Cellular Injury Alias Cedera Sel
Cellular Injury Alias Cedera Sel
Sesuai
namanya, jejas sel adalah cedera yang terjadi pada level seluler. Kenapa harus mulai dari sel?
Karena memang cedera yang besar (level organ) bisa berawal dari cedera kecil di tingkat
seluler.
Apa saja penyebab jejas seluler?
Agen Infektif (Infectious Agent)
a. Mulai dari agen tingkat mikroskopik sampai makroskopik seperti tapeworm (cacing pita)
b. Contoh : Riketsia, Bakteri, Jamur, dan Parasit lain
Reaksi Imunologi
a. Reaksi imun dapat menimbulkan cedera sel
b. Contoh : Reaksi anaplastik terhadap protein asing atau efek terapeutik obat, Reaksi
endogen antigen
Cacat Genetik
a. Akibat perubahan halus pada level DNA
b. Perubahan ini seringkali menimbulkan kelainan enzimatik yang mempengaruhi sel
c. Dapat juga terjadi akibat cedera oleh bahan kimia
Gizi Tak Seimbang
a. Seperti penyakit Anoreksia Nervosa dan kelaparan
b. Ekses gizi sebagai penyebab utamanya
c. Ekses predisposisi lipid, Aterosklerosis dan Obesitas akibat penimbunan lemak
d. Komposisi diet
Setelah itu, apa saja macam-macam jejas?
a. Kurangnya Oksigenasi / Pasokan Oksigen (Hipoksia, Iskemia, dan Keracunan CO)
b. Jejas Fisik (mekanik, terbakar, dingin, radiasi, listrik, dll)
c. Infeksi
d. Reaksi imunologik
e. Defek/ Cacat Genetik
f. Gangguan Nutrisi
Pengaruh jejas terhadap sel?
a. Cedera akut reversibel (Dapat sembuh)
b. Cedera Ireversibel yang menyebabkan Cellular death (kematian sel) yang berupa nekrosis
dan apoptosis
c. Perubahan organel subseluler
Bagaimana mekanisme jejas?
Salam Seluler! :D
Referrence : Robbins and Cotran Pathologic Basis of Disease 7th Edition
Perubahan sel karena stimulus dan injuri serta hubungannya dengan proses adaptasi
sel, lesi sel dan neoplasma.
Jika stimulus yang menimbulkan injuri diberikan kepada sebuah sel, efek pertama yang
penting adalah lesi biokimia, yaitu proses perubahan kimia pada salah satu atau lebih reaksi
metabolik dalam sel. Bila kerusakan biokimiawi sudah terjadi, sel dapat mengalami
manifestasi atau tidak mengalami manifestasi kelainan fungsional, hal ini tergantung pada
luasnya gangguan produksi energi dan luasnya gangguan fungsi membrane sel. Pada banyak
kasus cedera, mungkin dapat terjadi kegagalan kontraksi, sekresi atau kelainan aktivitas sel
lainnya. Namun pada keadaan lain, sel masih memiliki cukup cadangan tanpa menimbulkan
gangguan fungsional. Hal ini terjadi karena adanya mekanisme adaptasi seluler terhadap
berbagai macam stimulus baik secara fisik atau kimiawi. Mekanisme adaptasi yang terjadi
adalah adaptasi patologik, yaitu dengan terjadinya hyperplasia, hipertrofi, atrofi, atau
metaplasia. Namun apabila mekanisme adaptasi ini tidak terjadi atau sudah tidak mampu
mengatasi stimulus yang terus menerus, maka akan terjadi cedera fungsional sel yang
kemudian dapat menyebabkan perubahan morfologik pada sel yang cedera. Perubahan
morfologik ini paling tidak secara potensial reversible, yaitu jika rangsang yang
menimbulkan cedera tersebut dapat dihentikan, sel-sel akan menjadi sehat kembali seperti
semula. Sebaliknya apabila pengaruh berbahaya ini tidak dapat diatasi, dapat terjadi kematian
sel.
Terjadinya cedera sel yang berulang-ulang akan menyebabkan DNA yang berusaha
memperbaiki menjadi rusak, sehingga menyebabkan mutasi dalam genom sel somatik. Hal
ini dapat menyebabkan aktivasi onkogen yang meningkatkan pertumbuhan, mengganti gen
p53 yang mengatur apoptosis serta menonaktifkan gen supresor kanker. Hal-hal ini akan
mengganggu regulasi pertumbuhan sel sehingga pertumbuhan sel tidak terkendali, dengan
kata lain menjadi sel neoplastik.
menyebabkan hilangnya sel mukosa pada lapisan lambung, sehingga akan mengakibatkan
kerusakan pembuluh darah lapisan mukosa. Kerusakan pembuluh darah ini akan
menimbulkan perdarahan.
Gastritis akut
gastritis akut yang bersifat peradangan terjadi di mukosa atau sub mukosa yang bersifat iritasi
lokal, gejala biasanya ringan seperti : rasa tidak enak di daerah epigastrik, kram di perut /
tegang juga dapat menimbulkan terjadinya perdarahan, di samping itu pada gastritis dapat
terjadi peningkatan yang dapat dapat menimbulkan mual dan muntah juga dapat
menyebabkan rasa nyeri. Rasa nyeri ini ditimbulkan oleh karena kontak HCL dengan mukosa
gaster.
c) Atrofi
Atrofi merupakan pengurangan ukuran yang disebabkan oleh mengecilnya ukuran sel atau
mengecilnya/berkurangnya (kadang-kadang dan biasa disebut atrofi numerik) sel parenkim
dalam organ tubuh (Syhrin, 2008).
Atrofi dapat disebabkan oleh berbagai faktor tergantung pada jenis atrofi tersebut. Sebelum
membahas mengenai penyebab terjadinya, maka harus diketahui terlebih dahulu jenis-jenis
atrofi agar pembahsannya lebih spesifik. Secara umum, terdapat dua jenis atrofi, yaitu atrofi
fisiologis dan atrofi patologis.
Atrofi fisiologis merupakan atrofi yang bersifat normal atau alami. Beberapa organ tubuh
dapat mengecil atau menghilang sama sekali selama masa perkembangan atau pertumbuhan,
dan jika alat tubuh tersebut organ tubuh tersebut tidak menghilang ketika sudah mencapai
usia tertentu, malah akan dianggap sebagai patologik ( Saleh, 1973). Contoh dari atrofi
fisiologis ini yaitu proses penuaan (aging process) dimana glandula mammae mengecil
setelah laktasi, penurunan fungsi/produktivitas ovarium dan uterus, kulit menjadi tipis dan
keriput, tulang-tulang menipis dan ringan akaibat resorpsi. Penyebab proses atrofi ini
bervariasi, diantaranya yaitu berkurangnya/hilangnya stimulus endokrin, involusi akibat
menghilangnya rangsan-rangsang tumbuh (growth stimuli), berkurangnya rangsangan saraf,
berkurangnya perbekalan darah, dan akibat sklerosis arteri. Penyebab-penyebab tersebut
terjadi karena peoses normal penuaan (Saleh, 1973). Berbeda dengan atrofi fisiologis, atrofi
patologis merupakan atrofi yang terjadi di luar proses normal/alami.
Secara umum, atrofi patologis dan fisiologis terbagi menjadi lima jenis, yaitu atrofi senilis,
atrofi local, atrofi inaktivas, atrofi desakan, dan atrofi endokrin.
Secara umum, atrofi patologis dan fisiologis terbagi menjadi lima jenis, yaitu atrofi senilis,
atrofi local, atrofi inaktivas, atrofi desakan, dan atrofi endokrin.
1. Atrofi senilis
Atrofi senilis terjadi pada semua alat tubuh secara umum, karena atrofi senilis termasuk
dalam atofi umum (general atrophy). Atropi senilis tidak sepenuhnya merupakan atropi
patologis karena proses aging pun masuk ke dalam kelompok atrofi senilis padahal proses
aging merupakan atropi fisiologis. Contoh atropi senilis yang merupakan proses patologik
yaitu starvation (kelaparan). Starvation atrophy terjadi bila tubuh tidak mendapat
makanan/nutrisi untuk waktu yang lama. Atropi ini dapat terjadi pada orang yang sengaja
berpuasa dalam jangka waktu yang lama (tanpa berbuka puasa), orang yang memang tidak
mendapat makanan sama sekali (karena terdampar di laut atau di padang pasir). Orang yang
menderita gangguan pada saluran pencernaan misalnya karena penyempitan (striktura)
esophagus. Pada penderita stiktura esophagus tersebut mungkin mendapatkan suplai makanan
yang cukup, namun makanan tersebut tidak dapat mencapai lambung dan usus karena
makanan akan di semprotkan keluar kembali. Karena itu, makanan tidak akan sampai ke
jaringan-jaringan tubuh sehingga terjadilah emasiasi, inanisi, dan badan menjadi kurus
kering.
2. Atrofi Lokal
Atrofi local dapat terjadi akibat keadaan-keadaan tertentu.
3. Atropi inaktivitas
Terjadi akibat inaktivitas organ tubuh atau jaringan. Misalnya inaktivitas otot-otot
mengakibatkan otot-otot tersebut mengecil. Atropi otot yang paling nyata yaitu bila terjadi
kelumpuhan otot akibat hilangnya persarafan seperti yang terjadi pada poliomyelitis.
Atrofi inaktivitas disebut juga sebagi atrofi neurotrofik karena disebabkan oleh hilangnya
impuls trofik. Tulang-tulang pada orang yang karena suatu keadaan terpaksa harus berbaring
lamaocclusion) pada saluran keluar pancreas, sel-sel asinus pancreas (eksokrin) menjadi
atrofik. Namun, pulau-pulau Langerhans (endokrin) yang membentuk hormon dan disalurkan
ke dalam darah tidak mengalami atrofi. mengalami atrofi inaktivitas. Akibatnya, tulangtulang menjadi berlubang-lubang karena kehilangan kalsiumnya sehingga tidak dapat
menunjang tubuh dengan baik. Sel-sel kelenjar akan rusak apabila saluran keluarnya
tersumbat untuk waktu yang lama. Ini misalnya terjadi pada pankreas. Jika terjadi sumbatan (
4. Atrofi desakan
Atrofi ini terjadi akibat desakan yang terus-menerus atau desakan dalam waktu yang lama
dan yang mengenai suatu alat tubuh atau jaringan. Atrofi desakan fisiologik terjadi pada gusi
akibat desakan gigi yang mau tumbuh dan dan yang mengenai gigi (pada nak-anak). Atroi
desakan patologik misalnya terjadi pada sternum akibat aneurisma aorta. Pelebaran aorta di
daerah substernal biasanya terjadi akibat sifilis. Karena desakan yang tinggi dan terus
menerus mengakibatkan sternum menipis.
Atrofi desakan ini pun dapat terjadi pada ginjal. Parenkim ginjal dapat menipis akibat
desakan terus-menerus. Ginjal seluruhnya berubah menjadi kantung berisi air, yang biasanya
terjadi akibat obstruksi ureter, yang biasanya disebabkan oleh batu. Atrofi dapat terjadi pada
suatu alat tubuh kerena menerima desakan suatu tumor didekatnya yang makin lama makin
membesar ( Saleh, 1973).
5. Atrofi endokrin
Terjadi pada alat tubuh yang aktivitasnya bergantung pada rangsangan hoemon tertentu.
Atrofi akan terjadi jika suplai hormon yang dibutuhkan oleh suatu organ tertentu berkurang
atau terhenti sama sekali. Hal ini misalnya dapat terjadi pada penyakit Simmonds. Pada
penyakit ini, hipofisis tidak aktif sehingga mrngakibatkan atrofi pada kelenjar gondok,
adrenal, dan ovarium.
Secara umum, atrofi dapat terjadi karena hal-hal/kondisi berikut.
1. Kurangnya suplai Oksigen pada klien/seseorang
2. Hilangnya stimulus/rangsangan saraf
3. Hilangnya stimulus/rangsangan endokrin
4. Kekurangan nutrisi
5. Disuse/inaktivitas (organ tidak sering digunakan, maka akan mengakibatkan pengecilan
organ tersebut).
yaitu peradangan pada testis yang disebabkan oleh infeksi. Biasanya, infeksi tersebut ditandai
dengan gejala pembengkakan testis. Pada orkitis dapat terjadi kerusakan pembuluh darah
pada korda spermatic (saluran yang berisi pembuluh darah, persarafan, kelenjar getah bening,
dan saluran sperma) yang dapat menyebabkan atrofi testis. Akibatnya, testis tersebut
mengalami kegagalan fungsi untuk memproduksi sperma. Sehingga akan terjadi gangguan
dalam menghasilkan keturunan.
- Atrofi pada Otak, Penderita Alzheimer
Alzheimer termasuk salah satu kepikunan berbahaya yang dapat menurunkan daya pikir dan
kecerdasan seseorang. Fenomena alzheimer ditandai dengan adanya kemunduran fungsi
intelektual dan emosional secara progresif dan perlahan sehingga mengganggu kegiatan
sosial sehari-hari (Quartilosia, 2010). Secara anatomi, serebrum mengalami atrofi, yaitu girus
serebrum menjadi lebih kecil/menciut sedangkan sulkusnya melebar.
Penderita Alzheimer biasanya akan sulit mengingat nama atau lupa meletakkan suatu barang.
Orang-orang di sekitar penderita, biasanya akan mengalami kekhawatiran terhadap penderita
alzheimer. Ini merupakan akibat atrofi otak yang sangat mematikan, karena sel-sel saraf pada
otaknya mati.
Atrofi pada Otot Bisep
Telihat dengan jelas bahwa lengan atasnya mengalami pengecilan. Pada umumnya, kondisi
ini disebabkan oleh inaktivitas/disuse otot lengan tersebut. Lengan tersebut jarang digunakan
untuk mengankat beban, atau jarang digunakan untuk bekerja sehingga mengalami
penyusutan. Atrofi ini disebut atrofi inaktivitas patologik.
Seseorang yang mengalami atrofi otot akan mengalami penurunan kekuatan bahkan yang
lebih fatal yaitu dapat mengakibatkan kelumpuhan. Namun, ada cara-cara mengatasinya
diantaranya yaitu, dilakukannya program olah raga rutin dengan pengontrolan terapis,
perawat, atau dokter; latihan dalam air untuk mengurangi beban kerja otot; dan mengonsumsi
makanan bergizi seimbang (obat-penyakit.com, 2010).
Penyebab terjadinya atrofi
Sebelumnya harus diketahui terlebih dahulu jenis-jenis atrofi agar pembahasannya lebih
spesifik. Secara umum, terdapat dua jenis atrofi, yaitu atrofi fisiologis dan atrofi patologis.
Atrofi fisiologis merupakan atrofi yang bersifat normal atau alami. Beberapa organ tubuh
dapat mengecil atau menghilang sama sekali selama masa perkembangan atau pertumbuhan.
Contohnya yaitu proses penuaan yaitu penurunan fungsi/produktivitas ovarium dan uterus,
kulit menjadi tipis dan keriput, tulang-tulang menipis dan ringan akaibat resorpsi.
Penyebabnya macam-macam, misal berkurangnya/hilangnya stimulus endokrin, involusi
akibat menghilangnya rangsan-rangsang tumbuh, berkurangnya rangsangan saraf,
berkurangnya perbekalan darah, dan akibat sklerosis arteri.
Kalau atrofi patologis merupakan atrofi yang terjadi di luar proses normal/alami.
Lalu seperti yang disebutkan Saudari Hutami, ada beberapa jenis atrofi yang nantinya bisa
kita identifikasi menurut jenisnya.
1.2.2 Hiperplasia dan Hipertrofi
(g) Perbedaan
Hiperplasi : jumlah sel bertambah sehingga organ membesar.
Contoh : Fisiologis : Membesarnya payudara pada wanita saat memasuki masa pubertas,
Patologis : Hipertensi.
REFERENSI
Ed. 2. (Terj. Brahm U.P.).Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC.Pringgoutomo, S., dkk.
(2006). Buku Ajar Patologi 1 (Umum). Jakarta: Sagung Seto
Complete Hydatidiform Mole.http://www.flickr.com/photos/lunarcaustic/2450418886/. (2
Maret 2012).
Complete Hydatidiform Mole.http://www.flickr.com/photos/lunarcaustic/2448406013/. (2
Maret 2012).
Complete Hydatidiform Mole.
http://www.flickr.com/photos/lunarcaustic/2448406497/in/photostream/. (2 Maret 2012).
Pringgoutomo, S., dkk. (2006). Buku Ajar Patologi 1 (Umum). Jakarta: Sagung Seto.
Price, S. A., & Wilson, L. M. (2003). Pathophysiology: Clinical Concepts of Disease
Proccesses. 6th Ed. (Terj. dr. Brahm U. Pendit, dkk). Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran
EGC.
http://www.sukmamerati.com/hamil-anggur-atau-mola-hidatidosa-ditandai-denganpembesaran-uterus-yang-abnormal
Robbins & Cotran. (2009). Buku Saku Dasar Patologis Penyakit. Jakarta : EGC
Corwin, Elizabeth J. (2007). Patofisiologi. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC.
Pringgoutomo, S., dkk. (2006). Buku Ajar Patologi 1 (Umum). Jakarta: Sagung Seto.
Pujasari, Hening. Cellular Adaptation, Injury, and Death. Applicaton pdf.
http://scele.ui.ac.id/file.php/1457/PujasariAdaptationInjuryDeathofCells Week2.pdf. (1 Maret
2012)
Hadi, Sujono, 1999, Gastroentrologi, Jakarta: Penerbit Alumni
Price, Syvia A dan Wilson, Lorraine, 1994, Patofisiologi, edisi 4, Jakarta: Penerbit EGC
Underwood, J. C. E., 1996, Patologi Umum dan Sitemik, edisi 2, Jakart: Penerbit EGC
Hadi, Sujono, 1999, Gastroentrologi, Jakarta: Penerbit Alumni
Price, Syvia A dan Wilson, Lorraine, 1994, Patofisiologi, edisi 4, Jakarta: Penerbit EGC
Underwood, J. C. E., 1996, Patologi Umum dan Sitemik, edisi 2, Jakart: Penerbit EGC
Pringgo, S.,dkk. 2002. Buku Ajar Patologi I (Umum). Jakarta : Sagung Seto
http://library.med.utah.edu/WebPath/CINJHTML/CINJ002.html. Jumat, 02 Maret 2012 10:19
WIB
http://library.med.utah.edu/WebPath/CINJHTML/CINJ003.html. Jumat, 02 Maret 2012 10:27
WIB
http://www.spesialis.info/?penyebab-hipertrofi-kardiomiopati,719
Pringgoutomo, S., Himawan, S., & Tjarta, A. (2002). Buku Ajar Patologi I (Umum). Jakarta:
Sagung Seto