PERIOPERATIF
Abstrak
Defisit cairan perioperatif timbul sebagai akibat puasa pra-bedah yang kadangkadang dapat memanjang, kehilangan cairan yang sering menyertai penyakit primernya,
perdarahan, manipulasi bedah, dan lamanya pembedahan yang mengakibatkan
terjadinya sequestrasi atau translokasi cairan. Tujuan utama terapi cairan perioperatif
adalah untuk mengganti defisit pra, selama dan pasca bedah. Terapi dinilai berhasil
apabila pada penderita tidak ditemukan tanda-tanda hipovolemik dan hipoperfusi atau
tanda-tanda kelebihan cairan. Pada prakteknya banyak hal yang sulit ditentukan atau
diukur secara objektif.
Seluruh cairan tubuh didistribusikan ke dalam kompartemen intraselular dan
kompartemen ekstraselular. Kompartemen ekstraselular dibagi menjadi cairan
intravaskular dan intersisial. Selain air, cairan tubuh mengandung elektrolit (Na+,K+,Cl,HCO3-, PO43-) dan non elektrolit (kreatinin, bilirubin). Proses pergerakan cairan tubuh
antar kompertemen dapat berlangsung secara osmosis, difusi, pompa natrium-kalium.
Perubahan dalam cairan tubuh dapat terjadi karena perubahan volume (defisit volume
seperti dehidrasi dan kelebihan volume), perubahan konsentrasi (elektrolit), perubahan
komposisi (asidosis dan alkalosis).
Gangguan dalam keseimbangan cairan dan elektrolit merupakan hal yang umum
terjadi pada pasien bedah karena kombinasi dari faktor-faktor preoperatif, perioperatif
dan postoperatif. Oleh karena itu dasar terapi cairan dan elektrolit perioperatif berdasar
kepada kebutuhan normal cairan dan elektrolit harian, defisit pra, saat, dan pasca
pembedahan. Kebutuhan normal cairan orang dewasa rata-rata 30-35 ml/kgBB dan
elektrolit Na+= 1-2mmol/kgBB/hari dan K+=1 mmol/kgBB/hari. Saat pembedahan
harus dilihat banyaknya perdarahan untuk digantikan. Selain mengganti cairan tubuh,
perlu diperhatikan pula jenis cairan yang digunakan untuk menggantinya. Cairan tersbut
dapat berupa kristaloid atau koloid yang masing-masing mempunyai keuntungan
tersendiri yang diberikan sesuai dengan kondisi pasien.
Daftar Isi
Abstrak
Daftar Isi
ii
Bab I. Pendahuluan
2.1
2.2
2.3
10
17
3.1
Patofisiologi
18
3.2
20
3.3
25
Daftar Pustaka
iii
BAB I
Pendahuluan
Defisit cairan perioperatif timbul sebagai akibat puasa pra-bedah yang kadangkadang dapat memanjang, kehilangan cairan yang sering menyertai penyakit primernya,
perdarahan, manipulasi bedah, dan lamanya pembedahan yang mengakibatkan terjadinya
sequestrasi atau translokasi cairan. Pada periode pasca bedah kadang-kadang perdarahan
dan atau kehilangan cairan (dehidrasi) masih berlangsung, yang tentu saja memerlukan
perhatian khusus.1,2
Puasa pra-bedah selama 12 jam atau lebih dapat menimbulkan defisit cairan (air
dan elektrolit) sebanyak 1 liter pada pasien orang dewasa.1,3,4 Gejala dari defisit cairan ini
belum dapat dideskripsikan, tetapi termasuk di dalamnya adalah rasa haus, perasaan
mengantuk, dan pusing kepala.1,5 Gejala dehidrasi ringan ini dapat memberikan
kontribusi terhadap memanjangnya waktu perawatan di rumah sakit yang terlihat dari
penelitian 17638 pasien dengan hasil bahwa rasa kantuk dan pusing kepala pasca bedah
merupakan faktor prediktor yang berdiri sendiri terhadap bertambah lamanya waktu
perawatan pasca bedah.6
Tujuan utama terapi cairan perioperatif adalah untuk mengganti defisit pra bedah,
selama pembedahan dan pasca bedah diamana saluran pencernaan belum berfungsi secara
optimal disamping untuk pemenuhan kebutuhan normal harian. Terapi dinilai berhasil
apabila pada penderita tidak ditemukan tanda-tanda hipovolemik dan hipoperfusi atau
tanda-tanda kelebihan cairan berupa edema paru dan gagal nafas. 2
Sampai saat ini terapi cairan dan elektrolit perioperatif masih merupakan topik
yang menarik untuk dibicarakan karena dalam prakteknya banyak hal yang sulit
ditentukan atau diukur secara objektif.2
BAB II
Anatomi Cairan Tubuh
Air merupakan bagian terbesar pada tubuh manusia, persentasenya dapat berubah
tergantung pada umur, jenis kelamin dan derajat obesitas seseorang. Pada bayi usia < 1
tahun cairan tubuh adalah sekitar 80-85% berat badan dan pada bayi usia > 1 tahun
mengandung air sebanyak 70-75 %. Seiring dengan pertumbuhan seseorang persentase
jumlah cairan terhadap berat badan berangsur-angsur turun yaitu pada laki-laki dewasa
50-60% berat badan, sedangkan pada wanita dewasa 50 % berat badan.5 Hal ini terlihat
pada tabel berikut :
Tabel.1 Perubahan cairan tubuh total sesuai usia
Usia
Bayi prematur
80
3 bulan
70
6 bulan
60
1-2 tahun
59
11-16 tahun
58
Dewasa
58-60
40-50
Dewasa kurus
70-75
Dikutip dari : Garner MW: Physiology and pathophysiology of the body fluid, St.Louis,
1981, Mosby.5
Perubahan jumlah dan komposisi cairan tubuh, yang dapat terjadi pada
perdarahan, luka bakar, dehidrasi, muntah, diare, dan puasa preoperatif maupun
perioperatif, dapat menyebabkan gangguan fisiologis yang berat. Jika gangguan tersebut
tidak dikoreksi secara adekuat sebelum tindakan anestesi dan bedah, maka resiko
penderita menjadi lebih besar.1
Seluruh cairan tubuh didistribusikan ke dalam kompartemen intraselular dan
kompartemen ekstraselular. Lebih jauh kompartemen ekstraselular dibagi menjadi cairan
intravaskular dan intersisial. 5
Cairan intraselular
Cairan yang terkandung di antara sel disebut cairan intraselular. Pada orang
dewasa, sekitar duapertiga dari cairan dalam tubuhnya terdapat di intraselular
(sekitar 27 liter rata-rata untuk dewasa laki-laki dengan berat badan sekitar 70
kilogram), sebaliknya pada bayi hanya setengah dari berat badannya merupakan
cairan intraselular.5
Cairan ekstraselular
Cairan yang berada di luar sel disebut cairan ekstraselular. Jumlah relatif cairan
ekstraselular berkurang seiring dengan usia. Pada bayi baru lahir, sekitar setengah
dari cairan tubuh terdapat di cairan ekstraselular. Setelah usia 1 tahun, jumlah
cairan ekstraselular menurun sampai sekitar sepertiga dari volume total. Ini
sebanding dengan sekitar 15 liter pada dewasa muda dengan berat rata-rata 70
kg.5
Cairan ekstraselular dibagi menjadi5 :
o Cairan Interstitial
Cairan yang mengelilingi sel termasuk dalam cairan interstitial, sekitar 1112 liter pada orang dewasa. Cairan limfe termasuk dalam volume
interstitial. Relatif terhadap ukuran tubuh, volume ISF adalah sekitar 2 kali
lipat pada bayi baru lahir dibandingkan orang dewasa. 5
o Cairan Intravaskular
Merupakan cairan yang terkandung dalam pembuluh darah (contohnya
volume plasma). Rata-rata volume darah orang dewasa sekitar 5-6L
dimana 3 liternya merupakan plasma, sisanya terdiri dari sel darah merah,
sel darah putih dan platelet.5
o Cairan transeluler
Merupakan cairan yang terkandung diantara rongga tubuh tertentu seperti
serebrospinal, perikardial, pleura, sendi sinovial, intraokular dan sekresi
saluran pencernaan. Pada keadaan sewaktu, volume cairan transeluler
adalah sekitar 1 liter, tetapi cairan dalam jumlah banyak dapat masuk dan
keluar dari ruang transeluler.5
Body
100%
Water
Tissue
60 % (100)
40 %
Intracellular space
Extracellular space
40 % (60)
20 % (40)
Interstitial space
Intravascular space
15 % (30)
5 % (10)
Selain air, cairan tubuh mengandung dua jenis zat yaitu elektrolit dan non elektrolit.5
- Elektrolit
Merupakan zat yang terdisosiasi dalam cairan dan menghantarkan arus listrik.
Elektrolit dibedakan menjadi ion positif (kation) dan ion negatif (anion). Jumlah kation
dan anion dalam larutan adalah selalu sama (diukur dalam miliekuivalen). 5
o Kation
Kation utama dalam cairan ekstraselular adalah sodium (Na+), sedangkan
kation utama dalam cairan intraselular adalah potassium (K+). Suatu
sistem pompa terdapat di dinding sel tubuh yang memompa keluar sodium
dan potassium ini.
o Anion
Anion utama dalam cairan ekstraselular adalah klorida (Cl-) dan
bikarbonat (HCO3-), sedangkan anion utama dalam cairan intraselular
adalah ion fosfat (PO43-).
Karena kandungan elektrolit dalam plasma dan cairan interstitial pada intinya
sama maka nilai elektrolit plasma mencerminkan komposisi dari cairan ekstraseluler
tetapi tidak mencerminkan komposisi cairan intraseluler.5
a. Natrium
Natrium sebagai kation utama didalam cairan ekstraseluler dan paling berperan di
dalam mengatur keseimbangan cairan. Kadar natrium plasma: 135-145mEq/liter.12 Kadar
natrium dalam plasma diatur lewat beberapa mekanisme:
-
Central baroreseptor
Sekresi ADH
Perubahan yang terjadi pada air tubuh total (TBW=Total Body Water)
Kadar natrium dalam tubuh 58,5mEq/kgBB dimana + 70% atau 40,5mEq/kgBB dapat
berubah-ubah. Ekresi natrium dalam urine 100-180mEq/liter, faeces 35mEq/liter dan
keringat 58mEq/liter. Kebutuhan setiap hari = 100mEq (6-15 gram NaCl). 7
Natrium dapat bergerak cepat antara ruang intravaskuler dan interstitial maupun
ke dalam dan keluar sel. Apabila tubuh banyak mengeluarkan natrium (muntah,diare)
sedangkan pemasukkan terbatas maka akan terjadi keadaan dehidrasi disertai kekurangan
natrium. Kekurangan air dan natrium dalam plasma akan diganti dengan air dan natrium
dari cairan interstitial. Apabila kehilangan cairan terus berlangsung, air akan ditarik dari
dalam sel dan apabila volume plasma tetap tidak dapat dipertahankan terjadilah
kegagalan sirkulasi. 7
b. Kalium
Kalium merupakan kation utama (99%) di dalam cairan ekstraseluler berperan
penting di dalam terapi gangguan keseimbangan air dan elektrolit. Jumlah kalium dalam
tubuh sekitar 53 mEq/kgBB dimana 99% dapat berubah-ubah sedangkan yang tidak dapat
berpindah adalah kalium yang terikat dengan protein didalam sel. 7
Kadar kalium plasma 3,5-5,0 mEq/liter, kebutuhan setiap hari 1-3 mEq/kgBB.
Keseimbangan kalium sangat berhubungan dengan konsentrasi H+ ekstraseluler. Ekskresi
kalium lewat urine 60-90 mEq/liter, faeces 72 mEq/liter dan keringat 10 mEq/liter. 7
c. Kalsium
Kalsium dapat dalam makanan dan minuman, terutama susu, 80-90% dikeluarkan
lewat faeces dan sekitar 20% lewat urine. Jumlah pengeluaran ini tergantung pada intake,
besarnya tulang, keadaan endokrin. Metabolisme kalsium sangat dipengaruhi oleh
kelenjar-kelenjar paratiroid, tiroid, testis, ovarium, da hipofisis. Sebagian besar (99%)
ditemukan didalam gigi dan + 1% dalam cairan ekstraseluler dan tidak terdapat dalam
sel.7
d. Magnesium
Magnesium ditemukan di semua jenis makanan. Kebutuhan unruk pertumbuhan +
10 mg/hari. Dikeluarkan lewat urine dan faeces. 7
e. Karbonat
Asam karbonat dan karbohidrat terdapat dalam tubuh sebagai salah satu hasil
akhir daripada metabolisme. Kadar bikarbonat dikontrol oleh ginjal. Sedikit sekali
bikarbonat yang akan dikeluarkan urine. Asam bikarbonat dikontrol oleh paru-paru dan
sangat penting peranannya dalam keseimbangan asam basa. 7
- Non elektrolit
Merupakan zat seperti glukosa dan urea yang tidak terdisosiasi dalam cairan. Zat
lainya termasuk penting adalah kreatinin dan bilirubin.5
adalah
bergeraknya
molekul
(zat
terlarut)
melalui
membran
semipermeabel (permeabel selektif) dari larutan berkadar lebih rendah menuju larutan
berkadar lebih tinggi hingga kadarnya sama. Seluruh membran sel dan kapiler permeabel
terhadap air, sehingga tekanan osmotik cairan tubuh seluruh kompartemen sama.
Membran semipermeabel ialah membran yang dapat dilalui air (pelarut), namun tidak
dapat dilalui zat terlarut misalnya protein. 5,7,8
Tekanan osmotik plasma darah ialah 285+ 5 mOsm/L. Larutan dengan tekanan
osmotik kira-kira sama disebut isotonik (NaCl 0,9%, Dekstrosa 5%, Ringer laktat).
Larutan dengan tekanan osmotik lebih rendah disebut hipotonik (akuades), sedangkan
lebih tinggi disebut hipertonik. 7,8
b. Difusi
Difusi ialah proses bergeraknya molekul lewat pori-pori. Larutan akan bergerak dari
konsentrasi tinggi ke arah larutan berkonsentrasi rendah. Tekanan hidrostatik pembuluh
darah juga mendorong air masuk berdifusi melewati pori-pori tersebut. Jadi difusi
tergantung kepada perbedaan konsentrasi dan tekanan hidrostatik.5,7,8
c. Pompa Natrium Kalium
Pompa natrium kalium merupakan suatu proses transpor yang memompa ion
natrium keluar melalui membran sel dan pada saat bersamaan memompa ion kalium dari
luar ke dalam. Tujuan dari pompa natrium kalium adalah untuk mencegah keadaan
hiperosmolar di dalam sel. 5,7,8
FLUID LOSES
300 ml Kidneys
Skin
1100-1400 ml Lungs
1200-1500 ml
500-600 ml
400 ml
800-1000 ml GI tract
100-200 ml
2200-2700 ml TOTAL
2200-2700 ml
a. Defisit volume
Defisit volume cairan ekstraselular merupakan perubahan cairan tubuh yang
paling umum terjadi pada pasien bedah. Penyebab paling umum adalah kehilangan cairan
di gastrointestinal akibat muntah, penyedot nasogastrik, diare dan drainase fistula.
Penyebab lainnya dapat berupa kehilangan cairan pada cedera jaringan lunak, infeksi,
inflamasi jaringan, peritonitis, obstruksi usus, dan luka bakar. Keadaan akut, kehilangan
cairan yang cepat akan menimbulkan tanda gangguan pada susunan saraf pusat dan
jantung. Pada kehilangan cairan yang lambat lebih dapat ditoleransi sampai defisi volume
cairan ekstraselular yang berat terjadi.9
* Dehidrasi
Dehidrasi sering dikategorikan sesuai dengan kadar konsentrasi serum dari
natrium menjadi isonatremik (130-150 mEq/L), hiponatremik (<139 mEq/L) atau
hipernatremik (>150 mEq/L). Dehidrasi isonatremik merupakan yang paling sering
terjadi (80%), sedangkan dehidrasi hipernatremik atau hiponatremik sekitar 5-10% dari
kasus.15
Dehidrasi Isotonis (isonatremik) terjadi ketika kehilangan cairan hampir sama
dengan konsentrasi natrium terhadap darah. Kehilangan cairan dan natrium besarnya
relatif sama dalam kompartemen intravaskular maupun kompartemen ekstravaskular.15
dengan
kandungan natrium lebih banyak dari darah (kehilangan cairan hipertonis). Secara garis
besar terjadi kehilangan natrium yang lebih banyak dibandingkan air yang hilang. Karena
kadar natrium serum rendah, air di kompartemen intravaskular berpindah ke
kompartemen ekstravaskular, sehingga menyebabkan penurunan volume intravaskular.15
Dehidrasi hipertonis (hipernatremik) terjadi ketika kehilangan cairan dengan
kandungan natrium lebih sedikit dari darah (kehilangan cairan hipotonis). Secara garis
besar terjadi kehilangan air yang lebih banyak dibandingkan natrium yang hilang. Karena
kadar natrium tinggi, air di kompartemen ekstraskular berpindah ke kompartemen
intravaskular, sehingga meminimalkan penurunan volume intravaskular.15
Tabel.3 Tanda-tanda klinis dehidrasi15
Symptom/Sign
Mild
Dehydration
Moderate
Dehydration
Severe Dehydration
Level of
consciousness*
Alert
Lethargic
Obtunded
Capillary refill*
2 Seconds
2-4 Seconds
Greater than 4
seconds, cool limbs
Mucous
membranes*
Normal
Dry
Parched, cracked
Tears*
Normal
Decreased
Absent
Heart rate
Very increased
Respiratory rate
Normal
Increased
Increased and
hyperpnea
Blood pressure
Normal
Normal, but
orthostasis
Decreased
Pulse
Normal
Thready
Faint or impalpable
Skin turgor
Normal
Slow
Tenting
Fontanel
Normal
Depressed
Sunken
Eyes
Normal
Sunken
Very sunken
Urine output
Decreased
Oliguria
Oliguria/anuria
Dewasa
Anak
Ringan
4%
4%-5%
Sedang
6%
5 % - 10 %
Berat
8%
10 % - 15 %
Shock
15-20%
15-20%
Strategi untuk rehidrasi adalah dengan memperhitungkan defisit cairan, cairan rumatan
yang diperlukan dan kehilangan cairan yang sedang berlangsung disesuaikan . Cara
rehidrasi16 :
1. Nilai status rehidrasi (sesuai tabel 4 di atas), banyak cairan yang diberikan (D) =
derajat dehidrasi (%) x BB x 1000 cc
2. Hitung cairan rumatan (M) yang diperlukan (untuk dewasa 40 cc/kgBB/24 jam
atau rumus holliday-segar seperti untuk anak-anak)
3. Pemberian cairan :
o 6 jam I = D + M atau 8 jam I = D + M (menurut Guillot 17)
o 18 jam II = D + M atau 16 jam II = D + M (menurut Guillot 17)
b. Kelebihan volume
Kelebihan volume cairan ekstraselular merupakan suatu kondisi akibat iatrogenik
(pemberian cairan intravena seperti NaCl yang menyebabkan kelebihan air dan NaCl
ataupun pemberian cairan intravena glukosayang menyebabkan kelebihan air) ataupun
dapat sekunder akibat insufisiensi renal (gangguan pada GFR), sirosis, ataupun gagal
jantung kongestif.9,10 Kelebihan cairan intaseluler dapat terjadi jika terjadi kelebihan
cairan tetapi jumlah NaCl tetap atau berkurang.10
2. Perubahan konsentrasi
-
Hiponatremia
Jika < 120 mg/L maka akan timbul gejala disorientasi, gangguan mental, letargi,
iritabilitas, lemah dan henti pernafasan, sedangkan jika kadar < 110 mg/L maka
akan timbul gejala kejang, koma. Hiponatremia ini dapat disebabkan oleh
euvolemia (SIADH, polidipsi psikogenik), hipovolemia (disfungsi tubuli ginjal,
diare, muntah, third space losses, diuretika), hipervolemia (sirosis, nefrosis).
Keadaan ini dapat diterapi dengan restriksi cairan (Na+ 125 mg/L) atau NaCl
3% ssebanyak (140-X)xBBx0,6 mg dan untuk pediatrik 1,5-2,5 mg/kg.12
Koreksi hiponatremia yang sudah berlangsung lama dilakukan scara perlahanlahan, sedangkan untuk hiponatremia akut lebih agresif. Untuk menghitung Na
serum yang dibutuhkan dapat menggunakan rumus18 :
Na1
Na0
Hipernatremia
Jika kadar natrium > 160 mg/L maka akan timbul gejala berupa perubahan
mental, letargi, kejang, koma, lemah. Hipernatremi dapat disebabkan oleh
kehilangan cairan (diare, muntah, diuresis, diabetes insipidus, keringat
berlebihan), asupan air kurang, asupan natrium berlebihan. Terapi keadaan ini
adalah penggantian cairan dengan 5% dekstrose dalam air sebanyak {(X-140) x
BB x 0,6}: 140.12
Hipokalemia
Jika kadar kalium < 3 mEq/L. Dapat terjadi akibat dari redistribusi akut kalium
dari cairan ekstraselular ke intraselular atau dari pengurangan kronis kadar total
kalium tubuh. Tanda dan gejala hipokalemia dapat berupa disritmik jantung,
perubahan EKG (QRS segmen melebar, ST segmen depresi, hipotensi postural,
kelemahan otot skeletal, poliuria, intoleransi glukosa. Terapi hipokalemia dapat
berupa koreksi faktor presipitasi (alkalosis, hipomagnesemia, obat-obatan), infus
potasium klorida sampai 10 mEq/jam (untuk mild hipokalemia ;>2 mEq/L) atau
infus potasium klorida sampai 40 mEq/jam dengan monitoring oleh EKG (untuk
hipokalemia berat;<2mEq/L disertai perubahan EKG, kelemahan otot yang
hebat).13 Rumus untuk menghitung defisit kalium18 :
K = K1 K0 x 0,25 x BB
K
K1
K0
BB
Hiperkalemia
Terjadi jika kadar kalium > 5 mEq/L, sering terjadi karena insufisiensi renal atau
obat yang membatasi ekskresi kalium (NSAIDs, ACE-inhibitor, siklosporin,
diuretik). Tanda dan gejalanya terutama melibatkan susunan saraf pusat
(parestesia, kelemahan otot) dan sistem kardiovaskular (disritmik, perubahan
EKG). Terapi untuk hiperkalemia dapat berupa intravena kalsium klorida 10%
dalam 10 menit, sodium bikarbonat 50-100 mEq dalam 5-10 menit, atau diuretik,
hemodialisis.13
1. Perubahan komposisi
-
BAB III
Cairan Perioperatif
Gangguan dalam keseimbangan cairan dan elektrolit merupakan hal yang umum
terjadi pada pasien bedah karena kombinasi dari faktor-faktor preoperatif, perioperatif
dan postoperatif.5
Faktor-faktor preoperatif5 :
1. Kondisi yang telah ada
Diabetes mellitus, penyakit hepar, atau insufisiensi renal dapat diperburuk oleh
stres akibat operasi.
2. Prosedur diagnostik
Arteriogram atau pyelogram intravena yang memerlukan marker intravena dapat
menyebabkan ekskresi cairan dan elektrolit urin yang tidak normal karena efek
diuresis osmotik.
3. Pemberian obat
Pemberian obat seperti steroid dan diuretik dapat mempengaruhi eksresi air dan
elektrolit
4. Preparasi bedah
Enema atau laksatif dapat menyebabkan peningkatan kehilangan air dan elekrolit
dari traktus gastrointestinal.
5. Penanganan medis terhadap kondisi yang telah ada
6. Restriksi cairan preoperatif
Selama periode 6 jam restriksi cairan, pasien dewasa yang sehat kehilangan cairan
sekitar 300-500 mL. Kehilangan cairan dapat meningkat jika pasien menderita
demam atau adanya kehilangan abnormal cairan.
7. Defisit cairan yang telah ada sebelumnya
Harus dikoreksi sebelum operasi untuk meminimalkan efek dari anestesi.
Faktor Perioperatif:5
1. Induksi anestesi
1. Kadar adrenalin dan non adrenalin meningkat sampai hari ketiga pasca bedah atau
trauma. Sekresi hormon monoamin ini kebih meningkat lagi bila pada penderita
tampak tanda-tanda sepsi, syok, hipoksia dan ketakutan.
2. Kadar glukagon dalam plasma juga meningkat
3. Sekresi hormon dari kelenjar pituitaria anterior juga mengalami peningkatan yaitu
growth hormone dan adrenocorticotropic hormone (ACTH). Trauma atau stres
akan merangsang hipotalamus sehingga dikeluarkan corticotropin releasing
factor yang merangsang kelenjar pituitaria anterior untuk mensekresi ACTH.
Peningkatan kadar ACTH dalam sirkulasi menyebabkan glukokortikoid plasma
meningkat sehingga timbul hiperglikemia, glikolisis dan peninggian kadar asma
lemak.
4. Kadar hormon antidiuretik (ADH) mengalami peningkatan yang berlangsung
sampai hari ke 2-4 pasca bedah/trauma. Respon dari trauma ini akan mengganggu
pengaturan ADH yang dalam keadaan normal banyak dipengaruhi oleh
osmolalitas cairan ekstraseluler.
5. Akibat peningkatan ACTH, sekresi aldosteron juga meningkat. Setiap penurunan
volume darah atau cairan ektraseluler selalu menimbulkan rangsangan untuk
pelepasan aldosteron.
6. Kadar prolaktin juga meninggi terutama pada wanita dibandingkan dengan lakilaki.
Derajat perubahan-perubahan tersebut di atas sangat bervariasi bagi setiap individu
tergantung dari beberapa faktor :
-
cairan
internal.
Kehilangan
cairan
akibat
penguapan
merugikan
secara
fungsional
cairan
dalam
kompartemen
Ginjal tidak mampu mengekskresikan free water atau untuk menghasilkan urin
hipotonis.
Setelah dari sisa defisit yang masih ada diberikan pada jam pertama
Total
10
Example of Operation
Rates * (Crystallid)
Minor
Tendon Repair
0 3 ml/kg/hr
Tympanoplasty
Moderate
Hysterectomy
6 ml/kg/hr
Inguinal hernia
Major
case
9 ml/kg/hr
with
peritonitis
* Includes 2 ml/kg/hr maintenance but not usual 3 ml crystaloid/ml blood not replaced
with blood.
5. Penggantian darah yang hilang
Kehilangan darah sampai sekitar 20% EBV (EBV = Estimated Blood Volume = taksiran
volume darah), akan menimbulkan gejala hipotensi, takikardi dan penurunan tekanan
vena sentral. Kompensasi tubuh ini akan menurun pada seseorang yang akan mengalami
pembiusan (anestesi) sehingga gejala-gejala tersebut seringkali tidak begitu tampak
karena depresi komponen vasoaktif.
Tabel 8. Perkiraan volume darah
Usia
Volume darah
Neonatus
*Prematur
90 ml/kgBB
*full term
85 ml/kgBB
Bayi
80 ml/kgBB
Dewasa
*Laki-laki
75 ml/kgBB
*Wanita
65 ml/kgBB
air untuk penderita di daerah tropis dalam keadaan basal sekitar 50 ml/kgBB/24
jam. Pada hari pertama pasca bedah tidak dianjurkan pemberian kalium karena
adanya pelepasan kalium dari sel/jaringan yang rusak, proses katabolisme dan
transfusi darah. Akibat stress pembedahan, akan dilepaskan aldosteron dan ADH
yang cenderung menimbulkan retensi air dan natrium. Oleh sebab itu, pada 2-3 hari
pasca bedah tidak perlu pemberian natrium. Penderita dengan keadaan umum baik
dan trauma pembedahan minimum, pemberian karbohidrat 100-150 mg/hari cukup
memadai untuk memenuhi kebutuhan kalori dan dapat menekan pemecahan protein
sampai 50% kadar albumin harus dipertahankan melebihi 3,5 gr%. Penggantian
cairan pasca bedah cukup dengan cairan hipotonis dan bila perlu larutan garam
isotonis. Terapi cairan ini berlangsung sampai penderita dapat minum dan makan.
2.
3.
yang belum selesai. Bila kadar hemoglobin kurang dari 10 gr%, sebaiknya diberikan
transfusi darah untuk memperbaiki daya angkut oksigen.
4.
Tonicity
Na+
Cl-
K+
Ca2
Glucose
Lactate
(mosml/L)
(mEq/L)
(mEq/L)
(mEq/L)
(mEq/L)
(g/L)
(mEq/L)
50
154
154
D5 NS
Iso (330)
38,5
38,5
50
D5 NS
Hyper (407)
77
77
50
D5NS
Hyper (561)
154
154
50
Lactated
Ringers
Injection (RL)
D5LR
Iso (273)
130
109
Hyper (525)
130
109
28
50
28
Karena perbedaan sifat antara koloid dan kristaloid dimana kristaloid akan lebih
banyak menyebar ke ruang interstitiel dibandingkan dengan koloid maka kristaloid
sebaiknya dipilih untuk resusitasi defisit cairan di ruang interstitiel.
Larutan Ringer Laktat merupakan cairan kristaloid yang paling banyak digunakan
untuk resusitasi cairan walau agak hipotonis dengan susunan yang hampir menyerupai
cairan intravaskuler. Laktat yang terkandung dalam cairan tersebut akan mengalami
metabolisme di hati menjadi bikarbonat. Cairan kristaloid lainnya yang sering digunakan
adalah NaCl 0,9%, tetapi bila diberikan berlebih dapat mengakibatkan asidosis
hiperkloremik (delutional hyperchloremic acidosis) dan menurunnya kadar bikarbonat
plasma akibat peningkatan klorida.
2. Cairan Koloid
Disebut juga sebagai cairan pengganti plasma atau biasa disebut plasma
substitute atau plasma expander. Di dalam cairan koloid terdapat zat/bahan yang
mempunyai berat molekul tinggi dengan aktivitas osmotik yang menyebabkan cairan ini
cenderung bertahan agak lama (waktu paruh 3-6 jam) dalam ruang intravaskuler. Oleh
karena itu koloid sering digunakan untuk resusitasi cairan secara cepat terutama pada
Produksi
Tipe
Plasma protein
Human
plasma
Serun
consered
human
albumin
50.000
4-15 hari
Dextran
Leuconostoc
mesenteroid
B 512
D 60/70
60.000
70.000
6 jam
Gelatin
Hidrolisis
dari kolagen
binatang
35.000
2-3 jam
Starch
Hidrolisis
asam dan
ethylen
oxyde
treatment
dari kedelai
dan jantung
Sintetik
polimer
vinyl
pyrrolidone
-Modifien
gelatin
- Urea
linked
- Oxylopi
gelatin
hydroxyl
ethyl
Hydroxy
ethyl
450.000
6 jam
-Subtosan
-Periston
50.000
25.000
Polyvinyl
pyrrolidone
(PVC)
Kerugian
Indikasi
a. pengganti
volume
b.
hipoproteinemia
c. Hemodilusi
a. hemodilusi
b. Gangguan
mikrosirkulasi
(stroke)
Substitusi
volume
a. substitusi
volume
b. hemodilusi
Substitusis
volume
anafilaktik (walau jarang) dan dapat menyebabkan gangguan pada cross match.
Berdasarkan pembuatannya, terdapat 2 jenis larutan koloid:
a. Koloid alami yaitu fraksi protein plasma 5% dan albumin manusia ( 5 dan 2,5%).
Dibuat dengan cara memanaskan plasma atau plasenta 60C selama 10 jam untuk
membunuh virus hepatitis dan virus lainnya.
mengandung albumin (83%) juga mengandung alfa globulin dan beta globulin.
Prekallikrein activators (Hagemans factor fragments) seringkali terdapat dalam
fraksi protein plasma dibandingkan dalam albumin. Oleh sebab itu pemberian infus
dengan fraksi protein plasma seringkali menimbulkan hipotensi dan kolaps
kardiovaskuler.
b. Koloid sintesis yaitu:
1.
Dextran:
Dextran 40 (Rheomacrodex) dengan berat molekul 40.000 dan Dextran 70
(Macrodex) dengan berat molekul 60.000-70.000 diproduksi oleh bakteri
Leuconostoc mesenteroides B yang tumbuh dalam media sukrosa. Walaupun
Dextran 70 merupakan volume expander yang lebih baik dibandingkan dengan
Dextran 40, tetapi Dextran 40 mampu memperbaiki aliran darah lewat sirkulasi
mikro karena dapat menurunkan kekentalan (viskositas) darah.
Selain itu
koagulasi maka Penta starch dipilih sebagai koloid untuk resusitasi cairan pada
penderita gawat.
3.
Gelatin
Larutan koloid 3,5-4% dalam balanced electrolyte dengan berat molekul rata-rata
35.000 dibuat dari hidrolisa kolagen binatang.
Ada 3 macam gelatin, yaitu:
- modified fluid gelatin (Plasmion dan Hemacell)
- Urea linked gelatin
- Oxypoly gelatin
Merupakan plasma expanders dan banyak digunakan pada penderita gawat.
Walaupun dapat menimbulkan reaksi anafilaktik (jarang) terutama dari golongan
urea linked gelatin.
Colloid
Advantages
Inexpensive
Promotes urinary flow
(q intravascular volume)
Fluid of choice for initial
resuscitation of
trauma/hemorrhage.
Expands intravascular volume
(1/4 volume given retained
intravascularly)
Restores third space losses
Disadvantages
Expensive
May produce coagulopathy (dextrans
and helastarch)
With capilary leak may potentiate
fluid loss to the interstitium
Impairs subsequent cross matching of
bool (dextrans)
Dilutes cloting factors and platelets
r platelets adhesiveness (absorption
onto platelet membrane receptor)
Potential blocking of renal tubules and
reticuloendhotelial cells in the liver.
Possible anaphylactoid reaction with
dextrans.
DAFTAR PUSTAKA
1. Pandey CK, Singh RB. Fluid and electrolyte disorders. Indian J.Anaesh.
2003;47(5):380-387.
2. Kaswiyan U. Terapi cairan perioperatif. Bagian Anestesiologi dan Reanimasi.
Fakultas KEdokteran Unpad/ RS. Hasan Sadikin. 2000.
3. Holte K, Kehlet H. Compensatory fluid administration for preoperative dehydrationdoes it improve outcome? Acta Anaesthesiol Scand. 2002; 46: 1089-93
4. Keane PW, Murray PF. Intravenous fluids in minor surgery. Their effect on recovery
from anaesthesia. 1986; 41: 635-7.
5. Heitz U, Horne MM. Fluid, electrolyte and acid base balance. 5th ed. Missouri:
Elsevier-mosby; 2005.p3-227
6. Guyton AC, Hall JE.Textbook of medical physiology. 9th ed. Pennsylvania: W.B.
saunders company; 1997: 375-393
7. Latief AS, dkk. Petunjuk praktis anestesiologi: terapi cairan pada pembedahan. Ed.
Kedua. Bagian anestesiologi dan terapi intensif, FKUI. 2002
8. Mayer H, Follin SA. Fluid and electrolyte made incredibly easy. 2nd ed. Pennsylvania:
Springhouse; 2002:3-189.
9. Schwartz SI, ed. Principles of surgery companion handbook. 7th ed. New york:
McGraw-Hill; 1999:53-70.
10. Silbernagl F, Lang F. Color atlas of pathophysiology. Stuttgart: Thieme; 2000: 122-3.
11. Lyon Lee. Fluid and Electrolyte Therapy. Oklahoma State University - Center for
Veterinary Health. 2006. (Diakses tanggal 29 September2007). Tersedia dari:
http://member.tripod.com/~lyser/ivfs.htm
12. Leksana E. Terapi cairan dan elektrolit. Smf/bagian anestesi dan terapi intensif FK
Undip: Semarang; 2004: 1-60.
13. Barash PG, Cullen BF, Stoelting RK. Handbook of clinical anesthesia. 5th ed.
Philadelphia: Lippincot williams and wilkins; 2006: 74-97.
14. Sunatrio S. Resusitasi cairan. Jakarta: Media aesculapius;2000:1-58.
15. Ellsbury DL, George CS. Dehydration. eMed J [serial online] 2006 Mar [dikutip 6
Okt 2007]. Tersedia dari: URL: http://www.emedicine.com/CHILD/topic925.htm.
16. Fakultas Kedokteran Unpad. Protokol Tindakan Bedah. Bandung. 2003
17. Graber MA. Terapi cairan, elektrolit dan metabolik. Ed.2. Farmedia; 2003: 17-40.