Anda di halaman 1dari 33

2.

1 Pengertian Want, Need, Demand dan Utility

Menurut Septo P. Arso (2009), kebutuhan (need) diartikan sebagai keadaan

kurangnya atau tidak adanya pemenuhan kebutuhan secara mendasar. Kebutuhan

menyatakan tuntutan dasar manusia. Sedangkan keinginan (want) diartikan

sebagai hasrat terhadap pemenuhan yang lebih lanjut setelah merasakan

kebutuhan. Keinginan biasanya bersifat subjektif dan bersifat individual.

Permintaan (demand) adalah hasrat terhadap produk yang dapat memenuhi

keinginan yang telah didukung dengan kemampuan dan kemauan untuk

membayar.

Pengertian permintaan (demand) tidak terpisah dari arti kebutuhan (need)

dan keinginan (want). Kebutuhan (need) adalah sesuatu yang dirasa kurang dari

diri manusia itu sendiri, keinginan (want) adalah sesuatu yang dirasa kurang

karena lingkungan, dan permintaan (demand) adalah keinginan yang disertai

dengan daya beli. Demand merupakan ungkapan permintaan dari keinginan dan

kebutuhan (Irawan dkk., 1996)

Menurut Philip Kotler (2002), definisi dari kebutuhan (needs), keinginan

(wants), dan permintaan (demand) adalah sebagai berikut:

1. Kebutuhan (needs) dimana manusia merasa kekurangan. Kebutuhan

(needs) adalah keinginan manusia atas barang dan jasa yang perlu

dipenuhi untuk mempertahankan kelangsungan hidup. Needs

menggambarkan kebutuhan dasar manusia seperti pangan, sandang,

papan, pendidikan, kesehatan, rekreasi, dan lainnya. Needs menjadi

wants jika kebutuhan tadi telah menjurus pada satu keinginan tertentu

yang dapat memberikan kepuasan. Kebutuhan dibagi menjadi dua, yaitu

1
perceived needs dan expressed needs. Perceived needs atau kebutuhan

yang dirasakan adalah hasrat atau keinginan yang dimiliki oleh semua

orang dimana kebutuhan ini menunjukkan kesenjangan antara tingkat

keterampilan/kenyataan yang nampak dengan yang dirasakan. Sedangkan

expressed needs atau kebutuhan yang diekspresikan yaitu kebutuhan

yang dirasakan seseorang mampu untuk ditunjukkan dalam tindakan.

2. Keinginan (wants) adalah kebutuhan (needs) yang dibentuk oleh budaya

dan kepribadian individu.

3. Permintaan (demand) adalah keinginan yang didukung daya beli.

Demand atau permintaan adalah jumlah dari suatu barang yang mau dan

mampu dibeli pada berbagai kemungkinan harga, selama jangka waktu

tertentu, dengan anggapan berbagai hal lain tetap sama (ceteris paribus).

Mau dan mampu disini memiliki arti betapapun orang berkeinginan atau

membutuhkan sesuatu, kalau ia tidak mempunyai uang atau tidak

bersedia mengeluarkan uang sebanyak itu untuk membeli, maka

keinginan itu tetap keinginan dan belum disebut permintaan. Namun

ketika keinginan/kebutuhan itu disertai kemauan dan kemampuan untuk

membeli dan didukung oleh uang yang secukupnya untuk membayar

harga disebut permintaan.

Dari beberapa pengertian diatas, maka dapat disimpulkan bahwa

permintaan (demand) tidak terpisah dari kebutuhan (need) dan keinginan (want).

Kebutuhan (need) berawal dari keinginan (want). Sedangkan permintaan atau

demand merupakan kebutuhan (need) yang telah didukung dengan daya beli.

2.2 Cara Mengukur Need, Demand dan Utility

2
Pengukuran need bertujuan untuk menggali dan mengetahui selera pasar

terhadap suatu produk. Sedangkan pengukuran demand dapat membantu produsen

mengetahui penggunaan atau pemanfaatan produk oleh pasar secara real, karena

demand merupakan realisasi dari need.

Walaupun demikian, pengukuran need saja atau demand saja belum mampu

mengukur kebutuhan konsumen terhadap produk yang akan digunakan untuk

realisasi penjualan di masa mendatang. Sehingga setelah dilakukan pengukuran

need, perlu juga dilakukan pengukuran demand.

2.2.1 Cara Pengukuran Need dan Demand

Pengukuran Need dan Demand dapat dilakukan baik pada individu maupun

organisasi. Cara pengukuran untuk need dan demand pada tingkat individu

tentunya berbeda dengan pengukuran pada tingkat organisasi.

Pengukuran need terhadap individu tidak dapat dilakukan dengan observasi.

Hal ini dikarenakan need merupakan sesuatu yang masih ada dalam benak

konsumen dan belum terealisasikan sehingga akan sangat sulit jika pengukuran

need dilakukan dengan observasi. Cara pengukurannya adalah dengan melakukan

indepth interview terhadap konsumen atau melalui kuisioner.

Need dapat diukur baik sebelum maupun setelah penggunaan produk.

Berbeda dengan demand, pengukurannya harus dilakukan setelah penggunaan

produk. Demand dapat diukur dengan menggunakan metode observasi maupun

wawancara.

Bagi organisasi, pengukuran need dan demand tentu penting untuk realisasi

penjualan produk. Pengukurannya dapat dilakukan dengan melihat data dan

catatan laporan penjualan perusahaan.

3
2.2.2 Cara Pengukuran Utility

Pengukuran utility dapat dilakukan dengan dua metode, yaitu metode

langsung dan metode tidak langsung.

a. Metode Langsung

Pengukuran utility secara langsung dapat dilakukan dengan melakukan

wawancara atau kuisioner kepada konsumen yang telah menggunakan

suatu produk. Pertanyaan tentu berkenaan dengan penggunaan atau

pemanfaatan produk tersebut. Jawaban dari wawancara atau kuisioner

secara ordinal.

b. Metode Tidak Langsung

Secara tidak langsung, pengukuran utility dilakukan 2 kali, yaitu pertama

mengukur harapan konsumen terhadap produk, kemudian mengukur

kenyataan atau realitas penggunaan produk tersebut. Jika secara realnya

lebih baik dari harapan, berarti konsumen sangat puas. Harapan sama

dengan kenyataannya, berarti konsumen puas. Sebaliknya jika harapan

lebih besar dari kenyataannya, maka konsumen dapat dikatakan tidak

puas.

4
2.3 Bentuk Kurva Demand dan Elastisitasnya

2.3.1 Bentuk Kurva Demand

Seperti yang sudah dijelaskan sebelumnya bahwa permintaan adalah suatu

kemauan dan kemampuan pembeli untuk dapat membeli produk (barang atau jasa)

tertentu. Untuk dapat membeli produk yang diinginkan tersebut maka terdapat

banyak sekali hal yang mampu mempengaruhi permintaan. Pada pembahasan

sebelumnya juga telah dijelaskan mengenai hukum permintaan bahwa

“Permintaan terhadap barang atau jasa cenderung turun apabila harga barang

atau jasa tersebut meningkat, dan sebaliknya, permintaan terhadap suatu barang

atau jasa meningkat apabila harga barang atau jasa tersebut turun (Ceteris

paribus)”. Hukum tersebut menekankan pada kondisi terjadinya permintaan yang

ada dalam dunia ekonomi dan akan menunjukkan seperti apa gambaran situasinya

dalam kurva permintaan.

Menurut Sadono Sukirno (2009) dalam bukunya dengan judul Teori

Pengantar Mikro Ekonomi, yang dimaksud kurva permintaan adalah suatu kurva

yang menggambarkan sifat hubungan antara harga suatu barang tertentu dengan

jumlah barang yang diminta para pembeli. Jadi, permintaan dapat digambarkan

pada dua hal yang telah disebutkan, yaitu harga dan jumlah barang yang diminta

dalam kondisi ceteris paribus.Berikut adalah contoh dari pembentukan kurva

permintaan.

Tabel 2.1 Permintaan Terhadap Buku Tulis pada Berbagai Tingkat Harga
Jumlah yang Diminta
Keadaan Harga (Rupiah)
(Unit)
P 5000 200
Q 4000 400
R 3000 600
S 2000 900
T 1000 1300

5
Dari tabel tersebut, akan dapat digambarkan kurva permintaan seperti berikut:

Gambar 2.1 Kurva Permintaan Permintaan Terhadap Buku Tulis


Sumber : Sadono Sukirno, Teori Pengantar Mikro Ekonomi

Dari gambar dalam kurva permintaan tersebut, titik P, Q, R, S, T adalah titik

temu dari tiap kondisi tingkat harga buku tulis yang ada pada saat tersebut dengan

jumlah permintaan yang terjadi. Umumnya bentuk kurva akan menurun dari kiri

atas ke kanan bawah akibat hubungan harga dengan jumlah yang memang

memiliki hubungan terbalik. Jika salah satu variabel naik (misal, harga), maka

akan terjadi penurunan pada variabel lainnya (jumlah barang yang diminta).

2.3.2 Elastisitas Demand

Elastisitas permintaan harga menunjukkan seberapa besar perubahan

permintaan atas suatu barang sebagai akibat dari perubahan haga barang/jasa itu

sendiri. Elastisitas permintaan harga dapat diketahui melalui nilai koefisien

elastisitas permintaan (Ed) yang berkisar diantara nol sampai tak terhingga atau 0

≤ Ed ≥ 1. Nilai koefisien elastisitas permintaan didapatkan dari penghitungan

6
presentasi perubahan jumlah barang yang diminta dibagi dengan presentasi

perubahan harga.

Berdasarkan tingkat elastisitasnya, elastisitas permintaan harga dapat

dibedakan menjadi 5 yaitu:

a. Tidak elastis sempurna (Ed= 0)

P
D

D
Q
0

Gambar 2.2 Kurva Tidak Elastis Sempurna

Permintaan disebut tidak elastis sempurna apabila koefisien

elastisitas bernilai 0. Dalam hal ini artinya adalah berapapun perubahan

harga yang terjadi tidak mempengaruhi dan tidak merubah kuantitas atau

jumlah permintaan barang/jasa. Jumlah barang/jasa yang diminta akan

tetap saja walaupun harga mengalami kenaikan atau penurunan.Secara

matematis %∆Q = 0, berapapun %∆P. Dengan demikan, kurva

permintaannya berbentuk vertikal atau sejajar dengan sumbu harga (P).

kurva berbentuk vertikal ini berarti bahwa berapapun harga yang

ditawarkan, kuantitas barang/jasa tetap tidak berubah.

Kasus permintaan tidak elastis sempurna terjadi apabila

konsumen dalam membeli barang tidak lagi memperhatikan harganya,

tetapi lebih memperhatikan pada seberapa besar kebutuhannya dan

kegunaan barang tersebut. Peningkatan harga akan menyebakan

7
meningkatnya total pendapatan. Contohnya adalah obat pada waktu sakit

dan membeli lukisan karya pelukis terkenal yang telah meninggal.

Konsumen membeli obat ketika sakit lebih mempertimbangkan

kebutuhannya akan obat agar dapat cepat sembuh, bukan kepada

harganya. Sama halnya dengan pembelian lukisan karya pelukis yang

telah meninggal, berapapun harga yang ditawarkan si pelukis tidak dapat

menambah kuantitas dari lukisan tersebut.

b. Tidak elastisitas (0 < Ed< 1)

P D

D Q
0
Gambar 2.3 Kurva Tidak Elastis
Permintaan disebut tidak elastis apabila koefisien elastisitas

bernilai kurang dari 1 atau diantara 0 dan 1.Dalam hal ini artinya adalah

prosentase perubahan harga adalah lebih besar daripada prosentase

perubahan jumlah barang/jasa yang diminta.Perubahan harga yang terjadi

hanya diikuti perubahan jumlah atau kuantitas permintaan barang/jasa

yang relatif lebih kecil.Secara sistematis %∆Q < %∆P. Dengan kata lain,

perubahan harga kurang begitu berpengaruh pada perubahan permintaan.

Contoh permintaan tidak elastis ini dapat terjadi diantaranya pada

produk kebutuhan pokok,seperti beras dan bensin. Dalam kondisi yang

normal, setiap orang akan tetap membutuhkan beras sebagai makanan

8
pokok walaupun harga beras naik. Sebaliknya jika harga beras turun, hal

itu tentu tidak akan menambah pola konsumsi beras karena konsumen

memiliki keterbatasan yaitu rasa kenyang. Sama halnya dengan

kebutuhan bensin. Jika harga bensin naik, tingkat penurunan

penggunaannya tidak sebesar tingkat kenaikan harganya. Hal ini

dikarenakan para pengendara kendaraan bermotor tetap membutuhkan

bensin untuk mengisi bahan bakar kendaraannya agar dapat bisa

berpergian. Namun jika harga bensin turun, para pengendara motor tidak

mungkin berpergian terus-menerus dan menikmati penurunan harga

bensin tersebut. Karakteristik produk yang seperti itu mengakibatkan

permintaan menjadi tidak elastis.

c. Elastisitas uniter (Ed= 1)

P
D

D
Q
0

Gambar 2.4 Kurva Elastisitas Uniter

Permintaan disebut elastis uniter apabila koefisien elastisitas

bernilai 1. Dalam hal ini artinya adalah berapapun perubahan harga

pengaruhnya sebanding terhadap perubahan jumlah atau kuantitas

barang/jasa yang diminta dengan prosentase perubahan yang sama.

Secara sistematis, %∆Q = %∆P.

9
Jika harga berubah turun sebesar 10% maka jumlah barang/jasa

yang diminta juga akan berubah menjadi naik sebesar 10%. Jadi

perubahan permintaan dibandingkan perubahan harga adalah 1 : 1.

Sebagai contoh sebuah toko menjual penggaris merek tertentu. Suatu saat

harga penggaris tersebut naik menjadi Rp 1.500,00 dari harga awal Rp

1.000,00.Semula dalam sehari penggaris mampu terjual 10 buah, namun

setelah harga penggaris naik, penggaris hanya terjual 5 buah. Harga

penggaris naik sebesar Rp 500,00 dari harga semula Rp 1.000,00. Jadi

proporsi kenaikannya adalah 500/1000 = 1/2. Sedangkan jumlah

permintaan turun sebesar 5 buah dari jumlah permintaan semula

sebanyak 10 buah. Jadi proporsi penurunan jumlah permintaannya

adalah 5/10 = 1/2. Dari contoh tersebut dapat disimpulkan, bahwa

proporsi kenaikan harga penggaris sebesar 1/2 dari harga semula

sebanding dengan proporsi penurunan jumlah permintan sebesar 1/2 dari

jumlah permintaan semula, sehingga didapatkan nilai koefisien

elastisitasnya adalah satu.

Kasus permintaan elastisitas uniter sulit ditemukan dalam

kehidupan sehari-hari, kalaupun terjadi sebenarnya hanyalah secara

kebetulan. Permintaan elastisitas uniter lebih sebagai pembatas antara

permintaan elastis dan tidak. Contoh barang/jasa yang elastisitasnya

uniter sebenarnya tidak dapat disebutkan secara spesifik, sehingga belum

tentu ada produk yang dapat dikatakan memiliki elastisitas yang uniter.

10
d. Elastis (Ed> 1)

Q
0
Gambar 2.5 Kurva Elastis
Permintaan disebut elastis apabila koefisien elastisitas bernilai

lebih dari 1. Dalam hal ini artinya adalah prosentase perubahan jumlah

atau kuantitas barang/jasa lebih besar daripada prosentase perubahan

harga. Perubahan harga yang terjadi diikuti oleh perubahan jumlah atau

kuantitas permintaan barang/jasa dalam jumlah yang lebih besar. Secara

sistematis %∆Q > %∆P. Dengan kata lain, perubahan harga berpengaruh

cukup besar pada perubahan jumlah permintaan.

Kasus permintaan elastis terjadi apabila permintaan peka terhadap

perubahan harga. Hal ini dapat ditemukan dalam kehidupan sehari-hari

dan terjadi pada produk yang mudah dicari subsitusinya. Sehingga ketika

harganya naik, konsumen akan dengan mudah menemukan produk

penggantinya. Contohnya adalah barang-barang mewah, seperti mobil,

alat-alat elektronik, pakaian, dan lain-lain.

11
e. Elastis sempurna (Ed= ∞)

D D

Q
0
Gambar 2.6 Kurva Elastisitas Sempurna

Permintaan disebut elastis sempurna apabila koefisien elastisitas

bernilai tak terhingga. Dalam hal ini artinya adalah pada suatu harga

tertentu pasar sanggup membeli semua barang yang ada di pasar. Berapa

pun banyaknya barang yang ditawarkan oleh penjual pada harga tersebut,

semuanya akan dapat terjual. Namun setiap kenaikan harga, tidak peduli

seberapa kecil, akan menyebabkan permintaan turun ke nol yang dapat

mengakibatkan total pendapatan menurun drastis. Secara sistematis

%∆P= 0. Bentuk kurva permintaannya horizontal atau sejajar dengan

sumbu jumlah barang/jasa yang diperjualbelikan (Q).

Kasus permintaan elastis sempurna terjadi apabila suatu harga

barang/jasa bersifat komoditi, yaitu barang/jasa yang memiliki

karakteristik dan fungsi yang sama walaupun dijual di tempat yang

berbeda tetap akan mempunyai harga yan sama. Contohnya adalah

membeli isi stapler merek J dan K yang rata-rata berharga Rp 2500. Jika

kita ke toko untuk membeli isi stappler, kita cenderung tidak akan

memperhatikan perbedaan merek. Satu-satunya yang sering dijadikan

bahan perbandingan adalah harga. Kita akan membeli isi stappler yang

12
harganya paling murah atau pada harga rata-rata yang diterima oleh

pasar. Akibatnya, bagi toko dan produsen yang menjual isi stappler

diatas harga rata-rata permintaan akan barangnya akan turun ke nol

karena semua isi stappler fungsinya sama, meskipun harganya berbeda-

beda.

Untuk menunjukkan perbandingan antara jenis elastisitas

permintaan dapat dimisalkan ada suatu produk yang harganya naik dari

Rp 5.000,00 menjadi Rp 7.500,00 yaitu kenaikan harga sebesar 50%.

Maka elastisitas yang terjadi adalah :

7500
Elastis sempurna

1 satuan

Elastis
5000
Elastis Uniter
Tidak
Elastis Tidak elastis
Sempurna

100 200 300 Q

Gambar 2.7 Kurva Perbandingan Jenis Elastisitas Permintaan

= Q akhir
= Q awal

13
2.4 Faktor yang Mempengaruhi Permintaan dan Elastisitas Permintaan

Menurut Jaesron (2003), permintaan konsumen terhadap suatu barang tidak

hanya dipengaruhi oleh harga dari barang lain, selera dan sebagainya. Secara

matematis hal itu dapat dirumuskan dalam formula sebagai berikut:

Qx= f(x)cp

Menurut Gulton (1996), tingkat harga suatu barang berpengaruh terhadap

besarnya jumlah yang dibeli oleh seseorang. Makin mahal harga suatu barang,

maka akan berkurang jumlah yang dibeli dengan syarat keadaan yang lain- lain

tidak berubah (cateris paribus). Jika rumus diatas diuraikan dengan beberapa

variabel, maka didapatkan hasil formula sebagai berikut:

Qx= f (Px,Ax,Dx,Ox Ic,Tc,Ec Py,Ay,Dy,Oy N,W,G,...)

Variabel Variabel Variabel Variabel


Strategis Konsumen Pesaing lain
Qx = Jumlah barang X yang diminta

Px = Harga barang X per unit

Ax = Advertensi barang

Dx = Desain barang

Ox = Outlet (tempat menjual ) barang X

Ic = Income (pendapatan) konsumen

Tc = Taste (selera atau cita rasa) konsumen

Ec = Expectation (harapan, perkiraan atau ramalan) konsumen

Py = Harga barang Y per unit

Ay = Advertensi barang Y

14
Dy = Desain barang Y

Oy = Outlet (tempat menjual) barang Y

N = Number (jumlah) penduduk

W = Weather (cuaca)

G = Government (kebijakan pemerintah)

Terdapat empat kelompok variabel didalam persamaan fungsional tersebut,

yakni variabel strategis, variabel konsumen, variabel pesaing, dan variabel lain.

Kelompok variabel strategis berisi variabel-variabel yang dapat dikendalikan oleh

produsen. Kelompok variabel konsumen berisi variabel-variabel yang

berhubungan dengan konsumen. Kelompok variabel pesaing berisi variabel-

variabel yang berhubungan dengan pesaing. Terakhir, kelompok variabel lain

berisi variabel-variabel yang bukan sebelas variabel pertama, yang juga ikut

mempengaruhi permintaan.

Sementara itu, empat belas variabel yang ada disisi kanan persamaan diatas

terbagi menjadi dua kelompok besar. Kelompok pertama terdiri dari satu variabel

saja, yakni Px atau harga barang X. Variabel ini sudah kita kenal dengan baik.

Jika Px berubah, jumlah yang diminta akan berubah pula, sementara kurva

permintaan tidak akan bergeser kekiri maupun kekanan. Kelompok kedua terdiri

dari semua variabel yang lain, selain Px dan berjumlah tiga belas. Ketiga belas

variabel ini, jika berubah akan menyebabkan kurva permintaan bergeser atau

dengan kata lain akan menyebabkan terjadinya perubahan permintaan. Diantara

ketiga belas variable ini, terdapat empat variabel yang telah kita kenal diatas,

yakni pendapatan perkapita konsumen (Ic), selera konsumen (Tc), perkiraan

15
konsumen (Ec) dan harga barang lain (Py), baik barang substitusi maupun barang

komplementer.

2.4.1 Faktor yang Mempengaruhi Permintaan

a. Tingkat pendapatan per kapita (per capita income) masyarakat

Hampir untuk setiap orang dan hampir untuk setiap barang, semakin

besarnya pendapatan selalu berarti semakin besarnya permintaan.

b. Cita rasa atau selera (taste) konsumen terhadap barang itu

Cita rasa atau selera masyarakat terhadap segala sesuatu itu, pada

lazimnya, senantiasa berubah dari waktu ke waktu. Jika saja pada

suatu waktu selera masyarakat terhadap sepeda motor meningkat,

misalnya sudahlah pasti bahwa jumlah sepeda motor yang diminta

masyarakat akan bertambah pula, sekalipun harganya tidak turun,

maka hal yang sebaliknyalah yang terjadi, yakti jumlah sepeda motor

yang diminta akan merosot, sekalipun harga jualnya tidak naik.

c. Harga barang lain (prices of related goods), terutama barang

pelengkap (complementary goods) dan barang pengganti (subtitution

goods)

Misalnya terjadi kenaikan harga daging ayam di suatu daerah,

sedangkan masyarakat di daerah itu amat suka makan daging ayam

(artinya daging ayam adalah produk penting). Kenaikan harga daging

ayam itu akan menyebabkan konsumen mengurangi permintaannya

akan daging ayam dan sebagai gantinya mereka akan membeli

pengganti atau substitusinya, yakni daging sapi. Demikianlah

permintaan akan daging sapi tiba-tiba meningkat sekalipun para

16
produsennya tidak menurunkan harga. Sebaliknya, jika harga daging

ayam turun, orang akan meninggalkan konsumsi daging sapi dan

kembali mengonsumsi daging ayam kesukaan mereka. Demikianlah

permintaan akan daging sapi itu menurun sekalipun para produsennya

tidak menaikkan harga jual. Permintaan akan daging sapi itu merosot

memang bukan disebabkan oleh perubahan harga daging sapi itu

sendiri, melainkan oleh turunnya harga produk pengganti

(substitusinya), yakni daging ayam.

Hal yang sebaliknya terjadi pada dua barang yang berhubungan

komplementer atau saling melengkapi. Contohnya seperti sepeda

motor dan bensinnya. Sepeda motor dan bensin merupakan pelengkap

yang baik satu sama lain sehingga yang satu tidak akan dapat dipakai

tanpa adanya yang lain. Misalkanlah barang yang sedang dianalisis

adalah sepeda motor. Kenaikan harga bensin akan menyebabkan

masyarakat lebih sedikit membeli bensin. Akibatnya pembelian

mereka terhadap sepeda motor pun menurun pula. Sebaliknya jika

harga bensin turun, orang akan jadi lebih banyak membeli bensin.

Akibatnya permintaan masyarakat terhadap sepeda motor akan

meningkat.

d. Harapan atau perkiraan konsumen (consumer expectation) terhadap

harga barang yang bersangkutan

Yang dimaksud dalam hal ini adalah ekspektasi konsumen terhadap

harga barang di masa mendatang, yakni apakah harga itu akan naik,

turun, atau tetap. Perkiraan itu amat menentukan. Misalkan kita

17
sedang menganalisis permintaan akan mobil. Jika para konsumen

mengira bahwa harga mobil akan naik bulan depan, permintaan mobil

sekarang akan tiba-tiba naik karena mereka akan segera membeli

sebelum harga barang itu betul-betul naik nanti.

Faktor-faktor yang Mempengaruhi Permintaan Menurut Faried Wijaya

(1991) selain harga barang itu sendiri, faktor-faktor lain yang menentukan

permintaan individu maupun pasar adalah :

1. Selera konsumen

Perubahan selera konsumen yang lebih menyenangi barang tersebut

misalnya, akan berarti lebih banyak barang yang akan diminta pada

setiap tingkat harga. Jadi, permintaan akan naik atau kurva permintaan

akan bergeser kekanan. Sebaliknya, berkurangnya selera konsumen

akan barang tersebut menyebabkan permintaan turun yang berarti

kurva permintaan bergeser kekiri. Misalnya, saat ini handphone

blackberry sedang trend dan banyak yang beli, tetapi beberapa tahun

mendatang mungkin blackberry sudah dianggap kuno.

2. Banyaknya konsumen pembeli

Bila volume pembelian oleh masing-masing konsumen adalah sama,

maka kenaikan jumlah konsumen di pasar akan menyebabkan

kenaikan permintaan, sehingga kurvanya bergeser ke kanan.

Penurunan jumlah atau banyaknya konsumen akan menyebabkan

penurunan permintaan. Misalnya, ketika flu burung dan flu babi

sedang menggila, produk masker pelindung akan sangat laris. Contoh

lain, Pada bulan puasa (ramadhan) permintaan blewah, timun suri,

18
cincau, sirup, esbatu, kurma, dan lain sebagainya akan sangat tinggi

dibandingkan bulan lainnya.

3. Pendapatan konsumen

Pengaruh perubahan pendapatan terhadap permintaan mempunyai dua

kemungkinan. Pada umumnya pengaruh pendapatan terhadap

permintaan adalah positif dalam arti bahwa kenaikan pendapatan akan

menaikkan permintaan. Hal ini terjadi apabila barang tersebut

merupakan barang superior atau normal. Ini seperti efek selera dan

efek banyaknya pembeli yang mempunyai efek positif. Pada kasus

barang inferior, maka kenaikkan pendapatan justru menurunkan

permintaan. Misalnya, orang yang punya gaji dan tunjangan besar dia

dapat membeli banyak barang yang dia inginkan, tetapi jika

pendapatannya rendah, maka seseorang mungkin akan mengirit

pemakaian barang yang dibelinya agar jarang beli.

4. Harga barang lain yang bersangkutan

Barang lain yang bersangkutan biasanya merupakan barang subsitusi

(pengganti) atau barang komplementer (pelengkap). Suatu barang

disebut sebagai barang substitusi yang lain jika barang tersebut dapat

menggantikan fungsi barang lain tersebut. Harga barang pengganti

dapat mempengaruhi permintaan barang yang dapat digantikannya.

Jika harga barang pengganti bertambah murah maka barang yang

digantikannya akan mengalami penurunan permintaan, begitu pula

sebaliknya. Sedangkan barang pelengkap adalah suatu barang yang

selalu digunakan bersamaan dengan barang lainnya. Kenaikan atau

19
penurunan permintaan barang pelengkap selalu sejalan dengan

perubahan permintaan barang yang dilengkapinya. Misalnya, jika roti

tawar tidak ada atau harganya sangat mahal maka meises, selai dan

margarine akan turun permintaannya.

5. Ekspektasi (perkiraan harga-harga barang dan pendapatan di masa

depan)

Ekspektasi para konsumen bahwa harga-harga akan naik di masa

depan mungkin menyebabkan mereka membeli barang tersebut

sekarang untuk menghindari kemungkinan akibat adanya kenaikan

harga tersebut. Demikian juga halnya jika konsumen memperkirakan

bahwa pendapatannya akan naik dimasa depan. Sebaliknya, terjadi

penurunan permintaan bila para konsumen memperkirakan bahwa di

masa depan harga-harga akan naik atau pendapatannya akan turun.

Misalnya adanya berita tentang kenaikan bbm/bensin, kenaikan

sembako maka orang akan membeli lebih banyak untuk

menimbunnya.

2.4.2 Faktor yang Mempengaruhi Elastisitas Permintaan

Terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi ED yang menyebabkan

terjadinya perbedaan nilai elastisitasnya, yaitu sebagai berikut:

a. Adanya barang subtitusi

Barang subtitusi adalah barang yang memiliki manfaat dan kegunaan

yang hampir sama dengan barang dengan utamanya. Misalnya, jagung

adalah subtitusi beras. Barang subtitusi ada yang biasa ada juga yang

disebut subtitusi dekat. Barang subtitusi dekat adalah barang yang

20
fungsi dan kegunaannya sama, hanya mungkin berbeda merek,

kemasan, dan pelayanan. Misalnya, beras cianjur dengan beras raja

lele. Makin banyak subtitusi suatu barang, maka semakin besar

kemungkinan pembeli untuk bertindak dari barang utama seandainya

terjadi kenaikan atau penurunan harga. Secara teoritis, bila suatu

barang memiliki substitusi, maka permintaannya cenderung elastis,

(ED) > 1, yaitu manakala harga naik sebesar 1%, maka permintaan

akan barang tersebut akan turun diatas 1% demikian juga sebaliknya.

Dengan demikian komoditas yang bersubstitusi cenderung memiliki

elastisitas lebih tinggi daripada komoditas yang tidak memiliki

substitusi. Contohnya jika hari ini harga beras naik 20% di pulau

Jawa, jumlah beras yang diminta akan turun sedikit karena permintaan

terhadap beras tersebut inelastis. Lain halnya dengan permintaan akan

daging sapi. Jika pada suatu saat banyak sapi yang mati karena wabah

penyakit sehingga menyebabkan kenaikan harga daging sapi, maka

orang dapat saja beralih ke daging kambing, daging ayam atau daging

lainnya. Hal ini dikarenakan daging sapi memiliki elastisitas

permintaan terhadap harga yang tinggi.

Permintaan komoditas yang tidak banyak mempunyai komoditas

pengganti bersifat tidak elastis karena jika harga komoditas tersebut

naik, para pembelinya sulit mendapatkan pengganti, oleh karenanya

tetap akan membeli komoditas tersebut. Sehingga permintaannya tidak

berkurang. Sebaliknya jika harga komoditas tersebut turun,

permintaannya tidak banyak bertambah karena tidak banyak tambahan

21
pembeli yang beralih dari membeli komoditas yang bersaingan dengan

komoditas tersebut.

b. Persentase pendapatan yang digunakan atau jenis barang

Seorang konsumen akan memberikan porsi yang besar dari

pendapatannya untuk membeli barang yang biasa digunakan sehari-

hari (sudah menjadi kebutuhan), sementara untuk barang yang masih

bisa ditunda porsi dari pendapatan untuknya kecil. Jadi, bila barang

yang dimaksud tersebut adalah barang yang dibutuhkan atau dengan

kata lain sebagaian besar pendapatan dipergunakan untuk

mendapatkan barang yang dimaksud. Maka semakin elastislah

permintaannya.

Sebagai contoh perbandingan antara naiknya harga sebuah mobil

menjadi dua kali lipat dibandingkan dengan kenaikan harga tali sepatu

yang dua kali lipat juga, memberikan dampak perubahan permintaan

yang berbeda karena elastisitas permintaan terhadap kedua komoditas

tersebut berbeda. Permintaan tali sepatu bersifat inelastis karena

bagian pendapatan yang digunakan untuk membeli sepatu relatif lebih

kecil. Sedangkan permintaan mobil bersifat elastis karena bagian

pendapatan untuk membeli mobil relatif besar. Dengan demikian

adanya perubahan harga mobil akan membuat orang menunda untuk

membeli mobil dibandingkan beli sepatu karena lebih terlihat nyata

besar harga yang dikeluarkan untuk membeli komoditas tersebut.

22
c. Jangka waktu analisis/ perkiraan atau pengetahuan konsumen

Dalam jangka pendek terjadi perubahan harga tidak secara otomatis

menyebabkan terjadinya permintaan. Hal ini disebabkan perubahan

yang terjadi di pasar belum diketahui oleh konsumen sehingga dalam

jangka pendek permintaan cenderung tidak elastis. Jadi, ketika

mengetahui terjadi perubahan harga masyarakat setempat tidak

langsung mengetahui jika tidak datang langsung ke pasar atau ada

seseorang yang memberi tahunya.

d. Tersedianya sarana kredit

Meskipun harga barang telah diketahui naik, sementara pendapatan

tidak mencukupi, permintaan harga barang tersebut akan tetap bila ada

fasilitas kredit dari penjual atau produsen. Sebaliknya, bila harga

barang yang dimaksud turun maka permintaan atas barang tersebut

tidak akan naik bila fasilitas naik untuk barang subtitusi ada. Dengan

demikian bila terdapat fasilitas kredit, maka elastisitas cenderung

inelastis atau elastis sempurna.

Sebagai contoh konsumen akan membeli HP Blackberry yang

harganya memang mahal. Bagi konsumen yang tidak memiliki banyak

modal untuk membeli sedangkan kebutuhan akan penggunaannya

tinggi, maka konsumen tersebut akan mencari fasilitas kredit untuk

membelinya. Dengan demikian, permintaan terhadap HP Blackberry

cenderung inelastis.

23
e. Masa pakai dari produk

Dimana semakin lama pakai suatu produk tertentu akan memberikan

kemungkinan penundaan pembelian produk itu oleh konsumen untuk

keperluan penggantian, hal ini sering menyebabkan elastisitas

permintaan untuk produk yang bermasa pakai lama akan semakin

elastis.

Contoh pada barang konsumsi seperti buah atau sayur dengan masa

pakai produk yang pendek, maka konsumen tidak akan menunda

pembelian sehingga elastisitas permintaannya semakin tidak elastis.

Sedangkan untuk produk buku atau barang lain dengan masa pakai

produk yang panjang, konsumen dapat menunda pembeliaan sehingga

elastisitas permintaan akan lebih elastis.

f. Derajat kepentingan kebutuhan konsumen terhadap produk

Dimana semakin tinggi derajat kepentingan atau kebutuhan konsumen

terhadap produk tertentu, elastisitas permintaan dari produk itu

semakin inelastis. Dalam situasi ini sering tampak bahwa elastisitas

permintaan untuk produk-produk untuk yang memenuhi kebutuhan

primer (seperti: beras, pasta gigi, sabun) pada umumnya inelastis,

dibandingkan produk-produk kebutuhan sekunder (seperti: mobil,

telepon genggam, laptop) yang pada umumnya lebih elastis.

g. Derajat kejenuhan pasar pada produk

Dimana semakin tinggi derajat kejenuhan pasar bagi suatu produk

tertentu, elastisitas permintaan terhadap produk itu menjadi semakin

inelastis. Dalam situasi ini, meskipun harga diturunkan, tetapi karena

24
pasar dari produk itu telah jenuh, maka tidak akan mempengaruhi

permintaan terhadap produk itu.

Misalnya pada sebuah produk pakaian wanita dengan model A yang

terkenal pada periode 2011, tingkat kejenuhan konsumen terhadap

produk pakaian model A akan lebih tinggi dan beralih pada model B

yang lebih terbaru atau new arrival. Dari hal tersebut, semakin tinggi

tingkat kejenuhan pasar terhadap suatu barang maka permintaan

semakin elastis.

h. Range penggunaan produk

Semakin lebar atau semakin luas range penggunaan dari suatu produk

tertentu akan menyebabkan elastisitas permintaan untuk produk itu

menjadi semakin elastis. Penggunaan yang semakin luas dari suatu

produk tertentu (seperti: kertas, plastik, alumunium, kaca) akan

memberikan peluang munculnya beragam produk sejenis diluar di

pasar, sehingga kenaikan harga pada produk tertentu dapat

tersubstitusi oleh konsumen dengan produk-produk alternatif.

Misalnya pada produk air minum dalam kemasan. Kebutuhan akan

air minum ini sangatlah banyak karena tubuh butuh banyak cairan.

Jadi jelas range penggunaan produk ini sangatlah luas. Sebagai asumsi

jika suatu air minum X mengalami kenaikan harga, tentunya ini akan

sangat mempengaruhi jumlah permintaan. Mungkin konsumen akan

mencari air minum merek lain yang harganya lebih murah mengingat

kebutuhannya yang banyak serta didukung banyak munculnya produk

serupa di pangsa pasar ini. Jadi jelas dalam kondisi ini terjadi

25
elastisitas akibat range penggunaan produk. Semakin tinggi range

penggunaan produk maka akan semakin elastis permintaannya.

Contoh lain Ketumbar yang digunakan sebagai bumbu dapur,

permintaannya cenderung kurang elastis meskipun harganya berubah,

karena penggunaannya tidak terlalu banyak.

2.5 Utility

2.5.1 Pengertian Utility

Utility dalam teori ekonomi memiliki arti nilai guna. Nilai guna

dirasakan oleh konsumen setelah menikmati barang/jasa. Seberapa besar nilai

guna yang dirasakan konsumen tersebut tergantung pada tingkat kepuasan

konsumen. Kotler (1997) dalam Anonim (2009) mendefinisikan kepuasan

konsumen sebagai sebuah perasaan senang atau kecewa seseorang yang

berasal dari perbandingan antara kesan terhadap kinerja ( hasil) suatu produk

dengan harapan sebelumnya.

Windu (2013) dalam artikelnya menuliskan bahwa nilai guna atau

utility terbagi menjadi dua, yaitu total utility dan marginal utility. Total utility

adalah jumlah kepuasan total yang dinikmati konsumen akibat mengkonsumsi

sejumlah barang/jasa. Sedangkan Marginal Utility adalah tambahan kepuasan

yang dinikmati konsumen akibat adanya tambahan barang/jasa yang

dikonsumsi.

2.5.2 Hukum Utility

Dalam pembahasan mengenai nilai guna, juga dikenal hukum nilai guna

yang berbunyi sebagai berikut:

26
“Semakin banyak suatu barang yang dikonsumsi oleh seseorang semakin

besar nilai guna total yang akan diperolehnya, tetapi tingkat pertambahan

nilai guna marjinal yang akan diperoleh akan semakin kecil. Suatu saat nilai

guna marjinalnya akan mencapai nol dan nilai guna total akan mencapai

maksimum. Apabila penambahan konsumsi barang tersebut dilanjutkan,

maka nilai guna marjinalnya akan negatif dan nilai guna total akan

menurun.”

Hipotesis teori nilai guna atau lebih dikenal sebagai hukum nilai guna

marginal menurun menyatakan bahwa tambahan nilai guna yang akan

diperoleh seseorang dari mengkonsumsi suatu barang akan menjadi semakin

sedikit apabila orang tersebut terus menerus menambah konsumsinya ke atas

barang tersebut. Hal ini merujuk pada Hukum Gossen I ( The Law of

Diminishing Returns) yang berbunyi:

“ Semakin banyak suatu barang dikonsumsi,maka tamabahan kepuasan yang

diperoleh setiap satuan tambahan yang dikonsumsikan akan menurun “.

Pada hakikatnya hipotesis tersebut menjelaskan bahwa pertambahan

yang terus menerus dalam mengkonsumsi suatu barang tidak secara terus

menerus menambah kepuasan yang dinikmati orang yang mengkonsumsinya.

Pada permulaannya setiap tambahan konsumsi akan mempetinggi tingkat

kepuasan orang tersebut. Misalnya, apabila seseorang yang berbuka puasa

atau baru selesai berolah raga memperoleh segelas air, maka ia memperoleh

sejumlah kepuasan dari padanya, dan jumlah kepuasan itu akan menjadi

bertambah tinggi apabila ia dapat meminum segelas air lagi.

27
Kepuasan yang lebih tinggi akan diperolehnya apabila dia diberi

kesempatan untuk memperoleh gelas yang ketiga. Pertambahan kepuasan ini

tidak terus berlangsung. Katakanlah pada gelas yang kelima orang yang

berpuasa atau olahragawan itu merasa bahwa yang diminumnya sudah cukup

banyak dan sudah memuaskan dahaganya. Kalau ditawarkan gelas keenam

dia akan menolak, karena dia merasa lebih puas meminum lima gelas air

daripada enam gelas air. Ini bermakna pada gelas yang keenam tambahan

nilai guna adalah negatif, nilai guna total daripada meminum enam gelas

adalah lebih rendah dari nilai guna yang diperoleh dari meminum lima gelas.

2.5.3 Cara Mengukur Utility

Menurut Kotler (2000), Alat untuk mengukur kepuasan pelanggan/

konsumen berkisar dari yang primitif sampai canggih, dengan menggunakan

beberapa metode diantaranya:

1. Sistem keluhan dan saran

Pengukuran kepuasan dengan cara ini dapat dilakukan dengan

meletakkan fasilitas seperti kotak saran, costumer service bebas pulsa,

maupun media sosial yang sudah banyak digunakan diberbagai

kalangan saat ini.

2. Survei kepuasan pelanggan

Perbedaan cara pengukuran ini dengan sistem keluhan dan saran adalah

pada gaya komunikasinya. Dimana dengan sistem survey

memungkinkan pelanggan bertatap muka secara langsung untuk

menyampaikan penilaiannya terhadap pengalamannya menggunakan

suatu produk barang/jasa.

28
3. Pembelanja siluman (Ghost Shopping)

Pembelanja disini adalah seseorang yang berpura-pura menjadi

pelanggan dan melaporkan berbagai temuan penting di lapangan

maupun dalam lingkup karyawan dari sebuah perusahaaan barang/jasa.

4. Analisis pelanggan yang hilang (Lost Customer Analiysis)

Cara pengukuran kepuasan dengan metode ini dilakukan dengan cara

mencari informasi dan menghubungi kembali pelanggan yang telah

beralih menjadi pelanggan produk barang/jasa lain.

2.6 Konsekuensi dari Hukum Marginal Utility

Marginal utility adalah alat yang digunakan dalam Nilai Guna (Utility)

Kardinal. Marginal utility (kepuasan marginal) adalah pertambahan atau

pengurangan kepuasan sebagai akibat adanya pertambahan atau pengurangan

penggunaan satu unit barang tertentu.

Dalam marginal utility terdapat sebuah hukum marginal utility yaitu Law

of Diminishing Marginal Utility. Hukum tersebut berisi, “apabila tambahan nilai

guna yang akan diperoleh dari seseorang dari mengkonsumsi suatu barang akan

menjadi semakin sedikit apabila orang tersebut terus menerus menambah

konsumsinya dan pada akhirnya tambahan nilai guna tersebut akan menjadi

negatif.”

Hukum Penurunan Daya Guna (The Law of Dimishing Marginal Utility)

awalnya akan bertambah besar dengan penambahan satu unit konsumsi, kemudian

penambahan konsumsi selanjutnya akan menambah total daya guna yang semakin

kecil (marginal utilitynya turun), sehingga akhirnya tercapai kekenyangan.

29
Artinya semakin banyak seseorang mengkonsumsi suatu barang, makin

berkuranglah daya guna yang dapat diberikan barang tersebut baginya.

Perubahan marginal utility suatu barang dipengaruhi oleh perubahan harga

barang dan perubahan pendapatan konsumen. Perubahan harga suatu barang akan

mengubah nilai marjinal utility dari barang yang mengalami perubahan harga

tersebut, apabila harga suatu barang makin naik maka nilai marginal rupiah akan

semakin rendah dan sebaliknya apabila suatu barang mengalami penurunan harga

maka nilai marginal utility akan semakin tinggi.

Beberapa pakar ekonomi telah mengembangkan gagasan mengenai konsep

nilai guna. Dari hasil penelitian Herman Heinrich Gossen mengenai nilai guna

total dan nilai guna marjinal yang terkandung dalam hukum Gossen I, nilai guna

total adalah kepuasan total yang di nikmati oleh konsumen dalam mengkonsumsi

sejumlah barang tertentu secara keseluruhan sedangkan nilai guna marjinal atau

kepuasan marjinal adalah tambahan kepuasan yang dinikmati dari setiap tambahan

barang atau jasa yang di konsuminya.

Sebagai contoh Andi adalah seorang yang sangat menyukai es krim. Dia

membeli 6 buah es krim sekaligus. Es krim pertama nikamatnya bukan main

karena merupakan es krim kesukaan Andi, kemudian es krim kedua makin terasa

enak dan kepuasan Andi meningkat. Es krim ke tiga masih terasa enak meskipun

tidak seenak es krim pertama , dan sampai pada akhirnya es krim ke 6 mulai

terasa tidak enak lagi. Situasi ini dapat kita lihat pada tabel di bawah ini.

30
Gambar 2.8 Tabel dan Grafik Nilai Guna Total dan Nilai Guna Marjinal
Menurut Hukum Gossen I
Sumber: Ekonomi jilid satu, Alam S.

Teori nilai guna dapat menerangkan mengenai wujud kelebihan kepuasan

yang dinikmati oleh konsumen, dalam analisis ekonomi kelebihan kepuasan

tersebut lebih dikenal dengan surplus ekonomi. Surplus konsumen menunjukkan

adanya perbedaan antara kepuasan yang didapat oleh seseorang pada saat

mengonsumsi barang atau jasa dengan pembayaran yang harus ia lakukan untuk

mendapatkan produk atau jasa tersebut. Kepuasan yang diperoleh seseorang selalu

lebih besar dari pembayaran yang dilakukan. Surplus konsumen ini sangat

berkaitan dengan nilai guna marginal yang semakin sedikit. Misal pada barang ke-

n yang dibeli, nilai guna marginalnya sama dengan harga. Dengan demikian,

karena nilai guna marginal barang ke-n lebih rendah dari barang sebelumnya,

maka nilai guna marginal barang sebelumnya lebih tinggi dari harga barang

tersebut, dan perbedaan harga yang terjadi merupakan surplus konsumen.

Sebagai contoh seseorang anak ingin membeli es krim. Ia pun

menyediakan uang sebanyak Rp 10.000,00. Namun, ternyata di pasarang harga es

krim yang ingin ia beli Rp 6.000,00, sehingga terdapat selisih antar uang yang

31
telah disediakan dengan harga es krim tersebut di pasaran yakni sebanyak Rp

4.000,00. Inilah yang disebut dengan surplus konsumen.

Tabel 2.2 Surplus Konsumen yang Dinikmati Konsumen


Jumlah barang Harga yang Harga yang Surplus Jumlah
yang disediakan berlaku di konsumen Keseluruhan
dikonsumsi konsumen pasar
(Qx) (Pc)
1 Rp 10.000 Rp 6.000 Rp 4.000 Rp 4.000
2 Rp 8.000 Rp 6.000 Rp 2.000 Rp 6.000
3 Rp 6.000 Rp 6.000 - Rp 6.000
4 Rp 4.000 Rp 6.000 - -

Pada kolom tabel yang kedua menunjukkan jumlah uang yang disediakan

oleh konsumen dan kolom ketiga adalah harga yang berlaku dipasaran, serta

kolom ke empat adalah surplus konsumen yang ia terima. Pada saat pembelian

pertama dan kedua, konsumen memberikan harga lebih tinggi terhadap es krim

yang ingin ia beli daripada harga es krim tersebut di pasaran, sehingga ia

memperoleh surplus konsumen. Namun, pada pemebelian ke-3 dan ke-4 ia tidak

memperoleh surplus konsumen karena uang yang ia sediakan dengan harga es

krim tersebut dipasaran sama atau lebih kecil. Surplus ekonomi ini apabila dapat

pula digambarkan dengan grafik.

Gambar 2.9 Grafik Surplus Konsumen


Sumber: Sadono Sukirno (2010)

32
Pada grafik tersebut digambarkan bahwa konsumen bersedia membeli

suatu barang seharga A, Namun ternyata dipasaran harga barang tersebut sebesar

P. Pada harga tersebut jumlah barang yang dibeli konsumen sebanyak Q. Surplus

konsumen yang ia terimapun sebesar APB.

33

Anda mungkin juga menyukai