Aidil Analisis Fragmentasi Batuan Hasil Peledakan
Aidil Analisis Fragmentasi Batuan Hasil Peledakan
FRAGMENTASI
mempunyai hubungan yang cukup erat. Secara umum batuan yang mempunyai
densitas yang rendah dapat lebih mudah dihancurkan dengan faktor energi yang
lebih rendah, sedangkan batuan yang mempunyai densitas yang lebih tinggi
memerlukan energi yang lebih tinggi untuk mendapatkan hasil fragmentasi yang
memuaskan.
Pada massa batuan yang mempunyai densitas yang tinggi, ada beberapa
cara untuk memastikan energi peledakan yang sedang berlangsung cukup untuk
menghancurkan batuan :
a. Menambah diameter lubang ledak, agar tekanan yang terjadi pada lubang
ledak dapat ditingkatkan dengan adanya penambahan ANFO.
b.
c.
Gambar 1.1
Pemboran dengan lubang ledak tegak dan lubang ledak miring 11)
5. Pola pemboran
Pola pemboran merupakan suatu pola pada kegiatan pemboran dengan
menempatkan lubang-lubang bor secara sistematis. Berdasarkan letak lubang bor
maka pola pemboran pada umumnya dibedakan menjadi dua macam, yaitu pola
pemboran sejajar (paralel pattern) dan pola pemboran selang-seling (staggered
pattern). Pola pemboran sejajar adalah pola dengan penempatan lubang bor yang
saling sejajar pada setiap kolomnya, sedangkan pola pemboran selang-seling
adalah pola dengan penempatan lubang bor secara selang-seling pada setiap
kolomnya (Gambar 1.2).
Pola pemboran sejajar merupakan pola yang lebih mudah diterapkan
dilapangan, tetapi perolehan fragmentasi batuannya kurang seragam, sedangkan
pola pemboran selang-seling lebih sulit penanganannya di lapangan namun
fragmentasi batuannya lebih baik dan seragam, hal ini disebabkan karena
distribusi energi peledakan yang dihasilkan lebih optimal bekerja dalam batuan.
(Gambar 1.3)
Pola pemboran
sejajar (paralel).
S = Spasi
B = Burden
B
Bidang bebas
S
Pola pemboran
selang-seling
(staggered).
S = Spasi
B = Burden
B
Bidang bebas
Gambar 1.2
Pola pemboran
Bidang Bebas
PARALEL PATTERN
Lubang ledak
Area tidak terkena energi peledakan
Area pengaruh energi peledakan
Bidang Bebas
STAGGERED PATTERN
Lubang ledak
Area tidak terkena energi peledakan
Area pengaruh energi peledakan
Gambar 1.3
Pengaruh energi ledakan pada pola pemboran
6. Geometri peledakan
Geometri peledakan merupakan suatu rancangan yang diterapkan pada suatu
peledakan yang meliputi burden, spasi, stemming, subdrilling, powder charge, tinggi
jenjang dan kedalaman lubang ledak.
Perhitungan geometri peledakan berdasarkan rumusan C. J. Konya yang
didasarkan atas perbedaan berat jenis batuan (SG) yaitu berat jenis rata-rata, berat
jenis minimum dan berat jenis maksimum sehingga akan didapat tiga rancangan
geometri yang dapat diterapakan sesuai dengan kondisi lapangan. Ketiga rancangan
geometri tersebut dapat ditabulasikan pada Tabel 1.1, dengan bentuk rancangannya
pada Gambar 1.2.
Tabel 1.1
Perbedaan geometri peledakan berdasarkan berat jenis batuan
Geometri Peledakan
PC
6,3
4,4
1,9
13,9
9,5
6,7
7,4
4,7
14
9,3
5,9
6,7
4,1
1,8
13,8
9,7
Gambar 1.4
Geometri peledakan yang didasari aturan C.J. Konya
2) Stemming
Stemming adalah tempat material penutup di dalam lubang ledak, yang
letaknya di atas kolom isian bahan peledak.
Stemming akan menambah fragmentasi dan perpindahan batuan dengan
mengurangi keluarnya gas ledakan bertekanan tinggi ke udara bebas. Fungsi
stemming adalah agar terjadi keseimbangan tekanan dan mengurung gas-gas hasil
ledakan sehingga dapat menekan batuan dengan energi yang maksimal. Disamping
itu stemming juga berfungsi untuk mencegah agar tidak terjadi batuan terbang
(flyrock) dan ledakan tekanan udara (airblast) saat peledakan.
a. Jenis stemming
Material berbutir, kering merupakan stemming terbaik karena mereka
mempunyai resistensi inersial dan resistensi friksi tinggi untuk menahan. Panjang
stemming dapat dikurangi jika digunakan stemming yang efektif akan menghasilkan
distribusi bahan peledak dan memperbaiki fragmentasi.
Ukuran butir stemming 10 15% dari diameter lubang ledak merupakan
material stemming yang paling efektif . Material stemming yang saling mengunci
akan memberikan drajat pengurungan gas hasil ledakan yang lebih baik daripada
material dengan ukuran halus.
b.
Panjang stemming
Stemming yang tidak memadai menambah hancurnya batuan di bagian atas,
tetapi mengurangi fragmentasi secara keseluruhan dan perpindahan karena gas keluar
ke udara bebas lebih cepat dan mudah. Disamping itu juga menimbulkan batu
terbang (fly rock), overbreak pada permukaan dan ledakan udara (air blast). besarnya
ratio stemming (Kt) = 0,5 - 1
7. Priming (penyalaan awal)
Hal yang penting mengenai penyalaan awal adalah letak primer dalam kolom
bahan peledak. Umumnya primer pada atau dekat level (bootom priming). Bootom
priming mempunyai keuntungan :
Memperbaiki fragmentasi
Mengurangi masalah toe, lantai lebih baik, muka yang lebih bersih
8. Pola penyalaan
Urutan dimana lubang ledak dinyalakan dan interval waktu antar detonasi
berikutnya mempunyai pengaruh yang besar terhadap kinerja peledakan secara
keseluruhan (lihat Gambar 1.5). Kinerja peledakan produksi hanya dapat
dioptimalkan bila isian diledakkan dalam suatu urutan yang terkendali pada selang
yang sesuai. Alokasi waktu tunda yang optimum untuk suatu peledakan bergantung
pada beberapa faktor dianyaranya :
Geometri peledakan
Sistem inisiasi
Batasan lingkungan
Gambar 3.11
Pengaruh waktu tunda
Rancangan peledakan yang akan diterapkan adalah metode non elektrik
(NONEL) sedangkan pola peledakan yang akan diterapkan adalah pola peledakan
beruntun perlubang dengan menggunakan NONEL surface delay dan inhole delay.
Untuk surface delay bervariasi antara 17 ms, 25 ms, 42 ms dan 65 ms sedangkan
inhole delay menggunakan 500 ms tiap lubang ledak.
Penggunaan NONEL down hole delay 500 ms dimaksudkan untuk
meningkatkan faktor keamanan terhadap terjadinya cut-off yaitu kondisi adanya
sejumlah bagian kolom bahan peledak yang gagal meledak karena terjadinya
ketidakmenerusan kolom bahan peledak. Ketidakmenerusan tersebut dapat
disebabkan karena terjadinya rongga saat pengisian atau karena adanya material lain
yang masuk ke kolom bahan peledak. NONEL Surface delay terdiri dari waktu tunda
pada control row dan echelon row. Waktu tunda pada echelon row adalah waktu
tunda peledakan antar lubang dalam satu baris sedangkan pada control row adalah
waktu tunda peledakan antar baris. Waktu tunda 17 atau 25 ms digunakan untuk
penundaan antar lubang ledak dalam satu baris sedangkan waktu tunda 42 ms atau
65 ms digunakan untuk penundaan antar baris. Pemakaian waktu tunda antar baris
yang besar dimaksudkan untuk memberikan waktu yang cukup untuk proses
peledakan pada baris sebelumnya sehingga akan terbentuk bidang bebas bagi
peledakan baris berikutnya.
9.
Bidang bebas
Perpindahan kedepan material yang diledakkan dapat terjadi dengan mudah
jika mempunyai bidang bebas yang cukup. Pergerakan massa batuan adalah perlu
untuk memungkinkan terjadinya propagasi retakan. Dengan bertambahnya
pergerakan ini akan membantu propagasi retakan dan memperbaiki fragmentasi.
Dalam rangka mengetahui kisaran nilai powder factor yang sesuai maka
dilakukan analisis pengaruh jumlah bahan peledak yang digunakan terhadap
prosentase bongkah yang dihasilkan pada rancangan geometri peledakan ini. Analis
ini dilakukan dengan menggunakan model Kuzram berdasarkan perubahan isian
bahan peledak (powder charge) hingga mendapatkan kisaran powder factor yang
sesuai.
Tabel 1.2
Pengaruh besarnya powder factor terhadap prosentase bongkah untuk
Rancangan geometri peledakan berdasarkan densitas batuan rata-rata
Powder
charge (m)
9,5
9,0
8,5
8,0
7,5
7,0
6,5
6,0
5,5
5,0
25
Powder factor
(kg/m3)
0,48
0,45
0,43
0,40
0,38
0,35
0,33
0,30
0,28
0,25
Prosentase
bongkah (%)
0,2
0,5
1,1
2,2
3,8
6,1
8,0
11,5
14,8
20,7
R2 = 0,9021
20
15
10
5
0
0,24 0,26 0,28 0,30 0,32 0,34 0,36 0,38 0,40 0,42 0,44 0,46 0,48
Powder factor (kg/m 3)
Gambar 1.5
Kurva pengaruh besarnya powder factor terhadap prosentase bongkah untuk
rancangan geometri peledakan berdasarkan densitas batuan rata-rata
Pada gambar diatas untuk kisaran powder factor 0,27 0,38 kg/m3 dengan
powder charge antara 5,5 7,5 m dan volume batuan yang terbongkar 529 m 3 akan
menghasilkan prosentase bongkah sebesar 3,8% sampai 14,8%.
Tabel 1.2
Pengaruh burden dan spasi Terhadap prosentase bongkah
S = 7,0
S = 7,5
S = 8,0
S = 8,5
S = 9,0
S = 9,5
S = 10,0
S = 10,5
S = 11,0
B = 6,3
3,8
4,3
4,9
5,5
6,1
6,8
7,4
8,1
8,8
B = 6,5
4,5
5,1
5,8
6,4
7,1
7,8
8,6
9,3
10,1
Prosentase Bongkah PC
B=7
B = 7,5
B=8
B = 8,5
6,6
8,8
11,1
13,5
7,4
9,7
12,2
14,7
8,2
10,7
13,3
15,8
9,0
11,7
14,4
17,0
9,8
12,6
15,4
18,2
10,7
13,6
16,5
19,3
11,6
14,5
17,6
20,5
12,5
15,6
18,7
21,6
13,4
16,6
19,8
22,8
B=9
15,8
17,1
18,3
19,6
20,8
22,0
23,2
24,4
25,5
B = 9,5
18,1
19,4
20,7
22,0
23,3
24,5
25,7
26,9
28,1
B = 10
20,3
21,7
23,0
24,3
25,6
26,8
28,1
29,3
30,4
7,5
8,0
8,5
9,0
9,5
10,0
10,5
11,0
Spasi (m)
B = 6,3
B = 6,5
B=7
B = 7,5
B = 8,5
B=9
B = 9,5
B = 10
B=8
Gambar 1.6
Kurva pengaruh burden dan spasi terhadap prosentase bongkah dengan PC 7,5 m
Dari analisis Kuzram diperoleh nilai kisaran atau range burden, spasi dan
powder factor untuk tiap powder charge (PC) yang dapat ditabulasikan sebagai
berikut :
Tabel 1.3
Range burden, spasi dan powder factor pada powder charge 6,0 m 7,5 m
PC 6,0 m
PC 6,5 m
PC 7,0 m
PC 7,5 m
Range Pf (kg/m3)
0,27 - 0,30
0,26 - 0,33
0,24 - 0,35
0,23 - 0,38