Anda di halaman 1dari 18

LAPORAN PROYEK ANATOMI DAN FISIOLOGI HEWAN (BI- 2103)

PENGAMATAN SISTEM REPRODUKSI MENCIT (Mus musculus)


DAN PERHITUNGAN PARAMETER FERTILITAS PADA
SPERMA MANUSIA
Tanggal Praktikum : 8 Oktober 2014
Tanggal Pengumpulan: 22 Oktober 2014
Disusun oleh :
Ogie Novrian Zulkarnain
10612072
Kelompok 1
Asisten:
R. Achmad Dzulfikar Hermawan (10610004)

PROGRAM STUDI BIOLOGI


SEKOLAH ILMU DAN TEKNOLOGI HAYATI
INSTITUT TEKNOLOGI BANDUNG
BANDUNG
2014

BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Salah satu syarat untuk dikatakan mahkluk hidup adalah dapat menghasilkan
keturunan. Cara untuk menghasilkan keturunan adalah dengan bereproduksi. Oleh
karena itu, sangatlah penting untuk mengetahui faktor-faktor apa saja yang
mempengaruhi reproduksi, karena tanpa bereproduksi, keeksistensian suatu mahkluk
hidup akan hilang. Keberhasilan reproduksi dari suatu mahkluk hidup sangat
bergantung pada kemampuan reproduksi jantan dan betina dari spesies tersebut
(Campbell, 2008).
Proses menghasilkan keturunan ditentukan oleh fertilitas, baik fertilitas jantan
maupun betina. Fertilitas dapat ditentukan melalui parameter tertentu. Pada jantan,
beberapa parameter yang dapat digunakan dalam menentukan kemampuan fertilitas
adalah jumlah total sperma, motilitas, dan morfologi sperma (Coetzee et al., 1988).
Praktikum ini sangatlah penting untuk dilakukan, karena dengan mengetahui
dan mempelajari sistem reproduksi dan parameter fertilitasnya, dapat diketahui faktor
apa saja yang dapat memicu tingkat reproduksi sehingga faktor tersebut dapat
digunakan untuk membantu reproduksi spesies lain yang terhambat. Selain itu, dapat
diketahui juga keabnormalan yang terjadi pada jantan atau betina yang
mempengaruhi reproduksi, sehingga dapat ditentukan apakah jantan atau betina
tersebut fertil atau infertil (Coetzee et al., 1988).
1.2 Tujuan
Praktikum pengukuran parameter hematologi mencit ini bertujuan untuk:
1. Menentukan perbedaan sperma pada mencit dan manusia
2. Menentukan parameter fertilitas sperma manusia

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Sistem Reproduksi Mencit Jantan dan Mencit Betina
Sistem reproduksi makhluk hidup membantu memastikan agar suatu spesies
tidak punah dan dapat melanjutkan keturunannya. Selain itu,fungsi sistem reproduksi
pada umumnya adalah menghasilkan, menyimpan,memberi nutrisi, dan mengatur
transportasi dari gamet, baik jantanmaupun betina. Sistem reproduksi pada umumnya
memiliki komponen-komponen dasar, yaitu gonad, saluran, kelenjar aksesori, dan
genitaleksternal (Martini et al., 2012).
Menurut Nalbandov (1990), sistem reproduksi jantan terdiridari sepasang testis
(gonad), kelenjar aksesori, dan sistem duktus termasuk organ kopulasi. Testis
merupakan hasil diferensiasi dari gonad jantan padatahap embrio dini. Pada mamalia,
testis umumnya berada dalam skrotum,sebuah kantung yang dilindungi oleh kulit dan
temperatur di dalamnya sekitar 96F (Scanlon , 2007). Fungsi testis adalah
menghasilkan hormon seks jantan dan menghasilkan gamet jantan (sperma).

Gambar 2.1 Organ reproduksi mencit jantan


(Sumber: McGill, 2009)

Sperma dihasilkan di tubulus seminiferus yang berada pada testis. Struktur


histologi tubulus berubah dengan cepat seiring dengan cepat seiring dengan

pertambahan usia.Sebelum menjadi dewasa, tubulus seminiferous hanya berisi sel-sel


spermatogonium dan sel Sertoli. Setelah mengalami perkembangan menjadi dewasa,
spermatogonium akan tumbuh menjadi spermatosit primer, kemudian menjadi
spermatosit sekunder, spermatid, dan akhirnya menjadi spermatozoa. Tubuh
spermatozoa terdiri dari bagian atas (kepala) yang berbentuk seperti kait, bagian
tengah, serta sebuah ekor. Diperkirakan bahwa kepala sperma yang menempel pada
sel sertoli akan mengalami pemasakan (Nalbandov, 1990). Pada celah di antara
tubulus seminiferous terdapat sel interstisial yang memproduksi testosterone ketika
dirangsang oleh Luteneizing Hormone (LH) dari kelenjar pituitary anterior (Scanlon,
2007).

Gambar 2.2 Sperma Mus musculus


(Sumber : Oliveira et al., 2009)

Sistem duktus pada jantan meliputi tubulus mesonefrik yang akan berkembang
menjadi vas eferen dan epididimis. Sistem duktus lainnya, seperti kelenjar prostat dan
kelenjar Cowper (kelanjar bulbo-uretra), berkembang dari sistem urogenital. Selain
itu, terdapat epididimis yang berguna sebagai temapt pematangan sperma dan aktivasi
fungsi flagela pada sperma (Scanlon, 2007). Epididimis dibatasi oleh sel-sel epitelium
kompleks semu berukuran tinggi dan memiliki stereosilia yang berfungsi untuk
membantu pergerakan sperma menuju vas deferens (Nalbandov, 1990). Vas deferens
atau duktus deferens merupakan saluran yang menjadi penguhubung antara

epididimis dan uretra. Saluran ini memiliki lapisan otot yang melakukan kontraksi
untuk bergerak peristaltik pada saat proses ejakulasi (Scanlon, 2007).
Kelenjar aksesori pada sistem reproduksi Mus musculus jantan meliputi
vesikula seminalis, kelenjar prostat, kelenjar koagulasi, kelenjar prepusial, dan
kelenjar bulbo-uretra. Vesikula seminalis berfungsi mengeluarkan sekresi yang
mengandung fruktosa sebagai sumber energi dari sperma. Kelenjar prostat
mengeluarkan sekresi berupa cairan alkali yang membantu motilitas sperma. Selain
itu, otot polos yang berada di kelenjar prostat berperan dalam mendorong sperma dari
uretra selam proses ejakulasi. Kelenjar bulbo-uretra berperan dalam sekresi alkali
yang melapisi bagian dalam uretra sesaat sebelum proses ejakulasi dimulai. Sekresi
berupa alkali ini berfungsi untuk menetralkan keasaman dari urin yang ada di uretra
serta sebagai penetral suasana asam pada vagina (Scanlon, 2007). Kelenjar koagulan
berperan dalam menyekresikan zat untuk menggumpalkan semen sebelum ejakulasi.
Koagulum yang dihasilkan akan membentuk sumbat vagina (vaginal plug) di dalam
vagina betina. Kelenjar prepusial adalah kelenjar yang kaya akan feromon (Bronson
dan Caroom, 1971).
Menurut Nalbandov (1990), komponen sistem reproduksi utama pada Mus
musculus betina adalah ovarium dan sistem duktus. Pada semua mamalia, terdapat
sepasang ovarium yang terletak di dekat ginjal. Ovarium terdiri dari komponen
penting seperti folikel dan korpus luteum. Sistem duktus pada mamalia, termasuk
Mus musculus, terdiri atas oviduk, uterus, dan genitalia eksternal. Oviduk merupakan
saluran penghubung antara ovarium dan uterus. Ujung ovarium dari oviduknya
membentuk selubung sempurna yang membungkus ovarium seperti sebuah kantung
yang disebut bursa ovarii. Bursa pada Mus musculus bersifat sempurna kecuali
terdapat sebuah lubang kecil pada sebelah dindingnya.
Uterus adalah tempat hidup, perkembangan, serta pemberian nutrisi bagi janin.
Vagina merupakan tempat masuknya penis saat kopulasi. Genitalia eksterna terdiri
atas klitoris, labia mayor dan minor,serta beberapa kelenjar yan bermuara pada
vestibulum vaginal. Klitoris adalah homolog embriologis dari penis. Labia minor

tersusun atas jaringan dasar yang disusun oleh jaringan ikat longgar dan diselubungi
epitelium sisik berlapis, sedangkan labia mayor merupakan lipatan kulit yang banyak
mengandung jaringan lemak dan lapisan tipis otot polos (Nalbandov, 1990).

Gambar 2.3 Alat Reproduksi Mus musculus Betina


(Sumber: McGill, 2009)

2.2. Parameter Fertilitas


Menurut Coetzee et al. (1998), beberapa parameter yang dapat digunakan
dalam menentukan kemampuan fertilitas pada jantan adalah jumlah total sperma,
konsentrasi serma, motilitas, dan morfologi. Menurut Vorvick (2012), jumlah sperma
normal adalah 20-150 juta sperma per milliliter. Menurut Guverich (2013), jumlah
total sperma yang ada dalam sampel semen dapat digunakan sebagai parameter
fertilitas dengan jumlah sperma normal per ejakulasi adalah 39 juta sperma. Keadaan
saat jumlah sperma lebih sedikit dibandingkan dengan jumlah sperma normal disebut
oligospermia, sedangkan jika tidak terdapat sperma pada sampel, maka disebut

azoospermia. Jumlah sperma dipengaruhi oleh hormone, keadaan saluran reproduksi,


atau penyakit yang diderita seperti diabetes (Guverich, 2013).
Konsentrasi sperma adalah jumlah sperma yang terdapat dalam 1 mm semen.
Jumlah normalnya ada 15 juta sperma/ mm. Keabnormalan konsentrasi sperma dapat
disebabkan jumlah sperma yang sedikit atau volume semen yang dikeluarkan ketika
ejakulasi sangat tinggi (Guverich, 2013).
Motilitas sperma adalah persentase jumlah sperma yang bergerak. Agar
fertilitas terjadi, sperma harus dapat bergerak mencapai ovum. Oleh karena itu,
motilitas sperma esensial dalam menentukan fertilitas jantan. Motilitas sperma
normal adalah paling sedikit 40% sperma dapat berpindah tempat dan paling sedikit
32% dapat berenang maju atau bergerak di tempat. Keabnormalan pada motilitas
sperma disebut asthernozoospermia. Keabnormalan ini dapat disebabkan oleh
penyakit yang diderita atau kurangnya nutrisi yang dibutuhkan oleh hewan tersebut
(Guverich, 2013).
Menurut Coetzee et al. (1998), morfologi sperma merupakan salah satu
indicator terbaik dalam menentukan fertilitas. Pada awalnya, sulit menentukan
fertilitas dengan morfologi sperma sebagai parameter karena morfologi sperma yang
bervariasi sehingga jenis sperma yang normal tidak diketahui. Akan tetapi dengan
obsevasi spermatozoa pada saluran reproduksi wanita dan kemunculan sperma pada
zona pellucida, morfologi dari sperma yang fertile akhirnya dapat diketahui
(Menkveld et al, 1991). Kemudian, bagian kepala, tengah, dan ekor dievaluasi dan
dibandingkan proporsinya dengan sperma yang lain untuk menentukan keabnoramlan
sperma (Guverich, 2013).

Gambar 2.4 Spermatozoa manusia normal


(Sumber : Liu et al, 1998)

Gambar 2.5 Morfologi spermatozoa manusia


(Sumber : Martini et al, 2012)

2.3. Fungsi Reagen


Larutan PBS merupakan larutan penyangga atau buffer. Larutan buffer adalah
larutan yang digunakan untuk mempertahankan nilai pH tertentu agar tidak banyak
berubah selama reaksi kimia berlangsung. Sifat yang khas dari larutan buffer ini
adalah pH-nya hanya berubah sedikit dengan pemberian sedikit asam kuat atau basa
kuat. Larutan PBS sendiri digunakan untuk mempertahankan osmolaritas dan
mengencerkan sampel (sperma). Eosin adalah zat warna merah fluorescent yang
dihasilkan dari aksi brom pada fluorescein. Eosin dapat digunakan untuk mewarani
sitoplasma, kolagen, dan serat otot untuk pengujian di bawah mikroskop. Dalam
praktikum kali ini, eosin digunakan sebagai zat pewarna agar mudah terlihat dan
teramati (Mc Morris et al., 2001).

BAB III
METODOLOGI
3.1 Alat dan Bahan
Alat dan bahan yang dibutuhkan dalam praktikum ini terdapat pada Tabel 3.1
Tabel 3.1 Tabel Alat dan Bahan Praktikum Sistem Respirasi

Alat
1. Gunting bedah

Bahan
1. Sperma manusia

2. Jarum jara

2. Mencit jantan dan betina

3. Pinset

3. Larutan PBS

4. Scalpel

4. Pewarna nigrosin eosin

5. Baki dan styrofoam


6. Pipet
7. Kaca arloji
8. Kaca objek
9. Jarum pentul
10. Mikroskop
11. Hemacytometer
12. Cover glass
3.2 Cara Kerja
3.1.1

Pengamatan Morfologi Sperma Mencit


Sperma diisolasi dengan cara mencacah vas deferens, epididimis, dan

testis. Berikutnya sperma tersebut diletakkan dalam larutan PBS dalam masingmasing wadah. Sperma yang telah diisolasi dipindahkan ke kaca arloji, lalu
dilarutkan dalam larutan PBS sebanyak 10 tetes, hasil campuran diteteskan
pada kaca objek. Ujung kaca lainnya ditetesi pewarna nigrosin eosin. Kaca
objek yang berbeda ditempelkan pada tetesan larutan sperma hingga menyebar
dan digeserkan sampai mendekati tetesan pewarna. Diamkan kaca objek hingga
kering, lalu diamati.
3.1.2 Penghitungan Jumlah Sperma

Suspensi spermatozoa dibuat dengan mencampurkan sperma yang telah


diisolasi dengan larutan PBS 10 tetes. Larutan kemudian diteteskan pada
hemacytometer dan dihitung jumlah sperma pada 25 kotak bagian tengah.
Pengenceran dilakukan dengan faktor pengenceran :
Tabel 3.2 Faktor Pengenceran

Jumlah Spermatozoa

Faktor Pengenceran

Keterangan

Besar
<20

1:10

1 tetes sperma + 9

20-100

1:20

tetes PBS
1 tetes sperma + 19

1:50

tetes PBS
1 tetes sperma + 49

Pada 25 Segi Empat

>100

tetes PBS

Setelah suspensi sperma diencerkan, teteskan pada hemacytometer dan


hitung kembali jumlah sperma pada 1 kotak di antara 25 kotak tersebut yang
dipilih secara acak. Kemudian dilakukan perhitungan

ke 2 dengan cara

menghitung kembali sperma sejumlah kotak yang jumlahnya ditentukan oleh


jumlah sperma pada 1 kotak tersebut
Tabel 3.3 Jumlah kotak yang perlu dihitung kembali

Jumlah Spermatozoa pada 1

Jumlah Kotak yang Perlu Dihitung

Kotak Acak
<10
10-40
>40

Kembali
25
10
5

Dari faktor pengenceran dan jumlah kotak yang dihitung kembali, dapat
diperoleh faktor koreksi. Faktor koreksi akan membagi total sperma dari kotak

yang nilai dan jumlahnya ditentukan oleh jumlah sperma pada 1 kotak
sebelumnya. Faktor koreksi tersebut adalah:
Tabel 3.4 Faktor koreksi

Pengenceran
1: 10
1: 20
1: 50

3.1.3

Jumlah kotak yang dihitung kembali


25
10
5
10
5
2

4
2
0.8

2
4
0.4

Faktor
Koreksi

Perhitungan Motilitas
Sperma diisolasi lalu diteteskan pada kaca arloji dan ditambahkan larutan

PBS 9 tetes. Kemudian dibuat suspensinya dengan menggunakan pipet dan


diteteskan pada hemacytometer. Sperma dihitung berdasarkan motilitasnya pada
25 kotak. Perhitungan motilitas sperma dikelompokan menjadi 4 kelompok
yaitu:
A. Spermatozoa bergerak lurus dan cepat
B. Spermatozoa bergerak tidak lurus dan lambat
C. Spermatozoa bergerak di tempat
D. Spermatozoa tidak bergerak sama sekali

BAB IV
HASIL PENGAMATAN DAN PEMBAHASAN
4.1 Pengolahan Data
4.1.1

Tabel Foto Pengamatan Histologi Organ Reproduksi Mus musculus


Tabel 4.1 Tabel hasil pengamatan histologi

Organ
Epididimis

Foto Pengamatan

Gambar Literature

Gambar 4.5 Epididimis


Mus musculus jantan
Gambar 4.1 Epididimis Mus
musculus jantan (Perbesaran 400x)

(Perbesaran 400x)
(Sumber: Histology-

(Sumber: Budiman, 2014)

world.com, 2014)

Testis

Gambar 4.6 Testis Mus


Gambar 4.2 Testis Mus
musculus jantan (Perbesaran 400x)

musculus jantan (Perbesaran


400x)

(Sumber: Budiman, 2014)

(Sumber: Histologyworld.com, 2014)

Vas
Deferens

Gambar 4.7 Vas


Gambar 4.3 Vas Deferens Mus
musculus jantan (Perbesaran 400x)

(Sumber: Budiman, 2014)

Deferens Mus musculus jantan


(Perbesaran 400x)
(Sumber: Histologyworld.com, 2014)

Ovarium

Gambar 4.7 Ovarium


Mus musculus betina
Gambar 4.4 Ovarium Mus
musculus betina (Perbesaran 400x)

(Sumber: Budiman, 2014)

(Perbesaran 400x)
(Sumber: Histologyworld.com, 2014)

4.1.2

Tabel Foto Apusan Sperma Manusia dan Mencit


Tabel 4.2 Tabel hasil pengamatan apusan sperma

Foto Pengamatan

Gambar 4.9 Apusan sperma


manusia di hemacytometer
( Perbesaran 400x)

(Sumber: Budiman, 2014)

Gambar Literature

Gambar 4.11 Apusan sperma


manusia di ( Perbesaran 1000x)
(Sumber: Histology-world.com,
2014)

Gambar 4.10 Apusan sperma


mencit (Perbesaran 400x)

(Sumber: Budiman, 2014)

4.1.3

Gambar 4.12 Apusan sperma


mencit (Perbesaran 400x)
(Sumber: Wyrobek dan Bruce, 1975)

Perhitungan Parameter Fertilitas

Perhitungan persentase motilitas

A.
B.
C.
D.

Spermatozoa bergerak lurus cepat = 20


Spermatozoa bergerak lurus lambat = 16
Spermatozoa bergerak di tempat = 46
Spermatozoa tidak bergerak sama sekali = 22

Persentase Motilitas=

A+ B
100
A +B+ C+ D

20+16
100
20+16 +46+ 22

34,615
Perhitungan jumlah sperma
Jumlah sperma pada 25 kotak = 70
Faktor pengenceran = 1 : 20
Jumlah Sperma pada 1 kotak random = 34
Jumlah
kotak
yang
perlu
dihitung

kembali

(66,58,48,54,61,56,61,51,60)
Faktor koreksi = 2

Total sperma dari perhitungan ke2(


Jumlah Sperma=

juta
)
ml

Faktor Koreksi

66 +58+48+54 +61+56+61+51+60+ 34
juta
=274,5(
)
2
ml

4.2 Pembahasan
Berdasarkan dengan hasil pengamatan, dapat diketahui perbedaan dari sperma
mencit dan manusia. Perbedaan tersebut terletak pada bagian kepala sperma.
Pada bagian kepala sperma mencit berbentuk seperti kait atau kail, sedangkan
pada bagian kepala sperma manusia yang normal berbentuk bulat lonjong.
Perbedaan ini sesuai dengan pernyataan Rugh (1968) yang menyatakan bahwa
bagian kepala pada sperma mencit berbentuk seperti kait, yang digunakan untuk
mengaitkan pada ekor sperma mencit lainnya, agar kemungkinan untuk berhasil
membuahi ovarium mencit betina lebih tinggi.

Morfologi spermatozoa juga dapat dibedakan menurut abnormalitasnya.


Abnormalitas dapat terjadi pada kepala, midpiece (bagian badan), dan ekor
(Arsyad dan Hayati, 1994). Dalam hasil pengamatan terlihat berbagai jenis
abnormalitas sperma,seperti kepala sperma yang berjumlah 2, tetapi hasil
pengamatan abnormalitas ini tidak terdokumentasi, sehingga kelompok kami
tidak mempunyai foto dari abnormalitas sperma tersebut.
Sesuai dengan hasil pengamatan dan perhitungan jumlah sperma dan
persentase mortilitas manusia, didapatkan jumlah sperma manusia sebesar
274,5(

juta
)
ml

dan persentase motilitasnya sebesar 34,615 %. Menurut Manuaba

(2000) persentase motilitas manusia yang normal adalah > 50% dan menurut
Vorvick (2012) jumlah sperma manusia normal pada umumnya sekitar > 20 juta
sperma per milliliter. Persentase motilitas yang didapatkan dalam hasil
pengamatan lebih sedikit dengan literature yang ada, sehingga dapat diketahui
bahwa sperma tersebut tidak normal atau adanya kesalahan dalam penghitungan
persentase motilitas sperma tersebut. Kemungkinan kesalahan yang terjadi dalam
penghitungan motilitas sperma tersebut ialah ketidaktelitian dalam menghitung
jumlah sperma yang bergerak. Sedangkan jumlah sperma yang didapatkan dalam
hasil pengamatan sesuai dengan literature, sehingga dapat diketahui bahwa
jumlah sperma tersebut normal.

BAB V
KESIMPULAN
Dari praktikum kali ini dapat disimpulkan dua hal, yaitu:
1. Perbedaan dari sperma mencit dan manusia terletak pada bagian kepala
sperma. Pada bagian kepala sperma mencit berbentuk seperti kail dan
bagian kepala sperma manusia berbentuk bulat lonjong.
2. Parameter fertilitas sampel sperma manusia :
Persentase mortilitas = 34,615 %
Jumlah sperma = 274,5 juta/ml

DAFTAR PUSTAKA
Arsyad, A. M. & Hayati, L. 1994. Penuntun Laboratorium WHO untuk
Pemeriksaan Semen Manusia dan Interaksi Sperma Getah Servik.
Bagian Biologi Medik, Fakultas Kedokteran, Universitas Sriwijaya.
Martini, Frederic H., Nath, Judi L., Bartholomew, Edwin F. 2012. Fundamentals of
Anatomy and Physiology 9th edition. New York: Pearson International.
Bronson, F. H., Caroom, D.. 1971. Preputial Gland of Male Mouse: Attractant
Function. Journal for the Society of Reproduction and Fertilization. 25: 279282
Coetzee, Kevin, Kurge, Thinus F., dan Karl J. Lombard. 1998. Predictive Value of
Normal Sperm Morphology: A Structured Literature Review. Human
Reproduction Update Vol.4. 1: 73-82
Gurevich, Rachel. 2013. Understanding Semen Analysis Results.
http://infertility.about.com/od/infertilitytesting/a/Understanding-SemenAnalysis-Results.htm. Diakses pada 21 Oktober 2014
Liu, D.Y, Baker, H.W.G. 1988). The Proportion of Human Sperm with Poor
Morphology but Normal Intact Acrosomes Detected with Pisum sativum
Aglutinin Correlates with Fertilization In Vitro. Fertility and Sterility. 50:288293
McGill. 2009. Handout Mouse Module 1.
http://neuroacf.mcgill.ca/uploads/file/Handout%20Mouse%20Module
%201.pdf. Diakses pada 21 Oktober 2014.

Anda mungkin juga menyukai