BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Salah satu syarat untuk dikatakan mahkluk hidup adalah dapat menghasilkan
keturunan. Cara untuk menghasilkan keturunan adalah dengan bereproduksi. Oleh
karena itu, sangatlah penting untuk mengetahui faktor-faktor apa saja yang
mempengaruhi reproduksi, karena tanpa bereproduksi, keeksistensian suatu mahkluk
hidup akan hilang. Keberhasilan reproduksi dari suatu mahkluk hidup sangat
bergantung pada kemampuan reproduksi jantan dan betina dari spesies tersebut
(Campbell, 2008).
Proses menghasilkan keturunan ditentukan oleh fertilitas, baik fertilitas jantan
maupun betina. Fertilitas dapat ditentukan melalui parameter tertentu. Pada jantan,
beberapa parameter yang dapat digunakan dalam menentukan kemampuan fertilitas
adalah jumlah total sperma, motilitas, dan morfologi sperma (Coetzee et al., 1988).
Praktikum ini sangatlah penting untuk dilakukan, karena dengan mengetahui
dan mempelajari sistem reproduksi dan parameter fertilitasnya, dapat diketahui faktor
apa saja yang dapat memicu tingkat reproduksi sehingga faktor tersebut dapat
digunakan untuk membantu reproduksi spesies lain yang terhambat. Selain itu, dapat
diketahui juga keabnormalan yang terjadi pada jantan atau betina yang
mempengaruhi reproduksi, sehingga dapat ditentukan apakah jantan atau betina
tersebut fertil atau infertil (Coetzee et al., 1988).
1.2 Tujuan
Praktikum pengukuran parameter hematologi mencit ini bertujuan untuk:
1. Menentukan perbedaan sperma pada mencit dan manusia
2. Menentukan parameter fertilitas sperma manusia
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Sistem Reproduksi Mencit Jantan dan Mencit Betina
Sistem reproduksi makhluk hidup membantu memastikan agar suatu spesies
tidak punah dan dapat melanjutkan keturunannya. Selain itu,fungsi sistem reproduksi
pada umumnya adalah menghasilkan, menyimpan,memberi nutrisi, dan mengatur
transportasi dari gamet, baik jantanmaupun betina. Sistem reproduksi pada umumnya
memiliki komponen-komponen dasar, yaitu gonad, saluran, kelenjar aksesori, dan
genitaleksternal (Martini et al., 2012).
Menurut Nalbandov (1990), sistem reproduksi jantan terdiridari sepasang testis
(gonad), kelenjar aksesori, dan sistem duktus termasuk organ kopulasi. Testis
merupakan hasil diferensiasi dari gonad jantan padatahap embrio dini. Pada mamalia,
testis umumnya berada dalam skrotum,sebuah kantung yang dilindungi oleh kulit dan
temperatur di dalamnya sekitar 96F (Scanlon , 2007). Fungsi testis adalah
menghasilkan hormon seks jantan dan menghasilkan gamet jantan (sperma).
Sistem duktus pada jantan meliputi tubulus mesonefrik yang akan berkembang
menjadi vas eferen dan epididimis. Sistem duktus lainnya, seperti kelenjar prostat dan
kelenjar Cowper (kelanjar bulbo-uretra), berkembang dari sistem urogenital. Selain
itu, terdapat epididimis yang berguna sebagai temapt pematangan sperma dan aktivasi
fungsi flagela pada sperma (Scanlon, 2007). Epididimis dibatasi oleh sel-sel epitelium
kompleks semu berukuran tinggi dan memiliki stereosilia yang berfungsi untuk
membantu pergerakan sperma menuju vas deferens (Nalbandov, 1990). Vas deferens
atau duktus deferens merupakan saluran yang menjadi penguhubung antara
epididimis dan uretra. Saluran ini memiliki lapisan otot yang melakukan kontraksi
untuk bergerak peristaltik pada saat proses ejakulasi (Scanlon, 2007).
Kelenjar aksesori pada sistem reproduksi Mus musculus jantan meliputi
vesikula seminalis, kelenjar prostat, kelenjar koagulasi, kelenjar prepusial, dan
kelenjar bulbo-uretra. Vesikula seminalis berfungsi mengeluarkan sekresi yang
mengandung fruktosa sebagai sumber energi dari sperma. Kelenjar prostat
mengeluarkan sekresi berupa cairan alkali yang membantu motilitas sperma. Selain
itu, otot polos yang berada di kelenjar prostat berperan dalam mendorong sperma dari
uretra selam proses ejakulasi. Kelenjar bulbo-uretra berperan dalam sekresi alkali
yang melapisi bagian dalam uretra sesaat sebelum proses ejakulasi dimulai. Sekresi
berupa alkali ini berfungsi untuk menetralkan keasaman dari urin yang ada di uretra
serta sebagai penetral suasana asam pada vagina (Scanlon, 2007). Kelenjar koagulan
berperan dalam menyekresikan zat untuk menggumpalkan semen sebelum ejakulasi.
Koagulum yang dihasilkan akan membentuk sumbat vagina (vaginal plug) di dalam
vagina betina. Kelenjar prepusial adalah kelenjar yang kaya akan feromon (Bronson
dan Caroom, 1971).
Menurut Nalbandov (1990), komponen sistem reproduksi utama pada Mus
musculus betina adalah ovarium dan sistem duktus. Pada semua mamalia, terdapat
sepasang ovarium yang terletak di dekat ginjal. Ovarium terdiri dari komponen
penting seperti folikel dan korpus luteum. Sistem duktus pada mamalia, termasuk
Mus musculus, terdiri atas oviduk, uterus, dan genitalia eksternal. Oviduk merupakan
saluran penghubung antara ovarium dan uterus. Ujung ovarium dari oviduknya
membentuk selubung sempurna yang membungkus ovarium seperti sebuah kantung
yang disebut bursa ovarii. Bursa pada Mus musculus bersifat sempurna kecuali
terdapat sebuah lubang kecil pada sebelah dindingnya.
Uterus adalah tempat hidup, perkembangan, serta pemberian nutrisi bagi janin.
Vagina merupakan tempat masuknya penis saat kopulasi. Genitalia eksterna terdiri
atas klitoris, labia mayor dan minor,serta beberapa kelenjar yan bermuara pada
vestibulum vaginal. Klitoris adalah homolog embriologis dari penis. Labia minor
tersusun atas jaringan dasar yang disusun oleh jaringan ikat longgar dan diselubungi
epitelium sisik berlapis, sedangkan labia mayor merupakan lipatan kulit yang banyak
mengandung jaringan lemak dan lapisan tipis otot polos (Nalbandov, 1990).
BAB III
METODOLOGI
3.1 Alat dan Bahan
Alat dan bahan yang dibutuhkan dalam praktikum ini terdapat pada Tabel 3.1
Tabel 3.1 Tabel Alat dan Bahan Praktikum Sistem Respirasi
Alat
1. Gunting bedah
Bahan
1. Sperma manusia
2. Jarum jara
3. Pinset
3. Larutan PBS
4. Scalpel
testis. Berikutnya sperma tersebut diletakkan dalam larutan PBS dalam masingmasing wadah. Sperma yang telah diisolasi dipindahkan ke kaca arloji, lalu
dilarutkan dalam larutan PBS sebanyak 10 tetes, hasil campuran diteteskan
pada kaca objek. Ujung kaca lainnya ditetesi pewarna nigrosin eosin. Kaca
objek yang berbeda ditempelkan pada tetesan larutan sperma hingga menyebar
dan digeserkan sampai mendekati tetesan pewarna. Diamkan kaca objek hingga
kering, lalu diamati.
3.1.2 Penghitungan Jumlah Sperma
Jumlah Spermatozoa
Faktor Pengenceran
Keterangan
Besar
<20
1:10
1 tetes sperma + 9
20-100
1:20
tetes PBS
1 tetes sperma + 19
1:50
tetes PBS
1 tetes sperma + 49
>100
tetes PBS
ke 2 dengan cara
Kotak Acak
<10
10-40
>40
Kembali
25
10
5
Dari faktor pengenceran dan jumlah kotak yang dihitung kembali, dapat
diperoleh faktor koreksi. Faktor koreksi akan membagi total sperma dari kotak
yang nilai dan jumlahnya ditentukan oleh jumlah sperma pada 1 kotak
sebelumnya. Faktor koreksi tersebut adalah:
Tabel 3.4 Faktor koreksi
Pengenceran
1: 10
1: 20
1: 50
3.1.3
4
2
0.8
2
4
0.4
Faktor
Koreksi
Perhitungan Motilitas
Sperma diisolasi lalu diteteskan pada kaca arloji dan ditambahkan larutan
BAB IV
HASIL PENGAMATAN DAN PEMBAHASAN
4.1 Pengolahan Data
4.1.1
Organ
Epididimis
Foto Pengamatan
Gambar Literature
(Perbesaran 400x)
(Sumber: Histology-
world.com, 2014)
Testis
Vas
Deferens
Ovarium
(Perbesaran 400x)
(Sumber: Histologyworld.com, 2014)
4.1.2
Foto Pengamatan
Gambar Literature
4.1.3
A.
B.
C.
D.
Persentase Motilitas=
A+ B
100
A +B+ C+ D
20+16
100
20+16 +46+ 22
34,615
Perhitungan jumlah sperma
Jumlah sperma pada 25 kotak = 70
Faktor pengenceran = 1 : 20
Jumlah Sperma pada 1 kotak random = 34
Jumlah
kotak
yang
perlu
dihitung
kembali
(66,58,48,54,61,56,61,51,60)
Faktor koreksi = 2
juta
)
ml
Faktor Koreksi
66 +58+48+54 +61+56+61+51+60+ 34
juta
=274,5(
)
2
ml
4.2 Pembahasan
Berdasarkan dengan hasil pengamatan, dapat diketahui perbedaan dari sperma
mencit dan manusia. Perbedaan tersebut terletak pada bagian kepala sperma.
Pada bagian kepala sperma mencit berbentuk seperti kait atau kail, sedangkan
pada bagian kepala sperma manusia yang normal berbentuk bulat lonjong.
Perbedaan ini sesuai dengan pernyataan Rugh (1968) yang menyatakan bahwa
bagian kepala pada sperma mencit berbentuk seperti kait, yang digunakan untuk
mengaitkan pada ekor sperma mencit lainnya, agar kemungkinan untuk berhasil
membuahi ovarium mencit betina lebih tinggi.
juta
)
ml
(2000) persentase motilitas manusia yang normal adalah > 50% dan menurut
Vorvick (2012) jumlah sperma manusia normal pada umumnya sekitar > 20 juta
sperma per milliliter. Persentase motilitas yang didapatkan dalam hasil
pengamatan lebih sedikit dengan literature yang ada, sehingga dapat diketahui
bahwa sperma tersebut tidak normal atau adanya kesalahan dalam penghitungan
persentase motilitas sperma tersebut. Kemungkinan kesalahan yang terjadi dalam
penghitungan motilitas sperma tersebut ialah ketidaktelitian dalam menghitung
jumlah sperma yang bergerak. Sedangkan jumlah sperma yang didapatkan dalam
hasil pengamatan sesuai dengan literature, sehingga dapat diketahui bahwa
jumlah sperma tersebut normal.
BAB V
KESIMPULAN
Dari praktikum kali ini dapat disimpulkan dua hal, yaitu:
1. Perbedaan dari sperma mencit dan manusia terletak pada bagian kepala
sperma. Pada bagian kepala sperma mencit berbentuk seperti kail dan
bagian kepala sperma manusia berbentuk bulat lonjong.
2. Parameter fertilitas sampel sperma manusia :
Persentase mortilitas = 34,615 %
Jumlah sperma = 274,5 juta/ml
DAFTAR PUSTAKA
Arsyad, A. M. & Hayati, L. 1994. Penuntun Laboratorium WHO untuk
Pemeriksaan Semen Manusia dan Interaksi Sperma Getah Servik.
Bagian Biologi Medik, Fakultas Kedokteran, Universitas Sriwijaya.
Martini, Frederic H., Nath, Judi L., Bartholomew, Edwin F. 2012. Fundamentals of
Anatomy and Physiology 9th edition. New York: Pearson International.
Bronson, F. H., Caroom, D.. 1971. Preputial Gland of Male Mouse: Attractant
Function. Journal for the Society of Reproduction and Fertilization. 25: 279282
Coetzee, Kevin, Kurge, Thinus F., dan Karl J. Lombard. 1998. Predictive Value of
Normal Sperm Morphology: A Structured Literature Review. Human
Reproduction Update Vol.4. 1: 73-82
Gurevich, Rachel. 2013. Understanding Semen Analysis Results.
http://infertility.about.com/od/infertilitytesting/a/Understanding-SemenAnalysis-Results.htm. Diakses pada 21 Oktober 2014
Liu, D.Y, Baker, H.W.G. 1988). The Proportion of Human Sperm with Poor
Morphology but Normal Intact Acrosomes Detected with Pisum sativum
Aglutinin Correlates with Fertilization In Vitro. Fertility and Sterility. 50:288293
McGill. 2009. Handout Mouse Module 1.
http://neuroacf.mcgill.ca/uploads/file/Handout%20Mouse%20Module
%201.pdf. Diakses pada 21 Oktober 2014.