Anda di halaman 1dari 25

BAB I

PENDAHULUAN
Perdarahan intraserebral (PIS) adalah disfungsi neurologi fokal yang akut dan
disebabkan oleh perdarahan primer substansi otak yang terjadi secara spontan, bukan oleh
karena trauma kapitis, disebabkan oleh karena pecahnya pembuluh arteri, vena dan kapiler.
Perdarahan intraserebral merupakan 10% dari semua jenis stroke, tetapi persentase kematian
leih tinggi disebabkan oleh stroke. Sekitar 60% terjadi di putamen dan kapsula interna, dan
masing-masing 10% pada substansia alba, batang otak, serebelum dan talamus. Pada usia 60
tahun, PIS lebih sering terjadi dibandingkan subarachnoid hemorrhage (PSA).
Perdarahan intraserebral paling sering terjadi ketika tekanan darah tinggi kronis
melemahkan arteri kecil, menyebabkannya robek. Penggunakan kokain atau amfetamin dapat
menyebabkan tekanan darah tinggi dan perdarahan sementara. Pada beberapa orangtua,
sebuah protein abnormal yang disebut amiloid terakumulasi di arteri otak. Akumulasi ini
(disebut angiopati amiloid) melemahkan arteri dan dapat menyebabkan perdarahan.
Umumnya tidak banyak penyebabnya, termasuk ketidaknormalan pembuluh darah
yang ada ketika lahir, luka, tumor, peradangan pembuluh darah (vaskulitis), gangguan
perdarahan, dan penggunaan antikoagulan dalam dosis yang terlalu tinggi. Gangguan
perdarahan dan penggunaan antikoagulan meningkatkan resiko kematian dari perdarahan
intraserebral.1

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. DEFINISI
Perdarahan intraserebral (PIS) adalah perdarahan yang terjadi di otak yang
disebabkan oleh pecahnya (ruptur) pada pembuluh darah otak. Perdarahan dalam dapat
terjadi di bagian manapun di otak. Darah dapat terkumpul di jaringan otak, ataupun di
ruang antara otak dan selaput membran yang melindungi otak. Perdarahan dapat terjadi
hanya pada satu hemisfer (lobar intracerebral hemorrhage), atau dapat pula terjadi pada
struktur dari otak, seperti thalamus, basal ganglia, pons, ataupun cerebellum (deep
intracerebral hemorrhage).1

B. EPIDEMIOLOGI
Di seluruh dunia insiden perdarahan intraserebral berkisar 10 sampai 20 kasus
per 100.000 penduduk dan meningkat seiring dengan usia. Perdarahan intraserebral lebih
sering terjadi pada pria daripada wanita, terutama yang lebih tua dari 55 tahun, dan
2

dalam populasi tertentu, termasuk orang kulit hitam dan Jepang. Selama periode 20 tahun
studi The National Health and Nutrition Examination Survey Epidemiologic
menunjukkan insiden perdarahan intraserebral antara orang kulit hitam adalah 50 per
100.000, dua kali insiden orang kulit putih. Perbedaan dalam prevalensi hipertensi dan
tingkat pendidikan berhubungan dengan perbedaan resiko. Peningkatan risiko terkait
dengan tingkat pendidikan yang lebih rendah mungkin terkait dengan kurangnya
kesadaran akan pencegahan primer dan akses ke perawatan kesehatan. Insiden perdarahan
intraserebral di Jepang yaitu 55 per 100.000 jumlah ini sama dengan orang kulit hitam.
Tingginya prevalensi hipertensi dan pengguna alkohol pada populasi Jepang dikaitkan
dengan insiden. Rendahnya observasi kadar kolesterol serum pada populasi ini juga dapat
meningkatkan resiko perdarahan intraserebral. Usia rata-rata pada umur 53 tahun, interval
40 75 tahun. Insiden pada laki-laki sama dengan pada wanita. Angka kematian 60 90
%.1,2
C. ANATOMI
Otak terdiri dari sel-sel otak yang disebut neuron, sel-sel penunjang yang
dikenal sebagai sel glia, cairan serebrospinal, dan pembuluh darah. Semua orang memiliki
jumlah neuron yang sama sekitar 100 miliar, tetapi koneksi di antara berbagi neuron
berbeda-beda. Pada orang dewasa, otak membentuk hanya sekitar 2% (sekitar 1,4 kg) dari
berat tubuh total, tetapi mengkonsumsi sekitar 20% oksigen dan 50% glukosa yang ada di
dalam darah arterial.
Otak harus menerima lebih kurang satu liter darah per menit, yaitu sekitar
15% dari darah total yang dipompa oleh jantung saat istirahat agar berfungsi normal. Otak
mendapat darah dari arteri. Yang pertama adalah arteri karotis interna yang terdiri dari
arteri karotis (kanan dan kiri), yang menyalurkan darah ke bagian depan otak disebut
sebagai sirkulasi arteri cerebrum anterior. Yang kedua adalah vertebrobasiler, yang
memasok darah ke bagian belakang otak disebut sebagai sirkulasi arteri cerebrum
posterior. Selanjutnya sirkulasi arteri cerebrum anterior bertemu dengan sirkulasi arteri
cerebrum posterior membentuk suatu sirkulus willisi.
Ada dua hemisfer di otak yang memiliki masing-masing fungsi. Fungsi-fungsi
dari otak adalah otak merupakan pusat gerakan atau motorik, sebagai pusat sensibilitas,
sebagai area broca atau pusat bicara motorik, sebagai area wernicke atau pusat bicara
sensoris, sebagai area visuosensoris, dan otak kecil yang berfungsi sebagai pusat
3

koordinasi serta batang otak yang merupakan tempat jalan serabut-serabut saraf ke target
organ. Jika terjadi kerusakan gangguan otak maka akan mengakibatkan kelumpuhan pada
anggota gerak, gangguan bicara, serta gangguan dalam pengaturan nafas dan tekanan
darah. Gejala di atas biasanya terjadi karena adanya serangan stroke.2

D. ETIOLOGI
Hipertensi merupakan penyebab terbanyak (72-81%). Perdarahan intraserebral
spontan yang tidak berhubungan dengan hipertensi, biasanya berhubungan dengan
diskrasia darah, hemartroma, neoplasma, aneurisma, AVM, tumor otak metastasis,
pengobatan dengan antikoagulans, gangguan koagulasi seperti pada leukemia atau
trombositopenia, serebralarteritis, amyloid angiopathy dan adiksi narkotika.
Perdarahan intraserebral dapat disebabkan oleh :3,4
1. Hipertensi
Hipertensi lama akan menimbulkan lipohialinosis dan nekrosis fibrinoid yang
memperlemah dinding pembuluh darah yang kemudian menyebabkan ruptur intima
dan menimbulkan aneurisma. Selanjutnya dapat menyebabkan mikrohematoma dan
edema. Hipertensi kronik dapat juga menimbulkan sneurisma-aneurisma kecil
(diameternya 1 mm) yang tersebar di sepanjang pembuluh darah, aneurisma ini
dikenal sebagai aneurisma Charcot Bouchard.
2. Cerebral Amyloid Angiopathy
Cerebral Amyloid Angiopathy adalah suatu perubahan vaskular yang unik ditandai
oleh adanya deposit amiloid di dalam tunika media dan tunika adventisia pada arteri
kecil dan arteri sedang di hemisfer serebral. Arteri-arteri yang terkena biasanya adalah
arteri-arteri kortical superfisial dan arteri-arteri leptomening. Sehingga perdarahan
lebih sering di daerah subkortikal lobar ketimbang daerah basal ganglia. Deposit
amiloid menyebabkan dinding arteri menjadi lemah sehingga kemudian pecah dan
terjadi perdarahan intraserebral. Di samping hipertensi, amyloid angiopathy dianggap
faktor penyebab kedua terjadinya perdarahan intraserebral pada penderita lanjut usia.
3. Arteriovenous Malformation
4

4. Neoplasma intrakranial. Akibat nekrosis dan perdarahan oleh jaringan neoplasma


yang hipervaskular.
Perdarahan di putamen, thalamus, dan pons biasanya akibat ruptur a.
lentikulostriata, a. thalamoperforating dan kelompok basilar-paramedian. Sedangkan
perdarahan di serebelum biasanya terdapat di daerah nukleus dentatus yang mendapat
pendarahan dari cabang a. serebelaris superior dan a. serecelaris inferior anterior.

Gambar 1. Lokasi tersering sumber perdarahan intraserebral4

E. PATOFISIOLOGI
Kasus PIS umumnya terjadi di kapsula interna (70 %), di fossa
posterior (batang otak dan serebelum) 20 % dan 10 % di hemisfer (di luar kapsula
interna). Gambaran patologik menunjukkan ekstravasasi darah karena robeknya
pembuluh darah otak dan diikuti adanya edema dalam jaringan otak di sekitar hematom.
Akibatnya terjadi diskontinuitas jaringan dan kompresi oleh hematom dan edema pada
struktur sekitar, termasuk pembuluh darah otak dan penyempitan atau penyumbatannya
sehingga terjadi iskemia pada jaringan yang dilayaninya, maka gejala klinis yang timbul
bersumber dari destruksi jaringan otak, kompresi pembuluh darah otak / iskemia dan
akibat kompresi pada jaringan otak lainnya.4

F. GEJALA KLINIS
5

Secara umum gejala klinis PIS merupakan gambaran klinis akibat akumulasi
darah di dalam parenkim otak. PIS khas terjadi sewaktu aktivitas, onset pada saat tidur
sangat jarang. Perjalanan penyakitnya, sebagian besar (37,5-70%) per akut. Biasanya
disertai dengan penurunan kesadaran. Penurunan kesadaran ini bervariasi frekuensi dan
derajatnya tergantung dari lokasi dan besarnya perdarahan tetapi secara keseluruhan
minimal terdapat pada 60% kasus. dua pertiganya mengalami koma, yang dihubungkan
dengan adanya perluasan perdarahan ke arah ventrikel, ukuran hematomnya besar dan
prognosis yang jelek. Sakit kepala hebat dan muntah yang merupakan tanda peningkatan
tekanan intrakranial dijumpai pada PIS, tetapi frekuensinya bervariasi. Tetapi hanya 36%
kasus yang disertai dengan sakit kepal sedang muntah didapati pada 44% kasus. Jadi tidak
adanya sakit kepala dan muntah tidak menyingkirkan PIS, sebaliknya bila dijumpai akan
sangat mendukung diagnosis PIS atau perdarahn subarakhnoid sebab hanya 10% kasus
stroke oklusif disertai gejala tersebut. Kejang jarang dijumpai pada saat onset PIS.5

G. PEMERIKSAAN FISIK
Hipertensi arterial dijumpai pada 91% kasus PIS. Tingginya frekuensi
hipertensi berkorelasi dengan tanda fisik lain yang menunjukkan adanya hipertensi
sistemik seperti hipertrofi ventrikel kiri dan retinopati hipertensif. Pemeriksaan fundus
okuli pada kasus yang diduga PIS mempunyai tujuan ganda yaitu mendeteksi adanya
tanda-tanda retinopati hipertensif dan mencari adanya perdarahan subhialoid (adanya
darah di ruang preretina, yang merupakan tanda diagnostik perdarahan subarakhnoid)
yang mempunyai korelasi dengan ruptur aneurisma. Kaku kuduk terdapat pada 48% kasus
PIS.
Gerakan mata, pada perdarahan putamen terdapat deviation conjugae ke arah
lesi, sedang pada perdarahan nukleus kaudatus terjadi kelumpuhan gerak horisontal mata
dengan deviation conjugae ke arah lesi. Perdarahan thalamus akan berakibat kelumpuhan
gerak mata atas (upward gaze palsy), jadi mata melihat ke bawah dan kedua mata melihat
ke arah hidung. Pada perdarahan pons terdapat kelumpuhan gerak horisontal mata dengan
ocular bobbing.
Pada perdarahan putamen, reaksi pupil normal atau bila terjadi herniasi unkus
maka pupil anisokor dengan paralisis N. III ipsilateral lesi. Perdarahan di thalamus akan
6

berakibat pupil miosis dan reaksinya lambat. Pada perdarahan di mesensefalon, posisi
pupil di tengah, diameternya sekitar 4-6 mm, reaksi pupil negatif. Keadaan ini juga sering
dijumpai pada herniasi transtentorial. Pada perdarahn di pons terjadi pinpoint pupils
bilateral tetapi masih terdapat reaksi, pemeriksaannya membutuhkan kaca pembesar.5,6
Pola pernafasan pada perdarahan diensefalon adalah Cheyne-Stroke, sedang
pada lesi di mesensefalon atau pons pola pernafasannya hiperventilasi sentral neurogenik.
Pada lesi di bagian tengah atau caudal pons memperlihatkan pola pernafasan apneustik.
Pola pernafasan ataksik timbul pada lesi di medula oblongata. Pola pernafasan ini
biasanya terdapat pada pasien dalam stadium agonal.6

H. KLASIFIKASI PERDARAHAN INTRASEREBRAL


Tipe perdarahan intaserebral yang tersering adalah seperti berikut :6
1. Putaminal Hemorrhage
Antara sindroma klinis perdarahan yang tersering adalah disebabkan oleh
perdarahan putaminal dengan terjadinya penekanan pada daerah berdekatan dengan
kapsula interna. Gejala dan kelainan neurologic hampir bervariasi berdasarkan
kedudukan dan ukuran penekanan. Perdarahan putaminal khas dengan onset progresif
pada hampir duapertiga pasien, dan kurang dari sepertiga mempunyai gejala
mendadak dan hampir maksimal saat onset. Nyeri kepala tampil saat onset gejala
hanya pada 14% kasus dan pada setiap waktu hanya 28%; semua pasien menunjukkan
berbagai bentuk defisit motorik dan sekitar 65% mengalami perubahan reaksi
terhadap pin-prick. Perdarahan putaminal kecil menyebabkan defisit sedang motorik
dan sensori kontralateral. Perdarahan berukuran sedang mula-mula mungkin tampil
dengan hemiplegia flaksid, defisit hemisensori, deviasi konjugasi mata pada sisi
perdarahan, hemianopia homonim, dan disfasia bila yang terkena hemisfer dominan.
Progresi menjadi perdarahan masif berakibat stupor dan lalukoma, variasi respirasi,
pupil tak berreaksi yang berdilatasi, hilangnya gerak ekstra-okuler, postur motor
abnormal, dan respons Babinski bilateral.
Gejala muntah terjadi hampir setengah daripada penderita. Sakit kepala adalah
gejala tersering tetapi tidak seharusnya ada. Dengan jumlah perdarahan yang banyak,
7

penderita dapat segera masuk kepada kondisi stupor dengan hemiplegi dan kondisi
penderita akan tampak memburuk dengan berjalannya masa.
Walau bagaimanapun, penderita akan lebih sering mengeluh dengan sakit
kepala atau gangguan kepala yang dirasakan pusing. Dalam waktu beberapa menit
wajah penderita akan terlihat mencong ke satu sisi, bicara cadel atau aphasia, lemas
tangan dan tungkai dan bola mataakan cenderung berdeviasi menjauhi daripada
ekxtremitas yang lemah. Hal ini terjadi, bertahap mengikuti waktu dari menit ke jam
di mana sangat kuat mengarah kepada perdarahan intraserebral. Paralisis dapat terjadi
semakin memburuk dengan munculnya refleks Babinski yang mana pada awalnya
dapat muncul unilateral dan kemudian bisa bilateral dengan ekstremitas menjadi
flaksid, stimulasi nyeri menghilang, tidak dapat bicara dan memperlihatkan tingkat
kesadaran stupor. Karekteristik tingkat keparahan paling parah adalah dengan tanda
kompresi batang otak atas (koma); tanda Babinski bilateral; respirasi dalam, irregular
atau intermitten; pupil dilatasi dengan posisi tetap pada bagian bekuan dan biasanya
adanya kekakuan yang deserebrasi.

Gambar 2. Perdarahan Putaminal6


2.

Thalamic Hemorrhage
Sindroma

klinis

akibat

perdarahan talamus sudah dikenal. Umumnya perdarahan talamus kecil menyebabkan


defisit

neurologis

lebih

berat

dari perdarahan

putaminal.

Seperti

perdarahan putaminal, hemiparesis kontralateral terjadi bila kapsula internal tertekan.


Namun khas dengan hilangnya hemisensori kontralateral yang nyata yang mengenai
kepala, muka, lengan, dan tubuh. Perluasan perdarahan ke subtalamus dan batang otak
berakibat gambaran okuler klasik yaitu terbatasnya gaze vertikal, deviasi mata
8

kebawah, pupil kecil namun bereaksi baik atau lemah. Anisokoria, hilangnya
konvergensi, pupil tak bereaksi, deviasi serong, defisit lapang pandang, dan nistagmus
retraksi juga tampak. Anosognosia yang berkaitan dengan perdarahan sisi kanan dan
gangguan bicara yang berhubungan dengan lesi sisi kiri tidak jarang terjadi. Nyeri
kepala terjadi pada 20-40 % pasien. Hidrosefalus dapat terjadi akibat penekanan jalur
CSS.

Gambar 3. Perdarahan
Thalamus6

3. Perdarahan Pons
Perdarahan pons merupakan hal yang jarang terjadi dibandingkan dengan
perdarahan intraserebral supratentorial, tetapi 50% dari perdarahan infratentorial
terjadi di pons. Gejala klinik yang sangat menonjol pada perdarahan pons ialah onset
yang tiba-tiba dan terjadi koma yang dalam dengan defisit neurologik bilateral serta
progresif dan fatal. Perdarahan ponting paling umum menyebabkan kematian dari
semua perdarahan otak. Bahkan perdarahan kecil segera menyebabkan koma, pupil
pinpoint (1 mm) namun reaktif, gangguan gerak okuler lateral, kelainan saraf kranial,
kuadriplegia, dan postur ekstensor. Nyeri kepala, mual dan muntah jarang.6

4. Perdarahan Serebelum
9

Lokasi yang pasti dari tempat asal perdarahan di serebelum sulit diketahui.
Tampaknya sering terjadi di daerah nukleus dentatus dengan arteri serebeli superior
sebagai suplai utama. Perluasan perdarahan ke dalam ventrikel IV sering terjadi pada
50% dari kasus perdarahan di serebelum. Batang otak sering mengalami kompresi dan
distorsi sekunder terhadap tekanan oleh gumpalan darah. Obstruksi jalan keluar cairan
serebrospinal dapat menyebabkan dilatasi ventrikel III dan kedua ventrikel lateralis
sehingga dapat terjadi hidrosefalus akut dan peningkatan tekanan intrakranial dan
memburuknya keadaan umum penderita. Kematian biasanya disebabkan tekanan dari
hematoma yang menyebabkan herniasi tonsil dan kompresi medula spinalis.6
Sindroma klinis perdarahan serebeler pertama dijelaskan secara jelas oleh
Fisher. Yang khas adalah onset mendadak dari mual, muntah, tidak mampu bejalan
atau berdiri. Tergantung dari evolusi perdarahan, derajat gangguan neurologis terjadi.
Hipertensi adalah faktor etiologi pada kebanyakan kasus. Duapertiga dari pasien
dengan perdarahan serebeler spontan mengalami gangguan tingkat kesadaran dan
tetap responsif saat datang; hanya 14% koma saat masuk. 50% menjadi koma dalam
24 jam, dan 75% dalam seminggu sejak onset. Mual dan muntah tampil pada 95%,
nyeri kepala (umumnya bioksipital) pada 73%, dan pusing (dizziness) pada 55 %.
Ketidakmampuan berjalan atau berdiri pada 94 %. Dari pasien non koma, tanda-tanda
serebeler umum terjadi termasuk ataksia langkah (78 %), ataksia trunkal (65 %), dan
ataksia apendikuler ipsilateral (65 %). Temuan lain adalah palsi saraf fasial perifer
(61%), palsi gaze ipsilateral (54 %), nistagmus horizontal (51 %), dan miosis (30%).
Hemiplegia dan hemiparesis jarang, dan bila ada biasanya disebabkan oleh stroke
oklusif yang terjadi sebelumnya atau bersamaan. Triad klinis ataksia apendikuler,
palsi gaze ipsilateral, dan palsi fasial perifer mengarahkan pada perdarahan serebeler.
Perdarahan serebeler garis tengah menimbulkan dilema diagnostik atas pemeriksaan
klinis. Umumnya perjalanan pasien lebih ganas dan tampil dengan oftalmoplegia
total, arefleksia, dan kuadriplegia flaksid. 6
Pada pasien koma, diagnosis klinis perdarahan serebeler lebih sulit karena
disfungsi batang otak berat. Dari pasien koma, 83 % dengan oftalmoplegia eksternal
yang lengkap, 53 % dengan irreguleritas pernafasan, 54 % dengan kelemahan fasial
ipsilateral. Pupil umumnya kecil; tak ada reaksi pupil terhadap sinar pada 40 %
pasien.
10

5. Perdarahan Lober
Sindroma klinis akut perdarahan lober dijelaskan Ropper dan Davis.
Hipertensi kronik tampil hanya pada 31 % kasus, dan 4 % pasien yang koma saat
datang. Perdarahan oksipital khas menyebabkan nyeri berat sekitar mata ipsilateral
dan hemianopsia yang jelas. Perdarahan temporal kiri khas dengan nyeri ringan pada
atau dekat bagian anterior telinga, disfasia fluent dengan pengertian pendengaran
yang buruk namun repetisi relatif baik. Perdarahan frontal menyebabkan kelemahan
lengan kontralateral berat, kelemahan muka dantungkai ringan, dan nyeri kepala
frontal. Perdarahan parietal mulai dengan nyeri kepala temporal anterior ('temple')
serta defisit hemisensori, terkadang mengenai tubuh ke garis tengah. Evolusi gejala
yang lebih cepat, dalam beberapa menit, namun tidak seketika bersama dengan satu
dari sindroma tersebut membantu membedakan perdarahan lober dari stroke jenis
lain. Kebanyakan AVM dan tumor memiliki lokasi lober.6
6. Perdarahan intraserebral akibat trauma
Adalah perdarahan yang terjadi di dalam jaringan otak. Hematom intraserebral
pascatraumatik merupkan koleksi darah fokal yang biasanya diakibatkan cedera
regangan atau robekan rasional terhadap pembuluh-pembuluh darah intraparenkimal
otak atau kadang-kadang cedera penetrans. Ukuran hematom ini bervariasi dari
beberapa milimeter sampai beberapa sentimeter dan dapat terjadi pada 2%-16% kasus
cedera. Intracerebral hematom mengacu pada hemorragi / perdarahan lebih dari 5 ml
dalam substansi otak (hemoragi yang lebih kecil dinamakan punctate atau
petechial/bercak).6

I. DIAGNOSIS
Cara yang paling akurat untuk mendefinisikan stroke hemoragik dengan stroke
non hemoragik adalah dengan CT scan tetapi alat ini membutuhkan biaya yang besar
sehingga diagnosis ditegakkan atas dasar adanya suatu kelumpuhan gejala yang dapat
membedakan manifestasi klinis antara perdarahan infark.7
Pemeriksaan Penunjang

Kimia darah
11

Lumbal punksi
EEG
CT scan
Arteriografi
Pemeriksaan koagulasiharus dikerjakan pada pasien.

J. KOMPLIKASI
o Stroke hemoragik
o Kehilangan fungsi otak permanen
o Efek samping obat-obatan dalam terapi medikasi

K. PENANGANAN PERDARAHAN INTRASEREBRAL


Semua penderita yang dirawat dengan intracerebral hemorrhage harus mendapat
pengobatan untuk :
1. Normalisasi tekanan darah
2. Pengurangan tekanan intrakranial
3. Pengontrolan terhadap edema serebral
4. Pencegahan kejang.
Hipertensi dapat dikontrol dengan obat, sebaiknya tidak berlebihan karena
adanya beberapa pasien yang tidak menderita hipertensi; hipertensi terjadi karena
cathecholaminergic discharge pada fase permulaan. Lebih lanjut autoregulasi dari aliran
darah otak akan terganggu baik karena hipertensi kronik maupun oleh tekanan
intrakranial yang meninggi. Kontrol yang berlebihan terhadap tekanan darah akan
menyebabkan iskemia pada miokard, ginjal dan otak.9
Dalam suatu studi retrospektif memeriksa dengan CT-Scan untuk mengetahui
hubungan tekanan darah dan pembesaran hematoma terhadap 79 penderita dengan PISH,
mereka menemukan penambahan volume hematoma pada 16 penderita yang secara
bermakna berhubungan dengan tekanan darah sistolik. Tekanan darah sistolik 160
mmHg tampak berhubungan dengan penambahan volume hematoma dibandingkan
12

dengan tekanan darah sistolik 150 mmHg. Obat-obat anti hipertensi yang dianjurkan
adalah dari golongan :9
1. Angiotensin Converting Enzyme Inhibitors
2. Angiotensin Receptor Blockers
3. Calcium Channel Blockers
Tindakan

segera

terhadap

pasien

dengan

PIS

ditujukan

langsung

terhadap pengendalian TIK serta mencegah perburukan neurologis berikutnya. Tindakan


medis seperti hiperventilasi, diuretik osmotik dan steroid (bila perdarahan tumoral)
digunakan untuk mengurangi hipertensi intrakranial yang disebabkan oleh efek massa
perdarahan. Sudah dibuktikan bahwa evakuasi perdarahan yang luas meninggikan
survival pada pasien dengan koma, terutama yang bila dilakukan segera setelah onset
perdarahan.
Walau begitu pasien sering tetap dengan defisit neurologis yang jelas. Pasien
memperlihatkan tanda-tanda herniasi unkus memerlukan evakuasi yang sangat segera dari
hematoma. Angiogram memungkinkan untuk menemukan kelainan vaskuler. Adalah
sangat serius untuk memikirkan pengangkatan PIS yang besar terutama bila ia bersamaan
dengan hipertensi intrakranial yang menetap dan diikuti atau telah terjadi defisit
neurologis walau telah diberikan tindakan medis maksimal.
Adanya hematoma dalam jaringan otak bersamaan dengan adanya kelainan
neurologis memerlukan evakuasi bedah segera sebagai tindakan terpilih. Beratnya
perdarahan inisial menggolongkan pasien ke dalam tiga kelompok :9,10
1. Perdarahan progresif fatal.
Kebanyakan pasien berada pada keadaan medis buruk. Perubahan hebat
tekanan darah mempengaruhi kemampuan otak untuk mengatur darahnya, gangguan
elektrolit umum terjadi dan pasien sering dehidrasi. Hipoksia akibat efek serebral dari
perdarahan serta obstruksi jalan nafas memperburuk keadaan. Perburukan dapat
diikuti sejak saat perdarahan dengan bertambahnya tanda-tanda peninggian TIK dan
gangguan batang otak. Pengelolaan inisial pada kasus berat ini adalah medikal dengan
mengontrol tekanan darah ke tingkat yang tepat, memulihkan kelainan metabolik,
mencegah hipoksia dan menurunkan tekanan intrakranial dengan manitol, steroid
13

( bila penyebabnya perdarahan tumoral) serta tindakan hiperventilasi. GCS biasanya


kurang dari 6.
2. Kelompok sakit ringan (GCS 13-15).
3. Kelompok intermediet, dimana perdarahan cukup berat untuk menimbulkan defisit
neurologis parah namun tidak cukup untuk menyebabkan pasien tidak dapat bertahan
hidup (GCS 6-12). Tindakan medikal di atas diberikan hingga ia keluar dari keadaan
berbahaya, namun keadaan neurologis tidak menunjukkan tanda-tanda perbaikan.
Pada keadaan ini pengangkatan hematoma dilakukan secara bedah.

PENGELOLAAN SECARA MEDIKAL


Penilaian dan Pengelolaan Inisial
Pengelolaan spontan terutama tergantung keadaan klinis pasien serta etiologi,
ukuran serta lokasi perdarahan. Tak peduli apakah tindakan konservatif atau bedah yang
akan dilakukan, penilaian dan tindakan medikal inisial terhadap pasien adalah sama.
Saat pasien datang atau berkonsultasi, evaluasi dan pengelolaan awal harus
dilakukan bersama tanpa penundaan yang tidak perlu. Pemeriksaan neurologis inisial
dapat dilakukan dalam 10 menit, harus menyeluruh. Informasi ini untuk memastikan
prognosis, juga untuk membuat rencana tindakan selanjutnya. Pemeriksaan neurologis
serial harus dilakukan.
Tindakan standar adalah untuk mempertahankan jalan nafas, pernafasan, dan
sirkulasi. Hipoksia harus ditindak segera untuk mencegah cedera serebral sekunder
akibat iskemia. Pengamatan ketat dan pengaturan tekanan darah penting baik pada pasien
hipertensif maupun nonhipertensif. Jalur arterial dipasang untuk pemantauan yang
sinambung atas tekanan darah. Setelah PIS, kebanyakan pasien adalah hipertensif.
Penting untuk tidak menurunkan tekanan darah secara berlebihan pada pasien dengan
lesi massa intrakranial dan peninggian TIK, karena secara bersamaan akan menurunkan
tekanan perfusi serebral. Awalnya, usaha dilakukan untuk mempertahankan tekanan
darah sistolik sekitar 160 mmHg pada pasien yang sadar dan sekitar 180 mmHg pada
pasien koma, walau nilai ini tidak mutlak dan akan bervariasi tergantung masing-masing
pasien. Pasien dengan hipertensi berat dan tak terkontrol mungkin diperkenankan untuk
14

mempertahankan tekanan darah sistoliknya di atas 180 mmHg, namun biasanya di bawah
210 mmHg, untuk mencegah meluasnya perdarahan oleh perdarahan ulang. Pengelolaan
awal hipertensinya, lebih disukai labetalol, suatu antagonis alfa-1, beta-1 dan beta-2
kompetitif. Drip nitrogliserin mungkin perlu untuk kasus tertentu.
Gas darah arterial diperiksa untuk menilai oksigenasi dan status asam-basa.
Bila jalan nafas tidak dapat dijamin, atau diduga suatu lesi massa intrakranial pada pasien
koma atau obtundan, dilakukan intubasi endotrakheal. Cegah pemakaian agen anestetik
yang akan meninggikan TIK seperti oksida nitro. Agen anestetik aksi pendek lebih
disukai.

Bila

diduga

ada

peninggian

TIK,

dilakukan

hiperventilasi

untuk mempertahankan PCO2 sekitar 25-30 mmHg, dan setelah kateter Foley terpasang,
diberikan mannitol 1,5 g/kg IV. Tindakan ini juga dilakukan pada pasien dengan
perburukan neurologis progresif seperti perburukan hemiparesis, anisokoria progresif,
atau penurunan tingkat kesadaran. Dilakukan elektrokardiografi, dan denyut nadi
dipantau.
Darah diambil saat jalur intravena dipasang. Hitung darah lengkap, hitung
platelet, elektrolit, nitrogen urea darah, creatinin serum, waktu protrombin, waktu
tromboplastin parsial, dan tes fungsi hati dinilai. Foto polos dilakukan bila perlu.
Setelah penilaian secara cepat dan stabilisasi pasien, dilakukan CT-scan kepala
tanpa kontras. Sekali diagnosis PIS ditegakkan, pasien dibawa untuk mendapatkan
pemeriksaan radiologis lain yang diperlukan, ke unit perawatan intensif, kamar operasi
atau ke bangsal, tergantung status klinis pasien, perluasan dan lokasi perdarahan, serta
etiologi perdarahan. Sasaran awal pengelolaan adalah pencegahan perdarahan ulang dan
mengurangi efek massa, sedang tindakan berikutnya diarahkan pada perawatan medikal
umum serta pencegahan komplikasi.9

Pencegahan atas Perdarahan Ulang


Perdarahan ulang jarang pada perdarahan hipertensif. Saat pasien sampai di
dokter, perdarahan aktif biasanya sudah berhenti. Risiko perdarahan ulang dari AVM dan
tumor juga jarang. Tindakan utama yang dilakukan adalah mengontrol tekanan darah
seperti dijelaskan di atas. Pada perdarahan karena aneurisma yang ruptur, risiko
perdarahan ulang lebih tinggi. Pertahankan tekanan darah 10-20 % di atas tingkat
15

normotensif untuk mencegah vasospasme, namun cukup rendah untuk menekan risiko
perdarahan. Beberapa menganjurkan asam aminokaproat, suatu agen antifibrinolitik.
Namun manfaat serta indikasinya tetap belum jelas.
Kasus dengan koagulasi abnormal, risiko perdarahan ulang atau perdarahan
yang berlanjut sangat nyata kecuali bila koagulopati dikoreksi. Pasien dengan
kelainan perdarahan lain dikoreksi sesuai dengan penyakitnya.

Mengurangi Efek Massa


Pengurangan efek massa dapat dilakukan secara medikal maupun bedah.
Pasien dengan peninggian TIK dan atau dengan area yang lebih fokal dari efek massa,
usaha nonbedah untuk mengurangi efek massa penting untuk mencegah iskemia serebral
sekunder dan kompresi batang otak yang mengancam jiwa. Tindakan untuk mengurangi
peninggian TIK antara lain :9
1. Elevasi kepala higga 30o untuk mengurangi volume vena intrakranial serta
memperbaiki drainase vena.
2. Manitol intravena (mula-mula 1,5 g/kg bolus, lalu 0,5 g/kg tiap 4-6 jam
untuk mempertahankan osmolalitas serum 295-310 mOsm/L).
3. Restriksi cairan ringan (67-75% dari pemeliharaan) dengan penambahan bolus cairan
koloid bila perlu.
4. Ventrikulostomi dengan pemantauan TIK serta drainase CSS untuk mempertahankan
TIK kurang dari 20 mmHg.
5. Intubasi endotrakheal dan hiperventilasi, mempertahankan PCO2 25-30 mmHg.
Pada pasien sadar dengan efek massa regional akibat PIS, peninggian kepala,
restriksi

cairan,

dan

manitol

biasanya

memadai.

Tindakan

ini

dilakukan

untuk memperbaiki tekanan perfusi serebral dan mengurangi cedera iskemik sekunder.
Harus ingat bahwa tekanan perfusi serebral adalah sama dengan tekanan darah arterial
rata-rata dikurangi tekanan intrakranial, hingga tekanan darah sistemik harus
dipertahankan pada tingkat normal, atau lebih disukai sedikit lebih tinggi dari tingkat
16

normal. Diusahakan tekanan perfusi serebral setidaknya 70 mmHg, bila perlu memakai
vasopresor seperti dopamin intravena atau fenilefrin.
Pasien sadar dipantau dengan pemeriksaan neurologis serial, pemantauan TIK
jarang diperlukan. Pada pasien koma yang tidak sekarat (moribund), TIK dipantau secara
rutin. Disukai ventrikulostomi karena memungkinkan mengalirkan CSS, karenanya lebih
mudah mengontrol TIK. Perdarahan intraventrikuler menjadi esensial karena sering
terjadi hidrosefalus akibat hilangnya jalur keluar CSS. Lebih disukai pengaliran CSS
dengan ventrikulostomi dibanding hiperventilasi untuk pengontrolan TIK jangka lama.
Pemantauan TIK membantu menilai manfaat tindakan medikal dan membantu
memutuskan apakah intervensi bedah diperlukan.
Pemakaian kortikosteroid untuk mengurangi edema serebral akibat PIS pernah
dilaporkan bermanfaat pada banyak kasus anekdotal. Namun penelitian menunjukkan
bahwa deksametason tidak menunjukkan manfaat, di samping jelas meningkatkan
komplikasi (infeksi dan diabetes). Namun digunakan deksametason pada perdarahan
parenkhimal karena tumor yang berdarah dimana CT-scan memperlihatkan edema
serebral yang berat.

Perawatan Umum
Pasien dengan perdarahan intraventrikuler atau kombinasi dengan perdarahan
subarakhnoid atau parenkhimal akibat robeknya aneurisma nimodipin diberikan 60 mg
melalui mulut atau NGT setiap 4 jam. Belum ada bukti pemberian intravena lebih baik.
Namun penggunaan pada PIS non-aneurismal belum pasti.
Antikonvulsan diberikan begitu diagnosis PIS supratentorial ditegakkan,
kecuali bila perdarahan terbatas pada thalamus atau ganglia basal. Secara inisial disukai
fenitoin, karena kadar darah terapeutik dapat dicapai dalam 1 jam dengan pemberian IV,
mudah pemberiannya, dan efektif mencegah kejang umum. Pada dewasa, pembebanan 1
g IV (50 mg/menit) diikuti 300-400 mg IV atau oral perhari. Tekanan darah harus
dipantau selama pembebanan IV karena infus yang terlalu cepat dapat berakibat
penurunan tekanan darah mendesak. Sebagai tambahan, EKG harus dipantau karena
fenitoin berkaitan dengan aritmia cardiac termasuk pelebaran interval PR dan gelombang
Q dengan diikuti kolaps vaskuler. Kadar fenitoin dipantau ketat dan dosis disesuaikan
17

hingga kadar fenitoin serum dalam jangkauan terapeutik (10-20 g/ml) dan pasien bebas
kejang.
Antikonvulsan lain seperti fenobarbital (60 mg/IV atau oral, dua kali sehari,
kadar terapeutik darah 20-40 g/ml) dan Carbamazepin (200 mg oral, 3-4 kali sehari,
kadar terapeutik 4-12 g/ml). Kejang bisa bersamaan dengan peninggian dramatik TIK
dan tekanan darah sistemik, yang dapat menyebabkan perdarahan, karenanya harus
dicegah. Selain itu hipoksia dan asidosis sering tampak selama aktifitas kejang, potensial
untuk menambah cedera otak sekunder.
Pengelolaan metabolik yang baik diperlukan pada pasien dengan PIS. Status
cairan, elektrolit serum, dan fungsi renal harus ditaksir berulang, terutama pada pasien
dengan restriksi cairan, mendapat manitol atau diuretika lain, atau tidak makan. Nutrisi
memadai adalah esensial.

PENGOBATAN DENGAN CARA OPERASI


Untuk menentukan pasien mana yang harus dioperasi adalah suatu masalah
yang sulit. Ada beberapa pandangan yang dapat dijadikan patokan atau pedoman :
1. Dari seluruh penderita PISH hanya sedikit kasus yang harus dioperasi.
2. Kriteria memilih pasien untuk operasi harus ketat dan sesuai dengan norma-norma
kemanusiaan. Harapan terhadap hasil tindakan operasi harus terfokus terhadap quality
of survival yang dapat diterima oleh pasien, keluarganya dan masyarakat.
Segera yang ingin dicapai dari operasi adalah kembalinya pergeseran garis
tengah, kembalinya tekanan intrakanial ke dalam batas normal, kontrol pendarahan dan
mencegah pendarahan

ulang.

Indikasi

operasi

pada

cedera

kepala

harus

mempertimbangkan status neurologis, status radiologis, pengukuran tekanan intrakranial


Secara umum indikasi operasi pada hematoma intrakranial :8,9
1. Massa hematoma kira-kira 40 cc
2. Massa dengan pergeseran garis tengah lebih dari 5 mm

18

3. IED dan SDH ketebalan lebih dari 5 mm dan pergeseran garis tengah dengan GCS
8 atau kurang.
4. Konstusio serebri dengan diameter 2 cm dengan efek massa yang jelas atau
pergeseran garis tengah lebih dari 5 mm.
5. Pasien-pasien

yang

menurun

kesadarannya

dikemudian

waktu

disertai

berkembangnya tanda- tanda lokal dan peningkatan tekanan intraknial lebih dari
25 mmHg.
Tindakannya :
Pemasangan kateter yang melewati pembuluh darah otak untuk melebarkan
pembuluh darah otak, guna menghindari prosedur operasi yang invasif.
Aspirasi dengan stereotactic surgery atau endoscopic drainage digunakan untuk
basal ganglia hemorrhage, meskipun angka keberhasilannya masih sedikit.

Penggunaan manitol
Pada gangguan neurologis, Diuretic Osmotik (Manitol) merupakan jenis
diuretik yang paling banyak digunakan. Manitol adalah suatu Hiperosmotik Agent
yang digunakan dengan segera meningkat. Volume plasma untuk meningkatkan aliran
darah otak dan menghantarkan oksigen (Norma D McNair dalam Black, Joyce M,
2005). Ini merupakan salah satu alasan manitol sampai saat ini masih digunakan
untuk mengobati klien menurunkan peningkatan tekanan intrakranial. Manitol selalu
dipakai untuk terapi edema otak, khususnya pada kasus dengan Hernisiasi. Manitol
masih merupakan obat magic untuk menurunkan tekanan intrakranial, tetapi jika
hanya digunakan sebagai mana mestinya. Bila tidak semestinya akan menimbulkan
toksisitas dari pemberian manitol, dan hal ini harus dicegah dan dimonitor.
Indikasi dan dosis pada terapi menurunkan tekanan intrakranial.
Terapi penatalaksanaan untuk menurunkan peningkatan tekanan intrakranial
dimulai bilamana tekanan Intrakranial 20-25 mmHg. Management penatalaksanaan
peningkatan tekanan Intrakranial salah satunya adalah pemberian obat diuretik
osmotik

(manitol),

khususnya

pada

keadaan

patologis

edema

otak.
19

Tidak direkomendasikan untuk penatalaksanaan tumor otak. Seperti yang telah


dijelaskan di atas, diuretik osmotik (manitol) menurunkan cairan total tubuh lebih dari
kation total tubuh sehingga menurunkan volume cairan intraseluler.
Dosis : Untuk menurunkan tekanan intrakranial, dosis manitol 0,25 1 gram/kgbb
diberikan bolus intravena, atau dosis tersebut diberikan intravena selama lebih dari
10 15 menit. Manitol dapat jugadiberikan atau dicampur dalam larutan Infus 1,5 2
gram/kgbb sebagai larutan 15-20% yang diberikan selama 30-60 menit. Manitol
diberikan untuk menghasilkan nilai serum osmolalitas 310 320 mOsm/L.
Osmolalitas serum sering kali dipertahankan antara 290 310 mOsm. Tekanan
Intrakranial harus dimonitor, harus turun dalam waktu 60 - 90 menit, karena
efek manitol dimulai setelah 0,5 - 1 jam pemberian. Fungsi ginjal, elektrolit,
osmolalitas serum juga dimonitor selama pasien mendapatkan manitol. Perawat perlu
memperhatikan secara serius, pemberian manitol bila osmolalitas lebih dari 320
mOsm/L. Karena diureis, hipotensi dan dehidrasi dapat terjadi dengan pemberian
manitol dalam jumlah dosis yang banyak. Foley catheter harus dipasang selama
pasien mendapat terapi manitol. Dehidrasi adalah manisfestasi dari peningkatan
sodium serum dan nilai osmolalitas.
Obat Neuroprotektor :
1. Piracetam 1200 mg/kaplet
Indikasi : Kemunduran daya pikir, astenia, gangguan adaptasi, gangguan reaksi
psikomotor. Alkoholisme kronik dan adiksi. Disfungsi serebral sehubungan
dengan akibat pasca trauma.
Dosis : Oral sindroma psikoorganik yang berhubungan dengan penuaan, awal 6
kapsul atau 3 kaplet/hari dalam 2-3 dosis terbagi untuk 6 minggu. Pemeliharaan :
1,2 g/hr. Sindroma pasca trauma, awal 2 kapsul atau 1 kaplet 3x/hari sampai
mencapai efek yang diinginkan, lalu 1 kapsul atau kaplet/hari. Inj IM atau IV 1
g 3x/hari.
Pemberian obat : sesudah makan.
Kontra indikasi : Kerusakan ginjal parah, hipersensitif.

20

Efek samping : Keguguran, lekas marah, sukar tidur, gelisah, gemetar, agitasi,
lelah, gangguan GI, mengantuk.
Mekanisme kerja : piracetam adalah suatu nootropic agent.
Rencana edukasi :

Oleh karena piracetam seluruhnya dieliminasi melalui ginjal, peringatan harus


diberikan pada penderita gangguan fungsi ginjal, oleh karena itu dianjurkan
melakukan pengecekan fungsi ginjal.

Oleh karena efek piracetam pada agregasi platelet, peringatan harus diberikan
pada penderita dengan gangguan hemostatis atau perdarahan hebat.

2.

Injeksi Citicoline
Indikasi : Gangguan kesadaran yang menyertai kerusakan atau cedera serebral,
trauma serebral, operasi otak, dan infark serebral. Mempercepat rehabilitasi
tungkai atas dan bawah pada pasien hemiplegia apopleksi.
Dosis : Gangguan kesadaran karena cedera kepala atau operasi otak 100-500 mg
1-2x/hari secara IV drip atau injeksi. Gangguan kesadaran karena infark serebral
1000 mg 1x/hari secara injeksi IV. Hemiplegia apopleksi 1000 mg 1x/hari secara
oral atau injeksi IV.
Pemberian obat : berikan pada saat makan atau di antara waktu makan.
Efek samping : hipotensi, ruam, insomnia, sakit kepala, diplopia.
Mekanisme kerja :

Citicoline meningkatkan kerja formatio reticularis dari batang otak,


terutama

sistem pengaktifan

formatio

reticularis

ascendens

yang

berhubungan dengan kesadaran.

Citicoline mengaktifkan sistem pyramidal dan memperbaiki kelumpuhan


sistem motoris.

21

Citicoline menaikkan konsumsi O2 dari otak dan memperbaiki


metabolisme otak.

L. PROGNOSIS
Perdarahan yang besar jelas mempunyai morbiditas dan mortalitas yang tinggi.
diperkirakan mortalitas seluruhnya berkisar 26-50%. Mortalitas secara dramatis
meningkat pada perdarahan talamus dan serebelar yang diameternya lebih dari 3 cm, dan
pada perdarahan pons yang lebih dari 1 cm. Untuk perdarahan lobar mortalitas berkisar
dari 6-30 %. Bila volume darah sesungguhnya yang dihitung (bukan diameter
hematomnya), maka mortalitas kurang dari 10% bila volume darahnya kurang dari 20
mm3 dan 90% bila volume darahnya lebih dari 60 mm3.
Kondisi neurologik awal setelah terserang perdarahan juga penting untuk
prognosis pasien. Pasien yang kesadarannya menurun mortalitas meningkat menjadi 63%.
Mortalitas juga meningkat pada perdarahan yang besar dan letaknya dalam, pada fossa
posterior atau yang meluas masuk ke dalam ventrikel. Felmann E mengatakan bahwa
45% pasien meninggal bila disertai perdarahan intraventrikular. Suatu penilaian dilakukan
untuk memperkirakan mortalitas dalam waktu 30 hari pertama dengan menggunakan 3
variabel pada saat masuk rumah sakit yaitu Glasgow Coma Scale (GCS), ukuran
perdarahan dan tekanan nadi. Perdarahan kecil bila ukurannya kurang dari satu lobus,
sedangkan perdarahan besar bila ukurannya lebih dari satu lobus. Bila GCS lebih dari 9,
perdarahannya kecil, tekanan nadi kurang dari 40 mmHg, maka probabilitas hidupnya
dalam waktu 30 hari adalah 98%. Tetapi bila pasien koma, perdarahannya besar dan
tekanan nadinya lebih dari 65 mmHg, maka probabilitas hidupnya dalam waktu 30 hari
hanya 8%. Pada PIS hipertensif jarang terjadi perdarahan ulang.8

22

BAB III
KESIMPULAN

Perdarahan intraserebral (PIS) adalah perdarahan fokal dari pembuluh darah dalam
parenkim otak. Penyebabnya biasanya hipertensi kronis. Gejala umum termasuk defisit
neurologis fokal, seringkali dengan onset mendadak sakit kepala, mual, dan penurunan
kesadaran. Kebanyakan perdarahan intraserebral juga dapat terjadi ganglia basal, lobus otak,
otak kecil, atau pons. Perdarahan intraserebral juga dapat terjadi di bagian lain dari batang
otak atau otak tengah. Aada sindroma utama yang menyertai stroke hemoragik menurut
Smith dapat dibagi menurut tempat perdarahannya yaitu putaminal hemorrhage, thalamic
hemorrhage, pontine hemorrhage, cerebellar hemorrhage, lobar hemorrhage.

23

Pemeriksaan penunjang dengan lumbal pungsi, CT-scan, MRI, serta angiografi.


Adapun penatalaksanannya di ruang gawat darurat (evaluasi cepat dan diagnosis, terapi
umum, stabilisasi jalan napas dan pernapasan, stabilisasi hemodinamik, pemeriksaan awal
fisik umum, pengendalian peninggian TIK, pengendalian kejang, pengendalian suhu tubuh,
pemeriksaan penunjang) kemudian penatalaksanaan di ruang rawat inap (cairan, nutrisi,
pencegahan dan mengatasi komplikasi, penatalaksanaan medik yang lain. Penatalaksanaan
stroke perdarahan intraserebral (PIS) meliputi terapi medik pada PIS akut (terapi hemostatik,
reversal of anticoagulation) dan tindakan operatif.
Prognosis bervariasi tergantung dari keparahan stroke, lokasi dan volume perdarahan.
Semakin rendah nilai GCS, maka prognosis semakin buruk dan tingkat mortalitasnya tinggi.
Semakin besar volume perdarahan maka prognosis semakin buruk. Dan adanya darah di
dalam ventrikel berhubungan dengan angka mortalitas yang tinggi. Adanya darah di dalam
ventrikel meningkatkan angka kematian sebanyak 2 kali lipat.

DAFTAR PUSTAKA

1. Castel JP, Kissel P. Spontaneous intracerebral and infratentorial hemorrhage. In:Youmans


JR. ed. Neurological Surgery, 3rd ed, vol.IIIl. Philadelphia: WB Saunders Company; 2006
.p. 1890-1913.
2. Luyendijk W. Intracerebral hemorrhage. In : Vinken FG, Bruyn GW, editors.
Handbook of Clinical Neurology. New York : Elsevier ; 2005; 660-719.
3. Perdarahan Intraserebral Hipertensif Abdul Gofar Sastrodiningrat Divisi Ilmu Bedah
Saraf Departemen Ilmu Bedah Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara, Medan
Suplemen Majalah Kedokteran Nusantara Volume 39 y No. 3 y September 2006.
24

4. Rumantir CU. Gangguan peredaran darah otak. Pekanbaru : SMF Saraf RSUD Arifin
Achmad/FK UNRI. Pekanbaru. 2007.
5. Goetz Christopher G. Cerebrovascular Diseases. In : Goetz: Textbook of Clinical
Neurology, 3rd ed. Philadelphia : Saunders. 2007.
6. Rumantir CU. Pola Penderita Stroke Di Lab/UPF Ilmu Penyakit Saraf Fakultas
Kedokteran Universitas Padjadjaran Rumah Sakit Hasan Sadikin Bandung Periode 19841985. Laporan Penelitian Pengalaman Belajar Riset Dokter Spesialis Bidang Ilmu
Penyakit Saraf. 2000.
7. Ropper AH, Brown RH. Cerebrovascular Diseases. In : Adam and Victors Priciples of
Neurology. Eight edition. New York : Mc Graw-Hill. 2005.
8. Kelompok Studi Stroke PERDOSSI. Pencegahan Primer Stroke. Dalam : Guideline
Stroke 2007. Jakarta.
9. Baehr M, Frotscher M. Duus : Topical Diagnosis in Neurology. 4th revised edition. New
York : Thieme. 2005.
10. El-Mitwalli, A., Malkoff, M D.,.2008. Intracerebral Hemorrhage. The Internet Journal of
Advanced Nursing Practice.

25

Anda mungkin juga menyukai