com)
TB Paru
Asma Bronkial
11
Pneumonia
14
PPOK
18
Kanker Paru
21
Edema Paru
23
Bronkiektasis
24
Gagal Nafas
25
Bronkitis Akut
26
Empiema
27
Abses Paru
28
29
Pleurodesis
31
CATATAN:
Buku ini hanya penyederhanaan dan penggabungan dari buku Pedoman Paru yang dikeluarkan
PDPI, Protap Paru RSUD Ulin dan pedoman dari Global Initiative for Asthma
TB PARU
A. Patogenesis
1. Tuberkulosis Primer
Kuman TB saluran napas bersarang di jaringan paru memebentuk sarang primer afek
primer peradangan saluran getah bening menuju hilus (Iimfangitis lokal) pembesaran
kelenjer getah bening di hilus (Iimfadenitis regional).
Afek primer + Iimfangitis regional dikenal sebagai kompleks primer.
Kompleks primer ini akan mengalami salah satu nasib sebagai berikut :
1. Sembuh dengan tidak meninggalkan cacat sama sekali
2. Sembuh dengan meninggalkan sedikit bekas (sarang Ghon, garis fibrotik, sarang
perkapuran di hilus)
3. menyebar dengan cara :
a. Perkontinuitatum (menyebar ke sekitarnya)
b. Penyebaran secara bronkogen, baik di paru bersangkutan maupun ke paru
sebelahnya. Tertelannya dahak bersama ludah. Penyebaran juga terjadi ke dalam
usus.
c. Penyebaran secara hematogen dan Iimfogen. Sangat bersangkutan dengan daya
tahan tubuh, jumlah dan virulensi basil. Sarang yang ditimbulkan dapat sembuh
spontan, akan tetapi bila tidak terdapat imuniti yang adekuat, penyebaran ini akan
menimbulkan keadan cukup gawat seperti tuberkulosis milier, meningitis
tuberkulosa. Penyebaran ini juga dapat menimbulkan tuberkulosis pada alat tubuh
lainnya, misalnya tulang, ginjal, anak ginjal, genitalia dan sebagainya.
2. Tuberkulosis post-primer
Dari tuberkulosis primer akan muncul bertahun-tahun kemudian tuberkulosis post-primer.
Tuberkulosis post primer mempunyai macam-macam nama, tuberkulosis bentuk dewasa,
localized tuberculosis, tuberkulosis menahun, dan sebagainya. Bentuk tuberkulosis inilah yang
terutama menjadi problem kesehatan rakyat, karena dapat menulari sekitarnya.
Tuberkulosis post-primer dimulai dengan sarang dini, yang umunya terletak di segmen
apikal dari lobus superior maupun lobus inferior. Nasib sarang pneumonik ini akan mengikuti
salah satu jalan:
1. Diresorpsi kembali, dan sembuh kembali dengan tidak meninggalkan cacat
2. Sarang tadi mula-mula meluas, tapi segera terjadi proses penyembuhan dengan
penyebukan jaringan fibrosis. Selanjutnya akan membungkus diri menjadi lebih keras,
terjadi perkapuran, dan akan sembuh dalam bentuk perkapuran. Sebaliknya dapat juga
sarang tersebut menjadi aktif kembali, membentuk jaringan keju dan menimbulkan kaviti,
bila jaringan keju dibatukkan keluar.
3. Sarang pneumonik meluas, membentuk jaringan keju (jaringan kaseosa). Kaviti akan
muncul dengan dibatukkannya jaringan keju tadi keluar. Kaviti awalnya berdinding tipis,
kemudian dindingnya akan menjadi tebal (kaviti sklerotik). Nasib kaviti ini :
a. Mungkin meluas kembali dan menimbulkan sarang pneumonik baru. Sarang
pneumonik ini akan mengikuti pola perjalanan seperti yang sebutkan diatas.
2
2. TB Ekstra Paru
a. TB ekstra paru ringan
Misalnya : TB kelenjer limfe, pleuritis eksudativa unilateral, tulang (kecuali tulang
belakang), sendi dan kelenjer adrenal.
b. TB ekstra paru berat :
Misalnya : meningitis, millier, parikarditis, peritonitis, pleuritis eksudativa bilateral,
TB tulang belakang, TB usus, TB saluran kencing dan alat kelamin.
C. Anamnesis
1. Gejala respiratorik
c. Batuk 3 minggu
d. Batuk darah
e. Sesak napas
f. Nyeri dada
(TB ekstra paru tergantung dari organ yang terlibat, misalnya pada limfadentis tuberkulosis akan
terjadi pembesaran KGB yang lambat dan tidak nyeri)
2. Gejala sistemik
a. Demam
b. Gejala sistemik lain : malaise, keringat malam, anoreksia, berat badan menurun
D. Pemeriksaan Fisik
Kelainan paru pada umumnya terletak di daerah lobus superior terutama daerah apex dan segmen
posterior, serta daerah apex lobus inferior.
- suara napas bronkial, amforik,
- suara napas melemah, ronki basah
- tanda-tanda penerikan paru, diafragma & mediastinum.
Pada pleuritis tuberkulosis, kelainan pemeriksaan fisik tergantung dari banyak cairan di rongga
pleura.
- perkusi pekak
- suara napas yang melemah tidak terdengar pada sisi yang terdapat cairan.
Pada Iimfadenitis tuberkulosis, terlihat pembesaran KGB tersering di daerah leher (pikirkan
kemungkinan metastasis tumor), kadang-kadang didaerah ketiak. Pemeriksaan kelenjer tersebut
dapat menjadi cold abscess.
E. Pemeriksaan Penunjang
- Pemeriksaan spesimen
1. Bahan pemeriksaan: dahak, cairan pleura, liquor cerebrospinal, bilasan bronkus, bilasan
lambung, kurasan bronkoalveolar (bronchoalveolar lavege/BaL), urin, faeces dan jaringan
biopsi (termasuk biopsi jarum halus/BJH)
2. Cara pengumpulan dan pengiriman bahan
Cara pengambilan dahak 3 kali, setiap pagi 3 hari berturut-turut atau dengan cara :
4
BB < 30 kg
BB 30 50 kg
BB > 50 kg
R
H
Z
S
E
300 mg
300 mg
750 mg
500 mg
500 mg
450 mg
300 mg
1000 mg
750 mg
750 mg
600 mg
400 mg
1500 mg
750 mg
1000 mg
G. Evaluasi
Penderita TB yang telah dinyatakan sembuh tetap dievaluasi minimal 2 tahun setelah sembuh untuk
mengetahui terjadinya kekambuhan. Yang dievaluasi adalah mikroskopi BTA dahak dan foto toraks.
8
10
ASMA BRONKIAL
A. Mekanisme dasar terjadinya asma bronkial
FAKTOR RESIKO
INFLAMASI
HIPERESPONSIF
JALAN NAPAS
OBSTRUKSI JALAN
NAPAS
PENCETUS
GEJALA
Inflamasi Akut
1. Reaksi Asma Tipe Cepat: Alergen terikat pada IgE yang menempel pada sel mast degranulasi
sel mast mengeluarkan preformed mediator (histamin, protease, leukotrin, prostaglandidn dan
PAF) kontraksi otot polos bronkus sekresi mukus dan vasodilatasi.
2. Reaksi Fase Lambat: timbul antara 6 9 jam setelah provokasi alergen dan melibatkan
pengerahan serta aktivasi eosinofil, sel T CD4+, neutrofil dan makrofag.
Inflamasi Kronik
Berbagai sel terlibat dan teraktivasi: limfosit T, eosinofil, makrofag, sel mast, sel epitel, fibroblast dan
otot polos bronkus.
B. Faktor risiko terjadinya asma
Pejanan lingkungan hanya meningkatkan risiko asma pada individu dengan genetik asma,
Baik lingkungan maupun genetik masing-masing meningkatkan risiko penyakit asma
Bakat yang
diturunkan :
Pengaruh
lingkungan :
Asma
Alergen
Atopi / Alergik
Infeksi pernapasan
Asimptomatik atau Asma
Hipereaktivisi
Asap rokok / polusi
dini
bromkus
udara
11
Manifestasi Klinis asma
Faktor yang
Diet
memodifikasi
(Perubahan ireversibel pada
Status sosioekonomi
struktur dan fungsi jalan
F. Diagnosis Banding
Dewasa
Penyakit paru Obstruksi Kronik
Bronkitis kronik
Gagal Jantung Kongestif
Batuk kronik akibat lain-lain
Disfungsi larings
Obstruksi mekanis (misal tumor)
Emboli Paru
G. Klasifikasi
Derajat
Step 1
Intermittent
Step 2
Mild persistent
Anak
Benda asing di saluran napas
Laringotrakeomalasia
Pembesaran kelenjar limfe
Tumor
Stenosis trakea
Bronkiolitis
Kekambuhan/serangan
Kurang dari 1 kali dalam seminggu
Asimptomatis dan PEF normal di antara
serangan
Satu kali atau lebih dalam 1 minggu
Step 3
Moderate persistent
Setiap hari
Menggunakan B2 agonis setiap hari.
Serangan mempengaruhi aktivitas
Step 4
Severe persistent
Terus menerus.
Aktivitas fisik terbatas
Terapi
Obat reliever:
Beta agonis inhaler
Obat Kontroller:
- Medikasi 1x/hari
- Bisa ditambahkan bronkodilator long
acting
Obat reliever:
Beta agonis inhaler
Obat Kontroller:
- Kortikosteroid inhaler harian
- bronkodilator long acting harian
Obat reliever:
Beta agonis inhaler
Obat Kontroller:
- Kortikosteroid inhaler harian
- bronkodilator long acting harian
- Kortikosteroid oral
Obat reliever:
Beta agonis inhaler
H. Terapi
Obat-obatan pada asma bronkial secara garis besar dibagi menjadi dua kelompok, yaitu
13
Obat Reliever
- Beta 2 agonis short acting inhaler
- Kortikosteroid sistemik
- Antikolinergik
- Beta 2 agonis short acting oral
- Teofilin short acting
Kortikosteroid
- inhalasi
Beclomethasone
Budesonide
Fluticasone
Sodium Cromoglycate
Sodium Nedocromil
Antileukotrien
Salmeterol
memberikan proteksi terhadap berbagai macam stimulus yang mengakibatkan bronkokonstriksi.
Salmeterol mempunyai mula kerja yang lambat sehingga tidak cocok unutk asma yang akut.
Jenis-jenis Inhaler
pMDI (pressurised metered dose inhaler)
pMDI plus spacer
DPI (dry powder inhaler)
14
PNEUMONIA
peradangan paru yang disebabkan oleh mikroorganisme (bakteri, virus, jamur, parasit).
(Mycobacterium tuberculosis tidak termasuk). Sedangkan peradangan paru yang disebabkan oleh
nonmikroorganisme (bahan kimia, aspirasi bahan toksik, obat-obatan dan lain-lain)disebut
pneumonitis
A. Etiologi
di rumah sakit banyak disebabkan bakteri Gram negatif sedangkan pneumonia aspirasi banyak
disebabkan oleh bakteri anaerob
B. Klasifikasi
1. Berdasar klinis dan epidemiologis :
a. Pneumonia komuniti
b. Pneumonia nosokomial
c. Pneumonia aspirasi
d. Pneumonia pada penderita immunocompromised.
2. Berdasar bakteri penyebab
a. Pneumonia bakterial / tipikal.
b. Pneumonia atipikal, disebebkan Mycoplasma, Legionella dan Chlamydia.
c. Pneumonia virus
d. Pneumonia jamur. Pada penderita dengan daya tahan lemah (immunocompromised).
3. Berdasar predileksi infeksi
a. Pneumonia lobaris. Sering pada pneumonia bakterial, jarang pada bayi dan orang tua.
Pneumonia yang terjadi pada satu lobus atau segmen kemungkinan sekunder disebabkan
oleh obstruksi bronkus misal : Pada aspirasi benda asing, atau proses keganasan.
b. Bronkopneumonia. Ditandai dengan bercak-bercak infiltrat pada lapangan paru. Dapat
disebabkan oleh bakteria maupun virus. Sering pada bayi dan orang tua, Jarang
dihubungkan dengan obstruksi bronkus.
c. Pneumonia interstisial
C. Anamnesis
- demam, menggigil, suhu tubuh meningkat dapat melebihi 40 C
- batuk dengan dahak mukoid atau purulen kadang-kadang disertai darah
- sesak napas
- nyeri dada.
D. Pemeriksaan fisis
- tergantung dari luas lesi di paru.
- I : bagian yang sakit tertinggal waktu bernapas,
- P : fremitus dapat mengeras
- P : redup
- A : suara napas bronkovesikuler sampai bronkial yang mungkin disertai ronki basah
kasar pada stadium resolusi.
15
Onset
Suhu
Batuk
Dahak
Gejala lain
P.atipik
P.tipik
gradual
kurang tinggi
non produktif
mukoid
nyeri kepala, mialgia
Sakit tenggorokan, suara parau,
Nyeri telinga.
sering
flora normal atau spesifik
akut
tinggi, menggigil
produktif
purulen
Jarang
konsolidasi lobar
lebih tinggi
jarang
lebih jarang
kokus Gram (+) atau
F. Pengobatan
a. Penderita rawat jalan
Pengobatan suportif / simptomatik
- Istirahat di tempat tidur
- Minum secukupnya untuk mengatasi dehidrasi
- Bila panas tinggi perlu dikompres atau minum obat penurun panas
- Bila perlu dapat diberikan mukolitik dan ekspektoran
16
PPOK
( Penyakit Paru Obstruktif Kronik )
penyakit paru kronik yang ditandai dengan hambatan aliran udara di saluran napas yang tidak
sepenuhunya reversibel. bersifat progresif dan berhubungan dengan respons inflamasi paru
terhadap partikel atau gas yang beracun / berbahaya.
Bronkitis kronik dan emfisema tidak dimasukkan definisi PPOK karena :
- Emfisema merupakan diagnosis patologis
- Bronkitis kronik merupakan diagnosis klinis
Selain itu kedunya tidak selalu mencerminkan hambatan aliran udara dalam saluran napas.
A. Faktor Risiko
Asap rokok
Polusi udara
Infeksi saluran napas bawah bertulang
B. Anamnesis
-
batuk
produksi sputum
sesak napas
aktiviti terbatas
PPOK
usia pertengahan
Asma
usia dini
Riwayat
lama merokok
Keluhan
Pemeriksaan Fisik
Hipersonor
Radiologi
Hiperinflasi,
Hiperlusen,
Diafragma mendatar
umumnya ireversibel
Hambatan aliran
udara
Kebanyakan normal
CHF
Usia tua atau
pertengahan
Riwayat hipertensi
sesak
umumnya reversibel
F. Penatalaksanaan
4 komponem program tatalaksana :
1. Evaluasi dan monitor penyakit
2. Menurunkan faktor risiko berhenti merokok
3. Tatalaksana PPOK stabil
4. Tatalaksana PPOK eksaserbasi
Prinsip penatalaksanaan eksaserbasi PPOK
1. Optimalisasi penggunaan obat-obatan
b. Bronkodilator
Agonis beta -2 kerja cepat kombinasi dengan antikolinergik perinhalasi
(nebuliser)
Xantin intravena (bolus dan drip)
c. Kortikosteroid sistemik
d. Antibiotik
Gol. Makrolid baru
Gol. Kuinolon respirasi
Sefalosporin generasi III/IV
e. mukolitik
f. ekspektoran
2. Terapi oksigen
19
Terapi nutrisi
Rehabilitasi fisik dan respirasi
Evaluasi progresfiti penyakit
Edukasi
20
KANKER PARU
A. Gejala Klinis
Batuk-batuk dengan/tanpa dahak (dahak putih, dapat juga purulen)
Batuk darah
Sesak napas
Suara serak
Sakit dada
Sulit / sakit menelan
Benjolan di pangkal leher
Sembab muka dan leher, kadang-kadang disertai sembab lengan dengan rasa nyeri yang
hebat.
Tidak jarang yang pertama terlihat adalah gejala atau keluhan akibat metastasis di luar paru,
seperti kelainan yang timbul karena kompresi hebat di otak, pembesaran hepar atau patah
tulang.
Gejala dan keluhan yang tidak khas seperti :
Berat badan berkurang
Nafsu makan hilang
Demam hilang timbul
Sindrom paraneoplastik, seperti Hypertrophic pulmonary osteoartheopathy, trombosis
vena perifer dan neuropatia.
B. Pemeriksaan Penunjang
a. Foto toraks
PA/lateral: kelainan dapat dilihat bila masa tumor dengan ukuran tumor lebih dari 1 cm.
Mendukung keganasan: tepi iregular, identasi pleura, tumor satelit, invasi ke dinding
dada, efusi pleura, efusi perikard dan metastasis intrapulmoner.
b. CT-Scan toraks
Dapat mendeteksi tumor dengan ukuran lebih kecil dari 1 cm secara lebih tepat. Tandatanda proses keganasan juga tergambar secara lebih baik
c. Pemeriksaan radiologik lain
Kekurangan foto toraks maupun CT-scan toraks adalah tidak mampu mendeteksi telah
terjadinya metastasis di luar rongga toraks (metastasis jauh). Untuk maksud itu
dibutuhkan pemeriksaan radiologik lain, misalnya brain-CT, bone survey, USG abdomen
Pemeriksaan khusus
a. Bronkoskopi
b. Biopsi aspirasi jarum
c. Transbronchial Needle Aspiration (TBNA)
d. Transbronchial Lung Biopsy (TBLB)
e. Biopsi Transtorakal (Transthoraxic Biopsy, TTB)
f. Torakoskopi medik
g. Sitologi sputum
21
22
Etiologi
Sepsis/sindroma sepsis
Trauma berat (transfusi masif, fraktur multipel & kontusio paru)
Pneumonia berat
Aspirasi isi lambung
Pankreatitis hemoragik akut
Inhalasi asap atau gas toksik, dll
C. Gejala Klinis
ARDS dapat terjadi selama 12-48 jam sampai beberapa hari, berupa
dispnea
hipoksemia dengan pernafasan cepat dan dangkal.
Umumnya penderita membutuhkan intubasi & ventilator.
D. Laboratorium
Analisa gas darah abnormal:
FiO2 < 200
Alkalosis respirasi asidosis respiratorik karena eliminasi CO2
Leukositosis/leukopenia, anemia, trombositopenia.
Jarang terjadi DIC akibat sepsis, trauma berat atau trauma kepala.
MODS gangguan faal hati
E. Foto thoraks
infiltrat difus bulateral ringan atau tebal sesuai gambaran edema paru, interstisial atau alveolar, bercakbercak atau konfluens.
F. Terapi
1. Pemasangan intubasi dan ventilator
2. Obat-obat tidak spesifik: kortikosteroid, NO inhalasi
3. Perfluokarbon, penggunaan surfaktan aerosol, PGE1, Almitrin untuk stimulasi pernafasan
4. Ketokonasol obat jamur yang dapat menghambat beberapa jalur proinflamatori
5. Pengaturan cairan dengan mereduksi volume intravaskuler menggunakan diuretika
6. Posisi Prone, telentang telungkup dapat memperbaiki oksigenasi.
23
BRONKIEKTASIS
pelebaran bronkus yang menetap. Dapat disebabkan kel kongenital, infeksi kronik, faktor mekanis
D. Gejala Klinis
Antibiotik.
Mukolitik (asetil sistein), vitamin A, vitamin E, dan vitamin C.
Fisioterapi postural drainage, bila tak menolong lakukan bronkoskopi.
Pembedahan bila: berulang atau massif atau Batuk dengan sputum yang terus
mengganggu.
H. Komplikasi
- Sepsis
- Gagal napas.
24
GAGAL NAFAS
A. Gejala Klinis
Non spesifik dan mungkin minimal walaupun terjadi hipoksemia, hiperkarbia dan asidemia berat.
Tanda utama kecapaian pernafasan:
penggunaan otot bantu nafas, gerakan abdomen paradoksal
takipnea, takikardia,
tidal volume ,
pola nafas ireguler atau gasping
gerakan abdomen paradoksal.
Hipoksemia akut aritmia jantung & koma
Hiperkapnia asidemia peningkatan drive ventilasi kapasitas buffer di otak
penurunan rangsangan pH di otak drive
Asidemia hebat (pH < 7,3) vasokontriksi arteriolar paru, dilatasi vaskuler sistemik,
kontraktilitas miokard menurun, hiperkalemia, hipotensi & kepekaan jantung aritmia
B. Pemeriksaan Penunjang
Analisa gas darah
Evaluasi fungsi neuromuskular pola pernafasan dan uji fungsi paru
Perhitungan fraksi dead space dan produksi CO2
C. Terapi
Pemberian O2
Peningkatan fraksi O2 memperbaiki PaO2 sampai 60-80 mmHg cukup untuk
oksigenasi jaringan dan mencegah hipertensi pulmonal.
Pemberian O2 berlebih memperberat hiperkapnia
Menurunkan kebutuhan oksigen dengan memperbaiki & mengobati febris, agitasi, infeksi, sepsis,
dll. Usahakan Hb 10-12 g/dl
Tekanan positif seperti CPAP, BiPAP dan PEEP
Perbaiki elektrolit, balans pH, barotrauma, infeksi dan komplikasi iatrogenik
Atasi atau cegah terjadinya atelektasis, overload cairan, bronkospasme, peningkatan sekret
trakeobronkial, dan infeksi
Kortikosteroid jarang diberikan secara rutin
Perubahan posisi tiduran meningkatkan volume paru = 5-12 cm H2O PEEP
Posisi Prone baik untuk penderita ARDS.
Drainase sekret trakeobronkial yg kental : mukolitik, hidrasi cukup, humidifikasi udara yg
dihirup, perkusi, vibrasi dada & latihan batuk efektif.
Pemberian antibiotika untuk mengatasi infeksi
Bronkodilator jika timbul bronkospasme
Intubasi dan ventilator jika terjadi asidemia, hipoksemia & disfungsi sirkulasi progresif
25
BRONKITIS AKUT
= proses radang akut yang pada umumnya disebabkan oleh virus. Akhir akhir ini ternyata banyak juga
disebabkan oleh Mycoplasma dan Chlamydia.
A. Gejala Klinis
-
Batuk-batuk
biasanya dahak jernih
sakit tenggorok
nyeri dada
biasa disertai tanda bronkospasme.
Demam tidak terlalu tinggi.
B. Pemeriksaan Penunjang
- Foto rontgen toraks, untuk menyingkirkan kemungkinan pneumonia atau
tuberculosis. Pada bronchitis akut tidak terlihat kelainan di foto thorax
- Pemeriksaan serologi untuk melihat infeksi Mycoplasma atau Chlamydia
C. Diagnosis Banding: Pneumonia, Tuberkulosis.
D. Terapi
- Simtomatis bila disebabkan virus.
- Bila infeksi karena Mycoplasma atau Chlamydia dapat diberi :
Tetrasiklin 4 x 500 mg atau
Doksisiklin 2 x 100 mg atau
Eritromisin 4 x 500 mg
26
EMPIEMA
infeksi yang disertai penggumpalan nanah di dalam rongga pleura
A. Anamnesis
- Batuk-batuk
- demam
- sesak napas.
B. Pemeriksaan Fisik
- Sisi yang sakit lebih cembung, tertinggal pada pernapasan
- perkusi pekak
- mediastinum terdorong ke sisi yang sehat
- suara napas melemah.
- Pada empiema yang kronis hemitoraks yang sakit mungkin sudah mengecil karena
terbentuknya schwarte.
C. Pemeriksaan Penunjang
- Foto toraks
- Pungsi pleura untuk menentukan penyebabnya, apakah kuman, parasit atau jamur.
D. Diagnosis Banding
- Pleuritis eksudativa
- Abses
- Tumor
E. Terapi
-
Drainase nanah dengan WSD yang cukup besar agar nanah keluar dengan lancar.
Bila nanah kental dilakukan pencucian rongga pleura dengan larutan NaCL 0.9 %
500 ml ditambah dengan 25 ml larutan povidon iodine (betadine solution) setiap hari
sampai rongga pleura bersih.
Antibiotik sesuai kuman penyebabnya.
Bila dalam 2 minggu tidak membaik perlu dilakukan tindakan operasi.
27
ABSES PARU
peradangan di jaringan paru yang disertai pembentukan rongga yang berisi nanah.
A. Gejala Klinis
- Demam tinggi.
- Batuk mula-mula sedikit dahaknya, suatu saat dahak dapat banyak sekali karena rongga abses
berhubungan dengan bronkus yang agak besar dan isi abses dibatukkan keluar. Seringkali dahak
berbau busuk atau bercampur darah.
- Nyeri dada
- sesak napas.
- Biasanya dijumpai ronki basah.
B. Pemeriksaan Penunjang
- Foto rontgen toraks PA dan lateral.
- Laboratorium : leukositosis, LED meninggi..
- Pemeriksaan sputum , pewarnaan Gram, Kultur dan pemeriksaan resistensi terhadap antibiotik.
C. Diagnosis Banding: Empiema, Bulla yang terinfeksi.
D. Terapi
- Penisillin 2 x 1.2 juta sampai rongga abses menutup.
- Kloramfenikol 4 x 500 mg selama 2 minggu.
- Bila dahak berbau busuk yang umumnya disebabkan infeksi kuman anaerob ditambahkan
metronidazol 3 x 500 mg.
- Obat pilihan lain amoksillin + asam klavulanat 3 x 1 g selama 3-5 hari, dilanjutkan 3 x 500 mg
sampai rongga abses menutup, Clindamycin 2 x 500 mg
E. Penyulit: Hemoptisis massif, sepsis
28
:
- Efusi pleura
- Pneumotoraks
- Hidropneumotoraks
C. Kontraindikasi
Absolut : Tidak ada
Relatif :
- Keadaan umum buruk, kecuali punksi pleura dengan tujuan terapeutik
- Infeksi kulit yang luas di daerah punksi
- Kelainan hemostasis
D. Prosedur :
Bahan dan alat :
- Stetoskop
- Sarung tangan steril
- Spuit 5 cc dan 50 cc
- Kateter vena No. 14
- Blood set
- Lidocain 2%
- Alkohol 70%
-
Plester
Three way stopcock
kasa steril
Betadin
Pasien dipersiapkan dengan posisi duduk atau setengah duduk, sisi yang sakit menghadap
dokter yang akan melakukan punksi.
Beri tanda (dengan spidol atau pulpen) daerah yang akan di punksi Pada linea aksilaris
anterior atau linea midaksilaris.
Desinfeksi pasang duk steril
Anestesi lidokain 2% dimulai dari subkutis, lalu tegak lurus ke arah pleura (lakukan tepat di
daerah sela iga), keluarkan lidokain perlahan hingga terasa jarum menembus pleura.
Pastikan tidak ada perdarahan.
Jika jarum telah menembus ke rongga pleura, kemudian dilakukan aspirasi beberapa cairan
pleura.
Bila jumlah cairan yang dibutuhkan untuk diagnostik telah cukup, tarik jarum dengan cepat
dengan arah tegak lurus pada saat ekspirasi dan bekas lukatusukan segera ditutup dengan
29
30
PLEURODESIS
Adalah tindakan untuk melekatkan pleura parietalis dan visceralis dengan instilasi bahan
sklerosan.
A. Indikasi
:
- Pneumotoraks berulang
- Pneumotoraks dengan lesi luas
- Efusi pleura ganas
B. Kontra Indikasi :
- Absolut : Tidak ada
- Relatif : Kelainan faal hemostasis (sesuai KI pemasangan kateter toraks).
C. Bahan dan alat
- Tetrasiklin 1000 mg atau bleomisin 40 mg / 5 FU / talk steril
- Lidocain 5 ampul
- Spuit 50 cc
D. Prosedur Tindakan :
- Posisi pasien duduk
- Siapkan O2
- Berikan lidocain 2% melalui selang WSD, kemudian pasien diubah ubah
posisinya agar merata di seluruh permukaan pleura.
- Masukkan zat tetrasiklin yang telah dilarutkan
- Bilas dengan NaCl
- Pasien diubah ubah posisinya
- Klem WSD selama 2 jam
- Klem dipasang continuous suction dengan tekanan 20 cm H2O
- Observasi efek samping
- WSD dilepas setelah 2 x 24 jam
E. Interpretasi
:
- Paru tetap mengembang
- Efusi pleura berkurang atau minimal
31