Anda di halaman 1dari 14

Cellular injury alias cedera sel, dalam bahasa kedokteran biasa disebut jejas sel.

Sesuai
namanya, jejas sel adalah cedera yang terjadi pada level seluler. Kenapa harus mulai dari sel?
Karena memang cedera yang besar (level organ) bisa berawal dari cedera kecil di tingkat
seluler.
Apa saja penyebab jejas seluler?
Agen Infektif (Infectious Agent)
a. Mulai dari agen tingkat mikroskopik sampai makroskopik seperti tapeworm (cacing pita)
b. Contoh : Riketsia, Bakteri, Jamur, dan Parasit lain
Reaksi Imunologi
a. Reaksi imun dapat menimbulkan cedera sel
b. Contoh : Reaksi anaplastik terhadap protein asing atau efek terapeutik obat, Reaksi
endogen antigen
Cacat Genetik
a. Akibat perubahan halus pada level DNA
b. Perubahan ini seringkali menimbulkan kelainan enzimatik yang mempengaruhi sel
c. Dapat juga terjadi akibat cedera oleh bahan kimia
Gizi Tak Seimbang
a. Seperti penyakit Anoreksia Nervosa dan kelaparan
b. Ekses gizi sebagai penyebab utamanya
c. Ekses predisposisi lipid, Aterosklerosis dan Obesitas akibat penimbunan lemak
d. Komposisi diet
Setelah itu, apa saja macam-macam jejas?
a. Kurangnya Oksigenasi / Pasokan Oksigen (Hipoksia, Iskemia, dan Keracunan CO)
b. Jejas Fisik (mekanik, terbakar, dingin, radiasi, listrik, dll)
c. Infeksi
d. Reaksi imunologik
e. Defek/ Cacat Genetik
f. Gangguan Nutrisi
Pengaruh jejas terhadap sel?
a. Cedera akut reversibel (Dapat sembuh)
b. Cedera Ireversibel yang menyebabkan Cellular death (kematian sel) yang berupa nekrosis
dan apoptosis
c. Perubahan organel subseluler
Bagaimana mekanisme jejas?

Mekanisme jejas secara umum


Injurious Stimulus dapat menimbulkan :
a. Penurunan jumlah ATP (Adenosin Tri Phosphat) menurun sehingga organela yang
bergantung pada pasokan energi dari ATP terganggu.
b. Kerusakan membran dapat mengganggu mitokondria (organel penghasil ATP), merusak
lisosom (yang memiliki enzim perncerna, sehingga enzim tsb bocor ke dalam sitoplasma dan
melumatkan seluruh sel), merusak protein penyusun membran plasma (seisi sel mengalami
kebocoran).
c. Peningkatan jumlah ion Ca (Kalsium) dalam sitoplasma yang akan mengganggu kinerja sel
terutama DNA.
d. Peningkatan bentuk-bentuk OH reaktif, seperti ion Hidroksida (OH-) dan H2O2.
Salah satu efek jejas ireversibel adalah perubahan morfologi yang akhirnya menimbulkan
kematian sel. Kematian sel ada dua macam, yakni nekrosis dan apoptosis. Meskipun samasama kematian sel, tapi keduanya berbeda secara morfologi, mekanisme, dan perannya.

Perbedaan Morfologis dan Mekanisme antara Nekrosis dan Apoptosis


Singkatnya, proses nekrosis diawali dengan kerusakan membran yakni proses pelepuhan
membran sel. Tingkat keparahan kerusakan membran ini juga merusak lisosom sehingga
membuat organel perncernaan tersebut mengeluarkan enzimnya ke dalam cairan sel
(sitoplasma). Alhasil, seluruh organel dan komponen sel "dikunyah" oleh enzim tersebut.
Sedangkan proses Apoptosis adalah kebalikannya, kerusakan justru berawal dari satuan
terkecilnya yaitu kerusakan DNA dan larutnya inti sel. Selanjutnya sel tersebut terpecah
menjadi fragmen-fragmen kecil dan mengalami fagositosis.
Demikianlah sekelumit mengenai jejas sel. Loh kok cuma begitu doang? Masih bingung nih
bagaimana adaptasi sel menghindari jejas? Terus apa hubungannya dengan organ secara riil?
Mari kita lihat pembahasan di posting berikutnya.

Salam Seluler! :D
Referrence : Robbins and Cotran Pathologic Basis of Disease 7th Edition

Adaptasi sel - Lesi sel - Neoplasma. Hubungannyaa??


Labels: daily, lecture | at 8:59 PM

Perubahan sel karena stimulus dan injuri serta hubungannya dengan proses adaptasi
sel, lesi sel dan neoplasma.

Jika stimulus yang menimbulkan injuri diberikan kepada sebuah sel, efek pertama yang
penting adalah lesi biokimia, yaitu proses perubahan kimia pada salah satu atau lebih reaksi
metabolik dalam sel. Bila kerusakan biokimiawi sudah terjadi, sel dapat mengalami
manifestasi atau tidak mengalami manifestasi kelainan fungsional, hal ini tergantung pada
luasnya gangguan produksi energi dan luasnya gangguan fungsi membrane sel. Pada banyak
kasus cedera, mungkin dapat terjadi kegagalan kontraksi, sekresi atau kelainan aktivitas sel
lainnya. Namun pada keadaan lain, sel masih memiliki cukup cadangan tanpa menimbulkan
gangguan fungsional. Hal ini terjadi karena adanya mekanisme adaptasi seluler terhadap
berbagai macam stimulus baik secara fisik atau kimiawi. Mekanisme adaptasi yang terjadi
adalah adaptasi patologik, yaitu dengan terjadinya hyperplasia, hipertrofi, atrofi, atau
metaplasia. Namun apabila mekanisme adaptasi ini tidak terjadi atau sudah tidak mampu
mengatasi stimulus yang terus menerus, maka akan terjadi cedera fungsional sel yang
kemudian dapat menyebabkan perubahan morfologik pada sel yang cedera. Perubahan
morfologik ini paling tidak secara potensial reversible, yaitu jika rangsang yang
menimbulkan cedera tersebut dapat dihentikan, sel-sel akan menjadi sehat kembali seperti
semula. Sebaliknya apabila pengaruh berbahaya ini tidak dapat diatasi, dapat terjadi kematian
sel.

Terjadinya cedera sel yang berulang-ulang akan menyebabkan DNA yang berusaha
memperbaiki menjadi rusak, sehingga menyebabkan mutasi dalam genom sel somatik. Hal
ini dapat menyebabkan aktivasi onkogen yang meningkatkan pertumbuhan, mengganti gen
p53 yang mengatur apoptosis serta menonaktifkan gen supresor kanker. Hal-hal ini akan
mengganggu regulasi pertumbuhan sel sehingga pertumbuhan sel tidak terkendali, dengan
kata lain menjadi sel neoplastik.

Dasar Adaptasi, Jejas (cedera), dan Kematian Sel

1.2 Adaptasi Selular


Sel mampu mengatur dirinya dengan cara mengubah struktur dan fungsinya sebagai respon
terhadap berbagai kondisi fisologis maupun patologis. Kemampuan ini disebut dengan
adaptasi selular.
Terdapat 4 tipe adaptasi selular, yaitu:
a) Hipertrofi
Hipertrofi adalah Pertambahan besar organ akibat adanya pertambahan ukuran sel pada
organ. Hipertrofi adalah suatu respons adaptif yang terjadi apabila terdapat peningkatan
beban kerja suatu sel. Kebutuhan sel akan oksigen dan zat gizi meningkat, menyebabkan
pertumbuhan sebagian besar struktur dalam sel.
Contoh hipertrofi yang menguntungkan adalah yang terjadi pada jaringan yang terdiri atas sel
permanen misalnya otot skelet pada binaragawan. Hipertrofi yang bersifat patologis
contohnya adalah jantung yang dipotong melintang, kapasitas jadi lebih kecil dan kerja
jantung jadi lebih berat.
b) Metaplasia
Metaplasia adalah perubahan sel dari satu subtype ke subtype lainnya. Metaplasia biasanya
terjadi sebagai respons terhadap cedera atau iritasi kontinu yang menghasilkan peradangan
kronis pada jaringan. Dengan mengalami metaplasia, sel-sel yang lebih mampu bertahan
terhadap iritasi dan peradangan kronik akan menggantikan jaringan semula.
Contoh metaplasia yang paling umum adalah perubahan sel saluran pernapasan dari sel epitel
kolumnar bersilia menjadi sel epitel skuamosa bertingkat sebagai respons terhadap merokok
jangka panjang.Contoh lain yang dapat kita amati pada kasus kanker serviks. Pada perubahan
sel kolumnar endoserviks menjadi sel skuamosa ektoserviks terjadi secara fisiologis pada
setiap wanita yang disebut sebagai proses metaplasia. Karena adanya faktor-faktor risiko
yang bertindak sebagai ko-karsinogen, proses metaplasia ini dapat berubah menjadi proses
displasia yang bersifat patologis. Displasia merupakan karakteristik konstitusional sel seperti
potensi untuk menjadi ganas.
Jadi, intinya metaplasia bisa terjadi dalam bentuk fisiologis namun hanya sesaat saja karena
pasti akan ada factor yang menyebabkan metaplasia ini berubah sifat menjadi patologis.
contoh kasus peradangan kronis pada jaringan
Salah satu contoh peradangan kronis misalnya pada penyakit gastritis. Gastritis adalah suatu
peradanganpada dinding gaster terutama pada lapisan mukosa gaster. Salah satu etiologi
terjadinya gastritis adalah Helycobacter pylory ( pada gastritis kronis ).
Helicobacter pylori merupakan bakteri gram negatif. Organisme ini menyerang sel
permukaan gaster, memperberat timbulnya desquamasi sel dan muncullah respon radang
kronispada gaster yaitu: destruksi kelenjar dan metaplasia.
Metaplasia adalah salah satu mekanisme pertahanan tubuh terhadap iritasi, yaitu dengan
mengganti sel mukosa gaster misalnya dengan sek squamosa yang lebih kuat. Karena sel
squamosa lebih kuat maka elastisitasnya juga berkurang. pada saat mencerna makanan,
lambung melakukan gerakan peristaltik tetapi karena sel penggantinya tidak elastis maka
akan timbul kekakuan yang pada akhirnya akan menimbulkan rasa nyeri. Metaplasia ini juga

menyebabkan hilangnya sel mukosa pada lapisan lambung, sehingga akan mengakibatkan
kerusakan pembuluh darah lapisan mukosa. Kerusakan pembuluh darah ini akan
menimbulkan perdarahan.
Gastritis akut
gastritis akut yang bersifat peradangan terjadi di mukosa atau sub mukosa yang bersifat iritasi
lokal, gejala biasanya ringan seperti : rasa tidak enak di daerah epigastrik, kram di perut /
tegang juga dapat menimbulkan terjadinya perdarahan, di samping itu pada gastritis dapat
terjadi peningkatan yang dapat dapat menimbulkan mual dan muntah juga dapat
menyebabkan rasa nyeri. Rasa nyeri ini ditimbulkan oleh karena kontak HCL dengan mukosa
gaster.
c) Atrofi
Atrofi merupakan pengurangan ukuran yang disebabkan oleh mengecilnya ukuran sel atau
mengecilnya/berkurangnya (kadang-kadang dan biasa disebut atrofi numerik) sel parenkim
dalam organ tubuh (Syhrin, 2008).
Atrofi dapat disebabkan oleh berbagai faktor tergantung pada jenis atrofi tersebut. Sebelum
membahas mengenai penyebab terjadinya, maka harus diketahui terlebih dahulu jenis-jenis
atrofi agar pembahsannya lebih spesifik. Secara umum, terdapat dua jenis atrofi, yaitu atrofi
fisiologis dan atrofi patologis.
Atrofi fisiologis merupakan atrofi yang bersifat normal atau alami. Beberapa organ tubuh
dapat mengecil atau menghilang sama sekali selama masa perkembangan atau pertumbuhan,
dan jika alat tubuh tersebut organ tubuh tersebut tidak menghilang ketika sudah mencapai
usia tertentu, malah akan dianggap sebagai patologik ( Saleh, 1973). Contoh dari atrofi
fisiologis ini yaitu proses penuaan (aging process) dimana glandula mammae mengecil
setelah laktasi, penurunan fungsi/produktivitas ovarium dan uterus, kulit menjadi tipis dan
keriput, tulang-tulang menipis dan ringan akaibat resorpsi. Penyebab proses atrofi ini
bervariasi, diantaranya yaitu berkurangnya/hilangnya stimulus endokrin, involusi akibat
menghilangnya rangsan-rangsang tumbuh (growth stimuli), berkurangnya rangsangan saraf,
berkurangnya perbekalan darah, dan akibat sklerosis arteri. Penyebab-penyebab tersebut
terjadi karena peoses normal penuaan (Saleh, 1973). Berbeda dengan atrofi fisiologis, atrofi
patologis merupakan atrofi yang terjadi di luar proses normal/alami.
Secara umum, atrofi patologis dan fisiologis terbagi menjadi lima jenis, yaitu atrofi senilis,
atrofi local, atrofi inaktivas, atrofi desakan, dan atrofi endokrin.
Secara umum, atrofi patologis dan fisiologis terbagi menjadi lima jenis, yaitu atrofi senilis,
atrofi local, atrofi inaktivas, atrofi desakan, dan atrofi endokrin.
1. Atrofi senilis
Atrofi senilis terjadi pada semua alat tubuh secara umum, karena atrofi senilis termasuk
dalam atofi umum (general atrophy). Atropi senilis tidak sepenuhnya merupakan atropi
patologis karena proses aging pun masuk ke dalam kelompok atrofi senilis padahal proses
aging merupakan atropi fisiologis. Contoh atropi senilis yang merupakan proses patologik
yaitu starvation (kelaparan). Starvation atrophy terjadi bila tubuh tidak mendapat
makanan/nutrisi untuk waktu yang lama. Atropi ini dapat terjadi pada orang yang sengaja
berpuasa dalam jangka waktu yang lama (tanpa berbuka puasa), orang yang memang tidak
mendapat makanan sama sekali (karena terdampar di laut atau di padang pasir). Orang yang
menderita gangguan pada saluran pencernaan misalnya karena penyempitan (striktura)

esophagus. Pada penderita stiktura esophagus tersebut mungkin mendapatkan suplai makanan
yang cukup, namun makanan tersebut tidak dapat mencapai lambung dan usus karena
makanan akan di semprotkan keluar kembali. Karena itu, makanan tidak akan sampai ke
jaringan-jaringan tubuh sehingga terjadilah emasiasi, inanisi, dan badan menjadi kurus
kering.
2. Atrofi Lokal
Atrofi local dapat terjadi akibat keadaan-keadaan tertentu.
3. Atropi inaktivitas
Terjadi akibat inaktivitas organ tubuh atau jaringan. Misalnya inaktivitas otot-otot
mengakibatkan otot-otot tersebut mengecil. Atropi otot yang paling nyata yaitu bila terjadi
kelumpuhan otot akibat hilangnya persarafan seperti yang terjadi pada poliomyelitis.
Atrofi inaktivitas disebut juga sebagi atrofi neurotrofik karena disebabkan oleh hilangnya
impuls trofik. Tulang-tulang pada orang yang karena suatu keadaan terpaksa harus berbaring
lamaocclusion) pada saluran keluar pancreas, sel-sel asinus pancreas (eksokrin) menjadi
atrofik. Namun, pulau-pulau Langerhans (endokrin) yang membentuk hormon dan disalurkan
ke dalam darah tidak mengalami atrofi. mengalami atrofi inaktivitas. Akibatnya, tulangtulang menjadi berlubang-lubang karena kehilangan kalsiumnya sehingga tidak dapat
menunjang tubuh dengan baik. Sel-sel kelenjar akan rusak apabila saluran keluarnya
tersumbat untuk waktu yang lama. Ini misalnya terjadi pada pankreas. Jika terjadi sumbatan (
4. Atrofi desakan
Atrofi ini terjadi akibat desakan yang terus-menerus atau desakan dalam waktu yang lama
dan yang mengenai suatu alat tubuh atau jaringan. Atrofi desakan fisiologik terjadi pada gusi
akibat desakan gigi yang mau tumbuh dan dan yang mengenai gigi (pada nak-anak). Atroi
desakan patologik misalnya terjadi pada sternum akibat aneurisma aorta. Pelebaran aorta di
daerah substernal biasanya terjadi akibat sifilis. Karena desakan yang tinggi dan terus
menerus mengakibatkan sternum menipis.
Atrofi desakan ini pun dapat terjadi pada ginjal. Parenkim ginjal dapat menipis akibat
desakan terus-menerus. Ginjal seluruhnya berubah menjadi kantung berisi air, yang biasanya
terjadi akibat obstruksi ureter, yang biasanya disebabkan oleh batu. Atrofi dapat terjadi pada
suatu alat tubuh kerena menerima desakan suatu tumor didekatnya yang makin lama makin
membesar ( Saleh, 1973).
5. Atrofi endokrin
Terjadi pada alat tubuh yang aktivitasnya bergantung pada rangsangan hoemon tertentu.
Atrofi akan terjadi jika suplai hormon yang dibutuhkan oleh suatu organ tertentu berkurang
atau terhenti sama sekali. Hal ini misalnya dapat terjadi pada penyakit Simmonds. Pada
penyakit ini, hipofisis tidak aktif sehingga mrngakibatkan atrofi pada kelenjar gondok,
adrenal, dan ovarium.
Secara umum, atrofi dapat terjadi karena hal-hal/kondisi berikut.
1. Kurangnya suplai Oksigen pada klien/seseorang
2. Hilangnya stimulus/rangsangan saraf
3. Hilangnya stimulus/rangsangan endokrin
4. Kekurangan nutrisi
5. Disuse/inaktivitas (organ tidak sering digunakan, maka akan mengakibatkan pengecilan
organ tersebut).

Mekanisme atropi secara singkat adalah sebagai berikut.


Secara umum, seluruh perubahan dasar seluler (dalam hal ini merupakan perubahan ke arah
atropi) memiliki proses yang sama, yaitu menunjukkan proses kemunduran ukuran sel
menjadi lebih kecil. Namun, sel tersebut masih memungkinkan untuk tetap bertahan hidup.
Walupun sel yang atropi mengalami kemunduran fungsi, sel tersebut tidak mati.
Atropi menunjukkan pengurangan komponen-komponen stutural sel. Sel yang mengalami
atropi hanya memiliki mitokondria dengan jumlah yang sedikit, begitu pula dengan
komponen yang lain seperti miofilamen dan reticulum endoplasma. Akan tetapi ada
peningkatan jumlah vakuola autofagi yang dapat memakan/merusak sel itu sendiri.
d) Hiperplasia
Hiperplasia merupakan suatu kondisi membesarnya alat tubuh/organ tubuh karena
pembentukan atau tumbuhnya sel-sel baru (Saleh, 1973). Sama halnya dengan atrofi, terdapat
dua jenis hyperplasia, yaitu hyperplasia fisiologis dan patologis. Contoh yang sering kita
temukan pada kasus hyperplasia fisiologis yaitu bertambah besarnya payudara wanita ketika
memasuki masa pubertas. Sedangkan hyperplasia patologis sering kita temukan pada serviks
uterus yang dapat mengakibatkan kanker serviks. Sel-sel pada serviks tersebut mengalami
penambahan jumlah. Biasanya hyperplasia ini diakibatkan oleh sekresi hormonal yang
berlebihan atau faktor pemicu pertumbuhan yang besar.
`1.2.1. Artrofi
(e) Definisi : Mengecilnya ukuran sel atau berkurangnya sel parenkim dalam organ tubuh
(Syhrin, 2008). Etiologi : Disebabkan oleh berbagai faktor tergantung pada jenis atrofi
tersebut.
Atrofi fisiologis : beberapa organ tubuh dapat mengecil atau menghilang sama sekali selama
masa perkembangan atau pertumbuhan ( Saleh, 1973).
Artrofi patologis : jika alat tubuh tersebut organ tubuh tersebut tidak menghilang ketika sudah
mencapai usia tertentu ( Saleh, 1973).
Contoh : Salah satu contoh penyebab atrofi adalah kurangnya nutrisi dalam tubuh.
Mekanisme : kekurangan nutrisi yang sebagian besar (nutrisi tersebut) berasal dari protein
saat proses sintesis protein pada ribosom. Saat terjadi kekurangan nutrisi maka akan
mengakibatkan terganggunya proses sintesis protein yang terjadi di ribosom dalam sel tubuh.
Terganggunya proses sintesis protein mengakibatkan ribosom tidak berfungsi pula, saat
dirobosom tidak berfungsi maka lama-kelamaan ribosom akan semakin sedikit dan jumlah
volume sel semakin sedikit atau bahkan hilang.
Ketika seseorang mengalami kekurangan nutrisi dalam tubuhnya maka berisiko mengalami
komplikasi dari penyakit seperti campak, pneumonia, dan diare lebih tinggi. Lalu dapat
terjadi depresi, berisiko hipotermia, imunitas menurun sehingga meningkatkan risiko terjadi
infeksi, penyembuhan penyakit dan luka lebih lama serta masalah terhadap kesuburan. Untuk
mengetahui seseorang kekurangan gizi dapat diperiksa dengan menghitung indeks massa
tubuh, yaitu dengan menghitung berat badan (dalam kilogram) dibagi tinggi badan kuadrat
(dalam meter persegi). Nilai normal pada wanita adalah 19-24, dan pria adalah 20-25. Di
bawah nilai tersebut dikatakan kekurangan gizi dan diatas nilai tersebut dikatakan kelebihan
gizi.
f) Atrofi pada Testis
Testis mengalami atrofi karena berbagai hal. Kebanyakan, atrofi testis diawali dengan orkitis

yaitu peradangan pada testis yang disebabkan oleh infeksi. Biasanya, infeksi tersebut ditandai
dengan gejala pembengkakan testis. Pada orkitis dapat terjadi kerusakan pembuluh darah
pada korda spermatic (saluran yang berisi pembuluh darah, persarafan, kelenjar getah bening,
dan saluran sperma) yang dapat menyebabkan atrofi testis. Akibatnya, testis tersebut
mengalami kegagalan fungsi untuk memproduksi sperma. Sehingga akan terjadi gangguan
dalam menghasilkan keturunan.
- Atrofi pada Otak, Penderita Alzheimer
Alzheimer termasuk salah satu kepikunan berbahaya yang dapat menurunkan daya pikir dan
kecerdasan seseorang. Fenomena alzheimer ditandai dengan adanya kemunduran fungsi
intelektual dan emosional secara progresif dan perlahan sehingga mengganggu kegiatan
sosial sehari-hari (Quartilosia, 2010). Secara anatomi, serebrum mengalami atrofi, yaitu girus
serebrum menjadi lebih kecil/menciut sedangkan sulkusnya melebar.
Penderita Alzheimer biasanya akan sulit mengingat nama atau lupa meletakkan suatu barang.
Orang-orang di sekitar penderita, biasanya akan mengalami kekhawatiran terhadap penderita
alzheimer. Ini merupakan akibat atrofi otak yang sangat mematikan, karena sel-sel saraf pada
otaknya mati.
Atrofi pada Otot Bisep
Telihat dengan jelas bahwa lengan atasnya mengalami pengecilan. Pada umumnya, kondisi
ini disebabkan oleh inaktivitas/disuse otot lengan tersebut. Lengan tersebut jarang digunakan
untuk mengankat beban, atau jarang digunakan untuk bekerja sehingga mengalami
penyusutan. Atrofi ini disebut atrofi inaktivitas patologik.
Seseorang yang mengalami atrofi otot akan mengalami penurunan kekuatan bahkan yang
lebih fatal yaitu dapat mengakibatkan kelumpuhan. Namun, ada cara-cara mengatasinya
diantaranya yaitu, dilakukannya program olah raga rutin dengan pengontrolan terapis,
perawat, atau dokter; latihan dalam air untuk mengurangi beban kerja otot; dan mengonsumsi
makanan bergizi seimbang (obat-penyakit.com, 2010).
Penyebab terjadinya atrofi
Sebelumnya harus diketahui terlebih dahulu jenis-jenis atrofi agar pembahasannya lebih
spesifik. Secara umum, terdapat dua jenis atrofi, yaitu atrofi fisiologis dan atrofi patologis.
Atrofi fisiologis merupakan atrofi yang bersifat normal atau alami. Beberapa organ tubuh
dapat mengecil atau menghilang sama sekali selama masa perkembangan atau pertumbuhan.
Contohnya yaitu proses penuaan yaitu penurunan fungsi/produktivitas ovarium dan uterus,
kulit menjadi tipis dan keriput, tulang-tulang menipis dan ringan akaibat resorpsi.
Penyebabnya macam-macam, misal berkurangnya/hilangnya stimulus endokrin, involusi
akibat menghilangnya rangsan-rangsang tumbuh, berkurangnya rangsangan saraf,
berkurangnya perbekalan darah, dan akibat sklerosis arteri.
Kalau atrofi patologis merupakan atrofi yang terjadi di luar proses normal/alami.
Lalu seperti yang disebutkan Saudari Hutami, ada beberapa jenis atrofi yang nantinya bisa
kita identifikasi menurut jenisnya.
1.2.2 Hiperplasia dan Hipertrofi
(g) Perbedaan
Hiperplasi : jumlah sel bertambah sehingga organ membesar.
Contoh : Fisiologis : Membesarnya payudara pada wanita saat memasuki masa pubertas,
Patologis : Hipertensi.

Hipertrofi : bertambahnya isi/volume suatu jaringan sehingga organ membesar.


Contoh : Fisiologis : Membesarnya uterus Ibu hamil, Patologis : Membesarnya kelenjar
prostat.
h. Pada kondisi apakah yang menyebabkan kelainan diatas?
kondisi diatas merupakan hipertropi patologis jantung. pada gambar tersebut terjadi
peningkatan ukuran sel atau pebengkakan jantung yang ditandai dengan ventrikel kiri , hal ini
disebabkan beban kerja jantung meningkat.
Kardiomiopati hipertrofik bisa terjadi sebagai suatu kelainan bawaan. Penyakit ini dapat
terjadi pada orang dewasa dengan akromegali (kelebihan hormon pertumbuhan di dalam
darah) atau penderita hemokromositoma (suatu tumor yang menghasilkan adrenalin).
i. Pahami bahwa hipertrofi yang terjadi pada otot skelet binaragawan dan hipertrofi yang
terjadi pada sel organ vital seperti jantung memberi dampak yang sangat berbeda bagi klien.
Menurut anda apakah dampak hipertrofi ventrikel bagi klien penderita?
Dampak hipertrofi ventrikel bagi klien penderita yaitu jantung menebal dan lebih kaku dari
normal dan lebih tahan terisi oleh darah dari paru-paru. Sebagai akibatnya terjadi tekanan
balik ke dalam vena-vena paru, yang dapat menyebabkan terkumpulnya cairan di dalam paruparu, sehingga penderita mengalami sesak nafas yang sifatnya menahun. Penebalan dinding
ventrikel juga bisa menyebabkan terhalangnya aliran darah, sehingga mencegah pengisian
jantung yang sempurna.
Gambar 1
Gambar 2
j. Menurut anda apakah hiperplasia merupakan proses fisiologis atau patologis?
Menurut saya gambar 1 merupakan proses hiperplasia fisiologis dan salah satu contohnya
adalah terjadinya pembesaran endometrium seperti pada gambar di atas. Pembesaran
endometrium merupakan hiperplasia fisiologis karena respons pembesaran endometrium
memang dibutuhkan ketika siklus menstruasi normal.
Sedangkan gambar 2 merupakan hiperplasia patologis dan contohnya adalah terjadinya
perbesaran kelenjar prostat seperti pada gamabr di atas. Proses pembesaran kelenjar prostat
merupakan hiperplasia patologis yang disebabkan oleh proses hiperplasi yang tidak terkontrol
dan bersifat parasit.
1.3. Jejas Sel
Terdapat beberapa penyebab cedera (jejas) sel. Lima (5) dari beberapa penyebab umum jejas
sel antara lain:
k) kekurangan oksigen
l) kekurangan nutrisi
m) infeksi sel
n) respon imun yang abnormal
o) Faktor fisik (suhu, temperature, radiasi, trauma, dan gejala kelistrikan) dan kimia
(bahan-bahan kimia beracun).
Berdasarkan tingkat kerusakannya, jejas sel dikelompokkan menjadi 2 kategori utama yaitu
p) jejas reversible (degenerasi sel) dan q) jejas irreversible (kematian sel).

apakah penyebab cedera (jejas) sel yang paling sering terjadi ?


Hipokisa atau defisiensi oksigen,mengganggu respirasi oksidatif aerobic merupakan
penyebab jejas sel yang paling sering dan terpenting, serta menyebabkan kematian.
selain hipoksia terdapat pula penyebeb yang lain yaitu: Iskemiamerupakan penyebab
tersering dari hipoksia. Selain itu, disebabkan oleh oksigenasi darah yang tidak adekuat
(seperti pada pneumonia), berkurangnya kemampuan pengangkutan oksigen darah (seperti
pada anemia atau keracunan CO Sehingga menghalau pengikatan oksigen)
tanda-tanda kerusakan jejas
mekanisme jejas sel : respon seluler terhadap stimulus yang berbahaya bergantung pada tipe
cedera, durasi, dan keparahannya. jadi toksin berdosis rendah atau iskemia berdurasi singkat
dapat menimbulkan jejas sel yang reversible. begitu pula sebaliknya..
jadi jejas tersebut bisa terlihat atau tidak itu tergantung pada durasi iskemia dan kadar toksin
yang terkandung didalam jejas tersebut.
Respon imun yang abnormal
respon imun yang abnormal merupakan respon dari kekebalan tubuh terhadap suatu keadaan
yang dapat menimbulkan jejas sel. sebagai contoh dalam Skleroderma terjadi pada fase
vaskuler. pada fase tersebut dari respon imun yang abnormal mengakibatkan akumulasi lokal
faktor-faktor pertumbuhan yang menggerakkan proliferasi fibroblas dan menstimulasi
sisntesis kolagen.
Kekurangan imun dapat menyebabkan jejas
kekurangan nutrisi yang dimaksud adalah kekuarangan suatu zat yang sanagt diperlukan
untuk sel tersebut.
misalnya terjadi defisiensi protein. defisiensi protein ini akan menyebabkan terganggunya
pertumbuhan dan pemeliharaan pada jaringan, sehingga akan timbul jejas yang akan
merugikan bagi tubuh.
1.3.1. Degenerasi Hidropik: Mola Hidatidosa
Mola hidatidosa (hydatiform mole) sering disebut sebagai kehamilan buah anggur. Sediaan
diambil dari hasil curretage ibu hamiltrimester II yang mengalammi abortus.
r) Mekanisme yang mendasari terbentuknya Mola adalah:
Degenerasi, adalah suatu keadaan terjadinya perubahan biokimia intraseluler yang
mengakibatkan perubahan morfologik akibat jejas nonfatal pada sel. Pada telaah
biomolekular, terjadi proses penimbunan (storage) atau akumulasi cairan dalam organel sel
yang menyebabkan perubahan morfologik sel. Selain itu, terjadi kerusakan yang
menimbulkan fragmentasi. Fragmen ini dapat meningkatkan tekanan osmotik cairan intrasel
karena mengandung lemak dan protein. Inilah awal terjadinya degenerasi albumin. Apabila
proses berlanjut disertai peningkatan intensitas jejas sel sampai timbulnya pembengkakan
vesikel, tampak lah vakuola intrasel yang dinamakan degenerasi vakuoler/hidropik.
Degenerasi hidropik yang terjadi pada vili korialis dinamakan mola hidatidosa, karena
seluruh stroma vili yang avaskuler larut menjadi cairan mengisi bentuk vili yang
menggembung mirip buah anggur atau kista hidatid (kehamilan buah anggur = hydatidiform
mole). Mekanisme yang mendasari terjadinya degenerasi ini yaitu kekurangan oksigen
(hipoksia), adanya toksik, dan karena pengaruh osmotik.

Menurut Anda, apakah janin ibu hamil tersebut dapat hidup?


s) Tidak, karena pada dasarnya yang mengalami perkemabngan dalam rahim tersebut
bukanlah janin, melainkan gelembung-gelembung pembesaran kapiler. Pada kehamilan
anggur (kehamilan abnormal berupa tumor jinak yang terbentuk akibat kegagalan
pembentukan janin) ini biasanya tidak ditemukan atau tidak dapat diidentifikasi adanya janin
atau embryo serta tidak terdengar denyut jantung bayi. Berdasarkan referensi yang saya ambi
dari http://fk-unsyiah.forumotion.com/t252-mola-hidatidosamola , terdapat dua jenis mola,
yaitu hidatidosa klasik / komplet (tidak terdapat janin atau bagian tubuh janin) dan mola
hidatidosa parsial / inkomplet (terdapat janin atau bagian tubuh janin). Perkembangan janin
pada kondisi ini terhambat akibat kelainan kromosom dan umumnya mati pada trimester
pertama. Selain itu, mola hidatidosa ini bersifat irreversibel dimana seluruh stroma vili yang
avaskuler telah larut menjadi cairan yang mengisi bentuk vili yang menggembung.
Pada mola hidatidosa janin gagal dibentuk, di sisi lain justru gelembung-gelembung mirip
anggur terus berkembang. pada akhirnya janin tidak mampu bertahan hidup.
Beberapa faktor yang sering dikaitkan sebagai penyebab hamil anggur ini yaitu mutasi
genetik (buruknya kualitas sperma atau ovum), kehamilan di mana janin akan mati dan tak
berkembang, kekurangan vitamin A, darah tinggi, serta faktor gizi yang kurang baik.
Diperkirakan bahwa faktor-faktor seperti gangguan pada telur, kekurangan gizi pada ibu
hamil, dan kelainan rahim berhubungan dengan peningkatan angka kejadian mola. Wanita
dengan usia dibawah 20 tahun atau diatas 40 tahun juga berada dalam risiko tinggi.
Mengkonsumsi makanan rendah protein, asam folat, dan karoten juga meningkatkan risiko
terjadinya mola.
I.3.2 Kematian Sel: Nekrosis
Terdapat 2 jenis kematian sel yaitu apotosis dan nekrosis. Ingatlah perbedaan utama
antaraapoptosis dan nekrosis!
Yaitu : apoptosis : kematian sel periodik yang telah dipersiapkan penggantinya, atau
terprogram
Nekrosis : merupakan kematian sel jaringan akibat jejas saat individu masih hidup, juga
merupakan kematian sel sebagai akibat dari adanya kerusakan sel akut atau trauma
t). Nekrosis merupakan jejas sel irreversible akibat proses enzimatik dari kematian elemenelemen sel, denaturasi protein, dan autolisis.
Apakah perbedaan nekrosis koagulativa dan liquefactive?
u) Nekrosis koagulatif : terjadi koagulasi (penggumpalan) unsur protein intrasel yang
umumnya terjadi pada daerah infark dengan disertai ekstravasi eritrosit.
Nekrosis liquefactive : terjadi pada otak yang disebabkan enzim proteolitik sel lekosit
sehingga nekrosis neuron yang kaya litik ini mudah mencairkan substansi sekitarnya.
Contoh nekrosis koagulativa dan nekrosis liquefactive
Nekrosis koagulativa terjadi pada organ jantung tetapi bentuk dan warnanya berubah
sedangkan nekrosis liquefactive mengakibatkan sel pada organ jantung menjadi meimilki
cairan, sel gosong dan kemudian menghilang.

REFERENSI
Ed. 2. (Terj. Brahm U.P.).Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC.Pringgoutomo, S., dkk.
(2006). Buku Ajar Patologi 1 (Umum). Jakarta: Sagung Seto
Complete Hydatidiform Mole.http://www.flickr.com/photos/lunarcaustic/2450418886/. (2
Maret 2012).
Complete Hydatidiform Mole.http://www.flickr.com/photos/lunarcaustic/2448406013/. (2
Maret 2012).
Complete Hydatidiform Mole.
http://www.flickr.com/photos/lunarcaustic/2448406497/in/photostream/. (2 Maret 2012).
Pringgoutomo, S., dkk. (2006). Buku Ajar Patologi 1 (Umum). Jakarta: Sagung Seto.
Price, S. A., & Wilson, L. M. (2003). Pathophysiology: Clinical Concepts of Disease
Proccesses. 6th Ed. (Terj. dr. Brahm U. Pendit, dkk). Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran
EGC.
http://www.sukmamerati.com/hamil-anggur-atau-mola-hidatidosa-ditandai-denganpembesaran-uterus-yang-abnormal
Robbins & Cotran. (2009). Buku Saku Dasar Patologis Penyakit. Jakarta : EGC
Corwin, Elizabeth J. (2007). Patofisiologi. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC.
Pringgoutomo, S., dkk. (2006). Buku Ajar Patologi 1 (Umum). Jakarta: Sagung Seto.
Pujasari, Hening. Cellular Adaptation, Injury, and Death. Applicaton pdf.
http://scele.ui.ac.id/file.php/1457/PujasariAdaptationInjuryDeathofCells Week2.pdf. (1 Maret
2012)
Hadi, Sujono, 1999, Gastroentrologi, Jakarta: Penerbit Alumni
Price, Syvia A dan Wilson, Lorraine, 1994, Patofisiologi, edisi 4, Jakarta: Penerbit EGC
Underwood, J. C. E., 1996, Patologi Umum dan Sitemik, edisi 2, Jakart: Penerbit EGC
Hadi, Sujono, 1999, Gastroentrologi, Jakarta: Penerbit Alumni
Price, Syvia A dan Wilson, Lorraine, 1994, Patofisiologi, edisi 4, Jakarta: Penerbit EGC
Underwood, J. C. E., 1996, Patologi Umum dan Sitemik, edisi 2, Jakart: Penerbit EGC
Pringgo, S.,dkk. 2002. Buku Ajar Patologi I (Umum). Jakarta : Sagung Seto
http://library.med.utah.edu/WebPath/CINJHTML/CINJ002.html. Jumat, 02 Maret 2012 10:19
WIB
http://library.med.utah.edu/WebPath/CINJHTML/CINJ003.html. Jumat, 02 Maret 2012 10:27
WIB
http://www.spesialis.info/?penyebab-hipertrofi-kardiomiopati,719
Pringgoutomo, S., Himawan, S., & Tjarta, A. (2002). Buku Ajar Patologi I (Umum). Jakarta:
Sagung Seto

Anda mungkin juga menyukai