OLEH :
NAMA : I KETUT SUENA
NIM
: 1213021024
KELAS : II B
KATA PENGANTAR
Om Swastyastu,
Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena atas
rahmat Asung Kertha Wara Nugraha yang diberikan oleh Beliau, penulis dapat
menyelesaikan makalah ini dengan judul Persepektif Politik Menurut Ajaran
Hindu dalam Organisasi Sosial Subak untuk pendidikan agama Hindu tepat pada
waktunya. Makalah ini dapat terselesaikan dengan baik tidak terlepas dari
dorongan bantuan, serta bimbingan diantaranya:
1) Prof. Dr. I Wayan Santyasa, M.Si. selaku dosen pengajar mata kuliah
pendidikan agama Hindu yang telah memberikan pengarahan-pengarahan
yang membantu kami dalam menyelesaikan makalah ini.
2) Pihak-pihak yang terlibat dalam penyusunan makalah ini yang tidak dapat
kami sebutkan satu-persatu yang sangat membantu kami baik dalam
bentuk dorongan akademik dan dorongan moril sehingga kami dapat
menyelesaikan makalah ini dengan baik.
Mudah-mudahan dengan penyusunan makalah ini diharapkan dapat
membantu menambah ilmu pengetahuan mengenai politik menurut persepektif
Hindu.
Penulis menyadari banyak kekurangan-kekurangan dan hambatanhambatan yang kami temui dalam penyusunan makalah ini. Maka dari itu kami
mengharapkan kritik dan saran yang sifatnya membangun dari pembaca.
Sekian kata pengantar yang dapat penulis sampaikan. Atas perhatiannya,
penulis mengucapkan terimakasih.
Om Santi, Santi, Santi, Om.
Singaraja, 26 Juni 2013
Penulis
DAFTAR ISI
Halaman Judul ..................................................................................................................
ii
iii
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang ......................................................................................................
1.2 Rumusan Masalah .................................................................................................
1.3 Tujuan ...................................................................................................................
1.4 Manfaat .................................................................................................................
BAB II PEMBAHASAN
2.1 Pengertian Politik dalam Persepektif Agama Hindu ..
2.2 Sumber Ajaran Hindu Tentang Politik(Nitisastra) .
1
2
3
3
4
4
2.3 Implementasi Ajaran Nitisastra sebagai Sumber Ajaran Politik Agama Hindu
dalam Politik pada Organisasi Subak Menurut Perspektif Hindu .........................
BAB III PENUTUP
3.1 Kesimpulan...........................................................................................................
3.2 Saran .....................................................................................................................
Daftar Pustaka
12
17
17
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Banyak pihak yang beranggapan bahwa politik adalah kotor karena politik
selalu diidentikkan dengan perebutan kekuasaan serta berbaga kepentingan yang
menghalalkan segala cara. Ini tak lain disebabkan trauma masyarakat terhadap
kenyataan yang ditemui mengenai politik di Indonesia. Namun seiring berjalannya
waktu dan kehidupan politik, kepentingan mengalami penyempitan makna sebatas
kepentingan pribadi atau kelompok.
Saat ini, orang yang berkecimpung dalam dunia politik cenderung
mengabaikan nilai moral dan etika yang digariskan oleh ajaran agama. Bahkan,
agama sering dijadikan alat untuk kepentingan politik. Politik bagi beberapa
oknum hanyalah sebuah permainan.Yang nantinya cenderung mengarah ke politik
uang (money politics). Sesungguhnya masalah politik merupakan bagian dari
agama sebab agama memberikan garis tengah bahwa kegiatan politik harus tetap
menjunjung tinggi nilai-nilai moral, etik, dan spiritual.1
Subak adalah organisasi yang mengatur tentang pengairan pertanian di
Bali. Organisasi ini sudah ada kurang lebih sejak abad ke-9. Hal ini diperkuat oleh
keterangan tertulis mengenai praktik bertani masyarakat Bali kali pertama dimuat
dalam Prasasti Sukawana yang bertitimangsa 882. Di dalam prasasti itu ada kata
huma yang berarti sawah. Orang Bali sampai sekarang menggunakannya untuk
menyebut sawah. Kata huma kala itu lazim digunakan untuk menyebut sawah
irigasi. Keterangan lebih jelas mengenai pengelolaan irigasi termuat dalam
Prasasti Trunyan (891). Dalam prasasti itu dimuat kata serdanu yang berarti
kepala urusan air danau. Itu berarti masyarakat Bali mengenal sebentuk cara
mengelola irigasi pada akhir abad ke-9. Hal ini diperkuat Prasasti Bebetin (896)
yang ditemukan di Buleleng dan Prasasti Batuan (1022). Kata subak dinilai
sebagai bentuk modern dari kata suwak. Suwak ditemukan dalam Prasasti Pandak
Badung (1071) dan Klungkung (1072). Suwak berasal dari dua kata, su yang
berarti baik dan wak untuk pengairan. Dengan demikian, suwak dapat diartikan
sebagai sistem pengairan yang baik. Suwak itu telah berjalan di wilayah
1 Gunada(2008)
4
menurut perspektif
Hindu?
5
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Pengertian Politik dalam Perspektif Agama Hindu
Kata politik berasal dari bahasa Yunani, yaitu polis yang berarti kota
atau negara kota, beranjak dari kata polis ini kemudian diturunkan kata polities
yang berarti warga negara, politicos yang berarti kewarganegaraan, dan politike
techne yang berarti kemahiran politik serta politice episteme untuk ilmu politik
(Suatama, 2007).
Adapun pengertian politik menurut perspektif agama Hindu bahwa kata
politik dapat disamakan dengan kata Nitisastra dalam sastra-sastra Hindu. Kata
Nitisastra berasal dari Niti dan Sastra dalam bahasa Sansekerta. Niti berarti
kemudi, pimpinan, politik dan sosial etik, pertimbangan, dan kebijakan sedangkan
kata Sastra berarti perintah, ajaran, nasehat, dan aturan tulisan ilmiah. Menurut
Mardiwarsito dalam kamus bahasa Jawa Kuno, Niti berarti kebijakan politik atau
ilmu tata negara, dan Sastra berarti ilmu pengetahuan atau kitab pelajaran. Di
dalam kamus Sansekerta karya Arthur Mac Donnel, kata Niti berarti Wordly
Wisdom (kebijakan duniawi) etika sosial politik dan tuntunan politik. Sebagai
istilah kata, Nitisastra diartikannya sebagai etika politik. Dengan demikian dapat
disimpulkan bahwa Nitisastra adalah pengetahuan tentang politik Negara. Ajaran
agama Hindu dalam Nitisastra tidak pernah lepas dari pembahasan tentang
pentingnya upaya untuk mewujudkan masyarakat sejahtera, di mana politik
menurut Hindu adalah pengetahuan untuk menyelenggarakan pemerintahan suatu
negara guna mencapai tujuan menciptakan masyarakat yang damai dan sejahtera
(Winawan, 2002).
yang
mampu
mempengaruhi
masyarakat.
Namun,
untuk
mengendalikan diri inilah yang sulit apalagi mau membuat karisma diri dan
mengendalikan rakyat. Oleh karena itu, seorang pemimpin berpedoman pada
sifat kedewataan dan menerapkannya pada kepemimpinannya. Menjadi
seorang pemimpin memang tidak mudah. Sekali lagi, perlu pengendalian diri.
Pengendalian diri memegang kontrol segala kegiatan untuk mencapai kinerja
yang baik dan berhasil. Pemimpin hendaknya menjadi panutan bagi yang
dipimpin dalam hal pengendalian diri. Jika sudah saling mengendalikan diri,
semua akan terkontrol, tidak ada kesimpang siuran, tumpang tindih, dan
kekacauan. Sifat-sifat kedewataannya itu tersurat dalam sloka Manawa
Dharmasastra VII. 4 (Mendra, 2010):
indra nilaya markanam, agni ca waruna sya ca, candra wite ca yo
caiva, matra nir hertya cacwatih
Artinya : Untuk memenuhi maksud tujuan itu, pemimpin harus memiliki sifat
kekal seperti Indra, Vayu, Yama, Surya, Agni, Varuna, Chandra dan
Kuwera.
Jika seorang pemimpin Hindu bisa menempatkan Asta Brata itu
sebagai landasan berpolitiknya, niscaya tujuan politik Hindu untuk
menciptakan masyarakat sejahtera akan tercapai.
Dalam kitab Ramayana disebutkan:
Hyang
Indra
Yama
Surya
Banyunagi
nahan
walu
ta
Candranila
sira
maka
Kuwera
angga
Brata,
pemimpin
mampu
memberikan
penerangan
bagi
Kitab Itihasa merupakan jenis epos yang terdiri dari dua macam, yaitu
Ramayana dan Mahabharata. Kitab Ramayana ditulis oleh Rsi Walmiki. Di
Indonesia cerita Ramayana sangat populer yang digubah ke dalam bentuk
Kekawin dan berbahasa Jawa Kuno. Kekawin ini merupakan kekawin tertua
yang disusun sekitar abad ke-8. Di samping Ramayana, epos besar lainnya
adalah Mahabharata. Kitab ini disusun oleh maharsi Wyasa. Ditinjau dari arti
Itihasa , berasal dari kata "Iti", "ha" dan "asa" artinya adalah "sesungguhnya
kejadian itu begitulah nyatanya", maka Mahabharata itu gambaran sejarah,
yang memuat mengenai kehidupan keagamaan, sosial, dan politik menurut
ajaran Hindu. Adapun salah satu kutipan mengenai Nitisastra dalam
Ramayana III, 65.
Santasih nitya thaganan
Artinya: Kasih sayang hendaknya selalu engkau lakukan.
Kutipan di atas mengandung makna bahwa raja atau pemimpin harus
mengembangkan nilai kejujuran. Oleh karena itu, semua rakyat akan menjadi
segan terhadap raja atau pemimpinnya, seperti dengan tidak melakukan
korupsi, kolusi, dan nepotisme dalam memimpin. Seorang pemimpin yang
sempurna dalam konsep Hindu adalah pemimpin yang selalu mengupayakan
kehidupan bangsa dan negaranya yang damai dan sejahtera, seperti dengan
berusaha menegakkan hukum tanpa memandang kedudukan dan harta yang
dimiliki seseorang.
2.2.4 Kitab Purana
Kitab Purana
merupakan
kumpulan
cerita-cerita
kuno
yang
pekerjaan
adalah
paling
mulia
apabila
Subak-subak yang besar biasanya dibagi atas sub-sub yang disebut dengan
Tempek yang dipimpin seorang Kelihan Tempek. Untuk tujuan-tujuan tertentu,
misalnya koordinasi dalam distribusi air dan atau upacara pada suatu pura,
beberapa Subak dalam suatu wilayah bergabung dalam suatu koordinasi yang
disebut Subak Gede. Subak anggota dari suatu Subak Gede umumnya berada
dalam satu daerah irigasi, meskipun ada juga Subak Gede yang Subak anggotanya
memiliki sistem irigasi sendiri-sendiri. (Budiasa, 2010).
Kepemimpinan dalam organisasi subak adalah pemimpin yang dapat
mengaktualisasikan ajaran Nitisastra ini. Karena Pemimpim dan Kepemimpinan
ibarat mata uang. Dapat berfungsi bila keduanya sisinya utuh dan saling mengisi.
Bila salah satu tidak ada maka tidak dapat berfungsi sebagaimana yang
diharapkan. Untuk menjadi seorang pemimpin tidaklah mudah, semua itu
memerlukan perjuangan, pengorbanan, pembelajaran tentang hal-hal yang
berhubungan dengan pemimpin dan kepemimpinannya.
Berbicara mengenai kempemimpinan/leadership kita tidak lepas dari dua
kata kapabilitas (kemampuan) dan akseptabilitas (diterima). Pada dasarnya hanya
ada dua pilihan bila kita hidup dalam suatu perkumpulan, yakni sebagai Pemimpin
atau sebagai yang dipimpin yang lazim di sebut anggota. Sebagai anggota yang
baik, kita harus memiliki loyalitas, patuh dan taat pada perintah atasan sebagai
pemimpin dan rela berkorban serta bekerja keras untuk mendukung atasan dalam
pencapaian tujuan yang dalam ajaran agama Hindu, disebut Satya Bela Bhakti
Prabhu.
Sedangkan sebagai pemimpin, harus mempunyai pengetahuan dan
kemampuan untuk memimpin (kapabilitas) serta dapat diterima oleh yang
dipimpin ataupun atasannya (akseptabel). Kemampuan dalam arti mampu
memimpin, mampu mengorbankan diri demi tujuan yang ingin dicapai, baik
korban waktu, tenaga, materi dll serta dapat diterima, dalam arti dapat dipercaya
oleh anggota masyarakatnya dan pejabat yang di atasnya.
Untuk suksesnya pencapaian tujuan suatu perkumpulan, sangat tergantung
dari proses kerjasama dan rasa saling membutuhkan antara anggota dengan
pemimpinnya. Didalam Kitab Niti Sastra Bab I sloka 10, hubungan erat antara
pemimpin dan anggota diibaratkan seperti hubungan Singa dengan hutan, sebagai
berikut :
14
Singa adalah penjaga hutan. Hutan pun selalu melindungi Singa, Singa dan
hutan harus selalu saling melindungi dan bekerjasama. Bila tidak atau
berselisih, maka hutan akan hancur dirusak manusia, pohon-pohonnya akan
habis dan gundul ditebang, hal ini membuat singa kehilangan tempat
bersembunyi, sehingga ia bermukim dijurang atau dilapangan yang akhirnya
musnah diburu dan diserang manusia.
Hubungan kerja sama yang saling membutuhkan ibaratnya Singa dengan Hutan
perlu diterapkan oleh pemimpin dan masyarakatnya, sehingga dapat sukses dalam
mencapai tujuan yang diinginkan bersama. Tidak ada pemimpin yang sukses
tanpa didukung masyarakatnya, demikian sebaliknya.
Kriteria kepemimpinan menurut Pustaka Niti Sastra (Mariana, 2011):
1. Abhikamika
Pemimpin
harus
tampil
simpatik,
berorientasi
ke
bawah
dan
sebagai
pemimpin,
ia
harus
mengutamakan
kepentingan
ketika
mempercepat
salah
mengendalikan
kehancuran
dirinya.
dirinya
Demikian
maka
juga
seolah-olah
ketika
dia
alampun
mampu
16
17
yang baik dan benar; (3) Kayika Parisudha, yaitu yang berbuat baik dan benar.
Jika ketiga hal tersebut dapat dikendalikan dengan baik dan benar, maka dengan
sendirinya seorang pemimpin akan mampu mewujudkan tujuan politik, yaitu
untuk menyelenggarakan pemerintahan suatu negara guna mencapai tujuan
menciptakan masyarakat sejahtera.
19
BAB III
PENUTUP
3.1 Simpulan
Berdasarkan pemaparan materi sebelumnya, maka penulis dapat menarik
simpulan sebagai berikut.
1. Pengertian politik menurut perspektif agama Hindu bahwa kata politik dapat
disamakan dengan kata Nitisastra. Niti berarti kemudi, pimpinan, politik dan
sosial etik, pertimbangan, dan kebijakan sedangkan kata Sastra berarti
perintah, ajaran, nasehat, dan aturan tulisan ilmiah, politik menurut Hindu
adalah pengetahuan untuk menyelenggarakan pemerintahan suatu negara guna
mencapai tujuan menciptakan masyarakat yang damai dan sejahtera.
2. Sumber ajaran agama Hindu mengenai Nitisastra adalah kitab Veda yang
merupakan kebenaran agama Hindu. Dalam kitab Veda inilah mengalir ajaran
agama Hindu tentang Nitisastra yang dikembangkan baik dalam kitab Sruti,
Smerti, Itihasa, Purana, Tantra, Darsana, Upanisad maupun lontar-lontar Tatwa
yang ada sekarang ini.
3. Implementasi ajaran Nitisastra dalam politik sosial pada organisasi subak
menurut perspektif Hindu adalah dalam ajaran pustaka Nitisastra yaitu
Abhikamika, Prajna, Utsaha, Atma Sampad, Sakya Samanta, dan Aksudra Pari
Sakta, yang dapat menjadi cerminan bagi pemimpin subak (Pekaseh) sehingga
subak tersebut akan mampu mengatasi permasalahan yang sering dihadapi dan
mampu berkembang lebih maju.
3.2 Saran
Adapun saran yang dapat penulis kemukakan, yaitu kita sebagai bagian dari
masyarakat Bali, khususnya umat Hindu hendaknya turut berperan aktif dalam
membangun bangsa dan mengisi segala kepentingan bangsa serta negara dengan
mengamalkan nilai-nilai agama Hindu dalam kehidupan sehari-hari, baik dalam
bidang
politik
maupun
di
bidang
yang
lainnya,
khususnya
dalam
20
DAFTAR PUSTAKA
Gunada, Nyoman. 2008. Politik dan Kepemimpinan Hindu. Diakses dari
http://www.parisada.org/index.php?
option=com_content&task=view&id=304&Itemid=29, pada tanggal 24
Juni 2013
Kajeng, I Nyoman, dkk. 1999. Sarasamuccaya. Surabaya: Paramita.
Pudja, G. 1999. Bhagawad Gita. Surabaya: Paramita.
Suatama, Made. 2007. Pendidikan Agama Hindu di Perguruan Tinggi. Surabaya:
Paramita.
Sudirga, Made. 2004. Agama Hindu untuk SMU Kelas X. Denpasar: Ganeca
Exact.
Sutawan, Nyoman. 2004. Eksistensi Subak di Bali : Mampukah Bertahan
Menghadapi Berbagai Tantangan. Jurnal Pertanian. Tersedia dalam
http://ejournal.unud.ac.id/abstrak/(8)-sutawan-eksistensi-subakdibali.pdf. Diakses tanggal 24 Juni 2013.
Winawan, I Wayan Winda. dkk. 2002. Pengembangan Kepribadian Pendidikan
Agama Hindu. Universitas Trisakti Jakarta.
Windia, Wayan dkk. 2005. Sistem Irigasi Subak dengan Landasan Tri Hita
Karana (THK) sebagai Teknologi Sepadan dalam Pertanian Beririgasi.
Jurnal Pertanian. Tersedia dalam http://ojs.unud.ac.id/index.php/soca/
article/download/4095/3082. Diakses pada 23 Juni 2013.
21