Anda di halaman 1dari 24

1

ANALISIS KUALITAS UDARA AMBIEN DENGAN PARAMETER GAS


SO2, NO2 DAN CO DI BALAI HIPERKES DAN KESELAMATAN
KERJA PROVINSI KALIMANTAN SELATAN
Oleh : Aulia Azizah & Retno Agnestisia
Pembimbing Internal: Drs. Rahmat Yunus, M. Si
Pembimbing Eksternal: Rina Twinasty, S.Si
PROGRAM STUDI S-1 KIMIA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU
PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS LAMBUNG MANGKURAT
BANJARBARU 2011

PENDAHULUAN
Pada era globalisasi saat ini banyak berkembang industri dan instansi, yang
dikelola oleh pihak pemerintah maupun swasta. Industri dan instansi tersebut
membutuhkan tenaga kerja yang terampil serta profesional di bidangnya.
Perkembangan wawasan tentang hak asasi manusia, demokrasi, persamaan gender
dan lingkungan mengalami proses globalisasi. Peranan Hiperkes dan keselamatan
kerja sebagai suatu keilmuan maupun penerapannya yang bersifat multidisiplin
semakin mengemuka terutama pada segi manusia sebagai sumber daya dan
lingkungan sekitar. Proses di dalam industri jelas memerlukan kegiatan tenaga
kerja sebagai unsur dominan yang mengelola bahan baku/material, mesin,
peralatan dan proses lainnya yang dilakukan ditempat kerja, guna menghasilkan
suatu produk yang bermanfaat bagi masyarakat.
Penggunaan teknologi di samping memberikan dampak positif juga dapat
memberikan dampak negatif, apabila tidak dikelola dengan baik. Berbagai sumber
bahaya di tempat kerja baik karena faktor fisik, kimia, biologik, fisiologik,
psikososial mesin, peralatan kerja, dan perilaku serta kondisi manusia merupakan
faktor risiko yang tidak dapat diabaikan begitu saja. Dengan demikian, penerapan
Hiperkes dan Keselamatan Kerja mengupayakan agar risiko bahaya dapat
diminimalisasi melalui teknologi pengendalian terhadap lingkungan atau tempat
kerja serta upaya mencegah dan melindungi tenaga kerja agar terhindar dari
dampak negatif dalam melaksanakan pekerjaan.
Perwujudan kualitas lingkungan yang sehat merupakan bagian pokok di
bidang kesehatan. Udara sebagai komponen lingkungan yang penting dalam
kehidupan perlu dipelihara dan ditingkatkan kualitasnya sehingga dapat

memberikan daya dukung bagi mahluk hidup untuk hidup secara optimal. Namun
pada pertumbuhan pembangunan di Indonesia khususnya pada sektor industri telah
mengalami perkembangan yang cukup pesat. Perkembangan industri ternyata

membawa dampak bagi kehidupan manusia, baik dampak positif maupun dampak
negatif.
Dampak positif dari kegiatan industri ini salah satunya adalah dapat
mengurangi tingkat pengangguran dan menambah devisa negara. Selain dampak
positif, kegiatan industri juga menimbulkan dampak negatif. Salah satu dampak
negatif yang ditimbulkan adalah pencemaran udara ambien.
Pencemaran udara ambien yang terjadi dapat berupa NO2, SO2 dan CO,
yang dapat berasal dari cerobong baik dari boiler ataupun generator listrik yang
dapat membahayakan kesehatan manusia khususnya para pekerja. Dengan
demikian, maka sangat diperlukan analisis udara ambien yang berada di
lingkungan kerja demi tercapainya peningkatan produktivitas dalam bekerja.
Balai Higiene Perusahaan, Ergonomi, Kesehatan (HIPERKES) dan
Keselamatan Kerja provinsi Kalimantan Selatan ini sendiri merupakan instansi
yang bergerak dalam rangka meningkatkan derajat kesehatan dan keselamatan
kerja untuk menciptakan lingkungan kerja yang sehat, aman, nyaman dan selamat.
Instansi ini melakukan pelayanan dengan berbagai jenis pelayanan, yakni
pengujian faktor fisik (iklim kerja, pencahayaan, kebisingan dan getaran),
pengujian faktor kimia (Gas-gas dan uap, partikulat dan logam berat), sanitasi
industri, gizi kerja, faal kerja dan ergonomi, kesehatan kerja, pengujian
keselamatan kerja, pengujian emisi, pelatihan dan penyuluhan.

PROFIL INSTITUSI
2.1

Gambaran Umum Balai Hiperkes dan KK

2.1.1 Sejarah dan Perkembangannya


Pada awal abad ke 17, saat kedatangan Belanda kegiatan higiene perusahaan
dan kesehatan kerja hanya bertujuan untuk memberikan pelayanan kesehatan
sekedarnya kepada para pekerja agar pekerja sakit dapat di sembuhkan sehingga
kepentingan kolonial tidak terlalu terganggu oleh adanya serangan wabah
penyakit. Baru pada permulaan abad ke 20 dikeluarkan undang-undang dan

peraturan pelaksanaannya mengenai kebersihan, keselamatan dan kesehatan


sesuai dengan kebutuhan waktu itu. Perkembangan ke arah diselenggarakannya
higiene perusahaan dan kesehatan kerja boleh dikatakan baru mulai nampak di
zaman Indonesia merdeka, yaitu beberapa tahun sejak proklamasi kemerdekaan,
dengan diundangkannya Undang-undang Kerja dan undang-undang kecelakaan.
Walaupun substansinya masih bersifat umum sehingga belum spesifik mengatur
norma higiene perusahaan dan kesehatan kerja (Sumamur, 2009).
Pada tahun 1966 dengan reorganisasi Kabinet Ampera, kedudukan dan
fungsi higiene perusahaan dan kesehatan kerja dalam aparatur pemerintah baru
menjadi jelas dan tegas di Indonesia, yaitu diresmikannya Dinas Higiene
Perusahaan dan Sanitasi Umum serta Dinas Kesehatan Tenaga Kerja yang berada
dalam organisasi Departemen Kesehatan, Lembaga Nasional Higiene Perusahaan
dan Kesehatan Kerja serta Direktorat Keselamatan Kerja dan Hiperkes yang resmi
berada dalam organisasi Departemen Tenaga Kerja. Selain organisasi Hiperkes di
sektor pemerintahan, pada tahun yang bersamaan terbentuk juga organisasi
swasta, Yayasan Higiene Perusahaan di Surabaya dan setahun kemudian, yaitu
pada tahun 1967 di Bandung didirikan Badan Pembina dan Konsultasi Higiene
Perusahaan yang merupakan suatu badan usaha. Selanjutnya,
keputusan

Menteri

tenaga

kerja

dan

transmigrasi

sesuai dengan

republik

Indonesia

No.Kep.137/Men/2001 tentang Organisasi dan Tata Kerja Unit Pelaksana Teknis


di Lingkungan Departemen Tenaga Kerja dan Transmigrasi, maka ditentukan 5
Balai Hiperkes dan Keselamatan Kerja sebagai Unit Pelaksana Teknis Pusat
(UPTP) yakni Medan, Bandung, Surabaya, Makasar dan Samarinda (Sumamur,
2009).
Kemudian berdasarkan Peraturan Pemerintah No. 41 Tahun 2007 Tentang
Organisasi Perangkat Daerah dan Peraturan Gubernur No. 8 Tahun 2008 Tentang
Pembentukan Organisasi Tata Kerja Unit Pelaksana Teknis Dinas dan Badan
Provinsi Kalimantan Selatan, maka terbentuklah Organisasi Hiperkes dan
Keselamatan Kerja di Provinsi Kalimantan Selatan yang berada di bawah Dinas
Tenaga Kerja dan Transmigrasi Provinsi Kalimantan Selatan sebagai UPTD (Unit
Pelaksana Teknis Daerah) dan untuk pembinaan teknis partikal tetap berada di
bawah Pusat Pengembangan K3 (Keselamatan dan Kesehatan Kerja) Hiperkes.

2.1.2 Visi dan Misi


Visi dari Balai Hiperkes dan Keselamatan Kerja Provinsi Kalimantan
Selatan adalah terciptanya kondisi dan lingkungan kerja yang sehat, aman,
nyaman dan selamat agar tenaga kerja sejahtera dan produktif dalam hubungan
industrial yang harmonis.
Misi dari Balai Hiperkes dan Keselamatan Kerja Provinsi Kalimantan
Selatan adalah meningkatkan derajat kesehatan dan keselamatan kerja dengan
membantu upaya peningkatan produktivitas perusahaan melalui pelayanan di
bidang Hiperkes dan Keselamatan Kerja.
2.1.3 Tugas Pokok
Tugas pokok dari instansi ini adalah melakukan pengembangan higiene
perusahaan, ergonomi, kesehatan dan keselamatan kerja untuk menciptakan
lingkungan kerja yang sehat, aman, nyaman dan selamat agar tenaga kerja
sejahtera dan produktif dalam bekerja.
2.1.4 Program Kerja
Program Kerja dari Balai Hiperkes dan Keselamatan Kerja Provinsi
Kalimantan Selatan, adalah sebagai berikut :
1. Melayani intitusi dan perusahaan dalam rangka kerjasama, penggunaan dan
pemakaian laboratorium, pemantauan lingkungan dan pemeriksaaan kesehatan
kerja awal, berkala dan khusus.
2. Membantu perusahaan merancang dan menciptakan lingkungan kerja yang
aman, nyaman, sehat dan selamat melalui pembinaan rutin, pembangunan dan
suplemen.
3. Melatih tenaga profesional Hiperkes dan Keselamatan Kerja secara khusus
dan mandiri.
4. Memberikan pelatihan keterampilan dasar calon

tenaga kerja teknis

fungsional Hiperkes dan Keselamatan Kerja di perusahaan.


5. Menyediakan pembinaan program, sarana, dan kepustakaan khusus Hiperkes
dan Keselamatan Kerja.
6. Memfasilitasi model rekayasa dan rancang bangun teknologi terapan di bidang
Hiperkes dan Keselamatan Kerja

2.1.5 Jenis-Jenis Pelayanan


Jenis pelayanan yang diberikan oleh Balai Hiperkes dan Keselamatan Kerja
Provinsi Kalimantan Selatan, antara lain :
1. Pengujian Faktor Fisik
a. Pengujian iklim kerja
b. Pengujian pencahayaan
c. Pengujian kebisingan
d. Pengujian getaran
1. Pengujian Faktor Kimia
a. Gas-gas dan uap (CO2, H2S, NOX, OX, CO, NH3, C6H6, dll)
b. Partikulat
c. Logam berat (Pb dan Fe)
2. Sanitasi Industri
a. Pengamanan dan pembuangan air limbah
b. Pemeliharan kamar mandi dan WC
c. House keeping di lingkungan kerja
3. Gizi Kerja
a. Pengamatan pola konsumsi in take dan out put kalori sesuai berat badan
b. Pemeriksaan kadar Hb darah dan cacing
c. Penilaian kebersihan kantin dan ruang makan
4. Faal Kerja dan Ergonomi
a. Pengujian faal kerja
b. Pengujian alat dan saran kerja
c. Pengujian tingkat produktivitas kerja
d. Pemeriksaan kesegaran jasmani
5. Kesehatan Kerja
a. Pemeriksaan fisik lengkap
b. Pemeriksaan kapasitas paru-paru
c. Pemeriksaan pestisida organo phosfat
d. Pemeriksaan pendengaran
e. Pemeriksaan kadar logam dalam darah dan urine
f. Pemeriksaan kadar phenol di urine

g. Pemeriksaan ECG
6. Pengujian Keselamatan Kerja
a. Pengujian air pengisi ketel dan air ketel
b. Pengujian air buangan limbah
c. Penilaian alat proteksi
d. Pengujian arus listrik
e. Pengamanan penempatan APAR
f. Identifikasi potensi bahaya lingkungan (B3)
7. Pengujian Emisi
a. Pengujian emisi bergerak
b. Pengujian emisi tidak bergerak
8. Pelatihan dan Penyuluhan
a. Pelatihan dokter calon penguji kesehatan kerja
b. Pelatihan para medic
c. Pelatihan teknisi perusahaan
d. Pelatihan meneger perusahaan
e. Pelatihan P2K3 dan FSPSI
2.1.6 Struktur Organisasi
Menurut Peraturan Gubernur Provinsi Kalimantan Selatan Nomor 8 Tahun
2008, Balai Hiperkes dan Keselamatan Kerja Provinsi Kalimantan Selatan secara
organisatoris terdiri dari :
1. Kepala Balai
2. Kepala Sub Bagian Tata Usaha
3. Kepala Seksi Kesehatan Kerja
4. Kepala Seksi Ergonomi dan Keselamatan Kerja

STRUKTUR ORGANISASI
BALAI HIPERKES DAN KESELAMATAN KERJA
PROVINSI KALIMANTAN SELATAN
Plt. Kepala Balai
Dra. Hj. Erniwati Fadhil
Sub Bagian Tata Usaha
Dra. Hj. Erniwati Fadhil

Seksi Kesehatan Kerja


Dra. Mastur Manurung

Seksi Ergonomi dan KK


Drs. Maringan

Kelompok Fungsional
Laboratorium Higiene
Perusahaan, Kesehatan dan
Keselamatan Kerja
2.1.7 Sarana dan Prasarana
1. Tanah
Pada saat ini Balai Hiperkes dan Keselamatan Kerja Provinsi Kalimantan
Selatan memiliki tanah dengan rincian, sebagai berikut :
Luas tanah

2000 m2

Tahun Perolehan

1979/1980

Data Pertanahan

No. 13 Tanggal 20 Agustus 1990

2. Gedung Kantor
Gedung kantor yang dimiliki Balai Hiperkes dan Keselamatan Kerja Provinsi
Kalimantan Selatan dapat dirinci, sebagai berikut :
Luas Gedung

800 m2 terdiri atas 3 bangunan

Tahun Perolehan

1979/1980

Luas Bangunan I

350 m2 dibangun tahun 1979/1980

Luas Bangunan II

250 m2 dibangun tahun 1980/1981

Luas Bangunan III

350 m2 dibangun tahun 1980/1981

3. Transportasi
Dalam menunjang Kegiatan Operasional, Balai Hiperkes dan Keselamatan
Kerja Provinsi Kalimantan Selatan memiliki alat angkutan/kendaraan
bermotor berupa 4 (empat) unit kendaraan roda 2 dan 1 (satu) unit kendaraan
roda 4.

TINJAUAN PUSTAKA
3.1

Udara Ambien

3.1.1 Pengertian Udara Ambien


Udara ambien adalah udara bebas di permukaan bumi yang berada pada
lapisan troposfir yang dibutuhkan dan dapat mempengaruhi kesehatan manusia,
makhluk hidup serta unsur lingkungan hidup lainnya. Kualitas udara ambien ini
sendiri merupakan tahap awal dalam memahami dampak negatif dari cemaran
udara terhadap lingkungan, dimana kualitas udara ambien dalam hal ini
ditentukan oleh :
1. Kuantitas emisi cemaran dari sumber cemaran.
2. Proses transportasi, konversi dan penghilangan cemaran di atmosfer, dimana
kualitas udara ambien akan menentukan dampak negatif cemaran udara
terhadap kesehatan masyarakat dan kesejahteraan masyarakat seperti
tumbuhan, hewan, material dan yang lainnya.
Emisi dari
sumber
cemaran

Proses transfortasi,
konversi dan
penghilangan

Konsentrasi
cemaran ambien

Efek pencemaran
terhadap
kesehatan

Gambar 1. Skema Rantai Emisi-Dampak Cemaran Udara (Setyowati, 2009)


Pengukuran kualitas udara ambien bertujuan untuk mengetahui konsentrasi
zat pencemar yang ada di udara. Data hasil pengukuran tersebut sangat diperlukan
untuk berbagai kepentingan, diantaranya untuk mengetahui tingkat pencemaran
udara di suatu daerah atau untuk menilai keberhasilan program pengendalian
pencemaran udara yang sedang dijalankan. Untuk mendapatkan hasil pengukuran
yang valid (yang representatif), maka dari mulai pengambilan contoh udara
(sampling) sampai dengan analisis di laboratorium harus menggunakan peralatan,

prosedur dan operator (teknisi, laboran, analis dan chemist) yang dapat
dipertanggungjawabkan (Sutardi, 2008).
Informasi mengenai efek pencemaran udara terhadap kesehatan dapat
berasal dari data pemaparan pada binatang, kajian epidemiologi, dan pada kasus
yang terbatas mengenai kajian pemaparan pada manusia (Setyowati, 2009).
Mutu udara ambien adalah kadar zat, energi atau komponen lain yang ada di
udara bebas. Status mutu udara ambien adalah keadaan mutu udara di suatu
tempat pada saat dilakukan inventarisasi. Baku mutu udara ambien adalah ukuran
batas atau kadar zat, energi atau komponen yang ada atau yang seharusnya ada
atau unsur pencemar yang ditenggang keberadaannya dalam udara ambien
(Sukirno, 2011).
Baku Mutu Kualitas Udara Ambien dibagi menjadi dua, yaitu baku mutu
primer dan baku mutu sekunder. Baku mutu primer ditetapkan untuk melindungi
pada batas keamanan yang mencukupi (adequate margin safety) kesehatan
masyarakat dimana secara umum ditetapkan untuk melindungi sebagian
masyarakat (15-20%) yang rentan terhadap pencemaran udara. Sedangkan baku
mutu sekunder ditetapkan untuk melindungi kesejahteraan masyarakat (material,
tumbuhan dan hewan) dari setiap efek negatif pencemaran udara yang telah
diketahui atau yang dapat diantisipasi (Setyowati, 2009).
3.1.2 Zat Pencemar Udara Ambien

Gambar 2. Sumber Zat Pencemar Udara Ambien (Anonim1, 2010)


Berdasarkan proses pembentukannnya, zat pencemar di udara ambien dapat
dibedakan menjadi dua, yaitu :

10

1.

Zat pencemar primer


Zat pencemar primer dapat didefinisikan sebagai zat pencemar yang
terbentuk pada sumber emisinya, seperti partikulat, NOx, CO dan SO2.
Polutan udara primer mencakup 90% dari jumlah polutan udara seluruhnya.
Sumber polusi yang utama berasal dari transportasi, di mana hampir 60%
dari polutan yang dihasilkan terdiri dari karbon monoksida dan sekitar 15%
terdiri

dari

hidrokarbon.

Sumber-sumber

polusi

lainnya

misalnya

pembakaran, proses industri, pembuangan limbah, dan lain-lain. Polutan


yang utama adalah karbon monoksida yang dapat mencapai hampir setengah
dari seluruh polutan udara yang ada (Setio,2009).
2.

Zat pencemar sekunder


Zat pencemar sekunder merupakan zat pencemar yang terbentuk di
atmosfer yang merupakan produk dari reaksi kimia beberapa zat pencemar,
seperti NO2, O3, Peroxy Acetyl Nitrate (PAN), asam sulfat dan asam nitrat
(Anonim1, 2010).

3.1.3 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kualitas Udara Ambien


Faktor-faktor yang mempengaruhi kualitas zat pencemar udara ambien,
adalah sumber emisi (alamiah dan anthropogenik), faktor meteorologi seperti
temperatur, tekanan, kelembaban, intensitas matahari, curah hujan, mixing height,
arah dan kecepatan angin serta faktor topografik (Sutardi, 2008).
Apabila intensitas sumber emisi dan faktor meteorologis khususnya arah dan
kecepatan angin dapat selalu berubah, maka dengan demikian konsentrasi zat
pencemar di udara ambien juga selalu berubah (tidak konstan). Perubahan
konsentrasi zat pencemar di udara ambien ini terjadi karena perubahan waktu
(temporal) dan juga terjadi karena perubahan tempat (Anonim1, 2010).
3.2

Sulfur Dioksida

3.2.1 Sifat Kimia dan Fisika


Sulfur dioksida (SO2) mempunyai karakteristik gas yang tidak berwarna,
berbau tajam, bersifat korosif (penyebab karat), beracun karena selalu mengikat
oksigen untuk mencapai kestabilan fasa gasnya dan tidak mudah terbakar diudara.
Gas SO2 juga mudah larut dalam air membentuk asam sulfat (Wisconsin
Department, 2005). Di udara gas SO2 ini selalu terbentuk dalam jumlah besar.

11

Jumlah SO2 yang terbentuk bervariasi dari 1 sampai 10% dari total SOx.
Mekanisme pembentukan SO2 dapat dituliskan dengan reaksi sebagai berikut
(Anonim2, 2004) :

S + O2 SO2

Secara global, senyawa-senyawa belerang dalam jumlah cukup besar masuk


ke atmosfer melalui aktivitas manusia sekitar 100 juta metric ton setiap tahunnya,
terutama sebagai SO2 dari pembakaran batu bara dan gas buangan pembakaran
bensin. Jumlah yang cukup besar dari senyawa belerang juga dihasilkan oleh
kegiatan gunung berapi dalam bentuk H2S, proses perombakan bahan organik, dan
reduksi sulfat secara biologis. Jumlah yang dihasilkan oleh proses biologis ini
dapat mencapai lebih 1 juta metric ton H2S per tahun. Sebagian dari H2S yang
mencapai atmosfer ini secara cepat diubah menjadi SO2 melaui reaksi (Anonim3,
2011) :

H2S + 3/2 O2 SO2 + H2O

Reaksi bermula dari pelepasan ion hidrogen oleh radikal hidroksil,


H2S + HO HS + H2O

yang kemudian dilanjutkan dengan reaksi berikut ini menghasilkan SO2.


HS + O2 HO + SO
SO + O2 SO2 + O

Selain itu, hampir setengahnya dari belerang yang terkandung pada batu
bara dalam bentuk pyrit, FeS2, dan setengahnya lagi dalam bentuk sulfur organik.
Dimana pada dasarnya, semua sulfur yang memasuki ke atmosfer dirubah dalam
bentuk SO2. Sulfur dioksida yang dihasilkan oleh perubahan pyrit dapat melalui
reaksi sebagai berikut (Anonim3, 2011) :

4FeS2 + 11O2 2 Fe2O3 + 8 SO2

Kadar sulfur dioksida yang tinggi di udara telah diketahui dapat


mengakibatkan kerusakan bangunan. Namun meskipun kadar SO2 rendah,
kerusakan bangunan masih terjadi. Hal ini dapat diakibatkan meningkatnya
konsentrasi ozon dan nitrogen di dalam lingkungan perkotaan. Percobaanpercobaan yang dilakukan telah memperlihatkan bahwa campuran pencemarpencemar seperti ozon, nitrogen dioksida dan sulfur merusak batu lebih cepat
dibandingkan dengan satu persatu pencemar tersebut (Civirily, 2011).

12

3.2.2 Sumber dan Distribusi


Sepertiga dari jumlah sulfur yang terdapat di atmosfir merupakan hasil
kegiatan manusia dan kebanyakan dalam bentuk SO2. Dua pertiga bagian lagi
berasal dari sumber-sumber alam seperti vulkano dan terdapat dalam bentuk H2S
dan oksida.
Masalah yang ditimbulkan oleh bahan pencemar yang dibuat oleh manusia
adalah dalam hal distribusinya yang tidak merata sehingga terkonsentrasi pada
daerah tertentu. Sedangkan pencemaran yang berasal dari sumber alam biasanya
lebih tersebar merata. Tetapi pembakaran bahan bakar pada sumbernya
merupakan sumber pencemaran SO2, misalnya pembakaran arang, minyak bakar
gas, kayu dan sebagainya Sumber SO2 yang kedua adalah dari proses-proses
industri seperti pemurnian petroleum, industri asam sulfat, industri peleburan baja
dan sebagainya (Anonim2, 2004).
3.2.3 Dampak terhadap Kesehatan
Pencemaran SO2 menimbulkan dampak terhadap manusia dan hewan serta
kerusakan pada tanaman yang terjadi pada kadar sebesar 0,5 ppm. Pengaruh
utama polutan SO2 terhadap manusia adalah iritasi sistem pernafasan.
Beberapa penelitian menunjukkan bahwa iritasi tenggorokan terjadi pada
kadar SO2 sebesar 5 ppm atau lebih bahkan pada beberapa individu yang sensitif
iritasi terjadi pada kadar 1-2 ppm. SO2 dianggap pencemar yang berbahaya bagi
kesehatan terutama terhadap orang tua dan penderita yang mengalami penyakit
kronis pada sistem pernafasan kadiovaskular (Anonim2, 2004).
Individu dengan gejala penyakit tersebut sangat sensitif terhadap kontak
dengan SO2, meskipun dengan kadar yang relatif rendah. Kadar SO2 yang
berpengaruh terhadap gangguan kesehatan dapat dilihat pada tabel 1 berikut.

Tabel 1. Pengaruh Konsentrasi Gas SO2 di udara terhadap Kesehatan


(Anonim2, 2004)
Konsentrasi (ppm)
3-5

Pengaruh
Jumlah terkecil yang dapat dideteksi dari
bahaya

13

8-12

Jumlah terkecil yang segera mengakibatkan


iritasi tenggorokan

20

Jumlah terkecil yang akan mengakibatkan


iritasi mata

20

Jumlah terkecil yang akan mengakibatkan batuk

20

Maksimum yang diperbolehkan untuk


konsentrasi dalam waktu lama

50-100

Maksimum yang diperbolehkan untuk kontak


singkat (30 menit)

400-500

Berbahaya meskipun kontak secara singkat

Walaupun SO2 yang dihasilkan oleh aktivitas manusia hanya merupakan


bagian kecil dari SO2 yang ada di atmosfer, namun gas ini memberikan pengaruh
serius karena dapat langsung meracuni makhluk disekitarnya. Selain itu, sulfur
dioksida juga berbahaya bagi tanaman. Adanya gas ini pada konsentrasi tinggi
dapat membunuh jaringan pada daun, pinggiran daun dan daerah diantara tulangtulang daun rusak. Kerusakan juga dialami oleh bangunan yang berbahan dasar
seperti batu kapur, batu pualam dan dolomit. Efek dari kerusakan ini akan tampak
pada penampilan, integritas struktur, dan umur dari gedung tersebut (Anonim3,
2011).
3.3

Nitrogen dioksida

3.3.1 Sifat Kimia dan Fisika


Nitrogen dioksida (NO2) adalah kelompok gas nitrogen yang terdapat di
atmosfir dan merupakan gas yang paling banyak diketahui sebagai bahan
pencemar udara. Gas ini berwarna coklat kemerahan dan berbau tajam. Proses
pembentukan NO2 merupakan reaksi antara nitrogen dan oksigen di udara
sehingga membentuk NO, yang bereaksi lebih lanjut dengan lebih banyak oksigen
membentuk NO2. Dimana udara ini terdiri dari 80% volume nitrogen dan 20%
volume oksigen. Mekanisme pembentukan NO2 ini sendiri dapat dituliskan
dengan reaksi sebagai berikut (Herie, 2011).

N2 + O2 2NO

2NO + O2 2NO2

14

Reaksi pembentukan NO2 dari NO dan O2 terjadi dalam jumlah relatif kecil,
meskipun dengan adanya udara berlebih. Hal ini berbeda dengan reaksi
pembentukan CO2 dari CO dan O2, dimana kelebihan udara akan mengakibatkan
pembentukan CO2 secara cepat. Pembentukan NO2 yang lambat ini disebabkan
kecepatan reaksi sangat dipengaruhi oleh suhu dan konsentrasi NO. Reaksi
pembentukan NO2 berlangsung lebih lambat pada suhu yang lebih tinggi.
Pada suhu 1100oC jumlah NO2 yang terbentuk biasanya kurang dari 0,5 %
dari total NOx. Kecepatan reaksi pembentukan NO2 dipengaruhi oleh konsentrasi
oksigen dan kuadrat dari konsentrasi NO. Hal ini berarti jika konsentrasi NO
bertambah menjadi dua kalinya maka kecepatan reaksi akan naik menjadi empat
kalinya, dan jika konsentrasi NO berkurang menjadi setengahnya, NO yang
dikeluarkan ke udara luar bersama-sama dengan gas buangan lainnya akan
mengalami pendinginan secara cepat dan terencerkan sebanyak 100 kalinya
(Herie, 2011).
3.3.2

Sumber dan Distribusi


Dari seluruh jumlah Nitrogen dioksida ( NO2 ) yang dibebaskan ke udara,

jumlah yang terbanyak adalah dalam bentuk NO yang diproduksi oleh aktivitas
bakteri. Akan tetapi pencemaran NO2 dari sumber alami ini tidak merupakan
masalah karena tersebar secara merata sehingga jumlahnya menjadi kecil. Yang
menjadi masalah adalah pencemaran NO2 yang diproduksi oleh kegiatan manusia
karena jumlahnya akan meningkat pada tempat-tempat tertentu.
Kadar NO2 di udara perkotaan biasanya 10100 kali lebih tinggi dari pada
udara di pedesaan. Dimana kadar NO2 di udara daerah perkotaan dapat mencapai
0,5 ppm (500 ppb). Seperti halnya CO, emisi NO2 dipengaruhi oleh kepadatan
penduduk karena sumber utama NO2 yang diproduksi manusia adalah dari
pembakaran dan kebanyakan pembakaran disebabkan oleh kendaraan bermotor,
produksi energi dan pembuangan sampah. Sebagian besar emisi NO2 buatan
manusia berasal dari pembakaran arang, minyak, gas, dan bensin. Kadar NO2 di
udara dalam suatu kota bervariasi sepanjang hari tergantung dari intensitas sinar
matahari dan aktivitas kendaraan bermotor (Anonim2, 2004).

15

3.3.3

Dampak terhadap Kesehatan


Nitrogen dioksida (NO2) merupakan suatu gas yang berbahaya bagi

manusia. Penelitian menunjukkan bahwa NO2 empat kali lebih beracun dari pada
NO. Namun selama ini belum pernah dilaporkan terjadinya keracunan NO yang
mengakibatkan kematian. Pada udara ambien yang normal, NO2 dapat bersifat
racun bagi paru-paru dan dapat menyebabkan kekejangan serta kelumpuhan pada
sistem syaraf (Anonim2, 2004).
3.4

Karbon monoksida

3.4.1 Sifat Kimia dan Fisika


Karbon monoksida (CO) adalah suatu komponen tidak berasa, tidak berbau
dan tidak berwarna yang terdapat dalam bentuk gas pada suhu di atas -1920C.
Komponen ini mempunyai berat sebesar 96,5% dari berat air dan tidak larut di
dalam air. Karbon monoksida yang terdapat di alam terbentuk dari salah satu
proses sebagai berikut (Anonim2, 2004):
1. Pembakaran tidak lengkap terhadap karbon atau komponen yang mengandung
karbon.
2. Reaksi antara karbon dioksida dengan komponen yang mengandung karbon
pada suhu tinggi.
3. Pada suhu tinggi, karbon dioksida terurai menjadi karbon monoksida dan
oksigen.
Secara alamiah CO diproduksi oleh hydrozoa (siphonophores), suatu
makhluk laut juga oleh reaksi-reaksi kimia yang terjadi di dalam atmosfer.
Oksidasi tidak lengkap terhadap karbon atau komponen yang mengandung karbon
terjadi jika jumlah oksigen yang tersedia kurang dari jumlah yang dibutuhkan
untuk pembakaran sempurna dimana dihasilkan karbon dioksida. Pembentukan
karbon monoksida hanya terjadi jika reaktan yang ada terdiri dari karbon dan
oksigen murni. Jika yang terjadi adalah pembakaran komponen yang mengandung
karbon di udara, prosesnya lebih kompleks dan terdiri dari beberapa tahap reaksi.
Reaksi antara karbon dioksida dan komponen yang mengandung karbon pada
suhu tinggi dapat menghasilkan karbon monoksida dengan reaksi sebagai berikut
(Anonim2, 2004) :

CO2 + C 2CO

16

Reaksi ini sering terjadi pada suhu tinggi yang umumnya terdapat pada
industri-industri, misalnya pada pembakaran di dalam furnis. CO yang diproduksi
dengan cara ini mempunyai keuntungan dan diperlukan pada beberapa proses,
misalnya pada furnis cepat (blast furnace) dimana CO bertindak sebagai
komponen pereduksi dalam produksi besi dari besi oksida.
Pada kondisi di mana jumlah oksigen cukup untuk melakukan pembakaran
lengkap terhadap karbon kadang-kadang terbentuk juga CO. Keadaan ini
disebabkan pada suhu tinggi CO2 akan terdisosiasi menjadi CO dan O. Karbon
dioksida dan CO terdapat pada keadaan ekuilibrium pada suhu tinggi dengan
reaksi sebagai berikut (Anonim2, 2004) :

2CO2 2CO + O2

3.4.2 Sumber dan Distribusi


Berbagai proses geofisika dan biologis diketahui dapat memproduksi CO.
Proses-proses tersebut misalnya aktivitas vulkanik, emisi gas alami, pancaran
listrik dari kilat, germinasi dan pertumbuhan benih, dan sumber lain. Tetapi
kontribusi CO ke atmosfer yang disebabkan proses-proses tersebut relatif kecil.
Pembebasan CO ke atmosfer sebagai akibat aktivitas manusia lebih nyata,
misalnya dari transportasi, pembakaran minyak, gas, arang atau kayu, prosesproses industri seperti industri besi, petroleum, kertas dan kayu, pembuangan
limbah

padat,

dan

sumber-sumber

lain

termasuk

kebakaran

hutan.

Transportasi menghasilkan CO paling banyak di antara sumber-sumber CO


lainnya, terutama dari kendaraan-kendaraan yang menggunakan bensin sebagai
bahan bakar (Anonim2, 2004).
Sumber CO yang kedua adalah pembakaran hasil-hasil pertanian seperti
sampah, sisa-sisa kayu di hutan, dan sisa-sisa tanaman di perkebunan. Proses
pembakaran tersebut sengaja dilakukan untuk berbagai tujuan, misalnya
mengontrol hama termasuk insekta dan mikroorganisme, mengurangi resiko
kebakaran hutan yang tidak dikehendaki, mengurangi volume sampah dan bahan
buangan, dan membersihkan serta memperbaiki mutu tanah.
Sumber CO yang ketiga setelah transportasi dan pembakaran adalah prosesproses industri. Dua industri yang merupakan sumber CO terbesar yaitu industri
besi dan baja. Karbon monoksida dihasilkan selama beberapa tahap proses dalam

17

produksi besi dan baja. Dalam industri petroleum, CO dibebaskan selama


regenerasi katalis (Anonim2, 2004).
Jika dilihat dari sumber-sumber yang memproduksi CO, maka seharusnya
pencemaran CO di udara cukup tinggi. Tetapi teryata hal ini tidak terjadi, dengan
kata lain jumlah pencemaran CO di udara jauh lebih kecil dibandingkan dengan
jumlah yang dilepaskan di atmosfer. Mekanisme alami di mana karbon monoksida
hilang dari udara telah banyak diteliti, dan pembersihan CO dari udara
kemungkinan terjadi karena beberapa proses sebagai berikut:
1. Reaksi atmosfer yang berjalan sangat lambat sehingga jumlah CO yang hilang
sangat sedikit.
2. Aktivitas mikroorganisme yang terdapat dalam tanah dapat menghilangkan
CO dengan kecepatan relatif tinggi dari udara (Setio, 2009).
3.4.3 Dampak terhadap Kesehatan
Karakteristik biologik yang paling penting dari CO adalah kemampuannya
untuk berikatan dengan hemoglobin, pigmen sel darah merah yang mengangkut
oksigen

ke

seluruh

karboksihemoglobin

tubuh.

(HbCO)

Sifat

ini

yang 200 kali

menghasilkan
lebih stabil

pembentukan
dibandingkan

oksihemoglobin (HbO2). Penguraian HbCO yang relatif lambat menyebabkan


terhambatnya kerja molekul sel pigmen tersebut dalam fungsinya membawa
oksigen keseluruh tubuh. Kondisi seperti ini dapat berakibat serius, bahkan fatal,
karena dapat menyebabkan keracunan. Selain itu, metabolisme otot dan fungsi
enzim intra-seluler juga dapat terganggu dengan adanya ikatan CO yang stabil
tersebut (Anonim2, 2004).
Dampak keracunan CO ini ternyata sangat berbahaya bagi orang yang telah
menderita gangguan pada otot jantung atau sirkulasi darah periferal yang parah.
Dampak dari CO bervariasi tergantung dari status kesehatan seseorang pada saat
terpapar. Pada beberapa orang yang berbadan gemuk dapat mentolerir paparan
CO sampai kadar HbCO dalam darahnya mencapai 40 % dalam waktu singkat.
Tetapi seseorang yang menderita sakit jantung atau paru-paru akan menjadi lebih
parah apabila kadar HbCO dalam darahnya sebesar 510 %. Pengaruh CO dalam
kadar tinggi terhadap sistem syaraf pusat dan sistem kardiovaskular juga telah
banyak diketahui (Anonim2, 2004).

18

Walaupun kadar CO yang tinggi dapat menyebabkan perubahan tekanan


darah, meningkatkan denyut jantung, ritme jantung menjadi abnormal gagal
jantung, dan kerusakan pembuluh darah periferal, tidak banyak didapatkan data
tentang pengaruh paparan CO kadar rendah terhadap sistem kardiovaskular.
Namun tidak cukup bukti yang menyatakan bahwa karbon monoksida
menyebabkan penyakit jantung atau paru-paru, tetapi jelas bahwa CO mampu
mengganggu transport oksigen ke seluruh tubuh yang dapat berakibat serius pada
seseorang yang telah menderita sakit jantung atau paru-paru.
Studi epidemiologi tentang kesakitan dan kematian akibat penyakit jantung
dan kadar CO di udara yang dibagi berdasarkan wilayah, sangat sulit untuk
ditafsirkan. Namun dada terasa sakit pada saat melakukan gerakan fisik, terlihat
jelas akan timbul pada pasien yang terpapar CO dengan kadar 60 mg/m3, yang
menghasilkan kadar HbCO mendekati 5%. Walaupun wanita hamil dan janin
yang dikandungnya akan menghasilkan CO dari dalam tubuh (endogenous)
dengan kadar yang lebih tinggi, paparan tambahan dari luar dapat mengurangi
fungsi oksigenasi jaringan dan plasental, yang menyebabkan bayi dengan berat
badan rendah (Anonim2, 2004). Berikut ini data tabel hubungan konsentrasi CO
dalam darah dengan kesehatan.
Tabel 2. Data ekuilibrium antara COHb di dalam darah CO di udara (Setio, 2009)

Tabel 3. Pengaruh konsentrasi COHb di dalam darah terhadap kesehatan manusia


(Setio, 2009)

19

Cara uji kadar sulfur dioksida (SO2) dengan metode pararosanilin


menggunakan spektrofotometer SNI 19-7119.7.2005
Peralatan

pengambilan

contoh

uji

disusun

seperti

pada

gambar.

Memasukkan larutan tetrakloromerkurat (TCM) 0,04 M sebanyak 10 mL ke


masing-masing botol penjerap. Botol penjerap diatur agar terlindung dari hujan
dan sinar matahari langsung. Menghidupkan pompa penghisap udara dan
mengatur kecepatan alir 0,5 L/menit sampai 1 L/menit, setelah stabil mencatat
laju alir awal F1 (L/menit). Melakukan pengambilan contoh uji selama 1 jam dan
mencatat temperatur serta tekanan udara. Setelah 1 jam mencatat laju alir akhir F2
(L/menit) dan kemudian mematikan pompa penghisap. Didiamkan selama 20
menit setelah pengambilan contoh uji untuk menghilangkan pengganggu.

20

Memindahkan larutan contoh uji ke dalam tabung uji 25 mL dan


menambahkan 5 mL air suling untuk membilas. Menambahkan 1 mL larutan asam
sulfamat 0,6% dan tunggu sampai 10 menit. Menambahkan 2,0 mL larutan
formaldehida 0,2%. Menambahkan 5,0 mL larutan pararosanilin. Menepatkan
dengan air suling sampai volume 25 mL, lalu mehomogenkan dan menunggu
sampai 30-60 menit. Mengukur serapan masing-masing larutan standar dengan
spektrofotometer pada panjang gelombang 550 nm kemudian menghitung
konsentrasi dengan menggunakan kurva kalibrasi. Melakukan langkah-langkah di
atas untuk pengujian blanko dengan menggunakan 10 mL larutan penjerap.
Sampling udara ambient dengan cara uji kadar nitrogen dioksida (NO2)
dengan metode Griess Saltzman menggunakan spektrofotometer SNI 197119.2-2005
Menyusun peralatan pengambilan contoh uji seperti pada gambar 2.
Memasukan larutan penjerap Griess Saltzman sebanyak 10 mL ke dalam botol
penjerap. Mengatur botol penjerap agar terlindung dari hujan dan sinar matahari
langsung. Menghidupkan pompa penghisap udara dan atur kecepatan alir 0,4
L/menit, setelah stabil catat laju alir awal (F1). Melakukan pengambilan contoh
uji selama 1 jam dan mencatat temperatur dan tekanan udara. Setelah 1 jam
mencatat laju alir akhir (F2) dan kemudian mematikan pompa pengisap. Analisis
dilakukan dilapangan segera setelah pengambilan contoh uji.

Memasukan larutan contoh uji ke dalam kuvet pada alat spektrofotometer,


lalu mengukur intensitas warna merah muda yang terbentuk pada panjang

21

gelombang 550 nm. Membaca serapan contoh uji kemudian menghitung


konsentrasi dengan menggunakan kurva kalibrasi. Melakukan langkah-langkah
tersebut untuk larutan penjerap yang diukur sebagai larutan blanko.
Sampling udara ambient dengan cara uji kadar karbon monoksida (CO)
dengan metode Iodine pentoksida
Mengalirkan udara ke dalam impinger (fritted impinger) yang berisi 20 mL
larutan 2,5 % I2O5. Selama pengambilan sampel, impinger I2O5 dipanaskan pada
suhu 1000C (dapat dengan jalan mencelupkan impinger ke dalam termos yang
berisi air panas/mendidih). Mengalirkan uap iodine yang terbentuk ke dalam
impinger II yang telah berisi 20 mL 2% KI . Mengatur kecepatan aliran udara :
0,1-0,4 Lpm dan lamanya sampling 1 sampai 2 jam. Larutan sample (impinger II)
langsung dibaca pada spektrofotometer pada panjang gelombang 352 mU.
PEMBAHASAN
Udara merupakan hal yang paling penting dalam proses kehidupan makhluk
hidup. Baku mutu yang digunakan sebagai patokan pada analisis udara ambien di
Balai Hiperkes dan Keselamatan Kerja di Banjarmasin didasarkan pada Peraturan
Gubernur Kalimantan Selatan No. 053 Th.2007 tentang baku mutu udara ambien
dan baku tingkat kebisingan dan surat edaran Menteri Tenaga Kerja Nomor :SE01/MEN/1997 tentang nilai ambang batas faktor kimia di udara lingkungan kerja.
a. Parameter gas SO2
Analisis kandungan gas SO2 di Balai HIPERKES dan KK menggunakan
metode SNI secara spektrofotometri. Pada prosedur analisisnya digunakan
suatu larutan penjerap sodium tetrakloromerkurat untuk gas SO2 di udara.
Selanjutnya akan terbentuk senyawa stabil non volatil dikloro sulfit merkurat.
Senyawa ini kemudian perlu ditambahkan dengan larutan larutan pararosanilin
agar terbentuk larutan yang berwarna merah sehingga dapat diukur serapannya
pada spektrofotometer. Reaksi yang terjadi adalah :

Na2HgCl4 + SO2 + H2O Na2HgCl2SO3 + 2HCl

Na2HgCl2SO3 + HCHO + 2HCl HgCl2 + HOCH2SO3H + 2NaCl


Gas SO2 dapat berasal dari berbagai sumber bukan hanya mesin-mesin
yang bekerja dengan bahan bakar fosil namun dapat pula berasal dari asapasap pembakaran dari pemukiman dengan berbagai aktivitas. Namun dengan

22

pergerakan angin gas SO2 yang dihasilkan tidak sampai terakumulasi sangat
besar pada satu lokasi.
Pengaruh gas SO2 dapat menyebabkan iritasi sistem pernapasan bahkan
dapat mengakibatkan kematian. Namun dari hasil pengukuran kandungan gas
di udara tidak serta-merta menjadi indikator pasti tubuh akan mengalami
gangguan kesehatan, perlu tindakan lebih lanjut terutama berhubungan dengan
pengecekan kesehatan dari tiap pekerja di lingkungan perusahaan tersebut.
b. Parameter gas NO2
Dalam suatu lingkungan kerja, NO2 merupakan salah satu faktor yang
harus dipertimbangkan mengingat bahwa NO2 yang melebihi ambang batas di
udara ambien akan sangat mempengaruhi aktivitas yang dilakukan serta dapat
mengakibatkan iritasi saluran pernapasan, luka pada sel-sel epitel paru dan
endema paru-paru. Berdasarkan hasil perhitungan terlihat bahwa nilai NO2 di
lokasi 3 lebih besar daripada di daerah lainnya.
Pembentukan gas NO2 dapat terjadi di udara bebas karena udara ambien
sebesar 70% terdiri dari gas N2 dan 20% gas O2 yang merupakan bahan baku
dasar terbentuknya gas NOx. Di alam sumber NO2 adalah kegiatan
denitrifikasi bakteri dalam tanah, perairan, gunng berapi. Pembentukan gas
NO2 hasil pembakaran memerlukan pembentukan gas NO dan gas O2 dengan
suhu yang tinggi. Dengan teori ini maka kemungkinan dapat terbentuknya gas
NO2 adalah di daerah dengan aktivitas yang memerlukan energi dan suhu yang
tinggi. Reaksi yang terjadi, adalah sebagai berikut :
N2 + O2
2NO + O2

2NO
11000C

2NO2

Metode analisis gas NO2 dengan SNI secara spektrofotometer. Metode


ini menggunakan larutan penjerap Griess-Saltzman yang berdasarkan pada
reaksi ion nitrit dengan reagen azo membentuk warna kompleks garam
diazonium yang kemudian larutan ini dapat diukur serapannya pada
spektrofotometer. Reaksi yang terjadi adalah
2NO2 + H2O HNO2 + HNO3

23

c. Parameter gas CO
Analisis gas CO di Balai HIPERKES dan KK menggunakan metode
Iodine pentoksida. Dengan larutan penjerap I2O5 yang selama proses
pengambilan sampel mesti dipanaskan hingga uapnya dapat mengalir dan
terjerap dalam larutan KI. Larutan ini berwarna kekuningan dan diukur
serapannya pada spektrofotometer. Reaksi yang terjadi adalah
5CO + I2O5 I2 + 5CO2

Dalam suatu lingkungan kerja, CO merupakan salah satu faktor yang


harus dipertimbangkan mengingat bahwa CO yang melebihi ambang batas di
udara ambient dapat menyebabkan gangguan pada kesehatan manusia
terutama sifat karakteristik dari

gas CO yang dapat berikatan dengan

hemoglobin dan mengganggu kerja hemoglobin dalam proses pengangkutan


oksigen keseluruh tubuh.
Gas CO merupakan hasil samping dari proses pembakaran zat organik
yang tidak sempurna entah dikarenakan oksigen yang tidak memadai atau
suhu pembakaran yang terlalu rendah. Hal ini dapat selalu terjadi meskipun
dengan kontrol proses yang memadai. Selain itu gas CO juga dapat terjadi dari
proses dekomposisi gas CO2 dalam suhu yang tinggi. Reaksi yang terjadi
adalah :

CxHy + O2 CO2 + CO + H2O


2CO2 2CO + O2

DAFTAR PUSTAKA

Anonim1. 2010. Pengantar Pencemaran Udara. http://www.pencemaran_udara.


pdf [20 Maret 2011]
Anonim2. 2004. Parameter Pencemar Udara dan Dampaknya terhadap
Kesehatan. http://www.depkes.go.id/downloads/Udara.PDF parameter
[9 Maret 2011]
Anonim3. 2011. Dampak Pencemaran Udara Oleh Belerang Oksida (SOx).
http://rikypeacechemistry.wordpress.com/2011/02/03/dampakpencema
ran-udara-oleh-belerang-oksida-sox/ [20 Maret 2011]

24

Civirily.

Herie,

2011. Analisa Kualitas Udara.


http://qtauntukselamanya.blogspot.com/2011/01/analisa-kualitasudara.html [11 April 2011]
S.

2010. Polutan Udara. http://industri16heriesetiopratama.blog.


mercubuana.ac.id/2010/12/09/polutan-udara/ [ 20 Maret 2011]

Setio, H.P. 2009. Polutan Udara.


http://POLUTAN_UDARA_Herie_Setio_Pratama.htm [17 Maret 2011]
Setyowati,

S. 2009. Pencemaran Udara Ambien. http://www.chem-istry.org/materi_kimia/kimia-industri/limbah-industri/pencemaranudara-ambien/ [ 9 Maret 2011]

Sukirno. 2011. Pengertian Pencemaran Udara. http://pengertian-pencemaranudara.html [ 17 Maret 2011]


Sumamur. 2009. Higiene Perusahaan dan Kesehatan Kerja (Hiperkes). Sagung
Seto.
Sutardi,

T. 2008. Teknik Pengukuran Udara


print_article.php.htm [ 17 Maret 2011]

Ambien.

http://tiki

Wisconsin Department of Health and Family Services. 2005. Sulfur Dioxide.


Division of Public Health, with funds from the Agency for Toxic
Substances and Disease Registry, Public Health Service, U.S.
Department of Health and Human Services. (PPH 45083 10/2005).

Anda mungkin juga menyukai