memastikan perkembangan bicara yang adekuat. Kuantitas
pengobatan atau latihan yang akan diberikan oleh seorang ahli terapi wicara terbatas,
sehingga beban utama ditanggung oleh ibu. Oleh sebab itu, baik ibu maupun anak harus
ambil bagian dalam pelajaran ini dengan ahli terapi wicara sehingga ibu dapat
melanjutkan terapi dirumah. Melalui latihan yang cermat, ada kemungkinan bagi anak
untuk mencapai tingkat bercakap yang memungkinkan anak untuk berkomunikasi bebas
dengan orang lain pasa saat mulai sekolah. Orang tua memerlukan dukungan dan banyak
dari unit celah palatum menyimpan album foto gambaran sebelum dan sesudah dari
kasus yang berhasil untuk memperlihatkan kepada orang tua dan menenteramkannya
bahwa bayinya akan terlihat baik setelah operasi.
J. Pencegahan
1. Menghindari merokok
Ibu yang merokok mungkin merupakan faktor risiko lingkungan terbaik
yang telah dipelajari untuk terjadinya celah orofacial. Ibu yang menggunakan
tembakau selama kehamilan secara konsisten terkait dengan peningkatan resiko
terjadinya celah-celah orofacial. Mengingat frekuensi kebiasaan kalangan
perempuan di Amerika Serikat, merokok dapat menjelaskan sebanyak 20% dari
celah orofacial yang terjadi pada populasi negara itu.
Lebih dari satu miliar orang merokok di seluruh dunia dan hampir tiga
perempatnya tinggal di negara berkembang, sering kali dengan adanya dukungan
publik dan politik tingkat yang relatif rendah untuk upaya pengendalian tembakau.
(Aghi et al.,2002). Banyak laporan telah mendokumentasikan bahwa tingkat
prevalensi merokok pada kalangan perempuan berusia 15-25 tahun terus meningkat
secara global pada dekade terakhir (Windsor, 2002). Diperkirakan bahwa pada tahun
1995, 12-14 juta perempuan di seluruh dunia merokok selama kehamilan mereka
dan, ketika merokok secara pasif juga dicatat, 50 juta perempuan hamil, dari total
130 juta terpapar asap tembakau selama kehamilan mereka (Windsor, 2002).
2. Menghindari alkohol
Peminum alkohol berat selama kehamilan diketahui dapat mempengaruhi
tumbuh kembang embrio, dan langit-langit mulut sumbing telah dijelaskan memiliki
hubungan dengan terjadinya defek sebanyak 10% kasus pada sindrom alkohol fetal
(fetal alcohol syndrome). Pada tinjauan yang dipresentasikan di Utah Amerika
Serikat pada acara pertemuan konsensus WHO (bulan Mei 2001), diketahui bahwa
interpretasi hubungan antara alkohol dan celah orofasial dirumitkan oleh biasa yang
c. Vitamin A
Asupan vitamn A yang kurang atau berlebih dikaitkan dengan peningkatan resiko
terjadinya celah orofasial dan kelainan kraniofasial lainnya. Hale adalah peneliti
pertama yang menemukan bahwa defisiensi vitamin A pada ibu menyebabkan
defek pada mata, celah orofasial, dan defek kelahiran lainya pada babi. Penelitian
klinis manusia menyatakan bahwa paparan fetus terhadap retinoid dan diet tinggi
vitamin A juga dapat menghasilkan kelainan kraniofasial yang gawat. Pada
penelitian prospektif lebih dari 22.000 kelahiran pada wanita di Amerika Serikat,
kelainan kraniofasial dan malformasi lainnya umum terjadi pada wanita yang
mengkonsumsi lebih dari 10.000 IU vitamin A pada masa perikonsepsional.
4. Modifikasi Pekerjaan
Dari data-data yang ada dan penelitian skala besar menyerankan bahwa ada
hubungan antara celah orofasial dengan pekerjaan ibu hamil (pegawai kesehatan,
industri reparasi, pegawai agrikulutur). Teratogenesis karena trichloroethylene dan
tetrachloroethylene pada air yang diketahui berhubungan dengan pekerjaan bertani
mengindikasikan adanya peran dari pestisida, hal ini diketahui dari beberapa
penelitian, namun tidak semua. Maka sebaiknya pada wanita hamil lebih baik
mengurangi jenis pekerjaan yang terkait. Pekerjaan ayah dalam industri cetak, seperti
pabrik cat, operator motor, pemadam kebakaran atau bertani telah diketahui
meningkatkan resiko terjadinya celah orofasial.
5. Suplemen Nutrisi
Beberapa usaha telah dilakukan untuk merangsang percobaan pada manusia untuk
mengevaluasi suplementasi vitamin pada ibu selama kehamilan yang dimaksudkan
sebagai tindakan pencegahan. Hal ini dimotivasi oleh hasil baik yang dilakukan pada
percobaan pada binatang. Usaha pertama dilakukan tahun 1958 di Amerika Serikat
namun penelitiannya kecil, metodenya sedikit dan tidak ada analisis statistik yang
dilaporkan. Penelitian lainnya dalam usaha memberikan suplemen multivitamin
dalam mencegah celah orofasial dilakukan di Eropa dan penelitinya mengklaim
bahwa hasil pemberian suplemen nutrisi adalah efektif, namun penelitian tersebut
memiliki data yang tidak mencukupi untuk mengevaluasi hasilnya.Salah satu
K. Prognosis
Kelainan
labioschisis
merupakan
kelainan
bawaan
yang
dapat
dimodifikasi/disembuhkan. Kebanyakan anak yang lahir dengan kondisi ini melakukan operasi
saat usia masih dini dan hal ini sangat memperbaiki penampilan wajah secara signifikan.
Dengan adanya teknik pembedahan yang makin berkembang, 80% anak dengan labioschisis
yang telah diatalaksana mempunyai perkembangan kemampuan bicara yang baik. Terapi bicara
yang berkesinambungan menunjukan hasil peningkatan yang baik pada masalah-masalah
labioschisis.
ASUHAN KEPERAWATAN
1. Identitas klien
Nama : an. X
Usia : 2 jam
Jenis kelamin : laki-laki
Agama: Diagnosa medis : labiopalatoschizis
2. Anamnesa
a. Keluhan utama
Setelah lahir terdapat celah pada bibir dan langit-langit mulut dan tampak sulit
menyusui.
b. Riwayat Kesehatan Sekarang
P : perlu dilakukan pengkajian ulang
Q : perlu dilakukan pengkajian ulang
R : celah di bibir dan langit-langit mulut
S : perlu dilakukan pengkajian ulang
T : sejak lahir selama 2 jam
c. Riwayat Kesehatan Dahulu : d. Riwayat Kesehatan keluarga : e. Riwayat Pekerjaan : f. Peran sosial : -
Hasil
11.000 mg/dl
3500 mg/dl
270.000 mg/dl
16 gr/dl
30
4,8 mEq
138 mEq
Normal
9000 12000/ mm3
4,7-6,1 juta
200.000 -400.000 mg/dl
12-24 gr/dl
33-38
3,6-5,8 mEq
134-150 mEq
5. Analisis Data
Data Yang Menyimpang
DO:
Terdapat celah pada bibir
dan langit langit mulut,
Tampak sulit menyusu
DS: -
Etiologi
Labiopalatoschizis
Sususnan mulut berbeda
Masalah Keperawatan
Nutrisi Kurang Dari
Kebutuhan atau tidak
efektif dalam meneteki
ASI
orang lain.
DS:
Ibu berkata malu akan
kondisi anaknya
DO:
Anak terlahir dengan
Labiopalatoschizis
Kurang Pengetahuan
Sulit menete
Labiopalatoschizis
Sususnan mulut berbeda
Resiko Tinggi terjadi
Tidak ada pemisah antara mulut dan
Aspirasi
hidung
DO:
Luka bekas operasi
DS:
Resti Aspirasi
Labiopalatoschizis
Perlunya tindakan bedah korektif
Post operasi
Resiko Infeksi
Resiko Infeksi
6. Diagnosa Keperawatan
Diagnosa Pra Operasi:
1. Nutrisi Kurang Dari Kebutuhan berhubungan dengan ketidakmampuan menelan/
kesukaran dalam makan sekunder akibat kecacatan dan pembedahan.
2. Harga Diri Rendah berhubungan dengan kondisi anak terlahir cacat.
3. Kurang Pengetahuan berhubungan dengan teknik pemberian makan dan
perawatan di rumah.
4. Resiko tinggi terjadi
aspirasi
berhubungan
dengan
ketidakmampuan
mulut.
2. Bantu menstimulasi refleks ejeksi Asi
secara manual / dengan pompa payudara
makan
bayi,
sebelum menyusui
3.
Gunakan
alat
khusus,
bila
aspirasi
4. Mempermudah dalam pemberian Asi
menggunakan alat tanpa puting. (dot, spuit
5. Untuk
mencegah
terjadinya
asepto) letakan formula di belakang lidah
mikroorganisme yang masuk
4. Melatih ibu untuk memberikan Asi yang 6. mendapatkan nutrisi yang seimbang
baik bagi bayinya
5. Menganjurkan ibu untuk tetap menjaga
kebersihan, apabila di pulangkan
6. kolborasi dengan ahli gizi.
2. Harga Diri Rendah berhubungan dengan kondisi anak terlahir cacat.
Tujuan: Stelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan orang tua tidak malu lagi.
Kriteria Hasil:
Rasa malu hilang
Lebih menyayangi anaknya
Menjaga kesehatan anaknya
1. Berikan
Intervensi
kesempatan
Rasional
untuk 1. Mendorong koping keluarga
2. Meredam sikap sensitif orangtua terhadap
mengekspresikan perasaan
2. tunjukan sikap penerimaan terhadap bayi
3.
4.
5.
6.
Tujuan: Setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan tingkat pengetahuan orang tua
bertambah.
Kriteria Hasil:
Orang tua mengetahui tentang penyakit yang diderita anak
Orang tua mengetahui bagaimana cara perawatan anak mulai dari cara pemberian
makan, cara pembersihan mulut setelah makan.
Intervensi
Rasional
1. Jelaskan prosedur operasi sebelum dan 1. Agar orang tua mengetahui prosedur
sesudah operasi
2. Jelaskan dan demonstrasikan
keluarga
cara
perawatan,
Intervensi
Rasional
1. Atur posisi kepala dengan mengangkat a. Agar minuman atau makanan yang masuk
kepala waktu minum atau makan dan
bayi.
perawatan
luka
tidak.
pascaoperasi 4. Agar luka tetap terjaga kebersihannya
dengan aseptic
dan terhindar dari infeksi.
5. Hindari gosok gigi kurang lebih 1-2 5. Agar tidak terjadi pendarahan atau jaitan
minggu
DAFTAR PUSTAKA
Rudolf.2007.Buku AjarPediatri Rudolf Volume 2.Jakarta.EGC
Hidayat, Aziz Alimul. 2006. Pengantar Ilmu Keperawatan Anak. Jakarta : Salemba Medika.
Nelson. 1993. Ilmu Kesehatan Anak Bagian 2. Jakarta; Fajar Interpratama.
Wong, Dona L.2004. Pedoman Klinis Keperawatan Pedriatik. Jakarta : EGC.
Ngastiah. 2005. Perawatan Anak Sakit . Jakarta : EGC.
http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/37882/4/Chapter%20II.pdf
Suriadi &Yuliani, Rita, 2001, Asuhan Keperawatan pada Anak. Jakarta : PT. FAJAR
INTERPRATAMA
Sodikin. 2011. Keperawatan Anak Gangguan Pencernaan. Jakarta : EGC