08 - 192patofisiologi Sindrom Koroner Akut
08 - 192patofisiologi Sindrom Koroner Akut
PENDAHULUAN
Sindrom koroner akut (SKA) masih tetap
merupakan masalah kesehatan publik yang
bermakna di negara industri, dan mulai
menjadi bermakna di negara-negara sedang
berkembang.1 Di Amerika Serikat, 1,36 juta penyebab rawat inap adalah kasus SKA, 0,81 juta
di antaranya adalah kasus infark miokardium,
sisanya angina tidak stabil.2,3
Sebelum era fibrinolitik, infark miokardium
dibagi menjadi Q-wave dan non Q-wave.
Pembagian ini berdasarkan evolusi gambaran
elektrokardiogram (EKG) yang terjadi pada
beberapa hari setelah serangan. Infark miokardium tipe Q-wave menggambarkan adanya infark transmural. Sedangkan infark non Q-wave
menggambarkan infark yang terjadi hanya
pada lapisan subendokardium.7 Pada saat ini,
istilah yang dipakai adalah STEMI (ST elevation
myocardial infarction), NSTEMI (non ST elevation
myocardial infarction), dan angina pektoris tidak
stabil; ketiganya merupakan suatu spektrum
klinis yang disebut sindrom koroner akut.4,5 Ketiganya mempunyai dasar patofisiologi yang
sama, hanya berbeda derajat keparahannya.
Adanya elevasi segmen ST pada EKG menggambarkan adanya oklusi total arteri koroner
yang menyebabkan nekrosis pada seluruh
atau hampir seluruh lapisan dinding jantung.
Pada NSTEMI dan angina pektoris tidak stabil
terjadi oklusi parsial arteri koroner. Keduanya
mempunyai gejala klinis dan patofisiologi serupa, tetapi berbeda derajat keparahannya. Diagnosis NSTEMI ditegakkan jika iskemi cukup
parah sehingga menyebabkan nekrosis sel-sel
miokardium; hal ini menyebabkan pelepasan
biomarker dari sel-sel miokardium (Troponin
T atau I, atau CKMB) menuju ke sirkulasi. Sebaliknya, pada pasien dengan angina pektoris
tidak stabil tidak didapatkan peningkatan biomarker tersebut di sirkulasi.2,4,6
PATOFISIOLOGI SINDROM KORONER
AKUT (SKA)
Hampir semua kasus infark miokardium disebabkan oleh aterosklerosis arteri koroner.4
Peningkatan
kebutuhan
oksigen
Penurunan
suplai oksigen
Berkurangnya
aliran darah kor
oner
stenosis
vasospasme
hipotensi
takikardi
bradikardi
hipovolemia
trombosis kor
oner
Peningkatan den
yut jantung
takiaritmia atri
um
takiaritmia ven
trikel
Peningkatan wa
ll stress
hipertensi
LVH
stenosis aorta
Berkurangnya
kandungan oks
igen
dalam darah
anemia
hipoksia
Peningkatan kec
epatan metab
olisme
jaringan
demam
hipertiroid
Aktivasi sekunder
sistem koagulasi
palsma
Aktivasi, agresi,
adhesi trombosit
Ruptur plak
atherosklerotik
Vasokonstriksi
koroner
SKA
Ketidakseimbangan
suplai dan
kebutuhan oksigen
miokardium
261
4/10/2012 2:56:05 PM
TINJAUAN PUSTAKA
PEMBENTUKAN PLAK ATEROSKLEROTIK
Pada saat ini, proses terjadinya plak aterosklerotik dipahami bukan proses sederhana karena penumpukan kolesterol, tetapi telah
diketahui bahwa disfungsi endotel dan proses
inflamasi juga berperan penting. Proses pembentukan plak dimulai dengan adanya disfungsi endotel karena faktor-faktor tertentu.
Pada tingkat seluler, plak terbentuk karena
adanya sinyal-sinyal yang menyebabkan sel
darah, seperti monosit, melekat ke lumen
pembuluh darah.3
1. Inisiasi proses aterosklerosis: peran
endotel
Aterosklerosis merupakan proses pembentukan plak di tunika intima arteri besar dan
arteri sedang. Proses ini berlangsung terus
selama hidup sampai akhirnya bermanifestasi
sebagai SKA. Proses aterosklerosis ini terjadi
melalui 4 tahap, yaitu kerusakan endotel, migrasi kolesterol LDL (low-density lipoprotein) ke
dalam tunika intima, respons inflamatorik, dan
pembentukan kapsul fibrosis.2,6,8
Beberapa faktor risiko koroner turut berperan
dalam proses aterosklerosis, antara lain hipertensi, hiperkolesterolemia, diabetes, dan merokok. Adanya infeksi dan stres oksidatif juga
menyebabkan kerusakan endotel.6,8 Faktorfaktor risiko ini dapat menyebabkan kerusakan endotel dan selanjutnya menyebabkan
disfungsi endotel. Disfungsi endotel memegang peranan penting dalam terjadinya proses aterosklerosis. Jejas endotel mengaktifkan
proses inflamasi, migrasi dan proliferasi sel,
kerusakan jaringan lalu terjadi perbaikan, dan
akhirnya menyebabkan pertumbuhan plak.2,6
Endotel yang mengalami disfungsi ditandai
hal-hal sebagai berikut2:
a.
b.
c.
2. Perkembangan proses
aterosklerosis: peran proses inflamasi
Jika endotel rusak, sel-sel inflamatorik, terutama monosit, bermigrasi menuju ke lapisan
subendotel dengan cara berikatan dengan
molekul adhesif endotel. Jika sudah berada
pada lapisan subendotel, sel-sel ini mengalami differensiasi menjadi makrofag.2 Makrofag
akan mencerna LDL teroksidasi yang juga ber-
262
CDK-192_vol39_no4_th2012 ok.indd 262
4/10/2012 2:56:06 PM
TINJAUAN PUSTAKA
3. Stabilitas plak dan kecenderungan
mengalami ruptur
Stabilitas plak aterosklerosis bervariasi. Perbandingan antara sel otot polos dan makrofag
memegang peranan penting dalam stabilitas
plak dan kecenderungan untuk mengalami
ruptur.2
LDL yang termodifikasi meningkatkan respons
inflamasi oleh makrofag. Respons inflamasi
ini memberikan umpan balik, menyebabkan
lebih banyak migrasi LDL menuju tunika intima, yang selanjutnya mengalami modifikasi
lagi, dan seterusnya. Makrofag yang terstimulasi akan memproduksi matriks metaloproteinase yang mendegradasi kolagen. Di sisi lain,
sel otot pembuluh darah pada tunika intima,
yang membentuk kapsul fibrosis, merupakan
subjek apoptosis. Jika kapsul fibrosis menipis, ruptur plak mudah terjadi, menyebabkan
paparan aliran darah terhadap zat-zat trombogenik pada plak. Hal ini menyebabkan terbentuknya bekuan. Proses proinflamatorik ini
menyebabkan pembentukan plak dan instabilitas. Sebaliknya ada proses antiinflamatorik
yang membatasi pertumbuhan plak dan mendukung stabilitas plak. Sitokin seperti IL-4 dan
TGF- bekerja mengurangi proses inflamasi
yang terjadi pada plak. Hal ini terjadi secara
seimbang seperti pada proses penyembuhan
luka. Keseimbangan ini bisa bergeser ke salah
satu arah. Jika bergeser ke arah pertumbuhan
plak, maka plak semakin besar menutupi lumen pembuluh darah dan menjadi rentan
mengalami ruptur8 (Gambar 5).
Platelets
Leukocytes
Collagen
TFPI
Factor Xa
Thromboxane
bin
rom
h
t
ti
Prothrombin
An
An
tit
hro
mb
in
Direct
thrombin
inhibitors
A2
vWF
ADP
Activated platelets
GP IIb/IIa
inhibitors
Fibrinogen crosslinking
Thrombin
Fibrinogen
Platelet aggregation
Fibrin
Thrombus
Plasmin
Fibrin
degradation
Thrombolytics
Gambar 6 Skema pembentukan trombus dan target farmakologis obat-obat penghambat pembentukan trombus6
Setelah terjadi ruptur plak maupun erosi endotel, matriks subendotelial akan terpapar
darah yang ada di sirkulasi. Hal ini menyebabkan adhesi trombosit yang diikuti aktivasi
dan agregasi trombosit, selanjutnya terbentuk trombus.2,3,6,8 Trombosit berperan dalam
proses hemostasis primer. Selain trombosit,
pembentukan trombus juga melibatkan
sistem koagulasi plasma. Sistem koagulasi
plasma merupakan jalur hemostasis sekunder.
Kaskade koagulasi ini diaktifkan bersamaan
dengan sistem hemostasis primer yang dimediasi trombosit.6 Proses hemostasis primer
maupun sekunder bisa dilihat pada gambar
6.
Ada 2 macam trombus yang dapat terbentuk2:
a. Trombus putih: merupakan bekuan yang
kaya trombosit. Hanya menyebabkan
oklusi sebagian.
b. Trombus merah: merupakan bekuan
yang kaya fibrin. Terbentuk karena aktivasi kaskade koagulasi dan penurunan
perfusi pada arteri. Bekuan ini bersuperimposisi dengan trombus putih, menyebabkan terjadinya oklusi total.
Clopidogrel
Asprin
Fondaparinux
LMWH
UFH
LMWH
Platelets
Tissue factor
LMWH
UFH
263
4/10/2012 2:56:07 PM
TINJAUAN PUSTAKA
lama 6 bulan, didapatkan penurunan sitokin
aterogenik (IL-1, TNF) sebanyak 58% dan
kenaikan sitokin ateroprotektif (IL-4, TGF-)
sebanyak 35%. Obesitas juga dianggap bersifat proinflamatorik. Penurunan berat badan
rata-rata 14 kg dalam 14 bulan menurunkan
kadar CRP sebanyak 32%. Diet rendah lemak
nampaknya meningkatkan fungsi endotel
dan mengurangi molekul adhesif, seperti Pselektin.8
DAFTAR PUSTAKA
1.
ACC/AHA. 2004. ACC/AHA Guidelines for the Management of Patients With ST-Elevation Myocardial Infarction. http://circ.ahajournals.org/cgi/reprint/110/9/e82.pdf
2.
Kumar A, Cannon CP. Acute Coronary Syndromes: Diagnosis and Management Part I. Mayo Clin Proc. 2009;84(10):917-938. http://www.mayoclinicproceedings.com/content/84/10/917.
full.pdf
3.
Kleinschmidt KC. Epidemiology and Patophysiology of Acute Coronary Syndrome. Adv Stud Med. 2006;6(6B):S477-S482. http://www.jhasim.com/files/articlefiles/pdf/ASIM_6_6Bp477_482_
R1.pdf
4.
Antman EM, Braunwald E. ST-Elevation Myocardial Infarction: Pathology, Pathophysiology, and Clinical Features. Dalam: Braunwald E. ed. Braunwalds Heart Disease. 8th ed. Philadelphia:
Saunders Elsevier. 2008. Pp: 1207-31.
5.
Departemen Kardiologi dan Kedokteran Vaskular FKUI. Pedoman Praktis Tatalaksana Sindroma Koroner Akut. 2008. Jakarta: FKUI.
6.
Rosen AB., Gelfand EV. Patophysiology of Acute Coronary Syndromes. Dalam: Gelfand Eli V., Cannon Cristopher P. Management of Acute Coronary Syndromes. West Sussex: Wiley Blackwell.
7.
Canadian Institute For Health Information. 2007. Acute Coronary Syndromes: Understanding the Spectrum. http://www.smgh.ca/_uploads/PageContent/documents/ACS-spectrum.
8.
264
CDK-192_vol39_no4_th2012 ok.indd 264
4/10/2012 2:56:08 PM