Anda di halaman 1dari 15

BAB I

PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Dalam khazanah ilmu pengetahuan tentang hukum islam tentunya
sudah tidak asing lagi dengan istilah fiqh, us}u>l fiqh dan qawa>id
fiqhiyyah, apalagi bagi seorang mahasiswa Ahwal as-Syakhsiyah,
karena tentu saja ilmu ini sangat penting diketahui dan dipahami
sepenuhnya.
Ilmu us}u>l fiqh besar manfaat dan kadarnya, tinggi kemuliaan dan
kualitasnya karena ia menjadi acuan hukum syariat dan patokan fatwa
hukum fiqih, ia lah pokok saat ijtihad karena us}u>l fiqh berkaitan erat
dengan ijtihad.
Oleh karena itu penulis akan membahas tentang peranan us}u>l fiqh
dan qawa>id fiqhiyyah dalam memproduk hukum. Tetatpi sebelum
mengetahui itu penulis akan membahas dahulu tentang pengertian dan
sejarah perkembangannya.
B. Rumusan Masalah
a. Apa pengertian Us}u>l fiqh dan Qawa>id fiqhiyyah?
b. Bagaimana sejarah perkembangannya?
c. Bagaimana peran Us}u>l fiqh dan Qawa>id fiqhiyyah dalam
memproduk hukum?
C. Tujuan Pembahasan
a. Untuk mengetahui pengertian Us}u>l fiqh dan Qawa>id Fiqhiyyah
baik secara etimologi maupun terminology.
b. Untuk mengetahui sejarah perkembangan keduanya.
c. Untuk mengetahui peranannya dalam memproduk hukum syari.

BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Us}u>l fiqh dan Qawa>id Fiqhiyyah
1. Pengertian Us}u>l fiqh
Us}u>l fiqh terdiri dari dua kata yaitu Us}u>l dan fiqh. Kata Us}u>l
adalah bentuk jama dari kata as}al yang bermana fondasi sesuatu1.
Sedangkan kata Fiqh menurut etimologi adalah ( faham/ mengetahui),
sedangkan menurut terminology2 adalah:

.
Artinya : mengetahui hukum-hukum syariah al amaliyah yang di
ambil dari dalil-dalil yang terperinci3.


Artinya: Mengetahui hukum-hukum syariah dengan cara
ijtihad4.
Jadi pengertian Us}u>l fiqh adalah ilmu , peraturan-peraturan dan
pembahasan-pembahasan yang mana dengan itulah orang sampai
mempergunakan hukum-hukum shari al-ama>liyah ( yang bersangkutan
dengan amal perbuatan) yang menunjukkan secara terperinci atau
himpunan undang-undang dan pembahasan yang menyampaikan orang

Ushul secara bahasa yaitu perkara yang dibanguni sesuatu padanya. Seperti pondasi
rumah atau akar pohon yang menancap di dalam tanah. Lihat Ahmad bin Ahmad al-Dimya>t}i>,
Sharah al-Waraqa>t, (Indonesia: Da>r Ih}ya> al- Kutub al-Arabiyyah, tt), hlm 3
2
Dalam kitab Faroidul bahiyyah fiqh adalah mengetahui hukum-hukum syara yang
bersifat amaliyah yang diperoleh melalui dalil-dalilnya yang terperinci. Lihat faraidul bahiyyah,
Menurut Imam suyuti fiqih adalah mengetahui keserupaan-keserupaan, abu hamid al-ghazali fiqh
adalah ibarat dari penegtahan dan pemahaman . imam zarkasi fiqh: mengetahui sesuatu yang baru
secara nash dan istinbat. Lihat Jalal al-Din, al-Ashbah wa al-Nadhoir fi al-Furu, ( Beirut : Da>r alKutub al-ilmiyah, 2010), 2.
3
Zainu al-Di>n Abd al- Azi>z al-Malaibari>, Fath al-Mui>n, ( Surabaya: Haramain Jaya,
2006), hlm 2.
4
al-Dimya>t}i>, Sharah al-Waraqa>t, hlm 3

untuk

mempergunakan

hukum-hukum

syariat

amaliyah

yang

menunjukkannya secara terperinci .


2. Pengertian Qawa>id Fiqh
Al- Qawid merupakan jamak dari qa>idah (kaidah). Para ulama
mengartikan qa>idah secara etimologi dan terminologi. Dalam arti bahasa,
qa>idah6 bermakna asas, dasar, atau fondasi. Arti ini digunakan di dalam
Al-quran surat Al-Ba>qarah ayat 1277 dan surat al-Nahl ayat 268.
Dari kedua ayat tersebut bisa disimpulkan arti kaidah adalah dasar,
asas atau fondasi, tempat yang diatasnya berdiri bangunan9. Maka AlQawa>id al-Fiqhiyah secara etimologis adalah dasar-dasar atau asas-asas
yang berkaitan dengan masalah-masalah atau jenis-jenis fikih.
Adapun qawa>id fiqh menurut terminology telah di definisikan oleh
beberapa ulama sebagaimana berikut:
5

Abdul Wahab Khalaf, Ilm Us}u>l al-Fiqh, ( Cairo: Da>r al-Qalam, 1978), hlm 11.
Sedangkan Menurut Imam Subki ,Ushul Fiqh adalah ilmu dg kaidah-kaidah yang menghubungkan
pada fiqh pada arah yang sebenarnya. Lihat Taj al-Din al-Subki, Jamu al Jawa>mi fi us}u>l al fiqh, (
Beirut: Da>r al-Kiutub al-ilmiyah, 2003)hlm 13. Sedangkan menurut Wahbah al-zuhaili : secara
bahasa dalil-dalil fiqh. Istilah kaidah kaidah yang mana dengan kaidah tersebut menghubungkan
seorang mujtahid untuk melakukan istinbat hukum-hukum syari yang bersifat amali dari dalildalinya yeng terperinci. Wahbah al-zuhaili, al Waji>z fi> us}u>l al fiqh, ( Beirut : Da>r al fikr, 1995),
hlm 5
6

Dalam kitab Fara>id al-Bahiyah : al-qawa>idu merupakan jama dari qa>idah yang
mengandung mana perkara yang diikat yang dijadikan topangan padanya.
7
AL-Quran surat al-Baqarah 127:

Artinya: dan (ingatlah), ketika Ibrahim meninggikan (membina) dasar-dasar Baitullah bersama
Ismail (seraya berdoa): "Ya Tuhan Kami terimalah daripada Kami (amalan kami), Sesungguhnya
Engkaulah yang Maha mendengar lagi Maha Mengetahui".
8
AL-Quran surat al-Nahl 26:



Artinya: Sesungguhnya orang-orang yang sebelum mereka telah Mengadakan makar,
Maka Allah menghancurkan rumah-rumah mereka dari fondasinya, lalu atap (rumah itu) jatuh
menimpa mereka dari atas, dan datanglah azab itu kepada mereka dari tempat yang tidak mereka
sadari
9
Ali Ahmad Al-Nadwi : Al-Qawid Al-Fiqhiyah, (Beirut : Dr al-Qlam, 1420 H/2000
M), cet. V.

Menurut Imam Taj al-Din Al-Subki:


Sesuatu perkara hukum yang bersifat kully (Umum atau
menyeluruh) yang dapat diterapkan pada seluruh juzi (satuannya/bagianbagiannya) untuk mengetahui dan memahami hukum-hukumnya10.
Menurut Imam Mustafa al-Zarqa:
Dasar-dasar hukum fiqh yang bersifat kully yang diungkapkan
dalam teks-tekssingkat yang bersifat undang-undang dan mengandung
hukum-hukum syara dalamberbagai kasus yang termasuk dalamcakupan
kaidah tersebut11.
Menurut Imam Ali Ahmad al-Nadwi memberika defenisi
sebagai berikut:
Dasar hukum syara yang terdapat dalam permasalahan yang
umum atau menyeluruh untuk mengetahui hukum-hukum yang termasuk
dalam cakupan kaidahtersebut.
Dasar fiqh yang bersifat kully atau menyeluruh yang mengandung
hukum-hukum syara yang umum dari berbagai macam pembahasan
dalam berbagai permasalahan-permasalah yang termasuk dalam cakupan
kaidah tersebut12.
B. Sejarah perkembangan Us}u>l fiqh dan Qawa>id fiqhiyyah
1. Sejarah perkembangan Us}u>l fiqh
Pertumbuhan us}u>l fiqh tidak lepas dari perkembangan hukum Islam
sejak zaman Rasulullah saw sampai pada masa tersusunnya us}u>l fiqh
sebagai salah satu bidang ilmu bidang ilmu pada abad ke-2 Hijriyah.
a. Periode Rasulullah saw
Di zaman Rasulullah saw sumber hukum Islam hanya dua yaitu AlQuran dan Hadits. Apabila muncul suatu kasus Rasulullah menunggu
turunnya wahyu yang menjelaskan hukum kasus tersebut. Apabila

10

Taj al-Din al-Subki, Jamu al Jawa>mi fi us}u>l al fiqh, ( Beirut: Da>r al-Kiutub al-

ilmiyah, 2003)hlm 13
11

Mustafha al-Zarqa,al-Madkhal al-Fiqh al-Aam,,Damaskus,


Jamiah,1963,jilid 2
12
Ali Ahmad al-Nadwi, Qawaid fikhiyyah, Damaskus, Dar al-Qalam, tt.

Mathbaah

wahyu tidak turun, maka beliau menetapkan hukum kasus tersebut


melalui sabdanya, yang kemudian dikenal dengan hadits13.
Dalam menetapkan hukum dari berbagai kasus di zaman Rasulullah
saw yang tidak ada ketentuan dalam Al-Quran, para ulama us}u>l fiqh
menyimpulkan bahwa ada isyarat bahwa Rasulullah menetapkannya
melalui ijtihad.
Menurut Rasyid Ridho dalam Tafsir al-Manar bersama Muhammad
Abduh ,bahwa tidak kurang dari tiga peristiwa yang diungkapkan oleh
Al-Quran yang mengisyaratkan terjadinya ijihad Rasulullah, yaitu:
1) Keputusan Rasulullah yang menyetujui pendapat mayoritas (Rayu

al-Jumhur) untuk mengambil uang tebusan dari para tawanan


perang Badar, yang kemudian mendapat pembetulan dari Allah.
2) Kelonggaran yang diberikan oleh Rasulullah kepada sekelompok

kaum muslim untuk tidak ikut dalam peperangan, yang pada


gilirannya mendapat koreksi dari Allah.
3) Sikap Rasulullah yang memberikan perhatian khusus dalam suatu

pertemuan kepada pembesar-pembesar Quraisy, antara lain Utbah


bin Rabiah dan saudaranya Syaibah, Abi Jahal bin Hisyam, alAbbas bin Abd Muthalib, Umayyah bin Khallaf dan Walid bin
Mughirah. Dengan sikap demikian Rasulullah mengharapkan agar
mereka menganut Islam. Sementara itu beliau mengabaikan
kedatangan orang buta, Abdullah bin Ummi Maktum, yang dengan
segala ketulusannya ingin minta petunjuk kepada Rasulullah tentang
ajaran islam. Kemudian sikap Rasul ini mendapat teguran dari
Allah14.

13

6-7

14

Dr. H. Nasrun Haroen, Ushul Fiqh 1, (Jakarta: Logos Wacana Ilmu, 1997), Cet. 2, hal,

Dr Huzaemah Tahido Yanggo, Pengantar Perbandingan Madzhab, Jakarta:Logos,


1997), hlm17-18

Ketiga peristiwa ini dapat dijadikan bukti yang kuat bahwa Rasulullah
benar-benar

berijtihad

dan

menentukan

sikapnya

atas

dasar

pertimbangan dan pendapatnya15.


Hasil ijtihad Rasulallah ini secara otomatis menjadi Sunnah sebagai
sumber hukum dan dalil bagi umat Islam..
b. Periode Sahabat
Cara-cara Rasulullah saw dalam menetapkan hukum di atas
menjadi bibit munculnya ilmu us}u>l fiqh. Bibit ini semakin jelas di
zaman para sahabat, karena wahyu dan sunnah rasul tidak ada lagi,
sementara persoalan yang mereka hadapi semakin berkembang 16.
Kemampuan mereka dalam bidang ini, disamping berakar dari
bimbingan Rasulullah saw juga kemampuan bahasa arab mereka yang
masih tinggi dan jernih. Selain itu mereka adalah orang- orang yang
dekat dengan Rasulullah dan selalu menyertai dan menyaksikan sendiri
peristiwa-peristiwa hukum yang dipecahkan oleh Rasul, sehingga
mereka tahu betul bagaimana cara memahmi ayat dan dapat menangkap
tujuan pemberlakuan hukumnya.
Para tokoh mujtahid yang termasyhur di zaman sahabat di
antaranya adalah Umar bin Khathab17, Ali ibn Abi Tholib18, dan
Abdullah ibnu Masud 19.
15

Hadits

) (
Artinya : Sesungguhnya aku menetapkan sesuatu hukum di antara kamu berdasarkan
pendapatku, selama wahyu belum turun kepadaku tentang masalah itu. ( H.R Abu Dawud).
16
Menurut Muhammad Abu Zahrah Ushul Fiqh telah muncul berbarengan dengan
munculnya fiqh. Alasannya, karena secara metodologis, fiqh tidak akan terwujud tanpa ada metode
istinbat dan metode istinbat itulah sebagai inti dari ushul fiqh. Fiqh sebagai produk ijtihat mulai
muncul pada masa sahabat. Lihat Prof. Dr. H. Satria Effendi, M.Zein, Ushul Fiqh, (Jakarta:
Kencana, 2005), hal, 16
17
Dalam berijtihat Umar bin Khathab sering sekali mempertimbangkan kemaslahatan
umat, dibanding sekedar menerapkan nash secara dhahir, semementara tujuan hukum tidak
tercapai. Misalnya, demi kemaslahatan rakyat yang ditaklukan pasukan Islam di suatu daerah,
Umar menetapkan bahwa tanah di daerah tersebut tidak diambil pasukan isla, melainkan dibiarkan
digarap oleh penduduk setempat, dengan syarat setiap panen harus diserahkan sekian persen
kepada pemerintahan Islam. Para ulama ushul fiqh berpendapat bahwa landasan pemikiran Umar
bin Khathab dalam kasus ini adalah demi kemaslahatan. Lihat Nasrun Harun, Ushul Fiqh 1, hal, 8
dan lihat juga Ibn Qayyim al-Jauziyyah, Alam al-Muwaqqin an-Rabb al-alamin, (Beirut: Dar al
Jail, Jilid 1, 1973), hml 91.

c. Periode Tabiin
Di zaman tabiin, permasalahan hukum yang muncul pun semakin
komplek. Para tabiin melakukan ijtihad di berbagai daerah islam.
Di madinah muncul berbagai fatwa berkaitan dengan berbagai
persoalan baru, sebagaimana yang dikemukakan Saad Ibn Musayyab.
Di Irak muncul Alqamah Ibn Waqqas, al-laits dan Ibrahim al-Nakhai.
di Bashrah muncul pula mujtahid dikalangan tabiin seperti Hasan alBashri.
Titik tolak para ulama tersebut dalam menetapkan hukum bisa
berbeda, yang satu melihat dari sudut maslahat, sementara yang lain
metetapkan hukumnya melalui qiyas.
Ulama us}u>l fiqh Irak lebih dikenal dengan penggunaan rayu,
dalam setiap kasus yang dihadapi mereka berusaha mencari berbagai
illatnya sehingga dengan illat ini mereka dapat menyamakan hukum
kasus yang dihadapi dengan hukum yang ada di nash. Sikap ulama Irak
ini bukan berarti meninggalkan Hadits tetapi sikap itu mereka ambil
karena sangat sedikit Hadits yang mereraka temukan.
Adapun para ulama madinah banyak menggunakan Hadits-hadits
Rasulullah saw karena mereka dapat dengan mudah melacak hadits di
daerah tersebut.
Di sinilah awal perbedaan dalam menginstinbatkan hukum
dikalangan ulama fiqh. Akibatnya muncul tiga kelompok ulama, yaitu
Madrasah Iraq, Madrasah Kuffah, dan Madrasah al-Madinah20.
Penamaan ini menunjukkan perbedaan cara dan metode yang
digunakannya dalam menggali hukum21.
18

Ai ibn abi taholib juga melakukan qiyas, yaitu mengqiyaskan hukuman orang yang
meminum khamer dengan hukuman orang yang melakukan khadaf( menuduh orang lain
melakukan zina). Lihat Muhammad ibn Ali ibn Muhammad al-Syaukhani, Nail al Aut}ar, (Beirut:
Dar al-Fikr, Jilid VI, 1978), hml 154.
19
Ibid, hml 8
20
Pada perkembangan selanjutnya, madrasah Iraq dan madrasah al-kuffah lebih dikenal
dengan sebutan madrasah al-rayi. Sedangkan madrasah madinah dikenal dengan sebutan
madrasah hadits. Lihat Nasrun Harun, Ushul Fiqh 1, hml, 9
21
ibid

d. Periode Imam Imam Mujtahid


Metode ijtihad menjadi lebih jelas lagi pada masa sesudah tabiin,
yaitu periode para imam mujtahid sebelum Imam Syafii 22. masingmasing imam merumuskan metode us}u>l fiqh sendiri, sehingga terlihat
dengan jelas perbedaan antara satu imam dengan imam lainnya dalam
menginstinbatkan hukum.
e. Periode Pembukuan Us}u>l fiqh
Pada penghujung abad kedua dan awal abad ketiga Imam syafiI
tampil berperan dalam meramu, mensistematisai, dan membukukan us}u>l
fiqh. Menurut ibnu wahab abi sulaiman, hal tersebut sejalan dengan
perkembangan ilmu pengetahuan keislaman di masa itu 23. Pada masa ini
dikenal dengan masa keemasan islam. Dengan berdirinya BaitulHikmah yaitu sebuah perpustakaan terbesar di masanya, dan kota
Baghdad menjadi menara ilmu yang didatangi dari berbagai penjuru
wilayah islam.
Dalam suasana pesatnya perkembangan ilmu-ilmu keislaman
tersebut, us}u>l fiqh muncul sebagai disiplin ilmu tersendiri. Oleh Imam
syafiI us}u>l fiqh dirumuskannya disamping untuk mewujudkan metode
istinbat yang jelas dan dapat dipedomani oleh peminat hukum islam,
juga dengan itu membangun madzhab fiqihnya serta ia ukur kebenaran
hasil ijtihad di masa sebelumnya. Maka oleh Imam SyafiI disusunlah
sebuah buku yang diberinya judul al-Kitab, dan kemudian dikenal
dengan sebutan Al-Risalah.

22

Satria effendi, hal, 18. Sungguh Imam Syafii alaihi rahmatulloh adalah manusia
pertama yang menyusun ilmu ushul fiqh tanpa ada perbedaan qaul diantara ulama, beliau menulis
kitab Al risalah yang kemudian dikirim pada Ibnu Mahdiy saat berada di Khurosan sedangkan
Imam Syafii berada di Mesir, kitab tersebut dikirim atas permintaan Ibnu Mahdiy sendiri. Lihat
Sayid Muhammad al-Makki, Qawaid asasiyyah,
23
Perkembangan ilmu-ilmu keislaman dimulai dari masa kalifah Harun al-Rasyid (145 H193 H), khalifah kelima Dinasti Abasyiyah yang memerintah selama 23 tahun ( 170 H 193 H)
dan dilanjutkan dalam perkembangan yang lebih pesat lagi pada masa putranya bernama AlMamun (170 H 218 H), khalifah ketujuh yang memimpin selama 20 tahun ( 198 H -218 H).
Lihat Satria effendi, Ushul Fiqh, hml 19

f. Periode Pasca Imam Syafii


Pada pertengahan abad keempat, menurut Abd Wahhab Khalaf
terjadi kemunduran dalam kegiatan ijtihad di bidang fiqh, dalam
pengertian tidak ada lagi orang yang mengkhususkan diri untuk
membentuk madzhab baru, namun seperti dicatat Abd Wahhab Abu
Sulaiman, pada saat yang sama kegiatan ijtihad di bidang us}u>l fiqh
berkembang pesat karena ternyata us}u>l fiqh tidak kehilangan fungsinya.
Us}u>l fiqh berperan sebagai alat pengukur kebenaran pendapat-pendapat
yang telah berbentuk sebelumnya, dan dijadikan alat untuk berdebat
dalam diskusi-diskusi ilmiyah.
Di antara buku Us}u>l fiqh yang tersusun pada periode ini adalah
Itsbat al-Qiyas oleh Abu Al-Hasan Al-Asyari dan buku al-Jadal Fi
Ushul al-Fiqh oleh Abu Mansur Al-Maturidi.
2. Sejarah Perkembangan Qawa>id Fiqhiyyah
a. Periode Munculnya Qawa>id Fiqhiyyah
Periode ini di mulai sejak zaman Rasulullah masih hidup sampai
pada akhir abad ke-3 H atau abad ke IX M. Hal ini dapat dilihat dari
adanya banyk hadits Nabi Muhammad saw yang dapat dijadikan sebagai
slah satu bukti yang posisinya sebagai suatu ketentuan hukum yang
dapat mencakup berbagai macam persoalan yang bersifat furuiyah24.
Dengan demikian, bahwa masa kelahiran qawa>id fiqhiyyah itu
telah di mulai sejak zaman Rasulullah yang tertuang dalam hadits-hadits
yang dapat diberlakukan sebagai qaidah fiqh tanpa ada perubahan
sedikit pun25.
Di samping hadits ditemukan pula atsar (pendapat sahabat) yang
dapat dijadikan sebagai qawa>id fiqhiyyah26
24

Dr. H Dahlan Tamrin, Kaidah, hlm 12


Hadits yang diriwayatkan oleh Imam SyafiI, Ahmad, Abu Dawud, al-NasaI, Ibn
Majah dan Ibnu Hibban dari Aisyah.
25


Artinya :Tidak ada madhorot dan tidak ada
kemadharatan
26

b. Periode Perkembangan dan Pembukuan


Periode ini di mulai pada abad keempat hijriyah atau sepuluh
masehi sampai pada lahirnya Kompilasi Hukum Islam di masa kerajaan
Turki Utsmani atau abad XIII H yang di dalam Tarikh Tasyri disebut
dengan masa taqlid27.
Fuqaha enggan melakukan ijtihad mutlaq, sebab mereka lebih
tertarik untuk membuat qawaid fiqhiyyah , qawaid us}u>liayh, dan
selanjutnya membukukannya, sehingga dalam masa ini fuqaha berusaha
semaksimal mungkin menulis sebanyak-banyaknya masalah yang
berhubungan dengan qawaid, baik fiqhiyyah maupun ushuliyah,
misalnya Qawa>id wa al-Dhawabit}, al-Furu, al-As}bah wa al-Nadhair,
dan sebagainya.
Masa pembukuan qawaid fiqhiyyah ini di mulai pada abad
kedelapan hijriyah, lalu disempurnakan secara sistematis pada abad
kesembilan hijriyah28.
C. Pentingnya Us}u>l fiqh dan Qawa>id fiqhiyyah Dalam Memproduk Hukum
Dalam menghadapi berbagai persoalan yang semakin berkembang di
masyarakat, tentunya peran antara us}u>l fiqh dan qawa>id fiqhiyyah sangatlah
penting. Sebelum membahas tentang peranan keduanya, penulis memaparkan
terlebih dahulu tentang tujuan us}u>l fiqh itu sendiri, sebagaimana berikut:
1) Mengetahui kaidah-kaidah dan cara-cara yang digunakan mujtahid
dalam memperoleh hukum melalui metode ijtihad yang mereka susun.
2) Memberikan gambaran mengenai syarat-syarat yang harus dimiliki
seorang mujtahid, sehingga dengan tepat ia dapat menggali hukumhukum syara dari nash. Di samping itu, bagi masyarakat awam, melalui
us}u>l fiqh mereka dapat mengerti bagaimana para mujtahid menetapkan


Artinya : orang yang menanggung suatu harta benda, baginya mendapat suatu
keuntungan.
27
Dr. H. Dahlan Tamrin, Kaidah-Kaidah Hukum Islam, (Malang: UIN Maliki Press:
2010), hal 17.
28
ibid, hlm 18-19

hukum sehingga dengan mantab mereka dapat mempedomani dan


mengamalkan.
3) Menentukan hukum melalui berbagai metode yang dikembangkan para
mujtahid, sehingga berbagai persoalan baru yang secara lahir belum ada
dalam nash, dan belum ada ketetapan hukumnya di kalangan ulama
terdahulu dapat ditentukan hukumnya.
4) Memelihara agama dari penyalahgunaan dalil yang mungkin terjadi.
Dalam pembahasan us}u>l fiqh, sekalipun suatu hukum diperoleh melalui
hasil ijtihad, statusnya tetap mendapat pengakuan syara. Melalui us}u>l
fiqh juga para peminat hukum islam mengetahui mana sumber hukum
islam yang asli yang harus dipedomani dan mana sumber hukum islam
yang bersifat sekunder yang berfungsi untuk mengembangkan syariat
sesuai dengan kebutuhan masyarakat islam.
5) Menyusun

kaidah-kaidah

umum

yang

dapat

diterapkan

guna

menetapkan hukum dari berbagai persoalan social yang terus


berkembang.
6) Mengetahui kekuatan dan kelemahan suatu pendapat sejalan dengan
dalil yang digunakan dalam berijtihad, sehingga para peminat hukum
islam dapat melakukan tarjih ( penguatan) salah satu dalil atau pendapat
tersebut dengan mengemukakan alasannya 29.
Dalam kitab Maalim us}u>l fiqh inda ahl sunnah wa al-jamaah, shohifah
23, faidah ushul al-fiqh:
1. Untuk mengetahui ushul al-dalail
2. Untuk menjelaskan maksud/tujuan yang benar untuk dijadikan
sebagai dalil;
3. Untuk mempermudah melakukan ijtihad 30;
4. Keterangan tentang fatwa-fatwa, syarat mufti dan adabnya;

29

Dr. H. Nasrun Haroen, Ushul Fiqh, hlm


Dalam Kitab Al-wajiz : manfaat kaidah ushuliyyah itu adalah untuk menghantarkan
mujtahid dalam melakukan istinbath hukum syari yang bersifat amaliy dari dalil yang
terperinci.. Lihat Wahbah al-zuhaili, al Waji>z fi> us}u>l al fiqh, ( Beirut : Da>r al fikr, 1995),hlm 13
30

5. Untuk mempermudahkan melakukan ijtihad, dan memberikan


keterangan-keterangan yang baru terhadap perkara yang ada
hubungannya dengan hukum;
6. Mendorong untuk meneliti dalil sekiranya ada, menjauhkan dari
sikap taashub (kefanatikan) dan taqlid buta;
7. Menjaga aqidah islamiyyah dengan mempertahankan ushul alistidlal dan menolak perkara-perkara yang menyimpang;
8. Menjaga fiqh islamiy
Us}u>l fiqh merupakan suatu ilmu yang dapat menghasilkan tata aturan fiqh
perihal amaliyah praktis para mukallaf yang sangat beragam dalam setiap
cabang hukum, lalu tata aturan yang beragam dan terpisah-pisah tersebut
disatukan menjadi suatu kerangka konsepsual yang disebut kaidah fiqh,
sehingga demikian qawa>id fiqhiyyah ini merupakan rambu-rambu umum dan
dapat diterapkan pada setiap tata aturan fiqh31.
Oleh sebab itu, kaidah umum fiqh tersebut dapat dikembalikan langsung
kepada ayat-ayat al-quran dan hadits yang memang merupakan dalil kully
yang bersifat universal berbeda dengan dalil juzi yang hanya dapat menunjuk
kepada satu hukum tertentu pula. Maka dari itu, semua kaidah yang telah
ditopang oleh sejumlah dalil al-Quran dan hadits dapat mencapai tingkatan
qat}i32.
Adapun peranan dari us}u>l fiqh dan qawa>id fiqhiyyah sama pentingnya dan
berikut ini adalah perbedaan peran keduanya dalam memproduk hukum.
Pada hakikatnya di dalam setiap dari qawa>id us}ul dan qawa>id fiqh itu tidak
ada perbedaan diantara keduanya karena sesungguhnya tujuan dari keduanya
untuk mengetahui hukum-hukum syari bagi perbuatan manusia33.

31

Dr. H Dahlan Tamrin, Kaidah, hlm 10


Ibid.,10
33
Jalal al-Din, al-Ashbah, hlm 3
32

Dengan demikian, perbedaan yang dapat di ambil dari penjelasan tersebut


di atas antara us}u>l fiqh dan qawa>id fiqh adalah sebagai berikut:
1. Obyek Us}u>l fiqh adalah dalil hukum (Khitab Allah) 34, sedangkan
obyek qawa>id fiqh adalah amaliyah mukallaf yang bersifat praktis.
2. Berlakunya us}u>l fiqh pada seluruh juziyyah35 sedangkan qawa>id fiqh
pada sebagian besar juziyyah36.
3. Fungsi qawa>id ushul sebagai salah satu sarana istinbat hukum,
sedangkan qawa>id fqh itu hanya sebagai salah satu usaha untuk
menghimpun dan mendekatkan beberapa ketentuan hukum agar supaya
fiqh dapat dipahami secara mudah.
4. Ketentuan us}u>l fiqh bersifat prediktif, sedangkan qawa>id fiqhiyyah
bersifat wujud setelah ketentuan furunya.
5. Analisis akhir us}u>l fiqh bersifat kebahasaan, sedangkan qawa>id
fiqhiyyah bersifat ukuran37.

34

Qawaid ushuliyah ketika menetapkan sebuah hukum syari melihat pada lafad nash yg
dikehendaki sebagai penetepan hukum. Seperti dan , maka menurut mujtahid
lafad nash yang pertama yaitu sebuah perintah dan lafad nash yg kedua yaitu sebagai lafadz
larangan. Lafadz perintah menunjukkan wajib, dan lafadz larangan menunjukkan haram.
35
Contohnya: perintah-perintah syari tentang perintah shalat , perintah puasa, zakat, dll.
Dari beberapa perintah syari tersebut merupakan hukum wajib dengan nash-nash perintah yang
tertentu dan ini merupakan nash-nash dari cabang-cabang untuk qaidal kully yaitu perintah
muthlaq itu berfaidah untuk kewajiban.
36
Qawaid fiqhiyyah tidak merupakan pokok di dalam menetapkan hukum dalam juzjuznya tetapi hukum kaidah itu berdiri sendiri dan dijabarkan dari hukum-hukum cabangnya. Lihat
Jalal al-Din, al-Ashbah, hlm 3-6
37
Dr. H Dahlan Tamrin, Kaidah, hlm 10-11

BAB III
PENUTUPAN
A. Kesimpulan
1. Pengertian Us}u>l fiqh adalah ilmu , peraturan-peraturan dan pembahasanpembahasan yang mana dengan itulah orang sampai mempergunakan
hukum-hukum shari al-ama>liyah ( yang bersangkutan dengan amal
perbuatan) yang menunjukkan secara terperinci. Sedangkan Qawa>id Fiqh
adalah sesuatu perkara hukum yang bersifat kully (Umum atau menyeluruh)
yang dapat diterapkan pada seluruh juzi (satuannya/bagian-bagiannya)
untuk mengetahui dan memahami hukum-hukumnya.
2. Sejarah perkembangan Us}u>l fiqh dan Qawa>id Fiqh
a. Sejarah Perkembangan Us}u>l fiqh
Us}u>l fiqh muncul bersamaan dengan Fiqh itu sendiri yaitu mulai
muncul sejak zaman Rasulullah saw. Pada masa ini sumber hukum adalah
Al-quran dan apabila suatu kasus hukum tidak terdapat dalam nash alquran maka Rasulullah saw melakukan ijtihad, sehingga secara otomatis
sabda beliau adalah menjadi hadits. Kemudian pada zaman sahabat karena
berbagai kasus hukum baru bermunculan maka para sahabat juga
melakukan ijtihad. Masa tabiin adalah masa dimana ushul fiqh
berkembang pesat terutama pada masa imam-imam mujtahid. Orang yang
pertama membukukan ushul fiqh adalah Imam SyafI yaitu kitab alRisalah.
b. Sejarah Perkembangan Qawa>id Fiqh

Qawa>id Fiqh juga mulai muncul pada masa Rasullullah. Dalam


sabdanya yaitu hadits bisa dijadikan suatu kaidah hukum. Di masa
kerajaan Turki Utsmani atau abad XIII H yang di dalam Tarikh Tasyri
disebut dengan masa taqlid.
Fuqaha enggan melakukan ijtihad mutlaq, sebab mereka lebih
tertarik untuk membuat qawaid fiqhiyyah , qawaid us}u>liayh, dan
selanjutnya membukukannya. Masa pembukuan qawaid fiqhiyyah ini di

mulai pada abad kedelapan hijriyah, lalu disempurnakan secara sistematis


pada abad kesembilan hijriyah.
3. Pentingnya Us}u>l fiqh dan Qawa>id Fiqh
a. Obyek Us}u>l fiqh adalah dalil hukum (Khitab Allah), sedangkan obyek

qawa>id fiqh adalah amaliyah mukallaf yang bersifat praktis.


b. Berlakunya us}u>l fiqh pada seluruh juziyyah sedangkan qawa>id fiqh pada
sebagian besar juziyyah.
c. Fungsi qawa>id ushul sebagai salah satu sarana istinbat hukum, sedangkan

qawa>id fqh itu hanya sebagai salah satu usaha untuk menghimpun dan
mendekatkan beberapa ketentuan hukum agar supaya fiqh dapat dipahami
secara mudah.
d. Ketentuan us}u>l fiqh bersifat prediktif, sedangkan qawa>id fiqhiyyah
bersifat wujud setelah ketentuan furunya.
e. Analisis akhir us}u>l fiqh bersifat kebahasaan, sedangkan qawa>id fiqhiyyah
bersifat ukuran.

Anda mungkin juga menyukai