Diktat H NMR
Diktat H NMR
A. PENDAHULUAN
Spektroskopi 1H NMR mampu menyuguhkan informasi yang cukup detail mengenai
struktur molekul suatu senyawa organik. Lingkungan kimia proton dalam molekul dapat
digambarkan secara jelas. Sementara posisinya dalam ruang masih terbatas
digambarkan. Di awal penemuan alat ini hingga akhir tahun 1950-an telah memberikan
perubahan yang sangat besar dalam perkembangan ilmu kimia organik.
2-butanol
4.0
3.0
2.0
1.0
0.0
ppm
12
13
14
16
17
19
31
15
/2
35
17
Cl
/2
Keadaan spin inti memiliki tingkat energi yang berbeda dalam medan magnet, karena
inti atom merupakan sebuah partikel bermuatan dan semua partikel yang bergerak akan
menimbulkan medan magnet disekitarnya. Karenanya, inti atom memiliki momen
magnet () akibat muatan dan spin intinya. Inti hidrogen memiliki spin
(berlawanan arah) dan + (searah jarum jam), serta momen magnet inti () dalam dua
arah yang berlawanan.
Fenomena resonansi magnet inti akan terjadi jika inti yang berada dalam lingkungan
medan magnet, menyerap energi dan spin intinya mengalami perubahan orientasi
sehubungan medan magnet tersebut. Besarnya energi yang diserap inti supaya proses
resonansi terjadi, adalah sama dengan besarnya selisih energi antara dua keadaan spin
inti, yaitu keadaan searah medan magnet (+) dengan keadaan berlawanan arah medan
magnet (-). Besarnya selisih energi ini merupakan fungsi dari medan magnet luar (B 0).
Semakin besar medan magnet luar yang mempengaruhi inti semakin besar pula selisih
energi keadaan dua spin inti. Selain dipengaruhi medan magnet luar, selisih energi
keadaan dua spin inti juga dipengaruhi oleh apa yang disebut dengan rasio magnetogirik
(). Setiap inti memiliki rasio momen magnet dengan momentum angular yang berbedabeda karena perbedaan massa dan muatan masing-masing inti.
Ediserap = (Ekeadaan - - Ekeadaan +) = h
E = f (B0)
E = f ( B0) = h
Karena harga momentum angular inti sama dengan h/2, maka
E = (h/2) B0 = h
= (/2) B0
Jika harga tetapan dari suatu proton dimasukkan dalam persamaan diatas, maka suatu
proton yang tidak terlindungi (unshielding) akan menyerap frekuensi radiasi sebesar
42,6 MHz pada medan magnet 1 Tesla (10.000 Gauss) atau menyerap frekuensi radiasi
60,0 MHz pada medan magnet 1,41 Tesla (14.100 Gauss). Tabel berikut menunjukkan
hubungan frekuensi radiasi yang diserap dengan kuat medan magnet dari beberapa inti
untuk proses resonansi.
Tabel 4.2. Frekuensi dan Kuat Medan Magnet Untuk Resonansi Setiap Inti
Isotop
H
C
13
Kelimpahan
dialam (%)
Kuat medan, B0
(Tesla*)
Frekuensi,
(MHz)
1,00
1,41
2,35
4,70
7,05
1,00
1,00
1,41
2,35
4,70
7,05
1,00
1,00
42,6
60,0
100,0
200,0
300,0
6,5
10,7
15,1
25,0
50,0
75,0
40,0
17,2
99,98
0,0156
1,108
19
F
100,0
P
100,0
* 1 Tesla = 10.000 Gauss
31
Rasio Magnetogirik,
(radian/Tesla)
267,53
41,1
67,28
251,7
108,3
Untuk sebuah proton, jika kuat medan magnet 1,41 T dan resonansi terjadi pada
frekuensi 60 MHz, E dari dua keadaan spin inti + dan - adalah 2.39 x 10 -5 kJ/mol.
Selisih energi ini sangat kecil sehingga distribusi spin inti pada keadaan + dan -
hampir sama atau kelimpahan spin inti pada keadaan berenergi rendah sedikit lebih
banyak dibandingkan pada keadaan berenergi tinggi. Distribusi spin inti pada dua
keadaan ini dapat dihitung dengan persamaan distribusi Boltzman.
N -1/2
N +1/2
= e- AE / k T = e- h v / k T
h = 6,624 x 10 -34 J dt
k = 1,380 x 10 -23 J/K molekul
T = temperatur absolut (K)
Misalkan pada temperatur 298 K (25 0C) dan frekuensi alat (instrumen) 60,0 MHz,
harga N- / N + adalah 0,999991. Hal ini berarti kelimpahan inti pada keadaan +
dan - perbandingannya adalah 1.000.000 : 1.000.009 atau dengan kata lain pada
keadaan berenergi rendah terdapat kelebihan inti sebanyak 9 buah. Dengan cara
perhitungan yang sama, dapat diketahui bahwa peningkatan frekuensi alat yang
digunakan akan meningkatkan kelebihan spin inti pada keadaan berenergi rendah (+).
Dengan meningkatnya kelebihan inti pada keadaan + akan meningkatkan sensitivitas
alat dan sinyal resonansi makin kuat karena jumlah spin inti yang mengalami transisi
meningkat.
Tabel 4.3. Variasi Kelebihan Inti 1H berenergi Rendah dengan Frekuensi Alat
Frekuensi (MHz)
20
40
60
80
100
200
300
600
Kelebihan Inti
3
6
9
12
16
32
48
96
CH3
CH2
c
CH2Br
CH3
CH3
CH3
b
CH
a
O
CH3
Br
3 sinyal
2 sinyal
1 sinyal
CH3
CH2
CH3
CH3
CH2
CH2
2 sinyal
a
CH3
2 sinyal
a
H
b
CH3
H
a
CH3
b
CH3
b
2 sinyal
H
a
CH3
c
CH3
CH2
3 sinyal
b
CH3
a
H
d
CH3
H
a
H
b
H
c
2 sinyal
4 sinyal
NO2
H
a
Ha
H
b
Hb
H
a
Ha
H
a
Ha
H
a
H
a
H a
1 sinyal
NO2
3 sinyal
NO2
1 sinyal
menyebabkan efek shielding apabila arahnya berlawanan dengan arah medan magnet
luar, yang selanjutnya menyebabkan frekuensi presesi dari spin inti berkurang
Faktor-faktor yang Mempengaruhi Geseran Kimia Proton
1.
Senyawa
Kelektronegatifan
1
2
CH3F
CH3Cl
Geseran Kimia ( )
4.26
3.05
CH3Br
2.68
Br : 2.96
CH3I
2.16
CH2Cl2
5.30
CHCl3
7.27
CH3CCl3
2.70
(CH3)4C
0.86
C : 2.55
(CH3)4Si
0.00 *
Si : 1.90
F : 3.98
Cl : 3.16
: 2.66
2.
Efek Hibridisasi
Hibridisasi atom karbon dimana proton itu terikat juga berpengaruh terhadap
geseran kimianya. Kerapatan elektron yang menyelimuti proton sp3 akan lebih teal
(tinggi) dibandingkan dengan proton pada karbon sp2 dan sp. Karenanya, proton sp3
akan muncul pada geseran kimia yang lebih kecil (mengalami efek shielding), yaitu
pada 0 - 2 ppm. Hal yang kontradiktif justru terlihat pada proton yang terikat pada
karbon sp2 dengan karbon sp. Kerapatan elektron yang menyelimuti proton pada
karbon sp lebih rendah dibandingkan proton pada karbon sp 2, sehingga geseran
kimia proton sp seharusnya lebih besar dibandingkan dengan proton sp2. Geseran
kimia proton sp2 dan sp berturut-turut adalah 4,5 - 7 ppm dan 2 - 3 ppm. Hal ini
terjadi karena adanya awan elektron tak simetris (efek anisotropi). Jenis proton yang
terikat pada karbon sp3 mulai CH3, CH2, dan CH, juga memiliki tren geseran kimia
kimia yang menarik. Perubahan dari CH 3, CH2, CH akan dibarengi dengan
berkurangnya kerapatan elektron yang menglilingi proton, sehingga geseran
kimianya semakin besar.
3.
Proton asam, proton ikatan hidrogen dan proton yang dapat ditukar
Kerapatan elektron yang menyelimuti proton asam sangat rendah, sehingga untuk
beresonansi memerlukan medan magnet yang sangat kecil. Geseran kimia proton
asam berkisar pada 10 -12 ppm.
Proton yang berada dalam bentuk ikatan hidrogen memiliki geseran kimia yang
bervariasi dengan kisaran geseran kimia yang besar. Temperatur dan konsentrasi
sangat berpengaruh terhadap keberadaan ikatan hidrogen. Ikatan hidrogen semakin
lemah seiring dengan naiknya temperatur, sehingga kerapatan elektron yang
menyelimuti proton semakin bertambah. Hal ini akan menyebabkan perubahan
geseran kimia menjadi lebih kecil. Seperti efek temperatur, perubahan konsentrasi
akan mempengaruhi eksistensi ikatan hidrogen. Semakin encer konsentrasi suatu
larutan akan menyebabkan jarak antar molekul semakin jauh, sehingga peluang
terbentuknya ikatan hidrogen semakin kecil. Semakin encer konsentrasi larutan akan
menyebabkan penurunan geseran kimia proton. Geseran kimia proton dalam larutan
pekat berkisar 4 - 5 ppm, sementara dalam larutan encer berkisar 0,5 - 1,0 ppm.
Untuk proton yang dapat ditukar, geseran kimianya sangat bervariasi mengingat
pertukaran dapat terjadi antar proton dalam molekul yang berbeda dan antar proton
dengan pelarut. Bahkan pertukaran proton dengan pelarut dapat menghilangkan
sinyal proton tersebut, karena pelarut yang lazim digunakan dalam pengukuran
1
disubstitusi dengan deuterium (2H) yang tidak terdeteksi dalam 1H NMR, sehingga
diharapkan tidak menggangu sinyal proton dari sampel yang diukur.
4.
Efek anisotropi
Ada anomali geseran kimia proton yang terikat pada atom karbon dengan sistem tak
jenuh (memiliki elektron ). Misalnya proton pada benzena. Dalam lingkungan
medan magnet, elektron dari cincin aromatik akan terinduksi untuk berputar
sekitar cincin. Perputaran elektron ini disebut putaran arus (ring current). Perputaran
elektron ini akan menimbulkan medan magnet, yang nantinya berpengaruh terhadap
ketebalan elektron yang mengelilingi proton benzena. Efek anisotropi ini akan
menyebabkan efek deshielding (berkurangnya ketebalan elektron) disekitar proton
benzena. Akibatnya, proton benzena menjadi lebih mudah beresonansi dibandingkan
proton alkena. Hal yang sama juga terjadi pada proton dari aldehid. Adanya elektron
pada gugus karbonil menimbulkan efek deshielding, sehingga proton aldehid
beresonansi pada energi yang rendah. Sementara proton yang secara stereokimia
berada diatas cincin benzena (aromatik) dan proton pada alkuna akan mengalami
efek shieding. Perputaran elektron justru menambah ketebalan awan elektron yang
mengelilinginya, sehingga memerlukan energi yang lebih tinggi untuk beresonansi.
Efek anisotropi elengkapnya digambarkan pada Gambar berikut.
E. INTEGRASI PROTON
Spektrometer NMR memiliki kemampuan secara elektronik untuk mengintegrasikan
luas area dibawah puncak. Garis integral akan muncul pada spektrum dari setiap puncak
yang tingginya sebanding dengan luas area puncak tersebut. Pada spektrometer NMR
yang modern, garis itegral biasanya tidak dimunculkan, tetapi luas area dari setiap
puncak akan ditampilkan dalam bentuk angka. Luas area dibawah puncak sebanding
dengan jumlah hidrogen (proton) dari puncak tersebut. Luas area masing-masing
puncak dalam satu spektrum dibandingkan satu sama lain sehingga diperoleh
perbandingan angka bulat sederhana. Misalnya pada 1-bromo-2,2-dimetilpropana akan
terdapat dua sinyal proton yang mewakili proton CH 2, dan CH3 dengan perbandingan
tinggi puncak integral 1,6 : 7,0 atau 1 : 4,4. Untuk memperoleh perbandingan bulat
sederhana, dilakukan perkalian 2 sehingga diperoleh rasio 2 : 8,8. Jika dibulatkan akan
menjadi 2 : 9 (kesalahan pengukuran integral sekitar 10 % karena eksperimen error).
F. KOPLING SPIN-SPIN
Kopling scalar atau tak langsung dari spin inti melalui ikatan kovalen akan
menyebabkan terjadinya splitting (pembelahan) sinyal NMR menjadi multiplet pada
spektroskopi NMR resolusi tinggi. Kopling dipol atau kopling secara langsung diantara
spin inti melalui ruang hanya dapat teramati pada NMR padatan. Dalam larutan, kopling
dipole akan hilang akibat adanya pergerakan molekul.
Kopling konstan
Kopling konstan adalah perbedaan frekuensi (J) dalam satuan Hz antara dua garis
multiplet sederhana. Besarnya harga kopling konstan tidak tergantung pada kuat medan
magnet. Besarnya harga kopling konstan menunjukkan seberapa kuat suatu inti
dipengaruhi oleh spin inti tetangganya. Kopling konstan merupakan bukti adanya
interaksi antar inti yang berdekatan. Pada spektroskopi NMR resolusi tinggi, kopling
dapat terjadi melalui satu ikatan (kopling sederhana), dua ikatan (kopling geminal), tiga
ikatan (kopling vicinal), empat dan lima ikatan (kopling jarak jauh). Kopling dapat
terjadi antar inti 1H, 2D, 13C, 19F, dan 31P. Namun, kopling yang akan dibahas pada bab
ini adalah kopling antar 1H dengan 1H, dan terbatas dalam bentuk kopling dua ikatan
dan kopling tiga ikatan.
H
H
Sudut dihedral ()
Gambar 4.6. Hubungan sudut dihedral proton () dengan harga kopling (J)
Hubungan antara sudut dihedral proton () dengan harga kopling terlihat jelas pada
senyawa turunan ter-butilsikloheksana. Gugus ter-butil merupakan gugus yang besar
sehingga akan memilih konformasi equatorial untuk mengurangi energi tolakan dalam
molekul. Dua proton bertetangga dengan sudut dihedral yang berbeda akan
menghasilkan kopling konstan yang berbeda pula.
a,a
e,e
HA
HA
(H3C)3C
(H3C)3C
HB
HB
J = 10 - 14 Hz
J = 4 - 5 Hz
a,e
(H3C)3C
HA
HB
J = 4 - 5 Hz
Tabel 4.6. Jenis dan Harga Kopling Konstan (Hz) Yang Lazim dijumpai
HCCH
13
5 Hz
19
5 20 Hz
19
-3 (-20) Hz
13 Hz
5 13 Hz
CCCH
FCCH
F C C 19F
PCCH
31
POCH
31
H C = C 19F
19
F C = C 19F
cis
6 15 Hz
trans 11 18 Hz
cis
18 Hz
trans
40 Hz
cis
30 40 Hz
trans
-120 Hz
Tabel 4.7. Variasi Harga Kopling dengan Sudut Velensi dari Alkena Siklik (Hz)
0-2
2-4
5-7
8 - 11
6 - 15
puncak) akibat pemecahan proton tetangganya CH2 (memiliki 2 proton), begitu pula
dengan proton CH2 yang muncul kuartet (empat puncak) akibat pemecahan proton CH3
(memiliki 3 proton). Sementara sesama proton CH2 dan CH3 tidak terjadi pemecahan
karena identik secara kimia.
CH3 CH2 - Br
CH3
CH2
4.0
5.0
3.0
2.0
1.0
0.0
Sinyal
proton
0
1
2
3
4
5
6
Singlet
Doblet
Triplet
Kuartet
Kuintet
Sektet
Septet
Intensitas relatif
1
1
1
1
1
1
1
2
3
4
5
6
10
15
1
3
1
4
10
20
1
5
15
1
6
Jika perbedaan geseran kimia dua inti yang berintaraksi kurang dari 10 kali harga
konstanta kopling (J), maka spektrum dengan pemecahan multiplikatif (orde dua) yang
terlihat. Seperti halnya pemecahan orde satu, setiap inti memecah spektrum inti
tetangganya menjadi dua. Namun karena harga konstanta koplingnya berbeda-beda,
peluang berhimpitnya puncak dalam satu sinyal inti menjadi lebih kecil, sehingga
peluang menemukan sinyal inti yang mengikuti pola segitiga Pascal semakin kecil pula.
Sebagai contoh adalah spektrum 1H NMR vinil etanoat berikut. Proton b dan c berbeda
secara kimia maupun magnetik sehingga memiliki geseran kimia dan konstanta kopling
yang berbeda. Antara proton b, c, dan d terjadi saling kopling sehingga tiap proton
memiliki multiplisitas doblet-doblet.
Hb H d
CC
CH3
2,15 ppm
singlet
H c O C CH3
O
Hd
7,28 ppm
dd 7,0 dan 14 Hz
Hc
4,88 ppm
dd 1,5 dan 14 Hz
Hb
4,05 ppm
dd 1,5 dan 7,0 Hz
Proton geminal
H3C
CH3
Homotopik proton
Homotopik proton selalu identik, tidak ada kopling sesamanya sehingga memberikan
satu serapan pada NMR. Cara sederhana untuk mengetahui homotopik proton adalah
dengan cara mengganti salah satu proton dengan gugus lain. Lakukan penggantian pada
salah satu proton secara bergantian sehingga akan diperoleh dua molekul yang lain.
Analisa hubungan kedua molekul yang dihasilkan, apakah identik atau bukan.
Homotopik metil juga dapat diuji dengan cara yang sama.
Enansiotopik proton
Enansiotopik proton akan memberikan satu serapan NMR, tetapi akan berbeda jika
ditempatkan dalam lingkungan kiral atau direaksikan dengan reagen kiral. Pengujian
enansiotopik proton atau enansiotopik gugus metil juga dilakukan dengan cara yang
sama pada pengujian homotopik proton.
Diastereotopik proton
Diastereotopik proton merupakan tidak identik proton, sehingga memberikan serapan
yang berbeda pada NMR dan akan mengalami pembelahan (spliting) satu sama lain
sebesar tetapan kopling konstan geminal.
HA diganti
HA
HB
Homotopik
HA
HB diganti
HB
Enansiotopik
Enansiomer
HA
HB
Y*
Y*
Y*
Diastereotopik
(Y* = suatu pusat kiral)
Diastereomer
G. Benzena Tersubstitusi
Cincin fenil umum ditemukan pada senyawa organik, sehingga pengetahuan tentang
serapan NMR dari senyawa-senyawa ini sangat penting. Selain adanya efek anisotropi
yang mampu mempengaruhi geseran kimia proton pada cincin fenil, keberadaan
substituen juga sangat berpengaruh. Substituen yang bersifat pendorong elektron seperti
gugus metoksi dan amino, mampu menggeser geseran kimia proton kearah shielding,
sebaliknya substituen yang bersifat penarik elektron akan memberikan efek deshielding.
Pada tabel berikut digambarkan pengaruh substituen terhadap geseran kimia proton dari
1,4-disubstitusi benzena dengan dua subsituen yang sama. Karena keempat proton
benzena secara kimia dan magnetik sama, tentu hanya satu sinyal proton aromatik yang
muncul pada spektrum 1H NMR senyawa tersebut.
(ppm)
Karakter X
6,80
6,60
6,36
7,05
7,32
8,20
8,48
Pendorong elektron
Pendorong elektron
Pendorong elektron
Pendorong elektron
Penarik elektron
Penarik elektron
Monosubstitusi benzena
Pada monosubstitusi benzena, baik yang memilki substituen pendorong atau penarik
elektron, kelima proton aromatik (2H orto, 2H meta, dan 1H para) akan muncul berupa
singlet jika spektrum diukur pada 60 MHz. Hal ini sangat lazim meskipun proton orto,
meta dan para tidak ekivalen secara kimia. Penyebab utamanya adalah ketidakmampuan
alat untuk membedakan perbedaan geseran kimia proton tersebut yang cukup kecil.
Akan tetapi bila spektrum diukur dengan alat 300 MHz atau lebih, ketiga jenis proton
tersebut akan muncul terpisah, dan urutan posisinya dipengaruhi oleh karakter
substituen apakah pendorong atau penarik elektron. Proton aromatik posisi orto akan
muncul paling shielding bila substituen pada cincin aromatik bersifat sebagai pendorong
elektron karena resonansi akan meningkatkan kerapatan elektron diposisi tersebut.
Sebaliknya akan paling deshielding jika substituennya bersifat penarik elektron karena
kerapatan elektron diposisi tersebut berkurang. Hal ini dapat dijelaskan dengan
menggambarkan resonansi elektron antara substituen dengan cincin aromatik.
O
CH3
CH3
CH3
:O
CH3
:
:
_
:
: :
_
: :
: :
:
H
_
O :
+
+
Gambar 4.10 Resonansi gugus pendorong elektron (atas) dan gugus penarik elektron
(bawah) dengan cincin aromatik.
4
A
A
1
3
4
B
A
1
6
5
C
2
3
4
B
D2O
RXD +
(ppm)
1,50
0,40
2,75
1,55
3,00
5,00
0,1-0,2
4,90
2,10
3,35
4,75 (DOH)
I. LATIHAN SOAL-SOAL
1.
b. CH3CH2CH2CH3
c. CH3
CH
CH2
CH3
CH3
d. CH3
g. CH3
CH
CH
CH3
CH3
CH
CH3
e. CH3OCH2CH2CH3
f. CH3
CH
CH3
O
CH3
h. CH2=CH2
i. CH3
CH3
j. CH3
CH2
CH3
O
C
CH
k. HO
CH3
CH2
CH3
l.
m.
n.
CH2Br
OH
o.
H3C
CH3
H3C
CH2CH3
2.
Tuliskan urutan sinyal proton pada masing-masing senyawa berikut mulai yang
paling deshielding hingga yang paling shielding !
a. 1-butanol
b. dietil eter
c. asam propanoat
d. propana
e. butanon
f. metilbenzena
g. nitrobenzena
h. 2-klorobutana
i. propanaldehid
j. 2,4-dimetilbenzena
4.
Suatu sinyal proton muncul pada 600 Hz kearah deshielding dari TMS pada
spektrometer NMR dengan frekuensi operasi 300 MHz.
a.
b.
c.
Berapa Hertz sinyal proton tersebut kearah deshielding dari TMS pada
instrumen 100 MHz ?
5.
Lengkapi data spektrum dengan harga geseran kimia, multiplisitas, dan harga
kopling, serta integrasi relatif masing-masing sinyal proton !
6.
Tentukanlah rumus struktur dari suatu senyawa keton memiliki rumus molekul
C6H12O. Data spektrum 1H NMR menunjukkan ada 5 sinyal proton pada geseran
kimia 0,9 (t, 3H); 1,3 (sext, 2H); 1,5 (quint, 2H); 2,1 (s, 3H); dan 2,4 (t, 2H).
Spektrum 1H NMR dua asam karboksilat dengan rumus molekul C3H5O2Cl.
7.
Tentukanlah struktur molekul kedua asam tersebut sesuai dengan data spektrum
berikut!
a
b.
8.
9.
10.
J. DAFTAR PUSTAKA
Breitmaier, E., Structure Elucidaton by NMR in Organic Chemistry, A Practical Guide,
translated by Julia Wade, John Wiley and Sons, Chichester, 1993
Pavia, D.L., Lampman, G.M., and Kriz, G.S., 1996, Introduction to Spectroscopy, A
Guide for Students of Organic Chemistry, 2nd edition, Saunders College
Publishing, USA,
Silverstein RM, Bassler GC, Morrill TC, 1991, Spectrometric Identification of Organic
Compounds, 5th ed., John Wiley & Sons, USA
Cresswell, CJ., Runquist, OA., Campbell, MM., 1982, Analisis Spektrum Senyawa
Organik, (diterjemahkan oleh Kosasih Padmawinata dan Iwang Sudiro),
Penerbit ITB, Bandung
Dudley W., and Fleming I., 1995, Spectroscopic Methods in Organic Chemistry,
McGraw Hill Higher Education
Bruice PY, 2005, Organic Chemistry, 4th ed, John Wiley & Sons, USA