Anda di halaman 1dari 7

CORPORATE ENTREPRENEURSHIP AND INNOVATION

Kewirausahaan dan inovasi perusahaan berkaitan sebagai pembangkit atau energi pelaksanaan
strategi. Keberhasilan pelaksanaan strategi terutama bergantung pada kepemimpinan perusahaan.
Kewirausahaan dan inovasi perusahaan memerikan tentang makna kewirausahaan, invensi, dan
inovasi. Hal ini meliputi keberhasilan kewirausahaan, hubungan inovasi dan keunggulan
bersaing, tiga pendekatan inovasi, mencocokan nilai dari inovasi, dan pengalaman lebih
berhasilnya perusahaan-perusahaan kecil di Amerika Serikat dalam inovasi dan kewirausahaan
perusahaan dibandingperusahaan-perusahaan besar dalam mendapatkan paten-paten mereka.
Defining Entrepreneurship
Ch13-3. Mendefinisikan kewirausahaan (entrepreneurship) sudah pasti berkaitan dengan
mendefinisikan invensi (invention), inovasi (innovation), dan imitasi/peniruan (imitation).
Kewirausahaan perusahaan merupakan kemampuan (capability) perusahaan untuk
mengembangkan barang-barang dan jasa-jasa baru dan mengelola proses inovasi. Inovasi
dimulai dari suatu kegiatan temuan atau invensi (invention). Invensi adalah penciptaan /
pengembangangan suatu ide proses atau produk baru melalui penelitian dan pengembangan (R &
D). Inovasi adalah penciptaan suatu produk yang dapat dikomersialkan dari suatu invensi.
Keberhasilan komersialisasi atas inovasi perusahaan-perusahaan mendorong imitasi / peniruan.
Imitasi adalah adopsi inovasi oleh suatu penduduk atas perusahaan-perusahaan yang serupa.
Successful Entrepreneurship
Ch13-4. Keberhasilan kewirausahaan berkaitan dengan keberhasilan inovasi. Kunci untuk
keberhasilan dengan kewirausahaan dan inovasi adalah bergerak dari ide-ide inovasi ke
komersialisasi efektif dan penerimaan di pasar sasaran. Setelah berhasil berinovasi merupakan
awal dari keberhasilan kewirausahaan, yaitu dengan kemampuan mengkomersialisasikan ide-ide
inovasi maka perusahaan akan memperoleh laba berlebih (excess profit). Karena perusahaan
yang sukses melakukan inovasi dapat menikmati harga premium.
Innovation and Competitive Advantage
Ch13-5. Inovasi berkaitan dengan penciptaan keunggulan bersaing. Keunggulan bersaing dapat
terjadi jika atau bergantung pada:

Faktor kesukaran bagi para pesaing untuk mampu meniru.


Secara komersial dapat dapat dieskploitasi dengan kemampuan-kemampuan atau kapabilitaskapabilitas sekarang.
Faktor (kemampuan) menyediakan nilai nyata (siknifikan) kepada para pelanggan.
Faktor ketepatan waktu (timely), yaitu waktu inovasi yang tepat dapat berwirausaha dengan
sukses.
Fostering Entrepreneurial Innovation
Ch13-6. Memajukan inovasi keusahaan (entrepreneurial innovation) dapat dilakukan melalui
tiga pendekatan berikut:
1. Mengusahakan bekerjasama internak perusahaan, yaitu menciptakannya.
2. Melakukan kerjasama untuk membuat inovasi, yaitu ko-operasi untuk menciptakannya.
3. Memperoleh / mendapatkan kemampuan (capability), yaitu dengan membelinya.
Internal Corporate Venturing
Ch13-7. Memajukan inovasi keusahaan dapat dilakukan dengan pendekatan mengusahakan
bekerjasama internal, yaitu

Internal kewirausahaan perusahaan dapat terjadi sebagai suatu proses dari bawah ke atas
(bottom- up) atau melalui suatu proses dari atas ke bawah (top - down).

Perilaku strategis swatantra (autonomous strategic behavior) yaitu suatu proses bahwa
dengan usaha produk yang menjuarai atau memenangkan ide-ide produk baru untuk
dikomersialisasikan.

Model of Internal Cooperative Venturing


Ch13-8. Melalui perilaku strategi swatantra (autonomous strategic behavior) perusahaan
bersuaha meningkatkan menjadi suatu konteks strategik (strategic context). Berdasarkan
kemantapan konteks strategis dirunut atau diteruskan ke dalamkonsep strategik

perusahaan (Concept of corporate strategic). Ini merupakan suatu proses bottom up. Dapat
pula berdasarkan konsep strategik perusahaan di bawa ke dalam konteks struktural (structural
context) keorganisasian Atau langsung digunakan untuk membujuk untuk perilaku strategik
(induced strategic behavior). Setelah itu (jika dirasa perlu) dapat diarahkan ke konteks struktural
(Structural context) untuk mencocokkan dengan konteks strategis dan konsep strategi
perusahaan. Ini sebagai umpan balik, atas proses dari atas ke bawah (top down process).

Model of Internal Cooperative Venturing


Concept of Corporate Strategy

Strategic Context

Structural Context

Autonomous

Induced

Strategic

Strategic

Behavior

Behavior

Internal Corporate Venturing


Ch13-9. Bekerjasama internal perusahaan dapat membentuk:
Induced strategic behavior, yaitu suatu proses proses top down di dalam strategi sekarang dan
struktur lebih maju /ke depan (foster) inovasi-inovasi produk yang diasosiasikan / dihubungkan
sedekat / seteleiti mungkin dengan strategi sekarang.

Ketidakpastian lingkungan membuat pengembangan strategi kewirausahaan menjadi sangat


kompleks (highly complex).
Kebutuhan-kebutuhan suatu keputusan pada sumber-sumber untuk digunakan bagi
pengembangan teknologi baru dengan ide-ide yang baru untuk di bawa ke pasar sasaran.
Appropriating Value from Innovation
Mencocokkan nilai dari inovasi perlu dilakukan agar sesuai dengan kebutuhan pasar. Kecocokan
nilai dari inovasi bergantung kepada tiga hal, yaitu:
1. Kecocokan maktu untuk masuk pasar (time to market).
2. Mutu produk (product quality)
3. Kreasi atas nilai pelanggan (creation of customer value).
Ketiga faktor tersebut dapat dicapai melalui pemanfaatan integrasi lintas-fungsional (crossfunctional integration), atau menggunakan tim-tim desain (design teams).
Sementara itu efektifitas penggunaan integrasi lintas-fungsional atau tim-tim desain bergantung
pada dua faktor, yaitu :
1. Hambatan-hambatan untuk integrasi. Hambatan-hambatan untuk integrasi meliputi (a)
perbedaan orientasi waktu, (b) orientasi interpersonal, (c) orientasi perbedaan tujuan, dan
(d) formalisasi atas struktur organisasi.
2. Faktor para fasilitator. Faktor para fasilitator atas integrasi meliputi (a) nilai-nilai yang
disumbangkan (shared values), (b) visi para pemimpin, (c) alokasi anggaran, dan (d)
efektifitas komunikasi.
Cooperating to Produce Innovation
Ch13-11. Perihal penting untuk melakukan kerjasama untuk membuat inovasi yaitu

(Melalui) aliansi strategik dapat membantu untuk lebih memajukan (to foster) inovasi
dengan mengkombinasikan pengetahuan dan sumber-sumber atas dua atau lebih mitra.

Perusahan-perusahaan mesti berfokus pada bangunan pengetahuan, mengidentifikasi


kompetensi-kompetensi / kecakapan-kecakapan inti dan mengembangkan sumber daya
manusia yang kuat untuk mengelola proyek-proyek inovasi.

Perusahaaan-perusahaan dapat juga mengabaikan (given away) kompetensi-kompetensi


inti mereka dengan penyumberan-luar (outsourcing) untuk beraliansi dengan para mitra
dari pada mengembangkan kemampuan / kapabilitas mereka sendiri sepanjang waktu.

Acquiring Innovation Capability


Ch13-12. Biasanya untuk memperoleh kapabilitas inovasi merupakan usaha yang berat dan
memerlukan biaya yang besar. Banyak kiat untuk melakukan hal ini, misalnya.

Banyak perusahaan sekarang menggunakan akuisisi atas perusahaan-perusahaan lain


sebagai pengganti bagi pengembangan inovasi internal.

Cara ini dapat mengurangi risiko dan lebih murah biaya inovasi untuk penelitian dan
pengembangan (R & D).

(Bisa pula) menjauhkan diri dari usaha mencapai inovasi. Menjauhkan diri berarti
perusahaan-perusahaan akhirnya dapat kehilangan abilitas / kemampuan (ability) mereka
untuk membangkitkan inovasi-inovasi internal.

Small Fims and Innovation


Ch13-13. Teori yang menyatakan bahwa inovasi hanya dapat dikembangkan melalui perusahaanperusahaan besar yang memperoleh laba berlebih (Schumpeterian theory) ternyata tidak
seluruhnya benar. Karena fakta di lapangan banyak perusahaan-perusahaan kecil yang berhasil
mengembangkan inovasi melalui smart kompetencies. Pengalaman di Amerika Serikat (AS)
berlangsung demikian.

Perusahaan-perusahaan kecil paling banyak menciptakan pekerjaan-pekerjaan baru


(new jobs) di AS dalam tahun 1990-an dan hal ini akan berlanjut dalam abad kedua puluh
satu.

Sementara perusahaan besar yang terhitung membelanjakan lebih dari 80% atas R & D
dunia, individu-individu atau perusahaan-perusahaan kecil telah menerima lebih dari
separo atas paten-paten AS.

Banyak perusahaan kecil diciptakan ketika para pekerja meninggalkan perusahaanperusahaan besar untuk memulai bisnis-bisnis mereka sendiri; seringkali berlanjut untuk
berinteraksi / berhubungan dengan perusahaan-perusahaan pembentuk kemampuan
mereka untuk mengembangkan inovasi-inovasi dan pengembangan produk-produk baru.

http://masimamgun.blogspot.co.id/2009/05/corporate-entrepreneurship-and.html
TEORI BUDAYA ORGANISASI HOFSTEDE
Saturday, February 22, 20140 comments
Geert Hofstede (1980; 1991) dalam penelitiannya berhasil mengidentifikasi 5 model karakteristik
untuk mengukur sebuah kultur di masyarakat lintas negara. Dengan mengambil sampel di 40
negara, Geert Hofstede menemukan bahwa manager dan karyawan memiliki lima dimensi nilai
kultur nasional yang berbeda-beda. Kelima kultur tersebut adalah :
1. Jarak kekuasaan merupakan sifat kultur nasional yang mendeskripsikan tingkatan dimana
masyarakat menerima kekuatan dalam institusi dan organisasi didistribusikan tidak sama.
2. Individualisme/Kolektivisme. Individualisme merupakan sifat kultur nasional yang
mendeskripsikan tingkatan dimana orang lebih suka bertindak sebagai individu daripada
sebagai kelompok. Kolektivisme menunjukkan sifat kultur nasional yang
mendeskripsikan kerangka social yang kuat dimana individu mengharap orang lain dalam
kelompok mereka untuk menjaga dan melindungi mereka.
3. Maskulinitas-Feminimitas. merupakan tingkatan dimana kultur lebih menyukai peranperan maskulin tradisional seperti pencapaian, kekuatan, dan pengendalian versus kultur
yang memandang pria dan wanita memiliki posisi sejajar. Penilaian maskulinitas yang
tinggi menunjukkan bahwa terdapat peran yang terpisah untuk pria dan waniya, dengan
pria yang mendominasi masyarakat.

4. Penghindaran ketidakpastian merupakan tingkatan dimaan individu dalam suatu negara


lebih memilih situasi terstruktur dibandingkan tidak tersetruktur.
5. Orientasi jangka panjang merupakan tipologi terbaru dari Hofstede. Poin ini berfokus
pada tingkatan ketaatan jangka panjang masyarakat terhadap nilai-nilai tradisional.
Individu dalam kultur orientasi jangka panjang melihat bahwa ke masa depan dan
menghargai penghematan, ketekunan dan tradisi.

Sumber :
Kreitner dan Kinicki. 2005. Perilaku Organisasi. Jakarta : Salemba Empat
http://kumpulan-teori-skripsi.blogspot.co.id/2014/02/teori-budaya-organisasi_22.html

Anda mungkin juga menyukai