Anda di halaman 1dari 2

KISAH PIPO EMBRO

Ada sebuah desa kecil nan indah, sebuah tempat yang menyenangkan, namun desa itu
mempunyai masalah karena sepanjang tahun desa akan mengalami kekeringan kalau tidak turun
hujan.
Akhirnya diadakanlah sebuah sayembara untuk pengadaan air sepanjang tahun di desa tersebut,
sumber airnya berasal dari sebuah mata air dibukit yang berjarak satu setengah kilometer dari
desa itu.Tersebutlah dua orang yang mendaftar pada sayembara tersebut, Pipo dan Embro. Dua
orang ini tentunya saling bersaing.
Embro langsung berlari membeli dua ember baja, dia mulai berlari bolak-balik mengambil air
dari sumber mata air untuk memenuhi kebutuhan air penduduk desa. Dalam tangki air yang
terbuat dari beton dia tuangkan isi embernya, untuk setiap ember air yang dia tuang dia
mendapatkan 1 penny. Dia harus bekerja keras untuk memastikan penduduk desa tercukupi
kebutuhan airnya. Embro melakukan pekerjaan ini setiap hari walaupun hari libur.
Di lain pihak Pipo juga melakukan hal yang sama dengan Embro, namun karena fisiknya tidak
terlalu kuat maka dia tidak mengambil air sebanyak Embro. Pipo hanya mengambil air
secukupnya. Apabila ia merasa penghasilannya sudah cukup untuk meenuhi kebutuhan
hidupnya maka ia pun akan berhenti mengambil air dari danau dan ia pun tidak mengambil air
pada hari libur.
Beberapa waktu pun berlalu. Embro mulai mendapatkan penghasilan yang besar karena ia
sangat sering mengambil air dari danau dan tentunya dia merasa sangat senang. Ia mulai
membeli berbagai barang bagus yang diinginkannya dan hidup dengan berfoya foya. Ia merasa
sangat beruntung bisa mendapatkan pekerjaan ini.
Sebaliknya Pipo mulai merasa lelah dan ia menyadari bahwa ia tidak mungkin melakukan tugas
mengangkat air ini selama lamanya. Bagaimana kalau suatu saat saya sakit atau ketika saya
sudah tua? saya pasti tidak akan bisa mengangkat air lagi pikir Pipo. Lalu Bagaimana dengan
kebutuhan hidup saya? pikir Pipo lagi. Pipo pun berpikir untuk mencari jalan keluarnya. Dia
terus berpikir dan berpikir, akhirnya ia menemukan suatu ide yang menurutnya sangat bagus
yaitu membangun SALURAN PIPA untuk mengalirkan air dari danau ke desa. Suatu hari
ketika saluran pipa itu selesai maka ia tidak perlu lagi mengangkat air dari danau ke desa, namun
ia akan tetap mendapatkan penghasilan walaupun ia sakit atau menjadi tua karena pipa itu akan
mengalirkan air ke desa, mengalirkan uang ke kantongnya.
Pipo pun memberitahukan ide ini kepada Embro dan mengajaknya bekerja sama untuk
membangun saluran pipa. Namun bukannya mau menerima ajakan Pipo, Embro malah
mengatakan ia sudah gila. Kamu sudah gila?, kamu mengajak saya untuk membangun saluran
pipa yang tak berguna itu? kata Embro. Kamu hanya iri pada saya karena kamu tidak memiliki
penghasilan seperti saya. Saya sudah sangat puas dengan kondisi saya sekarag ini. saya tidak
akan mengikuti ide gila kamu itu tambah Embro

Akhirnya Pipo membangun saluran pipa itu sendirian. Pipo tetap mangambil air dari mata air ke
desa. Setiap ada waktu luang atau hari libur dia selalu menggunakannya utuk membangun
saluran pipa itu sedikit demi sedikit . Pipo menggunakan sebagian uangnya untuk membeli
barang barang untuk membangun saluran pipa itu. Embro dan penduduk desa mengatakan
bahwa ia sudah gila dan kurang kerjaan. Sudah memiliki pekerjaan yang jelas kenapa masih
mengerjakan sesuatu yang tidak jelas seperti itu, buang buang uang saja.
Hari demi hari berlalu, bulan demi bulan berlalu, tahun pun berganti namun Pipo tetap tekun
membangun saluran pipa itu walaupun dia menghadapi berbagai kendala dan selalu dicemooh
penduduk desa . Akhirnya pada suatu hari saluran pipa itu jadi juga.
Pada launching saluran pipanya ini, Pipo mengumumkan bahwa airnya lebih bersih karena dia
tau banyak orang yang mengeluhkan kebersihan air yang diambil Embro, ia mampu memasok air
selama 24 jam sehari tanpa henti selama 7 hari seminggu dengan melihat peluang bahwa Embro
hanya mampu memasok pada jam-jam kerja saja namun tidak pada malam hari , ia memberikan
biaya 75 % lebih murah dibandingkan Embro.
Agar mampu bersaing, Embro rupanya menurunkan harga hingga 25 % dan membeli dua ember
lagi, dia kemudian mempekerjakan dua anak laki-lakinya untuk bergiliran bekerja pada malam
hari dan akhir pekan, ketika anaknya mulai di perguruan tinggi dia berpesan kepada mereka
untuk segera kembali karena usaha ini akan menjadi milik mereka, namun ternyata mereka lebih
memilih meninggalkan ayahnya.
Demikian akhirnya Embro hanya mampu memperoleh satu penny untuk satu ember air yang dia
ambil. Ketika Embro menjadi tua dan mulai sakit sakitan ia tidak sanggup lagi untuk mengambil
air dari danau dan ia pun mulai mengalami berbagai masalah finansial. tapi Pipo mengirimkan
miliaran ember air tiap harinya. Dia telah membangun saluran air bagi desa sekaligus saluran
uang bagi dirinya. Embro bekerja keras sepanjang hidupnya dan hidup menderita di akhir
hidupnya sedangkan Pipo hidup bahagia selamanya.

Anda mungkin juga menyukai