Anda di halaman 1dari 4

TINJAUAN PUSTAKA

Patofisiologi Sindrom Koroner Akut


Risalina Myrtha
RS Anak Astrini, Wonogiri, Jawa Tengah, Indonesia

PENDAHULUAN
Sindrom koroner akut (SKA) masih tetap
merupakan masalah kesehatan publik yang
bermakna di negara industri, dan mulai
menjadi bermakna di negara-negara sedang
berkembang.1 Di Amerika Serikat, 1,36 juta penyebab rawat inap adalah kasus SKA, 0,81 juta
di antaranya adalah kasus infark miokardium,
sisanya angina tidak stabil.2,3
Sebelum era fibrinolitik, infark miokardium
dibagi menjadi Q-wave dan non Q-wave.
Pembagian ini berdasarkan evolusi gambaran
elektrokardiogram (EKG) yang terjadi pada
beberapa hari setelah serangan. Infark miokardium tipe Q-wave menggambarkan adanya infark transmural. Sedangkan infark non Q-wave
menggambarkan infark yang terjadi hanya
pada lapisan subendokardium.7 Pada saat ini,
istilah yang dipakai adalah STEMI (ST elevation
myocardial infarction), NSTEMI (non ST elevation
myocardial infarction), dan angina pektoris tidak
stabil; ketiganya merupakan suatu spektrum
klinis yang disebut sindrom koroner akut.4,5 Ketiganya mempunyai dasar patofisiologi yang
sama, hanya berbeda derajat keparahannya.
Adanya elevasi segmen ST pada EKG menggambarkan adanya oklusi total arteri koroner
yang menyebabkan nekrosis pada seluruh
atau hampir seluruh lapisan dinding jantung.
Pada NSTEMI dan angina pektoris tidak stabil
terjadi oklusi parsial arteri koroner. Keduanya
mempunyai gejala klinis dan patofisiologi serupa, tetapi berbeda derajat keparahannya. Diagnosis NSTEMI ditegakkan jika iskemi cukup
parah sehingga menyebabkan nekrosis sel-sel
miokardium; hal ini menyebabkan pelepasan
biomarker dari sel-sel miokardium (Troponin
T atau I, atau CKMB) menuju ke sirkulasi. Sebaliknya, pada pasien dengan angina pektoris
tidak stabil tidak didapatkan peningkatan biomarker tersebut di sirkulasi.2,4,6
PATOFISIOLOGI SINDROM KORONER
AKUT (SKA)
Hampir semua kasus infark miokardium disebabkan oleh aterosklerosis arteri koroner.4

CDK-192/ vol. 39 no. 4, th. 2012

CDK-192_vol39_no4_th2012 ok.indd 261

Peningkatan
kebutuhan
oksigen

Penurunan
suplai oksigen
Berkurangnya
aliran darah kor
oner
stenosis
vasospasme
hipotensi
takikardi
bradikardi
hipovolemia
trombosis kor
oner

Peningkatan den
yut jantung
takiaritmia atri
um
takiaritmia ven
trikel
Peningkatan wa
ll stress
hipertensi
LVH
stenosis aorta

Berkurangnya
kandungan oks
igen
dalam darah
anemia
hipoksia

Peningkatan kec
epatan metab
olisme
jaringan
demam
hipertiroid

Gambar 1 Faktor-faktor yang mempengaruhi keseimbangan oksigen miokardium6

Untuk memahaminya secara komprehensif


diperlukan pengetahuan tentang patofisiologi iskemia miokardium. Iskemia miokardium
terjadi bila kebutuhan oksigen lebih besar
daripada suplai oksigen ke miokardium. Oklusi akut karena adanya trombus pada arteri
koroner menyebabkan berkurangnya suplai
oksigen ke miokardium (Gambar 1). Contoh
lain, pada pasien dengan plak intrakoroner
yang bersifat stabil, peningkatan frekuensi denyut jantung dapat menyebabkan terjadinya
iskemi karena meningkatkan kebutuhan oksigen miokardium, tanpa diimbangi kemampuan untuk meningkatkan suplai oksigen ke
miokardium.6

Jika terjadi penyempitan arteri koroner,


iskemia miokardium merupakan peristiwa
yang awal terjadi. Daerah subendokardial
merupakan daerah pertama yang terkena,
karena berada paling jauh dari aliran darah.
Jika iskemia makin parah, akan terjadi kerusakan sel miokardium. Infark miokardium adalah
nekrosis atau kematian sel miokardium. Infark
miokardium dapat terjadi nontransmural (terjadi pada sebagian lapisan) atau transmural
(terjadi pada semua lapisan).7 Faktor-faktor
yang berperan dalam progresi SKA dapat dilihat pada gambar 2.

Aktivasi sekunder
sistem koagulasi
palsma
Aktivasi, agresi,
adhesi trombosit

Ruptur plak
atherosklerotik

Vasokonstriksi
koroner

SKA

Ketidakseimbangan
suplai dan
kebutuhan oksigen
miokardium

Gambar 2 Faktor-faktor yang berperan untuk terjadinya SKA6

261
4/10/2012 2:56:05 PM

TINJAUAN PUSTAKA
PEMBENTUKAN PLAK ATEROSKLEROTIK
Pada saat ini, proses terjadinya plak aterosklerotik dipahami bukan proses sederhana karena penumpukan kolesterol, tetapi telah
diketahui bahwa disfungsi endotel dan proses
inflamasi juga berperan penting. Proses pembentukan plak dimulai dengan adanya disfungsi endotel karena faktor-faktor tertentu.
Pada tingkat seluler, plak terbentuk karena
adanya sinyal-sinyal yang menyebabkan sel
darah, seperti monosit, melekat ke lumen
pembuluh darah.3
1. Inisiasi proses aterosklerosis: peran
endotel
Aterosklerosis merupakan proses pembentukan plak di tunika intima arteri besar dan
arteri sedang. Proses ini berlangsung terus
selama hidup sampai akhirnya bermanifestasi
sebagai SKA. Proses aterosklerosis ini terjadi
melalui 4 tahap, yaitu kerusakan endotel, migrasi kolesterol LDL (low-density lipoprotein) ke
dalam tunika intima, respons inflamatorik, dan
pembentukan kapsul fibrosis.2,6,8
Beberapa faktor risiko koroner turut berperan
dalam proses aterosklerosis, antara lain hipertensi, hiperkolesterolemia, diabetes, dan merokok. Adanya infeksi dan stres oksidatif juga
menyebabkan kerusakan endotel.6,8 Faktorfaktor risiko ini dapat menyebabkan kerusakan endotel dan selanjutnya menyebabkan
disfungsi endotel. Disfungsi endotel memegang peranan penting dalam terjadinya proses aterosklerosis. Jejas endotel mengaktifkan
proses inflamasi, migrasi dan proliferasi sel,
kerusakan jaringan lalu terjadi perbaikan, dan
akhirnya menyebabkan pertumbuhan plak.2,6
Endotel yang mengalami disfungsi ditandai
hal-hal sebagai berikut2:
a.

b.

c.

Gambar 3 Fase awal disfungsi endotel2


Tabel 1 Komponen primer pembentukan plak aterosklerosis karena disfungsi endotel6,8

Peningkatan adhesivitas endotel


Peningkatan permeabilitas endotel
(memudahkan migrasi LDL dan monosit ke tunika
intima pembuluh darah)
Migrasi dan proliferasi sel otot polos dan
makrofag
Pelepasan enzim hidrolitik, sitokin, dan faktor
pertumbuhan
Nekrosis fokal dinding pembuluh darah
Perbaikan jaringan dengan fibrosis

2. Perkembangan proses
aterosklerosis: peran proses inflamasi
Jika endotel rusak, sel-sel inflamatorik, terutama monosit, bermigrasi menuju ke lapisan
subendotel dengan cara berikatan dengan
molekul adhesif endotel. Jika sudah berada
pada lapisan subendotel, sel-sel ini mengalami differensiasi menjadi makrofag.2 Makrofag
akan mencerna LDL teroksidasi yang juga ber-

penetrasi ke dinding arteri, berubah menjadi


sel foam dan selanjutnya membentuk fatty
streaks. Makrofag yang teraktivasi ini melepaskan zat-zat kemoatraktan dan sitokin (misalnya
monocyte chemoattractant protein-1, tumor
necrosis factor , IL-1, IL-6, CD40, dan c-reactive
protein) yang makin mengaktifkan proses ini
dengan merekrut lebih banyak makrofag, sel
T, dan sel otot polos pembuluh darah (yang
mensintesis komponen matriks ekstraseluler)
pada tempat terjadinya plak. Sel otot polos
pembuluh darah bermigrasi dari tunika media menuju tunika intima, lalu mensintesis kolagen, membentuk kapsul fibrosis yang menstabilisasi plak dengan cara membungkus inti
lipid dari aliran pembuluh darah.8 Makrofag
juga menghasilkan matriks metaloproteinase
(MMPs), enzim yang mencerna matriks ekstraseluler dan menyebabkan terjadinya disrupsi plak (Gambar 4).2,8

Berkurangnya bioavailabilitas nitrit oksida dan produksi endothelin-1 yang


berlebihan, yang mengganggu fungsi
hemostasis vaskuler
Peningkatan ekspresi molekul adhesif
(misalnya P-selektin, molekul adhesif
antarsel, dan molekul adhesif sel pembuluh darah, seperti Vascular Cell Adhesion
Molecules-1 [VCAM-1])2,8
Peningkatan trombogenisitas darah
melalui sekresi beberapa substansi aktif
lokal.

Gambar 4 Pembentukan fatty streaks6

262
CDK-192_vol39_no4_th2012 ok.indd 262

CDK-192/ vol. 39 no. 4, th. 2012

4/10/2012 2:56:06 PM

TINJAUAN PUSTAKA
3. Stabilitas plak dan kecenderungan
mengalami ruptur
Stabilitas plak aterosklerosis bervariasi. Perbandingan antara sel otot polos dan makrofag
memegang peranan penting dalam stabilitas
plak dan kecenderungan untuk mengalami
ruptur.2
LDL yang termodifikasi meningkatkan respons
inflamasi oleh makrofag. Respons inflamasi
ini memberikan umpan balik, menyebabkan
lebih banyak migrasi LDL menuju tunika intima, yang selanjutnya mengalami modifikasi
lagi, dan seterusnya. Makrofag yang terstimulasi akan memproduksi matriks metaloproteinase yang mendegradasi kolagen. Di sisi lain,
sel otot pembuluh darah pada tunika intima,
yang membentuk kapsul fibrosis, merupakan

subjek apoptosis. Jika kapsul fibrosis menipis, ruptur plak mudah terjadi, menyebabkan
paparan aliran darah terhadap zat-zat trombogenik pada plak. Hal ini menyebabkan terbentuknya bekuan. Proses proinflamatorik ini
menyebabkan pembentukan plak dan instabilitas. Sebaliknya ada proses antiinflamatorik
yang membatasi pertumbuhan plak dan mendukung stabilitas plak. Sitokin seperti IL-4 dan
TGF- bekerja mengurangi proses inflamasi
yang terjadi pada plak. Hal ini terjadi secara
seimbang seperti pada proses penyembuhan
luka. Keseimbangan ini bisa bergeser ke salah
satu arah. Jika bergeser ke arah pertumbuhan
plak, maka plak semakin besar menutupi lumen pembuluh darah dan menjadi rentan
mengalami ruptur8 (Gambar 5).

Gambar 5 Pembentukan lesi aterosklerotik yang semakin kompleks6


Coagulation cascade

Platelets
Leukocytes

Collagen

TFPI
Factor Xa

Thromboxane

bin
rom
h
t
ti
Prothrombin
An

An
tit
hro
mb
in
Direct
thrombin
inhibitors

A2

vWF

ADP

Activated platelets
GP IIb/IIa
inhibitors
Fibrinogen crosslinking

Thrombin

Fibrinogen

Platelet aggregation

Fibrin

Thrombus

Plasmin

Fibrin
degradation

Thrombolytics
Gambar 6 Skema pembentukan trombus dan target farmakologis obat-obat penghambat pembentukan trombus6

CDK-192/ vol. 39 no. 4, th. 2012

CDK-192_vol39_no4_th2012 ok.indd 263

Setelah terjadi ruptur plak maupun erosi endotel, matriks subendotelial akan terpapar
darah yang ada di sirkulasi. Hal ini menyebabkan adhesi trombosit yang diikuti aktivasi
dan agregasi trombosit, selanjutnya terbentuk trombus.2,3,6,8 Trombosit berperan dalam
proses hemostasis primer. Selain trombosit,
pembentukan trombus juga melibatkan
sistem koagulasi plasma. Sistem koagulasi
plasma merupakan jalur hemostasis sekunder.
Kaskade koagulasi ini diaktifkan bersamaan
dengan sistem hemostasis primer yang dimediasi trombosit.6 Proses hemostasis primer
maupun sekunder bisa dilihat pada gambar
6.
Ada 2 macam trombus yang dapat terbentuk2:
a. Trombus putih: merupakan bekuan yang
kaya trombosit. Hanya menyebabkan
oklusi sebagian.
b. Trombus merah: merupakan bekuan
yang kaya fibrin. Terbentuk karena aktivasi kaskade koagulasi dan penurunan
perfusi pada arteri. Bekuan ini bersuperimposisi dengan trombus putih, menyebabkan terjadinya oklusi total.

Clopidogrel

Asprin

Fondaparinux

LMWH
UFH

LMWH

Platelets

Tissue factor
LMWH
UFH

4. Disrupsi plak, trombosis, dan SKA


Kebanyakan plak aterosklerotik akan berkembang perlahan-lahan seiring berjalannya waktu. Kebanyakan akan tetap stabil. Gejala muncul bila stenosis lumen mencapai 70-80%.
Mayoritas kasus SKA terjadi karena ruptur plak
aterosklerotik. Plak yang ruptur ini kebanyakan
hanya menyumbat kurang dari 50% diameter
lumen. Mengapa ada plak yang ruptur dan
ada plak yang tetap stabil belum diketahui
secara pasti. Beberapa penelitian menunjukkan bahwa inti lipid yang besar, kapsul fibrosa
yang tipis, dan inflamasi dalam plak merupakan predisposisi untuk terjadinya ruptur.2,6

GAMBARAN KLINIS ISKEMIA


SKA merupakan suatu kontinuum. Gejala
muncul apabila terjadi ketidakseimbangan
antara suplai oksigen dan kebutuhan oksigen
jantung. Angina stabil ditandai dengan adanya
plak ateroskerosis dengan stenosis permanen.
Gejala klinis muncul apabila kebutuhan oksigen melebihi suplai oksigen ke jantung (latihan, stres). Jika terjadi dalam jangka waktu
lama, biasanya didapatkan aliran darah kolateral yang signifikan. Angina tak-stabil terjadi
karena menurunnya perfusi ke jantung (disrupsi plak menyebabkan terbentuknya trom-

263
4/10/2012 2:56:07 PM

TINJAUAN PUSTAKA
lama 6 bulan, didapatkan penurunan sitokin
aterogenik (IL-1, TNF) sebanyak 58% dan
kenaikan sitokin ateroprotektif (IL-4, TGF-)
sebanyak 35%. Obesitas juga dianggap bersifat proinflamatorik. Penurunan berat badan
rata-rata 14 kg dalam 14 bulan menurunkan
kadar CRP sebanyak 32%. Diet rendah lemak
nampaknya meningkatkan fungsi endotel
dan mengurangi molekul adhesif, seperti Pselektin.8

Gambar 7 Ruptur plak6

bus dan penurunan perfusi) atau peningkatan


kebutuhan oksigen (oxygen mismatch). Trombus biasanya bersifat labil dengan oklusi tidak
menetap. Pada angina tak stabil, miokardium
mengalami stres tetapi bisa membaik kembali. NSTEMI terjadi bila perfusi miokardium
mengalami disrupsi karena oklusi trombus
persisten atau vasospasme. Adanya trombolisis spontan, berhentinya vasokonstriksi, atau
adanya sirkulasi kolateral membatasi kerusakan miokardium yang terjadi. Sedangkan
STEMI terjadi bila disrupsi plak dan trombosis
menyebabkan oklusi total sehingga terjadi
iskemia transmural dan nekrosis.8
IMPLIKASI PADA TERAPI SKA
Patogenesis SKA melibatkan peranan endotel,
sel inflamatorik, dan trombogenisitas darah.2
Dengan memahami patofisiologinya, terapi
SKA mudah dipahami. Pada angina tidak stabil
dan NSTEMI, hanya didapatkan trombus putih.
Sedangkan pada STEMI, selain trombus putih,

juga didapatkan trombus merah. Pada angina


tak-stabil maupun NSTEMI, tujuan terapi antitrombotik adalah untuk mencegah terjadinya
trombosis lebih lanjut. Revaskularisasi sering
digunakan untuk meningkatkan perfusi dan
mencegah reoklusi atau iskemia rekuren.
Pada STEMI diperlukan reperfusi farmakologi
atau dengan kateter secepatnya, supaya dapat mempertahankan perfusi koroner.2 Terapi
fibrinolisis hanya dilakukan pada STEMI dan
merupakan kontraindikasi pada angina tidak
stabil maupun NSTEMI.6
Terapi aterosklerosis juga berkembang berdasarkan korelasi epidemiologi, meliputi
statin untuk hiperlipidemia, kontrol gula
darah pada pasien diabetes melitus, kontrol
berat badan, diet, dan olahraga. Penelitian
membuktikan bahwa terapi tersebut dapat
memodifikasi proses aterotrombotik dengan
mengurangi proses inflamasi. Pada subjek
sehat yang menjalani progam latihan se-

Inflamasi memegang peranan sentral dalam


patofisiologi SKA. Setelah mengetahui peranan proses inflamasi dalam patofisiologi SKA,
terbuka peluang strategi diagnostik maupun
terapi baru. Dengan begitu, semakin terbuka
peluang untuk menjadikan penanda inflamasi
dalam praktik diagnostik SKA. Pasien dengan
kadar CRP tinggi mempunyai risiko tinggi
mengalami SKA dan memerlukan terapi antiinflamasi. Makin terbuka peluang pendekatan diagnostik inflamasi dan iskemia seluler,
bukan hanya nekrosis seperti sekarang, makin
dini intervensi dapat diberikan. Suatu saat,
modalitas terapi mungkin akan ditargetkan
pada proses inflamasi yang terjadi, dengan
mengintervensi molekul adhesif, sitokin, sel
T, makrofag, dan mediator inflamasi lain yang
turut berperan.8
Selain itu, dengan memahami peran proses
hemostasis dalam patofisiologi SKA, kita bisa
memahami dengan baik pula obat-obatan
yang dapat menghambat proses tersebut
pada tingkat yang berbeda. Aspirin masih
merupakan terapi paling efektif sebagai upaya pencegahan primer maupun sekunder
penyakit jantung koroner. Aspirin mempunyai
daya antiplatelet sedang, dan yang juga penting, mempunyai efek antiinflamasi.8

DAFTAR PUSTAKA
1.

ACC/AHA. 2004. ACC/AHA Guidelines for the Management of Patients With ST-Elevation Myocardial Infarction. http://circ.ahajournals.org/cgi/reprint/110/9/e82.pdf

2.

Kumar A, Cannon CP. Acute Coronary Syndromes: Diagnosis and Management Part I. Mayo Clin Proc. 2009;84(10):917-938. http://www.mayoclinicproceedings.com/content/84/10/917.
full.pdf

3.

Kleinschmidt KC. Epidemiology and Patophysiology of Acute Coronary Syndrome. Adv Stud Med. 2006;6(6B):S477-S482. http://www.jhasim.com/files/articlefiles/pdf/ASIM_6_6Bp477_482_
R1.pdf

4.

Antman EM, Braunwald E. ST-Elevation Myocardial Infarction: Pathology, Pathophysiology, and Clinical Features. Dalam: Braunwald E. ed. Braunwalds Heart Disease. 8th ed. Philadelphia:
Saunders Elsevier. 2008. Pp: 1207-31.

5.

Departemen Kardiologi dan Kedokteran Vaskular FKUI. Pedoman Praktis Tatalaksana Sindroma Koroner Akut. 2008. Jakarta: FKUI.

6.

Rosen AB., Gelfand EV. Patophysiology of Acute Coronary Syndromes. Dalam: Gelfand Eli V., Cannon Cristopher P. Management of Acute Coronary Syndromes. West Sussex: Wiley Blackwell.

7.

Canadian Institute For Health Information. 2007. Acute Coronary Syndromes: Understanding the Spectrum. http://www.smgh.ca/_uploads/PageContent/documents/ACS-spectrum.

8.

Char DM. The Patophysiology of Acute Coronary Syndromes. http://www.emcreg.org/publications/monographs/acep/2004/char.pdf

2009. Pp: 1-11; http://media.wiley.com/product_data/excerpt/75/04707255/0470725575-1.pdf

pdf

264
CDK-192_vol39_no4_th2012 ok.indd 264

CDK-192/ vol. 39 no. 4, th. 2012

4/10/2012 2:56:08 PM

Anda mungkin juga menyukai