Anda di halaman 1dari 29

BAB I

PENDAHULUAN

Gagal jantung akut didefinisikan sebagai onset baru atau kekambuhan


tanda dan gejala gagal jantung memerlukan intervensi emergensi. Gagal jantung
akut dapat terjadi sebagai manifestasi pertama gagal jantung (de novo) dan gagal
jantung dekompensasi akut pada gagal jantung kronis yang sebelumnya stabil
(Esc, 2021).

Gagal jantung merupakan masalah kesehatan dengan angka mortalitas dan


morbiditas yang tinggi di negara maju maupun negara berkembang termasuk di
Indonesia (PERKI, 2020). Gagal jantung akut salah satu penyebab utama masuk
rumah sakit pada usia diatas 65 tahun dan di hubungkan dengan tingginya angka
kematian dan rehospitalisasi (Reyes, 2016). Tingkat kematian di rumah sakit
dalam 1 tahun sebanyak 10% - 30%, dan untuk rawat inap kembali (readmisi)
setelah 90 hari adalah rata-rata 20% - 30%. Hal ini menimbulkan beban keuangan
yang signifikan bagi sistem kesehatan, dengan total biaya medis rata-rata rawat
inap tahunan diperkirakan sebesar 16.000 USD per pasien (Mauro, 2023).

Gagal jantung akut yang paling sering ditemukan adalah gagal jantung
dekompensasi akut yakni 50%-70% presentasi, berkaitan dengan riwayat gagal
jantung sebelumnya dan disfungsi cardiac sebelumnya akibat disfungsi left
ventricle ejection fraction (LVEF) dan disfungsi ventrikel kanan. Gagal jantung
dekompensasi akut dapat terjadi secara bertahap dengan penyebab utamanya
adalah retensi cairan yang progresif sehingga menyebabkan kongesti sistemik dan
gagal jantung dekompensasi akut harus segera mendapatkan tatalaksana (Esc,
2021).

1
Pada laporan kasus ini membahas tatalaksana gagal jantung dekompensasi
akut serta edukasi untuk mencegah hipervolume. Penulisan laporan kasus ini juga
dibuat sebagai syarat untuk mengikuti ujian lepas bangsal Program Pendidikan
Dokter Spesialis I Ilmu Penyakit Dalam di Universitas Gadjah Mada, Rumah
Sakit Umum Pendidikan Dr. Sardjito, Yogyakarta.

BAB II
RINGKASAN KASUS

Identitas Pasien
Inisial : TL
Usia : 58 tahun
Jenis kelamin : Perempuan
Alamat : Bantul
Pekerjaan : PNS (pensiun)
Jaminan : BPJS kelas I
kesehatan

Deskripsi Kasus

Seorang perempuan penderita DM dan hipertensi usia 58 tahun datang ke


IGD RSUP Dr. Sardjito dengan keluhan sesak nafas yang memberat sejak 7 hari
sebelum masuk rumah sakit. Pasien sudah terdiagnosis DM tipe 2 sejak usia 38
tahun, gula darah terkontrol dengan rutin mendapat terapi Levemir 0-0-10 IU per
hari. 3 tahun sebelum masuk rumah sakit pasien terdiagnosis hipertensi (tekanan
darah terkontrol) dan gagal ginjal (belum hemodialisa). 2 tahun sebelum masuk
rumah sakit, pasien mengeluhkan sesak nafas muncul apabila beraktifitas sedang
sampai berat, dan akan membaik dengan istirahat. Pasien kemudian berobat ke
rumah sakit dan terdiagnosis gagal jantung. Mendapatkan terapi lisinopril 1x5 mg,
furosemide 2x40 mg, bisoprolol 1x2.5 mg, nitrokaf 1x2,5 mg, spironolactone
1x25 mg dan miniaspi 1x80 mg. 3 bulan sebelum masuk rumah sakit, keluhan
sesak nafas dirasakan memberat. Keluhan muncul jika pasien melakukan aktifitas
ringan sehari-hari seperti mandi dan memasak dan membaik dengan istirahat,

2
pasien tidur menggunakan 3 bantal, terbangun saat malam hari. 2 bulan sebelum
masuk rumah sakit, keluhan sesak nafas disertai bengkak di kedua kaki dan perut
yang dirasakan semakin membesar. 7 hari sebelum masuk rumah sakit sesak nafas
semakin memberat dan disertai keluhan batuk berdahak putih. Pasien menyangkal
keluhan nyeri dada, demam, mual dan muntah. Pasien mengaku rutin
mengkonsumsi air minum sebanyak 1200-1600 ml per hari dan masih dapat
buang air kecil, riwayat makan pokok 3 kali sehari berupa nasi dan lauk pauk dan
makanan selingan diantara jam makan. Namun 2 hari sebelum masuk rumah sakit,
buang air kecil tidak lancar meskipun obat rutin diminum, keluhan nyeri saat
berkemih disangkal.
Pemeriksaan fisik kondisi umum lemah dan sesak, kesadaran compos
mentis, kesan gizi obesitas dengan berat badan 72 kg, tinggi badan 150 cm, body
mass index 32 kg/m2. Tanda vital tekanan darah terukur 149/81 mmHg, nadi 84
kali per menit, regular, isi dan tegangan cukup, laju pernafasan 28 kali per menit,
saturasi oksigen udara ruangan terukur 88% (diberikan nasal kanula 3 liter per
menit, saturasi naik mencapai 98%), suhu aksila 36.4 0 C. Pada pemeriksaan fisik
ditemukan kepala dalam batas normal, leher JVP 5+5 cmH2O, limfonodi dalam
batas normal. Pemeriksaan dada, inspeksi ditemukan bentuk dada simetris, tidak
ada ketinggalan gerak, tidak didapatkan retraksi, serta tidak ada jejas. Palpasi,
fremitus taktil kanan sama dengan kiri, perkusi sonor di kedua lapang paru.
Auskultasi didapatkan suara dasar paru vesikuler, ditemukan rales (ronkhi basah)
pada basal kedua lapang paru. Pemeriksaan cor S1S2 normal, S3 negatif, murmur
gallop negatif, kardiomegali positif. Abdomen ditemukan supel, terdengar
peristaltik dalam batas normal, tidak ada nyeri tekan, hepar dan lien sulit dinilai,
ginjal sulit dinilai, perkusi suara terdengar redup, shifting dullnes positif. Reflek
hepatojugular positif, Ekstremitas teraba hangat, tidak tampak sianosis, capillary
refill time kurang dari dua detik, didapatkan edema non pitting pada kedua
tungkai.

3
Hasil darah rutin tanggal 1 April 2022 hemoglobin 10.1 mg/dl, hematokrit
31.3%, Mean Corpuscular Volume (MCV) 87.2 fl, Mean Corpuscular
Hemoglobin (MCH) 28.1 pg, angka leukosit 7.500/µL, neutrofil 82,8%, limfosit
19.5%, monosit 0.52%, eosinofil 0,7%, basofil 0,01%, angka trombosit
250.000//µL. Pemeriksaan fungsi hati SGOT 20.6, SGPT 11.9, albumin 3.2 g/dL
Pemeriksaan gula darah sewaktu 91. Pemeriksaan fungsi ginjal BUN 24, kreatinin
serum 1.52, dan laju filtrasi glomerulus (LFG) 42 mL/min. Pemeriksaan elektrolit
natrium 134.4 mmol/L, Kalium 4.02 mmol/L, klorida 101.9 mmol/L, HBsAg Non
reaktif. PPT 10.8 detik, APTT 38.2 detik dan INR 0.99. Hasil NT pro BNP >
35.000.
Hasil elektrokardiografi (EKG) gambaran normo sinus ritme. Laju denyut
jantung 75 kali per menit, regular, left axis deviation dan old myocard infark
anteroseptal.

Gambar 1. Elektrokardiografi tanggal 1 April 2022

Hasil radiologi thorax tampak corakan vascular pulmo meningkat dan


mengabur, tak tampak pelebaran pleural space bilateral, tak tampak kedua
diafragma licin dan tak mendatar, coi CTR adalah 0.70 dan sistema tulang yang
tervisualisasi intak. Kesan didapatkan edema pulmonum dan kardiomegali.

4
Gambar 2 . Rontgen thorax PA 1 April 2022

Pasien di IGD didiagnosis dengan congestive heart failure CF III DA


Cardiomegali DE IHD/HHD (perberatan uncompliance therapy), Diabetes
mellitus tipe 2 obesitas, gagal ginjal kronis belum hemodialisa. Pasien
mendapatkan terapi oksigenasi 3 lpm, Intravenous fluid drops (IVFD) plug,
injeksi furosemide 2 amp/8 jam, per oral captopril 25 mg/8 jam, per oral miniaspi
80 mg/ jam, per oral simvastatin 20 mg/24 jam, per oral nitrokaf 2.5 mg/24 jam,
injeksi levemir 0 -0 -10. Pasien direncanakan dirawat bangsal non isolasi non
intensif, dengan monitor target BC minus 500 sampai dengan minus 1000 cc/24
jam. Pasien mendapatkan diit DM 1800 kkal dan melanjutkan terapi rutin,
dilakukan pengecekan gula darah puasa dan gula darah bed time dan rawat
bersama dengan endokrin. Dilakukan juga evaluasi blood urea nitrogen creatinin
tiap 72 jam dan rawat bersama dengan nefrologi.

Pasien dirawat inap selama 16 hari dengan kondisi fluktuatif selama


perawatan, pada perawatan hari ke 11 pasien mengeluhkan sesak nafas memberat,
sebelumnya pasien mengeluhkan haus dan minum banyak yakni 1800 ml/16 jam,
dengan TTV TD 190/120 mmHg, Nadi 110 kali/menit, resipirasi 30 kali/menit,
suhu 36.5 dan saturasi oksigen 80% - 88% dengan NRM 15 lpm, pada
pemeriksaan fisik ditemukan rales kedua lapang paru setinggi 3/4, kemudian

5
pasien henti jantung, di lakukan resusitasi jantung paru 1 siklus dan return of
spontaneous circulation dipindahkan ke ruang IMCC, oleh karena itu pasien
diassement dengan acute docompensated heart failure forester IV ec overhidrasi.

Perkembangan selama perawatan dibangsal

Hari pertama sampai hari kedua perawatan, pasien mengeluhkan sesak


nafas berkurang, pada hari ketiga perawatan pasien kembali mengeluhkan sesak
nafas memberat, karena merasa haus minum banyak, didapatkan vital sign
tekanan darah 168/88 mmHg, nadi 77 kali/menit, respirasi 26 kali/menit, suhu
36.1 C, dan saturasi oksigen 91% (nasal kanul 5 lpm) sehingga diganti ke NRM
10 lpm dan saturasi menjadi 96%. Balance cairan rata rata minus 1100 cc/24 jam.
Terapi captopril digantikan candesartan 1x16 mg. Dilakukan echocardiografi
dengan temuan, dimensi ruang jantung LA dan LV tak dilatasi RA dan RV tak
dilatasi, LV geometry Konsentric hypertrophy, Dinding jantung IVS dan LVPW
menebal, Wall motion Hipokinetik apical mid anteroseptal, Katup mitral Anatomi
dan fungsi normal, Katup aorta 3 kuspis, anatomi dan fungsi normal, Katup
tricuspid Anatomi dan fungsi normal, Katup pulmonal Anatomi dan fungsi
normal, Lainnya Efusi perikard (-), efusi pleura (-). Kesimpulan: Dimensi ruang
jantung normal, LV consentric hypertrophy, Fungsi sistolik global dan segmental
LV menurun dengan EF 45%, Gangguan kinetic segmental, Disfungsi diastolic
LV grade I, Fungsi sistolik RV normal, katup katup baik
Perawatan hari ke lima (5 April 2022) sampai hari ke 7 pasien mengatakan
keluhan sesak nafas membaik dengan tanda vital TD 136/72 mmHg, nadi 79
kali/menit, respirasi 22 kali/menit, suhu 36.1 C, dan saturasi oksigen 98% dengan
NRM 10 lpm. Balance cairan rata rata 1100 cc/hari. Tidak ada tambahan terapi.

Perawatan hari ke 8 tanggal 8 April 2023 keluhan sesak kembali


memberat, dikatakan oleh anak pasien minum banyak yakni 1100 ml/24 jam, vital
sign menunjukkan tekanan darah 136/72 mmHg, nadi 79 kali/menit, respirasi 26

6
kali/menit, suhu 36.1 C, dan saturasi oksigen 98% dengan NRM 10 lpm. Balance
cairan minus 1260. Terapi injeksi furosemide digantikan ke drip furosemide dosis
10 mg/jam dan melanjutkan terapi yang lain.

Perawatan hari ke sembilan tanggal 9 April 2023 sampai perawatan hari ke


sebelas yakni tanggal 11 April 2022 mengeluhkan sesak nafas berkurang vital
sign tekanan darah 150/81mmHg, nadi 72 kali/menit, respirasi 26 kali/menit, suhu
36.3 C, dan saturasi oksigen 96% NK 5 lpm. Balance cairan rata rata minus 1300.
Dosis furosemide diturunkan menjadi 5 mg/jam, dan melanjutkan terapi lainnya.
Malam hari pasien mengeluhkan sesak nafas kembali memberat dan penurunan
kesadaran, pasien sebelumnya minum banyak total 1500 cc dalam 18 jam
pemeriksaan fisik rales pada kedua lapang paru dan dari vital sign TD 190/120
mmHg, nadi 110 kali/menit, resipirasi 30 kali/menit, suhu 36.5 dan saturasi
oksigen 80% - 88% NRM 15 lpm. Pasien henti jantung tekanan nadi tidak teraba
di lakukan resusitasi jantung paru satu siklus, kemudian nadi kembali teraba dan
pasien dipindahkan ke intermediated care cardiology. Pasien di diagnosa acute
dokempensated heart failure Forester VI ec overhydrasi. Penatalaksaan
mendapatkan injeksi furosemide 2 amp melanjutkan drip furosemide 10 mg/jam,
ditambahkan isosorbide dinitrate (ISDN) drip titrasi mulai 10mg/jam, dilakukan
pengecekan ulang darah rutin dan analisa gas darah dengan hasil hemoglobin 9.4
mg/dl, hematokrit 28.4%, Mean Corpuscular Volume (MCV) 85.0 fl, Mean
Corpuscular Hemoglobin (MCH) 28.1 pg, angka leukosit 7.900/µL, neutrofil
63.8%, limfosit 20.6%, monosit 8.1%, eosinofil 7.2%, basophil 0,3%, angka
trombosit 226.000//µL, albumin 3.19 g/dl, SGOT 26.7 U/L, SGPT 17.6 U/L, PPT
10.4 detik, INR 0.95, APTT 38.5 detik, dan Analisa gas darah dengan hasil FiO2
0.21, pH 7.40, pCO2 38.5 mmHg, pO2 132,7 mmHg, SO2% 99.7, HCO3 23.1,
Lactat 1.7 (Analisa gas darah kesan normal), dilakukan elektrokardiografi
didapatkan bacaan normo sinus rytime HR 80 kali/menit. Axis, left axis deviation
dan old myocard infark.

7
Gambar 3. Elektrokardiografi tanggal 12 April 2023

Perawatan hari ke dua belas sampai hari ke 15 perawatan keluhan sesak


nafas berkurang dengan vital sign tekanan darah 130/61 mmHg, nadi 69
kali/menit, respirasi 24 kali/menit, suhu 36.1 C, dan saturasi oksigen 96% NRM
10 lpm. Balance cairan rata rata minus 1700-1900 cc, dengan titrasi down dosis
furosemide dan drip ISDN dan melanjutkan terapi rutin lainnya. Perawatan hari ke
enam belas, keluhan sesak nafas berkurang, pasien kemudian dibolehkan pulang
dengan membawakan terapi per oral furosemide 60-0-60, per oral simvastatin 20
mg/24 jam, per oral nitrokaf 2.5 mg/24 jam, per oral candesartan 16-0-8 mg, per
oral amlodipine 10 mg/24 jam, per oral gabapentin 100-0-300.

Pasien di assement dengan gagal ginjal kronis dengan problem anemia


normositik normokromik, hiponatremia hipokalemia hipoosmolar, mendapatkan
terapi per oral KSR 3x1, per oral kapsul garam 3x1. Pada hari keempat perawatan
dilakukan evaluasi ulang fungsi ginjal, elektrolit dan albumin, hasil BUN 21.0
mg/dL dan kreatinin 1.34 mg/dL, LFG 43 mg/dL, dan albumin 3.2 g/dL, natrium
130.5 mmol/L, kalium 2.99 mmol/L dan klorida 94.2 mmol/L. Hari kedelapan
perawatan dilakukan evaluasi ulang fungsi ginjal dan elektrolit. BUN 19.2 mg/dL,
kreatinin 1.37 mg/dL dengan LFG 45, natrium 128 mmol/L, kalium 4.42 mmol/L

8
dan klorida 92 mmol/L. Kesan terdapat perbaikan dibandingkan elektrolit
sebelumnya, dan fungsi ginjal hasil yang sama dengan sebelumnya.

BAB III
PEMBAHASAN

Aspek diagnosa

Pasien adalah seorang perempuan berusia 58 tahun menderita gagal


jantung 2 tahun sebelum masuk rumah sakit, mengeluhkan sesak nafas apabila
beraktifitas sedang sampai berat, membaik dengan istirahat. 3 bulan sebelum
masuk rumah sakit, sesak nafas dirasakan memberat dengan aktifitas ringan
seperti mandi dan memasak membaik dengan istirahat. Pasien tidur menggunakan
3 bantal, terbangun malam hari, buang air kecil lancar. 2 hari sebelum masuk
rumah sakit, sesak nafas memberat meskipun obat diminum rutin, buang air kecil
tidak lancar, sehingga datang ke IGD RSUP Dr. Sardjito dan rawat inap selama 16
hari. Perawatan hari ke sebelas, pasien mengeluhkan sesak nafas memberat.
Gagal jantung yang terjadi pada pasien ini termasuk gagal jantung akut
dekompensata yang mengancam jiwa menyebabkan hipoperfusi dan kongesti
sehingga pasien mengalami cardiac arrest. Berdasarkan anamnesis diketahui
kemungkinan yang menjadi penyebab adalah hypervolume yakni minum yang
tidak dapat dikontrol oleh pasien

Tabel 1. Tanda dan gejala gagal jantung

9
Definisi gagal jantung: kumpulan gejala klinis pasien dengan tampilan seperti :

Gejala khas gagal jantung : Sesak nafas saat istirahat atau aktifitas, kelelahan, edema tungkai

Dan

Tanda khas gagal jantung : Takikardia, takipnu, ronki paru, efusi pleura, peningkatan
tekanan vena jugularis, edema perifer, hepatomegali.

Dan

Tanda objektif gangguan struktur atau fungsional jantung saat istirahat, kardiomegali,
suara jantung ke tiga, murmur jantung, abnormalitas dalam gambaran ekokardiografi,
kenaikan konsentrasi peptida natriuretik

Sumber: (ESC Guidelines for the diagnosis and treatment of acute


and chronic heart failure 2021)

Gagal jantung akut merujuk pada waktu yang terjadi dalam onset yang
cepat (rapid onset) dan atau dengan perburukan tanda dan gejala. Gagal jantung
akut merupakan kondisi medis mengancam nyawa yang memerlukan perawatan
segera. Dua jenis gagal jantung akut yaitu gagal jantung akut yang baru terjadi
pertama kali (de novo) dan gagal jantung dekompensasi akut pada gagal jantung
kronis yang sebelumnya stabil, dapat disebabkan oleh disfungsi jantung primer
atau oleh faktor ekstrinsik yang sering terjadi pada gagal jantung kronis (Esc
2021).

Penyebab tersering dari gagal jantung akut adalah hipervolume atau


hipertensi pada pasien dengan (heart failure preserved ejection fraction) HFPEF.
Klasifikasi klinis pasien gagal jantung akut didasarkan pada terdapat atau tidak
nya tanda dan gejala kongesti serta gangguan perfusi, yakni sebagai berikut:

10
Gambar 4: Profil klinis pasien gagal jantung akut berdasarkan ada/tidaknya
kongesti dan/atau hipoperfusi.

Sumber: : (ESC Guidelines for the diagnosis and treatment of acute


and chronic heart failure 2021)

Gagal jantung diklasifikasikan dua kategori yakni kelainan struktural atau


gejala yang berkaitan kapasitas fungsional dari new york heart association
(NYHA).

Tabel 2. Klasifikasi gagal jantung

Klasifikasi berdasarkan kelainan struktural Klasifikasi berdasarkan kapsitas


jantung fungsional (NYHA)

Stadium A (berisiko gagal jantung) Kelas I

Memiliki risiko menderita gagal jantung namun Tidak terdapat batasan dalam
tanpa gejala, gangguan struktural, atau biomarker melakukan aktifitas fisik. Aktifitas
kerusakan jantung. Contoh: pasien hipertensi, fisik sehari-hari tidak menimbulkan
atherosklerosis, diabetes, sindroma metabolik, kelelahan, palpitasi atau sesak nafas
obesitas, paparanagen kardiotoksik, atau riwayat
keluarga kardiomyopati).

11
Stadium B (pre-HF) Kelas II

Tidak terdapat tanda atau gejala gagal jantung, dan Terdapat batasan aktifitas ringan.
terdapat salah satu bukti berikut: Tidak terdapat keluhan saat istrahat,
 Gangguan struktural jantung (penurunan fungsi namun aktifitas fisik sehari-hari
sistolik ventrikel kiri/kanan, hipertrofi ventrikel, menimbulkan kelelahan, palpitasi
pembesaran bilik, abnormalitas gerakan dinding atau sesak nafas
jantung, penyakit katup jantung)
 Peningkatan tekanan pengisian yang diketahui
melalui pengukuran hemodinamik invasif atau
pencitraan non-invasif)
 Pasien dengan faktor risiko dan peningkatan
kadar B-type natriuretic peptide (BNP) dan
troponin persisten

Stadium C (HF simptomatik) Kelas III

Gagal jantung yang simtomatik berhubungan dengan Terdapat batasan aktifitas bermakna.
penyakit struktural jantung yang mendasari Tidak terdapat keluhan saat istrahat,
tetapi aktfitas fisik ringan
menyebabkan kelelahan, palpitasi
atau sesak

Stadium D (HF lanjut) Kelas IV

Penyakit jantung struktural lanjut yang mengganggu Tidak dapat melakukan aktivitas fisik
aktivitas sehari-hari dan dengan rawat inap berulang tanpa keluhan. Terdapat gejala saat
meskipun sudah dilakukan terapi medis maksimal istirahat. Keluhan meningkat saat
(refrakter). beraktivitas.

Sumber: (ESC Guidelines for the diagnosis and treatment of acute


and chronic heart failure 2021, AHA/ACC/HFSA guideline for the
management of heart failure 2022)

Algoritma diagnosa gagal jantung atau disfungsi ventrikel kiri. Penilaian


klinis yang teliti diperlukan dalam penegakan diagnosa gagal jantung, meskipun
secara umum terapi gagal jantung sama pada sebagian besar pasien, tetapi pada
keadaan tertentu diperlukan terapi spesifik.

12
Gambar 5: Algoritma diagnostik gagal jantung
Sumber: (ESC Guidelines for the diagnosis and treatment of acute and
chronic heart failure 2021)
Etiologi/faktor pencetus:

40-50% episode ADHF adalah tidak spesifik, lebih sering terjadi dengan
satu atau lebih faktor seperti infeksi, hipertensi yang tidak terkontrol, gangguan
irama atau tidak patuh terhadap pengobatan atau diet. (ESC 2016). Faktor pencetus
penting untuk di ketahui guna mengidentifikasi, mendapatkan obat atau intervensi

13
yang efektif untuk mencegah kekambuhan. Adapun pencetus kekambuhan yang
paling umum dari ADHF tampak pada tabel dibawah ini:

Tabel 3. Faktor pencetus gagal jantung akut

Sindrom koroner akut

Takiaritmia (contoh: atrial fibrilasi, ventrikel takikardi)

Latihan yang meningkatkan tekanan darah

Infeksi (contoh: pneumonia, infeksi endocarditis, sepsis)

Ketidakpatuhan intake garam / cairan atau medikasi

Bradikardi

Substansi toksin (alkohol, obat penenang)

Obat – obatan (contoh: NSAIDs, kortikosteroid, substansi inotropik negatif, kemoterapi


kardiotoksik)

Penyakit paru obstruktif kronik eksaserbasi

Emboli pulmo

Pembedahan dan komplikasi preoperatif

Peningkatan simfatis, strees yang berhubungan kardimiopati

Kelainan metabolik atau hormonal (contoh disfungsi tiroid, ketosis asidosis, disfungsi
adrenal,hamil dan abnormalitas yang berhubungan peripartum )

Mekanik akut karena: komplikasi miokard akut (ruputur dinding jantung, ventrikel septal defek,
akut mitral regusgitasi), tauma dada atau intervensi jantung, natif akut adalah protetik valve
inkompeten sekunder menjadi endocarditis, diseksi aorta atau thrombosis.

Sumber: ESC Guidelines for the diagnosis and treatment of acute


and chronic heart failure 2021)

Pemeriksaan fisik TD 190/120 mmHg, nadi 110 kali/menit, resipirasi 30


kali/menit, suhu 36.5 dan saturasi oksigen 80% - 88% NRM 15 lpm, leher
JVP 5+5 cmH2O, rales kedua lapang paru setinggi SIC 4-5. Pemeriksaan cor
kardiomegali, abdomen asites positif, reflek hepatojugular positif,

14
ekstremitas edema non pitting pada kedua tungkai. Adapun tanda dan gejala
ADHF seperti tertera pada tabel 4.

Tabel 4. Manifestasi klinis gagal jantung

Tipikal Tanda

 Sesak nafas  Spesifik


 Ortopneu
 Peningkatan JVP
 Paroxysmal nocturnal dyspnoe
 Toleransi aktifitas yang berkurang  Refluks hepatojugular
 Cepat Lelah, waktu pulih
 Suara jantung S3 (gallop)
olahraga bertabah lama
 Bengkak di pergelangan kaki  Apex jantung bergeser ke lateral

Kurang tipikal Kurang spesifik

 Batuk di malam hari/dini hari  Berat badan bertambah > 2 kg/minggu


 Mengi  Berat badan turun (gagal jantung stadium
 Kembung/begah lanjut)
 Nafsu makan menurun  Kurus (cachexia)
 Perasaan bingung (terutama pasien  Murmur jantung
usia lanjut)  Edema perifer (pergelangan kaki, sacrum,
 Depresi skrotum)
 Palpasi  Krepitasi pulmonal
 Pusing  Berkurangnya udara masuk dan perkusi redup
 Pingsan pada basal paru (efusi pleura)
 Bondopnea  Takikardi
 Nadi ireguler
 Takipnue
 Respirasi Cheyne stokes
 Hepatomegaly
 Acites
 Ekstremitas dingin
 Oliguria
 Tekanan darah dekat

Sumber: ESC Guidelines for the diagnosis and treatment of acute and
chronic heart failure 2021)

Pemeriksaan laboratorium didapatkan hasil NT pro BNP > 35.000,


elektrokardiografi (EKG) gambaran normo sinus ritme. Laju denyut jantung 75

15
kali per menit, regular, left axis deviation dan old myocard infark anteroseptal.
Pemeriksaan rotgen thorax ditemukan kardiomegali.

Pemeriksaan penunjang pada gagal jantung akut

Pemeriksaan penunjang adalah pemeriksaan tambahan yang dapat


dipertimbangkan sesuai gambaran klinis pasien. Berikut adalah pemeriksaan
penunjang yang dapat dilakukan pada pasien gagal jantung akut:

Tabel 5. pemeriksaan penunjang pasien gagal jantung akut

Pemeriksaan Waktu Kemungkinan Nilai diagnostik Indikasi


pemeriksaan temuan

EKG Admisi, saat rawat inap, Aritmia, Eksklusi miokard Direkomendasikan


sebelum pulang miokardial infark akut
iskemik

X-ray dada Admisi, saat rawat inap Kongesti, infeksi paru Konfrimasi Mungkin
dipertimbangkan

LUS Admisi, saat rawat inao, Kongesti Konfirmasi Mungkin


sebelum pulang dipertimbangkan

Echoca Admisi, saat rawat inao, Kongesti, fisfungsi Mayor Direkomendasikan


rdigrafi sebelum pulang cardiac, karena mekanik

Natriuretic Admisi, sebelum pulang Kongesti Nilai negatif Direkomendasikan


peptide, BNP, prediksi tinggi
NT-pro BNP,
MR-proBNP

Serum Admisi Myocardial injury Eksklusi miokard Direkomendasikan


Tropon infark akut
in

Serum Admisi, saat rawat inap, Disfungsi renal Tidak ada Direkomendasikan
Kreatinin sebelum pulang untuk menilai
prognosis

Serum Admisi, saat rawat inap, Kelainan elektrolit Tidak ada Direkomendasikan
elektrolit sebelum pulang untuk menilai
(sodium, prognosis dan terapi
potassium,
klorida)

Status besi Sebelum pulang Deplesi iron Tidak ada Direkomendasikan


(transferrin, untuk menilai
feritin) prognosis dan terapi

TSH Admisi Hipo-hipertiroid Tidak ada Direkomedasikan


untuk suspek hipo-

16
sipertiroid

D-dimer Admisi Edem pulmo Digunakan Direkomendasikan


kecuali pulmonal untuk suspek emboli
emboli pulmo

Procalsitonin Admisi Pneumonia Digunakan untuk Digunakan untuk


diagnosis suspek pneumonia
pneumonia

Laktat Admisi, saat rawat inap Asidosis laktat Digunakan untuk Direkomendasikan
status perfusi suspek hipoperfusi
perifer

Pulse oksimetri Admisi, saat rawat inap Gagal nafas Digunakan untuk Direkomendasikan
dan Analisa akses fungsi suspek gagal nafas
gas darah respirasi

Sumber: ESC Guidelines for the diagnosis and treatment of acute


and chronic heart failure 2021)

Aspek tatalaksana

17
Pasien didiagnosis dengan gagal jantung akut dekompensata forrestes IV
ec overhydrasi dengan landasan terapi utama adalah diuretik. Pasien sudah
diberikan secara adekuat sesuai algoritma menejemen edema/kongesti paru akut,
faktor komplain seperti tingkat asupan dan restriksi cairan, pasien yang tidak
patuh membuat jatuh pada tahap ini.

Gambar 6. Menejemen pasien gagal jantung dekompensata

Sumber: (ESC Guidelines for the diagnosis and treatment of acute


and chronic heart failure 2021, AHA/ACC/HFSA guideline for the
management of heart failure 2022)

18
Gambar 7. Menejemen pasien dengan edem pulmo

Sumber: (ESC Guidelines for the diagnosis and treatment of acute


and chronic heart failure 2021, AHA/ACC/HFSA guideline for the
management of heart failure 2022)

Diuretik intravena merupakan landasan pengobatan gagal jantung akut,


dengan meningkatkan ekskresi garam dan air dan diindikasikan untuk pengobatan
kelebihan cairan dan kongesti pada sebagian besar gagal jantung akut. Diuretik
yang digunakan adalah loop diuretik karena onset reaksi yang cepat. Terdapat
penurunan dari keluhan dispnue, perubahan berat badan dan kehilangan cairan
bersih (tanpa peran prognostic untuk meningkatkan kreatinin serum) dalam
regimen dosis yang lebih tinggi. Dosis tinggi dapat menyebabkan aktfivasi
neurohormonal yang lebih besar dan kelainan elektrolit dan dikaitkan dengan hasil

19
yang lebih buruk. Penggunaan dosis diuretik dimulai dengan dosis yang rendah
untuk menilai respon dan peningkatan dosis bila tidak mencukupi.

Gambar 8. menejemen diuretik pasien gagal jantung akut

Sumber: (ESC Guidelines for the diagnosis and treatment of acute


and chronic heart failure 2021, AHA/ACC/HFSA guideline for the
management of heart failure 2022)

Kondisi klinis penderita gagal jantung mulai stabil, transisi ke pengobatan


oral harus segera dimulai. Direkomendasikan bahwa setelah mencapai tahap
perbaikan kongesti, diuretik loop oral dilanjutkan dengan dosis serendah mungkin
untuk menghindari kongesti.

20
Penggunaan obat-obatan (Perki, 2023):

 Angiotensin-converting enzyme (ACE-I). ACE-I harus diberikan pada semua


pasien gagal jantung symptomatic dan fraksi ejeksi ventrikel kiri < 40%
kecuali ada kontraindikasi. ACE-I memperbaiki fungsi ventrikel dan kualitas
hidup, mengurangi perawatan rumah sakit karena perburukan gagal jantung,
dan meningkatkan angka kelangsungan hidup. ACE-I terkadang
menyebabkan perburukan fungsi ginjal, hiperkalemia, hipotensi simtomatik,
batuk, dan angioedema (jarang). Oleh sebab itu, ACE-I hanya diberikan pada
pasien dengan fungsi ginjal adekuat dan kadar kalium normal.
 Angiotensin receptor blocker (ARB). ARB direkomendasikan pada pasien
gagal jantung dengan fraksi ejeksi ventrikel kiri < 40% yang tetap
simptomatik walaupun sudah diberikan ACE-I dan penyekat B dosis optimal,
kecuali terdapat kontraindikasi, dan juga mendapat antagonis aldosteron.
Terapi ARB dapat memperbaiki fungsi ventrikel dan kualitas hidup,
mengurangi angka perawatan rumah sakit karena perburukan gagal jantung.
ARB direkomedasikan sebagai alternatif pada pasien yang intoleran terhadap
ACE.
 Angiotensun receptor – neprilysin inhibitor (ARNI). Pada pasien yang masih
simtomatik dengan dosis pengobatan ACE-I/ARB, penyekat B dan MRA
dapat juga diberikan terapi baru sebagai pengganti ACE-I / ARB yaitu
Angiotensin Receptor–Neprilysin Inhibitor (ARNI) yang merupakan
kombinasi molekuler valsartan- sacubitril. Sacubitril merupakan penghambat
enzim nefrilisin yang akan menyebabkan memperbaiki remodeling miokard,
diuresis dan natriuresis serta mengurangi vasokontriksi, retensi cairan dan
garam. Dosis yang dianjurkan adalah 50 mg (2 kali per hari) dan dapat
ditingkatkan hingga 200 mg (2 kali per hari). Bila pasien sebelumnya
mendapatkan ACE-I maka harus ditunda selama minimal 36 jam terbih
dahulu sebelum memulai Sacubitril/ valsartan. Tetapi bila pasien sebelumnya

21
mendapatkan ARB, maka Sacubitril/ valsartan dapat langsung diberikan
sebagai pengganti ARB.
 Hydralazine dan isosorbide dinitrate (H-ISDN). Pasien gagal jantung dengan
fraksi ejeksi ventrikel kiri < 40%, kombinasi H ISDN digunakan sebagai
alternatif jika pasien intoleran terhadap ACE-I/ARB/ ARNI.

Tabel 6. Dosis obat

Sumber: (Perki, pedoman tatalaksana gagal jantung 2023)

Vasodilator intravena atau nitroprusside dilatasi pembuluh darah vena dan


arteri menyebabkan penurunan aliran balik vena ke jantung, bekurangnya
kemactean, penurunan afterload, peningkatan volume sekuncup dan penguarangan
gejala secara konsekuen. Nitrat bekerja terutama pada vena perifer sedang
nitropusside lebih merupakan dilator arteri dan vena yang seimbang. Lebih efektif

22
vasodilatornya jika dibandingkan furosemide pada edem paru akut disebabkan
oleh peningkajtan afterload dan resditribusi cairan ke paru paru tanpa adanya atau
dengan akumulasi cairan minimal. Dapat diberikan jika sistolik blood pressure
>110 mmHg. Nitrat umumnya diberikan bolus 1-2 mg pada hipertensi pada
hipertensi severe dengan edem paru akutdiikuti oleh infus terus menerus, namun
dapat juga diberikat berulang (Esc, 2021).

Intoropik, digunakan untuk pengobatan pasien dengan curah jantung dan


hipotensi, pasien disfungsi sistolik LV, curah jantung rendah, SBP rendah
(<90mmHg) mengakibatkan perfusi organ vital yang buruk, namun harus
digunakan dengan hati-hati mulai dengan dosis rendah dan meningkatkannya
dengan pemantuaan ketat. Inotropik terutama dengan mekanisme adrenergic
menyebabkan sinus takikardi meningkatkan laju ventrikel pada pasien AF,
menginduksi iskemia miokard dana ritmia dan meningkatkan kematian, beta
blocker juga bekerja melalui mekanisme independent (Esc, 2021).

Tabel 7 . Dosis inotropik dan vasopresor

Sumber: (ESC Guidelines for the diagnosis and treatment of acute


and chronic heart failure 2021, AHA/ACC/HFSA guideline for the
management of heart failure 2022)

23
Vasopressor dengan tujuan untuk meningkatkan perfusi ke organ vital.
Dengan mengorbankan afterload LV, oleh karena itu kombinasi norepinefrin dan
inotropik dapat dipertimbangkan, terutama pada pasien dengan jantung akut dan
syok cadiogenik. Beberpe penelitian mendukung pengguanan nor epinefrin
sebagai pilihan pertama nya dibanidngkan dengan dopamine atau epinefrin.
Dopamine diabndingkan norepinefrin sebagai terapi vasopressor ini oertama pada
pasien syok dan dikaitkan dengan lebih banyak. Peristiwa aritmia dan dengan
kematian yang lebih besar pada pasien dengan syok cardiogenic tetapi tidak pada
mereka dengan syok hipovolemik atau septic. Epinefrin dikaitkan dengan detak
jantung yang lebih tinggi dan asidosis laktat (Esc, 2021).

Meringankan dipsnue dan kecemasan bisa digunakan opiat. Mereka dapat


digunakan sebagai obat penenang selama ventilasi tekanan positif non-invasif
untuk meningkatkan adaptasi pasien. Efek samping yang tergantung dosis
termasuk mual, hipotensi, bradikardi dan depresi pernafasan. Analisis retrospektif
menunjukkan bajwa pemberian morfin dikaitkan dengan frekuensi ventilasi
mekanik yang lebih besar, rawat inap yang lebih lama, rawat inap di unit
perawatan intensif dan peningkatan mortalitas, dengan demikian penggunaan
opiate secara rutin pada gagal jantung akut tidak dianjurkan meskipun dapat
dipertimbangkan pada pasien tertentu, khususnya dalam kasus rasa sakit atau
kecemasan yang parah / sulit atau dalam pengaturan paliatif (Esc, 2021).

Digoksin harus dipertimbangkan pada pasien AF dengan kecepatan vena


trikuler cepat (>110) meskipun beta blocker. Bisa diberikan bolus 0.25-0.5 mg iv
bila tidak digunakan sebelumnya. Namun pasien dengan komorbiditas (CKD) atau
faktor lainnya yang mempengaruhi metabolisme digoxin termasuk obat lain
dan/atau anula, dosis pemeliharaan mungkin sulit diperkirakan secara teoritis dan
pengukuran konsentrasi semua digoxin harus dilakukan. Digoxin adalah alternatif
potensial untuk digoxin harus dilakukan. Digoxin adalah alternatif potensial untuk

24
digoxin dan sat ini sedang dievaluasi dalam uji coba terkontrol placebo secara
acak (Esc, 2021).

Penatalaksaan non famakologi dapat menentukan prognostik pasien.

Restriksi cairan dibutuhkan pada pasien gagal jantung yakni disarankan <1000

ml/hari. Pada penelitian yang dilakukan restriksi cairan berpotensi mendapat

manfaat yakni penurunan angka rehospitalisasi sebanyak 26% dibandingkan yang

tidak restriksi cairan (Herrmann JJ, 2022). Adapun minuman yang dapat

mengurangi rasa haus dan dengan mengurangi jumlah volume yang diminum

menurut penelitian Peyrot 2016 yakni membandingkan minuman yang diberikan

antara air putih suhu ruang dengan air es suhu 6°C, membuktikan bahwa dengan

minum air es akan mengurangi haus lebih cepat, hanya membutuhkan sedikit

minum jika dibandingkan dengan minum air suhu ruang. Dan dibandingkan pula

antara air suhu ruang dengan minuman berkarbonasi dengan hasil bahwa

minuman berkarbonasi lebih cepat mengurangi rasa haus (Peyrot, 2016). Menurut

penelitian Kenefick 2016, restriksi cairan dilakukan oleh pasien dengan gagal

jantung adalah minum ad libitum, melakukan aktifitas dengan intensitas rendah

dan dilingkungan yang sejuk (Kenefick, 2016). Pada tabel dibawah ini membahas

tentang tatalaksana non farmakologi gagal jantung menurut ESC 2021.

25
Tabel 8. Menejemen non farmakologi pasien gagal jantung

Aspek perawatan diri

Aktifitas dan Olahraga teratur dan aktif secara fisik, Anjurkan Latihan untuk mengenal
olahraga mampu menyesuaikan aktifitas fisik keterbatasab fisik dan fungsional
dengan status gejala dan keadaan

Tidur dan pola Mengenali pentingnya tidur dan istirahat, Tinjau riwayat tidur, anjurkan
nafas dapat mengenali masalah tidur dan dandiskusikan pentingnya tidur yang
optimaliasi tidur baik dan saran tentang Kesehatan tidur

Cairan Menghindari over volume pemabatsan Berikan informasi tentang kelebihan


cairan 1,5-2L/hari dapat dipertmbangkan dan kekurangan dari pembatsan cairan
pada pasien aggal jantung berat untuk
menghindarikongesti

Diet sehat Mampu mencegah malunutri dan Diskusikan asupan makanan saat ini,
mengetahui cara makan yang sheat, peran garam, mikronutrient
menghindari garam yang berlebihan
(>5gr/hari) dan menjaga berat badan sehat

Alcohol Dapat menjauhkan diri dari alcohol yang Sesuaikan saran alcohol dengan
berlebihan etiologic gagal jantung, misalnya
pantangan alcohol

Imunisasi Mengetahui perlunya imunisasi influenza Diskusikan manfaat dan kemungkinan


hambatan

Rokok dan obat- Mengetahui akibat merokok dan Pertimbangkan rujukan untuk teori
obat terlarang penggunaan narkoba perilaku kognitif dan dukungan
psikologisjika pasien ingin berhenti
merokok

Travel Mempersiapkan kegiatan perjalanan dan Infromasikan masalah praktis terkait


rekreasi sesuai dengan kemampuan fisik perjalanan jauh

Aktifitas seksual Dapat melanjutkan dan menyesuaikan Informasikan jika aktfitas seksual
aktifitas seksual dengan kpasitas fisik untuk pasien dengan aggal jantung
stabil

Monitoring Pantau dan kenali perubahan tanda dan Berikan informasi individual unutk
gejala mandiri gejala, dan mampu bereaksi secara mendukung menejemen diri, missal
memadai terhadap perubahan tanda dan kenaikan BB >2 kg dalam 3 hari
gejala

Sumber: (ESC Guidelines for the diagnosis and treatment of acute


and chronic heart failure 2021, AHA/ACC/HFSA guideline for the
management of heart failure 2022)

26
BAB IV
KESIMPULAN

Pada kasus ini dihadapkan seorang perempuan dengan inisial TL usia


58 tahun yang kami diagnosa dengan gagal jantung akut dekompensata
forrester IV. Pasien dilakukan perawatan selama 16 hari dengan kondisi
fluktuatif, hal ini mengalami masalah dari aspek terapi non farmakologi
yakni sesak nafas memberat dikarenakan pasien tidak mampu untuk
mengontrol minum dan restriksi cairan. Pasien sudah mendapatkan terapi
sesuai algoritma. Kedepannya diperlukan edukasi lebih lanjut untuk
meningkatkan kualitas hidup pasien.

27
DAFTAR PUSTAKA

Hasanah DY, Zulkarnain E, Arifianto H, Sasmaya H, Suciadi LP, Dewi


PP, et al. 2023. Pedoman Tata Laksana Gagal Jantung: Perhimpunan Dokter
Spesialis Kardiovaskular Indonesia. Jakarta: PP PERKI.

Heidenreich PA, Bozkurt B, Aguilar D, Allen LA, Byun JJ, Colvin MM, et
al. 2022 AHA/ACC/HFSA Guideline for the Management of Heart Failure:
Executive Summary: A Report of the American College of Cardiology/American
Heart Association Joint Committee on Clinical Practice Guidelines. J Am Coll
Cardiol. 2022 May 3;79(17):1757-1780. doi: 10.1016/j.jacc.2021.12.011. Epub
2022 Apr 1. PMID: 35379504.

Herrmann JJ, Beckers-Wesche F, Baltussen LEHJM, Verdijk MHI,


Bellersen L, Brunner-la Rocca HP, Jaarsma T, Pisters R, Sanders-van Wijk S,
Rodwell L, Van Royen N, Gommans DHF, Van Kimmenade RRJ. Fluid
REStriction in Heart Failure vs Liberal Fluid UPtake: Rationale and Design of the
Randomized FRESH-UP Study. J Card Fail. 2022 Oct;28(10):1522-1530. doi:
10.1016/j.cardfail.2022.05.015. Epub 2022 Jun 13. PMID: 35705150.

Kenefick RW. Drinking Strategies: Planned Drinking Versus Drinking to


Thirst. Sports Med. 2018 Mar;48(Suppl 1):31-37. doi: 10.1007/s40279-017-0844-
6. PMID: 29368181; PMCID: PMC5790864.

Mauro C, Chianese S, Cocchia R, Arcopinto M, Auciello S, Capone V, et


al. Acute Heart Failure: Diagnostic-Therapeutic Pathways and Preventive
Strategies-A Real-World Clinician's Guide. J Clin Med. 2023 Jan 20;12(3):846.
doi: 10.3390/jcm12030846. PMID: 36769495; PMCID: PMC9917599.

McDonagh TA, Metra M, Adamo M, Gardner RS, Baumbach A, Böhm M,


, et al. 2021 ESC Guidelines for the diagnosis and treatment of acute and chronic
heart failure: Developed by the Task Force for the diagnosis and treatment of
acute and chronic heart failure of the European Society of Cardiology (ESC).
With the special contribution of the Heart Failure Association (HFA) of the ESC.
Eur J Heart Fail. 2022 Jan;24(1):4-131. doi: 10.1002/ejhf.2333. PMID: 35083827.

Peyrot des Gachons C, Avrillier J, Gleason M, Algarra L, Zhang S, Mura


E, Nagai H, Breslin PA. Oral Cooling and Carbonation Increase the Perception of
Drinking and Thirst Quenching in Thirsty Adults. PLoS One. 2016 Sep 29;11(9) :
e0162261. Doi:10.1371/journal.pone. 0162261. PMID: 27685093; PMCID:
PMC5042416.

28
Reyes EB, Ha JW, Firdaus I, Ghazi AM, Phrommintikul A, Sim D,
Vu QN, et al. Heart failure across Asia: Same healthcare burden but
differences in organization of care. Int J Cardiol. 2016 Nov 15;223:163-167.
doi: 10.1016/j.ijcard.2016.07.256. Epub 2016 Aug 1. PMID: 27541646.

Thandavarayan RA, Chitturi KR, Guha A. Pathophysiology of Acute and


Chronic Right Heart Failure. Cardiol Clin. 2020 May;38(2):149-160. doi:
10.1016/j.ccl.2020.01.009. Epub 2020 Mar 5. PMID: 32284093.

29

Anda mungkin juga menyukai