Laporan Kasus Stroke Perdarahan Intraserebral
Laporan Kasus Stroke Perdarahan Intraserebral
Neurologi
STASE NEUROLOGI
RSUD BANJAR- JAWA BARAT
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DOKTER
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH JAKARTA
2014
BAB I
DATA KASUS
Identitas Pasien
Nama
: Tn. B
Usia
: 46 tahun
Agama
: Islam
No. RM
: 283308
Tgl masuk
: 10 Desember 2014
Pekerjaan
: Wiraswasta (pedagang)
: penurunan kesadaran
Perjalanan penyakit
RPD
RPK
R Pengobatan
R Psikososial
Keadaan umum
Kesadaran
Tanda-tanda vital
nadi
RR
Suhu
TD
: 102 x/menit
: 22 x/menit
: 37,2 C
: 190/100 mmHg
Status Generalis
Kepala
Mata
Hidung
Telinga
Mulut
Leher
Thoraks
: Normochepal
: Konjungtiva anemis (-/-), sklera ikterik (-/-)
: Normonasi, sekret (-/-), epistaksis (-/-).
: Normotia, serumen (-/-), sekret (-/-), darah (-/-).
: bibir kering (-), bibir simetris, sianosis (-)
: Pembesaran KGB (-), tiroid (-).
Paru
Inspeksi : simetris, retraksi dinding dada (-/-)
Palpasi
Perkusi
Perkusi
Abdomen
Inspeksi
: bentuk datar
3
Auskultasi
Perkusi
Palpasi
teraba.
tidak
Extremitas
Ekstremitas
Atas
: akral hangat, RCT < 2 detik, edema (-/-), sianosis (-/-)
Bawah
: akral hangat, RCT < 2 detik, edema (-/-), sianosis (-/-)
STATUS NEUROLOGIS
Kesadaran
: (-)
- Kontrapatrick: (-)
N. cranialis
Dextra
Sinistra
N.I
(Olfaktorius)
Daya pembau
Tidak dilakukan
Tidak dilakukan
N.II (Optikus)
Visus
Lapang
Pandang
Funduskopi
Tidak dilakukan
Normal
Tidak dilakukan
Tidak dilakukan
Normal
Tidak dilakukan
3 mm
Bulat (isokor)
3 mm
Bulat (isokor)
Normal
Normal
Normal
+
+
Normal
Normal
Normal
+
+
Dextra
Sinistra
Normal
Normal
+
Baik
Baik
Tidak Dilakukan
+
Baik
Baik
Tidak Dilakukan
N.III
(Okulomotorius)
Ptosis
Ukuran Pupil
Bentuk Pupil
Gerakan Bola
Mata
- Atas
- Bawah
- Medial
Refleks Cahaya
- Direk
- Indirek
N. Cranialis
N.IV (Trokhlearis)
Gerakan Mata
Ke
Medial
Bawah
N.V (Trigeminus)
Menggigit
Membuka Mata
Sensibilitas
Refleks Kornea
N.VI (Abdusens)
Gerakan Mata
Ke Lateral
N. cranialis
Normal
Dextra
N.VII (Fasialis)
Kerutan Kulit Dahi
Lipatan Nasolabialis
Menutup Mata
Mengangkat Alis
Menyeringai
Daya Kecap Lidah
2/3 Depan
Normal
Sinistra
Normal
Normal
Normal
lebih rendah
Normal
Normal
Normal
Normal
Normal
tertinggal
Tidak Dilakukan
N.VIII
(Vestibulokokhleari
s)
Tes Bisik
Tes Rinne
Tes Weber
Tes Schwabach
Tidak dilakukan
Tidak dilakukan
Tidak dilakukan
Tidak dilakukan
Dextra
Sinistra
N.IX
(Glosofaringeus
) & X (Vagus)
Daya
Kecap
Lidah
1/3
Belakang
Uvula
Secara
Pasif
Refleks Muntah
Menelan
N.XI
(Aksesorius)
Memalingkan
Kepala
Mengangkat
Bahu
N.XII
(Hipoglosus)
Deviasi Lidah
Atrofi
Tidak dilakukan
Normal
Normal
Tidak dilakukan
Tersedak
Normal
Normal
Normal
Normal
Deviasi
-
Otot
Lidah
Fasikulasi Lidah
MOTORIK
Kekuatan Otot :
D
S
7
SENSORIK
Nyeri : Ektremitas Atas
Ekstremitas Bawah
Raba : Ektremitas Atas
Ekstremitas Bawah
Suhu : Ektremitas Atas
Ekstremitas Bawah
FUNGSI VEGETATIF
Miksi
: baik
Defekasi
: baik
FUNGSI LUHUR
Afasia motorik
REFLEK FISIOLOGI
Reflek bisep
: (/+)
Reflek trisep
: (/+)
8
Reflek patella
: (/+)
REFLEK PATOLOGIS
Babinski
: (-/-)
Chaddock
: (-/-)
Oppenheim
: (-/-)
PEMERIKSAAN PENUNJANG :
Laboratorium (9 desember 2014)
Hematologi
Hemoglobin
: 13,6 g/dl
Hematokrit
: 40 %
Leukosit
Eritrosit
: 4,5 juta/uL
Trombosit
: 106 ribu/uL
Kimia Klinik
Ureum darah : 14 mg/dL
Kreatinin darah :1,07 mg/dL
GDS
: 287 mg/dL
: 7,4
pCO2 : 37 mmHg
pO2
: 98 mmHg
Hct
: 36
Saturasi O2 : 98%
: 14,5 g/dL
Trombosit
: 134 ribu/mm3
Hematokrit
: 37,9 %
Leukosit
: 8,3 ribu/mm3
Eritrosit
: 5.09 juta/uL
Kimia Klinik
Kolesterol LDL
: 98 mg/dL
SGOT
: 35 U/I
SGPT
: 32 U/I
Kreatinin
: 0,55 mg/dL
Ureum
: 19,7 mg/dL
Kolesterol
: 161 mg/dL
Asam urat
: 3,3 mg/dL
Kolesterol HDL
: 43 mg/dL
Trigliserida
: 96 mg/dL
GDS
: 185 mg/dL
Foto CT-Scan :
Gambaran lesi hiperdens didaerah pons sinistra
RESUME :
Os laki-laki usia 46 tahun datang dengan keluhan penurunan kesadaran. Penurunan
kesadaran mendadak setelah bangun tidur pagi hari disertai muntah-muntah agak
menyemprot. 1 hari yang lalu os berobat di RS jakarta. Kejadian ini dialami pertama
10
kali, os merasakan kaki dan tangan sebelah kanan sulit digerakkan, bicara rero (+).
Pemeriksaan neurologis didapatkan parase N. VII dan N. XII sinistra. Refleks
fisiologis menurun pada extremitas dextra. Nilai kekuatan motorik 1 pada seluruh
ekstremitas dextra.
SS : 1,5
SGM :3
Diagnosa :
Stroke perdarahan intraserebral sistem carotis sinistra dengan faktor risiko hipertensi,
lesi di pons hemisfer sinistra
Penatalaksanaan :
11
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA DAN ANALISA KASUS
A. Definisi
Stroke perdarahan intraserebral atau perdarahan intraserebral primer adalah suatu
sindroma yang ditandai adanya perdarahan spontan ke dalam substansi otak.
Perdarahan intraserebral (PIS) adalah perdarahan yang terjadi di otak yang disebabkan
oleh pecahnya (ruptur) pada pembuluh darah otak. Perdarahan dalam dapat terjadi di
bagian manapun di otak. Darah dapat terkumpul di jaringan otak, ataupun di ruang
antara otak dan selaput membran yang melindungi otak. Perdarahan dapat terjadi hanya
pada satu hemisfer (lobar intracerebral hemorrhage), atau dapat pula terjadi pada
struktur dari otak, seperti thalamus, basal ganglia, pons, ataupun cerebellum (deep
intracerebral hemorrhage).
B. Epidemiologi
Perdarahan intraserebral lebih sering terjadi pada pria daripada wanita, terutama yang
lebih tua dari 55 tahun, dan dalam populasi tertentu, termasuk orang kulit hitam dan
Jepang. Selama periode 20 tahun studi The National Health and Nutrition Examination
Survey Epidemiologic menunjukkan insiden perdarahan intraserebral antara orang
kulit hitam adalah 50 per 100.000, dua kali insiden orang kulit putih.
C. Faktor Risiko
Hipertensi merupakan penyebab terbanyak (72-81%). Perdarahan intraserebral spontan
yang tidak berhubungan dengan hipertensi, biasanya berhubungan dengan diskrasia
darah, hemartroma, neoplasma, aneurisma, AVM, tumor otak metastasis, pengobatan
dengan
antikoagulans,
gangguan
koagulasi
seperti
pada
leukemia
atau
D. Patofisiologi
Kasus PIS umumnya terjadi di kapsula interna (70 %), di fossa posterior (batang
otak dan serebelum) 20 % dan 10 % di hemisfer (di luar kapsula interna).
13
berakibat kelumpuhan gerak mata atas (upward gaze palsy), jadi mata melihat ke
bawah dan kedua mata melihat ke arah hidung. Pada perdarahan pons terdapat
kelumpuhan gerak horisontal mata dengan ocular bobbing.
Pada perdarahan putamen, reaksi pupil normal atau bila terjadi herniasi
unkus maka pupil anisokor dengan paralisis N. III ipsilateral lesi. Perdarahan di
thalamus akan berakibat pupil miosis dan reaksinya lambat. Pada perdarahan di
mesensefalon, posisi pupil di tengah, diameternya sekitar 4-6 mm, reaksi pupil
negatif. Keadaan ini juga sering dijumpai pada herniasi transtentorial. Pada
perdarahn di pons terjadi pinpoint pupils bilateral tetapi masih terdapat reaksi,
pemeriksaannya membutuhkan kaca pembesar.
Pola pernafasan pada perdarahan diensefalon adalah Cheyne-Stroke,
sedang pada lesi di mesensefalon atau pons pola pernafasannya hiperventilasi
sentral neurogenik. Pada lesi di bagian tengah atau caudal pons memperlihatkan
pola pernafasan apneustik. Pola pernafasan ataksik timbul pada lesi di medula
oblongata. Pola pernafasan ini biasanya terdapat pada pasien dalam stadium
agonal.
G. DIAGNOSIS
PIS khas terjadi sewaktu aktivitas, onset pada saat tidur sangat jarang
Biasanya disertai dengan penurunan kesadaran.
Sakit kepala hebat dan muntah yang merupakan tanda peningkatan tekanan
ocular bobbing.
Perdarahan di thalamus akan berakibat pupil miosis dan reaksinya lambat
Pada perdarahan di mesensefalon, posisi pupil di tengah, diameternya
neurogenik
Pada lesi di bagian tengah atau caudal pons memperlihatkan pola
pernafasan apneustik
Gejala klinik yang sangat menonjol pada perdarahan pons ialah onset yang
tiba-tiba dan terjadi koma yang dalam dengan defisit neurologik bilateral
15
17
1. Elevasi kepala higga 30o untuk mengurangi volume vena intrakranial serta
memperbaiki drainase vena.
2. Manitol intravena (mula-mula 1,5 g/kg bolus, lalu 0,5 g/kg tiap 4-6 jam
untuk mempertahankan osmolalitas serum 295-310 mOsm/L).
3. Restriksi cairan ringan (67-75% dari pemeliharaan) dengan penambahan bolus cairan
koloid bila perlu.
4. Ventrikulostomi dengan pemantauan TIK serta drainase CSS untuk mempertahankan
TIK kurang dari 20 mmHg.
5. Intubasi endotrakheal dan hiperventilasi, mempertahankan PCO2 25-30 mmHg.
Pada pasien sadar dengan efek massa regional akibat PIS, peninggian kepala,
restriksi
cairan,
dan
manitol
biasanya
memadai.
Tindakan
ini
dilakukan
untuk memperbaiki tekanan perfusi serebral dan mengurangi cedera iskemik sekunder.
Harus ingat bahwa tekanan perfusi serebral adalah sama dengan tekanan darah arterial
rata-rata dikurangi tekanan intrakranial, hingga tekanan darah sistemik harus
dipertahankan pada tingkat normal, atau lebih disukai sedikit lebih tinggi dari tingkat
normal. Diusahakan tekanan perfusi serebral setidaknya 70 mmHg, bila perlu memakai
vasopresor seperti dopamin intravena atau fenilefrin.
Pasien sadar dipantau dengan pemeriksaan neurologis serial, pemantauan TIK
jarang diperlukan. Pada pasien koma yang tidak sekarat (moribund), TIK dipantau secara
rutin. Disukai ventrikulostomi karena memungkinkan mengalirkan CSS, karenanya lebih
mudah mengontrol TIK. Perdarahan intraventrikuler menjadi esensial karena sering
terjadi hidrosefalus akibat hilangnya jalur keluar CSS. Lebih disukai pengaliran CSS
dengan ventrikulostomi dibanding hiperventilasi untuk pengontrolan TIK jangka lama.
Pemantauan TIK membantu menilai manfaat tindakan medikal dan membantu
memutuskan apakah intervensi bedah diperlukan.
Pemakaian kortikosteroid untuk mengurangi edema serebral akibat PIS pernah
dilaporkan bermanfaat pada banyak kasus anekdotal. Namun penelitian menunjukkan
bahwa deksametason tidak menunjukkan manfaat, di samping jelas meningkatkan
komplikasi (infeksi dan diabetes). Namun digunakan deksametason pada perdarahan
18
J.
19
BAB III
KESIMPULAN
20
DAFTAR PUSTAKA
1. Castel JP, Kissel P. Spontaneous intracerebral and infratentorial hemorrhage. In:Youmans
JR. ed. Neurological Surgery, 3rd ed, vol.IIIl. Philadelphia: WB Saunders Company; 2006
.p. 1890-1913.
2. Luyendijk W. Intracerebral hemorrhage. In : Vinken FG, Bruyn GW, editors.
Handbook of Clinical Neurology. New York : Elsevier ; 2005; 660-719.
3. Perdarahan Intraserebral Hipertensif Abdul Gofar Sastrodiningrat Divisi Ilmu Bedah
Saraf Departemen Ilmu Bedah Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara, Medan
Suplemen Majalah Kedokteran Nusantara Volume 39 y No. 3 y September 2006.
4. Rumantir CU. Gangguan peredaran darah otak. Pekanbaru : SMF Saraf RSUD Arifin
Achmad/FK UNRI. Pekanbaru. 2007.
5. Goetz Christopher G. Cerebrovascular Diseases. In : Goetz: Textbook of Clinical
Neurology, 3rd ed. Philadelphia : Saunders. 2007.
6. Rumantir CU. Pola Penderita Stroke Di Lab/UPF Ilmu Penyakit Saraf Fakultas
Kedokteran Universitas Padjadjaran Rumah Sakit Hasan Sadikin Bandung Periode 19841985. Laporan Penelitian Pengalaman Belajar Riset Dokter Spesialis Bidang Ilmu
Penyakit Saraf. 2000.
7. Ropper AH, Brown RH. Cerebrovascular Diseases. In : Adam and Victors Priciples of
Neurology. Eight edition. New York : Mc Graw-Hill. 2005.
8. Kelompok Studi Stroke PERDOSSI. Pencegahan Primer Stroke. Dalam : Guideline
Stroke 2007. Jakarta.
9. Baehr M, Frotscher M. Duus : Topical Diagnosis in Neurology. 4th revised edition. New
York : Thieme. 2005.
10. El-Mitwalli, A., Malkoff, M D.,.2008. Intracerebral Hemorrhage. The Internet Journal of
Advanced Nursing Practice.
21
A. DIAGNOSIS
Cara yang paling akurat untuk mendefinisikan stroke hemoragik dengan stroke
non hemoragik adalah dengan CT scan tetapi alat ini membutuhkan biaya yang besar
sehingga diagnosis ditegakkan atas dasar adanya suatu kelumpuhan gejala yang dapat
membedakan manifestasi klinis antara perdarahan infark.7
Pemeriksaan Penunjang
Kimia darah
Lumbal punksi
EEG
CT scan
Arteriografi
Pemeriksaan koagulasiharus dikerjakan pada pasien.
B. KOMPLIKASI
o Stroke hemoragik
o Kehilangan fungsi otak permanen
o Efek samping obat-obatan dalam terapi medikasi
darah otak akan terganggu baik karena hipertensi kronik maupun oleh tekanan
intrakranial yang meninggi. Kontrol yang berlebihan terhadap tekanan darah akan
menyebabkan iskemia pada miokard, ginjal dan otak.9
Dalam suatu studi retrospektif memeriksa dengan CT-Scan untuk mengetahui
hubungan tekanan darah dan pembesaran hematoma terhadap 79 penderita dengan PISH,
mereka menemukan penambahan volume hematoma pada 16 penderita yang secara
bermakna berhubungan dengan tekanan darah sistolik. Tekanan darah sistolik 160
mmHg tampak berhubungan dengan penambahan volume hematoma dibandingkan
dengan tekanan darah sistolik 150 mmHg. Obat-obat anti hipertensi yang dianjurkan
adalah dari golongan :9
segera
terhadap
pasien
dengan
PIS
ditujukan
langsung
23
Kebanyakan pasien berada pada keadaan medis buruk. Perubahan hebat tekanan darah
mempengaruhi kemampuan otak untuk mengatur darahnya, gangguan elektrolit
umum terjadi dan pasien sering dehidrasi. Hipoksia akibat efek serebral dari
perdarahan serta obstruksi jalan nafas memperburuk keadaan. Perburukan dapat
diikuti sejak saat perdarahan dengan bertambahnya tanda-tanda peninggian TIK dan
gangguan batang otak. Pengelolaan inisial pada kasus berat ini adalah medikal dengan
mengontrol tekanan darah ke tingkat yang tepat, memulihkan kelainan metabolik,
mencegah hipoksia dan menurunkan tekanan intrakranial dengan manitol, steroid
( bila penyebabnya perdarahan tumoral) serta tindakan hiperventilasi. GCS biasanya
kurang dari 6.
2. Kelompok sakit ringan (GCS 13-15).
3. Kelompok intermediet, dimana perdarahan cukup berat untuk menimbulkan defisit
neurologis parah namun tidak cukup untuk menyebabkan pasien tidak dapat bertahan
hidup (GCS 6-12). Tindakan medikal di atas diberikan hingga ia keluar dari keadaan
berbahaya, namun keadaan neurologis tidak menunjukkan tanda-tanda perbaikan.
Pada keadaan ini pengangkatan hematoma dilakukan secara bedah.
Bila
diduga
ada
peninggian
TIK,
dilakukan
hiperventilasi
untuk mempertahankan PCO2 sekitar 25-30 mmHg, dan setelah kateter Foley terpasang,
diberikan mannitol 1,5 g/kg IV. Tindakan ini juga dilakukan pada pasien dengan
perburukan neurologis progresif seperti perburukan hemiparesis, anisokoria progresif,
atau penurunan tingkat kesadaran. Dilakukan elektrokardiografi, dan denyut nadi
dipantau.
Darah diambil saat jalur intravena dipasang. Hitung darah lengkap, hitung
platelet, elektrolit, nitrogen urea darah, creatinin serum, waktu protrombin, waktu
tromboplastin parsial, dan tes fungsi hati dinilai. Foto polos dilakukan bila perlu.
Setelah penilaian secara cepat dan stabilisasi pasien, dilakukan CT-scan kepala
tanpa kontras. Sekali diagnosis PIS ditegakkan, pasien dibawa untuk mendapatkan
pemeriksaan radiologis lain yang diperlukan, ke unit perawatan intensif, kamar operasi
atau ke bangsal, tergantung status klinis pasien, perluasan dan lokasi perdarahan, serta
etiologi perdarahan. Sasaran awal pengelolaan adalah pencegahan perdarahan ulang dan
mengurangi efek massa, sedang tindakan berikutnya diarahkan pada perawatan medikal
umum serta pencegahan komplikasi.9
25
26
cairan,
dan
manitol
biasanya
memadai.
Tindakan
ini
dilakukan
untuk memperbaiki tekanan perfusi serebral dan mengurangi cedera iskemik sekunder.
Harus ingat bahwa tekanan perfusi serebral adalah sama dengan tekanan darah arterial
rata-rata dikurangi tekanan intrakranial, hingga tekanan darah sistemik harus
dipertahankan pada tingkat normal, atau lebih disukai sedikit lebih tinggi dari tingkat
normal. Diusahakan tekanan perfusi serebral setidaknya 70 mmHg, bila perlu memakai
vasopresor seperti dopamin intravena atau fenilefrin.
Pasien sadar dipantau dengan pemeriksaan neurologis serial, pemantauan TIK
jarang diperlukan. Pada pasien koma yang tidak sekarat (moribund), TIK dipantau secara
rutin. Disukai ventrikulostomi karena memungkinkan mengalirkan CSS, karenanya lebih
mudah mengontrol TIK. Perdarahan intraventrikuler menjadi esensial karena sering
terjadi hidrosefalus akibat hilangnya jalur keluar CSS. Lebih disukai pengaliran CSS
dengan ventrikulostomi dibanding hiperventilasi untuk pengontrolan TIK jangka lama.
Pemantauan TIK membantu menilai manfaat tindakan medikal dan membantu
memutuskan apakah intervensi bedah diperlukan.
Pemakaian kortikosteroid untuk mengurangi edema serebral akibat PIS pernah
dilaporkan bermanfaat pada banyak kasus anekdotal. Namun penelitian menunjukkan
bahwa deksametason tidak menunjukkan manfaat, di samping jelas meningkatkan
komplikasi (infeksi dan diabetes). Namun digunakan deksametason pada perdarahan
parenkhimal karena tumor yang berdarah dimana CT-scan memperlihatkan edema
serebral yang berat.
Perawatan Umum
Pasien dengan perdarahan intraventrikuler atau kombinasi dengan perdarahan
subarakhnoid atau parenkhimal akibat robeknya aneurisma nimodipin diberikan 60 mg
melalui mulut atau NGT setiap 4 jam. Belum ada bukti pemberian intravena lebih baik.
Namun penggunaan pada PIS non-aneurismal belum pasti.
27
28
Segera yang ingin dicapai dari operasi adalah kembalinya pergeseran garis
tengah, kembalinya tekanan intrakanial ke dalam batas normal, kontrol pendarahan dan
mencegah pendarahan
ulang.
Indikasi
operasi
pada
cedera
kepala
harus
yang
menurun
kesadarannya
dikemudian
waktu
disertai
berkembangnya tanda- tanda lokal dan peningkatan tekanan intraknial lebih dari
25 mmHg.
Tindakannya :
Pemasangan kateter yang melewati pembuluh darah otak untuk melebarkan
pembuluh darah otak, guna menghindari prosedur operasi yang invasif.
Aspirasi dengan stereotactic surgery atau endoscopic drainage digunakan untuk
basal ganglia hemorrhage, meskipun angka keberhasilannya masih sedikit.
Penggunaan manitol
Pada gangguan neurologis, Diuretic Osmotik (Manitol) merupakan jenis
diuretik yang paling banyak digunakan. Manitol adalah suatu Hiperosmotik Agent
yang digunakan dengan segera meningkat. Volume plasma untuk meningkatkan aliran
darah otak dan menghantarkan oksigen (Norma D McNair dalam Black, Joyce M,
2005). Ini merupakan salah satu alasan manitol sampai saat ini masih digunakan
untuk mengobati klien menurunkan peningkatan tekanan intrakranial. Manitol selalu
dipakai untuk terapi edema otak, khususnya pada kasus dengan Hernisiasi. Manitol
29
masih merupakan obat magic untuk menurunkan tekanan intrakranial, tetapi jika
hanya digunakan sebagai mana mestinya. Bila tidak semestinya akan menimbulkan
toksisitas dari pemberian manitol, dan hal ini harus dicegah dan dimonitor.
Indikasi dan dosis pada terapi menurunkan tekanan intrakranial.
Terapi penatalaksanaan untuk menurunkan peningkatan tekanan intrakranial
dimulai bilamana tekanan Intrakranial 20-25 mmHg. Management penatalaksanaan
peningkatan tekanan Intrakranial salah satunya adalah pemberian obat diuretik
osmotik
(manitol),
khususnya
pada
keadaan
patologis
edema
otak.
30
Oleh karena efek piracetam pada agregasi platelet, peringatan harus diberikan
pada penderita dengan gangguan hemostatis atau perdarahan hebat.
2. Injeksi Citicoline
Indikasi : Gangguan kesadaran yang menyertai kerusakan atau cedera serebral,
trauma serebral, operasi otak, dan infark serebral. Mempercepat rehabilitasi
tungkai atas dan bawah pada pasien hemiplegia apopleksi.
Dosis : Gangguan kesadaran karena cedera kepala atau operasi otak 100-500 mg
1-2x/hari secara IV drip atau injeksi. Gangguan kesadaran karena infark serebral
1000 mg 1x/hari secara injeksi IV. Hemiplegia apopleksi 1000 mg 1x/hari secara
oral atau injeksi IV.
Pemberian obat : berikan pada saat makan atau di antara waktu makan.
Efek samping : hipotensi, ruam, insomnia, sakit kepala, diplopia.
31
Mekanisme kerja :
sistem pengaktifan
formatio
reticularis
ascendens
yang
D. PROGNOSIS
Perdarahan yang besar jelas mempunyai morbiditas dan mortalitas yang tinggi.
diperkirakan mortalitas seluruhnya berkisar 26-50%. Mortalitas secara dramatis
meningkat pada perdarahan talamus dan serebelar yang diameternya lebih dari 3 cm, dan
pada perdarahan pons yang lebih dari 1 cm. Untuk perdarahan lobar mortalitas berkisar
dari 6-30 %. Bila volume darah sesungguhnya yang dihitung (bukan diameter
hematomnya), maka mortalitas kurang dari 10% bila volume darahnya kurang dari 20
mm3 dan 90% bila volume darahnya lebih dari 60 mm3.
Kondisi neurologik awal setelah terserang perdarahan juga penting untuk
prognosis pasien. Pasien yang kesadarannya menurun mortalitas meningkat menjadi 63%.
Mortalitas juga meningkat pada perdarahan yang besar dan letaknya dalam, pada fossa
posterior atau yang meluas masuk ke dalam ventrikel. Felmann E mengatakan bahwa
45% pasien meninggal bila disertai perdarahan intraventrikular. Suatu penilaian dilakukan
untuk memperkirakan mortalitas dalam waktu 30 hari pertama dengan menggunakan 3
variabel pada saat masuk rumah sakit yaitu Glasgow Coma Scale (GCS), ukuran
perdarahan dan tekanan nadi. Perdarahan kecil bila ukurannya kurang dari satu lobus,
sedangkan perdarahan besar bila ukurannya lebih dari satu lobus. Bila GCS lebih dari 9,
perdarahannya kecil, tekanan nadi kurang dari 40 mmHg, maka probabilitas hidupnya
dalam waktu 30 hari adalah 98%. Tetapi bila pasien koma, perdarahannya besar dan
tekanan nadinya lebih dari 65 mmHg, maka probabilitas hidupnya dalam waktu 30 hari
hanya 8%. Pada PIS hipertensif jarang terjadi perdarahan ulang.8
32
33