Jurnal Asmuni
Jurnal Asmuni
Abstrak
Berdasarkan Asas praduga Rechmatiq/Praesumptio iustae causa bahwa
keputusan Tata Usaha Negara (KTUN) harus dianggap sah secara hukum
sampai dengan adanya keputusan Pengadilan yang menyatakan
sebaliknya, hal ini agar tugas pemerintahan khususnya dalam rangka
memberikan perlindungan (protection), pelayanan umum (public servis)
dan mewujudkan kesejahteraan (welfase) bagi masyarakat dapat berjalan,
namun sebagai penyeimbang guna memberikan perlindungan hukum
terhadap kepentingan penggugat, hakim dapat mengeluarkan penundaan
pelaksanaan (Scorsing). Penetapan merupakan Produk hukum yang lahir
dari permohonan ( tidak ada sengketa ) tapi dalam hal ini terdapat
sengketa Tata Usaha Negara, namun hakim dapat mengeluarkan
penetapan penundaan/scorsing.
Kata Kunci: Penundaan pealaksanaan Keputusan Tata Usaha Negara
mengakibatkan suasana/keadaan hukumnya(rechtstoestand)
kembali pada keadaan atau posisi semula (restitutio in
integrum ) sebelum adanya keputusan Tata Usaha Negara
yang disengketakan.
1 Pendahuluan
Tujuan dibentuknya Peradilan Tata Usaha Negara atau Peradilan
Adiministrasi Negara, adalah dimaksudkan sebagai suatu sarana
perlindungan hukum (rechtsbescherming) bagi rakyat terhadap tindakan
Pemerintah agar dalam menjalankan tugas pemerintahan sesuai dengan
peraturan perundang-undangan yang berlaku (wetmatigheid van bestuur)
dan selaras dengan asas-asas umum pemerintahan yang baik (AUPB)/
algemene beginselen van behoorlijk bestuur.
1
8 (delapan) menjelaskan
sebagai berikut :
Peradilan Tata Usaha Negara itu diadakan dalam rangka
memberikan perlindungan kepada rakyat pencari keadilan, yang
merasa dirinya dirugikan akibat suatu Keputusan Tata Usaha
Negara. Akan tetapi, dalam hubungan ini perlu kiranya disadari
bahwa disamping hak perseorangan, masyarakat juga mempunyai
hak hak-hak tertentu. Hak Masyarakat ini didasarkan kepentingan
bersama dari orang yang hidup dalam masyarakat tersebut.
Kepentingan-kepentingan tersebut tidak selalu sejalan, bahkan
kadang-kadang saling berbenturan. Untuk menjamin penyelesaian
yang seadil-adilnya terhadap benturan antara kepentingan yang
berbeda itu, saluran hukum merupakan salah satu jalan yang
terbaik dan sesuai dengan prinsip yang terkandung dalam falsafah
negara kita Pancasila, maka hak dan kewajiban asasi warga
masyarakat harus diletakkan dalam keserasian, keseimbangan,
dan keselarasan antara kepentingan masyarakat. Oleh karena itu,
tujuan Peradilan Tata Usaha Negara sebenarnya tidak sematamata memberikan perlindungan terhadap hak-hak perorangan,
tetapi sekaligus juga melindungi hak-hak masyarakat.2 (kursif dari
1Menteri Kehakiman RI, Keterangan Pemerintah di Hadapan Sidang
Paripurna DPRI Mengenai RUU Tentang Peradilan Tata Usaha Negara,
tanggal 29 April 1986, hal. 9.
2Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1986 Tentang Peradilan Tata Usaha
Negara, Penjelasan Umum angka 1 alinea 8.
2
penulis)
Dapat ditarik suatu kesimpulan dilihat dari aspek filosofis, historis
dan yuridis, bahwa tujuan diadakannya Peradilan Tata Usahai Negara
adalah dalam rangka :
1. Memberikan perlindungan terhadap hak-hak perseorangan; dan
2. Memberikan perlindungan terhadap hak-hak masyarakat.
Tidak
semata-mata
Peradilan
Tata
Usaha
Negara
hanya
menurut
selaras
masyarakat
antara
kepentingan
hak-hak
perseorangan,
dengan
kepentingan
Pemerintah
sebagai
hak-hak
penguasa,
masyarakat
dan
Pemerintah
sebagai
penguasa,
dalam
(Preambule)
Undang-Undang
Dasar
Negara
Republik
pelaksanaan
Keputusan
Tata
Usaha
Negara
makna seperti :
1. Konsep keadaan mendesak;
2. Konsep kerugian; dan
3. Kepentingan umum dalam rangka pembangunan.
Konsep-konsep tersebut terbuka untuk diberi makna, oleh karena
Undang-Undang itu sendiri tidak memberi pengertian secara ontentik di
dalam Pengertian Umum maupun di dalam Penjelasan Umum dan
Penjelasan Pasal Undang-Undang tersebut. H. L. A. Hart mengatakan,
sering sekali penggunaan sebuah istilah biasa, atau bahkan istilah teknis,
bersifat cukup terbuka dalam pengertian bahwa di sana tidak ada
halangan untuk memperluas istilah sampai pada kasus-kasus tertentu
dimana hanya ada sebagian ciri yang biasanya hadir bersama. 10 Dalam
menghadapi konsep-konsep hukum yang sifatnya terbuka disinilan peran
hakim untuk melakukan interpretasi.
9Penjelasan Pasal 67 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1986 tentang
Peradilan Tata Usaha Negara.
Ketentuan di dalam Pasal 67 ayat (1), aya| (2), ayat (3) dan ayat (4)
Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1986 tentang Peradilan Tata Usaha
Negara menurut Dani Elpah,
merupakan perpaduan antara pemberian perlindungan hak-hak
individu rakyat pencari keadilan dengan hak masyarakat yang
didasarkan pada adanya kepentingan bersama. Disisi lain dilihat
dari perspektif logika hukum antara ketentuan Pasal 67 Ayat (1)
dan ayat (2), ayat (3) dan ayat (4) terjadi konflik norma yang
sifatnya bilateral parsial hal ini bermakna, jika norma di dalam
Pasal 67 ayat (2) dilaksanakan, maka norma di dalam Pasal 67
ayat (1) terlanggar, manakala norma didalam Pasal 67 ayat (1)
dilaksanakan hanya terdapat satu kemungkinan terjadi pelanggaran
terhadap norma Pasal 67 ayat (2) jika tidak terdapat kepentingan
yang mendesak dan kepentingan umum mengharuskan
dilaksanakannya Keputusan Tata Usaha Negara.11
Secara teoretik adanya ketentuan Pasal 67 ayat (2) yang mengatur
mengenai permohonan penundaan pelaksanaan Tata Usaha Negara
selama
sengketa
sedang
berjalan
merupakan
penyeimbang
dari
service)
dan
memberikan
perlindungan
(protection)
dan
rangka
melaksanakan
fungsi
yudisialnya
(mengadili)
yang
akan
dipergunakan
dalam
rangka
proses
(einduitspraak/eindvonnis).
Masing-masing
insturmen
hukum
yang
Sudikno
putusan
Mertokusumo
hakim
bukanlah
dalam
proses
satu-satunya
penyelesaian
bentuk
untuk
proses
penyelesaian
sengketa
bentuk
instrumen
hukum
sedangkan
dalam
peradilan
sukarela
atau
tidak
deklaratoir. Pembedaan
Pandangan Sudikno
Pejabat
(ambstdrager)
yang
dapat
mengeluarkan
dalam
bentuk
instrumen
hukum
putusan
tidak kalah pentingnya adalah, terkait dengan cara penegakan hukum (law
inforcement) jika penundaan pelaksanaan Keputusan Tata Usaha Negara
yang dikeluarkan oleh Pengadilan Tata Usaha Negara tidak dipatuhi oleh
Badan atau Pejabat Tata Usaha Negara.
Pengadilan Tata Usaha Negara dengan tugas pokok yaitu,
memeriksa, mamutus dan menyelesaikan Sengketa Tata Usaha Negara
sebagaimana dimaksud di dalam Pasal 47 Undang-Undang Nomor 51
Tahun 2009 tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 5
Tahun 1986 tentang Peradilan Tata Usaha Negara. Menyelesaikan berasal
dari kata dasar selesai bermakna harus tuntas dan final tidak saja hanya
sampai memeriksa dan memutus akan tetapi sampai kepada tahap
pelaksanaan produk dari instrumen-instrumen hukum yang dikeluarkan
oleh lembaga peradilan, jangan sampai terjadi ada produk instrumen
hukum lembaga Peradilan yang barsifat mengambang (floating).
Pada Peradilan Tata Usaha Negara eksekusi tidak saja terkait
dengan putusan Pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum
tetap (vonnis in kracht van gmwisjde), akan tetapi eksekusi terkait pula
dengan penundaan pelaksanaan Keputusan Tata Usaha Negara, di
negara-negara dengan
12
diaturnya
masalah
eksekusi
terhadap
penundaan
pelaksanaan Keputusan Tata Usaha Negara dapat dikatagorikan UndangUndang dalam keadaan diam (silentio of wet) atau dapat juga dikatakan
terjadi kekosongan hukum (Ieemten in het recht) yang berkenaan
dengan mekanisme maupun upaya hukum yang dapat dilakukan jika
penundaan pelaksanaan Keputusan Tata Usaha Negara tidak dipatuhi
oleh Badan atau Pejabat Tata Usaha Negara.
Berdasarkan uraian latar belakang diatas, maka yang menjadi
rumusan masalah dalam penelitian ini adalah: Apakah dasar pertibangan
hukum hakim dalam mengabulkan atau menolak permohonan penundaan
pelaksanaan Keputusan Tata Usaha Negara dilihat dari aspek filsafat,
aspek teori/ilmu hukum, dan aspek normatif ? Instrumen hukum apa yang
seharusnya dipergunakan oleh hakim Peradilan Tata Usaha Negara dalam
menyelesaikan permohonan penundaan pelaksanaan Keputusan Tata
Usaha Negara ? Bagaimana mekanisme pelaksanaan (eksekusi )
penundaan keputusan Tata Usaha Negara.
13
2 . Metodologi
Penelitian ini menggunakan metode penelitian hukum normatif. Menurut
B Arief Sidharta Penelitian hukum normatif adalah jenis penelitian yang
lazim
dipergunakan
dalam
kegiatan
pengembangan
ilmu
hukum.
untuk
mengkaji
kejelasan
yang
berkaitan
dengan
konsep
berwenang menjatuhkan sanksi administratif.dan pendekatan perundangundangan (statute approach) yaitu untuk mengkaji peraturan perundangundangan yang mempunyai korelasi dengan aspek-aspek yang berkaitan
dengan penundaan pelaksanaan keputusan Tata Usaha Negara.
Surat
b.
c.
dirumuskan
dalam
Pelatihan
Peningkatan
e.
dirumuskan
dalam
Pelatihan
Pemantapan
g.
h.
15
2...dstnya.
Dari sinilah awal mula penggunaan instrumen hukum Penetapan untuk
menunda pelaksanaan Keputusan Tata Usaha Negara yang kemudian
diikuti oleh Petunjuk Pelaksanaan SEMA RI yang lain sampai ke Pedoman
Tekhnis Administrasi dan Tekhnis Peradilan Tata Usaha Negara Buku II
Edisi 2009.
Ketentuan pada SEMA RI Nomor 2 Tahun 1991 angka VI. 1. yang
mengecualikan penggunaan Putusan hanya untuk putusan akhir adalah
bertentangan dengan ketentuan di dalam Pasal 113 ayat (1) UndangUndang Nomor 5 Tahun 1986 tentang Peradilan Tata Usaha Negara yang
secara jelas dan tegas menetukan ;
Putusan
Pengadilan
yang
bukan
16
putusan
akhir
meskipun
diucapkan dalam
PUTUSAN
SELA
bukan
dengan
instrumen
hukum
17
manapun.
Berbeda
halnya
dengan
eksekusi
putusan
penundaan
peradilan
di
dalam
keempat
lingkungan
peradilan
telah
pelaksanaan
Keputusan
Tata
Usaha
Negara
yang
disengketakan yaitu :
1. Surat Edaran Mahkamah Agung RI Nomor 2 Tahun 1991 angka
VI. 4. Menentukan :
Apabila ada Penetapan Penundaan dimaksud yang tidak
dipatuhi oleh Tergugat, maka ketentuan Pasal 116 ayat (4), (5)
18
kehendak
Badan
atau
Pejabat
Tata
Usaha
Negara
yang
19
Usaha
diundangkannya
Negara
adalah
sistem
Undang-Undang
upaya
paksa,
Nomor 51 Tahun
2009
dengan
tentang
dengan
Pemerintah
Provinsi
sehingga
tepat
20
kewajiban
tersebut
tidak
dilaksanakan,
maka
21
tersebut;
(4) Dalam hal tergugat tidak bersedia melaksanakan putusan
pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap,
terhadap pejabat yang bersangkutan dikenakan upaya paksa
berupa pembayaran sejumlah uang paksa dan/atau sanksi
administratif;
(5) Pejabat
yang
tidak
melaksanakan
putusan
pengadilan
22
waktunya,
sedangkan
penundaan
pelaksanaan
23
pelaksanaan
Keputusan
Tata
Usaha
Negara
pelaksanaan
mengakibatkan
Keputusan
suasana/keadaan
Tata
Usaha
hukumnya
Negara
(rechtstoestand)
adanya
Keputusan
Tata
Usaha
Negara
yang
disengketakan;
3. Penundaan pelaksanaan Keputusan Tata Usaha Negara memberi
batasan (restricteren) berlakunya asas praduga Sah (praesumtio
iustae causa/vermoeden van rechtmatigheid).
4. Mengingat pengaruh yang ditimbulkan oleh adanya putusan
penundaan pelaksaan Keputusan Tata Usaha Negara, maka
dalam pertimbangan hukum hakim diperlukan alasan-alasan
hukum secara filosofis, teoritis dan yuridis.
5. Alasan kepentingan umum tidak diperlukan di dalam Pasal 67 ayat
(4) huruf b
Hukum
yang
dipergunakan
untuk
menunda
24
DAFTAR PUSTAKA
Buku-buku
25
26
27