Kelompok 4
Kelompok 4
PATOLOGI
Oleh :
Kelompok 4
D-IV Keperawatan tingkat 1
(P07120214004)
(P07120214014)
(P07120214017)
(P07120214018)
KEMENTERIAN KESEHATAN RI
POLITEKNIK KESEHATAN DENPASAR
JURUSAN KEPERAWATAN
TAHUN 2015
INTERAKSI GENETIK DAN LINGKUNGAN
Diturunkan
Secara klinis:
Kelainan kromosom
Faktor ekstrinsik
Agen infeksi,
Trauma mekanis,
Bahan kimia beracun,
Radiasi,
Suhu yang ekstrim,
Masalah gizi dan
Stres psikologik.
b. Pewarisan Mendelian
Masalah penurunan sifat atau hereditas mendapat perhatian banyak
peneliti. Peneliti yang paling popular adalah Gregor Johann Mendel yang
lahir tahun 1822 di Cekoslovakia. Pada tahun 1842, Mendel mulai
mengadakan penelitian danmeletakkan dasar-dasar hereditas. Ilmuwan dan
biarawan ini menemukan prinsip-prinsip dasar pewarisan melalui
percobaan yang dikendalikan dengan cermat dalampembiakan
silang. Penelitian Mendel menghasilkan hukum Mendel I dan II.
Mendel melakukan persilangan monohibrid atau persilangan satu
sifat beda, dengan tujuan mengetahui pola pewarisan sifat dari tetua
kepada generasi berikutnya. Persilangan ini untuk membuktikan hukum
Mendel I yang menyatakan bahwa pasangan alel pada proses
pembentukkan sel gamet dapat memisah secara bebas. Hukum Mendel I
disebut juga dengan hukum segregasi.
Hukum segregasi bebas menyatakan bahwa
pada pembentukan gamet (sel kelamin), kedua gen induk (Parent) yang
Hukum
kedua
Gambar
1
Mendel
menyatakan Gambar
bahwa2
bila
dua individu mempunyai dua pasang atau lebih sifat, maka diturunkannya
sepasang sifat secara bebas, tidak bergantung pada pasangan sifat yang
lain. Dengan kata lain, alel dengan gen sifat yang berbeda tidak saling
memengaruhi. Hal ini menjelaskan bahwa gen yang menentukan e.g.
tinggi tanaman dengan warna bunga suatu tanaman, tidak saling
memengaruhi.
Seperti nampak pada gambar 1, induk jantan (tingkat 1)
mempunyai
genotipe
ww
(secara
mempunyai
genotipe
RR
Selanjutnya,
detail
mengenai
genotipe
SSBB:SSBb:SsBB:SsBb:
diseases,
Defisiensi
antitrypsin,
Penyakit
Wilson,
Penyakit X-linked :
DAFTAR PUSTAKA
Anonim. Hukum Pewarisan Mendel. Tersedia (online):
http://id.wikipedia.org/wiki/Hukum_Pewarisan_Mendel . Diakses pada tanggal 20
April 2015 Pukul 19.09 WITA
Reswari, Chamalia.2014.Genetika dan Hukum Mendel. Tersedia (online):
http://www.academia.edu/5433084/GENETIKA_DAN_HUKUM_MENDEL.
Diakses pada tanggal 20 April 2015 Pukul 19.20 WITA
c. Agen Fisika
Trauma mekanik pada organel intrasel atau pada keadaan yang
kristalisasi.
Suhu tinggi yang merusak dapat membakar jaringan.
Perubahan mendadak tekanan atmosfer juga dapat berakibat
sel-sel.
Tenaga listrik meyebabkan luka bakar, dapat mengganggu jalur
konduksi syaraf dan sering berakibat kematian karena aritmia
jantung.
d. Agen Mikrobiologi
Virus dan rcketsia merupakan parasit obligat intrasel yang
berakibat tumor).
Kuman dengan membebaskan eksotoksin dan endotoksin yang
mampu mengakibatkan jejas sel, melepaskan enzim sehinga dapat
merusak sel.
Jamur, protozoa dan cacing dapat menyebabkan kerusakan dan
penyakit pada sel
e. Mekanisme Imun
Penyebab kerusakan sel dan penyakit pada sel.
Antigen penyulut berasal dari eksogen (Resin tanaman beracun),
endogen (antigen sel) yang menyebabkan penyakit autoimun.
f. Cacat Genitika
Beberapa keadaan abnormal genetika diturunkan sebagai sifat
keluarga (anemia sel sabit).
g. Ketidak seimbangan Nutrisi
Defesiensi nutrisi penyebab jejas sel yang penting, mengancam
dunia.
h. Penuaan
Penuaan dan kematian sel merupakan akibat penentuan progresif
selama jangka waktu hidup sel dengan informasi genitik yang tidak
sesuai akan menghalangi fungsi normal sel.
2. MEKANISME JEJAS SEL
Respons selular terhadap stimulus yang berbahaya bergantung pada
tipe cedera, durasi, dan keparahannya. Jadi, toksin berdosis rendah atau
iskemia berdurasi singkat dapat menimbulkan jejas sel yang reversible,
begitupun sebaliknya. Akibat suatu stimulus yang berbahaya bergantung
pada tipe, status, kemampuan adaptasi, dan susunan genetic sel yang
mengalami jejas. Ada banyak cara yang berbeda yang menyebabkan jejas
sel. Selain itu, mekanisme biokimia yang berkaitan dengan jejas dan
menghasilkan manifestasi pada sel dan jaringan sangatlah kompleks dan
berkaitan erat dengan intracellular pathway. Meskipun demikian beberapa
prinsip umum yang relevan untuk membentuk jejas sel adalah :
1. Respon selular terhadap stimulus jejas tergantung pada tipe jejas,
durasinya, dan tingkat keparahannya. Jadi, racun yang sedikit atau durasi yang
cepat dari ischemia bisa menyebabkan jejas sel reversible, sedangkan racun yang
banyak atau ischemi yang lebih panjang bisa menyebabkan jejas sel
irreversible dan kematian sel.
2. Konsekuensi dari stimulus jejas tergantung pada tipe, status,
kemampuan adaptasi, dan komponen genetik dari sel yang terkena
jejas.
3. Empat system intraselular yang rentan terhadap jejas antara lain : (1)
integritas membrane sel, sangat penting untuk homeostasis selular
ionik dan osmotik; (2) pembentukan adenosine triphosphate (ATP),
secara besar melalui respirasi aerobik di mitokondria; (3) sintesis
protein; dan (4) integritas dari komponen genetik.
4. Komponen struktural dan biokimia dari sel saling berhubungan yang
menghiraukan permulaan tempat terjadinya jejas, efek kedua yang berlipat secara
cepat terjadi. Sebagai contoh, keracunan respirasi aerobik oleh sianida
menghasilkan gangguan aktivitas Na-K ATPase yang penting untuk
mempertahankan keseimbangan osmotik intraselular, sebagai akibatnya sel dapat
dengan cepat membengkak dan pecah.
5. Fungsi sel telah hilang jauh sebelum kematian sel terjadi, dan perubahan morfologi
dari jejas sel (atau kematian sel) tertinggal jauh dibelakang keduanya.
a. Kekurangan ATP
Berkurangnya sintesis ATP adalah frekuensi yang diikuti oleh hipoksik
(kekurangan O2) dan jejas kimia (racun). ATP diproduksi dengan cara
phosphorilasi oksidative yang merubah ADP menjadi ATP dari hasil
reaksi reduksi O2 dengan transfer elektron di mitokondria. Atau
dengan glycolyticpathway dimana produksi ATP tanpa menggunakan O2
dengan menghidrolisis glikogen ataupun glukosa darah.
nukleotida purine.
Glikolisis anaerob meningkat karena penurunan ATP dan diikuti meningkatnya
adenosine monophosphat (AMP) yang menstimulasi enzim
phosphofructokinase. Jalur ini meningkatkan asam laktat yang
menurunkan ph intraselular.
Penurunan ph intraselular dan level ATP menyebabkan ribosom
lepas dari retikulum endoplasma kasar dan polysome berpisah menjadi
monosome, dengan menghasilkan reduksi dari sintesis protein.
b. Kerusakan Mitokondria
Mitokondria dapat rusak oleh karena meningkatnya kalsium
sitosolik, oksidative stress, danlipid peroxidasi.Kerusakan mitokondria
sering dihasilkan dalam pembentukan high-conductance chanel, yang juga
disebut mitochondrial permeability transition (MPT) di innermembran.
Kerusakan mitokondria sering pula diikuti oleh kebocoran sitokrom c
ke dalamsitosol. Yang mana sitosol ini penting dalam transport electron
dan inisiasi apoptosis sel.
Ion kalsium merupakan mediator penting dalam sel injury, kalsium dalam
sitosol memiliki konsentrasi yang amat rendah (<0,1 mol) yang
sebagian besar tersimpan di dalam mitokondriadan reticulum
endoplasma. Sedangkan konsentrasi kalsium di ekstraselular sangatlah
besar (>1,3 mmol).
b. Jejas Ireversibel
Jejas ireversibel ditandai oleh valkuolisasi keras metokondria,
kerusakan membran plasma yang luas, pembengkakan lisosom, dan
Deplesi ATP
Peristiwa awal pada jejas sel yang berperan pada konsekuensi
hipoksia iskemik yang fungsional dan struktural, dan juga pada
kerusakan membran, walaupun demikian, masalah
menimbulkan pertanyaan apakah hal ini sebagai akibat atau
penyebab ireversibilitas.
Kerusakan membran sel. Jejas ireversibel berhubungan dengan
defek membran sel fungsional dan struktural.
- Kehilangan fosfolipid yang progesif, disebabkan oleh :
Aktivasi fosfolipid membran oleh peningkatan kalsium
sitosolik, disusul oleh degradasi fosfolipid dan hilangnya
fosfolipid, atau penurunan realisasi dan sintesi fosfolipid,
mungkin berhubungan dengan hilangnya ATP.
-
membran.
Hilangnya asam amino intrasel. Seperti glisin dan L-alanin
yang penyebabnya belum diketahui.
hydrogen peroksida.
Antioksidan endogen atau eksogen (misalnya vitamin E, A, dan C,
serta Beta-karoten).
b. Hipertropi
c. Displasia
DAFTAR PUSTAKA
Anonym. 2011. Jejas dan Kematian Sel. Available :
https://blogcalondokter.wordpress.com/2011/01/08/jejas-dan-kematian-sel2/ (Diakses pada tanggal 20 April 2015 pukul 18.20)
Anonym. 2012. Jejas dan Kematian Sel. Available :
https://sababjalal.wordpress.com/2012/10/20/jejas-dan-kematian-sel/
(Diakses pada tanggal 20 April 2015 pukul 18.30)
Anonym. Jejas dan Kematian. Available :
https://www.scribd.com/doc/96717208/Jejas-Dan-Kematian
(Diakses pada tanggal 20 April 2015 pukul 18.35)
Usman, Dellery. 2014. Adaptasi Sel Jejas Sel. Available:
www.academia.edu/4152512/ADAPTASI_SEL_JEJAS_SEL_FKG
(Diakses pada tanggal 20 April 2015 pukul 19.00 WITA)
KELAINAN RETROGRESIF
Setiap sel melaksanakan kebutuhan fisiologik yang normal yang disebut
Homeostasis normal. Sel memiliki fungsi dan struktur yang terbatas, dalam
metabolisme, difrensiasi, dan fungsi lainnya karena pengaruh dari sel-sel
sekitarnya dan tersedianya bahan-bahan dasar metabolisme.
Sel mendapatkan stimulus yang patologik, fisiologik dan morphologic.
Bila stimulus patologik diperbesar hingga melampaui adaptasi sel maka timbul
jejas sel atau sel yang sakit (cell injury) yang biasanya bersifat sementara
(reversible). Namun jika stimulus tetap atau bertambah besar , sel akan mengalami
jejas yang menetap (irreversible) yaitu sel yang mati atau nekrosis.
Perubahan-perubahan tersebut hanya mencerminkan adanya cederacedera biomolekuler, yang telah berjalan lama dan baru kemudian dapat dilihat.
Adaptasi, jejas dan nekrosis dianggap sebagai suatu tahap gangguan progresif dari
fungsi dan struktur normal suatu sel. Kelainan retrogesif (regresif) adalah
merupakan suatu proses kemunduran. Yang termasuk kelainan retrogesif (regresif)
:
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
Atropi
Degenerasi dan Infiltrasi
Gangguan Metabolisme
Kematian sel ; Nekrosis
Apoptosis
Postmortal
Penimbunan pigment
Melanin
Mineral
Defisiensi
1. Atrofi
Atrofi merupakan pengurangan ukuran yang disebabkan oleh
mengecilnya ukuran sel atau mengecilnya/berkurangnya (kadang-kadang dan
biasa disebut atrofi numerik) sel parenkim dalam organ tubuh (Syhrin, 2008).
Secara umum, terdapat dua jenis atrofi, yaitu atrofi fisiologis dan atrofi
patologis.
Atrofi fisiologis merupakan atrofi yang bersifat normal atau alami.
Beberapa organ tubuh dapat mengecil atau menghilang sama sekali selama
masa perkembangan atau pertumbuhan, dan jika alat tubuh tersebut organ
tubuh tersebut tidak menghilang ketika sudah mencapai usia tertentu, malah
akan dianggap sebagai patologik ( Saleh, 1973). Contoh dari atrofi fisiologis
ini yaitu proses penuaan (aging process) dimana glandula mammae mengecil
setelah laktasi, penurunan fungsi/produktivitas ovarium dan uterus, kulit
menjadi tipis dan keriput, tulang-tulang menipis dan ringan akaibat resorpsi.
Penyebab proses atrofi ini bervariasi, diantaranya yaitu
berkurangnya/hilangnya stimulus endokrin, involusi akibat menghilangnya
rangsan-rangsang tumbuh (growth stimuli), berkurangnya rangsangan saraf,
berkurangnya perbekalan darah, dan akibat sklerosis arteri. Penyebabpenyebab tersebut terjadi karena proses normal penuaan (Saleh, 1973).
Berbeda dengan atrofi fisiologis, atrofi patologis merupakan atrofi yang terjadi
di luar proses normal/alami.
Secara umum, atrofi patologis dan fisiologis terbagi menjadi lima
jenis, yaitu atrofi senilis, atrofi local, atrofi inaktivas, atrofi desakan, dan atrofi
endokrin.
a. Atrofi senilis
Atrofi senilis terjadi pada semua alat tubuh secara umum, karena atrofi
senilis termasuk dalam atofi umum (general atrophy). Atropi senilis tidak
sepenuhnya merupakan atropi patologis karena proses aging pun masuk ke
dalam kelompok atrofi senilis padahal proses aging merupakan atropi
fisiologis. Contoh atropi senilis yang merupakan proses patologik yaitu
starvation (kelaparan). Starvation atrophy terjadi bila tubuh tidak mendapat
makanan/nutrisi untuk waktu yang lama. Atropi ini dapat terjadi pada orang
yang sengaja berpuasa dalam jangka waktu yang lama (tanpa berbuka puasa),
orang yang memang tidak mendapat makanan sama sekali (karena terdampar
di laut atau di padang pasir).
Orang yang menderita gangguan pada saluran pencernaan misalnya
karena penyempitan (striktura) esophagus. Pada penderita stiktura esophagus
tersebut mungkin mendapatkan suplai makanan yang cukup, namun makanan
tersebut tidak dapat mencapai lambung dan usus karena makanan akan di
semprotkan keluar kembali. Karena itu, makanan tidak akan sampai ke
e. Atrofi endokrin
Terjadi pada alat tubuh yang aktivitasnya bergantung pada rangsangan
hoemon tertentu. Atrofi akan terjadi jika suplai hormon yang dibutuhkan oleh
suatu organ tertentu berkurang atau terhenti sama sekali. Hal ini misalnya
dapat terjadi pada penyakit Simmonds. Pada penyakit ini, hipofisis tidak aktif
sehingga mrngakibatkan atrofi pada kelenjar gondok, adrenal, dan ovarium.
Secara umum, atrofi dapat terjadi karena hal-hal/kondisi berikut.
2. Degenerasi
Degenerasi sel atau kemunduran sel adalah kelainan sel yang terjadi
akibat cedera ringan.Cedera ringan yang mengenai struktur dalam sel seperti
mitokondria dan sitoplasma akan mengganggu proses metabolisme sel.
Kerusakan ini sifatnya reversibel artinya bisa diperbaiki apabila penyebabnya
segera dihilangkan. Apabila tidak dihilangkan, atau bertambah berat, maka
kerusakan menjadi ireversibel, dan sel akan mati.Kelainan sel pada cedera
ringan yang bersifat reversibel inilah yang dinamaknan kelainan degenerasi.
Degenerasi ini akan menimbulkan tertimbunnya berbagai macam bahan di
dalam maupun di luar sel. Berbagai kondisi degenerasi sel yang sering
dijumpai antara lain:
a. Degenerasi Albuminosa
Awal nya terjadi akubat terkumpulnya butir-butir protein di dalam
sitoplasma, sehingga sel menjadi bengkak dan sitoplasma menjadi keruh
(cloudy swelling: bengkak keruh).Contohnya adalah pada penderita
pielonefritis atau pada beberapa jam setelah orang meninggal. Banyak
ditemukan pada tubulus ginjal.
b. Degenerasi Hidropik
Stroma vili korialis yang avaskuler menyebabkan terganggunya
metabolisme dan oksidasi sel. Fungsi membran sel yang terganggu
mengakibatkan cairan tertimbun di sitoplasma sel. Kematian sel stroma
villi korealis yang terjadi mengakibatkan isi sel keluar, sehingga villi
menggelembung.Gelembung ini secara makroskopis terlihat seperti anggur
(gelembung mola) sehingga disebut sebagai kelainan Mola Hidratosa
c. Degenerasi Hialin
Koagulasi protein dalam sel memberikan gambaran suatu masa
homogen yang jernih berwarna merah muda.Sering ditemukan pada
glomerulus ginjal dan mioma uteri.
d. Degenerasi Lemak
Sering terjadi pada parenkim, otot jantung, hati (paling sering), yang
mempunyai metabolik rata-rata tinggi, karena ketidakmampuan jaringan
non-lemak memetabolik sejumlah lemak sehingga tertimbun dalam
sitoplasma yang mengakibatkan sitoplasma membesar ketepi. Jika
degenerasi lemak ini terjadi dihati maka hati akan tertimbun lemak dapat
berkembang menjdi cirrosis hepatis dan hati mengecil (carsinoma
hep/hepatoma).
e. Degenerasi Mukoid (musin & lendir)
3. Gangguan Metabolisme
Memang setiap sel selalu terancam mengalami kerusakan, tetapi sel
hidup mempunyai kemampuan untuk coba menanggulanginya. Jejas ini
kemudian mengakibatkan gangguan dalam metabolisme karbohidrat,
protein dan lemak pada sel. Gangguan metabolisme intraseluler ini
akhirnya mengakibatkan perubahan pada struktur sel.
4. Kematian Sel (Nekrosis)
satunya adalah dengan apoptosis ini dan yang lainnya adalah dengan nekrosis,
yang terjadi dalam kondisi patogenik atau defisiensi.
dalam banyak penyakit. Ketika apoptosis tidak bekerja dengan benar, sel-sel
yang harus dihilangkan dapat bertahan dan menjadi abadi, misalnya, kanker
dan leukemia. Ketika apoptosis bekerja terlalu baik, membunuh terlalu banyak
sel dan menimbulkan kerusakan jaringan kuburan. Ini adalah kasus stroke dan
gangguan neurodegenerative seperti Alzheimer, Huntington, dan penyakit
Parkinson. Juga dikenal sebagai kematian sel terprogram dan sel bunuh diri.
6. Postmortal
Serangkaian perubahan yang terjadi setelah kematian tubuh antara lain :
atau pendinginan.
Algor Mortis; suhu tubuh menjadi dingin sesuai suhu lingkungan
memerlukan waktu 24 s/d 48 jam untuk menjadi dingin sesuai suhu
lingkungan. Suhu tubuh menjadi dingin karena proses metabolisme
terhenti. Jika ditempat yang dingin maka akan lebih cepat dingin, tetapi
sampai 4 hari.
Livor Mortis (lebam mayat); Nampak setelah 30 menit kematian dan
mencapai puncaknya setelah 6 hingga 10 jam.Lebam mayat timbul pada
7. Penimbunan Pigmen
debu carbon
perak, masuk kedalam tubuh sebagai obat-obatan
tanda rajah (tattoo)
Pigmen endogen
Hampir seluruhnya berasal dari peruntuhan haemoglobin, meliputi :
a. Hemosiderin ; adalah pigmen yang berbentuk granular atau kristal dan
berwarna kuning keemasan hingga coklat dan banyak mengandung zat
besi didalam sel (intraselular). Haemosiderin dibentuk dalam 24 jam.
b. Hematoidin; pigmen bentuk Kristal berwarna coklat keemasan, tidak
mengandung zat besi dan identik dengan bilirubin. Hematoidin
merupakan pigmen ekstraselular. Haemotoidin dibentuk dalam 7 hari.
c. Bilirubin; pigmen normal yang dijumpai pada empedu, berasal dari
haemoglobin tetapi tidak mengandung besi. Jika konsentrasi pigmen
dalam sel dan jaringan meningkat, terjadi pigmentasi warna kuning yang
disebut ikterus. Meskipun didistribusikan keseluruh tubuh namun jumlah
terbanyak ditemukan dalam hati dengan produksi normal 0,2 0,3 gram,
berasal dari penghancuran sel eritrosit yang sudah tua oleh proses fagosif
mononuclear di limpa, hati dan sumsum tulang.
8. Melanin
Melanin merupakan pigmen endogen yang berwarna coklat-hitam dan
dapat dijumpai pada rambut, kulit, iris mata dan lain-lain.
Pigmen melanin berasal dari yang oleh enzim tirosin oksidase diubah
menjadi 3,4-dihidroksifenilalanin (DOPA), selanjutnya DOPA oleh enzim
DOPA oksidase diubah menjadi melanin. Untuk kerja dari enzim tirosin
oksidase dan enzim DOPA oksidase diperlukan tirosinase (Cu).
Beberapa hal yang dapat mengurangi pengurangan pigmen melanin :
-
DAFTAR PUSTAKA
Anonim. 2011. Jejas Sel (Injury of Cells). Available:
http://kesehatan.kompasiana.com/medis/2011/03/10/jejas-sel-injuryof-cells-347495.html (Diakses pada tanggal 20 April 2015 pukul
20.09 WITA)
Anonim. 2011. Nekrosis. Available:
https://dentistrymolar.wordpress.com/2011/03/04/nekrosis-liquefaktif/
(Diakses pada tanggal 20 April 2015 pukul 20.15 WITA)
Anonim. Nekrosis. Available:
http://www.academia.edu/5466932/Nekrosis (Diakses pada tanggal 20
April 2015 pukul 20.20 WITA)
Sridanti. Pengertian Apoptosis. Available:
http://www.sridianti.com/pengertian-apoptosis-sel-kematian-selterprogram.html (Diakses pada tanggal 20 April 2015 pukul 20.29
WITA)
Sel membengkak
Lisis sel
Sel sekarat akan ditelan fagosit karena ada sinyal dari sel
Non-lisis
membunuh sel-sel disekitarnya. Sel-sel otot sangat rentan terhadap toksin ini dan
apabila terkena akan mengeluarkan gas hidrogen sulfida yang khas. Gangren jenis
ini dapat mematikan.
3. Kematian Somatik
Kematian somatik/kematian klinis, yaitu kematian atau berhentinya tiga pilar
kehidupan. Tiga pilar kehidupan tersebut ialah sistem saraf pusat, sistem
pernapasan dan sistem kardiovaskuler.
Yang dimaksud berhentinya sistem saraf pusat adalah berhentinya innervasi
dimana akan dijumpai refleks refleks tubuh menjadi tiada atau negatif. Refleks
cahaya negatif, refleks kornea negatif dan relaksasi otot.
Berhentinya sistem pernapasan berarti berhentinya kerja paru . Pada
pemeriksaan akan dijumpai suara vesikular (-) , relaksasi otot- otot pernapasan.
Sedangkan berhentinya sistem kardiovaskuler berarti berhentinya kerja
pompa jantung dimana pada pemeriksaan dijumpai bunyi jantung negatif dan
denyut nadi tidak teraba.
Pada saat kematian somatik sesungguhnya tubuh pada tingkat sel masih
melakukan aktivitas secara molekuler, walaupun dengan persediaan oksigen yang
terbatas. Apabila persidaan oksigen ini telah habis barulah metabolisme sel akan
berhenti secara bertahap, sesuai dengan kemampuan sel untuk dapat bertahan
mengahadapi ketiaadaan oksigen . Pemikiran inilah yang mendasari seorang
dokter untuk mengembangkan metode transplantasi sel.
a. Kriteria kematian somatik adalah:
Faktor internal
Suhu tubuh saat mati
Sebab kematian, misalnya perdarahan otak dan septikemia, mati
dengan suhu tubuh tinggi. Suhu tubuh yang tinggi pada saat mati ini
akan mengakibatkan penurunan suhu tubuh menjadi lebih cepat.
Sedangkan, pada hypothermia tingkat penurunannya menjadi
sebaliknya.
Keadaan tubuh mayat
Pada mayat yang tubuhnya kurus, tingkat penurunannya menjadi lebih
cepat.
Faktor eksternal
Suhu medium
Semakin besar selisih suhu antara medium dengan mayat maka
semakin cepat terjadinya penurunan suhu. Hal ini dikarenakan kalor
yang ada di tubuh mayat dilepaskan lebih cepat ke medium yang lebih
dingin.
Keadaan udara di sekitarnya
Pada udara yang lembab, tingkat penurunan suhu menjadi lebih besar.
Hal ini disebabkan karena udara yang lembab merupakan konduktor
yang baik. Selain itu, Aliran udara juga makin mempercepat penurunan
suhu tubuh mayat
Jenis medium
Pada medium air, tingkat penurunan suhu menjadi lebih cepat sebab air
merupakan konduktor panas yang baik sehingga mampu menyerap
banyak panas dari tubuh mayat.
Pakaian mayat
Rigor Mortis
Kaku mayat atau rigor mortis adalah kekakuan yang terjadi pada otot yang
Kondisi otot
Persediaan glikogen
Cepat lambat kaku mayat tergantung persediaan glikogen otot. Pada
kondisi tubuh sehat sebelum meninggal, kaku mayat akan lambat dan
lama, juga pada orang yang sebelum mati banyak makan karbohidrat,
maka kaku mayat akan lambat.
Kegiatan Otot
Pada orang yang melakukan kegiatan otot sebelum meninggal maka kaku
mayat akan terjadi lebih cepat. Pergerakan yang banyak sebelum kematian,
misalnya prajurit. Demam yang tinggi, kecapaian dan suhu sekeliling yang
tinggi, mempercepat terjadinya kaku mayat. Sebaliknya pada penderita
yang sakit lama, kaku mayat lebih lama.
Gizi
Pada mayat dengan kondisi gizi jelek saat mati, kaku mayat akan cepat
terjadi.
Usia
Pada orang tua dan anak-anak lebih cepat dan tidak berlangsung lama.
Pada bayi premature tidak terjadi kaku mayat, kaku mayat terjadi pada
3.
Livor Mortis
Livor mortis merupakan perubahan warna yang terjadi karena sel-sel darah
Pembekuan darah
Pembekuan darah terjadi segera setelah penderita meninggal. Dapat pula
terjadi pada masa agoni (agonal clots). Beku darah yang terjadi setelah orang
meninggal disebut postmortem clot, warnanya merah elastic atau seperti agaragar(cruor clot) dan beku darah ini tidak melekat pada dinding pembuluh darah
jantung.
Bila beku darah terbentuk lambat, maka beku darah nampak berlapislapis, sel darah merah karena lebih berat maka menempati lapisan terbawah
disebut juga sebagai cruor clot diantara leukosit. Lapisan teratas terdiri dari
plasma darah dan sedikit leukosit yang berwarna kuning disebut juga sebagai
chiken fat clot. Beku darah semacam ini terdapat dalam jantung dan dapat
ditemukan pada bedah mayat.
5.
3.
4.
5.
6.
7.
Mata menonjol
Lidah terjulur
Lubang hidung keluar darah
Lubang mulut keluar darah
Lubang lainnya keluar isinya seperti feses (usus), isi lambung, dan partus
(gravid)
8. Badan gembung
9. Bulla atau kulit ari terkelupas
10. Aborescent pattern / morbling yaitu vena superfisialis kulit berwarna
kehijauan
11. Pembuluh darah bawah kulit melebar
12. Dinding perut pecah
13. Skrotum atau vulva membengkak
14. Kuku terlepas
15. Rambut terlepas
16. Organ dalam membusuk
17. Larva lalat
Autolisis adalah perlunakan dan pencairan jaringan secara spontan yang
terjadi dalam tubuh setelah kematian dalam keadaan steril melalui proses
kimia yang disebabkan oleh enzim- enzim intraseluler, sehingga organ-organ
yang kaya dengan enzim- enzim akan mengalami proses autilisis lebih cepat
daripada organ-organ yang tidak memiliki enzim, dengan demikian pankreas
akan mengalami autolisis lebih cepat dari pada jantung. Proses autolisis ini
tidak dipengaruhi oleh mikroorganisme
Proses auotolisis terjadi sebagai akibat dari pengaruh enzim yang
dilepaskan pasca mati. Mula-mula yang terkena adalah nukleoprotein yang
terdapat pada kromatin dan sesudah itu sitoplasmanya, kemudian dinding sel
akan mengalami kehancuran sebagai akibatnya jaringan akan menjadi lunak
dan mencair. Autolisis mengacu pada pancernaan jaringan oleh substansi yang
dilepaskan, seperti enzim dan lisosom.
DAFTAR PUSTAKA
Azuram.2013. Patologi Perubahan Post Mortem. From:
https://azurama.wordpress.com/all-about-nurse/patologi/perubahan-postmortem/. Diakses pada Senin, 20 April 2015. Pukul 17.37 Wita.
KELAINAN KONGENITAL
A. DEFINISI
Kelainan kongenital merupakan kelainan dalam pertumbuhan struktur bayi
yang timbul sejak kehidupan hasil konsepsi sel telur. Kelainan kongenital
dapat merupakan sebab penting terjadinya abortus, lahir mati atau kematian
segera setelah lahir. Kematian bayi dalam bulan-bulan pertama kehidupannya
sering diakibatkan oleh kelainan kongenital yang cukup berat, hal ini seakanakan merupakan suatu seleksi alamu terhadap kelangsungan hidup bayi yang
dilahirkan. Bayi yang dilahirkan dengan kelainan kongenital besar, umumnya
akan dilahirkan sebagai bayi berat lahir rendah bahkan sering pula sebagai
bayi kecil untuk masa kehamilannya. Bayi berat lahir rendah dengan kelainan
kongenital berat, kira-kira 20% meninggal dalam minggu pertama
kehidupannya. Di samping pemeriksaan fisik, radiologik dan laboratorik
untuk menegakkan diagnose kelainan kongenital setelah bayi lahir, dikenal
pula adanya diagnosisi pre/- ante natal kelainan kongenital dengan beberapa
cara pemeriksaan tertentu misalnya pemeriksaan ultrasonografi, pemeriksaan
air ketuban dan darah janin.
B. FAKTOR ETIOLOGI
Beberapa faktor etiologi yang diduga dapat mempengaruhi terjadinya
kelainan kongenital antara lain:
1. Kelainan Genetik dan Kromosom.
Kelainan genetik pada ayah atau ibu kemungkinan besar akan
berpengaruh atas kelainan kongenital pada anaknya. Di antara
kelainan-kelainan ini ada yang mengikuti hukum Mendel biasa, tetapi
dapat pula diwarisi oleh bayi yang bersangkutan sebagai unsur
dominan ("dominant traits") atau kadang-kadang sebagai unsur resesif.
Penyelidikan daIam hal ini sering sukar, tetapi adanya kelainan
kongenital yang sama dalam satu keturunan dapat membantu langkahlangkah selanjutya.
Dengan adanya kemajuan dalam bidang teknologi kedokteran,
maka telah dapat diperiksa kemungkinan adanya kelainan kromosom
selama kehidupan fetal serta telah dapat dipertimbangkan tindakantindakan selanjutnya. Beberapa contoh kelainankhromosom autosomai
muda dengan tujuan yang kurang baik diduga erat pula hubungannya
dengan terjadinya kelainan kongenital, walaupun hal ini secara
laboratorik belum banyak diketahui secara pasti. Sebaiknya selama
kehamilan, khususnya trimester pertama, dihindari pemakaian obatobatan yang tidak perlu sama sekali; walaupun hal ini kadang-kadang
sukar dihindari karena calon ibu memang terpaksa harus minum obat.
Hal ini misalnya pada pemakaian trankuilaiser untuk penyakit tertentu,
pemakaian sitostatik atau prepaat hormon yang tidak dapat
dihindarkan; keadaan ini perlu dipertimbangkan sebaik-baiknya
sebelum kehamilan dan akibatnya terhadap bayi.
5. Faktor umur ibu
Telah diketahui bahwa mongoIisme lebih sering ditemukan pada
bayi-bayi yang dilahirkan oleh ibu yang mendekati masa menopause.
Di bangsal bayi baru lahir Rumah Sakit Dr Cipto Mangunkusumo pada
tahun 1975-1979, secara klinis ditemukan angka kejadian mongolisme
1,08 per 100 kelahiran hidup dan ditemukan resiko relatif sebesar
26,93 untuk kelompok ibu berumur 35 tahun atau lebih; angka keadaan
yang ditemukan ialah 1: 5500 untuk kelompok ibu berumur < 35 tahun,
1: 600 untuk kelompok ibu berumur 35-39 tahun, 1 : 75 untuk
kelompok ibu berumur 40 - 44 tahun dan 1 : 15 untuk kelompok ibu
berumur 45 tahun atau lebih.
6. Faktor hormonal
Faktor hormonal diduga mempunyai hubungan pula dengan
kejadian kelainan kongenital. Bayi yang dilahirkan oleh ibu
hipotiroidisme atau ibu penderita diabetes mellitus kemungkinan untuk
mengalami gangguan pertumbuhan lebih besar bila dibandingkan
dengan bayi yang normal.
7. Faktor radiasi
Radiasi ada permulaan kehamiIan mungkin sekali akan dapat
menimbulkan kelainan kongenital pada janin. Adanya riwayat radiasi
yang cukup besar pada orang tua dikhawatirkan akan dapat
mengakibatkan mutasi pada gene yang mungkin sekali dapat
menyebabkan kelainan kongenital pada bayi yang dilahirkannya.
diwariskan akan muncul, karena gen dominan ini akan mendominasi dan
menutup gen resesif p (huruf kecil). Jika pasangan berupa gen resesif semua
misalnya pp, barulah sifat yang dipengaruhi oleh gen resesif ini akan muncul.
Tentu saja jika genotipnya dominan semua misalnya PP, sifat yang diwariskan
oleh gen dominan ini akan muncul.
Beberapa pewarisan sifat dari gen autosom dominan yang penting pada
manusia antara lain:
1. Polidaktili dan sindaktili (gen autosom dominan P)
PP : Polidaktili
Pp : Polidaktili
pp : Normal
resesif (huruf kecil). Apabila genotip dominan ada, maka sifat tertentu
(fenotip) yang diturunkan oleh gen resesif tidak muncul karena didominasi
oleh gen dominan. Sebagai contoh, jika gen resesif b (huruf kecil) berperan
menampakkan fenotip mata biru, sedangkan kita memiliki genotip Bb, maka
mata kita tidak akan berwarna biru. Kondisi ini terjadi karena fungsi gen
resesif p tertutup oleh dominasi gen dominan P. Jika genotip kita pp, barulah
akan muncul fenotip mata biru.
Beberapa pewarisan sifat dari gen autosom resesif yang penting pada
manusia antara lain:
1. Mata biru, yang diwariskan oleh gen autosom resesif b.
BB : tidak biru
Bb : tidak biru
bb : biru
Dalam hal ini alkapton tidak dapat diubah menjadi asam maleylasetat
dan selanjutnya menjadi H2O dan CO2. Akibatnya urine berwarna
coklat tua sampai hitam, nyeri sendi dan timbul bercak di kulit.
HH
: normal
Hh
: normal
hh
: alkaptonuria
: normal
: anemia sel sabit ringan
: anemia sel sabit berat
Gambar 48. Struktur sel darah merah pada anemia sel sabit
(Sumber: http://content.revolutionhelath.com)
e) GEN LETAL
Gen letal adalah gen yang menyebabkan kematian pada orang yang
memiliki genotip tersebut. Gen letal ada yang berasal dari gen dominan (gen
dominan letal) dan ada pula yang berasal dari gen resesif (gen resesif letal).
Gen dominan letal
Contoh dari gen dominan letal adalah penyakit Huntingtons chorea dan
brakhidaktili.
1. Brakhidaktili atau jari pendek (diturunkan oleh gen dominan B)
BB
: letal
Bb
: Brakhidaktili
bb
: normal
Dalam hal ini, gen dominan yang berbeda saling membantu membentuk
fenotip tertentu.
P
F1
F2
DD ee
Bisu tuli
Dd Ee
Normal
D E
D ee
dd E
dd ee
dd EE
bisu tuli
X
Dd Ee
Normal
: normal
: bisu tuli
: bisu tuli
: bisu tuli
Dari paparan di atas tampak bahwa kondisi normal (tidak bisu tuli) terjadi
jika terdapat gen dominan D dan E.
g) RANGKAIAN KELAMIN
Rangkaian kelamin adalah penurunan sifat oleh gen yang terdapat pada
kromosom seks, baik diturunkan oleh gen dominan maupun gen resesif.
Pengaruh gen dominan pada rangkaian kelamin
1. Gigi coklat akibat kekurangan email (diturunkan oleh gen dominan B)
Gen gigi coklat hanya terdapat pada kromosom X, sehingga wanita
yang memiliki kromosom sex XX, tentu memiliki pasangan gen gigi
coklat. Karena pria memiliki kromosom seks XY atau hanya memiliki 1
kromosom X, maka hanya memiliki 1 gen untuk gigi coklat.
PRIA (XY)
WANITA (XX)
B - : gigi coklat
b - : normal
CC
Cc
cc
: gigi coklat
: gigi coklat
: normal
WANITA (XX)
CC
: normal
Cc
: normal
cc
: buta warna
WANITA (XX)
AA
: normal
Aa
: anodontia
aa
: anodontia
WANITA (XX)
HH
: normal
Hh
: hemofili
hh
: hemofili
Ekspresi dari gen-gen tertentu dapat ditentukan oleh seks. Dalam hal ini
ada yang benar-benar dibatasi oleh seks sehingga ekspresinya benar-benar
berbeda antara pria dan wanita. Namun ada pula yang cuma dipengaruhi oleh
seks, sehingga ekspresinya berbeda namun tidak terlalu mutlak.
WANITA
BB
: botak
Bb
: normal
bb
: normal
WANITA
TT
: pendek
Tt
: panjang
tt
: panjang
Sumber:http://4.bp.blogspot.com/nMhzYGZ5pns/UWF6BLgimTI/AAAAAAAAAXM/GELfRVIQ
8-M/s1600/SINDROM+DOWN.jpg
Sindrom Edward
Disebut trisomi 18. Sering terjadi pada autosom kromosom
nomor 16,17, atau 18.
Ciri-ciri:
1) kariotipe (45A+XX/XY)
2) tengkorak lonjong, bahu lebar pendek, telinga agak ke bawah
dan tidak wajar
Sumber: http://wianva.blogspot.com/2011/11/foto-mutasimutasi.htm
http://www.larasig.com/sites/larasig.com/files/images/trisomy18_
1.jpg
Sindrom Patau
Trisomik pada kromosom autosom. Kelainan kromosom pada
kromosom 13, nomor 14, atau 15. Nama lain dari kelaianan janin
ini adalah trisomi 13.
Ciri-ciri:
1) kariotipe (45A + XX / XY),
2) bibirnya sumbing,
3) gangguan berat pada perkembangan otak, jantung, ginjal,
tangan dan kaki.
Sindrom Cri-du-Chat
Disebut juga tangisan kucing. Keadaan langka ini disebabkan
oleh pemusnahan bagia terpendek dari kromosom nomor 5. Bayi
dengan sindrom ini mengalami kelain fisik, retardasi mental, dan
defek laring yang mengakibatkan suara tangisan seperti suara
kucing mengeong.
Sumber: http://www.mun.ca/biology/scarr/iGen3_16_04_FigureL.jpg
b. Kelainan pada gonosom
Sindrom Turner
Sindrom turner adalah kelainan kromosom yang terjadi pada
perempuan. Terjadi pada perempuan di mana kehilangan saah
satu kromosom seks sehingga hanya memiliki satu kromosom X,
monosomi X. Sindrom turner memiliki kariotipe 22 AA+XO atau
44AXO dengan jumlah kromosom 45.
Ciri-ciri:
1) bertubuh pendek, kehilangan lipatan kulit di sekitar leher,
pembengkakan pada tangan dan kaki, wajah menyerupai anak
kecil, dan dada berukuran kecil.
2) disfungsi gonad (ovarium tidak bekerja), yang mengakibatkan
amenore (tidak adanya siklus menstruasi) dan kemandulan.
3) Memiliki kemungkinan yang lebih besar untuk menderita
keterbelakangan mental.
Sumber:
http://www.neurologiepediatrica.ro/wpcontent/uploads/2010/03/cariotip_turner_sindrom.jpg
http://3.bp.blogspot.com/N1Em0h2K6KA/TgFpy4vMLgI/AAAAAAAAABo/cqht0p
_kGZQ/s320/Sindrom_turner.jpg
Sindrom Klinefelter
Sindrom ini di derita oleh pria. Kariotipe 22AA+XXY (kelebihan
kromosom seks X). Trisomik pada gonosom kromosom nomor 23
dan 24.
Ciri-ciri:
Sumber:
http://devideposs.files.wordpress.com/2010/08/si55551770
1.jpg
Sindrom Jacobs
Sindrom Jacobs terjadi karena nondisjunction yang
mengakibatkan sel sperma memiliki kelebihan kromosom Y.
Penderita sindrom Jacobs mengalami penambahan satu
kromosom Y pada kromosom kelaminnya sehingga mempunyai
44 autosom dan 3 kromosom kelamin yaitu XYY. kariotipe
(22AA + XYY), mengalami kelainan pada kromosom no.13
berupa trisomik. Biasanya di derita oleh pria.
Perkembangannya normal, dimana organ seksual dan ciri seksual
sekundernya berjalan normal juga pubertas terjadi tepat
DAFTAR PUSTAKA
Rachmat. Congenital.
Diambil dari :
http://www.angelfire.com/ga/RachmatDSOG/congenital.html.
Diakses tanggal 20 April 2015 pukul 18.00 WITA
Anonim. Genetika.
Diambil dari : https://www.academia.edu/4905762/GENETIKA
Diakses tanggal 20 April 2015 pukul 18.35 WITA
Anonim. Genetika.
Diambil dari :
http://static.schoolrack.com/files/14204/366336/GENETIKA.doc
Diakses tanggal 20 April 2015 pukul 19.10 WITA
Krisma, Dena. Penyakit Menurun Pada Genetika.
Diambil dari : https://denadeblong.wordpress.com/2013/02/04/penyakitmenurun-pada-genetika/ Diakses tanggal 20 April 2015 pukul 19.30 WITA
Apoptosis (dari bahasa Yunani apo = "dari" dan ptosis = "jatuh") adalah
mekanisme biologi yang merupakan salah satu jenis kematian sel terprogram.
Apoptosis digunakan oleh organisme multisel untuk membuang sel yang sudah
tidak diperlukan oleh tubuh. Apoptosis berbeda dengan nekrosis. Apoptosis
pada umumnya berlangsung seumur hidup dan bersifat menguntungkan bagi
tubuh, sedangkan nekrosis adalah kematian sel yang disebabkan oleh kerusakan
sel secara akut. Dalam literatur lain menyebutkan apoptosis merupakan suatu
bentuk kematiansel yang didesain untuk menghilangkan sel-sel host yang tidak
diinginkan melalui aktivasi serangkaian peristiwa yang terprogram secara
internal melalui serangkaian produk gen. Adapun terjadinya penyebab diatas
sebagai berikut:
a) Selama proses perkembangan.
b) Sebagai suatu mekanisme homeostatik untuk memelihara sel di
jaringan.
c) Sebagai suatu mekanisme pertahanan seperti reaksi imun.
d) Apabila sel-sel dihancurkan oleh penyakit atau agent-agent yang
berbahaya.
e) Proses Penuaan.
i) Lesi sel pada penyakit virus tertentu, misalnya pada hepatitis virus,
dimana sel-sel yang mengalami apoptosis dihepar yang dikenal sebagai
badan Councilman.
j) Kematian sel akibat berbagai stimulus lesi yang mampu menyebabkan
nekrosis, kecuali bila diberikan dosis rendah, contohnya panas, radiasi,
obatobat anti kanker sitotoksik & hipoksia dapat menyebabkan
apoptosis jika kerusakan ringan, tapi dosis besar dengan stimulus yang
sama menyebabkan kematian sel nekrotik.
3. Morfologi
Gambaran morfologi dapat dilihat dengan mikroskop elektron yang
menggambarkan :
a) Pengerutan sel
Sel berukuran lebih kecil , sitoplasmanya padat, meskipun organella
masih normal tetapi tampak padat.
b) Kondensasi Kromatin (piknotik)
Ini gambaran apoptosis yang paling khas. Kromatin mengalami
agregasi diperifer dibawah selaput dinding inti menjadi massa padat
yang terbatas dalam berbagai bentuk dan ukuran. Intinya sendiri dapat
pecah membentuk 2 fragmen atau lebih ( karyorhexis).
c) Pembentukan tonjolan sitoplasma dan apoptosis.
Sel apoptotik mula-mula menunjukkan blebbing permukaan yang
luas kemudian mengalami fragmentasi menjadi sejumlah badan
apoptosis yang berikatan dengan membran yang disusun oleh
sitoplasma dan organella padat atau tanpa fragmen inti.
d) Fagositosis badan Apoptosis
Badan apoptosis ini akan difagotosis oleh sel-sel sehat disekitarnya,
baik sel-sel parenkim maupun makropag. Badan apoptosis dapat
didegradasi di dalam lisosom dan sel-sel yang berdekatan bermigrasi
atau berproliferasi untuk menggantikan ruangan sebelumnya diisi oleh
sel apoptosis yang hilang.
4. Peranan Apoptosis
Apoptosis memainkan peranan penting dalam perkembangan sel normal
vertebrata. Sebagai contoh, hal yang bertanggungjawab untuk regresi dari ekor
tadpole (berudu) yang mengambil tempat selama metamorfosis menjadi seekor
gen p53 dalam induksi apoptosis oleh radiasi telah terdapat didalam penemuan
bahwa thymocyte kekurangan p53 adalah resisten terhadap efek letal dari
radiasi tetapi mempertahankan kenormalannya untuk terjadi apoptosis setelah
pengobatan dengan glukokortikoid. Walaupun demikian, perlu dicatat bahwa
langkah teakhir dalam deretan usulan, induksi apoptosis oleh sutu peningkatan
level normal (wild-tepy). Gen p53 tampak telah didemonstrasikan hanya pada
derivat sel tumor.
INDUKSI APOPTOSIS OLEH OBAT KEMOTERAPI KANKER
Bermacam obat kanker telah menunjukkan penginduksian apoptosis secara
luas dalam populasi sel yang berproliferasi normal, jaringan limfoid dan tumor.
Oleh karenanya peningkatan apoptosis bertanggung jawab dari berbagai
kerugian efek dari kemoterapi dan regresi tumor. Cara obat-obat anti kanker
menginduksi apoptosis tidak diketahui. Pengertian yang lebih baik dari proses
keterlibatan secara jelas mungkin dipakai untuk memperbaiki regimen terapi.
Walaupun demikian, terdapat suatu tambahan penting sebagai konsekuensi dari
realisasi bahwa obat-obat anti kanker menengahi efek terapinya dengan
mentriger apoptosis. Telah ditekankan apoptosis adalah suatu fenomena
pengaturan yang mampu dihambat dan dan diaktifkan. Di dalam hepar
mungkin terletak suatu penjelasan untuk contoh tertentu resistensi obat.
Terdapat bukti bahwa stimulasi beberapa lapisan sel oleh sitokine tropik atau
peningkatan level ekspresinya dari proto-oncogen bcl-2 (gen bcl-2
menghambat terjadinya apoptosis dalam suatu variasi keadaan) dapat
meningkatkan secara besar restensi mereka terhadap efek induksi apoptosis
dari obat anti kanker. Kemoterapi sekarang diketahui yang membunuh sel
dengan menginduksi apoptosis dimana ada suatu proses yang memerintahkan
program kematian sel.
Saat sel hematopotik merupakan derivat dari faktor pertumbuhan (Growth
Factor) merupakan hal yang penting, mereka juga mati dengan cara apoptosis.
Percobaan pada laboratorium kemoterapi dapat mempengaruhi growth factor.
Sabagai contoh: bekerja pada reseptor growth faktor epidermis di sel-sel Hela
a) Peran aktivitas
II.
NEOPLASMA (TUMOR)
a. Definisi Neoplasma
a) Karsinogenesis Kimiawi
bergabung untuk waktu yang lama. Pada perpaduan yang lama ini
menimbulkan mutasi sehingga terbentuk neoplasma.
e) Peranan Hormon
Hormon dapat merupakan promotor terjadinya keganasan; ini
terbukti secara ekspremental maupun secara klinis. Pada hewan coba
tikus, terbukti bahwa karsinoma uteri lebih mudah timbul jika pada
tikus tersebut diberikan juga sediaan estrogen. Sementara itu
pemberian sediaan estrogen pada wanita pascamenopause
mempengaruhi perkembangan karsinoma korpus uteri. Pemberian
diestilbestrol (DES) yang lazim dilakukan untuk mencegah abortus
pada beberapa yang lalu, mengakibatkan wabah karsinoma sel bening
pada vulva dan vagina anak perempuan pada usia 15 tahun lebih.
Selain itu, terdapat cacat bawaan pada alat kelamin luar dan dalam
pada anak-anak, baik laki-laki maupun perempuan.
Beberapa jenis hormone menjadi salah satu co-faktor pada
karsinogenesis. Sebagai contoh estrogen membantu pembentukan
kanker endometrium dan payudara. Hormone steroid merangsang
pembentukan karsinoma sel hati.
f) Faktor gaya hidup
Gaya hidup, khususnya kebiasaan makan, merupakan salah satu
sebab meningkatnya risiko terserang kanker. Asupan kalori yang
berlebihan terutama yang berasal dari lemak binatang dan kebiasaan
makan makanan yang kurang serat meninggikan resiko terhadap
berbagai keganasan, sperti karsinoma payudara dan karsinoma kolon.
Asap rokok merupakan bahan yang mengandung berbagai macam
karsinogen. Akibat buruk asap rokok tidak tertandingi oleh asap dan
bahan kimia lain yang mencemari udara. Dampak negatif lain dari
kebiasaan merokok adalah mempercepat perkembangan arterosis juga
pada masih muda.
Alkohol mempenngaruhi selaput lendir mulut, faring dan esofagus,
sehingga lebih mudah mengalami keganasan. Selain itu, alkohol
meningkatkan kejadian kanker hati. Pengaruh karsinogenik rokok
diperbesar oleh alcohol.
g) Parasit
fimosis.
Penurunan Imunitas
Penurunan imunitas karena tindakan kedokteran (iatrogen),
misalanya penggunaan kemoterapi, pemberian kartikosteroid jangka
lama, atau terapi penyinaran luas dapat mengakibatkan timbulnya
keganasan setelah sepuluh tahun atau lebih. Keganasan yang dapat
timbul pada defisiensi imunitas ini, antara lain imfoma malignum dan
leukemia. Imunosupresi oleh infeksi HIV dapat menyebabkan
terjadinya tumos Koposi.
c. Klasifikasi Neoplasma
Sel tumor adalah sel tubuh yang mengalami transformasi dan tumbuh
secara autonom lepas dari kendali pertumbuhan sel normal sehingga sel ini
berbeda dari sel normal dalam bentuk dan strukturnya. Perbedaan sifat sel
timor tergantung pada besarnya penyimpangan dalam bentuk dan fungsi,
autonominya dalam pertumbhan, dan kemampuannya mengadakan infiltrasi
dan menyebabkan metastasis.
tumor (histologi).
Stroma : kelompok sel neoplastik dilekatkan ke dalam dan didukung oleh
jaringan ikat yang memberikan dukungan mekanis dan nutrisi pada sel
neoplastik.
dan tidak menimbulkan anak sebar pada tempat yang jauh. Tumor
jinak pada umumnya dapat disembuhkan dengan sempurna kecuali
yang mensekresi horrmon atau yang terletak pada tempat yang sangat
penting, misalnya di sumsum tulang belakang yang dapat
menimbulkan paraplegia atau pada saraf otak yang menekan jaringan
otak.
2. Tumor ganas atau maligna
Tumor ganas lebih dikenal dengan nama kanker . pertumbuhannya
sangat cepat dan tidak terkendali karena sel-sel jaringan telah berubah
bentuk menjadi sel-sel kanker. Kanker tidak berbatas tegas, merusak
jaringan, dan tumbuh menjalar ke bagian lain melalui pembuluh
darah atau pembulh getah bening. Perkembangbiakan sel kanker
hingga ke bagian tubuh lain disebut metastasis. Jika jaringan tumor
ganas menyerupai jaringan embrio disebut blastoma. Jika berasal dari
dua lapis jaringan ebrio disebut karsinosarkoma, sedangkan jika dari
tiga
lapis
jaringan
embrio
disebut
teratoma.
(Otto,2003;
Pringgoutomo, 2002)
Tumor ganas pada umumnya tumbuh cepat, infiltrative dan
merusak jaringan sekitarnya. Disamping itu dapat menyebar ke
seluruh tubuh melalui aliran limfe atau aliran darah dan dapat
menimbulkan kematian.
3. Tumor intermediate
Di antara dua kelompok, terdapat segolongan tumor yang memiliki
sifat invasive local tetapi kemampuan metastasisnya kecil. Tumor
demikian disebut tumor yang agresif local atau tumor ganas
berderajat rendah. Sebagai contoh ialah karsinoma sel basal kulit.
2) Atas dasar sel atau jaringan
Tumor diklasifikasikan dan diberi nama atas dasar jaringan dasar sel
tumor yaitu
1. Berasal dari sel totipoten
Sel totipoten adalah sel yang dapat berdeferensiasi ke dalam tiap
jenis sel tubuh. Sebagai contoh ialah zigot yang berkembang menjadi
janin. Paling sering ditemui pada gonad yaitu sel germinal. Dapat pula
terjadi retroperitoneal, dimediastinum dan daerah pineal.
2. Berasal dari sel embrional pluripoten
Sel embrional dapat berdeferensiasi ke dalam berbagai jenis sel dan
sebagai tumor akan membentuk berbagai jenis struktur alat tubuh.
Sebagai contoh ialah tumor sel embrional pluripoten yang berasal dari
anak ginjal, disebut nefroblastoma, sering berdeferensiasi ke dalam
struktur yang menyerupai tubulus ginajal dan kadang-kadang jaringan
otot, tulang rawan atau tulang rudimenter. Tumor ini contohnya dapat
terdapat pada retinoblastoma, hepatoblastoma, embrional
rhabdomisarcoma.
3. Berasal dari sel yang berdeferensiasi
Jenis sel dewasa yang bederensiasi, terdapat dalam bentuk sel alatalat tubuh pada kehidupan postnatal. Kebanyakan tumor pada manusia
terbentuk dari sel berdeferensiasi.
Neoplasma (jinak / ganas) mempunyai 2 komponen dasar:
Menekan
Menyusup
Tumbuh perlahan
Tumbuh Cepat
Sedikit Vaskuler
Vaskuler/sangat Vaskuler
Neoplasma endokrin
Contoh :
PERBANDINGANANTARATUMORJINAK DAN GANAS(CONTOH:
LEIOMYOMA>< LEIOMYOSARCOMA)
Untuk membedakan tumor jinak dan tumor ganas selain cara diatas:
Sitologik
Melihat keadaan sel tumor yaitu inti dan nukleolus, kromatin, bentuk dan
: Epitel, mesenkim
Jinak
Ganas
Sel epitel
1. Epitel permukaan
2. Epitel kelenjar
Papiloma
Adenoma
Sel penunjang
1. Jaringan ikat
[fibrosis]
2. Jaringan
lemak [lipid]
3. Dan lain-lain
Fibroma
Lipoma
Ca
Skuamosa
Adenoma
Ca
Fibro
Sarkoma
Lipo
Sarkoma
Karsinoma
Sarkoma
Asal
Sifat
Frekuensi
Alur metastasis
Tahap in situ
Kelompok umur
Epitel
Ganas
Sering
Limfe
Ya
Biasanya >
Jaringan
50 tahun
ikat
Ganas
Relatif
jarang
Darah
Tidak
Biasanya <
50 tahun
sel-sel
yang
menyerupai
sel
dewasa
normal
jaringan
jaringan
asalnya.
Semua
neoplasma
benigna
umumnya
Neoplasma
Derajat Pertumbuhan
Tumor jinak biasanya tumbuh lambat sedangkan tumor ganas cepat. tetapi
derajat kecepatan tumbuh tumor jinak tidak tetap,kadang kadang tumor
jinak tumbuh lebih cepat daripada tumor ganas.karena tergantung pada
hormone yang mempengaruhi dan adanya penyediaan darah yang
memadai.
Pada dasarnya derajat pertumbuhan tumor berkaitan dengan tingkat
diferensiasi sehingga kebanyakan tumor ganas tumbuh lebih cepat
daripada tumor jinak. Derajat pertumbuhan tumor ganas tergantung pada 3
hal,yaitu :
a) Derajat pembelahan sel tumor
b) Derajat kehancuran sel tumor
c) Sifat elemen non-neoplastik pada tumor
3. Invasi Lokal
Hampir semua neoplasma beligna tumbuh sebagai massa sel yang
kohesif dan ekspansif pada tempat asalnya dan tidak mempunyai
kemampuan mengilfiltrasi ,invasi atau penyebaran ketempat yang jauh
seperti pada tumor ganas. Oleh karena tumbuh dan menekan perlahan
lahan maka biasanya dibatasi jaringan ikat yang tertekan disebut kapsul
karena
ada
simpai
makaneoplasma
maligna
tumbuh
Pertumbuhan
invasive
demikian
menyebabkan
reseksi
Ca colon ---kecavumperitoneum
Ca paru---kecavumpleura
2) Metastasis secara limfogen:
Terutama pada carcinoma
k. Pemeriksaan Diagnostik
Menurut Sudiono (2008) dan Hegner (2003) ada beberapa cara untuk
menegakkan diagnosis seseorang menderita neoplasma atau tidak, yaitu
dengan cara:
1. Pemeriksaan makroskopis
Pemeriksaan dengan mata biasa untuk memperhatikan jaringan
tumor, misalnya bercak berwarna kuning kemerahan menunjukkan
adanya jaringan nekrotik dan perdarahan. Pemeriksaan ini juga
digunakan untuk mengetahui ada tidaknya simpah dan rapuh tidaknya
konsistensi tumor. Bila rapuh dan tidak bersimpai maka meunjukkan
keganasan.
2. Pemeriksaann hormone dan enzim
Pemeriksaan ini tidak umu dilakukan untuk neoplasma rongga
mulut. Terbentuknya asam fosfatase menunjukkan adanya metastasis
karsinoma dalam tulang. Adanya hormone korionik gonadotropin
dalam
urine
pria
dalam
serum
darah
menunjukkan
adanya
menegakkan
diagnosis
neoplasma.
Suatu
pertumbuhan
DAFTAR PUSTAKA
Nachen Latu, Apoptosis, https://www.academia.edu/3994145/Apoptosis, Diakses
pada tanggal 24 Maret 2015 pukul 14.30 Wita
Rangga A. Ekananta, Basic Science II,
https://www.academia.edu/7693018/BASIC_SCIENCE_II , Diakses pada
tanggal 24 Maret 2015 pukul 14.50 Wita
Imam Abror, Apoptosis, https://imamabror.wordpress.com/2010/04/03/apoptosisnekrosis-organela-prokariotik-dan-eukariotik/, Diakses pada tanggal 24
Maret 2015 pukul 15.50 Wita
Herlina, Neoplasma,
http://herlina.lecture.ub.ac.id/files/2013/12/Neoplasma.1.pdf, Diakses pada
tanggal 24 Maret 2015 pukul 16.200 Wita
Anna biya, Neoplasma, http://annabiya.blogspot.com/2012/05/makalahneoplasma.html, Diakses pada tanggal 24 Maret 2015 pukul 16.40 Wita
Dr. Humairah Medina Liza, Invasi Tumor Ganas,
http://www.scribd.com/doc/212055600/Invasi-Tumor-Ganas#scribd,
Diakses pada tanggal 24 Maret 2015 pukul 17.50 Wita
PROSES PENUAAN
1. TEORI PENUAAN
1.1.
Teori Biologis
Teori biologi merupakan teori yang menjelaskan mengenai
proses fisik penuaan yang meliputi perubahan fungsi dan
struktur organ, pengembangan, panjang usia dan kematian
(Christofalo dalam Stanley). Perubahan yang terjadi di
dalam tubuh dalam upaya berfungsi secara adekuat untuk
dan melawan penyakit dilakukan mulai dari tingkat molekuler
dan seluler dalam sistem organ utama. Teori biologis
mencoba menerangkan menganai proses atau tingkatan
perubahan yang terjadi pada manusia mengenai perbedaan
cara dalam proses menua dari waktu ke waktu serta
meliputi faktor yang mempengaruhi usia panjang,
perlawanan terhadap organisme dan kematian atau
perubahan seluler.
1.1.1. Teori Genetika
Teori genetika merupakan teori yang
menjelaskan bahwa penuaan merupakan suatu proses
yang alami di mana hal ini telah diwariskan secara
turun-temurun (genetik) dan tanpa disadari untuk
mengubah sel dan struktur jaringan. Teori
genetika terdiri dari teori DNA, teori ketepatan dan
kesalahan, mutasi somatik, dan teori glikogen. DNA
merupakan asam nukleat yang berisi pengkodean
mengenai infornasi aktivitas sel, DNA berada pada
tingkat molekuler dan bereplikasi sebelum
pembelahan sel dimulai, sehingga apabila terjadi
kesalahan dalam pengkodean DNA maka akan
sel
bebas
merupakan
contoh
produk
sampah
perubahan
pigmen dan
sel akumulatif
yang pada
akhirnya
mengganggu fungsi.
Dukungan untuk teori radikal bebas ditemukan
dalam lipofusin, bahan limbah berpigmen yang kaya
lemak dan protein. Peran lipofusin pada penuaan mungkin
kemampuannya untuk mengganggu transportasi
dan
replikasi
sel
tubuh
melaksanakan
tugasnya
dam
hormon
diatur
oleh
hipotalamus
dan
Hal ini dikenal sebagai salah satu dari beberapa hormon yang
meningkat dengan usia. Jika kerusakan kortisol
hipotalamus, maka seiring waktu hipotalamus akan
mengalami kerusakan. Kerusakan
ini
kemudian
(Longevity and
Senescence Theories)
Palmore (1987) mengemukakan dari beberapa hasil
studi, terdapat
faktor-faktor
tambahan
berikutyang
perilaku
kemerdekaan;
yang
sosial, dan
psikologis
yang
Teori Sosiologi
Teori sosiologi merupakan teori yang berhubungan dengan
status hubungan sosial. Teori ini cenderung dipengaruhi oleh
dampak dari luar tubuh.
1.2.1. Teori Kepribadian
Teori kepribadian menyebutkan aspek-aspek
pertumbuhan psikologis tanpa menggambarkan harapan atau
tugas spesifik lansia. Teori pengembangan kepribadian yang
dikembangkan oleh Jung menyebutkan bahwa terdapat dua
tipe kepribadian yaitu introvert dan ekstrovert. Lansia akan
cenderung menjadi introvert kerenan penurunan
tanggungjawab dan tuntutan dari
keluarga dan ikatan sosial.
menyediakan
eaktu
untuk
yang
sukses
maka
ia
harus
tetap
kontinuitas
mencoba
menjelaskan
mengenai
Teori Psikologis
Teori psikologis merupakan teori yang luas dalam berbagai lingkup
karena penuaan psikologis dipengaruhi oleh faktor biologis dan sosial,
dan
juga
melibatkan
penggunaan
kapasitas
adaptif
untuk
Keberlangsungan
Hidup
dan
Perkembangan
Kepribadian
Teori
keberlangsungan
hidup
menjelaskan beberapa
lansia. Ia
mendefinisikan
mengidentifikasi,
keintiman
vs
vs
tersebut.
hubungan baru,
bahaya,
berespon
dan
kesukaran
dalam
membaca
dan memfokuskan
penglihatan,
peningkatan
sensitivitas
2.1.2. Pendengaran
Penurunan pendengaran merupakan kondisi yang secara
dramatis dapat mempengaruhi kualitas hidup. Kehilangan
pendengaran pada lansia disebut presbikusis.
Berikut ini merupakan perubahan yang terjadi pada
penglihatan akibat proses menua:
2.1.2.1. Pada telinga bagian dalam terdapat penurunan
fungsi sensorineural, hal ini terjadi karena telinga bagian
dalam dan komponen saraf tidak berfungsi dengan baik
sehingga terjadi perubahan konduksi. Implikasi dari hal
ini adalah kehilangan pendengaran secara bertahap.
Ketidak mampuan untuk mendeteksi volume suara dan
ketidakmampuan dalam mendeteksi suara dengan
frekuensi tinggi seperti
beberapa konsonan (misal f, s, sk, sh, l).
2.1.2.2. Pada telinga bagian tengah terjadi pengecilan daya
tangkap membran timpani, pengapuran dari tulang
pendengaran, otot dan ligamen menjadi lemah dan kaku.
Implikasi dari hal ini adalah gangguan konduksi suara.
2.1.2.3. Pada telingan bagian luar, rambut menjadi panjang dan
tebal, kulit menjadi lebih tipis dan kering, dan peningkatan
keratin. Implikasi dari hal ini adalah potensial terbentuk
serumen sehingga berdampak pada gangguan
konduksi suara.
2.1.3. Perabaan
Perabaan merupakan sistem sensoris pertama yang menjadi
fungisional apabila terdapat gangguan pada penglihatan dan
pendengaran. Perubahan kebutuhan akan sentuhan dan sensasi
taktil karena lansia telah kehilangan orang yang
dicintai, penampilan lansia tidak semenarik sewaktu muda
dan tidak
2.2.
terpajan sinar mata hari, biasanya permukaan dorsal dari tangan dan
lengan bawah.
Sedikit kolagen yang terbentuk pada proses penuaan, dan terdapat
penurunan jaringan elastik, mengakibatkan penampiln yang
lebih keriput. Tekstur kulit lebih kering karena kelenjar eksokrin
lebih sedikit dan penurunan aktivitas kelenjar eksokri dan kelenar
sebasea. Degenerasi menyeluruh jaringan penyambung, disertai
penurunan
cairan tubuh total, menimbulkan penurunan turgor kulit.
Massa lemak bebas berkurang 6,3% BB per dekade dengan
penambahan massa lemak 2% per dekade. Massa air berkurang sebesar
2,5% per dekade.
2.2.1. Stratum Koneum
Stratum korneun merupakan lapisan terluar dari
epidermis yang terdiri dari timbunan korneosit. Berikut ini
merupakan perubahan yang terjadi pada stratum koneum
akibat proses menua:
2.2.1.1. Kohesi sel dan waktu regenerasi sel menjadi lebih lama.
Implikasi dari hal ini adalah apabila terjadi luka maka
waktu yang diperlukan untuk sembuh lebih lama.
2.2.1.2. Pelembab pada stratum korneum berkurang. Implikasi dari
hal ini adalah penampilan kulit lebih kasar dan kering.
2.2.2. Epidermis
Berikut ini merupakan perubahan yang terjadi pada
epidermis akibat proses menua:
2.2.2.1. Jumlah sel basal menjadi lebih sedikit , perlambatan dalam
proses perbaikan sel, dan penurunan jumlah kedalaman
rete ridge. Implikasi dari hal ini adalah pengurangan
kontak antara epidermis dan dermis sehingga mudah
terjadi
terhadap
kulit terhadap alergen
berkurang.
2.2.2.4. Kerusakan struktur nukleus keratinosit. Implikasi dari
hal ini
sel
adalah
ini
adalah lansia
rentan
2.2.4. Subkutis
Berikut ini merupakan perubahan yang terjadi pada
subkutis akibat proses menua:
2.2.4.1. Lapisan jaringan subkutan mengalami penipisan.
Implikasi dari hal
ini
adalah penampilan
tinggi
badan
secara
progresif
karena
2.3.3. Sendi
Berikut ini merupakan perubahan yang terjadi pada sendi
akibat proses menua:
2.3.4. Estrogen
Perubahan yang terjadi pada sistem skeletal akibat
proses menua, yaitu penurunan hormon esterogen. Implikasi
dari hal ini adalah kehilangan unsur-unsur tulang yang
berdampak pada pengeroposan tulang.
2.4.
rata-rata 5-10%
Otak
selama umur
20-90
tendon dalam
yang lebih
lambat dan
ditandai dengan
penurunan
Pada
peningkatan
lansia
jaringan
terjadi perubahan
secara
sempurna sehingga
2.8.
dalam
mengontrol
berkemih,
sehingga
dapat
mengakibatkan
penurunan,
panjang
dan
eritrosit menjadi
terganggu,
nokturia.
2.8.1.2. Penurunan massa otot yang tidak berlemak, peningkatan
total lemak tubuh, penurunan cairan intra sel,
penurunan sensasi haus, penurunan kemampuan untuk
memekatkan urine. Implikasi dari hal ini adalah
penurunan total cairan tubuh dan risiko dehidrasi.
2.8.1.3.
dalam
mempertahankan
pencernaan,
dari
jaringan
lunak,
refleks
muntah.
Implikasi
hal
ini adalahpeningkatan
Berikut
lemak
empedu
tampa
diikuti
2.10.2.2.
dan
kecepatan aterosklerosis.
fraktur,
DAFTAR PUSTAKA
Anonym. Proses Penuaan. Available :
http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/24764/4/Chapter%20II.pdf
(Diakses pada tanggal 20 April 2015 pukul 14.18 WITA)
Anonym. Proses Penuaan. Available :
http://www.pps.unud.ac.id/thesis/pdf_thesis/unud-231-1651891725-bab
%20ii%20%28revised%29%20.pdf (Diakses pada tanggal 20 April 2015
pukul 19.05 WITA)
Pertahanan lini pertama tubuh, merupakan bagian yang dapat dilihat oleh
tubuh dan berada pada permukaan tubuh manusia sepeti kulit, air mata, air liur,
bulu hidung, keringat, cairan mukosa, rambut.
b.
Pertahanan lini kedua tubuh, merupakan bagian yang tidak dapat dilihat
seperti timus, limpa, sistem limfatik, sumsum tulang, sel darah putih/ leukosit,
antibodi, dan hormon.
Semua bagian sistem imun ini bekerja sama dalam melawan masuknya virus,
bakteri, jamur, cacing, dan parasit lain yang memasuki tubuh melalui kulit,
hidung, mulut, atau bagian tubuh lain. Sistem imun kita tersebar di seluruh tubuh
dan tidak berada di bawah perintah otak, tetapi bekerja melalui rangkaian
informasi pada tiap bagian dari sistem imun. Jumlah sel-sel imun lebih banyak 10
kali lipat dari sistem saraf dan mengeluarkan empat puluh agen imun yang
dan limfosit.
Selain itu, ada juga sel bernama Macrophage (makrofag), yang biasanya berasal
dari monosit. Makrofag bersifat fagositosis, menghancurkan sel lain dengan cara
memakannya. Kemudian, pada semua limfosit dewasa, permukaannya tertempel
reseptor antigen yang hanya dapat mengenali satu antigen. Ada juga sel pemuncul
antigen (Antigen Presenting Cells). Saat antigen memasuki memasuki sel tubuh,
molekul tertentu mengikatkan diri pada antigen dan memunculkannya di hadapan
limfosit. Molekul ini dibuat oleh gen yang disebut Major Histocompability
Complex (MHC) dan dikenal sebagai molekul MHC. MHC 1 menghadirkan
antigen di hadapan limfosit T pembunuh dan MHC II menghadirkan antigen ke
hadapan limfosit T pembantu.
Limfosit berperan utama dalam respon imun diperantarai sel. Limfosit terbagi atas
2 jenis yaitu limfosit B dan limfosit T. Berikut adalah perbedaan antara limfosit T
dan limfosit B:
Limfosit B
dibuat di sumsum tulang yaitu
Limfosit T
dibuat di sumsum tulang dari sel
humoral
Menyerang antigen yang ada di
dalam sel
Terdapat 3 jenis sel limfosit T
yaitu:
1. Limfosit T pembantu (helper T
yaitu :
1.limfosit B plasma, memproduksi
antibodi.
2. Limfosit B pembelah,
menghasilkan limfosit B dalam
jumlah banyak dan cepat
3. Limfosit B memori, menyimpan
mengingat antigen yang pernah
masuk ke dalam tubuh
menghancurkannya.
Menghilangkan jaringan atau sel yang mati atau rusak untuk perbaikan
jaringan.
1. Innate immunity, atau sering disebut imunitas alamiah, merupakan mekanisme pertama
yang akan terjadi saat infeksi berlangsung, terjadi secara cepat terhadap infeksi
mikrobia, dan terjadi antara jam ke-0 sampai jam ke-12 infeksi. Mekanisme tersebut
melibatkan (1) penghalang fisik dan kimiawi, seperti epitel dan senyawa antimikrobia
yang dihasilkan oleh sel epitel, (2) sel fagosit (neutrofil dan maktofag) dan
sel natural killer, (3) protein darah, termasuk sistem komplemen dan mediator
inflamasi lainnya, dan (4) protein sitokin yang mengatur sel-sel pada mekanisme
ini. Innate immunity terjadi karena tubuh dapat mengenali struktur mikroba yang
masuk, bisa karena sebelumnya mikroba tersebut sudah pernah menginfeksi tubuh,
atau karena struktur mikroba tersebut mirip seperti struktur mikroba lain yang pernah
menginfeksi tubuh. Kelemahan dari mekanisme ini adalah tidak dapat mengenali
struktur yang sama sekali baru menginfeksi tubuh. Untuk infeksi tersebut, adaptive
immunity yang berperan.
2. Adaptive immunity, atau imunitas spesifik, terjadi ketika innate immunity gagal
menghalau infeksi karena benda asing yang masuk memiliki struktur yang sama
sekali baru bagi tubuh. Mekanisme ini terjadi sekitar 1 hingga 5 hari setelah infeksi.
Secara singkat, makanisme ini akan mencoba membuat "ingatan" baru tentang
struktur benda asing yang masuk ke tubuh, kemudia bereaksi untuk menghalau benda
asing tersebut. Sel yang terlibat pada mekanisme ini adalah limfosit, baik sel T
limfosit maupun sel B limfosit. Adaptive immunity sendiri terbagi menjadi 2, yaitu:
a. Imunitas humoral, yaitu imunitas yang dimediasi oleh molekul di dalam darah, yang
disebut antibodi. Antibodi dihasilkan oleh sel B limfosit. Mekanisme imunitas ini
ditujukan untuk benda asing yang berada di di luar sel (berada di cairan atau jaringan
tubuh). B limfosit akan mengenali benda asing tersebut, kemudian akan memproduksi
antibodi. Antibodi merupakan molekul yang akan menempel di suatu molekul
spesifik (antigen) di permukaan benda asing tersebut. Kemudian antibodi akan
menggumpalkan benda asing tersebut sehingga menjadi tidak aktif, atau berperan
sebagai sinyal bagi sel-sel fagosit.
b. Imunitas selular, yaitu imunitas yang dimediasi oleh sel T limfosit. Mekanisme ini
ditujukan untuk benda asing yang dapat menginfeksi sel (beberapa bakteri dan virus)
sehingga tidak dapat dilekati oleh antibodi. T limfosit kemudian akan menginduksi 2
hal: (1) fagositosis benda asing tersebut oleh sel yang terinfeksi, dan (2) lisis sel yang
terinfeksi sehingga benda asing tersebut terbebas ke luar sel dan dapat di dilekati oleh
antibodi.
Imunitas Bawaan
Tubuh manusia mempunyai kemampuan untuk melawan hampir semua jenis
organisme atau toksin yang cenderung merusak jaringan dan organ tubuh.
Kemampuan itu disebut imunitas. Dari sebagian besar imunitas merupakan imunitas
didapat yang tidak timbul sampai tubuh pertama kali diserang oleh bakteri yang
menang menyebabkan penyakit atau toksin, seringkali memerlukan waktu
berminggu-minggu atau berbulan-bulan untuk membentuknya. Ada suatu imunitas
tambahan yang merupakan akibat dari proses yang terarah pada organisme penyebab
penyakit spesifik. Imunitas ini disebut imunitas bawaan, yang meliputi:
1. Fagositosis terhadap bakteri dan penyerbu lainnya oleh sel darah putih dan sel pada
sistem makrofag jaringan.
2. Pengrusakan oleh asam lambung dan enzim pencernaan terhadap organisme yang
tertelan kedalam lambung.
3. Daya tahan kulit terhadap invasi organisme.
4. Adanya senyawa kimia tertentu dalam darah yang melekat pada organisme asing atau
toksin dan menghancurkannya. Beberapa senyawa tersebut adalah:
1) Lisozim: suatu polisakarida mukolitik yang menyerang bakteri dan membuatnya
terlarut.
2) Polipeptida dasar: yang bereaksi dengan bakteri gram-positif tertentu dan membuatnya
menjadi tidak aktif.
3) Kompleks komplemen: merupakan suatu sistem yang terdiri dari kurang lebih 20
protein yang dapat diaktifkan untuk merusak bakteri.
4) Limfosit pembunuh alami: yang dapat mengenali dan menghancurkan sel-sel asing,
sel-sel tumor, dan bahkan beberapa sel yang terinfeksi.
Imunitas bawaan ini membuat tubuh manusia tahan terhadap penyakit.
Imunitas didapat (non spesifik)
Selain imunitas bawaan, tubuh juga mampu membentuk imunitas spesifik yang
sangat kuat untuk melawan agen penyerbu yang bersifat mematikan, seperti bakteri,
virus, toksin, dan bahkan jaringan asing yang berasal dari binatang lain. Imunitas
semacam ini disebut imunitas didapat. Imunitas didapat dihasilkan oleh sistem imun
khusus yang membentuk antibodi dan mengaktifkan limfosit yang mampu menyerang
dan menghancurkan organisme spesifik atau toksin.
Tipe-tipe dasar dari imunitas didapat
Didalam tubuh dijumpai dua tipe dasar dari imunitas didapat yang berhubungan erat
satu sama lain. Pada salah satunya tubuh membentuk antibodi yang bersirkulasi, yaitu
molekul globulin dalam darah yang mampu menyerang agen penyerbu. Tipe ini
disebut imunitas humoral atau imunitas sel-B (karena limfosit B memproduksi
antibodi). Tipe kedua dari imunitas didapat diperoleh melalui pembentukan limfosit
teraktivasi dalam jumlah besar yang secara khusus dirancang untuk menghancurkan
benda asing. Jenis ini disebut imunitas yang diperantarai sel atau imunitas sel-T
(karena limfosit yang teraktifasi merupakan limfosit T).
Imunitas didapat merupakan produk dari sistem limfosit tubuh. Pada orang yang
memiliki cacat genetik pada limfosit atau yang limfositnya rusak akibat radiasi atau
bahan-bahan kimia, tidak dapat membentuk imunitas didapat. Dan dalam beberapa
hari setelah lahir, penderita seperti ini akan meninggal akibat infeksi bakteri yang
fulminan kecuali bila diobati. Oleh karena itu, jelaslah bahwa limfosit sangat penting
untuk menjaga kelangsungan hidup manusia.
Limfosit terletak secara tersebar dalam nodus limfe, namun dapat juga dijumpai
dalam jaringan limfoid khusus, seperti limpa, daerah submukosa dari traktus
gastrointestinal, dan sumsum tulang. Jaringan tersebut sangat menguntungkan
didalam tubuh untuk menahan invasi organisme atau toksin sebelum dapat menyebar
lebih luas. Pada kebanyakan kasus, mula-mula agen masuk dalam cairan jaringan dan
kemudian dibawa melalui pembuluh limfe ke nodus limfe atau jaringan limfoid lain.
Ada dua macam limfosit yang berturut-turut menimbulkan imunitas diperantarai sel
dan imunitas humoral, limfosit T dan limfosit B. Walaupun kebanyakan limfosit
dalam jaringan limfoid normal tampak serupa dibawah mikroskop, tapi sel-sel
tersebut secara jelas dapat dibedakan dalam dua kelompok besar. Satu kelompok
yaitu limfosit T, bertanggung jawab dalam pembentukan limfosit teraktifasi yang
dapat membentuk imunitas diperantarai sel, dan kelompok lain, yaitu limfosit B
bertanggung jawab dalam pembentukan antibodi yang memberikan imunitas humoral.
Sewaktu embrio, kedua macam limfosit ini berasal dari sel stem
hemopoietikpluripoten yang berdiferensiasi dan membentuk limfosit. Limfosit yang
terbentuk akhirnya berada dalam jaringan limfoid, namun sebelum sampai, limfosit
berdiferensiasi lebih lanjut atau diolah lebih dulu dengan cara sebagai berikut.
Limfosit yang pada akhirnya membentuk limfosit T teraktivasi, mula-mula bermigrasi
ke dan diolah lebih dulu dalam kelenjar timus, sehingga dengan alasan inilah mereka
disebut limfosit T. limfosit ini bertanggung jawab terhadap imunitas diperantarai sel.
Kelompok limfosit yang lain yaitu limfosit B yang dipersiapkan untuk membentuk
antibodi, mula-mula diolah lebih dulu dalam hati selama masa pertengahan kehidupan
janin, dan dalam sumsum tulang pada masa akhir janin dan sesudah dilahirkan.
masing limfosit ini hanya mampu membentuk satu jenis antibodi atau satu jenis sel T
dengan satu macam spesifisitas. Begitu limfosit spesifik diaktifkan oleh antigennya,
maka ia akan berkembang dengan baik membentuk banyak sekali limfosit turunan.
Bila limfosit itu adalah limfosit B, maka turunannya kemudian akan mengekresi
antibodi yang kemudian bersirkulasi diseluruh tubuh. Dan bila limfosit tersebut
adalah limfosit T, maka turunannya adalah sel T yang rentan yang akan dilepaskan
kedalam cairan limfe dan diangkut ke dalam darah, kemudian disirkulasikan ke
seluruh cairan jaringan dan kembali lagi ke dalam limfe, sirkulasi dalam lingkaran ini
kadang-kadang terjadi selama berbulan-bulan atau bertahun-tahun.
Mekanisme untuk mengaktifkan suatu klon limfosit.
Setiap klon limfosit hanya responsif terhadap satu tipe antigen tunggal (atau terhadap
beberapa antigen yang sifat stereokimianya hampir sama). Alasannya adalah sebagai
berikut: pada limfosit B, pada permukaan setiap membran selnya terdapat kira-kira
100.000 molekul antibodi yang hanya akan bereaksi secara sangat spesifik terhadap
satu macam antigen spesifik saja. Jadi bila ada antigen yang cocok, maka antigen ini
segera melekat pada membran sel, keadaan ini akan menimbulkan proses aktifasi.
Pada permukaan membran limfosit sel-T nya terdapat molekul yang sangat mirip
dengan antibodi, yang disebut protein reseptor permukaan (atau penanda sel T), dan
ternyata protein ini juga bersifat sangat spesifik terhadap satu macam antigen tertentu
yang mengaktifikasinya.
cara kontak sel ke sel langsung ke limfosit, jadi menimbulkan aktifasi klon yang
khusus. Selain itu, makrofag juga mengekresi bahan pengaktifasi khusus yang
meningkatkan pertumbuhan dan reprodoksi limfosit spesifik. Bahan ini disebut
interleukin-l.
Peran sel T dalam mengaktifkan limposit B.
Kebanyakan antigen mengaktifkan limfosit T dan limfosit B pada saat yang
bersamaan. Beberapa sel T yang terbentuk, disebut sel pembantu. Kemudian
menyekresi bahan khusus (yang secara kolektif disebut limfokim) yang selanjutnya
mengaktifkan limposit B. sesungguhnya tanpa bantuan limfosit T ini, jumlah antibodi
yang dibentuk oleh limfosit B biasanya sedikit.
Sifat-sifat khusus sistem limfosit B dalam imunitas humoral dan antibodi.
1.
berlanjut terus selama beberapa hari atau beberapa minggu sampai sel plasma
kelelahan dan mati.
2.
3.
Sifat antibodi.
Antibodi merupakan globulin gamma yang disebut immunoglobulin, dan berat
molekulnya antara 160.000 dan 970.000. Imunoglobulin biasanya merupakan sekitar
20% dari seluruh protein plasma. Semua imunoglobulin terdiri atas kombinasi rantai
polipeptida ringan dan berat, kebanyakan merupakan kombinasi 2 rantai berat dan 2
rantai ringan. Meskipun begitu, ada imunoglobulin yang mempunyai kombinasi
sampai 10 rantai berat dan 10 rantai ringan. Yang menghasilkan imunoglobulin
dengan berat molekul besar. Dalam semua imunoglobulin tiap rantai berat terletak
sejajar dengan satu rantai ringan pada salah satu ujungnya, jadi membentuk satu
pasangan berat dan ringan. Serta selalu terdapat sedikitnya 2 pasang dan sebanyakbanyaknya 10 pasang dalam setiap molekul imunoglobulin.
4.
Spesifikasi antibodi.
Setiap antibodi bersifat spesifik untuk antigen tertentu, hal ini disebabkan oleh
struktur uniknya yang tersusun atas asam-asam amino pada bagian yang dapat
berubah dari kedua rantai ringan dan berat. Susunan asam amino ini memiliki bentuk
sterik-sterik yang berbeda untuk setiap spesifisitas antigen, sehingga bila suatu
antigen berkontak dengan bagian ini, maka berbagai kelompok prostetik antigen
tersebut seperti sebuah bayangan cermin dengan asam amino yang terdapat dalam
antibodi, sehingga terjadilah ikatan yang cepat antara antibodi dan antigen. Ikatan itu
bersifat nonkovalen, tapi bila antibodi bersifat sangat spesifik, maka akan ada banyak
tempat ikatan yang dapat membuat pasangan antibodi-antigen itu sangat kuat terikat
satu sama lain, yaitu dengan cara (1) ikatan hidrofobik, (2) ikatan hidrogen, (3) daya
tarik ionik, dan (4) kekuatan van der Waals. Ikatan ini juga mematuhi hukum kerja
massa termodinamik.
5.
Penggolongan antibodi.
Terdapat lima golongan umum antibodi, masing-masing diberi nama IgM, IgG, IgA,
IgD, dan IgE. Ig singkatan dari imunoglobulin, dan kelima huruf di atas menunjukkan
masing-masing golongan. Ada dua golongan antibodi yang sangat penting: IgG yang
merupakan antibodi bivalen dan kira-kira 75% dari seluruh antibodi pada orang
normal, dan IgE yang merupakan antibodi dalam jumlah kecil tapi khususnya terlibat
dalam peristiwa alergi. Golongan IgM juga penting sebab sebagian besar antibodi
yang terbentuk sewaktu terjadi respons primer adalah golongan ini. Antibodi ini
mempunyai 10 tempat ikatan sehingga membuatnya menjadi sangat efektif dalam
melindungi tubuh terhadap agen penyebab penyakit, walaupun antibodi IgM
jumlahnya tak begitu banyak.
6.
7.
1)
2)
Presipitasi, dimana kompleks molekular dari antigen yang larut (misalnya racun
tetanus) dan antibodi menjadi begitu besar sehingga berubah menjadi tak larut dan
3)
membentuk presipitat.
Netralisasi, dimana antibodi menutupi tempat-tempat yang toksik dari agen yang
4)
bersifat antigenik.
Lisis, dimana beberapa antibodi yang sangat kuat kadang-kadang mampu langsung
menyerang membran sel agen penyebab penyakit sehingga menyebabkan sel tersebut
robek.
Dalam keadaan normal, kerja antibodi yang langsung menyerang penyebab penyakit
yang bersifat antigenik mungkin tak cukup kuat untuk berperan dalam
mempertahankan tubuh terhadap penyebab penyakit tersebut. Kebanyakan sifat
pertahanan didapat melalui efek penguatan dari sistem komplemen.
8.
a. Jalur Klasik.
Jalur ini diaktifkan oleh suatu reaksi antigen-antibodi. Yaitu, bila suatu antibodi
berikatan dengan suatu antigen, maka tempat reaktif yang spesifik pada bagian yang
tetap dari antibodi akan menjadi tak tertutup, atau diaktifkan, dan gabungan ini
kemudian langsung berikatan dengan molekul C1 dari sistem komplemen, masuk
dalam rangkaian reaksi-reaksi, yang diawali dengan pengaktifan proenzim C1 itu
sendiri. Untuk mengaktifkan banyak molekul pada tahap pertama dari sistem
komplemen ini hanya dibutuhkan sedikit gabungan antigen-antibodi. Enzim C1 yang
terbentuk kemudian secara berturut-turut mengaktifkan enzim yang jumlahnya
meningkat pada tahapakhir dari sitem ini, sehingga dari awal yang kecil terjadilah
reaksi penguat yang besar sekali. Produk akhir dan beberapa di antaranya
menimbulkan efek penting yang membantu mencegah kerusakan akibat organisme
yang menyerbu atau oleh toksin. Efek-efek yang penting tersebut adalah sebagai
berikut:
1. Opsonisasi dan fagositosis. Salah satu produk dari rangkaian komplemen yaitu C3b,
dengan kuat mengaktifkan fagositosis oleh netrofil dan makrofag, menyebabkan selsel ini menelan bakteri yang telah dilekati oleh kompleks antigen-antibodi. Proses ini
disebut opsonisasi. Proses ini seringkali mampu meningkatkan jumlah bakteri yang
dapat dirusak, sampai 100 kali lipat.
2. Lisis. Produkyang paling penting adalah kompleks litik. Yang merupakan gabungan
dari banyak faktor komplemen dan ditandai dengan C5b6789. Produk ini mempunyai
pengaruh langsung untuk merobek membran sel bakteri atau organisme penyerbu
lainnya.
3. Aglutinasi. Komplemen juga mengubah permukaan organisme penyerbu, sehingga
saling melekat satu sama lain, jadi meningkatkan proses aglutinitas.
4. Netralisasi virus-virus. Enzim komplemen dan produk komplemen dapat menyerang
struktur beberapa virus dan dengan demikian mengubahnya menjadi nonvirulen.
5. Kemotaksis. Fragmen C5a menyebabkan kemotaksis dari netrofil dan makrofag,
jadi menyebabkan sebagian besar sel fagosit ini bermigrasi kedalam regio lokal dari
agen antigenik.
6. Pengaktifan sel mast dan basofil. Fragmen C3a, C4a dan C5a semuanya mengaktifkan
sel mast dan basofil, sehingga menyebabkan sel-sel tersebut melepaskan histamin,
heparindan substansi lainnya ke dalam cairan setempat. Bahan-bahan ini kemudian
menyebabkan peningkatan aliran darah setempat, meningkatkan kebocoran cairan dan
protein plasma ke dalam jaringan, dan reaksi jaringan setempat lainnya yang
membantu menginaktifkan atau mengimobilisasi agen antigenik. Faktor-faktor yang
sama juga berperan dalam proses peradangan.
7. Efek inflamasi. Disamping efek peradangan yang disebabkan oleh pengaktifan sel mast
dan basofil, ada beberapa produk komplemen lain yang turut menimbulkan
peradangan setempat. Produk-produk ini meningkatkan aliran darah yang sebelumnya
telah meningkat, meningkatkan kebocoran protein dari kapiler, dan kemudian protein
akan berkoagulasi dalam ruang jaringan, jadi menghambat pergerakan organisme
yang menyerbu melewati jaringan.
b.
Jalur alternatif.
Sistem komplemen kadang-kadang diaktifkan tanpa diperantarai oleh suatu reaksi
antigen-antibodi. Hal ini terjadi dalam respons terhadap molekul-molekul
polisakarida besar dalam membran sel mikro-organisme yang menyerbu masuk, yang
bereaksi dengan faktor komplemen B dan D, menghasilkan bahan pengaktif yang
mengaktifkan faktor C3, untuk memulai rangkaian komplemen yang tersisa, diluar
tingkat C3. Jadi pada dasarnya semua hasil akhir yang dihasilkan itu sama dengan
yang dihasilkan dalam jalur klasik, dan ini juga menghasilkan pengaruh yang sama
terhadap penyerbu dalam mempertahankan tubuh. Karena jalur alternatif tidak
melibatkan reaksi antigen-antibodi, maka jalan ini juga merupakan garis pertahanan
pertama terhadap mikro-organisme penyerbu, bahkan mampu berfungsi sebelum
orang tersebut terimunisasi terhadap organisme.
C. Reaksi Hipersensitivitas
Pembagian reaksi hipersensitivitas oleh Gell dan Coombs adalah usaha untuk
mempermudah evaluasi imunopatologi suatu penyakit. Dalam keadaan
sebenarnya seringkali keempat mekanisme ini saling mempengaruhi. Aktivasi
suatu mekanisme akan mengaktifkan mekanisme yang lainnya.
Sel mast dan basofil pertama kali dikemukakan oleh Paul Ehrlich lebih dari
100 tahun yang lalu. Sel ini mempunyai gambaran granula sitoplasma yang
mencolok. Pada saat itu sel mast dan basofil belum diketahui fungsinya.
Beberapa waktu kemudian baru diketahui bahwa sel-sel ini mempunyai peran
penting pada reaksi hipersensitivitas tipe cepat (reaksi tipe I) melalui mediator
yang dikandungnya, yaitu histamin dan zat peradangan lainnya.
Reaksi hipersensitivitas tipe I, atau tipe cepat ini ada yang membagi menjadi
reaksi anafilaktik (tipe Ia) dan reaksi anafilaktoid (tipe Ib). Untuk terjadinya
suatu reaksi selular yang berangkai pada reaksi tipe Ia diperlukan interaksi
antara IgE spesifik yang berikatan dengan reseptor IgE pada sel mast atau
basofil dengan alergen yang bersangkutan.
Proses aktivasi sel mast terjadi bila IgE atau reseptor spesifik yang lain pada
permukaan sel mengikat anafilatoksin, antigen lengkap atau kompleks
kovalen hapten-protein. Proses aktivasi ini akan membebaskan berbagai
mediator peradangan yang menimbulkan gejala alergi pada penderita,
misalnya reaksi anafilaktik terhadap penisilin atau gejala rinitis alergik akibat
reaksi serbuk bunga.
Reaksi anafilaktoid terjadi melalui degranulasi sel mast atau basofil tanpa
peran IgE. Sebagai contoh misalnya reaksi anafilaktoid akibat pemberian zat
kontras atau akibat anafilatoksin yang dihasilkan pada proses aktivasi
komplemen (lihat bab mengenai komplemen).
Menurut jarak waktu timbulnya, reaksi tipe I dibagi menjadi 2, yaitu fase
cepat dan fase lambat.
infiltrat peradangan setelah reaksi alergi fase cepat dalam keadaan teraktivasi
yang selanjutnya akan menyebabkan kerusakan jaringan dan menarik sel lain,
terutama eosinofil.
Mediators:
Histamin
Bradykinin.
Serotonin (5-hydroxytryptamine)
Genetic factors: Hay fever, asthma, and food allergies, show familial
tendency.
Manifestasi Klinis
Anaphylaxis
hipersekresi asam lambung, kejang usus, dan diare. Histamin mempunyai peran kecil
pada asma, karena itu antihistamin hanya dapat mencegah sebagian gejala alergi pada
mata, hidung dan kulit, tetapi tidak pada bronkus.
Kadar histamin yang meninggi dalam plasma dapat menimbulkan gejala sistemik
berat (anafilaksis). Histamin mempunyai peranan penting pada reaksi fase awal
setelah kontak dengan alergen (terutama pada mata, hidung dan kulit). Pada reaksi
fase lambat, histamin membantu timbulnya reaksi inflamasi dengan cara
memudahkan migrasi imunoglobulin dan sel peradangan ke jaringan. Fungsi ini
mungkin bermanfaat pada keadaan infeksi. Fungsi histamin dalam keadaan normal
saat ini belum banyak diketahui kecuali fungsi pada sekresi lambung. Diduga
histamin mempunyai peran dalam regulasi tonus mikrovaskular. Melalui reseptor H2
diperkirakan histamin juga mempunyai efek modulasi respons beberapa sel termasuk
limfosit.
2. Faktor kemotaktik eosinofil-anafilaksis (ECF-A)
Mediator ini mempunyai efek mengumpulkan dan menahan eosinofil di tempat reaksi
radang yang diperan oleh IgE (alergi). ECF-A merupakan tetrapeptida yang sudah
terbentuk dan tersedia dalam granulasi sel mast dan akan segera dibebaskan pada
waktu degranulasi (pada basofil segera dibentuk setelah kontak dengan alergen).
Mediator lain yang juga bersifat kemotaktik untuk eosinofil ialah leukotrien LTB4
yang terdapat dalam beberapa hari. Walaupun eosinofilia merupakan hal yang khas
pada penyakit alergi, tetapi tidak selalu patognomonik untuk keterlibatan sel mast
atau basofil karena ECF-A dapat juga dibebaskan dari sel yang tidak mengikat IgE.
NCF (neutrophyl chemotactic factor) dapat ditemukan pada supernatan fragmen paru
manusia setelah provokasi dengan alergen tertentu. Keadaan ini terjadi dalam
beberapa menit dalam sirkulasi penderita asma setelah provokasi inhalasi dengan
alergen atau setelah timbulnya urtikaria fisik (dingin, panas atau sinar matahari). Oleh
karena mediator ini terbentuk dengan cepat maka diduga ia merupakan mediator
primer. Mediator tersebut mungkin pula berperan pada reaksi hipersensitivitas tipe I
fase lambat yang akan menyebabkan banyaknya neutrofil di tempat reaksi.
Leukotrien LTB4 juga bersifat kemotaktik terhadap neutrofil.
Prostaglandin E mempunyai efek dilatasi bronkus, tetapi tidak dipakai sebagai obat
bronkodilator karena mempunyai efek iritasi lokal. Prostaglandin F (PGF2) dapat
menimbulkan kontraksi otot polos bronkus dan usus serta meningkatkan
permeabilitas vaskular. Kecuali PGD2, prostaglandin serta TxA2 berperan terutama
sebagai mediator sekunder yang mungkin menunjang terjadinya reaksi peradangan,
akan tetapi peranan yang pasti dalam reaksi peradangan pada alergi belum diketahui.
2. Produk lipoksigenase
Leukotrien merupakan produk jalur lipoksigenase. Leukotrien LTE4 adalah zat yang
membentuk slow reacting substance of anaphylaxis (SRS-A). Leukotrien LTB4
merupakan kemotaktik untuk eosinofil dan neutrofil, sedangkan LTC4, LTD4 dan
LTE4 adalah zat yang dinamakan SRS-A. Sel mast manusia banyak menghasilkan
produk lipoksigenase serta merupakan sumber hampir semua SRS-A yang dibebaskan
dari jaringan paru yang tersensitisasi.
Slow reacting substance of anaphylaxis
Secara in vitro mediator ini mempunyai onset lebih lambat dengan masa kerja lebih
lama dibandingkan dengan histamin, dan tampaknya hanya didapatkan sedikit
perbedaan antara kedua jenis mediator tersebut. Mediator SRS-A dianggap
mempunyai peran yang lebih penting dari histamin dalam terjadinya asma. Mediator
ini mempunyai efek bronkokonstriksi 1000 kali dari histamin. Selain itu SRS-A juga
meningkatkan permeabilitas kapiler serta merangsang sekresi mukus. Secara kimiawi,
SRS-A ini terdiri dari 3 leukotrien hasil metabolisme asam arakidonat, yaitu LTC4,
LTD4, serta LTE4.
Faktor aktivasi trombosit (PAF = Platelet activating factor)
Mediator ini pertama kali ditemukan pada kelinci dan selanjutnya pada manusia. PAF
dapat menggumpalkan trombosit serta mengaktivasi pelepasan serotonin dari
trombosit. Selain itu PAF juga menimbulkan kontraksi otot polos bronkus serta
terhadap antigen yang tidak akan menimbulkan respons IgE pada sebagian besar
orang. Kecenderungan ini mempunyai dasar genetika yang kuat dengan banyak gen
yang berperan.
Reaksi peradangan alergi telah diketahui dikoordinasi oleh subset limfosit T4 yaitu
Th2. Limfosit ini memproduksi IL-3, IL-4, IL-5, IL-6, TNF, serta GM-CSF tetapi
tidak memproduksi IL-2 atau INF (diproduksi oleh sel Th1). Alergen diproses oleh
makrofag (APC) yang mensintesis IL-1. Zat ini merangsang dan mengaktivasi sel
limfosit T yang kemudian memproduksi IL-2 yang merangsang sel T4 untuk
memproduksi interleukin lainnya. Ternyata sitokin yang sama juga diproduksi oleh
sel mast sehingga dapat diduga bahwa sel mast juga mempunyai peran sentral yang
sama dalam reaksi alergi. Produksi interleukin diperkirakan dapat langsung dari
sel mast atau dari sel lain akibat stimulasi oleh mediator sel mast. Interleukin-4
tampaknya merupakan stimulus utama dalam aktivasi sintesis IgE oleh sel limfosit B.
Pada saat yang sama IL-4 meningkatkan ekspresi reseptor Fc (FcRII) pada sel
limfosit B. Interleukin-4 ini pertama kali disebut faktor stimulasi sel B (BSF = B cell
stimulating factor).Aktivasi oleh IL4 ini diperkuat oleh IL-5, IL-6, dan TNF, tetapi
dihambat oleh IFN, IFN, TGF, PGE2, dan IL-I0
Dalam reaksi alergi fase cepat, IL-3, IL-5, GM-CSF, TNF dan INF terbukti dapat
menginduksi atau meningkatkan pelepasan histamin melalui interaksi IgE- alergen
pada sel basofil manusia (lihat Gambar 12-6). Sitokin lain yang mempunyai
aktivitas sama pada sel mast ialah MCAF (monocyte chemotactic and activating
factor) dan RANTES (regulated upon activation normal T expressed and presumably
secreted). Demikian juga SCF (stem cell factor) yaitu suatu sitokin yang melekat
pada reseptor di sel mast yang disebut C-kit, dapat menginduksi pembebebasan
histamin dari sel mast baik dengan atau tanpa melalui stimulasi antigen (lihat Gambar
12-7).
Pada reaksi alergi fase lambat, IL-3 dan GM-CSF tidak hanya menarik dan
mengaktivasi eosinofil tetapi juga basofil dan efek kemotaktik sitokin ini lebih nyata
dibandingkan dengan komplemen C5a, LTB4 dan PAF.
Mekanisme lain sitokin berperan pula dalam menunjang terjadinya reaksi peradangan
pada alergi. GM-CSF, IL-l, IL-2, IL-3, IL-4, IL-5, IFN, TNF, NGF (nerve growth
factor) serta SCF berperan dalam pertumbuhan, proliferasi, pertahanan hidup dan
diferensiasi limfosit, eosinofil, basofil, sel mast, makrofag atau monosit. Pada saat
aktivasi, sel-sel ini ditarik ke arah jaringan yang mengalami peradangan dalam reaksi
antigen-antibodi yang ditingkatkan oleh IL-2, IL-5, GM-CSF, dan EAF (eosinophil
activating factor). Keadaan ini lebih terlihat pada biakan eosinofil manusia dengan
GM-CSF bersama fibroblast. Pada percobaan ini eosinofil menjadi hipodens dan
dapat membebaskan lebih banyak LTC4 bila diaktivasi oleh stimulus seperti fMLP
(formil metionil leukosil fenilalanin).
PENYAKIT OLEH ANTIBODI DAN KOMPLEKS ANTIGEN-ANTIBODI
(REAKSI HIPERSENSITIVITAS TIPE II DAN III)
Penyakit hipersensitivitas yang diperantarai oleh antibodi (antibodymediated) merupakan bentuk yang umum dari penyakit imun yang kronis
pada manusia. Antibodi terhadap sel atau permukaan luar sel dapat
mengendap pada berbagai jaringan yang sesuai dengan target antigen.
Penyakit yang disebabkan reaksi antibodi ini biasanya spesifik untuk jaringan
tertentu. Kompleks imun biasanya mengendap di pembuluh darah pada tempat
turbulansi (cabang dari pembuluh darah) atau tekanan tinggi (glomerulus
ginjal dan sinovium). Oleh karena itu, penyakit kompleks imun cenderung
merupakan suatu penyakit sistemis yang bermanifestasi sebagai vaskulitis,
artritis dan nefritis.
Sindrom klinik dan pengobatan
Beberapa kelainan hipersensivitas kronik pada manusia disebabkan atau berhubungan
dengan autoantibodi terhadap antigen jaringan kompleks imun. Tatalaksana dan
pengobatan ditujukan terutama untuk mengurangi atau menghambat proses inflamasi
dan kerusakan jaringan yang diakibatkannya dengan menggunakan kortikosteroid.
Pada kasus yang berat, digunakan plasmapheresis untuk mengurangi kadar
autoantibodi atau kompleks imun yang beredar dalam darah.
Penyakit oleh autoantibodi terhadap antigen jaringan
Penyakit
Anemia
hemolitik
autoimun
Antigen target
Protein membran
eritrosit (antigen
golongan darah
Purpura
Rh)
Protein membran
trombositopenia
platelet
autoimun
(gpIIb:integrin
(idiopatik)
IIIa)
Protein pada
hubungan
Pemfigus
interseluler pada
vulgaris
sel epidermal
(epidemal
Sindrom
cadherin)
Protein non-
Mekanisme
Opsonisasi dan
fagositosis
eritrosit
Manifestasi
klinopatologi
Hemolisis,
anemia
Opsonisasi dan
fagositosis
Perdarahan
platelet
Aktivasi protease
diperantarai
antibodi,
gangguan adhesi
Vesikel kulit
(bula)
interseluler
Inflamasi yang
Nefritis,
kolagen pada
Goodpasture
membran dasar
glomerulus ginjal
dan alveolus paru
Antigen dinding
sel streptokokus,
Demam
antibodi bereaksi
reumatik akut
silang dengan
antigen
diperantarai
komplemen dan perdarahan paru
reseptor Fc
Inflamasi,
aktivasi
makrofag
Artritis,
miokarditis
miokardium
Antibodi
menghambat
Miastenia gravis
Reseptor
ikatan
Kelemahan otot,
asetilkolin
asetilkolin,
paralisis
modulasi
reseptor
Stimulasi
Penyakit Graves
Reseptor hormon
reseptor TSH
TSH
diperantarai
Hipertiroidisme
antibody
Netralisasi faktor
Anemia
pernisiosa
Faktor intrinsik
intrinsik,
Eritropoesis
penurunan
abnormal,
gaster
absorpsi vitamin
anemia
B12
(Dikutip dengan modifikasi dari dari Abbas AK, Lichtman AH, 2004)
Penyakit
Lupus
eritematosus
sistemik
Poliarteritis
nodosa
Spesifitas
antibodi
Mekanisme
Inflamasi
DNA,
diperantarai
nukleoprotein
komplemen dan
Antigen
permukaan virus
hepatitis B
reseptor Fc
Inflamasi
diperantarai
komplemen dan
Manifestasi
klinopatologi
Nefritis,
vaskulitis,
artritis
Vaskulitis
reseptor Fc
Inflamasi
diperantarai
Nefritis
reseptor Fc
(Dikutip dengan modifikasi dari dari Abbas AK, Lichtman AH, 2004)
Point of interest
Antibodi IgG dan IgM yang berikatan pada antigen sel atau jarinagn
menstimulasi fagositosis sel-sel tersebut, menyebabkan reaksi inflamasi,
aktivasi komplemen menyebabkan sel lisis dan fragmen komplemen dapat
menarik sel inflamasi ke tempat terjadinya reaksi, juga dapat mempengaruhi
fungsi organ dengan berikatan pada reseptor sel organ tersebut.
CD4+ dan sel T CD8+ yang spesifik untuk antigen diri, dan keduanya
berperan pada kerusakan jaringan.
Sindrom klinik dan pengobatan
Banyak penyakit autoimun yang organ spesifik pada manusia didasari oleh reaksi
yang diperantarai oleh sel T .
Penyakit yang diperantarai sel T
Spesifitas sel T
Penyakit pada
Contoh pada
patogenik
Antigen sel islet
manusia
hewan
(insulin,
Spesifisitas sel T
dekarboksilase
belum ditegakkan
asam glutamat)
Antigen yang tidak
Spesifisitas sel T
Artritis
diketahui di
diinduksi
sinovium sendi
belum ditegakkan
kolagen
Induksi oleh
Penyakit
Diabetes melitus
tergantung insulin
(tipe I)
Artritis reumatoid
Ensefalomielitis
Protein mielin
alergi
dasar, protein
eksperimental
proteolipid
Postulat : sklerosis
multipel
Tikus NOD,
tikus BB, tikus
transgenik
imunisasi
dengan antigen
mielin SSP;
tikus transgenik
Induksi oleh
Penyakit inflamasi
usus
Tidak diketahui,
peran mikroba
intestinal
Spesifisitas sel T
belum ditegakkan
rusaknya gen
IL-2 atau IL-10
atau kurangnya
regulator sel T
D. Imunodefisiensi
A. Gangguan Imunodefisiensi
Gangguan imunodefisiensi dapat disebabkan oleh defek atau defisiensi pada selsel fagositik, limfosit B, limfosit T atau komplemen. Gejala yang spesifik serta
beratnya penyakit, usia saat penyakit dimulai dan prognosis penyakit bergantung pada
komponen apa yang terkena dalam sistem imun dan sampai dimana fungsi imun
tersebut terganggu. Terlepas dari penyebab yang mendasari kelainan imunodefisiensi,
gejala utamanya mencakup infeksi kronik atau infeksi berat kambuhan, infeksi karena
mikroorganisme yang merupakan flora normal tubuh, respon tubuh yang buruk
terhadap pengobatan infeksi dan diare kronik. Imunodefisiensi dapat diklasifikasikan
sebagai kelainan yang primer atau sekunder dan dapat pula dipilah berdasarkan
komponen yang terkena pada sistem imun tersebut.
1. Imunodefisiensi Primer
Imunodefisiensi primer merupakan kelainan langka yang penyebabnya bersifat
genetik dan terutama ditemukan pada bayi serta anak-anak kecil.gejala biasanya
timbul pada awal kehidupan setelah perlindungan oleh antibodi maternal
menurun.tanpa terapi, bayi dan anak-anak yang menderita kelainan ini jarang dapat
bertahan hidup sampai usia dewasa. Kelainan ini dapat mengenai satu atau lebih
komponen pada sistem imun.
a. Disfungsi Fagositik
1) Manifestasi Klinis
Kelainan pada sel-sel fagositik akan bermanifestasi dalam bentuk
peningkatan insidensi infeksi bakterial. Di samping infeksi bakterial,
penderita sindrom hiperimunoglobulinemia E (HIE) yang dahulunya dikenal
sebagai sindrom Job akan menderita pula infeksi oleh Candida dan virus
herpes simpleks atau herpes zoster. Penderita sindrom ini akan terkena
furunkolosis rekuren, abses kulit, dermatitis ekzematoid kronik, bronkitis,
pneumonia, otitis media kronik dan sinusitis. Sel-sel darah putih tidak
mampu menghasilkan respons inflamasi terhadap infeksi kulit; keadaan ini
mengakibatkan abses dingin yang letaknya dalam dan kurang menunjukkan
tanda-tanda serta gejala klasik inflamasi (yaitu, kemerahan, panas dan nyeri).
2) Penatalaksanaan
85% dari total limfosit darah tepi. Evaluasi untuk mengetahui apakah sel T
mampu memproduksi respons sel-T dapat dilakukan melalui pemeriksaan
sensitisasi dermal penderitanya atau stimulasi mesing-masing sel T secara in
vitro.
Sindrom DiGeorge atau hipoplasia timus merupakan defisiensi sel-T
yang terjadi kalau kelenjar tmus tidak dapat tumbuh secara normal selama
embriogenesis. Bayi yang dilahirkan dengan sindrom DiGeorge akan
menderita hipoparatiroidisme yang mengakibatkan hipokalsemia yang
resisten terhadap terapi standar, penyakit jantung kongenital, wajah yang
abnormal dan kemungkinan kelainan renal. Bayi yang menderita sindrom ini
rentan terhadap infeksi kandida, jamur, protozoa dan virus. Bayi-bayi
tersebut terutama rentan terhadap penyakit kanak-kanak (cacar air, campak
serta rubela)yang biasanya berat dan mungkin pula fatal.
Kandidiasis Mukokutaneus Kronik dengan atau tanpa endokrinopati
merupaka kelainan yang berkaitan dengan defek selektif pada imunitas sel-T
yang diperkirakan terjadi akibat pewarisan autosomal-resesif. Kelainan ini
dianggap sebagai kelainan autoimun dimana kelenjar timus dan kelenjar
endokrin lainnya terlibat dalam proses autoimun. Gambaran awal kandidiasis
mukotaneus kronik dapat berupa infeksi kandida yang kronik atau
endokrinopati idiopatik. Kelainan ini mengenai laki-laki maupun wanita
penderitanya dapat bertahan hidup sampai usia dekade kedua atau ketiga.
Penyakit kandidiasis mukokutaneus kronik akan menyebabkan peningkatan
morbiditas karena disfungsi endokrin. Masalahnya dapat mencakup
hipokalsemia dan tetani yang terjadi sekunder akibat hipofungsi kelenjar
paratiroid. Hipofungsi korteks adrenal (penyakt Addison) merupakan
penyebab utama kematian pada penderita kelainan ini, dan hipofungsi
korteks adrenal tersebut dapat terjadi mendadak tanpa riwayat gejala apapun.
Infeksi kandida kronik pada kulit dan membran mukosa sulit diobati
kendati infeksi sistemik oleh Candida biasanya tidak terjadi. Penderita
infeksi kandida kronik pada kulit dan membran mukosa kerap kali
mengalami masalah psikologis yang berat. Terapi topikal dengan mikonazol
infeksi, pengkajian difokuskan pada riwayat infeksi pada masa lalu, khususnya
tipe dan frekuensi infeksi. Tanda-tanda dan gejala setiap infeksi kulit,
respiratorius, gastrointestinal atau pun urogenital yang baru saja terjadi; dan
tingkat pengetahuan pasien terhadap penyakit dan tindakan untuk mencegah
infeksi. Pengkajian juga harus difokuskan pada status nutrisi, tingkat stres dan
keterampilan untuk mengatasi masalah, penggunaan alkohol, obat-obatan atau
tembakau, dan hygiene umum semua faktor ini akan mempengaruhi sistem imun.
Asuhan keperawatan diarahkan kepada upaya untuk mengurangi infeksi,
membantu pasien dengan berbagai tindakan medis yang bertujuan mengatasi
infeksi, memperbaiki status nutrisi klien dan mempertahankan fungsi usus serta
kandung kemih. Aspek-aspek lain dalam asuhan keperawatan mencakup tindakan
membantu pasien dalam mengatasi stres dan menyesuaikan diri dengan gaya
hidup yang akan meningkatkan fungsi sistem imun.
Perawat harus memantau kondisi pasien untuk memantau tanda-tanda dan
gejala infeksi yang berupa : panas, gejala menggigil, batuk-batuk dengan atau
tanpa sputum, sesak nafas, kesulitan bernafas, kesulitan menelan, bercak-bercak
putih dalam rongga mulut, kelenjar limfe membengkak, mual, vomitus, diare
menetap, gejala sering kencing (frequency), rasa ingin kencing tapi tidak bisa
(urgency) dan disuria, kemerahan, pembengkakan, atau drainase dari luka-luka
pada kulit, lesi pada wajah, bibir atau daerah perianal, pengeluaran sekret vagina
menetap dengan atau tanpa gatal di daerah peirianal, dan nyeri abdomen yang
persisten.
Perawat juga harus memantau hasil pemeriksaan laboratorium yang
menunjukkan infeksi seperti menghitung leukosit dan menghitung jenis. Hasil
pemeriksaan kultur dan sensitivitas kuman dari drainase luka, lesi, sputum, tinja,
urine dan darah harus dipantau untuk mengidentifikasi mikroorganisme patogen
serta menentukan terapi antimikroba yang tepat.
Intervensi harus dimulai untuk mengurangi resiko infeksi yang bisa dicegah.
Intervensi ini mencakup membasuh tangan dengan cermat, mendorong pasien
untuk batuk serta untuk melakukan latihan bernapas dalam. Dengan interval yang
teratur dan melindungi keutuhan kulit serta membran mukosa. Semua petugas
sebanding dan setelah melalui uji klinis ekstensif ternyata efektif serta aman.
Resiko penularan hepatitis, HIV atau virus lain juga sangat kecil.
Takaran. Dosis optimal bagi seseorang ditentukan oleh respon orang
tersebut. Pada kebanyakan kasus dosis IV yang dianjurkan adalah 350
hingga 500 mg per kilogram berat badan yang diberikan sebulan sekali atau
150 hingga 250 mg yang diberikan setiap dua minggu sekali. Kalau pasien
mendapat gama globulin dengan frekuensi yang lebih rendah, ia dapat
mengalami gejala mudah lemah, tidak enak badan, dan berbagai gejala lain
sebelum mendapatkan terapi berikutnya. Selanjutnya pasien akan mematuhi
terapi dengan pemberian seminggu atau dua minggu sekali. Untuk mencegah
efek samping yang tidak menyenangkan, pemberian agen gama globulin IV
harus dilakukan dengan lambat dan kecepatan pemberiannya tidak melebihi
3 ml/menit. Pemberian lewat infus secara mandiri dirumah dapat
mengurangi biaya pengobatan dan menghindari kesulitan yang timbul karena
seringnya dirawat dirumah sakit untuk mendapatkan infus tersebut.
Efek yang merugikan. Reaksi terhadap gama globulin intramuskular
mencakup keluhan nyeri dilipat paha, gejala mengigil dan perasaan berat
pada dada. Reaksi tersebut akan berakhir sedikit kenaikan suhu tubuh. Lebih
lanjut, hipertensi dapat terjadi pada reaksi yang berat. Reaksi terdapat
pemberian gama globulin intravena umumnya tidak begitu berat dan dapat
dikendalikan dengan mengurangi kecepatan infus. Pasien dengan keadaan
gama globulinnya rendah akan memperlihatkan reaksi yang lebih berat
dibandingkan pasien yang kadarnya normal (sebagai contoh, pasien yang
mendapatkan gama globulin untuk trombositopenia atau penyakit
Kawasaki). Reaksi dapat dicegah atau dikurangi dengan aspirin sebelum
pemberian infus atau dengan suntikan antihistamin IV seperti dipenhidramin
( Benadryl) sebelum infus diberikan. Pada sebagian kasus, pasien
memperoleh prednison untuk menghindari reaksi, tetapi cara ini tidak
diperlukan.
Pada kasus-kasus yang lebih jarang dijumpai dapat terjadi reaksi
anafilaktik setelah pemberian gama globulin atau whole plasma. Pasien
DAFTAR PUSTAKA
Anonym. Mekanisme Sistem Radang dan Infeksi. Available :
https://materi78.files.wordpress.com/2014/04/imun_bio3_4.pdf
Anonym. Sistem Pertahanan Tubuh. Available :
http://staff.ui.ac.id/system/files/users/tutinfik/material/fisiologisistempertahanantubuh
.pdf (Diakses pada tanggal 20 April 2015 pukul 19.00 WITA)
Non elektrolit adalah zat terlarut yang tidak terurai dalam larutan dan tidak bermuatan
listrik, seperti : protein, urea, glukosa, oksigen, karbon dioksida dan asam-asam
organik. Sedangkan elektrolit tubuh mencakup natrium (Na+), kalium (K+),
Kalsium (Ca++), magnesium (Mg++), Klorida (Cl-), bikarbonat (HCO3-), fosfat
(HPO42-), sulfat (SO42-).
3.
Perpindahan Cairan dan Elektrolit
Perpindahan cairan dan elektrolit tubuh terjadi dalam tiga fase yaitu :
a. Fase I : Plasma darah pindah dari seluruh tubuh ke dalam sistem sirkulasi, dan nutrisi
dan oksigen diambil dari paru-paru dan tractus gastrointestinal
b. Fase II : Cairan interstitial dengan komponennya pindah dari darah kapiler dan sel
c. Fase III : Cairan dan substansi yang ada di dalamnya berpindah dari cairan interstitial
masuk ke dalam sel.
Secara Skematis Jenis dan Jumlah Cairan Tubuh dapat digambarkan sebagai berikut
B.
Volume urin yang biasa pad orang dewasa adalah antara 1 dan 2 liter per hari.
Sebagai aturan umum adalah haluaran kurang lebih 1 ml urin per kilogram dari berat
2.
paru dan kulit, seperti kehilangan barier kulit alami melalui luka bakar yang luas.
3.
Paru Paru
Paru-paru normalnya membuang uap air (kehilangan tidak kasat mata) pada tingkat
antara 300 sampai 400 ml setiap hari. Kehilangan lebih besar dengan peningkatan
frekuensi atau kedalaman pernapasan, atau keduanya.
4.
Traktus Gastrointestinal
Kehilangan yang lazim melalui saluran gastrointestinal hanya 100 sampai 200 ml
setiap hari, meskipun kurang lebih 8 liter cairan bersirkulasi melalui sistem
gastrointestinal setiap 24 jam (disebut sirkulasi gastrointestinal). Karena cairan
dalam jumlah besar direabsorpsi dalam usus halus, jelas bahwa kehilangan yang besar
dapat terjadi melalui saluran gastrointestinal jika terjadi diare atau fistula.
Pada orang yang sehat, rata-rata masukan dan haluaran air dalam
24 jam kurang
5.
lebih sama.
Mengembalikan Cairan Tubuh
Untuk mengembalikan cairan tubuh yang hilang, kita harus banyak minum minimal 8
a.
b.
C.
1.
Hipovolemia
Kekurangan Volume Cairan Ekstraseluler (ECF) Kekurangan volume ECF atau
hipovolemia didefinisikan sebagai kehilangan cairan tubuh isotonik, yang disertai
kehilangan natrium dan air dalam jumlah yang relatif sama. Kekurangan volume
isotonik sering kali diistilahkan dehidrasi yang seharusnya dipakai untuk kondisi
b.
c.
2.
generalisata.
3. Ketidakseimbangan Osmolalitas dan perubahan komposisional Ketidak-seimbangan
osmolalitas melibatkan kadar zat terlarut dalam cairan-cairan tubuh. Karena natrium
merupakan zat terlarut utama yang aktif secara osmotik dalam ECF maka kebanyakan
kasus hipoosmolalitas (overhidrasi) adalah hiponatremia yaitu rendahnya kadar
natrium di dalam plasma dan hipernatremia yaitu tingginya kadar natrium di dalam
4.
5.
plasma.
Hipokalemia adalah keadaan dimana kadar kalium serum kurang dari 3,5 mEq/L.
Hiperkalemia adalah keadaan dimana kadar kalium serum lebih dari atau sama
dengan 5,5 mEq/L. Hiperkalemia akut adalah keadaan gawat medik yang perlu segera
6.
dikenali, dan ditangani untuk menghindari disritmia dan gagal jantung yang fatal.
Edema
penimbunan abnormal cairan dalam ruang jaringan intersel atau ruangan
tubuh.Terjadi apabila :
a. Tekanan hidrostatik vaskuler meningkat
b. Tekanan osmotik koloid plasma menurun
c. Gangguan aliran limfe
Gambaran klinis 3 tempat tersering ( makroskopis ) :
a. Jaringan subkutan ditandai tanda : pitting edema
b. Paru-paru ditandai sembab ( sesak )
c. Otak
Penyebab primer edema : Tekanan hidrostatik meningkat, tekanan osmotic menurun,
7.
Gangguan keseimbangan air ditandai oleh output yang melebihi intake dan sering
disertai gangguan elektrolit. Penyebab :
a. Water (H2O) depletion (dehidrasi primer)
b. Sodium (Na) depletion (dehidrasi sekunder)
c. H2O dan Na depletion.
8. Hiponatremia
kadar Na+ serum di bawah normal (<> . penyebabnya adalah CHF, gangguan ginjal
dan sindroma nefrotik, hipotiroid, penyakit Addison.
Tanda dan Gejala :
a. Jika Na plasma turun 10 mEq/L dalam beberapa jam, pasien mungkin mual, muntah,
sakit kepala dan keram otot.
b. Jika Na plasma turun 10 mEq/L dalam satu jam, bisa terjadi sakit kepala hebat,
c.
Addison).
d. Jika hiponatremia terjadi sekunder akibat kehilangan cairan, mungkin ada tanda-tanda
syok seperti hipotensi dan takikardi.
9.
Hipernatremia
Na+ serum di atas normal (>145 mEq/L). Penyebabnya adalah kehilangan Na+
melalui ginjal misalnya pada terapi diuretik, diuresis osmotik, diabetes insipidus,
sekrosis tubulus akut, uropati pasca obstruksi, nefropati hiperkalsemik; atau karena
hiperalimentasi dan pemberian cairan hipertonik lain.
Tanda dan Gejala :
a. iritabilitas otot, bingung, ataksia, tremor, kejang dan koma yang sekunder
terhadap hypernatremia.
10. Hipokalemia
kadar K+ serum di bawah normal. Penyebabnya adalah :
a. Kehilangan K+ melalui saluran cerna (misalnya pada muntah-muntah, sedot
nasogastrik, diare, sindrom malabsorpsi, penyalahgunaan pencahar)
b. Diuretik
c. Asupan K+ yang tidak cukup dari diet
d. Ekskresi berlebihan melalui ginjal
e. Maldistribusi K+
f. Hiperaldosteron
Tanda dan Gejala : Lemah (terutama otot-otot proksimal), mungkin arefleksia,
hipotensi ortostatik, penurunan motilitas saluran cerna yang menyebabkan ileus.
Kongesti (Hiperemia)
terkena.
b. Kongesti pasif kronis : berlangsung lama, dapat terjadi perubahan- perubahan yang
permanen pada jaringan, terjadi dilatasi vena. Contoh kongesti pasif adalah varises.
2)
Edema
Edema adalah penimbunan cairan secara berlebihan diantara sel-sel tubuh atau di
dalam berbagai rongga tubuh (beberapa ahli juga memasukkan dalam definisi itu
penimbunan cairan berlebihan di dalam sel). Jika edema mengumpul dalam rongga,
biasanya dinamakan efusi, misalnya efusi perikardium, efusi pleura. Penimbunan
cairan di dalam rongga peritoneum biasanya diberi nama asites. Sedangkan edema
umum atau menyeluruh disebut anasarka.
Etiologi edema ada beberapa, yaitu:
Tekanan hidrostatik
Obstruksi saluran limfe
Kenaikan permeabilitas dinding pembuluh
Penurunan konsentrasi protein
Dalam edema, cairan yang tertimbun digolongkan menjadi 2, yaitu:
Transudat : yaitu cairan yang tertimbun di dalam jaringan karena bertambahnya
permeabilitas pembuluh terhadap protein.
Eksudat : yaitu cairan yang tertimbun karena alasan-alasan lain dan bukan akibat dari
perubahan permeabilitas pembuluh.
Akibat dari edema adalah sebagai petunjuk untuk mengetahui ada sesuatu
yang terganggu dalam tubuh kita. Sebagai contoh adalah pada kasus payah jantung
kongestif, terdapat edema pada mata kaki si penderita. Hal ini menjadi indikator
adanya kehilangan protein. Edema juga berbahaya jika mengenai otak, otak akan
membengkak dan tertekan pada tulang pembatas tengkorak, peningkatan tekanan
intrakranial akan membahayakan aliran darah dalam otak dan
dapat menimbulkan kematian.
3.Perdarahan
Perdarahan adalah keluarnya darah dari sistem kardiovaskuler, disertai
penimbunan dalam jaringan atau ruang tubuh atau disertai keluarnya darah dari
tubuh. Untuk menyatakan berbagai keadaan pendarahan digunakan istilah-istilah
deskriptif khusus. Penimbunan darah pada jaringan disebut hematoma. Jika darah
masuk ke dalam berbagai ruang dalam tubuh, maka dinamakan menurut ruangannya.
Misalnya : hemoperikardium, hemotoraks, hemoperitoneum, hematosalping.
Penyebab perdarahan yang paling sering dijumpai adalah hilangnya integritas
dinding pembuluh darah yang memungkinkan darah keluar, dan hal ini sering
disebabkan oleh trauma eksternal contohnya cedara yang disertai memar. Dinding
pembuluh bisa pecah akibat penyakit maupun trauma. Penyebab lainnya adalah
adanya gangguan faktor pembekuan darah.
4.Trombosis
Proses pembentukan bekuan darah atau koagulum dalam sistem
kardiovaskuler selama manusia masih hidup, disebut trombosis. Koagulum darah
dinamakan trombus.
Terdapat tiga keadaan dasar dimana bekuan terbentuk secara tidak normal,
yaitu:
Adanya kelainan dinding dan lapisan pembuluh,
Kelainan aliran darah,
Peningkatan daya koagulasi darah sendiri
5.Embolisme
Embolisme adalah transportasi massa fisik yang terbawa dalam aliran darah
dari satu tempat ke tempat lain dan tersangkut di tempat baru. Massa fisik itu sendiri
dinamakan emboli. Emboli berasal dari :
Emboli pada manusia yang paling sering dijumpai berasal dari trombus dan
dinamakan tromboemboli.
Pecahan jaringan dapat menjadi emboli bila memasuki sistem pembuluh darah,
biasanya dapat terjadi pada trauma.
Sel-sel kanker dapat menjadi emboli, cara penyebaran penyakit yang sangat tidak
diharapkan.
Benda asing yang disuntikkan ke dalam sistem kardiovaskular.
Tetesan cairan yang terbentuk dalam sirkulasi akibat dari berbagai keadaan atau yang
masuk ke dalam sirkulasi melaui suntikan dapat menjadi emboli.
Gelembung gas juga dapat menjadi emboli. Emboli dalam tubuh terutama berasal dari
trombus vena, paling sering pada vena profunda di tungkai atau di panggul. Karena
keadaan anatomis, emboli yang berasal dari trombus vena biasanya berakhir sebagai
emboli arteri pulmonalis.
Akibat dari emboli :
Jika fragmen trombus yang sangat besar menjadi emboli maka sebagian besar suplai
arteri pulmonalis dapat tersumbat dengan mendadak. Hal ini dapat menimbulkan
kematian mendadak.
Sebaliknya, emboli arteri pulmonalis yang lebih kecil dapat tanpa gejala,
mengakibatkan perdarahan paru-paru sekunder karena kerusakan vaskular atau dapat
mengakibatkan nekrosis sebagian dari paru-paru.
6. Aterosklerosis
Aterosklerosis atau pengerasan arteri merupakan fenomena penyakit yang
sangat penting pada kebanyakan negara maju. Istilah aterosklerosis sebenarnya
meliputi setiap keadaan pembuluh arteri yang mengakibatkan penebalan atau
pengerasan dinding.
Etiologi dan Insidens Aterosklerosis Laju peningkatan ukuran dan jumlah ateroma
dipengaruhi oleh berbagai faktor.
Pembentukan trombus pada intima yang kasar, yang ditimbulkan oleh bercak
aterosklerosis.
Komplikasi lain yang dapat mengakibatkan penyumbatan arteri akut adalah ruptur
bercak disertai pembengkakan kandungan lipid yang lunak ke dalam lumen dan
penyumbatan pada bagian hilir pembuluh yang lebih sempit.n Kerusakan tunika
media yang dapat mengakibatkan kemungkinan terbentuknya aneurisma
aterosklerosis yang merupakan penggelembungan dinding arteri yang lemah.
7.Iskemia dan Infark
Iskemia adalah suplai darah yang tidak memadai ke suatu daerah/jaringan.
Jika jaringan dibuat iskemik, jaringan tersebut akan menderita karena tidak mendapat
suplai oksigen dan zat-zat makanan yang dibutuhkan. Setiap hal yang mempengaruhi
aliran darah dapat menimbulkan iskemia jaringan. Sebab yang paling jelas adalah
obstruksi lokal arteri.
Pengaruh iskemia bervariasi tergantung pada intensitas iskemianya, kecepatan
timbulnya, dan kebutuhan metabolik pada jaringan itu. Akibat dari Iskemik :
Pada beberapa keadaan iskemia, biasanya yang mengenai jaringan otot, rasa sakit
dapat merupakan gejala penurunan suplai darah.
Efek lain dari iskemia jika timbul perlahan-lahan dan berlangsung lama, adalah atrofi
dari jaringan yang terkena. (pengurangan massa jaringan)
Akibat iskemia yang paling ekstrim adalah kematian jaringan yang iskemik. Daerah
yang mengalami nekrosis iskemik dinamakan infark. Dan proses
pembentukan infark disebut infarksi.
8. Shock
Shock adalah suatu keadaan yang disebabkan oleh defisiensi sirkulasi akibat
disparitas (ketidakseimbangan) antara volume darah dengan ruang susunan vaskuler.
Gejala-gejala shock : Rasa Lesu dan Lemas, Kulit yang basah (keringat), Kesadaran
menurun, kolaps vena, terutama vena-vena superfisial, Kepucatan, Nadi cepat dan
lemah, Tachicardia (tekanan nadi tidak normal), Pernafasan dangkal (Sesak nafas),
Tekanan darah rendah (hipotensi), oliguria dan kadang-kadang disertai muntah yang
berwarna seperti air kopi akibat perdarahan dalam lambung (hematemesis).
9.Dehidrasi
Dehidrasi ialah suatu gangguan dalam keseimbangan air yang disertai
output yang melebihi intake sehingga jumlah air pada tubuh berkurang.
Meskipun yang hilang terutama ialah cairan tubuh, tetapi dehidrasi juga disertai
gangguan elektrolit.
Dehidrasi dapat terjadi karena :
Kemiskinan air (water depletion)
Kemiskinan natrium (sodium depletion)
Water and sodium depletion bersama-sama.
diabetikum, Asidosis laktat (bertambahnya asam laktat), Bahan beracun seperti etilen
glikol, overdosis salisilat, metanol, paraldehid, asetazolamid atau amonium klorida,
Kehilangan basa (misalnya bikarbonat) melalui saluran pencernaan karena diare,
ileostomi atau kolostomi.
Gejala :
Meskipun asidosis metabolik biasanya ditandai dengan napas yang cepat, gejala
mungkin tidak spesifik, dan bisa bervariasi tergantung pada penyebab yang
mendasarinya. Namun, beberapa gejala umum adalah:
Nyeri dada, sakit kepala, jantung berdebar, nyeri otot dan tulang, kelemahan otot,
sakit perut.
anemia.
Pada ketoasidosis diabetik, pasien mungkin menderita dari kadar gula darah
tinggi dan dehidrasi. Seperti kondisi ini dapat mempengaruhi sistem saraf pusat,
individu mungkin mengalami kecemasan dan kantuk progresif. Mual, muntah,
kehilangan nafsu makan, dan penurunan berat badan adalah beberapa gejala
lainnya.
Dalam kondisi ekstrim, dapat menyebabkan komplikasi parah seperti pingsan,
koma, dan kejang.
3. Alkalosis Respiratorik
Alkalosis adalah suatu keadaan pada saat darah terlalu banyak mengandung basa
(atau terlalu sedikit mengandung asam) dan kadang menyebabkan meningkatnya pH
darah. Kelainan klinis yang menyebabkan peningkatan pH darah karena
hiperventilasi alveolar (hipokapnia) sehingga rasio (HCO/PCO+ 0.03) akan naik
Penyebab :
Selain hiperventilasi, terdapat beberapa penyebab alkalosis yang lain, antara
lain :
Kecemasan, stres, fobia, atau histeria
Meningitis, ensefalitis, perdarahan subarachnoid, atau stroke
Pneumonia, asma, bronkitis kronis, emfisema atau penyakit paru obstruktif
kronik (PPOK)
Demam tinggi
Kehamilan
Tinggi tingkat NH4 +
Obat seperti doxapram, keracunan aspirin, dan asupan kafein yang berlebihan
Gejala :
Napas cepat dan dalam (40 x/mnt), pusing, gelisah,pingsan, mual / muntah
kedutan, kejang otot (kasus ekstrim), kebingungan, koma (kasus ekstrim), kesemutan
di kaki, jari tangan, dan wajah, otot terasa lemah, sering terdapat tanda chvostek
positif dan tanda trousseau. Sering ditemui pada penderita penyakit berat dan
penggunaan ventilasi mekanik. Penatalaksanaan dengan bernapas sambil ditampung
dalam kantong atau kompensasi terjadi pada ginjal dengan peningkatan pengeluaran
ion bikarbonat oleh tubulus.
4. Alkalosis Metabolik
Peningkatan serum HCO (bahkan sampai >35 mEq/L) yang diakibatkan
hilangnya ion H, sehingga (HCO/PCO+ 0.03) akan naik. Kompensasi dengan
hipoventilasi sehingga CO tertimbun.
Penyebab :
karena jumlah kelebihan alkali (basa), yaitu bikarbonat dalam darah atau
keasaman zat apapun. Sebuah pH 7,0 dianggap netral. Apa pun di atas 7,0 disebut
basa, sementara apa pun di bawah 7,0 adalah asam. Kisaran normal pH darah 7,36
7,44, yang berarti darah dalam tubuh biasanya cenderung lebih berat pada dasar
(alkali). Setelah ini berjalan di atas tingkat rata-rata, itu disebut sebagai alkalosis
metabolik. Penyebabnya yaitu :
Hilangnya asam (atau kehilangan Hidrogen) yang mungkin terjadi melalui
muntah atau melalui buang air kecil. Muntah dapat menyebabkan hilangnya asam
klorida dalam tubuh. Nasogastric (NG) hisap juga dapat menyebabkan kondisi
ini.
Penggunaan obat-obatan tertentu dan obat diuretik juga bisa menyebabkan
kelebihan buang air kecil, yang dapat menyebabkan alkalosis hipokalemia, yang
merupakan hilangnya kalium dari tubuh. Ini mungkin menguras kadar cairan
Gejala :
Alkalosis metabolic ditandai dengan :
sakit kepala dan lesu adalah gejala-gejala awal;
kulit memerah hangat
kejang,
kebingungan mental,
otot berkedut,
agitasi; koma (asidosis berat);
anoreksia, mual, muntah dan diare;
respirasi dalam dan cepat (respirasi Kussmaul);
hiperkalemia (pergeseran asam untuk ICF dan K + ke ECF);
disritmia jantung.
sedangkan kelemahan umumnya adalah :
kram otot,
refleks hiperaktif,
tetani (karena penurunan kalsium);
kebingungan dan kejang dapat terjadi dalam situasi yang parah.
Peningkatan pH darah; meningkat HCO3-; PaCO2 normal atau meningkat jika
kompensasi terjadi.
HASIL ANALISA GAS DARAH KETIDAKSEIMBANGAN ASAM BASA
Kondisi
pH
HCO3
PaCO2
7,35 -7,45
22 26 mEq/L
35 45 mmHg
Asidosis metabolic
<7,35
<22 mEq/L
Asidosis respiratorik
<7,35
>45 mmHg
Alkalosis metabolic
>7,45
>26 mEq/L
Alkalosis respiratorik
>7,45
<35 mmHg
DAFTAR PUSTAKA
Anonym. Makalah Keseimbangan Cairan dan Elektrolit. Available:
https://www.academia.edu/8645109/Makalah_Keseimbangan_Cairan_dan_Elektrolit
(Diakses pada tanggal 20 April 2015 pukul 17.08 WITA)
Anonym. Makalah Patofisiologi. Available :
https://www.scribd.com/doc/240265364/MAKALAH-PATOFISIOLOGI (Diakses
pada tanggal 20 April 2015 pukul 17.18 WITA)
Anonym. Penyebab Terjadinya Kelainan Sirkulasi Cairan Tubuh dan Asam Basa.
Available :
https://www.academia.edu/8705717/penyebab_terjadinya_KELAINAN_SIRKULASI
_CAIRAN_TUBUH_dan_ASAM_BASA (Diakses pada tanggal 20 April 2015 pukul
17.20 WITA)
b)
c)
bronkhus.
Dilatasi bronkhus (bronkInektasi), menyebabkan gangguan
susunan dan fungsi dinding bronkhus sehingga infeksi
d)
2)
3)
b. Haemaptoe
Hemaptoe terjadi pada 50 % kasus bronchitis, kelainan
ini terjadi akibat nekrosis atau destruksi mukosa bronkus
mengenai pembuluh darah ( pecah ) dan timbul perdarahan.
Perdarahan yang timbul bervariasi mulai dari yang paling
ringan ( streaks of blood ) sampai perdarahan yang cukup
banyak ( massif ) yaitu apabila nekrosis yang mengenai
mukosa amat hebat atau terjadi nekrosis yang mengenai
cabang arteri broncialis ( daerah berasal dari peredaran
darah sistemik).
Pada dry bronchitis ( bronchitis kering ), haemaptoe
justru gejala satu-satunya karena bronchitis jenis ini
letaknya dilobus atas paru, drainasenya baik, sputum tidak
pernah menumpuk dan kurang menimbulkan reflek batuk.,
pasien tanpa batuk atau batukya minimal. Pada tuberculosis
paru, bronchitis ( sekunder ) ini merupakan penyebab
utama komplikasi haemaptoe.
c. Sesak nafas ( dispnue )
Pada sebagian besar pasien ( 50 % kasus ) ditemukan
keluhan sesak nafas. Timbul dan beratnya sesak nafas
tergantung pada seberapa luasnya bronchitis kronik yang
terjadi dan seberapa jauh timbulnya kolap paru dan
d. Demam berulang
Bronchitis merupakan penyakit yang berjalan kronik,
sering mengalami infeksi berulang pada bronkus maupun
pada paru, sehingga sering timbul demam (demam
berulang)
4. Patofisiologi
Dokter akan mendiagnosis bronkhitis kronis jika pasien
mengalami batuk atau mengalami produksi sputum selama
kurang lebih tiga bulan dalam satu tahun atau paling sedikit
dalam dua tahun berturut-turut. Secara patofisiologis,
penebalan dan kekebalan mukosa abronkus akibat dari
vasodilatasi, bendungan, dan edema. Area mukosa dapat
terinfiltrasi dengan leukosit,makrofag, dan leukosit
polimorfonuklear. Sekresi yang berlebihan ditambah
penyempitan jalan napas menyebabkan obstruksi pertama pada
ekspirasi maksimal dan selanjutnya aliran udara inspirasi
maksimal. Serangan bronkhitis disebabkan karena tubuh
terpapar agen infeksi maupun non infeksi (terutama rokok).
Iritan (zat yang menyebabkan iritasi) akan menyebabkan
timbulnya respons inflamasi yang akan menyebabkan
vasodilatasi, kongesti, edema mukosa, dan bronkospasme.
Tidak seperti emfisema, bronkhitis lebih memengaruhi jalan
napas kecil dan besar dibandingkan alveoli. Dalam keadaan
fremitus,Letak trachea.
c. Auskultasi
:Ronkhi, vokal fremitus
d. Perkusi
:Resonance, perkusi dada hipersonor,
peranjakan hak mengecil, batas paru hati lebih rendah,
pekak jantung berkurang.
Suara nafas berkurang dengan ekspirasi memanjang
6. Pemeriksaan penunjang
a. Pemeriksaan radiologi.
Ada hal yang perlu diperhatikan yaitu adanya tubular
shadow berupa bayangan garis-garis yang paralel keluar
dari hilus menuju apeks paru dan corakan paru yang
bertambah.
b. Pemeriksaan fungsi paru.
Terdapat VEP1 dan KV yang menurun, VR yang bertambah
dan KTP yang normal. Sedang KRF sedikit naik atau
normal. Diagnosis ini dapat ditegakkan dengan spirometri,
yang menunjukkan (VEP) volume ekspirasi paksa dalam 1
detik < 80% dari nilai yang diperkirakan, dan rasio VEP1 :
KVP <70%.
c. Pemeriksaan gas darah.
Penderita bronkitis kronik tidak dapat mempertahankan
ventilasi dengan baik sehingga PaCO2 naik dan PO2 turun,
saturasi hemoglobin menurun dan timbul sianosis, terjadi
juga vasokonstriksi pembuluh darah paru dan penambahan
eritropoeisis.
d. Pemeriksaan EKG.
Pemeriksaan ini mencatat ada tidaknya serta perkembangan
kor pulmonal (hipertrofi atrium dan ventrikel kanan)
e. Pemeriksaan laboratorium darah : hitung sel darah putih.
(Ikawati, 2007).
7. Penatalaksanaan
Pengobatan utama ditujukan untuk mencegah, mengontrol
Sistolik (mmHg)
<130
130-139
Diastolik (mmHg)
<85
85-89
140-159
160-179
180
90-99
100-109
110
b. Etiologi
Pada umunya hipertensi tidak mempunyai penyebab yang spesifik. Hipertensi
terjadi sebagai respon peningkatan cardiac output atau peningkatan tekanan
perifer.Namun ada beberapa faktor yang mempengaruhi terjadinya hipertensi:
1. Genetik: Respon nerologi terhadap stress atau kelainan eksresi atau transport
Na.
2. Obesitas: terkait dengan level insulin yang tinggi yang
mengakibatkantekanan darah meningkat.
3. Stress Lingkungan.
4. Hilangnya Elastisitas jaringan and arterisklerosis pada orang tua serta
pelabaran pembuluh darah.
Berdasarkan etiologinya Hipertensi dibagi menjadi 2 golongan yaitu:
1. Hipertensi Esensial/Idiopatik (Primer)
Patogenesis pasti sangat kompleks dengan interaksi dari berbagai variabel.
Mungkin pula ada predisposisi genetik. Mekanisme lain yang dikemukakan
mencakup perubahan-perubahan berikut: ekresi natrium dan air oleh ginjal, kepekaan
baroreseptor, respons vaskuler dan sekresi renin.
2. Hipertensi Sekunder
Penyakit hipertensi yang diakibatkan karena penyakit parenkim renal/vakuler
renal.Penggunaan kontrasepsi oral yaitu pil. Gangguan endokrin dll.
c. Patofisiologi
Menurunnya tonus vaskuler meransang saraf simpatis yang diterukan ke sel
jugularis. Dari sel jugalaris ini bisa meningkatkan tekanan darah. Dan apabila
diteruskan pada ginjal, maka akan mempengaruhi eksresi pada rennin yang berkaitan
dengan Angiotensinogen. Dengan adanya perubahan pada angiotensinogen II
berakibat pada terjadinya vasokontriksi pada pembuluh darah, sehingga terjadi
kenaikan tekanan darah.Selain itu juga dapat meningkatkan hormone aldosteron yang
menyebabkan retensi natrium. Hal tersebut akan berakibat pada peningkatan tekanan
darah. Dengan Peningkatan tekanan darah maka akan menimbulkan kerusakan pada
organ organ seperti jantung.
1.
2.
3.
4.
5.
6.
Nyeri perut
Mual
Muntah
Gangguan pencernaan
Perut kembung
hari atau saat makan. Gastritis akut dapat menyebabkan mual dan rasa tidak
nyaman di perut, sedangkan, gastritis kronis dapat menyebabkan rasa sakit
ringan bersama dengan perasaan kenyang, malas makan, atau kehilangan
nafsu makan. Dalam kasus yang jarang terjadi, gastritis dapat menyebabkan
pendarahan internal di perut, dan akhirnya pasien mungkin mulai muntah
darah atau mengeluarkan tinja berwarna hitam. Ada dapat kasus dimana
gejala awal seperti sakit tanpa sebab, sampai korban mengalami komplikasi
yang lebih parah seperti pendarahan internal. Masalah ini, paling sering,
diperhatikan pada orang dewasa.
D. PATOFISIOLOGI
Gastritis superficial akut
a)
Definisi
Gagal ginjal kronis (Chronic Renal Failure) adalah kerusakan
ginjal progresif yang berakibat fatal dan ditandai dengan uremia (urea
dan limbah nitrogen lainnya yang beredar dalam darah serta
komplikasinya jika tidak dilakukan dialisis atau transplantasi ginjal),
(Nursalam, 2006). Gagal ginjal kronis merupakan gangguan fungsi renal
yang progresif dan irreversibel dimana kemampuan tubuh gagal untuk
mempertahankan metabolisme dan keseimbangan cairan dan elektrolit
sehingga terjadi uremia ( Smeltzer, Suzanne C, 2002).
Menurut Doenges, 1999, Chronic Kidney Disease biasanya
berakibat akhir dari kehilangan fungsi ginjal lanjut secara bertahap. Penyebab
termasuk glomerulonefritis, infeksi kronis, penyakit vascular
(nefrosklerosis), proses obstruktif (kalkuli), penyakit kolagen (lupus
sistemik), agen nefrotik (aminoglikosida), penyakit endokrin (diabetes).
Bertahapnya sindrom ini melalui tahap dan menghasilkan perubahan utama
pada semua sistem tubuh. Gagal ginjal kronik (Chronic Renal Failure)
terjadi apabila kedua ginjal sudah tidak mampu mempertahankan
dari biasanya.
Sulit buang air kecil, jika volume atau kuantitas buang air kecil menurun,
perlu diwaspadai.
Tekanan darah meningkat karena kelebihan cairan dan produksi hormon
vasoaktif yang diciptakan oleh ginjal melalui RAS (renin-angiotensin
system). Ini meningkatkan risiko seseorang untuk mengalami hipertensi
dan / atau gagal jantung.
b) Patofisiologi
1
2
3
4
1
2
3
4
5
1
2
3
4
5
mual, muntah, nafsu makan berkurang, sesak napas, pusing, sakit kepala,
air kemih berkurang, kurang tidur, kejang-kejang, dan mengalami
penurunan kesadaran hingga koma. Oleh karena itu, penderita tidak dapat
melakukan tugas sehari-hari.
d
1)
2)
3)
4)
5)
6)
7)
(LILA) menurun.
Tanda vital : tekanan darah meningkat, suhu meningkat, nadi lemah,
disritmia, pernapasan kusmaul, tidak teratur.
Kepala
a Mata: konjungtiva anemis, mata merah, berair, penglihatan kabur,
b
c
d
6
7
edema periorbital.
Rambut: rambut mudah rontok, tipis dan kasar.
Hidung : pernapasan cuping hidung
Mulut : ulserasi dan perdarahan, nafas berbau ammonia, mual,
1. Pemeriksaan Laboratorium
1) Urine
a. Volume, biasnya kurang dari 400 ml/24 jam (oliguria) atau urine
tidak ada.
b. Warna, secara abnormal urine keruh mungkin disebabkan oleh
pus, bakteri, lemak, pertikel koloid, fosfat atau urat.
c. Berat jenis urine, kurang dari 1,015 (menetap pada 1,010
menunjukkan kerusakan ginjal berat)
d. Klirens kreatinin, mungkin menurun
e. Natrium, lebih besar dari 40 meq/L karena ginjal tidak mampu
mereabsobsi natrium.
f. Protein, derajat tinggi proteinuria (3-4 +) secara kuat
menunjukkan kerusakan glomerulus.
2) Darah
a. Hitung darah lengkap, Hb menurun pada adaya anemia, Hb
biasanya kurang dari 7-8 gr
b. Sel darah merah, menurun pada defesien eritropoetin seperti
azotemia.
c. GDA, pH menurun, asidosis metabolik (kurang dari 7,2)
terjadi karena kehilangan kemampuan ginjal untuk
mengeksresi hydrogen dan amonia atau hasil akhir
katabolisme prtein, bikarbonat menurun, PaCO2 menurun.
d. Kalium, peningkatan sehubungan dengan retensi sesuai
perpindahan seluler (asidosis) atau pengeluaran jaringan.
e. Magnesium fosfat meningkat
f. Kalsium menurun
g. Protein (khusus albumin), kadar serum menurun dapat
menunjukkan kehilangan protein melalui urine, perpindahan
cairan, penurunan pemasukan atau sintesa karena kurang
asam amino esensial.
h. Osmolaritas serum: lebih besar dari 285 mOsm/kg, sering sama
dengan urin.
2. Pemeriksaan Radiologi
Beberapa pemeriksaan radiologi yang biasa digunanakan utntuk
mengetahui gangguan fungsi ginjal antara lain:
Imaging
(MRI)
digunakan
untuk
g.
Ginjal
Mengkaji
sirkulasi
ginjal
dan
f) Penatalaksanaan Medis
Menurut Muttaqin (2011:173), tujuan dari penatalaksanaan medis pada
pasien dengan gagal ginjal kronik untuk menjaga keseimbangan cairan
elektrolit dan mencegah komplikasi.
1 Dialisis
Dialisis dapat dilakukan untuk mencegah komplikasi gagal ginjal yang
serius, seperti hiperkalemia, perikarditis dan kejang. Dialisis
memperbaiki abnormalitas biokimia; menyebabkan cairan, protein, dan
natrium dapat dikonsumsi secara bebas; menghilangkan
2
infus glukosa.
Koreksi anemia
Usaha pertama harus ditunjukan untuk mengatasi faktor defisiensi,
kemudian mencari apakah ada perdarahan yang mungkin dapat diatasi.
Pengendalian gagal ginjal pada keseluruhan akan dapat meninggikan
Hb. Transfusi darah hanya dapat diberikan bila ada indikasi yang kuat,
4
g) Penatalaksanaan Keperawatan
Menurut Price (2005:965) prinsip-prinsip dasar penatalaksanaan
konservatif sangat sederhana dan didasarkan pada pemahaman mengenai
batas-batas ekskresi yang dapat dicapai oleh ginjal yang terganggu. Selain itu,
terapi diarahkan pada pencegahan dan pengobatan komplikasi yang terjadi,
yaitu:
1. Pengaturan diet protein
Pengaturan diet penting sekali pada pengobatan gagal ginjal kronik.
Pembatasan asupan protein telah terbukti menormalkan kembali
kelainan dan memperlambat terjadinya gagal ginjal. Kemungkinan
mekanisme yang terkait dengan fakta bahwa asupan rendah protein
mengurangi beban ekskresi sehingga menurunkan hiperfiltrasi
glomerulus, tekanan intraglomerulus, dan cedera sekunder pada nefron
intak.
2. Pengaturan diet kalium
Hiperkalemia umumnya menjadi masalah dalam gagal ginjal lanjut,
dan juga menjadi penting untuk membatasi asupan kalium dalam diet.
Tindakan yang harus dilakukan adalah dengan tidak memberikan obat-
Definisi
Endometriosis yaitu suatu keadaan dimana jaringan endometrium yang masih
berfungsi berada di luar kavum uteri. Jaringan ini terdiri atas kelenjar dan
stroma, terdapat di dalam endometriumnataupun di luar uterus. Bila jaringan
endometrium terdapat di dalam miometrium disebut adenomiosis, bila brada
di luar uterus disebut endometriosis. Pembagian ini sudah tidak dianut lagi,
Gejala- Gejala
Penderita endometriosis bisa datang dengan keluhan nyeri panggul, terutama
bila datang haid, infertilitas, disparenia, perdarahan uterus abnormal, rasa
nyeri atau berdarah ketika kencing atau pada rectum dalam masa haid. Gejalagejala endometriosisi datangnya berkala dan bervariasi sesuai datangnya
haid tetapi bias menetap. Banyak penderita endometriosis yang tidak
bergejala, dan terdapat sedikit korelasi antara hebatnya gejala dengan beratnya
penyakit.
Adapun gambaran klinis endometriosis menurut Sarwono yaitu :
a
Nyeri perut bawah yang progresif dan dekat paha yang terjadi pada dan
selama haid (dismenore)
Dismenorea pada endometriosis biasanya merupakan rasa nyeri waktu
haid yang semakin lama semakin hebat. Sebab dari dismenorea ini tidak
diketahui secara pasti tetapi mungkin ada hubungannya dengan
vaskularisasi dan perdarahan dalam sarang endometriosis pada waktu
sebelum dan semasa haid. Jika kista endometriumnya besar dan terdapat
perlengketan ataupun jika lesinya melibatkan peritoneum usus, keluhan
dapat berupa nyeri abdomen bawah atau pelvis yang konstan dengan
intensitas yang berbeda-beda. (Derek Llewellyn-Jones.2002)
b
Dispareunia
Merupakan keadaan yang sering dijumpai disebabkan oleh karena
Infertilitas
Tanda
Tanda-tanda fisik dari endometriosis yaitu rahim yang terfiksasi ke belakang,
terdapat benjolan pada ligamentum sakrouterina dan dalam kavum douglasi,
massa adneksa yang asimetris, dan nyeri pada pemeriksaan bimanual. Luka
yang terlihat pada pemeriksaan speculum adalah sangat menunjukan
endometriosis, dan jika ada harus dilakukan pemeriksaan biopsy. (Rayburn,
F. William.2001)
Patologi
Dimanapun lokasinya, endometrium ektopik, yang dikelilingi stroma ,
mengadakan implantasi dan membentuk kista kecil, yang berespon terhadap
sekresi estrogen dan progesterone secara siklik, sama seperti yang terjadi di
dalam endometrium uteri. Selama menstruasi, terjadi perdarahan di dalam
kista. Darah, jaringan endometrium dan cairan jaringan terperangkap di dalam
kista tersebut. Pada siklus berikutnya , cairan jaringan dan plasma darah
diabsorpsi, sehingga meninggalkan darah kental berwarna coklat. Ukuran
maksimal kista tergantung lokasinya. Kista kecil mungkin tetap kecil atau
diserang makrofag dan menjadi luka fibrotic kecil. Kista ovarium cenderung
lebih besar daripadakista lainnya, tetapi biasanya tidak lebih besar daripada
Penyebab
Beberapa ahli mencoba menerangkan kejadian endometriosis yaitu berupa
beberapa teori,antara lain:
a
Teori Metaplasia.
Teori ini menerangkan terjadinya metaplasia pada sel-sel coelom yang
berubah menjadi endometrium.
Perubahan ini dikatakan sebagai akibat dari iritasi dan infeksi atau
hormonal pada epitel coelom. Secara endokrinologis hal ini benar karena
epitel germinativum dari ovarium, endometrium dan peritoneum berasal
dari epitel coelom yang sama.
Teori Hormonal.
Telah lama diketahui bahwa kehamilan dapat menyembuhkan
endometriosis. Rendahnya kadar FSH, LH, dan E2 dapat menghilangkan
endometriosis. Pemberian steroid seks dapat menekan sekresi FSH, LH,
dan E2. Pendapat yang sudah lama dianut mengemukakan bahwa
pertumbuhan endometriosis sangat tergantung dari kadar estrogen di
dalam tubuh.
Teori Imunologik.
Faktor-faktor resiko
Factor-faktor resiko untuk endometriosis :
Nuliparitas
Infertilitas
Diagnosis
Secara klinis endometriosis sering sulit dibedakan dari penyakit radang pelvis
atau kista ovarium lainnya. Visualisasi endometriosis diperlukan untuk
memastikan diagnosis. Cara yang biasa dilakukan untuk menegakan diagnose
yaitu dengan melakukan pemeriksan laparoskopi untuk melihat luka dan
mengambil specimen biopsy. Pemeriksaan ultrasonografi pelvis bias
membantu untuk menilai massa dan bisa menduga adanya endometriosis.
Kadar antigen kanker 125 (CA-125) tinggi pada penderita endometriosis.
(Rayburn, F. William.2001)
Adapun Pemeriksaan Penunjang yang dilakukan yaitu :
a. Laparoskopi
Bila ada kecurigaan endometriosis panggul , maka untuk menegakan
diagnosis yang akurat diperlukan pemeriksaan secara langsung ke rongga
abdomen per laparoskopi. Pada lapang pandang laparoskopi tampak
Endometriosis Tuba.
Yang paling sering terkena adalah bagian proksimal tuba.Akibatnya
adalah:
-
Hematosalping
Edometriosis Ovarium
Akibat adanya endometriosis pada ovarium akan terbentuk kista coklat.
Kista coklat ini sering mengadakan perlekatan dengan organ-organ di
sekitarnya dan membentuk suatu konglomerasi.
Endometriosis Retroservikalis.
Pada rectal toucher sering teraba benjolan yang nyeri pada cavum
Douglas. Benjolan-benjolan ini akan melekat dengan uterus dan rectum,
akibatnya adalah:
Karsinoma ovarium.
Mioma multiple.
Karsinoma rectum.
Endometriosis Ekstragenital.
Setiap nyeri yang timbul pada organ tubuh tertentu pada organ tbuh
tertentu bersamaan dengan datangnya haid harus dipikirkan adanya
endometriosis.
( Baziad,Ali dkk.1993)
Penanganan
Pencegahan
Bila disminorea yang berat terjadi pada seorang pasien muda, kemungkinana
bermacam-macam tingkat sumbatan pada aliran haid harus
dipertimbangkan.kemungkinan munculnya suatu tanduk rahim yang tumpul
pada rahimbikornuata atau sebuah sumbatan septum rahim atau vaginal harus
diingat.dilatasi serviks untuk memungkinkan pengeluaran darah haid yang
lebih mudah pada pasien dengan tingkat disminorea yang hebat.
( Moore, Hacker.2001)
Kemudian, adapula pendapat dari Meigs. Meigs berpendapat bahwa
kehamilan adalah pencegahan yang paling baik untuk endometriosis. Gejalagejala endometriosis memang berkurang pada waktu dan sesudah kehamilan
karena regresi endometrium dalam sarang-sarang endometriosis. Maka dari itu
perkawinan hendaknya jangan ditunda terlalu lama dan diusahakan
secepatnya memiliki anak yang diinginkan dalam waktu yang tidak terlalu
lama. Sikap demikian tidak hanya merupaka profilaksis yang baik untuk
endometriosis, melainkan juga mrnghindari terjadinya infertilitas sesudah
endometrium timbul.selain itu juga jangan melakukan pemeriksaan yang kasar
atau kerokan saat haid, karena dapat mengalirkan darah haid dari uterus ke
tuba fallopi dan rongga panggul.
(Wiknjosastro, hanifa.2007.)
b.Observasi
pengobatab ini akan berguna bagi wanita dengan gejala dan kelainan fisik
yang ringan. Pada wanita yang agak berumur, pengawasan ini bisa dilanjutkan
sampai menopause, karena sesudah itu gejala-gejala endometriosis hilang
sendiri. Dalam masa observasi ini dapat diberi pengobatan paliatif berupa
pemberian analgetik untuk mengurangi rasa nyeri. (Wiknjosastro,
hanifa.2007.)
c.Pengobatan Hormonal
Fungsi Pankreas
1. Mengatur kadar gula dalam darah melalui pengeluaran glucogen, yang
menambah kadar gula dalam darah dengan mempercepat tingkat pelepasan
dari hati.
2. Pengurangan kadar gula dalam darah dengan mengeluarkan insulin yang mana
mempercepat aliran glukosa ke dalam sel pada tubuh, terutama otot. Insulin
juga merangsang hati untuk mengubah glukosa menjadi glikogen dan
menyimpannya di dalam sel-selnya.
Fungsi Dari Pankreas Yang Disebut Kelenjar Ganda
1. Kelenjar endokrin
Ini bagian dari pankreas yang melakukan fungsi endokrin terbentuk dari jutaan
cluster sel. Ini cluster sel dikenal sebagai pulau Langerhans. Ini pulau terdiri dari
empat jenis sel, yang diklasifikasikan berdasarkan hormon yang mereka keluarkan.
Sel mensekresi glukagon disebut sel alfa. Sel-sel mensekresi insulin dikenal sebagai
sel beta sementara somatostatin disekresikan oleh sel delta. Polipeptida pankreas
disekresikan oleh sel-sel PP. Struktur pulau terdiri dari kelenjar endokrin diatur dalam
kabel dan cluster. Kelenjar endokrin yang saling silang dengan rantai tebal kapiler. Ini
kapiler yang berbaris lapisan sel endokrin yang berada dalam kontak langsung dengan
pembuluh darah. Beberapa sel endokrin berada dalam kontak langsung sementara
yang lain terhubung melalui proses sitoplasma.
2. Eksokrin
Pankreas eksokrin menghasilkan enzim pencernaan bersama dengan cairan alkali.
Keduaduanya ini disekresi ke dalam usus kecil melalui saluran eksokrin. Fungsi
sekresi dilakukan sebagai respon terhadap hormon usus kecil yang disebut
cholecystokinin dan secretin. Enzim pencernaan yang dihasilkan oleh kelenjar
eksokrin terdiri dari chymotrypsin, tripsin, lipase pankreas, dan amilase pankreas.
Enzim pencernaan sebenarnya diproduksi oleh sel-sel asinar hadir dalam pankreas
eksokrin. Sel yang melapisi saluran pankreas disebut sel centroacinar. Sel-sel
centroacinar mengeluarkan larutan kaya isi garam dan bikarbonat ke dalam usus.
Dengan demikian, fungsi pankreas memainkan peran penting dalam aktivitas
tubuh. Pankreas berfungsi dengan benar penting karena masalah pankreas dapat
menyebabkan penyakit seperti pankreatitis dan diabetes. Pankreatitis adalah
peradangan pankreas sedangkan diabetes dikaitkan dengan sekresi insulin dari
pankreas. Menghentikan konsumsi alkohol dapat menyembuhkan pankreatitis.
Berolahraga secara teratur dan mengikuti diet diabetes untuk mengontrol kadar gula
darah bisa menjadi pilihan pengobatan diabetes yang baik. Tapi, sebagai pencegahan
lebih baik daripada mengobati, yang terbaik adalah untuk mencegah masalah
pankreas dan memastikan berfungsinya pankreas.
Bagian-bagian Pankreas
1. Kepala Pankreas yang paling lebar, terletak disebelah kanan rongga abdomen
dan didalam lekukan duodenum.
2. Badan Pankreas merupakan bagian utama pada organ tersebut, letaknya di
belakang lambung dan di depan vertebra lumbalis pertama.
3. Ekor Pankreas adalah bagian yang runcing disebelah kiri, dan sebenarnya
menyetuh limpa.
Jaringan Pankreas
1. Acini : Untuk mengeluarkan cairan pencernaan ke duodenum
2. Pulau Langerhans : Mensekresi insulin dan glucagon langsung ke dalam
darah
3. Pankreas manusia manusia mempunyai 1-2 juta pulau Langerhans.
Diameter 0,3 mm, dikelilingi oleh kapiler-kapiler kecil.
risiko tinggi terhadap diabetes tipe 1 akan memberi jalan untuk pengobatan
imunosulpresif dini yang dapat menunda awitan manisfestasi klinis defisiensi insulin.
Pada pasien-pasien dengan diabetes melitus tipe 2, penyakitnya mempunyai pola
familiar yang kuat. Index untuk diabetes tipe 2 pada kembar monozigot hampir 100%
risiko berkembangnya diabetes tipe 2 pada saudara kandung mendekati 40% dan 33%
untuk anak cucunya. Transmisi genetik adalah paling kuat dan contoh terbaik
terdapat dalam diabetes awitan dewasa muda (MODY) yaitu sub tipe penyakit
diabetes yang diturunkan dengan pola autosomal dominan. Jika orang tua menderita
diabetes tipe 2, rasio diabetes dan non diabetes pada anak adalah 1 :1, dan sekitar
90% pasti membawa (carier) diabetes tipe 2. Diabetes tipe 2 ditandai dengan kelainan
sekresi insulin, serta kerja insulin. Pada awalnya, terdapat resestensi dari sel-sel
sasaran terhadap kerja insulin. Insulin mula-mula mengikat dirinya kepada reseptorreseptor permukaan sel tertentu, kemudian terjadi reaksi intraselular yang
menyebabkan mobilisasi pembawa GLUT 4 glukosa dan meningkatkan transpor
glukosa menembus membran sel.
Pada pasien-pasien diabetes tipe 2 terdapat kelainan dalam pengikatan insulin
dengan reseptor. Kelainan ini disebabkan oleh berkurangnya jumlah tempat reseptor
pada membran sel yang selnya resposif pada insulin atau akibat ketidaknormalan
reseptor insulin intrinsik. Akibatnya, terjadi penggabungan abnormal antara kompleks
reseptor insulin dengan sistem transpor glukosa. Ketidaknormalan postreseptor dapat
mengganggu kerja insulin pada akhirnya timbul kegagalan sel beta dengan
menurunya jumlah insulin yang beredar dan tidak lagi memadai untuk
mempertahankan euglikemia. Sekitar 80% pasien diabetes tipe 2 mengalami obesitas
karena obesitas berkaitan dengan resistensi insulin, maka kelihatannya akan timbul
kegagalan toleransi glukosa yang menyebabkan diabetes tipe 2. Pengurangan berat
badan sering kali dikaitkan dengan perbaikan dalam sensitivitas insulin dan
pemulihan toleransi glukosa.
a. Klasifikasi dan Diagnosis Diabetes mellitus
dalam darah. Kemudian hal ini akan menyebabkan ginjal menarik tambahan
air dari darah untuk menghancurkan glukosa. Hal ini membuat kandung
kemih cepat penuh dan hal ini otomatis akan membuat para penderita DM
akan sering kencing buang air kecil. Kencing yang sering dan dalam jumlah
banyak akan sangat mengganggu penderita, terutama pada waktu malam hari.
c. Banyak minum
Rasa haus amat sering dialami oleh penderita karena banyaknya cairan yang
keluar melalui kencing. Keadaan ini justru sering disalahtafsirkan. Untuk
menghilangkan rasa haus itu penderita minum banyak.
d. Banyak makan
Kalori dari makanan yang dimakan, setelah dimetabolisasikan menjadi
glukosa dalam darah tidak seluruhnya dapat dimanfaatkan, penderita selalu
merasa lapar.
e. Mudah lelah
Para penderita penyakit diabetes mellitus akan juga merasakan bahwasannya
tubuhnya akan sering dan sepat merasa lemah. Hal ini salah satu penyebabnya
adalah produksi glukosa terhambat sehingga sel-sel makanan dari glukosa
yang harusnya didistribusikan ke semua sel tubuh untuk membuat energi jadi
tidak berjalan dengan semestinya dan juga optimal. Karena sel energi tidak
mendapat asupan sehingga orang dengan kencing manis akan merasa cepat
lelah.
f. Berat Badan Akan Cepat Menurun.
Pankreas pada penderita diabates berhenti membuat insulin akibat serangan
virus pada sel-sel pankreas atau respons autoimun yang membuat tubuh
menyerang sel-sel yang memproduksi insulin. Akibatnya tubuh akan kesulitan
mencari sumber energi karena sel-sel tidak memperoleh glukosa. Kemudian
tubuh mengadakan adaptasi dengan cara mulai memecah jaringan otot dan
lemak untuk energi sehingga berat badan terus menyusut.Pada penderita
diabetes tipe 2 (faktor perubahan gaya hidup), penurunan berat badan terjadi
secara bertahap dengan peningkatan resistensi insulin sehingga penurunan
berat badan tidak begitu terlihat
g. Tanda-tanda Neuropati.
E. Pemeriksaan Fisik
Pada penderita diabetes tipe I dilakukan pengkajian untuk memeriksa tanda-tanda
ketoasidosis diabetik, yang mencakup pernapasan kussmaul, hipotensi ortostatik, dan
latergi. Pasien ditanya tentang gejala ketoasidosis diabetik, seperti mual, muntah dan
nyeri abdomen. Hasil-hasil laboratorium dipantau untuk mengenali tanda-tanda
asidosis metabolik, seperti penurunan nilai pH serta kadar bikarbonat dan untuk
mendeteksi tanda-tanda gangguan keseimbangan elektrolit.
Pemeriksaan fisik selama episode hipoglikemik menunjukkan :
Respon autonomik
1.
2.
3.
4.
5.
6.
Berkeringat
Palpitasi
Tremor
Gugup
Pucat
Lapar
Respon neuroglikopenik
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
Sakit kepala
Pening
Kacau mental
Peka rangsang
Kesulitan berkonsentrasi
Kerusakan penilaian
Kelemahan dan kejang
Koma pada kasus berat
Pasien diabetes tipe II dikaji untuk melihat adanya tanda-tanda sindrom HHNK,
Bukan DM
Belum pasti DM
DM
<110
<90
110-199
90-199
>200
>200
<110
<90
110-125
90-109
>126
>110
waktu 5 menit.
6. Periksa glukosa darah 1 jam sesudah beban glukosa.
7. Selama pemeriksaan, pasien diperiksa tetap istirahat dan tidak merokok.
3. Latihan jasmani
Kegiatan jasmani seharihari dan latihan secara teratur 3-4 kali seminggu
selama kurang lebih 30 menit. Tujuan latihan jasmani untuk menjaga
kebugaran, menurunkan berat badan, dan memperbaiki sensitivitas insulin
sehingga akan memperbaiki kendali gula darah. Latihan jasmani yang
dianjurkan berupa latihan jasmani yang bersifat aerobik seperti jalan kaki,
bersepeda santai, jogging, dan berenang. Hindarkan kebiasaan hidup yang
kurang gerak.
4. Intervensi obat oral farmakologis
Terapi farmakologis diberikan bersama dengan pengaturan makan dan latihan
jasmani. Terapi farmakologis terdiri dari obat oral & bentuk suntikan insulin.
Saat ini terdapat 5 macam obat tablet yang beredar di pasaran untuk
menurunkan kadar gula
darah. Beberapa obat yg sering digunakan adalah:
a. Golongan insulin sekretagok
Obat ini bekerja dengan cara merangsang pankreas untuk menghasilkan
insulin. Obat ini merupakan pilihan utama pada penyandang diabetes
dengan berat badan kurang atau normal. Obat golongan ini terdapat 2
b.
c.
d.
darah setelah makan. Efek samping yang sering terjadi pada penggunaan
e.
obat ini adalah perut kembung, sering buang angin, dan mencret.
Dipeptidyl peptidase-4 (DPP-4) inhibitor
Pengobatan dengan golongan ini merupakan pendekatan baru pengelolaan
DM. Obat ini menghambat pelepasan glukagon, yang pada gilirannya
meningkatkan sekresi insulin, menurunkan pengosongan lambung, dan
menurunkan kadar glukosa darah. Beberapa obat golongan ini sudah
masuk di Indonesia sejak tahun 2007 antara lain vildagliptin dan
sitagliptin.
5. Insulin
Insulin diperlukan pada keadaan seperti penurunan berat badan yang cepat,
komplikasi akut DM (hiperglikemia berat yang disertai ketosis, ketoasidosis diabetik,
hiperglikemia hiperosmolar non ketotik, hiperglikemia dengan asidosis laktat), gagal
dengan pengobatan obat diabetes oral dosis optimal, kehamilan dengan DM, stress
berat (infeksi sistemik, operasi besar, stroke, dll), gangguan fungsi ginjal dan hati
yang berat, dan adanya kontra indikasi/alergi terhadap obat diabetes oral.
7. Patologi dan Patofisiologi Kelainan Struktur dan Fungsi Tubuh
Muskuloskeletal
1. Fraktur
a. Pengertian
Fraktur merupakan hilangnya kontinuitas, tulang rawan baik
yang bersifat total maupun sebagian, biasaya disebabkan oleh
trauma atau tenaga fisik. Kekuatan, sudut dan tenaga, keadaan
tulang itu sendiri, serta jaringan lunak di sekitar tulang yang akan
menentukan apakah fraktur yang terjadi itu lengkap atau tidak
lengkap.
Fraktur lengkap terjadi apabila seluruh tulang patah, sedangkan
fraktur tidak lengkap terjadi apabila tidak melibatkan ketebalan
tulang. Pada beberapa keadaan, trauma muskuloskeletal seperti
fraktur dan dislokasi dapat terjadi bersamaan karena di samping
Fraktur
Perdarahan
Kerusakan jaringan di ujung tulang
oleh kontak dengan sumber panas seperti api,air panas,bahan kimia, listrik dan
radiasi (Moenandjat,2001)
Kerusakan pada kulit akibat luka bakar sering kali digambarkan pada
kedalaman cedera dan didefinisikan dalam istilah cedera ketebalan parsial (yang
mengenai lapisan epidermis atau lapisan dedermis ) dan cedera ketebalan penuh
(mengenai lapisan epidermia,dedermis dan lapisan lemak) (Hudak&Gallo,1994)
Luka bakar adalah luka yang disebabkan oleh kontak dengan sumber
panas seperti api, air panas, bahan kimia, listrik dan radiasi yang mengakibatkan
kerusakan atau kehilangan jaringan yang mengenai lapisan epidermis dan
dedermis dan lemak. Luka bakar diklasifikasikan sebagai derajat
pertama,kedua,dan ketiga. Kedalaman cedera sulit untuk dikaji pada periode
pasca-terbakar awal, dan secara garis besar dibagi menjadi cedera ketebalan
parsial dan cedera ketebalan penuh.
1. Luka bakar ketebalan parsial
Setiap derajat kedalaman luka bakar mempunyai berbagai karakteristik.Luka
bakar ketebalan parsial mencakup derajat pertama dan kedua serta cedera dermal
dalam.
durasi pemajanan pada sumber panas . Beratnya cedera bergantung pada ukuran area
yang terbakar, kedalaman dan lokasinya, usia korban, adanya penyakit atau cedera
penyerta, dan status psikologis korban.
3. Ulkus decubitus
Kata decubitus diturunkan dari bahasa latin decumbo yang berarti berbaring.
Ulkus decubitus adalah masalah kesehatan bermakna karena kasus ini meningkatkan
lama hospitalisasi, meningkatkan biaya perawatan kesehatan, dan meningkatkan
kejadian kematian. Empat factor krusial yang memainkan peran dalam pembentukan
decubitus: 1) tekan; 2)kekuatan gesekan; 3)friksi; dan 4) kelembaban. Tekanan
adalah factor paling krusial, dan ulkus ini secara tepat disebut luka tekanan.
B. Etiologi
Penyebab dari luka bakar tersebut :
1. Thermal
Merupakan penyebab yang paling sering memindahkan kekuatan dari
sumber panas kepada tubuh (lidah api, permikaan yang panas, logam
yang panas dan lelehan-lelehan yang panas)
2. Bahan Kimia
Di industri
: Asam kuat atau basa kuat diantaranya asam
hidrokloride atay alkali
Di rumah tangga :Drainase alat pembersih (terkena secara tidak sengaja)
pembersih cat, desinfektan
3. Listrik
Disebabkan oleh percikan atau busur atay oleh arus listrik yang menyalur
ketubuh (Long, 1996)
4. Luka bakar karena radiasi
5. Cedera akibat suhu sangat rendah (frost bife) (Moenandjat, 2001)
C. Tanda Dan Gejala
Tanda dan gejala yang terdapat pada luka bakar dipengaruhi oleh berbagai
faktor. Menurut kedalamannya dibagi dengan 4 derajat.
1. Luka Bakar derajat I
Kerusakan terbatas pada lapisan epidermis superfisial, kulit kering
hiperemik, berupa eritema, tidak dijumpai bula nyeri karena ujung-ujung
syaraf sensorik teriritasi, penyembuhannya terjadi secara spontan dalam
waktu 5-10 hari.
2. Luka bakar derajat II dangkal
Kerusakan mengenai bagian superfisial dari dermis organ-organ kulit
seperti polikel rambut, kelenjar, keringat, kelenjar sebasea masih utuh,
dijumpai bula nyeri karena ujung-ujung syaraf sensorik teriritasi, dasar
luka berwarna merah atau pucat, sering terletak lebih tinggi diatas kulit
normal. Penyembuhannya terjadi secara spontan dan dalam waktu 10-14
hari.
3. Luka bakar derajat II dalam
Kerusakan mengenai hampir seluruh bagian dermis organ-organ kulit
seperti Folikel rambut, kelenjar keringat, dan kelenjar sebasea sebagian
masih utuh, dijumpai bila. Nyeri karena ujung-ujung syaraf sensorik
teriritasi, dasar luka berwarna merah atau pucat. Penyembuhannya lebih
lama, tergantung sel epitel yang tersisa. Penyembuhannya lebih dari satu
bulan.
4. Luka bakar derajat IV
Kerusakan meliputi seluruh dermis dan lapisan yang telah dalam, organorgan kulit seperti folikel rambut, kelenjar keringat dan kelenjar sebasea
menglami kerusakan, tidak dijumpai bula, kulit yang terbakar berwarna
abu-abu dan pucat, terletak lebih rendah dibanding kulit sekitar, terjadi
koagulasi protein pada epidermis dan dermis yang dikenal eskar, tidak
dijumpai rasa nyeri dan hilang sensori karena ujung-ujung syaraf sensorik
luka bakar dan disebabkan kerusakan jaringan kehilangan protein dan akibat respon
stres. Ini terus berlangsung selama periode akut karena terus menerus kehilangan
protein melalui luka.
Gangguan respiratori timbul karena obstruksi saluran pernafasan baian atas
atau karena efek shock hipovolemik. Obstruksi saluran nafas bagian atas disebabkan
karena inhalasi bahan yang merugikam atau udara yan terlalu panas, menimbulkan
iritasi kepada saluran nafas, oedema laring dan obstruksi potensial.
E. Penatalaksanaan
Pengobatan luka bakar diberikan berdasarkan luas dan keparahanluka bakar
serta perimbangan penyebabnya. Resusitasi cairan penting dalam menagani
kehilangan cairan intravaskuler. Oksigen diberikan melalui masker ventilasi arti
visial. Luka bakar dapat obat tropikal dan dibiarkan terbuka terpajan udara atau
ditutupi dengan kasa , luka bakar berat memerlukan debridemen luka atau
transplantasi.
Anak yang menderita luka bakar mendapatkan analgetik atau narkotik untuk
mengurangi nyerinya, pada luka bakar berat kebutuhan nutrisi dipenuhi dengan
memberikan diet tinggi kalori dan protein atau dukungan nutrisi melalui intra vena
F. Pemeriksaan Fisik
a. Keadaan umum
Umumnya penderita datang dengan keadaan kotor mengeluh panas sakit dan
gelisah sampai menimbulkan penurunan tingkat kesadaran bila luka bakar
mencapai derajat cukup berat.
b. TTV
Tekanan darah menurun nadi cepat, suhu dingin, pernafasan lemah sehingga
tanda tidak adekuatnya pengembalian darah pada 48 jam pertama.
c. Pemeriksaan kepala dan leher
Kepala dan rambut
Catat bentuk kepala, penyebaran rambut, perubahan warna rambut setalah
terkena luka bakar, adanya lesi akibat luka bakar, grade dan luas luka bakar
Mata
Catat kesimetrisan dan kelengkapan, edema, kelopak mata, lesi adanya benda
asing yang menyebabkan gangguan penglihatan serta bulu mata yang rontok
kena air panas, bahan kimia akibat luka bakar
Hidung
Catat adanya perdarahan, mukosa kering, sekret, sumbatan dan bulu hidung
yang rontok.
Mulut
Sianosis karena kurangnya supplay darah ke otak, bibir kering karena intake
cairan kurang
Telinga
Catat bentuk, gangguan pendengaran karena benda asing, perdarahan dan
serumen
Leher
Catat posisi trakea, denyut nadi karotis mengalami peningkatan sebagai
kompensasi untuk mengataasi kekurangan cairan
d. Pemeriksaan thorak / dada
Inspeksi bentuk thorak, irama parnafasan, ireguler, ekspansi dada tidak
maksimal, vokal fremitus kurang bergetar karena cairan yang masuk ke paru,
auskultasi suara ucapan egoponi, suara nafas tambahan ronchi.
e. Abdomen
Inspeksi bentuk perut membuncit karena kembung, palpasi adanya nyeri pada
area epigastrium yang mengidentifikasi adanya gastritis.
f. Urogenital
Kaji kebersihan karena jika ada darah kotor / terdapat lesi merupakan tempat
pertumbuhan kuman yang paling nyaman, sehingga potensi sebagai sumber
infeksi dan indikasi untuk pemasangan kateter.
g. Muskuloskletal
Catat adanya atropi, amati kesimetrisan otot, bila terdapat luka baru pada
muskuloskleletal, kekuatan otot menurun karena nyeri.
h.
Pemeriksaan neurologi
Tingkat kesadaran secara kuantifikasi dinilai dengan GCS. Nilai bisa menurun
bila supplay darah ke otak kurang (syok hipovolemik) dan nyeri yang hebat
(syok neurogenik).
i. Pemeriksaan kulit
Merupakan pemeriksaan pada darah yang mengalami luka bakar (luas dan
kedalaman luka). Prinsip pengukuran prosentase luas uka bakar menurut
kaidah 9 (rule of nine lund and Browder) sebagai berikut :
Bag tubuh 1 th 2 th Dewasa
Kepala leher 18% 14% 9%
Ekstrimitas atas (kanan dan kiri) 18% 18% 18 %
Badan depan 18% 18% 18%
Badan belakang 18% 18% 18%
Ektrimitas bawah (kanan dan kiri) 27% 31% 30%
Genetalia 1% 1% 1%
G. Pemeriksaan Penunjang
1. Terutama untuk luka bakar yang berat
2. Lab darah
1) Hitung jenis
2) Kimia darah
3) Analisa gas darah dengan carboxyhemoglobin
4) Analisis urin
5) Creatinin Phosphokinase dan myoglobin urin ( Luka bakar akibat listrik)
6) Pemeriksaan factor pembekuan darah ( BT, CT)
3. Radiologi Foto thoraks : untuk mengetahui apakah ada kerusakan akibat luka
bakar inhalasi atau adanya trauma dan indikasi pemasangan intubasi
4. CT scan : mengetahui adanya trauma
5. Tes lain : dengan fiberoptic bronchoscopy untuk pasien dengan luka bakar
inhalasi.
9. Patologi dan Patofisiologi Kelainan Struktur dan Fungsi Tubuh Persyarafan
1. EPILEPSI
a. Pengertian Epilepsi
Kejang Umum
a. Penyakit metabolic
b. Reaksi obat
c. Idiopatik
d. Faktor genetic
e. Kejang fotosensitif
Etiologi epilepsi dapat dibagi atas 2 kelompok:
1. Epilepsi idiopatik yang penyebabnya tidak diketahui meliputi kurang
lebih 50% dari penderita epilepsi anak , awitan biasanya pada usia
lebih dari 3tahun. Dengan berkembangnya ilmu pengetahuan dan
ditemukannya alat-alat diagnostik yang canggih kelompok ini makin
kecil.
2. Epilepsi Simtomatik yang penyebabnya sangat bervariasi, bergantung
pada usia awitan.
Penyebab epilepsy pada berbagai kelompok usia:
1. Kelompok Usia 0-6 bulan
a. Kelainan intra-uterin, dapat disebabkan oleh gangguan migrasi dan
diferensiasi sel neuron: hal demikian ini dapat pula dipengaruhi
oleh adanya infeksi intra-uterin.
b. Kleainan selama persalinan berhubungan dengan asfiksia dan
peredaran intracranial, biasanya disebabkan oleh kelainan material
misalnya hipotensi, eklamsia, disproporsi sefalopelvik, kelainan
plasenta , tali pusat menumbung atau belitan leher.
c. Kelaianan kongenital, dapat disebabkan oleh kromosom abnormal, radiasi, obat-obatan teratogenik, infeksi intrapartum oleh
toksoplasma, sitomegalovirus, rubella dan treponema
d. Gangguan metabolic: misalnya hipoglikemia, hipokalsemia,
hiponatremia, dan defisiensi piridoksin. Hipokalsemia dapat di
sebabkan oleh afiksia diabetes, prematuritas dan biasanya
bersamaan dengan hipomagnesemia. Hiponatremia dapat di
temukan pada afiksia; hipernatremia pada terapu asidosis.
Defisiensi piridoksin pada kelaian genetic atau penyakit
metabolisme yang disertai peningkatan piridoksin
sebagai sawan parsial sederhana, ini dapat disusul dengan sawan umum
sekunder, atau sawan parsial sederhana berubah menjadi sawan parsial
kompleks dulu disususl oleh sawan umum tonik-klonik sekunder.
Sawan parsial merupakan yang sering dijumpai , dan lebih dari 60%
sawan kategori ini. Sawan ini dulu dikenal sebagai epilepsy psikomotor.
Sawan umum tonik-klonik primer yang dulu dikenal sebagai
epilepsi grand-mal, awalnya dimulai dengan kehilangan kesadaran dan
disusul oleh gerakan klonik yang singkron dari otot-otot
tersebut.Beberapa penderita dapat menunjukkan komponen tonik saja
atau klonik saja atau klonik tonik klonik.Segera sesudah sawan berhenti
kesadaran belum pulih dan penderita tertidur.Kadang-kadang sebelum
sawan ada gejala prodromal berupa kecemasan yang tidak menentu atau
rasa tidak nyaman.
Pada sawan mioklonik ditandai oleh kontraksi otot-otot tubuh
secara cepat, singkron dan bilateral atau kadang-kadang hanya mengenal
kelompok otot tertentu
Sawan lena ditandai oleh kehilangan kesadaran yang berlangsung
sangat singkat, sehingga aktivitas yang sedang berjalan terhenti.
Beberapa episode dapat disertai dengan mata yang menatap kosong atau
gerakan mioklonik dari klompok otot mata atau wajah, otomatisme,
kehilangan tonus otot (sehingga barang yang sedang di pegang terjatuh
atau bila sedang berdiri dapat terjatuh).Serangan sawan ini dapat
berakhir dengan segera diikuti oleh pulihnya kesadaran. Sawan ini
berlangsung beberapa detik sampai setengah menit, dapat hilang sesaaat
atau tidak sama sekali.
Bila sawan yang terjadi tidak dapat dimasukkan ke dalam kategori
sawan umum atau parsial, maka dimasukkan ke dalam sawan epileptic
yang tidak terklasifikasikan, di sini termasuk yang datanya tidak
lengkap, sawan pada neonatus.
Untuk diagnosis yang ptimal, prognosis, pengobatan dan penelitian
dipakai klasifikasi sindrom epileptic atau penyakit epilepsi menurut
ILAE 1985.Sindrom Epileptik didefinisikan sebagai suatu gangguan
dosis dan obat yang sama. Jika setelah dua kali pemberian diazepam
per rektal masih belum berhenti, maka penderita dianjurkan untuk
dibawa ke rumah sakit.
b. Pengobatan epilepsy
Tujuan utama pengobatan epilepsi adalah membuat penderita
epilepsi terbebas dari serangan epilepsinya. Serangan kejang yang
berlangsung mengakibatkan kerusakan sampai kematian sejumlah
sel-sel otak. Apabila kejang terjadi terus menerus maka kerusakan
sel-sel otak akan semakin meluas dan mengakibatkan menurunnya
kemampuan intelegensi penderita. Karena itu, upaya terbaik untuk
mengatasi kejang harus dilakukan terapi sedini dan seagresif
mungkin. Pengobatan epilepsi dikatakan berhasil dan penderita
dinyatakan sembuh apabila serangan epilepsi dapat dicegah atau
dikontrol dengan obatobatan sampai pasien tersebut 2 tahun
bebas kejang. Secara umum ada tiga terapi epilepsi, yaitu :
1. Terapi medikamentosa
Merupakan terapi lini pertama yang dipilih dalam
menangani penderita epilepsi yang baru terdiagnosa. Jenis obat
anti epilepsi (OAE) baku yang biasa diberikan di Indonesia
adalah obat golongan fenitoin, karbamazepin, fenobarbital, dan
asam valproat. Obat-obat tersebut harus diminum secara teratur
agar dapat mencegah serangan epilepsi secara efektif. Walaupun
serangan epilepsi sudah teratasi, penggunaan OAE harus tetap
diteruskan kecuali ditemukan tanda-tanda efek samping yang berat
maupun tanda-tanda keracunan obat. Prinsip pemberian obat dimulai
dengan obat tunggal dan menggunakan dosis terendah yang dapat
mengatasi kejang.
2. Terapi bedah
Merupakan tindakan operasi yang dilakukan dengan
memotong bagian yang menjadi fokus infeksi yaitu jaringan otak yang
menjadi sumber serangan. Diindikasikan terutama untuk penderita
a. Definisi katarak
Menurut WHO adalah kekeruhan yang terjadi pada lensa mata, yang
menghalangi sinar masuk ke dalam mata. Katarak terjadi karena faktor usia,
namun juga dapat terjadi pada anak-anak yang lahir dengan kondisi tersebut.
Katarak juga dapat terjadi setelah trauma, inflamasi atau penyakit lainnya.
Katarak adalah kekeruhan lensa kristalin yang menyebabkan turunnya
tajam penglihatan dan menyebabkan keluhan gangguan penglihatan
lainnya seperti penurunan kontras sensitivitas, silau dan
tidak nyaman.
b. Etiologi
Penyebab katarak antara lain :
Usia
Usia adalah salah satu penyebab utama munculnya katarak. Protein
lensa Anda akan semakin menurun ketika usia Anda bertambah. Selain
eksim.
Infeksi
Jenis infeksi tertentu seperti kusta, toksoplasmosis, dan cysticercosis
dapat memicu timbulnya katarak. Oleh karena itu apabila Anda
mengalaminya, sebaiknya segera obati penyakit tersebut sebelum
katarak.
Penggunaan obat tertentu
Ada beberapa jenis obat tertentu yang mampu mempengaruhi
penglihatan mata Anda. Obat-obatan seperti kortikosteroid terbukti
mampu menyebabkan timbulnya katarak.
Pandangan mata yang kabur , suram atau seperti ada bayangan awan atau
asap . Noda putih yang semakin berkembang akan mengalami pandangan
mata menjadi kabur , objek terhadap suatu benda mejadi sulit untuk di
kenali bahkan tak dapat mebedakan warna cahaya.
Sulit melihat pada malam hari , Penderita penyait mata apapun akan
merasa kesulitan ketika melihat suatu objek atau cahaya pada malam hari,
hal ini di karena kan lensa mata akan membaca kefokusan objek yang di
terima leh lensa mata .
Terdapat lingkaran cahaya saat memandang sinar. Pada saat lensa mata
memandang atau menangkap cahaya atau sinar , lensa mata hanya
mampu menangkap sinar seperti sebuah lingkaran .
d. Patofisiologi
e. Pemeriksaan Fisik
Pada pemeriksaan fisik diperoleh sebagai berikut:
1.
4.
5.
DAFTAR PUSTAKA
EGC
Kusumaningrum, Febrianti Diah.2014.7 Penyebab TeratasMunculnya
Penyakit Katarak.Tersedia:http://www.merdeka.com/sehat/7-penyebabteratas-munculnya-penyakit katarak.html. Diakses pada tanggal 26 Maret