Anda di halaman 1dari 147

Konsep IMO muncul setelah bencana kapal Titanic.

Berdasarkan standar modern,


rancangan Titanic membuatnya sangat rapuh. Sekat-sekat kedap airnya tidak
dipasang hingga atas lambung kapal karena para insinyur perancangnya
menghitung bahwa air laut tidak akan mampu masuk ke atas kapal apabila kapal
bermuatan wajar. Ketika Titanic menabrak gunung es, perhitungan ini terbukti
sangat salah. Dan ketika para penumpang mulai meninggalkan kapal, terlihat jelas
bahwa sekoci-sekoci penyelamat tidak cukup tersedia. Alhasil, banyak nyawa dan
materi hilang dalam tragedi ini.

Pada saat itu, setiap negara memiliki peratuuran sendiri mengenai standar
rancangan kapal, konstruksi dan peralatan keselamatannya. Inter-Governmental
Maritime Consultative Organization (IMCO) dibentuk sebagai jawaban atas tragedi
Titanic, tapi tertunda perwujudannya ketika Perang Dunia I meletus. Ketika perang
berakhir, IMCO dihidupkan kembali dan menghasilkan sekumpulan peraturan
mengenai pembangunan kapal dan keselamatannya yang disebut Safety Of Life At
Sea (SOLAS) atau Keselamatan Jiwa di Laut. Setiap tahun, SOLAS terus dimodifikasi
dan dimodernisasi untuk beradaptasi dengan perubahan teknologi dan peristiwaperistiwa baru di laut.

IMCO pada akhirnya berubah menjadi IMO. IMO secara berkala membuat peraturan
(seperti International Regulations for Preventing Collisions at Sea atau Peraturan
Internasional untuk Menghindari Tabrakan di Laut) yang didukung oleh badan-badan
klasifikasi dan surveyor maritim untuk memastikan ketaatan setiap kapal terhadap
peraturan yang berlaku. Port State Control authority (atau Otorita Pengawas
Pelabuhan Negara) didirikan untuk memberikan kekuasaan kepada penjaga pantai
(Amerika Serikat: US Coast Guard, Indonesia: KPLP [Kesatuan Penjaga Laut dan
Pantai]) untuk menginspeksi kapal-kapal berbendera asing yang masuk ke
pelabuhan-pelabuhan negara tersebut. Sebuah Memorandum of Understanding
(Protokol) telah ditanda-tangani oleh beberapa negara untuk menyatukan prosedur
Port State Control di antara negara-negara tersebut.

Tahukah Anda Sejarah K3 Muncul?


Selama ini Anda selalu mendengan promosi tentang K3 dan bahkan masih ada
orang yang tidak mengetahui apa itu K3 tetapi hanya ikut mengucapkan K3, K3
danK3 bahkan meneriakkan Utamakan K3 :-) .
Supaya lebih mengerti dan mengetahui tentang K3, kali ini saya posting mengenai
sejarah Keseleamatan, Kesehatan Kerja (K3). Saya yakin kebanyakan dari Anda
belum tahu mengapa K3 yang sekarang ini ada dan bagaimana asal mula K3
terbentuk dan sejak kapankah K3 ini diterapkan.
Sejarah perkembangan K3 mulai dari zaman pra-sejarah sampai dengan zaman
modern sekarang secara ringkas adalah sebagai berikut :
a. Zaman Pra-Sejarah
Pada zaman batu dan goa (Paleolithic dan Neolithic) dimana manusia yang hidup
pada zaman ini telah mulai membuat kapak dan tombak yang mudah untuk
digunakan serta tidak membahayakan bagi mereka saat digunakan. Disain tombak
dan kapak yang
mereka buat umumnya mempunyai bentuk yang lebh besar proporsinya pada mata
kapak atau ujung tombak. Hal ini adalah untuk menggunakan kapak atau tombak
tersebut tidak memerlukan tenaga yang besar karena dengan sedikit ayunan
momentum yang
dihasilkan cukup besar. Disain yang mengecil pada pegangan dimaksudkan untuk
tidak membahayakan bagi pemakai saat mengayunkan kapak tersebut.
b. Zaman Bangsa Babylonia (Dinasti Summeria) di Irak
Pada era ini masyarakat sudah mencoba membuat sarung kapak agar aman dan
tidak membahayakan bagi orang yang membawanya. Pada masa ini masyarakat
sudah mengenal berbagai macam peralatan yang digunakan untuk membantu
pekerjaan mereka. Dan semakin berkembang setelah ditemukannya tembaga dan

suasa sekitar 3000-2500 BC. Pada tahun 3400 BC masyarakat sudah mengenal
konstruksi dengan menggunakan batubata yang dibuat proses pengeringan oleh
sinar matahari. Pada era ini masyarakat sudah membangunan saluran air dari batu
sebagai fasilitas sanitasi. Pada tahun 2000 BC muncul suatu peraturan
Hammurabi yang menjadi dasar adanya kompensasi asuransi bagi pekerja.
c. Zaman Mesir Kuno
Pada masa ini terutama pada masa berkuasanya Firaun banyak sekali dilakukan
pekerjaan-pekerjaan raksasa yang melibatkan banyak orang sebagai tenaga kerja.
Pada tahun 1500 BC khususnya pada masa Raja Ramses II dilakukan pekerjaan
pembangunan terusan dari Mediterania ke Laut Merah. Disamping itu Raja Ramses
II juga meminta para pekerja untuk membangun temple Rameuseum. Untuk
menjaga agar pekerjaannya lancar Raja Ramses II menyediakan tabib serta pelayan
untuk menjaga kesehatan para pekerjanya.
d. Zaman Yunani Kuno
Pada zaman romawi kuno tokoh yang paling terkenal adalah Hippocrates.
Hippocrates berhasil menemukan adanya penyakit tetanus pada awak kapal yang
ditumpanginya.
e. Zaman Romawi
Para ahli seperti Lecretius, Martial, dan Vritivius mulai memperkenalkan adanya
gangguan kesehatan yang diakibatkan karena adanya paparan bahan-bahan toksik
dari lingkungan kerja seperti timbal dan sulfur. Pada masa pemerintahan Jendral
Aleksander
Yang Agung sudah dilakukan pelayanan kesehatan bagi angkatan perang.
f. Abad Pertengahan
Pada abad pertengahan sudah diberlakukan pembayaran terhadap pekerja yang
mengalami kecelakaan sehingga menyebabkan cacat atau meninggal. Masyarakat
pekerja sudah mengenal akan bahaya vapour di lingkungan kerja sehingga
disyaratkan
bagi pekerja yang bekerja pada lingkungan yang mengandung vapour harus
menggunakan masker.
g. Abad ke-16

Salah satu tokoh yang terkenal pada masa ini adalah Phillipus Aureolus
Theophrastus Bombastus von Hoheinheim atau yang kemudian lebih dikenal

dengan sebutan Paracelsus mulai memperkenalkan penyakit-penyakit akibat kerja


terutama yang dialama oleh pekerja tambang. Pada era ini seorang ahli yang
bernama Agricola dalam bukunya De Re Metallica bahkan sudah mulai melakukan
upaya pengendalian bahaya timbal di pertambangan dengan menerapkan prinsip
ventilasi.
h. Abad ke-18
Pada masa ini ada seorang ahli bernama Bernardino Ramazzini (1664 1714) dari
Universitas Modena di Italia, menulis dalam bukunya yang terkenal : Discourse on
the diseases of workers, (buku klasik ini masih sering dijadikan referensi oleh para
ahli K3
sampai sekarang). Ramazzini melihat bahwa dokter-dokter pada masa itu jarang
yang melihat hubungan antara pekerjaan dan penyakit, sehingga ada kalimat yang
selalu diingat pada saat dia mendiagnosa seseorang yaitu What is Your occupation
?.
ramazzini melihat bahwa ada dua faktor besar yang menyebabkan penyakit akibat
kerja, yaitu bahaya yang ada dalam bahan-bahan yang digunakan ketika bekerja
dan adanya gerakan-gerakan janggal yang dilakukan oleh para pekerja ketika
bekerja (ergonomic
factors).
i. Era Revolusi Industri (Traditional Industrialization)
Pada era ini hal-hal yang turut mempengaruhi perkembangan K3 adalah :

Penggantian tenaga hewan dengan mesin-mesin seperti mesin uap yang baru
ditemukan sebagai sumber energi.
Penggunaan mesin-mesin yang menggantikan tenaga manusia
Pengenalan metode-metode baru dalam pengolahan bahan baku (khususnya
bidang industri kimia dan logam).
Pengorganisasian pekerjaan dalam cakupan yang lebih besar berkembangnya
industri yang ditopang oleh penggunaan mesin-mesin baru.
Perkembangan teknologi ini menyebabkan mulai muncul penyakit-penyakit yang
berhubungan dengan pemajanan karbon dari bahan-bahan sisa pembakaran.

j. Era Industrialisasi (Modern Idustrialization)

Sejak era revolusi industri di ata samapai dengan pertengahan abad 20 maka
penggnaan teknologi semakin berkembang sehingga K3 juga mengikuti
perkembangan ini. Perkembangan pembuatan alat pelindung diri, safety devices.
dan interlock dan alat-alat
pengaman lainnya juga turut berkembang.
k. Era Manajemen dan Manjemen K3

Perkembangan era manajemen modern dimulai sejak tahun 1950-an hingga


sekaran. Perkembangan ini dimulai dengan teori Heinrich (1941) yang meneliti
penyebabpenyebab kecelakaan bahwa umumnya (85%) terjadi karena faktor
manusia (unsafe act)
dan faktor kondisi kerja yang tidak aman (unsafe condition). Pada era ini
berkembang system automasi pada pekerjaan untuk mengatasi masalah sulitnya
melakukan perbaikan terhadap faktor manusia. Namun system otomasi
menimbulkan masalah-masalah manusiawi yang akhirnya berdampak kepada
kelancaran pekerjaan karena adanya blok-blok pekerjaan dan tidak terintegrasinya
masing-masing unit pekerjaan. Sejalan dengan itu Frank Bird dari International Loss
Control Institute (ILCI) pada tahun
1972 mengemukakan teori Loss Causation Model yang menyatakan bahwa factor
manajemen merupakan latar belakang penyebab yang menyebabkan terjadinya
kecelakaan. Berdasarkan perkembangan tersebut serta adanya kasus kecelakaan di
Bhopal tahun
1984, akhirnya pada akhir abad 20 berkembanglah suatu konsep keterpaduan
system manajemen K3 yang berorientasi pada koordinasi dan efisiensi penggunaan
sumber daya. Keterpaduan semua unit-unit kerja seperti safety, health dan masalah
lingkungan
dalam suatu system manajemen juga menuntut adanya kualitas yang terjamin baik
dari aspek input proses dan output. Hal ini ditunjukkan dengan munculnya standarstandar internasional seperti ISO 9000, ISO 14000 dan ISO 18000.
l. Era Mendatang
Perkembangan K3 pada masa yang akan datang tidak hanya difokuskan pada
permasalahan K3 yang ada sebatas di lingkungan industri dan pekerja.
Perkembangan K3 mulai menyentuh aspek-aspek yang sifatnya publik atau untuk
masyarakat luas.
Penerapan aspek-aspek K3 mulai menyentuh segala sektor aktifitas kehidupan dan
lebih bertujuan untuk menjaga harkat dan martabat manusia serta penerapan hak

asazi manusia demi terwujudnya kualitas hidup yang tinggi. Upaya ini tentu saja
lebih bayak
berorientasi kepada aspek perilaku manusia yang merupakan perwujudan aspekaspek K3.

Kata SOLAS adalah singkatan dari "Safety of Life at Sea" lebih lengkapnya adalah
International Convention for Safety of Life at Sea. Kalau di artikan ke dalam bahasa
indonesia kurang lebih kata "SOLAS" ini artinya adalah "Keselamatan Jiwa di Laut ".
Pekerjaan sebagai pelaut memiliki resiko yang cukup tinggi dan yang paling berat
dan tidak bisa diduga adalah karena faktor alam. Seperti misalnya CUACA DI LAUT
yang buruk, angin yang sangat kencang serta gelombang yang tinggi. Walaupun
demikian faktor lain seperti peralatan mesin serta SDM juga tak kalah pentingnya
berkaitan dengan keselamatan Kapal.

SOLAS merupakan ketentuan yang sangat penting bahkan mungkin paling penting
karena berkenaan dengan keselamatan kapal-kapal dagang dan juga yang paling
tua. Pada Versi yang pertama telah disetujui oleh 13 negara dalam tahun 1914,
yaitu setelah terjadinya peristiwa Tenggelamnya Kapal Titanic yang terjadi pada
tahun 1912.

Kalau mengingat perjalanan sejarah dari SOLAS ini sempat mengalami perubahanperubahan. Dalam dunia pelayaran dan perkapalan ada Badan Internasional yang
sangat berperan mengenai SOLAS yaitu IMCO. Kepanjangan dari IMCO (InterGovernmental Maritime Consultative Organization), adalah suatu badan
internasional (organisasi internasional), yang pada tahun 1959 sudah mengambil
alih beberapa konvensi yang telah di tetapkan, termasuk di dalamnya adalah
mengenai Safety of Life at Sea (Keselamatan Jiwa di Laut) tahun 1948 dan
Prevention of the Pollution of the Sea by Oil (Pencegahan Polusi di Laut oleh Minyak)
tahun 1954.

Pada saat dilangsungkannya konperensi IMCO untuk yang pertama kali yaitu pada
tahun 1960, Pada konferensi tersebut telah menghasilkan "International Convention
on the Safety of Life at Sea" tahun 1960, dan mulai diberlakukan pada tahun 1965.

Selanjutnya dengan memperhatikan dan melihat perkembangan-perkembangan


yang sudah terjadi, negara-negara yang sudah melakukan penandatangan
(contracting governments), satu diantaranya adalah negara Indonesia, dan agar
dapat mengembangkan keselamatan waktu dilaut agar bisa lebih baik, maka
ketentuan-ketentuan yang terdapat dalam SOLAS sering dirubah atau ditambah.

Pada waktu konperensi yang diselenggarakan oleh IMCO tersebut (InterGovernmental Consultative Organization), sekarang dikenal dengan IMO
(International Maritime Organization), telah dihasilkan dengan apa yang disebut
sebagai Protokol (merupakan dokumen mengenai hal-hal yang sudah disetujui
secara resmi).

Kemudian atas undangan dari IMCO, di kota London negara Inggris, mulai dari
tanggal 21 Oktober tahun 1974 sampai tanggal 1 November tahun 1974 telah
diselenggarakan Konperensi yang dihadiri oleh 65 utusan negara penan-datangan,
itu belum termasuk peninjau yang berasal dari negara-negara yang bukan
penandatangan dan peninjau dari organisasi-organisasi dari non-pemerintah.

Dan hasil dari konperensi IMCO tersebut adalah SOLAS 1974 atau International
Convention for the Safety of Life at Sea of 1974. Walaupun sering terjadi perubahan
dan juga adanya penambahan peraturan-peraturan (regulations) hendaknya kita
tidak perlu khawatir, karena inti/dasar dari isi (pokok) dari SOLAS adalah sama,
artinya SOLAS tahun 1960, SOLAS untuk tahun 1974 dan SOLAS di tahun 1997 isi
pokoknya sama, hanya terdapat beberapa perubahan atau penambahan saja.

Kemudian pada tahun 1948, the United Nations Maritime Conference telah
menyetujui untuk membentuk sebuah badan internasional. Hal ini dimaksudkan
hanya semata-mata untuk hal-hal (persoalan) kelautan dan untuk mengkoordinasi
tindakan-tindakan yang diambil oleh negara-negara.

Badan internasional itu adalah IMCO (Inter-Governmental Maritime Consultative


Organization), bertempat di kota London. IMCO lahir pada tahun 1958 dan mulai
aktif tahun 1959. Beberapa ketentuan-ketentuan mulai diambil alih, diantaranya
ialah Safety of Life at Sea of 1948 dan Prevention of the Pollution of the Sea by Oil
of 1954.

Pada tahun 1982 IMCO berubah menjadi IMO (International Maritime Organization).

Tujuan utama dari IMO diantaranya adalah untuk menentukan standar yang dapat
diterima, serta membangun ketentuan internasional yang sangat berhubungan dan
berkaitan dengan perkapalan, memonitor implementasinya oleh pemerintahpemerintah, membuatnya selalu terkini (up to date) sejalan dengan kemajuan
teknologi.

Saat dilangsungkannya konperensi yang pertama kali pada tahun 1960, di kota
London negara Inggris, yang menghasilkan International Convention on the Safety
of Life at Sea 1960 dan mulai diberlakukan pada tahun 1965. Sesuatu yang penting
lainnya pada waktu itu adalah International Convention for the Prevention of
Pollution from Ships yang dihasilkan tahun 1973, yang kemudian digabungkan
(corporated) dalam Convention of 1978, yang akhirnya terkenal sebagai MARPOL
73/78.

Peraturan Safety Of Life At Sea ( SOLAS )

Peraturan Safety Of Life At Sea (SOLAS) adalah peraturan yang mengatur keselamatan
maritim paling utama. Demikian untuk meningkatkan jaminan keselamatan hidup dilaut
dimulai sejak tahun 1914, karena saat itu mulai dirasakan bertambah banyak kecelakaan
kapal yang menelan banyak korban jiwa dimana-mana. Pada tahap permulaan mulai
dengan memfokuskan pada peraturan kelengkapan navigasi, kekedapan dinding penyekat
kapal serta peralatan berkomunikasi, kemudian berkembang pada konstruksi dan peralatan
lainnya.
Modernisasi peraturan SOLAS sejak tahun 1960, mengganti Konvensi 1918 dengan
SOLAS 1960 dimana sejak saat itu peraturan mengenai desain untuk meningkatkan faktor
keselamatan
kapal
mulai
dimasukan
seperti
:
desain
konstruksi
kapal
permesinan
dan
instalasi
listrik
pencegah
kebakaran
alat-alat
keselamatan
- alat komunikasi dan keselamatan navigasi
Usaha penyempurnaan peraturan tersebut dengan cara mengeluarkan peraturan tambahan
(amandement) hasil konvensi IMO, dilakukan berturut-turut tahun 1966, 1967, 1971 dan
1973. Namun demikian usaha untuk memberlakukan peraturan-peraturan tersebut secara
Internasional kurang berjalan sesuai yang diharapkan, karena hambatan procedural yaitu
diperlukannya persetujuan 2/3 dari jumlah Negara anggota untuk meratifikasi peratruran
dimaksud, sulit dicapai dalam waktu yang diharapkan.
Karena itu pada tahun 1974 dibuat konvensi baru SOLAS 1974 dengan prosedur baru,
bahwa setiap amandement diberlakukan sesuai target waktu yang sudah ditentukan,
kecuali ada penolakan 1/3 dari jumlah Negara anggota atau 50 % dari pemilik tonnage yang
ada di dunia. Kecelakaan tanker terjadi secara beruntun pada tahun 1976 dan 1977, karena
itu atas prakarsa Presiden Amerika Serikat JIMMY CARTER, telah diadakan konfrensi

khusus yang menganjurkan aturan tambahan terhadap SOLAS 1974 supaya perlindungan
terhadap Keselamatan Maritim kebih efektif.
Pada tahun 1978 dikeluarkan komvensi baru khusus untuk tanker yang dikenal dengan
nama Tanker Safety and Pollution Prevention (TSPP 1978) yang merupakan
penyempurnaan dari SOLAS 1974 yang menekankan pada perencanaan atau desain dan
penambahan peralatan untuk tujuan keselamatan operasi dan pencegahan pencemaran
perairan.
Kemudian diikuti dengan tambahan peraturan pada tahun 1981 dan 1983 yang
diberlakukan bulan September 1984 dan Juli 1986. Peraturan baru Global Matime
Distress and Safety System (GMDSS) pada tahun 1990 merupakan perubahan mendasar
yang dilakukan IMO pada sistim komunikasi maritim, dengan menfaatkan kemajuan
teknologi di bidang komunikasi sewperti satelit dan akan diberlakukan secara bertahap dari
tahun 1995 s/ 1999.
Konsep dasar adalah, Badan SAR di darat dan kapal-kapal yang mendapatkan berita
kecelakaan kapal (vessel in distress) akan segera disiagakan agar dapat membantu
melakukan koordinasi pelaksanaan operasi SAR.
Sumber : Buku Sekolah Elektronik SMK Nautika Kapal Penangkap Ikan Jilid 3
Diposkan oleh Dirhamsyah, SE di 22.09
Senin, 09 Januari 2012 Hukum Maritim 0 komentar

International Maritime Organization ( IMO )

Dalam rangka meningkatkan keselamatan kerja dan keselamatan pelayaran, PBB dalam
koperensinya pada tahun 1948 telah menyetujui untuk membentuk suatu badan
Internasional yang khusus menangani masalah-masalah kemaritiman. Badan tersebut

dibentuk pertama kali dengan nama Inter Govermental Maritime Consuktative


Organization ( IMCO ). Sepuluh tahun kemudian, yakni pada tahun 1958 organisasi
tersebut baru diakui secara Internasional. Kemudian berubah nama menjadi International
Maritime Organization ( IMO ) sejak tanggal, 22 Mei 1982.
Empat tahun sebelim INO diberlakukan secara Internasional yakni pada tahun 1954 Marine
Pollution Convention sudah mulai diberlakukan tetapi baru pada tahun 1959 secara resmi di
administrasikan dan di sebar luaskan oleh IMO.
International Maritime Organization ( IMO ) berkedudukan di London, dengan alamat 4
Albert Embankment yang merupakan satu-satunya Badan Spesialisasi PBB yang
bermarkas di Inggris. Sedang Paripurna IMO disebut Assembly melakukan pertemuan
tahunan satu kali dalam selang waktu dua tahun dan biasanya diadakan pada bulan
September atau Oktober. Pertemuan tahunan yang diadakan yang disebut Council,
anggotanya terdiri dari 32 negara yang dipilih oleh sidang Assembly dan bertindak sebagai
Badan Pelaksana harian kegiatan IMO. IMO adalah Badan Organisasi yang menangani
masalah teknis dan sebagian besar kegiatannya dilaksanakan oleh beberapa Komite.
The Marine Safety Committee ( MSC )
Merupakan komite yang paling senior dan khusus menangani pekerjaan yang berhubungan
dengan masalah keselamatan dan teknik. Memiliki beberapa Sub committee sesuai tugas
masing-masing.
Marine Environment Protection Committee ( MEPC )
Dibentuk oleh IMO Assembly pada tahun 1973 dengan tugas mengkoordinir kegiatan
pencegahan dan pengontrolan pencemaran laut yang asalnya dari kapal. Sub Committee
dari Bulk Chemicals merupakan juga sub committee dari MEPC kalau menyangkut masalah
pencemaran.
The Technical C0-Operation Committee
Tugasnya mengkoordinir bantuan teknik dari IMO di bidang maritime terutama untuk negara
berkembang. Komite teknik ini merupakan komite pertama dalam organisasi PBB yang
diakui sebagai bagian dari konvensi.
Badan ini dibentuk tahun 1975 dan merupakan agen pertama PBB yang membentuk
technical cooperation dalam bentuk struktur organisasi. Tujuannya adalah menyediakan
program bantuan untuk setiap Negara terutama negara berkembang untuk meratifikasi dan
kemudian melaksanakan peraturan yang dikeluarkan oleh IMO.
IMO menyediakan tenaga bantuan konsultan di lapangan dan petunjuk dari Headquarters
kepada pemerintah yang memintanya untuk melakukan training keselamatan kerja maritim
dan pencegahan pencemaran terhadap ABK bagian deck, mesin dan personil darat. Melalui
Komite ini IMO melakukan seminar dan workshop dibeberapa negara setiap tahun dan
sudah mengerjakan banyak proyek bantuan teknik di seluruh dunia. Proyek ambisius yang
dilakukan Komite ini adalah mendirikan The World Maritime University di Malmo Swedia
pada tahun 1983, dengan tujuan untuk mendidik dan menyediakan tenaga trampil dalam
bidang keselamatan dan lingkungan maritim, dari Negara berkembang yang sudah
mempunyai latar belakang pendidikan yang mencukupi di negara masing-masing.

Sekretariat IMO
Sekretariat IMO dipimpin oleh Secretary General yang dibantu oleh 300 tenaga dari
berbagai negara termasuk para penterjemah ke dalam 6 bahasa yang diakui dapat
digunakan berkomunikasi dalam sidang komite, yakni bahasa inggris, Perancis, Rusia,
Spanyol, Arab, China dan 3 bahasa teknis
Tugas dan Pekerjaan IMO
Tugas Utama IMO adalah membuat peraturan-peraturan keselamatan kerja dilaut termasuk
keselamatan pelayaran dan pencegahan serta penanggulangan pencemaran lingkungan
perairan.
Seperti halnya SOLAS 74/78 diberlakukan oleh pemerintah Indonesia dengan Keputusan
Presiden No. 65 tahun 1980 dan MARPOL 73/78 dengan Keputusan Presiden No. 46 tahun
1986. Kedua Keputusan Presiden tersebut sudah tercakup dalam UU No. 21 tahun 1992
tentang Pelayaran.
Konvensi-konvensi IMO paling penting yang sudah dikeluarkan adalah sebagai berikut :
- Safety Of Life At Sea ( SOLAS ) Convention 1974/1978
- Marine Pollution Prevention ( MARPOL ) Convention 1973/1978
- Standard of Training Certification and Watchkeeping for Seafarers
(SCTW) Convention 1978 termasuk beberapa amandements dari setiap konvensi.
Dalam ketiga konvensi tersebut digariskan peraturan keselamatan kerja di laut,
pencegahan pencemaran perairan dan persyaratan pengetahuan dan ketrampilan minimum
yang harus dipenuhi oleh awak kapal.
SOLAS Convention, menangani aspek keselamatan kapal termasuk konstruksi, navigasi
dan komunikasi.
MARPOL Convention, menangani aspek lingkungan perairan khusus untuk pencegahan
pencemaran yang asalnya dari kapal, alat apung lainnya dan usaha penanggulangannya.
STCW Convention, berisi persyaratan minimum pendidikan atau training yang harus
dipenuhi oleh ABK (Anak Buah Kapal) untuk bekerja di atas kapal sebagai pelaut.
Sumber : Buku Sekolah Elektronik SMK Nautika Kapal Penangkap Ikan Jilid 3
Diposkan oleh Dirhamsyah, SE di 22.19
Senin, 09 Januari 2012 Hukum Maritim 0 komentar

Dampak dan Antisipasi Indonesia Terhadap Perobahan STCW 1978

Pendahuluan:
Indonesia secara resmi menjadi anggota IMO sejak tanggal 18 Januari 1961, dan selama ini
senantiasa aktif dalam mengikuti semua kegiatan IMO. Sebagai anggota IMO yang sudah lama,
pengukuhan kedudukan Indonesia di IMO adalah menjadi anggota Dewan IMO (Member of
IMO Council) karena dalam forum sidang Dewan inilah kepentingan nasional dapat banyak
terakomodir dan ikut menentukan kebijakan-kebijakan organisasi.
Indonesia pertama kali mencalonkan dan terpilih menjadi anggota Dewan IMO pada tahun 1973,
untuk periode keanggotaan 1974 1975. Dua periode keanggotaan berikutnya, yaitu 1976-1977
dan 1978-1979 Indonesia masih terpilih sebagai anggota Dewan IMO. Indonesia mengalami
kegagalan mencalonkan diri pada 2 periode berikutnya yaitu periode keanggotaan 1980-1981
dan 1982-1983. Pada sidang Assembly ke 13 yaitu pada tahun 1983, Indonesia terpilih kembali
menjadi anggota Dewan IMO, dan selalu terpilih sampai saat ini (15 periode berturut-turut).
Pada pemilihan angota Dewan pada sidang Assembly ke 25 tahun 2007, ranking Indonesia naik
secara significant dibandingkan dengan tahun-than sebelumnya. Pada tahun 2005, Indonesia
hanya menempati ranking ke 8 dari 20 anggota Dewan kategori c, namun pada tahun 2007
menduduki ranking 4 (mendapat 113 suara), dan hanya terpaut 1 suara dibanding dengan ranking
ke 2 dan 3 (Bahama dan Cyprus memperoleh 114 suara). Pada sidang Assembly ke 26 tahun
2009 dukungan terhadap Indonesia lebih meningkat yaitu menjadi 132 dan menduduki peringkat
ke 3 setelah Singapura dan Cyprus. Hal ini menunjukkan kepercayaan negara lain terhadap
Indonesia makin meningkat. Dengan meningkatnya jumlah negara yang mendukung Indonesia
ini, maka tugas Indonesia di kancah internasional semakin berat karena harus menunjukkan
kemampuan dan dedikasinya terhadap organisasi secara consistent. Upaya-upaya diplomasi dan
peningkatan kinerja dibidang teknis untuk ikut serta meningkatkan keselamatan dan keamanan
maritim serta perlindungan lingkungan laut adalah merupakan tugas dan tangung jawab yang
tidak ringan bagi Indonesia. Untuk itu diperlukan kerja-sama semua pihak yang terkait, antar
kementerian, baik dalam pengaturan maupun pelaksanaan teknis.
Tidak kalah pentingnya peran para stake-holder seperti operator kapal, badan-badan usaha di
sub-sektor transportasi laut serta masyarakat luas pengguna jasa transportasi laut.
Sebagai negara kepulauan terbesar di dunia yang eksistensinya telah diakui berdasarkan
ketentuan Konvensi Hukum Laut 1982 (United Nations Convention on the Law of the Sea,
1982), pengakuan eksistensi sebagai negara maritim terbesar dalam berbagai forum internasional
masih tetap diperlukan, termasuk dalam forum Sidang Council dan Sidang Assembly di IMO.
Hingga saat ini Indonesia telah meratifikasi 15 (lima belas) Konvensi IMO, yang merupakan
aturan di bidang keselamatan pelayaran dan perlindungan lingkungan laut, dan merupakan satusatunya negara di Asia Tenggara yang paling banyak meratifikasi Konvensi IMO, serta telah

memperoleh banyak manfaat dalam rangka menjaga keselamatan pelayaran dan perlindungan
lingkungan laut di wilayah perairan Indonesia.
Adanya perobahan terhadap peraturan2 internasional melalui instrumen2 IMO tentu saja akan
menimbulkan dampak dan konsekuensi bagi setiap negara yang meratifikasi, sehingga perlu
adanya upaya2 untuk mengantisipasi dampak perobahan tersebut, agar dapat melaksanakan
setiap konvensi yang telah diratifikasi secara penuh dan bertanggung jawab.
Sekilas tentang International Maritime Organization (IMO)
International Maritime Organization (IMO) adalah merupakan salah satu badan khusus
Perserikatan Bangsa Bangsa (PBB) yang menangani masalah-masalah kemaritiman. Didirikan
berdasarkan Konvensi pembentukannya pada tanggal 6 Maret 1948 di Jenewa dan mulai berlaku
pada tanggal 17 Maret 1958. IMO melaksanakan sidang pertama kalinya pada tahun 1959. Pada
awal pembentukannya bernama Inter-Governomental Maritime Consultative Organization
(IMCO). Sejak tanggal 1 Mei 1982 namanya berobah menjadi International Maritime
Organization, di singkat IMO. Pada saat ini IMO bermarkas di: 4 Albert Embankment, London
SE1 7SR, United Kingdom.
Sekretariat IMO di pimpin oleh seorang Sekretaris Jenderal yang di pilih setiap 4 tahun sekali,
dibantu oleh para Direktur yang memimpin setiap Devisi. Divisi pada sekretariat IMO yaitu:
1.
Maritime
Safety
Division,
2.
Marine
Environment
Protection
Division,
3.
Legal
Affairs
and
International
Relation
Division,
4.
Conference
Division,
5.
Technical
Co-operation
Division,
dan
6. Administrative Division
Pada saat ini (2010) anggota IMO terdiri dari 169 negara termasuk Indonesia, ditambah 3 negara
anggota assiciate (Associate Member).
Struktur Organisasi IMO dalam pengambilan keputusan, dilaksanakan melalui forum sidang
Assembly, sidang Council dan 5 sidang Committee, yaitu: Maritime Safety Committee (MSC),
Marine Environment Protection Committee (MEPC), Legal Committee (LEG), Technical
Cooperation Committee (TCC) dan Facilitation Committee (FAL).
1.
Assembly atau Majelis IMO, merupakan lembaga tertinggi IMO (IMO highest GoverningBody) yang terdiri dari seluruh negara anggota IMO, yang saat ini berjumlah 169 negara,
bersidang sekali dalam dua tahun pada jadwal reguler, atau Setiap saat bila dianggap perlu.
Assembly bertanggung jawab untuk menentukan program kerja, voting anggaran dan
menentukan pengaturan keuangan dalam organisasi. Assembly juga bertugas melaksanakan
pemilihan anggota Dewan (Council).
2.
Council, atau Dewan IMO adalah semacam Governing Body dalam IMO yang
melaksanakan tugas-tugas organisasi IMO di antara dua masa Sidang Majelis. Dewan IMO
merupakan badan executive di bawah Assembly, bertanggung jawab melaksanakan pengawasan
terhadap
kerja
organisasi.
Tugas-tugas
lain
dari
Dewan
yaitu:
a.
Meng-koordinasi-kan
kegiatan
badan-badan
IMO
yang
lain,
b. Memperhatikan rancangan anggaran dan program kerja yang harus disampaikan kepada

sidang
Assembly,
c. Menerima laporan dan usulan dari Committee dan organ IMO yang lain serta dari Negaranegara anggota untuk diteruskan ke Assembly dengan beberapa masukan dan rekomendasi yang
tepat.
d. Mengusulkan dan memilih calon Sekretaris Jenderal, yang kemudian di syahkan dalam sidang
Assembly.
e. Melakukan upaya pengaturan dan kerja sama dengan berbagai organisasi di luar IMO, yang
kemudian disyahkan melalui sidang Assembly.
Dewan IMO beranggotakan 40 negara anggota IMO (sejak 7 Nopember 2002). Dari ke 40
negara anggota Dewan IMO tersebut terbagi dalam 3 kategori yaitu:
a. Kategori a, terdiri dari 10 negara yang mewakili armada pelayaran niaga internasional
terbesar
dan
sebagai
penyedia
angkutan
laut
internasional
terbesar,
b. Kategori b, terdiri dari 10 negara yang mewakili kepentingan maritime terbesar dalam
menyediakan
International
Ship-borne
Trade,
c. Kategori c, terdiri dari 20 negara yang mempunyai kepentingan khusus dalam angkutan laut
atau navigasi, dan mencerminkan perwakilan yang adil secara geografis.
Pemilihan anggota Dewan IMO dilaksanakan 2 tahun sekali, yaitu pada saat dilaksanakan sidang
Assembly. Negara-negara anggota yang ingin menjadi anggota Dewan wajib menyampaikan
surat kepercayaan (credentialletter) ke Sekretaris Jendral IMO untuk mencalonkan diri pada
kategori yang mereka inginkan. Pada saat sidang Assembly, Negara-negara yang mencalonkan
sebagai anggota Dewan IMO akan diminta untuk menyampaikan pandangan umum dan tujuan
pencalonannya, sebelum pemilihan dilaksanakan.
3.
Committee, adalah bagian tubuh IMO yang mengolah aturan2 produk IMO untuk
disampaikan
ke
sidang
Dewan.
Terdapat
5
Committee
yaitu:
a. Maritime Safety Committee (MSC), yaitu komite yang menangani pengaturan2 masalah
keselamatan dan keamanan pelayaran (maritime safety and security) seperti: keselamatan
navigasi, stabilitas kapal, konstruksi pembangunan kapal, komunikasi maritime, keamanan
maritime
dari
anccaman
perompakan
di
laut
dan
sejenisnya.
b. Marine Environmet Protection Committee (MEPC), komite yang menangani pengaturan2
tentang perlindungan terhadap pencemaran laut, termasuk pencemaran udara dari kapal2 laut.
c. Legal Committee (LEG), yaitu komite yang menangani tentang pengesahan aturan2 yang
akan
diberlakukan
oleh
IMO.
d. Technical Cooperation Committee (TCC), yaitu komite yang mempunyai tugas untuk
membahas negara2 yang memerlukan bantuan teknis dalam kaitannya dengan implementasi
instrumen2
IMO.
e. Facilitation Committee (FAL), yaitu komite yang menangani masalah pengaturan
permasalahan dokumen2 yang harus dibawa oleh kapal-kapal, membantu menjembatani antar
negara dalam implementasi instrumen2 IMO sehingga tidak terjadi kerancuan serta upaya
menghindari adanya keterlambatan operasi kapal-kapal berkaitan dengan dokumentasi kapal
yang masuk wilayah negara lain.
Dalam bekerja, Komite (Committee) membentuk sub-sub komite (Sub-Committee) yaitu:
a.
Bulk Liquids and Gases (BLG), yang bertugas membahas rancangan-rancangan ketentuan
mengenai pemadatan dan transportasi muatan cair dan gas secara curah dengan menggunakan
kapal-kapal laut, termasuk bahan2 kimia dan cairan untuk penanganan polusi laut (dispersant).

b.
Carriage of Dangerous Goods, Solid Cargoes and Containers (DSC), bertugas membahas
rancangan-rancangan ketentuan mengenai pemadatan dan transportasi muatan berbahaya,
muatan
kering
dan
peti
kemas,
c.
Fire Protection (FP), bertugas membahas rancangan-rancangan ketentuan mengenai
pencegahan
kebakaran
di
kapal-kapal,
d.
Radio-communications and Search and Rescue (COMSAR) bertugas membahas
rancangan-rancangan ketentuan mengenai komunikasi radio di kapal dan pengaturan tentang
SAR
(Search
and
Rescue
=
pencarian
dan
pertolongan),
e.
Safety of Navigation (NAV) bertugas membahas rancangan-rancangan ketentuan
mengenai alat bantu navigasi dan alur-alur pelayaran untuk keselamatan pelayaran serta aturan
pencegahan
tubrukan
di
laut,
f.
Ship Design and Equipment (DE) bertugas membahas rancangan-rancangan ketentuan
mengenai bangunan kapal dan semua peralatan di kapal berkaitan dengan keselamatan operasi
kapal,
g.
Stability and Load Lines and Fishing Vessels Safety (SLF) bertugas membahas
rancangan-rancangan ketentuan mengenai perhitungan stabilitas kapal, lambung timbul, dan
ketentuan
keselamatan
kapal-kapal
penangkap
ikan,
h.
Standards of Training and Watchkeeping (STW) bertugas membuat rancangan-rancangan
ketentuan mengenai pendidikan, pelatihan dan sertifikasi untuk para pelaut dan pihak-pihak yang
bekerja
pada
sector
maritim.
i.
Flag State Implementation (FSI) bertugas membuat rancangan-rancangan ketentuan
mengenai pelaksanaan instrument-instrumen IMO di negara-ngara anggota IMO dan neggaranegara bukan anggota IMO.
Oleh karena keterbatasan waktu sidang yang telah di jadwalkan, dalam sidang-sidang committee
dan sub-committee selalu dibentuk kelompok kerja (Working-Group), kelompok korespondensi
(Correspondence-Group) atau kelompok drafting (Drafting-Group). Sering kali, dilaksanakan
pula sidang-sidang antar waktu (Intersessional meeting) bilamana diperlukan (jadwal sidang
IMO tahun 2010 terlampir).
Standard of Training, Certification and Watchkeeping for Seafarers (STCW) 1978 dan Seafarers
Training, Certification and Watchkeeping (STCW) 1995
Sebelum pemberlakuan STCW, rambu2 internasional kompetensi bagi pelaut setingkat perwira,
dituangkan ke dalam konvensi SOLAS (Safety of Life at Sea) pada Bab V (Safety of
Navigation), dan beberapa ketentuan untuk awak kapal bukan setingkat perwira, diatur oleh
masing2 negara anggota IMO.
Mengingat makin kompleksnya permasalahan yang timbul terhadap faktor keselamatan
pelayaran yang disebabkan oleh ketidak-pastian kompetensi pelaut dan tidak adanya
keseragaman diantara negara anggota IMO dalam melaksanakan pendidikan kepelautan, maka
negara-negara anggota IMO sepakat untuk membuat konvensi internasional, khusus untuk
mengatur
kompetensi
bagi
mereka
yang
akan
bekerja
di
kapal.
Maka dibentuklah sub-komite yang membahas tentang rancangan STCW tersebut. Dinamakan
sub-komite STW (Standards of Training and Watchkeeping). Setelah melalui beberapa sesi
sidang sub-komite STW, setelah mendapat pengesahan pada sidang MSC (Maritime Safety
Committee) dan pengukuhan pada sidang Council, maka pada tanggal 7 Juli 1978 rancangan

STCW dapat diterima oleh semua anggota IMO melalui sebuah Diplomatic Conference, dan
pada tanggal 28 April 1984, STCW 1978 diberlakukan secara penuh. Indonesia meratifikasi
STCW 1978 melalui Kepres 60 tahun 1986.
Dalam perjalanannya, STCW mengalami perobahan dari tahun ke tahun. Perobahan
(amendment) yang terbesar terjadi pada tahun 1995, dengan diadopsinya konvensi yang di
dalamnya terdapat Seafarers Training, Certification and Watchkeeping (STCW 1995), yang
tidak terpisahkan dengan konvensi STCW 1978.
Dengan diberlakukannya STCW 1995, diharapkan terdapat keseragaman dalam pelaksanaan
pendidikan dan pelatihan kepelautan secara internasional, karena STCW 1995 tidak hanya
mengatur secara umum ketentuan batas kompetensi pelaut, namun berisi tentang kurikulum dan
sylabus yang wajib (mandatory) serta yang disarankan (recommended) dalam melaksanakan
pendidikan dan pelatihan kepelautan, yang meliputi: competence, subject area, understanding,
dan profeciency. Termasuk metode bagaimana mengukur kompetensi yang diharapkan.
Dengan keseragaman pelaksanaan diklat kepelautan tentunya diharapkan kompetensi pelaut
secara internasional dapat setara, paling tidak pada tingkat batas minimal untuk menjamin
keselamatan pengoperasian kapal dapat di ukur secara lebih baik.
Selanjutnya sidang-sidang STW masih berlangsung tiap tahun untuk mengakomodir adanya
kesulitan dan kerancuan yang mungkin timbul dalam melaksanakan STCW. Maka pada sidang
STW ke 38 tahun 2007 muncullah agenda sidang dengan judul Comprehensive review to the
STCW yang merupakan agenda sidang untuk merevisi STCW secara menyeluruh, mengingat
terlalu banyaknya kerancuan yang terdapat pada STCW yang ada pada saat itu. Puncak dari
revisi menyeluruh tersebut adalah pada sidang STW 41 tahun 2010 dengan diterimanya
rancangan perobahan STCW dan setuju untuk dibawa ke sidang Diplomatic Conference di
Manila pada bulan Juni 2010.
Dampak dan antisipasi indonesia terhadap amendments STCW
Sejak diberlakukannya STCW 1978 pada 28 April 1984, pemerintah Indonesia telah melakukan
berbagai hal untuk dapat mensejajarkan pelaut Indonesia dengan pelaut negara lain dan dapat
diterima secara internasional. Maka pada tahun 1986 pemerintah Indonesia memutuskan untuk
meratifikasi STCW 1978 dengan segala konsekuensinya.
Sampai saat ini pemerintah Indonesia sangat memperhatikan perobahan2 yang terjadi pada
STCW, termasuk upaya keras sehingga Indonesia masuk kedalam IMO White-list pada sidang
Assembly ke 21 bulan November 1998, dimana Indonesia termasuk salah satu negara anggota
IMO yang pertama kali masuk ke dalam IMO White-list.
Menempatkan Atase Perhubungan di KBRI London adalah juga merupakan keinginan kuat
pemerintah Indonesia untuk tetap mengawal perobahan terhadap instrumen2 IMO, termasuk
perobahan terhadap STCW (Tugas Pokok dan Fungsi Atase Perhubungan London selengkapnya
dapat dilihat pada Surat Keputusan Menteri Perhubungan nomor 37 tahun 2007).

Di dalam STCW, terdapat 3 (tiga) pihak (party) yang sangat berkompeten agar STCW dapat
dilaksanakan dengan baik yaitu: Pemerintah (Administration), Perusahaan Pelayaran (Shipping
company), dan Diklat Maritim (Education and Training Institution). Dengan perobahan2 STCW,
tentunya pihak2 tersebut di atas telah menerima dampaknya.
Pemerintah mempunyai tugas untuk merobah peraturan2 yang terkait dengan perobahan pada
STCW, agar dapat menjamin keselamatan pelayaran di dunia internasional, dan pelautnya dapat
diterima secara internasional.
Perusahaan Pelayaran memiliki tugas untuk mengawaki kapalnya sesuai dengan STCW,
sehingga memiliki kewajiban memberikan pelatihan2 tambahan kepada awak kapalnya agar
kompetensinya sesuai dengan ketentuan STCW.
Diklat Maritim memiliki tugas untuk melakukan perobahan2 terhadap kurikulum dan sylabus
diklat, serta meningkatkan kualitas instruktur/pengajar dan fasilitas diklatnya sesuai dengan
ketentuan
STCW.
Antisipasi yang dapat dilakukan oleh pemerintah Indonesia terhadap kemungkinan adanya
perobahan2 STCW (dan instrumen hukum IMO lainnya), adalah dengan berpartisipasi aktif pada
sidang2 yang dilaksanakan, mulai dari sidang Sub-komite, sidang-sidang komite, dan sidang2
kelompok korespondensi. Partisipasi aktif disini adalah bahwa delegasi Indonesia yang hadir
pada sidang2 IMO telah dibekali dengan materi2 sidang untuk siap berdikusi dengan delegasi
dari negara lain. Jadi tidak hanya mendengar dan mencatat hasil sidang.
Konsep dan usulan perobahan ketentuan, pada umumnya diawali pada sidang2 sub-komite. Pada
tahapan ini, apabila pemerintah Indonesia mencermati setiap agenda sidang secara sungguh2,
maka pemerintah Indonesia akan dapat berpartisipasi banyak terhadap upaya perobahan
ketentuan yang sedang dan akan di bahas, dan dapat menyampaikan usulan2 yang
menguntungkan Indonesia, serta mampu menolak usulan2 yang merugikan Indonesia, sehingga
mampu mengurangi kesulitan dalam implementasinya pada waktu perobahan tersebut
diberlakukan.
Masalah lain yang perlu menjadi perhatian Indonesia
Pada paragraph ini pemapar ingin menyampaikan beberapa hal terkait dengan perkembangan
diskusi pada sidang2 di IMO dan perkembangan di lapangan:
1.
Pada sidang2 IMO sub komite STW beberapa sesi belakangan ini terdapat upaya
diadakannya Seafarers Ships Representative (SSR), yaitu salah satu awak kapal, yang ditunjuk
untuk mengawasi/memonitor tindakan yang dilakukan baik oleh perusahaan pelayaran maupun
pimpinan di kapal terhadap keselamatan kerja awak kapal. Diskusi ini sampai dengan sidang
STW 41 awal tahun 2010 yang lalu sudah sampai kepada drafting rancangan ketentuannya. Hal
ini akan berdampak pada diklat maritim agar menyiapkan kurikulum dan sylabus untuk calon
SSR nantinya, karena seseorang yang ditunjuk sebagai SSR wajib memiliki sertifikat yang
menunjukkan kemampuannya sebagai SSR.
2.
Munculnya berbagai kapal-kapal yang memerlukan pengoperasian khusus yang menuntut
operator2 yang memiliki kompetensi yang memadai, adalah merupakan tugas dan tanggung

jawab pemerintah Indonesia untuk menyediakan fasilitas diklat dan perangkat peraturannya, agar
para pelaut Indonesia mampu bersaing dengan pelaut asing lainnya. Sebagai contoh adalah
maraknya pengoperasian kapal2 Anchor Handling Tug Supply (AHTS) dan Dynamic Positioning
System (DPS) serta Special Purpose Ships (SPS). Kecakapan khusus perlu dimiliki oleh para
pelaut Indonesia tersebut agar mampu mengisi kesempatan2 yang ada. Hal ini dapat dilakukan
apabila dari pihak pemerintah (Administrtion) maupun diklat maritim (Education and Training
Institite) mampu mengantisipasi dan melakukan persiapan2 secara awal, mulai dari penyusunan
peraturan, penyediaan sarana dan prasarana, serta tenaga pengajar/instrukturnya.
3.
Bahwa pada tahun 2008, IMO mencanangkan kampanye Go to sea dengan harapan
kekurangan pelaut pada saat ini dapat segera dapat diatasi. Dilain pihak, perusahaan pelayaran
enggan untuk menerima calon pelaut sebagai cadet dengan beberapa pertimbangan finansial,
sehingga banyak cadet di atas kapal dipekerjakan sebagai awak-kapal. Dari kesulitan mencari
kapal untuk praktek berlayar, juga ditemukan beberapa bukti bahwa terdapat beberapa taruna
diklat maritim yang terpaksa harus melakukan praktek berlayar di kapal-kapal yang tidak
memenuhi ketentuan minimal sesuai dengan sertifikat yang akan diperoleh, yaitu tidak
memenuhi fungsi-fungsi sesuai ketentuan STCW dan standard mutu (Quality Standards System)
yang ditetapkan oleh pemerintah Indonesia. Sudah cukup lama, beberapa negara yang
menyediakan tenaga pelaut juga mengeluh dengan tidak tersedianya akomodasi yang layak untuk
cadet yang sedang melakukan praktek berlayar. Untuk mengatasi kendala yang ada, kiranya
keberadaan kapal latih untuk mendukung pencapaian pendidikan dan pelatihan kepelautan adalah
merupakan suatu kebutuhan yang tidak dapat ditunda.
Kesimpulan dan saran
1.
Setiap negara yang meratifikasi suatu konvensi internasional, memiliki kewajiban untuk
melaksanakannya secara penuh (full and complete), termasuk perobahan yang terjadi atas
konvensi yang di ratifikasi (melalui proses penerimaan perobahan atau Acceptance).
2.
Sebagai anggota IMO dan terlebih menjadi anggota dewan IMO, Indonesia telah
melakukan langkah2 partisdipatif dalam menyikapi perobahan peraturan internasional, namun
kiranya masih perlu lebih meningkatkan partisipasi aktif dalam penyusunan instrumen2 IMO
melalui sidang2 dan kegiatan lain terkait dengan kepentingan nasional RI (Republik Indonesia).
3.
Mengingat kepentingannya, maka partisipasi aktif tidak hanya oleh pemerintah saja, tetapi
juga merupakan tanggung jawab semua pihak (negeri dan swasta) yang terkait dengan industri
maritim, serta masyarakat luas pengguna jasa anggutan laut.
4.
Menyadari adanya perobahan peraturan berawal dari suatu konsep yang diajukan dan
dibahas pada tingkat sidang sub-komite, maka Indonesia perlu memperhatikan rencana
perobahan mulai dari tingkat awal, yaitu pada sidang-sidang sub-komite, dan mengawalnya
secara konsisten agar konvensi yang kemudian diimplementasikan, dapat sejalan dengan
kepentingan nasional Indonesia.
Sumber : Tulisan dari Capt. Hadi Supriyono, MM, M.Mar
Diposkan oleh Dirhamsyah, SE di 19.09
Senin, 09 Januari 2012 Hukum Maritim 1 komentar

Amandemen Stcw 2010 : Apa Yang Perlu Anda Ketahui

Telah secara luas diketahui bahwa IMO mengadakan Konferensi Diplomatik di Manila, Filipina,
pertengahan tahun 2010 untuk membahas amandemen STCW. Banyak orang yang tidak
mengetahui pada tingkat apa revisinya dan realitas implementasinya di balik hal tersebut. Untuk
meluruskan hal-hal tersebut mari kita lihat apa yang telah terjadi langkah demi langkah.
Amandemen
STCW
Manila.
Pada 25 Juni 2010, Organisasi Maritim Internasional (IMO) serta stakeholder utama lainnya
dalam dunia industry pelayaran dan pengawakan global secara resmi meratifikasi apa yang
disebut sebagai "Amandemen Manila" terhadap Konvensi Standar Pelatihan untuk Sertifikasi
dan Tugas Jaga bagi Pelaut (STCW) dan Aturan terkait. Amandemen tersebut bertujuan untuk
membuat STCW selalu mengikuti perkembangan jaman sejak pembuatan dan penerapan
awalnya pada tahun 1978, dan amandemen selanjutnya pada tahun 1995.
Mulai
Berlakunya.
Amandemen Konvensi STCW akan diterapkan melalui prosedur penerimaan dengan pemahaman
yang telah disepakati yang mengisyaratkan bahwa perubahan tersebut sudah harus diterima
paling lambat 1 Juli 2011 KECUALI bila lebih dari 50% dari para pihak terkait STCW menolak
perubahan yang demikian. Sebagai hasilnya, Amandemen STCW ditetapkan mulai berlaku pada
tanggal
1
Januari
2012.
Tujuan
Amandemen
STCW.
Hal-hal berikut menguraikan perbaikan-perbaikan kunci yang diwujudkan melalui
Amandemen
baru,
yaitu:
1. Sertifikat Kompetensi & Endorsement-nya hanya boleh dikeluarkan oleh Pemerintah sehingga
mengurangi
kemungkinan
pemalsuan
sertifikat
kompetensi.
2. Pelaut yang telah menjalani pemeriksaan kesehatan sesuai Standar medis umum untuk pelaut
dari satu negara dapat berlaku di kapal yang berasal dari negara lain tanpa menjalani

pemeriksaan
medis
ulang.
3.
Persyaratan
revalidasi
sertifikat
dirasionalisasi
untuk
kepentingan
pelaut.
4. Pengenalan metodologi pelatihan modern seperti pembelajaran jarak jauh dan pembelajaran
berbasis
web.
5. Jam istirahat bagi pelaut dikapal diselaraskan dengan persyaratan Maritime Labor Convention
ILO/MLC (Konvensi Buruh Maritim ILO) 2006, dengan maksud untuk mengurangi kelelahan.
6. Memperkenalkan persyaratan-persyaratan tambahan untuk menghindari alkohol dan
penyalahgunaan
zat
terlarang.
7. Kompetensi dan kurikulum baru harus terus diperbarui mengikuti perkembangan teknologi
modern
dan
kebutuhan
riil
dilapangan.
8.
Pelatihan
penyegaran
dibahas
dengan
layak
dalam
konvensi.
Beberapa hal pokok terkait amandemen STCW 2010, adalah sebagai berikut :
Bab
I
Ketentuan
Umum.
Peraturan I / 2: Hanya Pemerintah yang dapat mengeluarkan Certificate of Competency (COC)
dan
menyediakan
database
elektronik
untuk
verifikasi
keaslian
sertifikat.
Peraturan I / 3: Persyaratan Near Coastal Voyage dibuat lebih jelas, termasuk principal yang
mengatur pelayaran dan melakukan "kegiatan usaha" dengan Pihak yang terkait (negara bendera
dan
negara
pantai).
Peraturan I / 4: Penilaian/pemeriksaan Port State Control (PSC) terhadap pelaut yang
melaksanakan tugas jaga dan standar keamanan - "Harus memenuhi Standar keamanan" dalam
daftar.

Peraturan
I
/
6:
Pedoman
e-learning
(pembelajaran
elektronik)
Peraturan I / 9: standar Medis diperbaharui sejalan dengan Persyaratan ILO MLC.
Peraturan I/11: Persyaratan revalidasi dibuat lebih rasional dan termasuk persyaratan revalidasi
atas
endorsement
sertifikat
kapal
tanker.
Peraturan I/14 : Perusahaan bertanggung jawab terhadap pelatihan penyegaran pelaut di kapal
mereka
STCW
Bab
II,
Level
Dukungan
Bab Dua adalah bagian Departemen Dek. Perubahan utama dalam Bab II adalah penambahan
Pelaut Trampil (Able Seafarers/AB) Deck Rating. Ini terpisah dari Rating yang melaksanakan
tugas jaga Navigasi (Rating Forming Part of a Navigational Watch / RFPNW).
Berdasarkan persyaratan untuk bekerja dikapal, penting bagi pelaut untuk mendapatkan
kualifikasi RFPNW sebisa mungkin pada awal sekali dari karir mereka. Pelaut tidak secara
otomatis mendapat kualifikasi AB sampai kualifikasi RFPNW telah dipenuhi dan lisensi tersebut
harus mendapatkan sertifikat pengukuhan (endorsement) AB. Ini akan membutuhkan pelatihan
dan pengujian serta akan menjadi pasal baru yang disebut A-II / 5.
STCW
Bab
II,
Level
Operasional
dan
Manajemen.
Untuk Electronic Chart Display and Information System / ECDIS (Peta dan Sistim Informasi
Elektronik), perlu pelatihan bagi semua Perwira Dek untuk semua kapal yang dilengkapi dengan
ECDIS. Pelatihan ECDIS dilaksanakan sama seperti pelatihan ARPA ataupun GMDSS, dimana
ada pembatasan dalam STCW yaitu seseorang tidak boleh bekerja di kapal dengan perlengkapan
tersebut jika ia tidak memiliki sertifikat ECDIS.

Pada 2012 hampir semua kapal dengan bobot mati lebih dari 200 ton akan diatur di bawah
hukum yang terpisah untuk memiliki peralatan ECDIS. Secara otomatis, setiap Perwira Dek
dikapal berbobot lebih dari 200 ton akan membutuhkan pelatihan ECDIS. Akan ada dua tingkat
ECDIS, yakni operasional dan manajemen dengan tanggung jawab yang berbeda dari masingmasingnya. Manajemen SDM yang bertugas di anjungan kapal, Pelatihan Tim Kerja dan
Kepemimpinan akan diwajibkan baik di tingkat operasional maupun manajemen.
STCW
Bab
III,
Mesin
Perubahan utama dalam Bab III adalah penambahan Pelaut Trampil bagian Mesin (Engine
Rating). Ini terpisah dari rating yang melaksanakan tugas jaga mesin. Banyak negara hanya
memiliki level rating yang melaksanakan tugas jaga (Rating Forming Part of a Enginee Watch /
RFPEW), dan untuk pelaut trampil pemula dibagian mesin disyaratkan memiliki sertifikat
RFPEW sesuai ketentuan STCW. Ini akan membutuhkan pelatihan dan pengujian dan akan
menjadi pasal baru yang disebut A-III/5.
Pasal A-III/1 akan diformat ulang dan diatur kembali. Anda tidak lagi perlu melakukan pelatihan
selama 30 bulan di kamar mesin yang disetujui. Kata-katanya sekarang akan lebih disinkronkan
dengan departemen dek dan berbunyi tiga tahun masa kerja di laut dengan satu tahun gabungan
keterampilan
bengkel
dan
enam
bulan
jaga
mesin
(engine
room
watchstanding).
Perwira Teknik Elektro (Electro Technical Officer/ETO) dan Bawahan Teknik Elektro (Electro
Technical Rating/ETR) akan ditambahkan. Manajemen SDM di Kamar Mesin, Pelatihan Tim
Kerja dan pelatihan Kepemimpinan akan diwajibkan baik di tingkat operasional maupun
manajemen.
STCW
Bab
V,
Tanker
dan
Kapal
Tanker:
Sekarang akan ada tiga kategori Awak kapal Tanker pada kapal tanker, yaitu:

Awak
kapal
tanker
Minyak.

Awak
kapal
tanker
Kimia.

Awak
kapal
tanker
Gas
Cair.
Selain itu, setiap kategori Awak kapal tanker akan dipisahkan atas dua tingkat, yaitu :

Dasar
(saat
ini
disebut
asisten).

Lanjutan
(saat
ini
disebut
Penanggung
Jawab
(PIC).
Yang akan menjadi perubahan besar adalah pemisahan bahan kimia dari minyak dan masingmasing memerlukan prasyarat tersendiri untuk diawaki pada setiap jenis kapal dan pelatihan
khusus untuk masing-masingnya. Selain itu, akan ada Kursus Pemadaman Api di Kapal Tanker,
meskipun beberapa pihak memperbolehkan Program Pemadaman Api Dasar untuk menutupi
persyaratan ini. Kapal Penumpang - Akan ada konsolidasi aturan untuk kapal penumpang.
Offshore Supply Vessels (OSV)/Kapal Supply Offshore, Dynamis Positioning (DP)
Vessels/Kapal dengan Kendali Posisi Dinamis dan kapal yang beroperasi di Perairan yang
Tertutupi Es: Akan ada pasal baru yang memuat panduan terkait lisensi khusus atau persyaratan
pelatihan untuk OSV, DPV dan kapal yang beroperasi di Perairan yang Tertutupi Es.
STCW
Bab
VI,
Isu
Lingkungan
Laut:
Amandemen akan mencakup penambahan isu kesadaran lingkungan laut dalam Kursus

Keselamatan Pribadi & Tanggung Jawab Sosial (Personal Safety & Social
Responsibilities/PSSR) yang dilaksanakan sebagai bagian dari Pelatihan Keselamatan Dasar
(Basic Safety Training/BST) serta tingkat operational yang memperhatikan kelestarian
lingkungan laut pada setiap tingkatan sertifikasi sesuai STCW Code A-II / 1 dan A-III / 1.
Pelatihan
Keselamatan
Dasar
(BST)
:
Cakupan
PSSR
akan
ditambahkan
beberapa
subyek
sebagai
berikut
:

Komunikasi.

Pengendalian
Kelelahan.

Tim
Kerja.
Subyek tambahan ini akan membuat modul PSSR lebih panjang tapi harus kurang dari satu hari
panjangnya. Tetap saja, ini akan memperpanjang program Pelatihan Keselamatan Dasar dari
yang
biasanya
lima
hari
menjadi
setidaknya
5,5
hari.
Pelatihan
Penyegaran
untuk
Keselamatan
:
Salah satu elemen kunci dari amandemen STCW 2010 tampaknya adalah penghapusan celah
yang berkaitan dengan pelatihan penyegaran. Kode (Aturan) STCW, yang kabur di area ini
menyebabkan banyak negara memilih untuk menafsirkan persyaratan "dalam waktu lima tahun"
secara longgar. Telah diputuskan bahwa program tertentu yang dapat mempengaruhi keselamatan
dan kelangsungan hidup awak kapal dan penumpang mewajibkan latihan penyegaran
pengendalian keadaan darurat / keselamatan dilaksanakan secara berkala.
Latihan penyegaran keselamatan dapat dilaksanakan dalam bentuk e-learning (pembelajaran
secara elektronis), latihan di atas kapal atau pelatihan di darat.Kursus keselamatan akan
memerlukan pelatihan penyegaran setiap lima tahun dan program pelatihannya dapat
diperpendek
dari
panjang
durasi
pelatihan
aslinya.
Latihan penyegaran dengan metode yang disetujui (di kelas atau kapal - belum ditentukan)
adalah:

Proficiency
in
Survival
Craft
and
Rescue
Boats
(SCRB).

Advanced
Firefighting
(AFF).

Basic
Safety
Training
(BST).

Fast
Rescue
Boat.

Medical
Training.
Pelatihan
Keamanan.
Amandemen
akan
mencakup
tiga
tingkat
pelatihan
keamanan

Tingkat
Satu

Kesadaran
Keamanan
(Semua
anggota
kru)

Tingkat
Dua
Petugas
Keamanan
Tingkat Tiga Ship Security Officer (Perwira Keamanan Kapal) - ISPS Code
Pelatihan Anti Pembajakan juga akan ditambahkan pada setiap level/tingkat.
STCW
Bab
VIII:
Tugas
Jaga.
Bagian Aturan STCW ini akan diselaraskan dengan ILO MLC. ILO MLC telah ditandatangani
pada tahun 2006 dan dibuat sebagai aturan baru yang mengatur hak para pelaut sehingga akan
ada
standar
minimum
global
tentang
bagaimana
pelaut
diperlakukan.

Harmonisasi
dengan
IMO
MLC
Ketika IMO (International Maritime Organization) melakukan pengawasan atas sertifikasi
berdasarkan Konvensi STCW, ILO melakukan pengawasan terhadap pelaksanaan Konvensi
MLC. Ketika ILO mengadopsi "Seafarers Bill of Rights"(Hak-Hak Dasar Pelaut) bagi para
pelaut di dunia, semua pihak - pemerintah,pelaut dan pemilik kapal - memuji standar kerja baru
ini sebagai perkembangan penting bagi sektor industri dunia yang paling terglobalisasi.IMO
telah mengambil langkah penting untuk membangun perlindungan di bidang keselamatan,
sertifikasi dan polusi, tetapi sektor ini dibanjiri dengan berbagai standar ketenagakerjaan
internasional dari sejak lebih dari delapan dekade terakhir. ILO MLC 2006 memodernisasi
standar-standar
ini
untuk:
1. Konsolidasi dan memperbarui lebih dari 60 Konvensi ILO dan Rekomendasi-rekomendasinya
yang
telah
pernah
dibuat
sebelumnya.
2. Menetapkan persyaratan minimum bagi pelaut untuk bekerja pada sebuah kapal.
3. Menangani kondisi kerja, akomodasi, fasilitas rekreasi, makanan dan katering, perlindungan
kesehatan, perawatan medis, perlindungan kesejahteraan dan jaminan sosial.
4. Mempromosikan kepatuhan bagi operator dan pemilik kapal dengan memberikan fleksibilitas
yang cukup pada pemerintah untuk menerapkan persyaratan dalam cara yang terbaik disesuaikan
dengan
undang-undang
nasional
masing-masing
negara.
5. Memperkuat mekanisme penegakan/pelaksanaan pada semua tingkatan, termasuk ketentuan
untuk prosedur keluhan yang tersedia bagi pelaut, pengawasan yang dilakukan oleh para pemilik
kapal dan nakhoda terhadap kondisi kapal-kapal mereka, yurisdiksi negara bendera dan kontrol
atas
kapal
mereka,
dan
inspeksi
negara
pelabuhan
pada
kapal
asing.
Kesimpulan
STCW ada untuk diberlakukan. Isu yang paling menarik tentang amandemen baru adalah bahwa
SCTW amandemen 2010 akan diimplementasikan lebih jauh dari MLC ILO.
Amandemen baru menggabungkan periode fase 5 tahun untuk pelaut yang sudah ada sekarang
dan pada saat yang sama mewajibkan adanya semua perubahan nyata seperti Jam Kerja &
Istirahat untuk diterapkan pada 1 Januari 2012. Jadi marilah kita persiapkan diri untuk perubahan
ini dan terus mengikuti perkembangannya.
Sumber : fm buletin kp
Diposkan oleh Dirhamsyah, SE di 18.57
Minggu, 08 Januari 2012 Sekolah Pelayaran 0 komentar

Sertifikat Pelayaran
Saat ini untuk menjadi pelaut, seseorang harus memiliki ijazah-ijazah yang diperlukan, hal ini
menyebabkan tumbuhnya sekolah-sekolah pelayaran mulai dari tingkat SLTA sampai ke
perguruan tinggi. Yang mana dengan Tingkatan sebagai berikut :
lulusan SLTP dapat melanjutkan ke Sekolah Kejuruan Pelayaran (Setarap SLTA) dengan Sistim
Pendidikan 3 Tahun Belajar teori 1 tahun Praktek Berlayar (PROLA) yang mana lulusan dari
SKP ini mendapatkan IJasah setara SLTA dan ANT IV.

Ijazah Pelaut

Ijazah bagi pelaut (perwira) di Indonesia terbagi atas ijazah dek dan ijazah mesin.
Ijazah Dek
Ijazah Dek dari yang tertinggi adalah:
1. Ahli Nautika Tingkat I (ANT I) ; dulu Pelayaran Besar I (PB I), dapat menjabat Nakhoda
kapal dengan tak terbatas berat kapal dan alur pelayaran
2. Ahli Nautika Tingkat II (ANT II) ; dulu Pelayaran Besar II (PB II), dapat menjabat:
o Mualim I/Chief Officer tak terbatas berat kapal dan pelayaran;
o Nakhoda/Master pada kapal kurang dari 5000 ton dengan pelayaran tak terbatas
o Nakhoda/Master kapal kurang dari 7500 ton daerah pantai dan harus pengalaman
sebagai Mualim I selama 2 tahun
3. Ahli Nautika Tingkat III (ANT III) ; dulu Pelayaran Besar III (PB III), dapat menjabat:
Mualim I/Chief Officer max 3000 DWT
4. Ahli Nautika Tingkat IV (ANT IV) ; dulu Mualim Pelayaran Intersuler (MPI): Perwira
kapal-kapal antar pulau
5. Ahli Nautika Tingkat V (ANT V) ; dulu Mualim Pelayaran Terbatas (MPT): Perwira
kapal-kapal kecil antar pulau
6. Ahli Nautika Tingkat Dasar (ANT D)
Ijazah Mesin
Ijazah Mesin dari yang tertinggi adalah:
1. Ahli Teknik Tingkat I (ATT I) ; dulu Ahli Mesin Kapal C (AMK C): Kepala Kamar
Mesin/Chief Engineer kapal tak terbatas
2. Ahli Teknik Tingkat II (ATT II) ; dulu Ahli Mesin Kapal B (AMK B), dapat menjabat:
o Masinis I/Second Engineer kapal tak terbatas
o Kepala Kamar Mesin/Chief Engineer dengan tenaga mesin kurang dari 3000 KW,
pelayaran tak terbatas
o Kepala Kamar Mesin/Chief Engineer dengan tenaga mesin tak terbatas, pelayaran
daerah pantai

3. Ahli Teknik Tingkat III (ATT III) ; dulu Ahli mesin Kapal A (AMK A), dapat menjabat:
o Perwira Jaga (tak terbatas)
o Masinis I/Second Engineer dengan tenaga mesin kurang dari 3000 KW, pelayaran
tak terbatas
o Kepala Kamar Mesin/Chief Engineer dengan tenaga mesin kurang dari 3000 KW
daerah pantai harus pengalaman 2 tahun sebagai Masinis I
4. Ahli Teknik Tingkat IV (ATT IV) ; dulu Ahli Mesin Kapal Pelayaran Intersuler
(AMKPI): Masinis kapal-kapal antar pulau
5. Ahli Teknik Tingkat V (ATT V) ; dulu Ahli Mesin Kapal Pelayaran Terbatas (AMKPT):
Masinis Kapal-kapal kecil antar pulau
6. Ahli Teknik Tingkat Dasar (ATT D) awak kapal..!!

Sertifikat ketrampilan
Sertifikat ketrampilan ini merupakan sertifikat yang wajib dimiliki oleh para pelaut di samping
sertifikat formal di atas. Diantaranya adalah:
1. Basic Safety Training (BST)/Pelatihan Keselamatan Dasar
2. Advanced Fire Fighting (AFF)
3. Survival Craft & Rescue Boats (SCRB)
4. Medical First Aid (MFA)
5. Medical Care (MC)
6. Tanker Familiarization (TF)
7. Oil Tanker Training (OT)
8. Chemical Tanker Training (CTT)
9. Liquified Gas Tanker Training (LGT)
10. Radar Simulator (RS)
11. ARPA Simulator (AS)
12. Operator Radio Umum (ORU) / GMDSS[4]

Diposkan oleh Dirhamsyah, SE di 18.55


Minggu, 08 Januari 2012 Sekolah Pelayaran 0 komentar

Sejarah Pendidikan Pelaut di Indonesia


Pada tahun 1957, Presiden RI pertama, Soekarno, meresmikan Akademi Pelayaran
Indonesia/AIP (sekarang Sekolah Tinggi Ilmu Pelayaran (STIP) sebagai wadah pendidikan
pelaut/pelayaran secara akademis. Masa pendidikannya pada awal pertama adalah selama 3
tahun, sama dengan pendidikan Akademi lainnya setingkat dengan sarjana muda pada masa itu.
Pendidikan dihabiskan selama 2 tahun di kampus/asrama dan 1 tahun penuh melakukan praktik
atau Proyek Laut di kapal-kapal niaga pelayaran samudra .

AIP
Pendidikan di AIP menggunakan gaya semi militer, karena memang taruna-taruna AIP adalah
merupakan perwira cadangan angkatan laut. Sejak didirikan sampai kira-kira tahun 1985, hampir
semua lulusan AIP terkena wajib militer dan bertugas di kapal-kapal perang RI dengan pangkat
perwira muda Letda Angkatan Laut. Begitu juga pada awalnya semua taruna AIP mendapat
ikatan dinas untuk menutupi kurangnya perwira laut pelayaran niaga Indonesia, yang dahulu
sebagian besar masih di nakhodai oleh perwira laut Belanda. Pendidikan pelayaran di AIP
banyak dipengaruhi oleh sistim pendidikan Akademi Pelayaran Belanda maupun Kingspoint
Academy Amerika Serikat, karena memang hampir tiap tahunnya sebagian Taruna pilihan serta
para pendidik di kirim ke luar negeri untuk tugas belajar dan jalan jalan menghabiskan uang
negara indonesia.

BPLP di Semarang dan Makassar


Hingga dekade 70-80an menyusul berdirinya beberapa Pendidikan Pelayaran Negeri di
Semarang dan Makassar dengan nama Balai Pendidikan dan Latihan Pelayaran sebagai Crash
Program memenuhi kebutuhan perwira pelayaran niaga di Indonesia. Sekarang kedua lembaga
pendidikan tersebut diberi nama Politeknik Ilmu Pelayaran Semarang (PIP Semarang)dan
Politeknik Ilmu Pelayaran Makassar (PIP Makassar), yang memiliki kurikulum dan standar yang
sama dengan STIP Jakarta. Penerimaan mahasiswa atau dikenal Taruna dilakukan satu pintu
melalui Badan Diklat Perhubungan Departeman Perhubungan. Lulusan mendapatkan ijazah
formal Diploma IV dengan gelar S.ST dan memiliki ijazah profesi ANT / ATT III.
Masa kejayaan pelaut Indonesia mulai sirna sejak musibah besar nasional terjadi pada tahun
1980 dengan tenggelamnya kapal KMP Tampomas II. Menyusul pemerintah Indonesia
mengeluarkan peraturan Scrapping/Pembesi tua-an kapal-kapal yang berumur lebih dari 20
tahun, dampaknya perusahaan pelayaran nasional banyak yang gulung tikar dan tidak
tertampungnya lulusan pelaut di tiga pendidikan akademi disamping Akademi dan sekolah
pelayaran swasta yang lainnya.

STIP
Pada akhirnya dunia pelayaran di Indonesia mengakhiri masa krisisnya pada awal-awal tahun 90an hingga sekarang. Sejak tahun 1998-2009, Indonesia sudah mempunyai Sekolah Tinggi Ilmu
Pelayaran setara sarjana dengan beban studi 160 sks dengan gelar S.ST (Sarjana Sain Terapan).
Jadi lulusan STIP boleh melanjutkan program S2 dan seterusnya disamping ijazah keahlian
lainnya yang kalau dijumlahkan kurang lebih ada 10 sertifikat berstandard internasional dan
menjadi sekolah pelayaran lisensi International Maritime Organization untuk Indonesia karena
memang sekarang seluruh Taruna di STIP wajib menggunakan bahasa inggris.

Sumber : www.wikipedia.com
Diposkan oleh Dirhamsyah, SE di 18.46
Sabtu, 07 Januari 2012 Hukum Maritim 0 komentar

Peraturan Mengenai Marine Pollution ( MARPOL )

Sejak peluncuran kapal pengangkut minyak yang pertama GLUCKAUF pada tahun 1885
dan penggunaan pertama mesin diesel sebagai tenaga penggerak utama kapal tiga tahun
kemudian, maka penomena pencemaran laut oleh minyak mulai muncul. Sebelum perang
Dunia Kedua Sudah ada usaha-usaha untuk membuat peraturan mengenai pencegahan
dan penanggulangan pencemaran laut oleh minyak, akan tetapi baru dimulai terpikirkan
setelah terbentuk International Maritime Organization (IMO) dalam Badan Perserikatan
Bangsa Bangsa (PBB) pada tahun 1948. Namun demikian pada saat itu usaha untuk
membuat peraturan yang dapat dipatuhi oleh semua pihak dalam organisasi tersebut masih
ditentang oleh banyak pihak. Baru pada tahun 1954 atas prakarsa dan pengorganisasian
yang dilakukan oleh pemerintah Inggris (UK), lahirlah Oil Pollution Convention yang
mencari cara untuk mencegah pembuangan campuran minyak dari pengoperasian kapal
tanker dan dari kamar mesin. Cara tersebut dilakukan dengan :
- Lokasi tempat pembuangan minyak atau campuran air dan minyak yang melebihi 100
ppm
diperluas
sejauh
50
nautical
mile
dari
pantai
terdekat.
- Negara anggota diharuskan untuk menyediakan fasilitas penampungan didarat guna
menampung campuran air dan minyak.
Selanjutnya disusul dengan amandemen tahun 1962 dan 1969 untuk menyempurnakan
kedua peraturan tersebut. Jadi sebelum tahun 1970 masalah Maritime Pollution baru pada
tingkat prosedur operasi. Pada tahun 1967 terjadi pencemaran terbesar, ketika tanker
TORREY CANYON yang kandas dipantai selatan Inggris menumpahkan 35 juta gallons

crudel oil dan telah merubah pandangan masyarakat International dimana sejak saat itu
mulai dipikirkan bersama pencegahan pencemaran secara serius.
Sebagai hasilnya adalah International Convention for the Prevention of Pollution from
Ships tahun 1973 yang kemudian disempurnakan dengan TSPP ( Tanker Safety and
Pollution Prevention ) Protocol tehun 1978 dan konvensi ini dikenal dengan nama
MARPOL 1973/1978 yang masih berlaku sampai sekarang.
MARPOL 1973/1978 memuat 5 (lima) Annexes yakni :
Annex I - Peraturan-peraturan untuk pencegahan pencemaran oleh Minyak
Annex II - Peraturan-peraturan untuk pengawasan pencemaran oleh zat-zat cair beracun
dalam jumlah besar
Annex III - Peraturan-peraturan untuk pencegahan pencemarean oleh zat-zat berbahaya
yang diangkut melalui laut dalam kemasan, atau peti atau tangki jinjing atau mobil tangki
dan gerbong tangki
Annex IV - Peraturan-peraturan untuk pencegahan pencemaran oleh kotoran dari kapal
Annex V - Peraturan-peraturan untuk pencegahan pencemaran oleh sampah dari kapal
Annex VI - Peraturan-peraturan untuk pencegahan pencemaran udara dari kapal-kapal
Konvensi ini berlaku secara International sejak 2 Oktober 1983. Isi dan teks dari MARPOL
73/78 sangat komplek dan sulit dipahami bila tanpa ada usaha mempelajari secara intensif.
Implikasi lamgsung terhadap kepentingan lingkungan Maritim dari hasil pelaksanaannya
memerlukan evaluasi berkelanjutan baik oleh pemerintah maupun pihak industri suatu
negara. Selanjutnya yang akan dibicarakan dalam buku ini adalah Annex 1 saja karena
merupakan sumber pencemaran utama dewasa ini.
Annex 1 MARPOL 73/78 yang berisi mengenai peraturan untuk mencegah pencemaran
oleh tumpahan minyak dari kapal sampai 6 juli 1993 sudah terdiri dari 26 regulation
Dokumen penting yang menjadi bagian integral dari Annex 1 adalah :
Appendix I Mengenai Daftar dan jenis minyak
Appendix II Bentuk format dari IOPP Certificate
Appendix III Bentuk format dari Oil Record Book
Berikut adalah isi dan bentuk dari dokumen dimaksud berdasarkan MARPOL 73/78 :
a. List of Oil sesuai Appendix I MARPOL 73/78 adalah daftar dari minyak yang akan
menyebabkan pencemaran apabila tumpah ke laut dimana daftar tersebut tidak akan sama
dengan daftar minyak sesuai kriteria industri perminyakan,
b. International Oil Pollution Prevention Certificate ( IOPC Certificate ) untuk semua
kapal dagang, dimana supplement atau lampiran mengenai Record of Construction and
Equipment for Ship other than oil Tankers and Oil Tankers dijelaskan secara terpisah di
dalam Appendix II MARPOL 73/78
c. Oil Record Book Buku catatan yang ditempatkan di atas kapal, untuk mencatat semua
kegiatan menangani pembuangan sisa-sisa minyak serta campuran minyak dan air di
Kamar Mesin, semua jenis kapal, dan untuk kegiatan bongkar muat muatan dan air balast
kapal tanker.

Pada permulaan tahun 1970 an cara pendekatan yang dilakukan oleh IMO dalam membuat
peraturan yang berhubungan dengan Marina Pollution pada dasarnya sama dengan
sekarang, yakni melakukan kontrol yang ketat pada struktur kapal untuk mencegah jangan
sampai terjadi tumpahan minyak atau pembuangan campuran minyak ke laut. Dengan
pendekatan demikian MARPOL 73/78 memuat peraturan untuk mencegah seminimum
mungkin minyak yang mencemari laut, tetapi kemudian pada tahun 1984 dilakukan
beberapa modifikasi oleh IMO yang menitik beratkan pencegahan hanya pada kegiatan
operasi tanker pada Annex I dan yang terutama adalah keharusan kapal untuk dilengkapi
dengan Oil Water Separating Equipment dan Oil Discharge Monitoring Systems.
Karena itu pada peraturan MARPOL 1973/1978 dapat dibagi dalam 3 (tiga) katagori :
a. Peraturan untuk mencegah terjadinya pencemaran
b. Peraturan untuk menanggulangi pencemaran
c. Peraturan untuk melaksanakan ketentuan tersebut
Sumber : Buku Sekolah Elektronik SMK Nautika Kapal Penangkap Ikan Jilid 3

han di Indonesia
Jumat, 15 Oktober 2010
International Safety Management Code (ISM Code)
Posted on 08.14 by Sailor

ISM Code secara singkat merupakan sistem manajemen keselamatan, mandatory


dari pemerintah, ada elemen-elemen persyaratannya, sistem harus
didokumentasikan dan dibuktikan, komitmen dari top manajemen, kejelasan
organisasi darat & kapal, kejelasan job description darat & kapal, operasi kapal
dengan ABK terlatih, memenuhi standar nasional/internasional berkaitan dengan
keselamatan dan perlindungan lingkungan, siap terhadap situasi darurat, prosedur
& petunjuk kerja, internal audit dan tinjauan manajemen, sertifikasi.

Biro Klasifikasi Indonesia pada International Safety Management Code (ISM Code),
( bahwa kecelakaan kapal sering terjadi karena beberapa faktor antara lain :

(1) Kecelakaan karena faktor manusia (human error).

(2) Manajemen perusahaan yang kurang baik.


(3) Kurangnya dukungan dari perusahaan atas kebutuhan operasional kapal yang
aman.

IMO (International Maritime Organization) sebagai suatu organisasi maritime


internasional, dengan melihat adanya beberapa faktor yang menyebabkan
terjadinya kecelakaan kapal tersebut maka menetapkan suatu peraturan
manajemen internasional untuk mengoperasikan kapal dengan aman yaitu
International Safety Management Code yang selanjutnya disebut dengan ISM Code
yang wajib diterapkan untuk semua jenis kapal,

Disisi lain Tato menyatakan bahwa ISM Code membentuk suatu standar
internasional untuk manajemen dan operasi kapal yang aman dengan menetapkan
aturan bagi perusahaan pelayaran sehubungan dengan keselamatan dan
pencegahan polusi serta untuk penerapan Safety Management System (SMS). SMS
menjadi tulang punggung bagi perusahaan pada saat ditentukan dan
didokumentasikan, tugas dan aktifitas yang berkaitan dengan keselamatan dan
perlindungan lingkungan, baik di darat maupun di kapal. Adanya peraturan
pengoperasian kapal yang aman ISM Code tersebut diharapkan dapat mencegah
terjadinya kecelakaan-kecelakaan kapal sehingga tidak merugikan perusahaan yang
bersangkutan dan instansi yang terkait lainnya. Untuk itu diperlukan adanya
dukungan dari perusahaan atas kebutuhan operasional kapal yang aman,
perlindungan terhadap lingkungan, dan manajemen perusahaan yang baik dengan
mengoptimalkan implementasi ISM Code.

Untuk memverifikasi implementasi ISM Code pada perusahaan-perusahaan


pelayaran telah ditunjuk oleh Pemerintah Indonesia yaitu Biro Klasifikasi Indonesia
(BKI) yang mempunyai tugas sebagai berikut:

Sebagai Eksternal Auditor dalam melaksanakan verifikasi (pembuktian)


pelaksanaan ISM Code
Menerbitkan Dokumen Penyesuaian Manajemen Keselamatan (Document of
Compliance/DOC) untuk Perusahaan atas nama Pemerintah
Menerbitkan Sertifikat Manajemen Keselamatan (Safety management
Certificate/SMC) untuk kapal atas nama Pemerintah.

Sistem Manajemen Keselamatan dibuat dalam rangka pemenuhan terhadap


persyaratan IMO dan Pemerintah Republik Indonesia/ Direktorat Jendral
Perhubungan Laut tentang Sistem Manajemen Keselamatan Kapal dan Perlindungan
Lingkungan (ISM-Code).

Sistem Manajemen Keselamatan ini diterapkan pada semua kegiatan yang


berkaitan dengan pengoperasian kapal, termasuk pengoperasian kapal secara
aman dan perlindungan terhadap pencemaran, meliputi:

Pengawakan
Teknik
Manajemen Keselamatan dan Nautis
Manajemen Operasional
Manajemen Pengawasan/Kontrol
Manajemen Kesiapan Tanggap Darurat

Standar-standar berikut ini adalah yang relevan untuk dimengerti dan diterapkan di
dalam kebijakan dan prosedur yang tercantum dalam Sistem Manajemen .

ISM-Code (International Safety management Code) : Koda internasional tentang


manajemen keselamatan.
SOLAS 74 (Safety Of Life at Sea 74) : Peraturan internasional tentang
keselamatan jiwa di laut yang dibuat oleh organisasi maritime internasional tahun
1974.
MARPOL 73/78 (Marine Pollution 73/78) : Peraturan internasional tentang
pencegahan pencemaran di laut yang dibuat oleh organisasi maritime internasional
tahun 1973/1978.
COLLREGS (Collision Regulation) : Peraturan Internasional tentang tubrukan di
laut.
STCW 95 (Standard of Training Certification and Watchkeeping for Seafarer) :
Standar pendidikan/latihan sertifikasi dan pelaksanaan jaga bagi para pelaut

Peraturan Pemerintah terkait : peraturan dari Dirjen Perhubungan laut.


Peraturan Klasifikasi : peraturan tentang klas kapal.

Latar Belakang

Kondisi geografis negara Indonesia yang merupakan negara kepulauan,


Pemerintah mengembangkan pelayaran sebagai salah satu sarana pengangkutan
yang dijadikan andalan untuk meningkatkan kesatuan, persatuan dan ekonomi
negara.

Dalam perkembangannya frekuensi pelayaran nasional meningkat cukup


signifikan. Namun seiring dengan perkembangannya, tingkat kecelakaan dan
insiden kapal yang terjadi di perairan Indonesia pun meningkat.

Untuk menindak lanjuti dan/atau mencegah kecelakaan dan insiden tersebut,


Pemerintah telah menetapkan hal tersebut melalui Peraturan Pemerintah Nomor 1
Tahun 1998 tentang Pemeriksaan Kecelakaan Kapal dan Keputusan Presiden Nomor
105 Tahun 1999 tentang Komite Nasional Keselamatan Transportasi.

Mengingat penting dan strategisnya jasa angkutan laut, perlu diselenggarakan


tindakan pencegahan dan penanganan kecelakaan kapal. Tujuan utama investigasi
dan penelitian kecelakaan dan insiden kapal tersebut adalah agar kecelakaan atau
insiden tersebut tidak terulang dengan faktor penyebab yang sama dikemudian hari
serta segera membuat rekomendasi keselamatan transportasi laut tanpa
bermaksud untuk mencari kesalahan atau pertanggungjawaban perorangan atau
lembaga.

Kategori Investigasi

Investigasi dan Penelitian kecelakaan laut adalah:

1)
KNKT berwenang melakukan investigasi dan penelitian kecelakaan kapal
niaga yang terjadi di dalam wilayah perairan Indonesia (termasuk kapal berbendera
asing) dan kapal berbendera Indonesia yang mengalami kecelakaan di luar wilayah
perairan Indonesia.

2)
KNKT melaksanakan investigasi dan penelitian terhadap kejadian yang
dapat mengancam dan/atau membahayakan keselamatan kapal termasuk kapal
berbendera asing yang terjadi di dalama wilayah perairan Indonesia.

3)
KNKT dapat melaksanakan investigasi dan penelitian terhadap
kecelakaan kapal berbendera asing yang berada di luar wilayah perairan Indonesia
atas permintaan Negara Bendera (Flag State) yang bersangkutan.

Tim Investigasi

1.
Dalam pelaksanaan investigasi dan penelitian kecelakaan kapal Ketua KNKT
membentuk tim investigasi dan penelitian yang terdiri dari Ketua Tim Investigasi
(IIC) dan anggota.

2.
Tim investigasi terdiri dari tenaga-tenaga profesional dengan pengalaman
yang cukup, berlatar belakang nautika (nautical), permesinan kapal (marine
engineer), teknik perkapalan (naval architect) dan bidang lainnya sesuai kebutuhan,
antara lain: human factors specialist, dan sebagainya dengan memiliki bekal
pengetahuan yang cukup tentang peraturan peraturan Nasional dan Internasional
tentang keselamatan kapal dan pencemaran laut serta memperoleh pelatihan
formal dalam marine casualty investigation.

3. Ketua KNKT dapat meminta tenaga ahli dari berbagai institusi lain yang relevan
sesuai kebutuhan dan tergantung dari keadaan, jenis dan tingkat kecelakaan kapal.

Sumber Daya Investigasi

Lokasi kecelakaan merupakan lingkungan kerja KNKT. Pada kondisi tertentu


lokasi kecelakaan dapat memunculkan potensi bahaya yang dapat mengancam
keselamatan dan kesehatan investigator. Sub-komite PKT Laut dalam setiap
pelaksanaan kegiatan investigasinya selalu mengedepankan keselamatan dan
kesehatan investigatornya. Untuk itu saat ini tim investigasi telah dilengkapi dengan
personal protective equipment (PPE) yang memenuhi standar keselamatan kerja di
kapal.

Untuk dapat meningkatkan kualitas pelaksanaan investigasi dan penelitian


berikut pengumpulan data-data terkait, Investigator Sub-komite PKT Laut juga telah
dilengkapi dengan peralatan-peralatan:

Komunikasi: Radio HT double band, HP Satelite, Radio Marine, Digital voice


recorder, Teropong

Penelitian: GPS Map + Echosounder, Peta laut kertas berikut


perlengkapannya (kaca pembesar, Jangka, penggaris), Buku Perlengkapan Nautika,
Laptop, Kamera Digital SLR, Senter waterproof, Gas Detector.

Landasan Hukum

Pelaksanaan investigasi dan penelitian oleh KNKT, didasarkan pada :

1. Dasar Hukum Internasional

a.
UNCLOS Article 94. Duties of the Flag State; Disahkan dengan Undang-undang
No.17/1985

b.

IMO Resolution A.849 (20). Code for the Investigation of Marine Casualties;

c.

SOLAS Chapter 1, Regulation 21;

2. Dasar Hukum Nasional

a.
Undang-Undang Pelayaran No. 17 Tahun 2008, Bagian Keempat Investigasi
Kecelakaan Kapal

i.

ii.

Pasal 256 berikut penjelasannya

Pasal 257

b.
Keputusan Presiden No. 105 Tahun 1999, Pasal 2 UU No. 17 Tahun 1985
tentang Pengesahan United Nations Convention on the Law of the Sea (UNCLOS)
1982;

c.

UU No. 21 Tahun 1992 tentang Pelayaran;

d.

PP No. 1 Tahun 1998 tentang Pemeriksaan Kecelakaan Kapal

e.

PP No. 82 Tahun 1999 tentang Angkutan di Perairan;

f.

PP No. 7 Tahun 2000 tentang Kepelautan;

g.

PP No. 81 Tahun 2000 tentang Kenavigasian;

h.

PP No. 69 Tahun 2001 tentang Kepelabuhanan;

i.

PP No. 51 Tahun 2002 tentang Perkapalan;

j.
Keppres Nomor 105 Tahun 1999 tentang Komite Nasional Keselamatan
Transportasi (KNKT)

k.

KM No. 7 Tahun 2003 tentang Organisasi dan Tata Kerja KNKT

Hukum Maritim

PENGERTIAN HUKUM SUMBER HUKUM


PEMBIDANGAN HUKUM
A.

PENGERTIAN HUKUM

Hukum itu adalah himpunan peraturan peraturan yang bersifat memaksa


yang mengurus tata tertib suatu lingkungan masyarakat. Dalam suatu lingkungan
masyarakat. Dalam suatu lingkungan masyarakat semua orang menjadi pendukung
dari kepentingan kepentingan yang akan mereka amankan sebaik mungkin.
Pengamanan kepentingan ini akan terpenuhi denhgan pembuatan peraturan
peraturan yang dapat menjamin keseimbangan dalam hubungan antara anggota
masyarakat.
Hukum hanyalah belaku dalam suatu pergaulan masyarakat. Hanya di
lingkungan inilah kepentingan kepetingan dapat bertubrukan satu sama lain.
Peraturan peraturan hukum memiliki ciri memaksa, yaitu : adanya perinta atau
larangan dan di tegaggkan dengan cara paksa, apabila tidak di taati maka hakim
akan mengadakan cara cara paksa tertentu (sanksi), kadang - kadang hukum atau
(dalam hukum perdata) ganti kerugian.

B.

SUMBER HUKUM

Adapun yang di maksud dengan sumber hukum adalah : Segalah sesuatu dimana
orang dapat mengenal bermacam macam perturan yang berlaku di dalam
masyarakat dan oleh umum di anggap sbagai hokum, yang pada hakekat nya
merupakan peraturan peraturan yang mempuny ai kekuatan hokum.
Sumber hukum dapat terdiri dari segalah tulisan tulisan, dokumen
dokumen,naskah naskah dimana dapat di ketahui hukum yang berlaku dikalangan
suatu bangsa dalam masa yang tertentu, sumber hukum yang paling utama adalah
undang undang. Pengertian Undang undang disini adalah dalam arti yang
luas meliputi setiap keputusan pemerintah yang menentukan peraturan
peraturan yang mengikat .

C.

PEMBIDANGAN HUKUM

Hukum itu luas sehingga sulit untuk membuat definisi singkat yang meliputi segalah
galahnya, namun dapat di bagi dalam beberapa golongan hukum menurut
beberapa azaz pembagian.
1.

Menurut ketentuan bekerjanya

v Undang undang dasar


v Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat
v Undang undang
v Perturan Pemerintah
v Keputusan Presiden
v Keputusan Menteri
v Keputusan Jendral Perhubungan Laut

2.

Hukum privat ( Sipil )

Hukum yang mengatur hubungan hubungan antara orang yang satu dengan orang
yang lain, dengan menitik neratkan kepentingan perseorangan. Hukum sipil terdiri
dari :
Hukum sipil dalam arti luas yang meliputi Hukum Perdata dan Hukum
Dagang.
-

Hukum sipil dalam arti sempit : hukum perdata saja.

Pada hakekatnya antara hukum dagang dan hukum perdata tidak terdapat suatu
perbedaan yang pokok, keduanya mengandung prinsip prinsip dan pengertian
yang sama.
Terkaitnya kedua hukum tersebut terbukti dari isi Pasal 1 KUHD yang menyatakan
bahwa untuk segala peristiwa dan perbuatan dalam lapangan perniagaan itu diliputi
oleh peraturan-peraturan yang termuat baik KUHD.Dengan demikian kekurangan
pada KUHD (peraturan khusus) akan dilengkapi oleh peraturan umum dari KUHPER.

v Hukum Publik (Negara)


Hukum yang mengatur hubungan antara Negara dengan alat - alat kelengkapannya,
Negara dengan perseorangan dan Negara dengan Negara.
Hukum publik terdiri dari :
-

Hukum Tata Negara

Hukum Administrasi Negara

Hukum Pidana (hukuman) , hukum yang mengatur perbuatan - perbuatan apa


yang dilarang dan hukumannya serta mengatur cara - cara mengajukan perkara perkara.
Hukum Internasional baik hukum perdata Internasional maupun hukum publik
Internasional (yang terakhir yang hampir selalu dimaksudkan)

3. Menurut cara mempertahankannya.


Hukum Materil, hukum yang memuat peraturan - peraturan yang mengatur
kepentingan - kepentingan dan hubungan yang berwujud perintah - perintah dan
larangan - larangan. Contohnya : Hukum Materil, Hukum Pidana, Hukum Perdata
dan Hukum Dagang
Hukum Formil, hukum yang memuat peraturan - peraturan yang mengatur
bagaimana cara - cara melaksanakan dan mempertahankan hukum materil.
Contoh : Hukum Acara Pidana, Hukum Acara Perdata.

4.

Menurut sifatnya

Hukum yang memaksa, hukum yang dalam bagaimana juga keadaannya harus
ditaati dan mempunyai paksaan mutlak.
Hukum yang mengatur ( perlengkapan ) , hukum yang dapat dikesampingkan
apabila pihak - pihak yang bersangkutan telah membuat peraturan sendiri dalam
suatu perjanjian.

5.

Kodifikasi

Pembakuan peraturan - peraturan dalam kitab undang - undang disebut


kodifikasi, bagian terbesar dari hukum privat Materiil diatur dalam kitab undang undang Hukum perdata ( KUHPER ), dan kitab undang - undang hukum dagang
( KUHD ), kitab undang - undang hukum perdata terdiri dari empat buku, antara lain
buku kedua, mengenai hukum pemilikan dan hukum pewarisan. Dan buku ketiga
mengatur hukum perikatan.
Kitab undang - undang hukum dagang mengatur hukum perniagaan yaitu
kedudukan dan hubungan - hubungan yang lahir dalam dunia usaha prniagaan.
Kitab undang - undang hukum dagang terbagi dalam dua buku, dimana
buku pertama membahas tata niaga secara umum (perseroan, bursa perniagaan
dan ketentuan -kentetuan umum mengenai asuransi).

Adapun buku kedua mengatur Hak - hak dan kewajiban - kewajiban yang
berasal dari dunia pelayaran yang dikenal sebagai Hukum laut keperdataan.

Buku ini terbagi dalam 13 BAB

Kapal dan muatannya

Pengusaha kapal

Nakhoda, awak kapal

Perjanjian kapal laut

Pencateran

Penubrukan kapal

Karamnya kapal

Dihapus

& 10 Pertanggungan

Kerugian laut

Pengakhiran periktan

Kapal pedalaman

D. HUKUM LAUT DAN PERUNDANG - UNDANGAN MARITIM


Hukum laut adalah rangkaian peraturan dan kebiasaan hukum mengenai
laut yang bersifat :
-

Keperdataan, menyangkut kepentingan perorangan

Publik menyangkut kepentingan umum

Hukum laut keperdataan mengatur hubungan - hubungan perdata yang


ditimbulkan karena perajanjian - perjanjian perdata perjanjian - perjanjian
pengangkutan penyeberangan laut dengan kapal laut niaga. Hukum ini merupakan
matra dari hukum pengangkutan adalah bagian dari hukum dagang termasuk
hukum Privat.

Hukum laut publik (kenegaraan), obyek dari peraturan - peraturan dan


kebiasaan - kebiasaan baik nasional maupun International adalah laut dan berisikan
hak - hak dan kewajiban bagi negara yang berbatasan pada laut tersebut.
Hukum laut Nasional telah berkembang dengan pesat sebagai akibat
perkembangan International yang memerlukan adanya bantuan - bantuan hukum
laut yang dapat menjawab kebutuhan keadaan yang mendesak.
Untuk menjamin terselenggaranya sejumlah kepentingan Nasional, hukum publik
Internasional
Dapat menjadi sarana, terdapat beberapa peraturan hukum yang
menyankut dunia pelayaran dan kelautan antara lain :
1. Kitab undang - undang dagang ( 1 Mei 1848, diperbarui 1933 dan berlaku mulai
berlaku mulai 1938 ) Tentang pengangkutan laut indonesia.
2. Undang - undang pelayaran Indonesia 1936 tentang keterbukaan perdagangan
luar negeri telah diterbitkan kebijaksanaan mengenai Impres Nomor : 4 / 1985 dan
pak Nov 21 / 1988.
3. Ordonansi kapal - kapal 1935 tentang persyaratan kapal untuk alat - alat
perlengkapan dan pengawakan, sebagian besar dari peraturan - peraturan
disesuaikan dengan ketentuan yang ditetapkan SOLAS 1974.

Peraturan perijazahan pelaut 1939 disesuaikan dengan struktur Departemen


perhubungan serta silabi STCW 1978, OK 1935 PPP 1939 adalah produk hukum
keselamatan pelayaran, yang tidak termasuk Hukum laut publik maupun Hukum
laut perdata ( lahir dari perjanjian Internasional )

Undang undang nomor 4 tahun 1960 tentang wilayah laut Teritorial dan
lingkungan maritime 1939, diamendir dengan undang - undang No.17 tahun 1985
tentang konvensi Hukum Laut International.
DEFINISI HUKUM
Prof.VAN APEL DOORON, dalam bukunya yang berjudul INLEIDING TAT de
STUDIE VAN HET NEDERLANS REGHT Mengatakan bahwa adalah tidak mungkin
memberi satu defenisi tentang hukum, karna sangat sulit untuk di defenisikan karna
tidak mungkin sesuai dengan kenyataan.
Prof.E.UTRECHT,SH Hukum itu adalah peraturan-peraturan (perintahperintah dan larangan-larangan) yang mengurus tata tertib suatu masyarakat dan
karena itu harus ditaati.
Prof. Mr. E. MEYERS Hukum itu adalah semua aturan yang mengandung
pertimbangan-pertimbangan kesusilaan dan ditunjukan kepada tingkah laku

manusia dalam masyarakat dan menjadi pedoman bagi peguasa-penguasa Negara


dalam melakukan tugasnya.
LEON DUGULT : Hukum adalah aturan tingkah laku para anggota
masyarakat, aturan yang daya penggunaannya pada saat tertentu diindahkan oleh
suatu masyarakat sebagai jaminan dari suatu kepentingan bersama dan jika
dilanggar menimbulkan reaksi bersama terhadap orang yang melakukan
pelanggaran itu
J.C.T. SIMORANGKIR, SH Hukum itu ialah : Peraturan-peraturan yang bersifat
memaksa, yang menentukan tingkah laku manusia dalam lingkungan masyarakat
yang dibuat oleh badan-badan resmi yang berwajib, bila dilanggar mengakibatkan
diambilnya tindakan hukum tertentu.
*TUJUAN HUKUM*
1. Untuk menjamin keseimbangan agar dalam hubungan-hubungan yang
ditimbulkan oleh kepentingan-kepentingan masyarakat tidak terjadi kekacauan.
2. Untuk menjamin adanya kepastian hukum.
3. Meyeimbangkan antara tuntutan keadilan dengan tuntutan kepastian hukum /
ketertiban.
4. Untuk mengatur tata tertib secara damai dan adil.

*SUMBER-SUMBER HUKUM*
Yang dimaksud dengan sumber-sumber hukum ialah segala apa saja yang
menimbulkan aturan-aturan yang mempunyai kekuatan yang bersifat memaksa
dan apa bila ada pihak yang melanggar, mengakibatkan sanksi yang nyata.

HUKUM LAUT
1. Laut beserta kandungan / potensi yang ada di dalamnya sebagai milik bersama
(Commom heritage of Man kind)
2. Hukum laut yang tercantum dalam The United National Convention on The Law
of The Sea 1982 adalah hukum yang mengatur laut sebagai obyek degan
mempertimbangkan seluruh aspek kehidupan dan kepentingan seluruh negara
termasuk yang tidak berbatasan dengan laut (Land Lock Countris)guna
pemanfaatan laut dengan seluruh potensi yang terkandung didalamnya bagi umat
manusia sebagaimana yang tercantum dalam UNCLOS 1982 beserta Konvensi
International yang tidak terkait dengannya.

HUKUM MARITIM
Adalah hukum yang mengatur Pelayaran dalam arti pengangkutan barang dan atau
orang melalui laut, kegiatan kenavigsian dan perkapalan sebagai sarana / modal
transportasi laut termasuk aspek keselamatan maupun kegiatan-kegiatan yang
terkait langsung dengan perdagangan melalui laut yang di atur dalam hukum
Perdata / Dagang maupun Publik.
I.

MASALAH LAUT WILAYAH,LAUT BEBAS DAN ZONA TAMBAHAN

v Konvensi 1982 disetujui bahwa setiap Negara mempunyai hak untuk


menentukan laut wilayahnya sampai batas paling jauh 12 mil laut di ukur dari
pangkal sesuai dengan konvensi ini : Yaitu Negara mempunyai kedaulatan penuh
atas kolam air dan isinya, udara diatasnya, dasar laut dan tanah di bawahnya,
namun untuk kempentingan lalulintas pelayaran internasional, kapal kapal negara
asing mempunyai hak lintas damai:
v Zona Tambahan, adalah selebar 12 mil laut yang mengelilingi laut wilayah
selebar 12 mil laut, di mana indonesia dapat melaksanakan pengawasan atas
masalah masalah Bea Cukai, Fiskal, Imigrasi dan Kesehatan. Zona tambahan di
ukur 24 mil laut dari garis pangkal dari mana lebar laut di ukur.

HIGH SEAS ( LAUT BEBAS )


Laut diluar yurisdiksi Nasional Negara negara disebut laut bebas atau High
Seas. Pemanfaatan laut Bebas dilaksanakan berdasarkan prinsip Warisan bersama
umat manusia yang berarti : Bahwa manfaat laut bebas baik aspek Navigasi
maupun aspek sumber daya alam yang dikandungnya, harus dapat di nikmati oleh
seluruh umat manusia dan tidak boleh dimonopoli oleh satu atau beberapa negara
kuat saja.
Dan prinsip tersebut dilahirkan hak dan kewajiban tiap negara terhadap laut
bebas serta hak dan kewajiban khusus di laut bebas tertentu tersebut sperti
menyediakan sarana pencarian dan penyelamatan
(SAR).

Kebebasan Negara Pantai Maupun tak Berpantai


a. Kebebasan berlayar
b. Kebebasan terbang
c. Kebebasan meletakkan pipa di bawa laut

d. Kebebasan membangun pulau buatan dan insalasi - instalasi

LANDAS KONTINEN DAN ZONA EKONOMI EKSKLUSIF

1.

LANDAS KONTINEN

Menurut Undang-undang dagang No.1 tahun 1973 tentang landas kontinen


Indonesia adalah dasar laut dan tanah dibawahnya di luar wilayah RI sampai
kedalaman 200 meter atau lebih dimana masih mungkin diadakan Eksplorasi dan
Eksplaitasi kekayaan alam berupa mineral dan sumber alam lainnya di dasar laut
atau di dalam lapisan tanah dibawahnya.

2.

ZONA EKONOMI EKSKLUSIF

Zona Ekonomi Eksklusif adalah jalur diluar dan berbatasan dengan laut wilayah
Indonesia yang meliputi dasar laut tanah dibawahnya dan air diatasnya dengan
batas terluar 200 mil laut diluar dari garis pangkal laut wilayah Indonesia.

*HAK LINTAS DAMAI (INNONCENT PASSAGE)*


Pengertian hak lintas adalah pelayaran melalui laut Teritorial tanpa memasuki
perairan pedalaman atau singgah disuatu tempat atau berlabuh atau jelasnya lintas
adalah pelayaran melalui laut Teritorial tanpa atau melalui perairan pedalaman,
secara terus-menerus (kontinue), secepat mungkin (Force mejaure)

PENGERTIAN DAMAI
Suatu lintas dianggap damai bila tidak membahayakan ketertiban dan
keamanan Negara pantai dan harus dilakukan sesuai dengan ketentuan konvensi
dan aturan internasional lainnya. Adapun tindakan yang dianggap membahayakan
kedamaian, ketertiban dan keamanan kesemuanya berjumlah 12 hal yaitu :
1. Setiap ancaman atau penggunaan kekerasan terhadap kedaulatan, keutuhan
wilayah atau kemerdekaan politik Negara pantai.

2.

Latihan perang-perangan

3. Tindakan pertahanan yang bermaksud mengumpulkan informasi yang


merugikan pertahanan dan keamanan Negara pantai
4. Perbuatan propaganda yang bertujuan mempengaruhi pertahanan atau
keamanan Negara pantai
5.

Peluncuran atau penerimaan pesawat udara diatas kapal

6.

Peluncuran, pendaratan atau penerimaan setiap peralatan kelengkapan Militer

7.

Bongkar atau muat setiap komoditi atau uang atau orang

8.

Perbuatan Pencemaran

9.

Penangkapan Ikan

10. Kegiatan Penelitian


11. Perbuatan yang bertujuan mengganggu sistim komunikasi atau fasilitas atau
instalasi lainnya.
12. Setiap kegiatan lainnya yang tidak ada hubungannya dengan lintas itu sendiri
HAK LINTAS TRANSIT
Menurut artikel 38 pasal grup (2) UNCLOS 1982 lintas transit adalah
pelaksanaan kebebasan pelayaran dan penerbangan untuk tujuan transit yang
terus-menerus langsung dan secepat mungkin antara satu bagian laut lepas atau
Zona Ekonomi Ekslusif (2 EE) dengan bagian laut Zona Ekonomi Ekslusif wilayah
pelayaran atau penerbangan demikian dilakukan dalam suatu selat Internasional
yang menghubungkan satu laut lepas atau Zona Ekonomi Ekslusif lainnya.

HAK LINTAS ALUR KEPULAUAN


1. Bahwa hak lintas alur kepulauan adalah hak pelayaran dan penerangan pada /
lintas alur secara terus menerus, langsung, secepat mungkin tanpa boleh dihalangi
dari satu bagian laut lepas atau Zona Ekonomi Ekslusif dengan bagian laut lepas
atau Zona Ekonomi Ekslusif lainnya melalui alur kepulauan.
2. Bahwa alur kepulauan itu ditetapkan dengan suatu rangkaian garis sumbu
dimana kapal boleh menyimpang 25 mil ke sisi kanan atau kiri dengan garis sumbu
tetapi tidak boleh berlayar dekat pantai kurang dari 10% dari jarak antara titik yang
terdekat di pantai dengan alur kepulauan itu.

3. Bahwa untuk menentukan atau mengganti alur kepulauan Negara pantai harus
mendapat persetujuan dari Organisasi Internasional yang berwenang untuk itu.
Materi baru dalam UNCLOS 1982 yaitu tentang hak perikanan Tradisional tetapi
Undang undang No. 9 / 1985 masih relevan yaitu :

II.
BEBERAPA KETENTUAN YANG HARUS DIPATUHI OLEH KAPAL KAPAL ASING
SESUAI KONVENSI 1982 SEBAGAI BERIKUT :

1. Tidak memasuki perairan pedalaman atau singgah di pelabuhan-pelabuhan


Negara yang dilalui.
2. Melaksanakan pelayaran tidak terputus dan cepat tanpa berhenti ataupun
buang jangkar, kecuali jika keadaan terpaksa karena kecelakaan, kerusakan,
ataupun karena harus memberi pertolongan terhadap orang, kapal atau pesawat
udara yang mendapat kecelakaan.
3. Suatu lintas laut dianggap damai selama tidak membahayakan perdamaian,
ketertiban ataupun keamanan Negara yang dilalui.
Lalu lintas kapal kapal asing di anggap membahayakan perdamaian, ketertiban
ataupun keamanan suatu Negara bila melakukan kegiatan sebagai berikut :
a. Ancaman atau penggunaan kegiatan terhadap kedaulatan, keutuhan wilayah
ataupun politik yang melanggar azas azas hukum internasional
b.

Setiap penggunaan segalah jenis senjata

c. Mengumpulkan informasi yang dapat membahayakan pertahanan dan


keamanan negara lain
d. Kegiatan propaganda yang bertujuan untuk mempengaruhi pertahanan dan
keamanan negara lain
e.

Melunjurkan mendaratkan ataupun menaikan segalah jenis peralatan militer

f.Menurunkan atau menaikan segalah jenis barang alat pembayaran, ( uang ) atau
orang bertentangan dengan peraturan Pabean, Keuangan, Imugrasi dan Kesehatan
Negara
g.

Setiap tindakan mengakibatkan pencemaran lingkungan laut

h.

Setiap tindakan penangkapan ikan

i. Melakukan kegiatan penelitian dan survey

j. Perbuatan yang bertujuan mengganggu sistem komunikasi, fasilitas ataupun


Instalasi instalasi Negara lain
k.

Setiap kegiatan lainnya yang tidak ada hubungannya dengan kegitan lalulintas.

4. Kapal selam dan kendaraan bawah air lainnya,diharuskan berlayar di


permukaan air dan
Menunjukkan bendera ( pasal, 22 konvensi 1982 )
Kerugian yang di timbulkan kapal atau pesawat udara sesuai artikel 27 ( 1 ) terbatas
dalam hal :
1. Apabila akibat kejahatan itu di rasakan di negara pantai
2. Apabila kejahatan itu termasuk jenis yang menggangu kedamain atau ketertiban
laut wilayah
3. Apabila telah di minta bantuan pengusaha setempat oleh Nakhoda atau oleh
wakil Diplomataik atau pejabat Konsuler Negara Bendera
4. Apabila tindakan demikian di perlakukan untuk menumpas perdagangan gelap
Narkotika atau bahan Peychdtropis

MASALAH LINGKUNGAN HIDUP DI LAUT


Sumber daya alam di laut dijamin kelestyariannya dengan tetap
mempertahankan lingkungan laut sistem pengelolaan dan mengutamakan sumber
yang ada.
Penagkapan ikan dengan pokat harimau sangat membahayakan karena dapat
memusnakan bibit bibit maupun jenis ikan tertentu.
Sesuai kesepakatan bahwa pengontrolan dapat di lakukan dengan melalui
penyerhan tanggung jawab yaitu :

Untuk wilayah Territorial dan zona ekonomi Eksklusif di serahkan sepenuhnya


pada negara yang menguasainya

Untuk wilayah laut lepasdi bagi 2 ( dua )

1. Wilayah laut lepas yang berbatasan dengan laut Territorial suatu Negara
pengontrolannya Di serahkan kepada Negara yang berbatasan tersebut
2. Wilayah laut lepas yang tidak berbatasan dengan laut Territorial
pengontrolannya di serahkan pada kelompok Negara negara tertentu

MASALAH DASAR LAUT DAN KEKAYAAN LAUT

Kawasan dasar laut ada 3 ( tiga )


1.

Permukaan Laut

2.

Dalam Laut

3.

Dasar Laut

Ketiga bagian tersebutmerupakan satu kesatuan yang berada pada suatu


pengawasan, berdasarkan kedaulatan suatu negara atau hukum Internasional.

PERUSAHAAN PELAYARAN
1. Perusahaan Pelayan atau Perkapalan adalah suatu badan usaha yang didirikan
oleh satu atau beberapa orang dengam memiliki satu satu atau benerapa kapal
decara bersama - sama dan mengelolah kapal kapal tersebut untuk pelayaran di
laut dalam bidang jasa angkutan ( KUHD 323 )
2. Penguasa kapal adalah seseorang yang memakai sebuah kapal untuk
pelayaran dilaut baik di kemudikan sendiri atau oleh seorang Nakhoda yang bekerja
padanya. ( KUHD ps. 320 )
3. Perusahaan Angkutan laut Nasional adalah perusahaan angkutanlaut berbadan
hukum Indonesia yang melakukan kegiatan angkutan di dalam wilayah perairan
Indonesia dan ke pelabuhan lluar negeri ( PP. 82 1999 ttg angkutan di perairan )
4. Perusahaan angkutan Laut Asing adalah perusahaan angkutan laut berbadan
hukum asing ( foreign shipping company ) yang kapal kapal melakukan kegiatan
angkutan laut ke dan dari pelabuhan Indonesia.

Penyelenggarakan angkutan laut dalam negeri dilakukan :


a.

Oleh perusahaan angkutan laut nasional

b.

Dengan menggunakan kapal berbendera Indonesia

c. Untuk menghubungkan pelabuhan laut antara pulau atau angkutan laut lepas
pantai di wilayah perairan Indonesia.
Persyaratan mendirikan Perusahaan Pelayaran

a.

Memiliki akte pendirian perusahaan

b. Memiliki kapal berbendera Indonesia dengan ukuran GT 175 atau lebih atau
kapal tunda 150 PK dan Tongkana ukuran GT 175 atau lebih
c. Kapal berbendera Indonesia yang bersytatus leasing, di sewa oleh perusaan
Leasing,dan adanya pernyataan dari pemilik kapal bahwa tidak berkeberatan
kapalnya sebagai persyaratan izin usaha
d. Memiliki tenaga ahli setingkat Diploma III di bidang ketatalaksanaan Pelayaran
Niaga.
e.

Memiliki penanggung jawab perusahaan

f.

Memiliki NPWP.

g.
1.INSA ( INDONESIAN NATIONAL SHIPOWNERS ASSOSIATION )
Adalah organisasi pengusaha-pengusaha pelayaran (INSA), dalam organisasi
ini menangani tentang trayek-trayek distribusi muatan dan lain-lain untuk menjadi
bahan pertimbangan pemerintah sebelum mengeluarkan surat-surat keputusan
atau peraturan-peraturan mengenai hal tersebut.
2.ORGANISASI PERUSAHAN PELAYARAN
Bentuk organisasi perusahaan pelayaran disesuaikan dengan misi
organisasi.perusahaan pelayaran terbagi atas dua komponen yaitu dewan
pemegang saham dan eksekutif.
Dewan pemegang saham lazim disebut Dewan Komisaris yang
beranggotakan orang-orang punya andil, modal didalam perusahaan di ketahui oleh
seorang yang di sebut Presiden Komisaris.
3.JENIS PERUSAHAAN PELAYARAN
Perusahaan pelayaran di bagi menurut ruang garaknya dan jenis muatannya
(Peraturan Pem.No.2 thn 1969) sbb:
1. Pelayaran Nusantara
Yaitu untuk melakukan usaha pengangkutan antara pelabuhan atau antara pulau
nusantara yang dibagi daerah pelayaran dalam RLS RLS (Reguler Liner Service)
Untuk membawa trayek-trayek yang dianggap minus mengoperasikan kapal-kapal
niaga dengan nama PERITIS
2. Pelayaran Lokal

Yaitu pelayaran untuk melaksanakan usaha angkutan antar pelabuhan diseluruh


Indonesia dengan tujuan menunjang kegiatan pelayaran nusantara dan samudra
dengan memakai ukuran kecil (500 M3 isi kotor) atau lebih kecil atau sama dengan
175 Register Ton.
3. Pelayaran Rakyat
Yaitu Pelayaran Nusantara dengan mempergunakan perahu-perahu layar.
4. Pelayaran Pedalaman
Terusan dan Sungai yaitu melakukan usaha angkutan di alur pelayaran ini ditangani
oleh Direktoral Jendral Perhubungan Darat namun mengenai kapal dan personilnya
diatur oleh Dirjen Perhubungan Laut
5. Pelayaran Penundaan Laut
Yaitu Perusahan nusantara dengan menggunakan tongkang-tongkang yang ditarik
oleh kapal-kapal tunda.
6. Pelayaran Samudra Dekat
Yaitu pelayaran yang dilakukan ke Pelabuhan negara tetangga yang jaraknya tidak
lebih dari 3000 Mil laut dari pelabuhan terluar Indonesia ke jurusan manapun
misalnya ke India,
7. Pelayaran Samudra
8. Yaitu pelayaran ke dan dari luar negri yang bukan pelayaran samudra.
9. Pelayaran Khusus
Yaitu pelayaran dalam, pengangkutan muatan-muatan khusus yang pada umumnya
hasil dari industri / tambang dan biasanya dimuat curah (BULK) tampa pembatasan
daerah pelayaran misalnya : Minyak Bumi, Biji-biji Besi, Kayu Gelondongan, Timah
dll.

4.

PER VEEM AN

Veem Yaitu penampungan atau pemupukan barang-barang (Ware Housing)


dalam usahanya meliputi:
4. Penumpukan
5. Penyimpanan
6. Persiapan muatan

7. Penyerahan
8. Pengukuran
9. Pemerkahan
10. Expedisi dll

Dalam usaha ini dibutuhkan sarana :


(1) Gudang
(2) Lapangan bongkar muat (General Asesmbly Area)
(3) Peralatan pengepakan dll

5.

Ekspedisi Muatan Kapal Laut

Ialah usaha jasa untuk mengurus dokumen-dokumen muatan, baik untuk pemuatan
maupun pembongkaran, dan semua pekerjaan yang berhubungan dengan
pemuatan dan pembongkaran, penerimaan atau penyerahan muatan.
EMKL bisa usaha terpisah / tergabung dalam perusahaan pelayaran / Veem. Tujuan
EMKL :
-

Memperlancar arus dokumen

Menghindari tertumpuknya muatan

Menghindari macetnya bongkar muat

Memperlancar keluar masuknya kapal

6.

Stuwadoring ( Stewedoring )

Ialah usaha dibidang jasa dalam bongkar muat kapal, Usaha ini dibina oleh Badan
Pengusaha Pelabuhan dan Perusahaan Pelayaran, dan diselenggarakan oleh
Yayasan yaitu Yayasan Usaha Karya ( YUKA )

7.

Tally Association

Adalah perhitungan, bentuk usaha ini di Indonesia merupakan unit / bagian dari
perusahaan pelayaran atau Veem atau EMKL / Stuwadoring tapi di luar negeri
kadang-kadang di lakukan juga antara pengirim dan pengangkut.

AWAK KAPAL
1. Awak kapal adalah orang yang bekerja atau di pekerjakan di atas kapal oleh
pemilik atau operator kapal untuk melakukan tugas di atas kapal sesuai dengan
jabatan yang tercantum dalam buku sijil ( UU No. 2/1992 )
2. Nakhoda adalah seorang dari awak kapal yang menjadi pimpinan umum di atas
kapal serta menjadi wewenang dan tanggung jawab tertentu sesuai peraturan
perundang undangan yang berlaku ( UU No. 21 / 1992 )
3.

Nakhoda adalah orang yang memimpin kapal (KUHD ps 34 )

4. Pemimpin kapal adalah seorang dari awak kapal yang menjadi pimpinan umum
di atas kapal untuk jenis dan ukuran tertentu serta mempunyai wewenang dan
tanggung jawab tertentu bereda dengan yang di miliki Nakhoda ( UU No. 21 )
5.

Anak kapal adalah merekla yang tercantum dalam daftar anak kapal ( KUHD )

6.

Anak buah kapal adalah anak kapal selain Nakhoda ataupun pemimpin

a.

Pelayar : Semua orang yang ada di kapal ( UU No. 21 )


Semua orang yang ada di kapal selain Nakhoda
( KUHD )

b. Perwira adalah mereka yang dalam daftar anak kapal di berikan pangkat
sebagai perwira ( KUHD )
c. Pelaut adalah setiap orang yang mempunyai kualifikasi keahlian atau
ketrampilan sebagai awak kapal ( PP 7/ 2000 )
Persyaratan untuk bekerja di kapal
a.

Berumur seurang kurangnya 18 tahun

b. Sehat jasmani dan rohani berdasarkan hasil pemeriksaan rumah sakit yang di
tunjuk pemerintah
c.

Memiliki sertifikat keahlian pelaut dan / atau sertyifikat Kepelautan Pelaut

d.

Di sijil

Hak dan Kewajiban Awak Kapal dan Perjanjian Kerja Laut


a.

Hak atas upah

b.

Hak atas permakanan dan tempat tinggal di kapal

c.

Hak atas cuti

d.

Hak atas parawatan kalau sakit di kapal

e.

Hak atas angkutan bebas

f.

Hak atas ganti rugi bilamana kapalnya musnah / tenggelam

Kewajiban Awak Kapal


a.

Mentaati perintah perusahaan

b.

Bekerja sesuai dengan jangka waktu perjanjian

c.

Melaksanakan tugas sesuai jam kerja yang telah di tetapkan

d.

Bekerja sekuat ytenaga dan wajib mengerjakan segalah sesuatu


yang di perintahkan oleh Nakhoda

Pekerjaan Anak kapal di jelaskan di dalam :


a. Perjanjian kerja laut
b. Sijil awak kapal
c. Peraturan dinas di kapal yang di buat oleh Nakhoda
e.

Taat kepada atasan teristimewah menjalankan perintah perintah Nakhoda

f.
Tidak boleh membawa atau menmiliki minuman keras, tidak membawa
barang barang terlarang, senjata dan sebagainya di kapal tanpa seizin Nakhoda
g.

Keluar dri kapal denga izin Nakhoda dan pulang kembali tidak terlambat

h.
Wajib membantu memberikan pertolongan dalam penyelamatan kapal dengan
muatan ddengan menerima upah tambahan
i.
Menyediakan diri untuk Nakhoda selama 3 hari setelah habis kontrak nya
untuk kepentingan membuat kisah kapal

Hak Perusahaan adalah Mempekerjakan pelaut sesuai perjanjian. Kewajiban


Perusahaan : Memenuhi semua hak pelaut sesuai perjanjian
Keuntungan dari KKB adalah :
a.

Persyaratan kerja sudah di tentukan

b.

Berlaku secara luas dan dalam waktu tertentu

c. Pelaut tidak harus bernegosiasi setiap pembutan PKL karena PKL tidak boleh
bertentangan dengan KKB

Perjanjian Kerja Laut ( PKL )


Definisi :
1. Perjanjian Kerja Laut atau PKL adalah perjanjian yang dibuat antara seorang
pengusaha kapal di suatu pihak dengan seorang buru di pihak lain, dengan mana
pihak tersebut menyanggupi untuk di bawa perintah pengusaha itu melakukan
pekerjaan dengan mendapat upah baik sebagai Nakhoda atau anak buah kapal
( KUHD ps 395 )
2. Perjanjian Kerja Laut ( PKL ) afdalah perjanjian kerja perorangan yang di tanda
tangani ole Pelaut Indonesia dengan pengusaha angkutan di perairan ( PP. 7 Tahun
2000 )
3. Menurut KUHD PKL antara pengusaha harus dibuat tertulis tapi tidak harus di
hadapkan kepada pejabat pemerintah, tapi PKL untuk anak kapal harus tertulis dan
dibuat dihadapkan pejabat pemerintah.
4. Tapi sesuai peraturan pemerintah No. 7 tahun 2000 semua PKL harus di
ketahui pejabat pemerintah yang di tunjuk oleh Menteri
5.
Selain dari PKL kita menganal Perjanjian Kerja Kolektif ( PKK ) atau di sebut
juga Kesepakatan Kerja Bersama ( KKB ) yaitu perjanjian antara satu atau beberapa
pengusaha kapal dengan satu atau beberapa organisasi perburuan .

Jenis jenis PKL


a.

Untuk waktu tertentu

b.

Untuk satu perjalanan atau lebih

c.

Untuk waktu tak tertentu

Isi PKL sekurang kurangnya :


1.

Nama dari Pengusaha Dan Pelaut

2.

Tanggal Pembuatan

3.

Jenis PKL

4.

Hak hak Pelaut ternasuk upah

5.

Kewajiban Pelaut

6.

Hak Pengusaha

7.

Kewajiban Pengusaha

8.

Jabatan di kapal

Mengakhiri Hubungan Kerja


1.

Menakhiri hubungan kerja dapat di lakukan dengan secara sah dan tidak sah

2.

Mengakhiri secacra sah

a.

Kedua belah pihak menyetujui

b.

PKL sudah berakhir

c.

Salah satu pihak membayar Konpensasi

d.

Pelaut meninggal dunia

e.

Alasan mendesak

f.

Alasan penting

Alasan mendesak bagi majikan ialah tindakn, sifat atau perilaku buruh yang
mengakibatkan bahewa ari pihak majikan secara wajar tidak dapat dibenarkan
( tolelir ) untuk selanjutnya hubungan kerja misalnya :
a.

Pelaut menipu waktu pembuatan PKL

b.

Tidak cakap untuk melakukan tugasnya

c.

Suka mabuk, madat dan perbuatan buruk lainnya

d.

Mencuri atau melakukan penggelapan

e.

Menganiyaya, menghina majikan atau teman kerja

f.

Menolak perintah majikan / atasan

g.

Membawa barang selundupan

Alasan mendesak dari pihak buruh adalah :


a.

Majikan menganiyaya, mengancam secara kasar

b. Membnujuk untuk membuatr hal hal yang bertentangan dengan undang


undang
c.

Tidak membayar upah pada waktunya

d.

Melalaikan kewajiban yang di beban kan pada PKL

e.

Bila kapal di opersikan untuk penyelundupan

f.

Bila makanan tidak layak

g.

Bila tempat tinggal tidak memenuhi syarat sehinggamempengaruhi kesehatan

Bila PKL ingin di putuskan dengan alasan mendesak maka harus di sampaikan
secepat mungkin kepada pihak lain. Apabila tidak di smpaikan secepat mungkin
maka alasan mendesak berubah jadi alasan penting. Untuk pemutusan dengan
alasan penting harus di ajukan melalui Pengadilan Negeri atau kalau di luar negeri
melalui perwakilan RI

Tugas Nakhoda Secara Umum

1. Pemimpin kapal
2. Pemegang kewibawan umum di atas kapal
3. Pegawaiu kepolisian
4. Pegawai pencatatan sipil

5. Notari

1. Sebagai Pemimpin Kapal :


a.

Mampu membawa kapal dengan selamat kepelabuhan tujuan

b.

Mampu mengurus kapal, penumpang dan muatan

c.

Mampu memelihara kapal agar tetap layak Laut

d.

Mampu mengeloleh tertib administrasi kapal.

2. Sebagai Pemegang Kewibawaan Umum berarti :


a.

Berwibawa terhadap semua orang di ataskapal demi keselamatan kapal

b.

Berwibawa menegakan disiplin di atas kapal.

3. Sebagai Pegawai Kepolisian di atas kapal


a.

Mengumpulkan bahan bahan untuk proses verbal

b.

Menyita barang barang bukti

c.

Mendengar dari tertudu dan saksi serta mencatat dalam berita acara

d.

Mengamankan tertudu

e. Menyerahkan berkas, barang bukti dan tertudu kepada polisi setibanya kapal di
pelabuhan

4. Selaku Pejabat Pencatatan Sipil di atas kapal


a. Membuat akte kelahiran dan mecatat dalam buku harian kapal dalam waktu 24
jam dengan 2 orang saksi
b. Membuat akte kematian dalam waktu 24 jam bila ada yang meninggal di kapal
selaku Notari kapal
c. Membuat akte wasiat seseorang di atas kapal dengan di saksikan 2 orang saksi.
Surat wasiat tersebut hanuya berlaku dalam 6 bulan.

d. Membuat akte perjanjian antara pelajar yang berada di kapal juga dengan 2
orang saksi.

Kewajiban kewajiban Nakhoda


1. Kewajiban sebelum berlayar Nakhoda harus meyakinkan bahwa kapal berada
dalam keadaan laik laut
2. Kewjiban umum Nakhoda wajib mentaati peraturan peraturan
3. Kewajiban selama pelayaran, Nakhoda harusKewajiban sebelum berlayar
Nakhoda harus meyakinkan bahwa kapal berada dalam keadaan laik laut
4. Kewaiban untuk memberikan pertolongan bagi orang orang yan dalam bahaya
di laut
5. Kewajiban mengikuti haluan
6. Kewajiban menyimpan surat surat kapal
7. Kewajiban menyelenggarakan Buku Harian kapal
8. Kewajiban untuk memperhatikan kepentingan pihak-pihak yang berhak atas
kapal
9. Kewajiban mentaati perintah penguasa
10. Kewajiban melaksanakan register hukum

Kewenangan lain dari Nahkoda


1. Dalam keadaan darurat berhak memakai bahan makanan milik pelayar
2. Ditempat tidak ada perwakilan dapat mengadakan perlengkapan kapal
3. Dalam keadaan mendesak diluar wilayah indonesia berwenang menjual kapal
4. Mempekerjakan atau menurunkan penumpang gelap
5. Apabila dalam musyawarah dengan perwira diminta sumbangan pikiran nahkoda
bebas untuk menerima atau mengabaikan saran tersebut
6. Ditempat yang tidak ada perwakilan perusahaan nahkoda berhak
menandatangani konosemen

7. Menjatuhkan hukuman disiplinerterhadap ABK berupa peringatan


sampaipemotongan upah maximum 10 hari kerja
8. Sebagai wakil dari pengusaha kapal

A. Sijil awak kapal adalah daftar dari semua orang yang akan melakukan dinas
anak buah kapal (bekerja disuatu kapal)dan dibuat dihadapan syahbandar dan
dibuat dalam rangkap 2 (dua)
1(satu)lembar untuk nahkoda dan lembar lainnya untuk syahbandar
Sijil; Awak kapal ditanda tangani oleh nahkoda dan syahbandar/pegawai
pendaftataran anak kapal
B. Isi sijil dari awak kapal :
a.

Nama kapal dan awak kapal

b.

Nama pengusaha kapal dan nahkoda

c.

Nama dan sebagai apa terhadap awak kapal itu dipekerjakan

d.

Kepada awak kapal mana diberikan pangkat perwira

e.

Nama-nama dari dua perwira yang harus hadir pada waktu menjatuhkan hukum

f.
Nama-nama dua perwira kapal dengan siapa nahkoda berunding sebelum
mengasingkan (masuk tujuan) seorang penumpang yang menjadi gila atau yang
yang telah melakukan kejahatan
C. Yang tercantum dalam sijil awak kapal
a. Semua orang yang membuat perjanjian kerja laut dengan pengusaha
kapal,serta yang diwajibkan melakukandinas awak kapal(Mualim,Masinis,Serang
dts)
b. Semua yang diizinkan pengusaha kapal, untuk berniaga atas tanggungan
sendiri(tukang cuci,tukang potret,tukang cukur)
c.

Semua orang(pembantu)yang bekerja pada majikan lain

Syarat-syarat untuk menandatangani sijil awak kapal:


a.

Pengusaha membuat PKL denga awak kapal

b.

Usia paling sedikit 18 tahun

c.

Memenuhi syarat-syarat yang diperlukan

Buku Pelaut

Surat bukti kesehatan

Surat ujian Mata dan Telinga

Surat kuasa dari ayah/walinya apabila awak kapal tersebut


Masih dibawah umur

Akibat apabla kapal tidak membuat sijil awak kapal adalah :


a.

Nakhoda tidak boleh berlayar

b. Tidak boleh melakukan tugas bila nama nya tidak tercantum dalam sijil awak
kapal

Sijil awak kapal di adakan perubahan apabila :


a.

Nama kapal di ganti

b.

Berganti pengusaha

c.

Pergantian Nakhoda

d.

Perubahan dalam susunan awak kapal

Dokumen dokumen dan Sertifikat sertifikat yang harus ada di kapal :


1. Surat tanda kebangsaan ( Surat Laut / Pas Tahunan / Pas kecil )
2. Surat Ukur
3. Buku Sijil
4. Sertifikat sertifikat
a.

Sertifikat keselamatan konstruksi kapal barang

b.

Sertifikat keselamatan perlengkapan kapal barang

c.

Sertifikat keselamatan radio kapal barang

d.

Sertifikat keselamatan kapal penumpang

e.

DOC dan SMC ( Berdasarkan ISM Code )

f.

Sertifikat pencegahan oleh Minyak ( IOPP )

g.

Buku catatan minyak dan SOPEP

h.

Minimum safe Manning Certificate

i.

Sertifikat dari Perwira dan ABK

j.

Load Line Certificate

k.
l.

Surat izin berlayar dari pelabuhan terakhir


Crew List

m. Cargo Manifest
n.

Buku kesehatan

Pengawasan Keselamatan Kapal


Penngawasan terhadap keselamatan kapal dilaksanakan oleh :
1. Pemerintah Negara Bendera ( Flag State ) ang di bebani tanggumg jawab atas
keselamatan kapal kapal yang menggunakan bendera Negara
2. Pemerintah Negara Pelabuhan ( Port State ) yang di beri kewengan untuk
mengawasi kapa kapal asing yang memasuki pelabuhan Negara mereka.
Pengawasan di lakukan terhadap kelengkapn sertifikat serta kondisi kapal dan
perlengkapannya. PSCO dapat menhan kapal yang sertificatnya tidak ada / expire
atau yang kondisi kapalnya tidak aman untuk berlayar.

Biro Klasifikasi
Tujuan dari biro klasifikasi adalah untuk mensurvey dan mengklaskan kapal
berdasarkan suatu pembukuan persyaratan pembangunan maupun permesinan
kapal tugas mana dijadikan jaminan bagi pihak pihak tertentu yang mempunyai
kepentingan (pemilik muatan, asuransi). Pemerintah dapat memanfaatkan Biro
Klasifikasi untuk memeriksa dan menertibkan sertifikat serta nama pemerintah
yang memberikan kewenangan sertifikat sertikat yang dikeluarkan Biro Klasifikasi
(Class Certificate) tidak mengikat pemerintah.

Biro biro Klasifikasi yang terkenal


1.

Lloid Register of Shipping ( LR ) London

2.

Bereau Veritas (BV) Paris

3.

Det Norske Veritas (NV) Oslo

4.

Germanische Lloid (GL) Berlin

5.

Registro Italiano Navale (RI) Roma

6.

The American Bureau of Shipping (AB) New York

7.

Nippon Keiji Kyokai (NK) Tokyo

8.

Biro Klasifikasi Indonesia (BKI) Jakarta

Pengukuran kapal
Setiap kapal yang digunakan untuk berlayar wajib diukur. Pengukuran dapat
dilakukan menurut tiga metode :
a.
Pengukuran dalam negeri yang digunakan untuk pengukuran dan penentuan
tonase kapal yang panjangnya kurang dari 24 meter.
b.
Pengukuran international yang digunakan untuk pengukuran dan penentuan
tonase kapal yang panjangnya kurang dari 24 meter atau lebih.
c.
Pengukuran khusus digunakan untuk pengukuran dan panentuan tonase kapal
yang akan melewati terusan tertentu.
Atas permintaan pemilik kapal yang panjangnya kurang dari 24 meter dapat
dilakukan pengukuran menggunakan metode International. Kapal yang telah diukur
dengan menggunakan metode pengukuran dalam negeri.
Hal pengukuran kapal disusun dalam daftar ukur untuk menetapkan ukuran dan
tonase kapal. Terhadap kapal yang berdasarkan pehitungan diperoleh isi kotor 20
meter kubik yang setara dengan GT 7 atau lebih diterbitkan surat ukur.
1.

Surat ukur berlaku jangka waktu tidak terbatas.

2.

Surat ukur tidak berlaku apabila kapal tidak digunakan lagi antara lain karena :

a.

Kapal discrap.

b.

Kapal tenggelam.

c.

Kapal musnah.

d.

Kapal terbakar.

e.

Kapal dinyatakan hilang.

Surat ukur dinyatakan batal apabila :


1. Pengukuran dilakukan tidak sesuai ketentuan.
2

Diperoleh secara tidak syah atau digunakan tidak sesuai untuk

peruntukannya.
Surat ukur baru sebagai pengganti surat ukur lama dapat diterbitkan apabila :
a.

Nama kapal dirubah.

b.

Surat ukur rusak, hilang atau musnah.

c.

Kapal diukur ulang karena surat ukur dinyatakan batal.

Kapal diukur ulang karena adanya perubahan bangunan yang menyebabkan


berubahnya rincian yang dicantumkan dalam surat ukur.
3. Kapal yang telah diukur dipasang tanda selar yang biasanya dipasang pada
dinding depan anjungan.Pemilik atau operator kapal wajib melaporkan kepada
pemerintah apabila terjadi perombakan terhadap bangunan kapal yang
menyebabkan berubahnya ukuran kapal.
4.

Isi dari surat ukur.

a.

Panjang kapal.

b.

Lebar kapal

c.

Dalam ( depth )

d.

Isi kotor.

e.

Isi bersih.

*Buku Harian Kapal*


1. menurut KUHD pasal 348 Nakhoda harus menyelenggarakan Buku Harian
Kapal. Nakhoda boleh mengerjakan sendiri atau menugaskan salah seorang perwira
( biasanya mualim I ). Tetapi Nakhoda harus mengawasi agar buku harian diisi
dengan benar. Nakhoda yang tidak menyelenggarakan buku harian secara benar
atau tidak memperlihatkan Buku harian pada waktunya dianggap melakukan
pelanggaran sesuai KUHD ps 562. Sedangkan perbuatan tidak menyelenggarakan

Buku harian kapal menurut peraturan dengan maksud menguntungkan diri sendiri
atau orang lain atau menutupi perbuatan tersebut dianggap melakukan perbuatan
kejahatan dengan ancaman hukuman tujuh tahun penjara ( KUHD ps 466 ).
2.

Fungsi Buku Harian :

A. Bahan pembuktian
B. Sumber data bagi hakim jika terjadi sengketa
C. Sebagai bahan pengawasan oleh pemerintah
D. Kapal-kapal yang diwajibkan menyelenggarakan Buku Harian Kapal adalah
kapal yang berukuran 500 meter kubik atau lebih (KUHD) sedangkan menurut
Peraturan Pemerintah No.51 tahun 2002 kapal dengan isi kotor GT 100 atau lebih
harus menyelenggarakan Buku Harian Kapal sewdangkan kapal dengan tenaga
penggerak utama 200 TK atau lebih harus menyelenggarakan Buku Harian Mesin
kapal-kapal yang mempunyai perangkat radio harus menyelenggarakan Buku
Harian Radio.
E. Buku Harian harus terbuat dari bahan yang baik dijilid dan dengan baik, kolomkolom yang tersedia untuk mencatat kejadian-kejadian di kapal. Tiap halaman harus
di beri nomor halaman.Dibagian muka Buku Harian Kapal harus terdapat pentunjuk
halaman yang menyebutkan keterangan mengenai :
1.

Kelahiran dan Kematian Kapal

2.

Mutasi diantara awak kapal

3.

Kecelakaan / kerusakan yang dialami

4.

Pengedokan, Perbaikan

5.

Penutupan / Pembukaan pintu-pintu kedap air

6.

Latihan-latihan Berkala

7.

Perangkap Telegrap Radio

8.

Pemuatan barang-barang berbahaya

9.
Hal-hal yang dilarang dalam penyelenggaraan Buku Harian karena akan
mengurangi kekuatan pembuktiannya adalah :
1.

Menghilangkan halaman

2.

Penambahan halaman

3.

Pengosongan halaman

4.

Perobahan, penambahan

5. Penghapusan (kalau ada kesalahan tidak boleh di / tip ex tapi di coret dan di
paraf)
Sebelum digunakan Buku harian harus di legalisir oleh pejabat pemerintah yang di
tunjuk dimana setiap haraman di paraf dan sebulan sekali Buku Harian di eshibitum
( di perlihatkan kepada pejabat yang di tunjuk )

Kisah Kapal
Kisah kapal sdalah suatu akte otentik yang di buat di hadapan Syabandar atau
Notaris mengenai kejadian kejadian selama pelayaran yang di gunakan sebagai
bahan pembuktian pada kejadian kejadian penting yang mungkin menimbulkan
kerusakan kapal kadang kadang kisah kapal di sebut juga Merine Note Of Protest
kekuatan pembuktian sama dengan Buku Harian Kapal. Kisah Kapal memuat
keterangan lebih rinci yang tidak dapat di tulis dalam buku harian karena
keterbatasan tempat.
1. Kisah kapal harus dibuat dalm waktu 3 kali 24 jam setibanya kapal di
pelabuhan, setidaknya kisah kapal yang harus di susul dengan yang lengkap dalam
waktu 30 hari. Pembuatan kisah Kapal sementara biasanya kalau ada kerusakan di
bawah air yang belum kelihatan sebelum kapal naik dok. Selain Nakhoda awak
kapal yang mengetahui kejadian itu ikut menandatangani Kisah kapal . Isi dari kisah
kapal antara lain Kapal mengalami cuaca buruk sehingga di kuatirkan akan
mengalami kerusakan kapal dan muatan, kecelakaan kecelakaan yang terjadi,
serta tindakan yang di ambil oleh Nakhoda untuk mencgah atau mengurangi
kerusakan. Kisah kapal merupakan suatu perikatan sepihak dan karena siapa yang
membuat kisah kapal hanya mengikat dirinya sendiri.
2. Kejahatan dan pelanggaran pelayaran
3. Di dalam undang undang hukum pidana ( KUHP ). Kitap Undang undang
Hukum Dagang ( KUHD ) serta Undang undang No 21 tahu 1992 tentang
pelayaran di atur tindakan tindakn yang di kategorikan sebagai kejahatan atau
pelanggaran pelayaran untuk perbuatan yang di anggap kejahatan ancaman
hukumannya adalah. Hukuman kurungan (penjara) sedangkan untuk pelanggaran
ancaman hukuman penjara atau boleh di ganti dengan denda.
4. Contoh kejahatan pelayaran menurut KUHP :
a.

Pembajakan di laut

Nakhoda yang kapalnya di gunakan untuk pembajakan di ancam penjara paling


lama 15 tahun
Awak kapal lainnya di ancam
b. Pelayar yang merampas kapal di ancam 7 tahun penjara.Nakhoda yang
merampas kapal dari pemilik di ancam 8 tahun penjara
c. Nakhoda yang menyuruh membuat kisah kapal yang tidak benar di ancam 5
tahun penjara sedangkan anak buah yang membantu diancam hukuman 2 tahun 8
bulan
d.

Nakhoda yang melarikan diri dari tugasnya di ancam hukuman 2 tahun 8 bulan

e. Awak kapal yang melarikan diri dan dapat membahayakan kapal di ancam
hiukuman 1 tahun 4 bulan
f.
Awak kapal yang menyerang orang lain yang lebuh tinggi jabatannya di hukum
2 tahun 8 bulan. Kalau berakibat luka di hukum 4 tahun jika meninggal di ancam
hukuman 12 tahun
g. Insubordinansi yang di lakukan bersama sama di ancam 7 tahun, bila ada
yang terluka 8 tahun 5 bulan dsan bila mati 15 tahun
h. Barang siapa yang meghasut di kapal supaya memberontak di ancam hukuman
6 tahun
i.
Barang siapa dengan sengaja menenggelamkan dan mendatangkan bahaya
kepada orang lain di hukum maximum 6 tahun
Sedangkan dalam Undang undang No. 21 tahun 1992 tentnag Pelayaran :
Barang siapa dengan sengaja merusak sarana bantu navigasi sehingga tidak
berfungsi lagi di ancam hukuman 12 tahun penjara Kalau menimbu;kan bahaya
terhadap kapal lain 15 tahun dan kalau ada orang yang meninggal karena itu di
ancam huuman penjara 20 tahun

Sanksi sanksi lain yang di atur dalm Undang undang NO, 21 tahun 1992

1. Nakhoda yang tidak berada di atas kapal atau meninggalkan kapal tanpa
alasan yang sangat memaksa , selama kapal berlayar dengan pidana penjara 5
tahun 6 bulan
2. Nakhoda atau pimpinan kapal yang melayarkan kapalnya sedangkan ia
mengetahui kapalnya tidak laik laut di pidana dengan pidana paling lama 3 bulan
atau denda 6 juta rupiah

3. Pemilik atau operator kapal yang menghalang halangi keleluasan nakhoda


untuk melaksanakan kewajiban nya sesuai undang undang yang berlaku di pidana
setinggi tingginya 9 bulan atau denda setinggi - tingginya 18 juta rupiah
4. Nakhoda yang tidak menyelenggaralkan Buku Harian di ancam 3 bulan atau
denda 6 juta rupiah
5. Barang siapa yang melakukan pembuangan limbah yang tidak memenuhi
persyaratan di pidana paling lama 5 tahun atau denda 120 juta rupiah, kalau
pembuangan tersebut menyebabkan rusaknya lingkungan di ancam 10 tahun
penjara atau denda 240 juta rupiah
6. Nakhoda yang tidak melakukan penanggulangan pencemaran yang berasal dari
kapalnya di ancam pidana 2 tahu atau denda 8 juta rupiah
7. Barang siapa di atas kapal tidak memberikan pertolongan atas kecelakaan yang
menimpa kapalnya di pidana 2 bulan atau denda 4 juta rupiah

Nationality ( Kebangsaan )
1. Secara dasar tata kebangsaaan adalah hubungan legal antara negara dan
warganya mencakup hak dan kewajiban antara keduanya.
2. Istilah Nationality kemudian di terapkan terhadap kapal, dalam hukum maritim
di gunakan sebagai istilah yang menentukan hubungan hukum antara sebuah kapal
dan Negara benderanya
3. Konsep kebangsaan di perluas terhadap kapal kapal karena adanya hak
kebebasan dari laut dan pelayaran, di bawa hukum internasional . Hal ini di
karenakan setiap negara apakah berpantai atau tidak ( land Lock ) mempunyai hak
untuk melayarkan kapal dengan menggunakan benderanya dan yang kedua adalah
kenyataan bahwa tidak suatu negara yang mempunyai kedaulatan di luar Laut
wilayahnya. Sehingga jelas bahwa kapal akan di pisahkan tidak hanya dari
pengawasan suatu negara tetapi juga di laut terlepas dari pelaksanaan peraturan .
Itulah sebabnya kapal harus punya kebangsaan.

KAPAL

Menurut Undang undang Convensional On Conditional for Registration of


Ships 1986 Kapal berarti kapal laut dengan tenaga pengerak yan di gunakan
untuk perdagangan internasional
guna mengangkut barang, penumpang atau
keduanya kecuali
kapal yang kurang dari 500 GT. Berdasarkan UNCLOS pasal

92
setiap kapal harus berlayar di bawah hanya satu kebangsaan. Hal
ini di
sebabkan : Karena semua negara apakah berpantai atau
tidak ( land Locked )
mempunyai hak untuk melyarkan kapalnya di bawah bender kebangsaan di laut
bebas ( high seas )
PENDAFTARAN KAPAL

Prosedur Pendaftaran Kapal


Pemilik harus mengajukan permohonan kepada pejabat pendaftaran dengan
di lampiri
a.

Bukti pemilikan

b.

Idntits pemilik

c.

Surat Ukuyr

d. Bagi kapal yang di beli dari Luar Negeri harus di lampirkan surat [pernyatan
bahwa telah di coret dari pendftaran negara as
e. Bukti kepemilikan dapat merupakan surat kontrak dan bukti penyerahan dari
galangan pembuatan atau untuk kapal yang di buat secara traditional surat tukang
yang di kethui camat, bagi kapal yang di beli di luar Negeri berupa Bill of Sale
Protocol of Deliferi dari pemilik lama
f.
Kapal yang sudah di daftar harus memasang tanda pendaftaran beruoa
rabgkain dari angka dan huruf yang menunjukan tahun pendaftaran,, kode
pengukuran dari tempat kapal di daftar dan no akte pandaftaran ini biasa di pasang
di dinding depan anjungan

Kapal yang sudah di daftar di bri surat tanda kebangsaan yang di Indonesia
dapat berupa Surat Laut untuk Kapal GT 175 atau lebih.b) Pas tahunan untuk kapal
antara GT 7 dan GT 175, dan c)Pas kecil untuk kapal kurang dari 1 GT 7
Sebagai bukti hak milik bagi kapal sudah di daftar di berikan Groose akte sedangkan
akte disimpan oleh Pegawai Pensdaftaran kapal.
Isi dari akte Pendaftaran memuat hal hal sebagai berikut :
a.

Nomor dan tanggal akte

b.

Nama dan tempat kedudukan pejabat pendaftaran kapal

c.

Nama dan domisili kapal

d.

Data Kapal

e.

Uraian singkat pemilik kapal

Tujuan pendaftaran Kapal


1. Untuk membuat daftar kapal kapal yang mengibarkan bendera suatu negara
dalam mana berada di bawa kewenangan hukum Negara tersebut dan untuk negara
tersebut bertanggung jawab
2.

Untuk menjamin atau menentukan kebangsaan sebuah kapal

3.

Untuk menghilangkan hak kebendaan ,biaya pendaftaran kapal

4.

Bagi kapal yang sudah terdaftar dapat di kenakan Hypotek

Menurut Konvensi International tentang pendaftaran 1986 data data yang harus
ada antara lain :
1.

Nama kapal dan nama serta pendaftaran sebelumnya bila ada

2.

Tempat atau pelabuhan pendaftaran, Official number, dari kapal

3.

Call Sing

4.

Nama Bulders, tempat pembangunan serta tahun pembangunan

5.

Keterngan mengenai ciri ciri utama kapal

6.

Nama, Alamat kebangsaan dari pemilik

7.

Tanggal pencoretyan dari pendaftaran sebelumnya

8. Nam, Alamat dari bareboat charter bila undang undang suatu negara
mengizinkan pendaftarn kapal di bawah bareboart charter
9. Data da penhypotikan atau penanganan beban sejenis terhadap kapal sesuai
undang undang Negara nya
10. Bila lebih dari satu oarang pemilik besarnya share masing masing pemilik
11. Nama serta alamat dari opertor bila operator bukan pemilik atau bareboart
charter

12. Dalam pendaftaran kapal di anut steksel negatif, artinya pejabat pendaftar dan
pejabat balik nama kapal tiadak bertanggung jawab atas kebenaran materi
dokumen yang di sampaikan oleh poemilik kapal
13. Kapal yang sedang di bangun di dalam atau di luar negeri dapat di daftar untuk
sementara dengan di buatkan akte pendaftaran untuk mendapatkan akte
sementara
Pemilik harus mengadakan permohonan dengan melampirkan :
a.

Bukti pemilikan yang merupakan surat perjanjian pembagunan kapal

b.

Identitas pemilik

c.

Spesifikasi tahapan pembangunan kapal yang sudah di laksanakan

d.

Persetujuean galangan untuk mendaftarkan kapal atas nama pemesan

e.

Dokumen yang berisi tentang ukuran dari Tonnase kapal

f.
Akte sementara tidak berlaku lagi saat kapal di serah terimakan atau pada saat
di nyatakan tidak di lanjutkan

Balik Nama Kapal


Kalau terjadi perubahan pemilik atas kapal yang sudah di daftar pemilik yang
harus mengajukan permohonan pembuatan akte dan pencatatan balik nama kapal
kepoada pejabat pendaftar tempat dimana kapal di daftar paling lama 3 tahun
semenjak perlihan pemilik. Permohonan harus di lengkapi dengan dokumen
dokumen :
a.

Bukti pemilikan

b.

Identitas pemilik

c.

Groose akte pendaftaran atau balik nama

d.

Surat ukur baru, dalam hal terjadi perubahan dari surat ukur yang lama
Pendaftaran Kapal di catat dalam Buku Daftar Kapal Indonesia yang terdiri

dari :
1.

Daftar harian

2.

Daftar induk, yang keduanya di selenggarakan di setiap tempat pendaftaran

3.

Daftar pusat yang di selenggrakan di kantor pusat Dit Jen Perla

Pencoretan dari daftar pendaftaran


Kapal dicoret dari daftar kapal apabila :
a.

Ada permintaan tertulis dari pemilik dengan alasan sebagai berikut

1.

Kapal tenggelam

2.

Kapal di rampas oleh bajak laut, hak milik nya kepada asuransi

3. Dalam hal pemilik melepaskan hak miliknya kepada asuransi jika kapal di
anggap hilang
4.

Kapal discrap

5.

Kapal; berahli kepemilikan keoada warga negara asing

b. Berdasarkan putusan pengadilan atas pemilikan kapal yang telah mempunyai


kekuatan hukum tetap
Pencoretan di lakukan oleh pejabat pendaftar dan pencatat balik nam kapal di
tempat kapal di daftar.
Pencoretan kapal dari daftar kapal tidak menghilangkan hak kepemilikan atas kapal.

Maritime Lines
Klaim klaim berikut dapat diamankan dengan maritime lines.
1. Gaji dan pendapatan lain dari Nahkoda, Perwira dan Abk sehubungan dengan
penugasan mereka dikapal
2.

Biaya pelabuhan, kanal, alur, pelayaran dan pandu

3. Klaim terhadap pemilik kapal sehubungan dengan meninggalnya atau lukanya


seseorang yang ada hubungannya secara langsung dengan pengoperasian kapal
4. Klaim terhadap pemilik kapal berdasarkan perbuatan tidak jujur dan tidak bisa
memenuhi perjanjian sehubungan dengan hilangnya atau rusaknya harta benda
baik di darat atau di kapal yang berhubungan langsung dengan pengoperasian
kapal
5.

Klaim terhadap salvage, pemindahan kerangka dan kontribusi general Average

6.

Urutan kepentingannya sesuai dengan urutan di atas

Ketentuan ketentuan menurut KUHD

1. Kapal yang didaftarkan dianggap benda tak bergerak dan dapat diletakkan
hipotik
2.

Hipotik tetap hidup walaupun kapalnya dijual atau dibagi (ps.315e)

3.

Kalau kapal dilelang maka urutan yang di istimewakan untuk dibayar adalah :

a.

Biaya lelang (sita)

b. Piutang yang terbit dari persetujuan perburuhan dari Nahkoda dan anak buah
kapal selama waktu mana mereka berada di kapal
c.

Upah penolongan, upah pandu laut uang petunjuk dan uang biaya pelabuhan

d.

Utang karena penubrukan

e.

Beban hipotik

Konvensi yang berhubungan dengan bidang publik


1.

Aspek keselamatan

a.

International Convention for Safety of Life at Sea (SOLAS) 1974

b.

International Convention on Load Line 1966

c.

International Convention on Tonnage

d.

Measurement of ship 1969

e.

Convention on the International Regulations

f.

For Preventing Cullision at sea 1972

g. International Convention on standars of training Certification and Watchkeping


for Seafers 1978
h.

International Maritime Dangerous Goods Codes

2.

Aspek kesejahteraan awak kapal

a.

ILO Maritime Convention Number 147

b.

Concerning minimum standars in Marchant

c.

Ships 1976

d.

Protocol of 1996 to the Marchant Shipping (Ghenewa 22 October 1996)

e.

Pencegahan dan penanggulangan dan Pencemaran Lingkungan Laut

3.

United Nations Convention on the Law of the sea 1982 (Bab XII)

4. International Convention for the prevention of the Pollution fromships 1973/78


(Marpol 73/78)
5. International Convention Relating to Intervention on the Height Seas in cases of
oil Pollution Casualities 1987
6. International Convention on Prevention of Marine Pollution by Dumping of
Wastes and other Matter 1972
7.

International Convention on oil Pollution Preparedness 1996

8. International Convention on Civil Liablity for oil Pollution Damage 1969 and
1976 Protocol
9. International Convention on Liablity and Convensation for Damage in
connection with carriage of hazardous and Noxious Subtances by Sea 1990
10. International Convention on the Estabilishment of and International fand for
Conpensation for oil Pollution damage 1971

*PERJANJIAN PENGANGKUTAN MELALUI LAUT*

Penyewaan Kapal (Charter Party)


Pengengkutan melalui laut bersifat kontraktual yang dapat dilihat dalam
hubungan hukum antara pemilik kapal atau pengangkut yang mengoperasikan
kapal sebagai penyedia jasa angkutan laut dan pemilik barang dari penumpang
sebagai pemakai jasa angkutan laut :
1. Perjanjian penyewaan kapal berdasarkan perjalanan tertentu (voyage charter
party)
a. Pemilik kapal / pengangkut memberikan layanan pengengkutan barang dengan
kapal dalam satu atau beberapa pelayaran yang sudah tertentu
b.

Penyewa berkewajiban untuk menyampaikan barang dan membayar uang sewa

c. Pada setiap perjalanaan, sesuai jumlah barang yang telah diserahkan, jika
dikehendaki oleh penyewa, pengangkut harus mengeluarkan konosemen (B/L)

2.

Perjanjian penyewaan kapal berdasarkan waktu (time charter party)

a. Pemilik kapal melaksanakan dan memberikan jasa pengangkutan barang bagi


kepentingan penyewa untuk jangka waktu tertentu dengan kapal yang sudah
ditentukan
b.

Sewa dihitung berdasarkan waktu secara profesional yang telah disepakati

3. Perjanjian penyewaan kapal dengan penyerahan kapal berdasarkan waktu


tanpa awak kapal (bereboat/demise charter party)
a. Penguasaan dan pengendalian atas kapal beralih dari pemilik kapal kepada
penyewa
b. Awak kapal ditunjuk dan diangkat oleh penyewa merupakan pegawai dan
bertanggung jawab langsung kepada penyewa

Ketentuan ketentuan pokok dalam Standar penyewaan kapal


1. Penyediaan kapal : Ukuran, Kecepatan, pemakaian dan persediaan BBM yang
ada di kapal
2.

Pelabuhan dimana dan waktu penyerahan kapal akan diselenggarakan

3. Mengoperasikan dan melakukan kegiatan perdagangan dengan tidak melawan


hukum serta memasuki pelabuhan yang aman untuk navigasi
4. Pembayaran gaji awak kapal, premi asuransi, perbekalan dan kapal tetap laik
laut
5. Penyewa menyediakan / membayar BBM , uang labuh / sandar, mengatur dan
membayar biaya B/M barang
6. Penyewa menyetujui untuk membayar uang sewa kapal yang sudah di
sepakati
7. Ketentuan mengenai penyerahan kembali kapal, untuk memastikan kapan dan
di mana
8.

Nakhoda berada di bawah perintah penyewa

9.

Daftar resiko yang yang di kecualikan dari bahaya laut

10. Ganti rugi pada pemilk kapal karena ketidak hati hatian waktu bongkar muat.
11. Ketentuan Antwerp Rules 1974/1990 mengenai kerugian laut ( general avarege )

12. Pembayaran komisi kepada Shipbroker sebagai biaya negosiasi dalm


pembuatan perjanjian penyewaan kapal melekat pada Broken Lien
13. Ketentuan penyelesaian melalui arbitrase.

Ketentuan dalam voyage charter :


1. Pemilik kapal menyediakan kapal dengan memberitahukan posisi, kapasitas
dan kelas dimana kapal tersebut di daftarkan
2.

Penetapan pelabuhan muat pada perjalanan permulaan

3. Pemilik kapal memastikan bahwa kapal nya dalam keadan lengkap dan layak
laut
4. Penyewa menyetujui tersedianya barang secara penuh dan membayar uang
tambang
5.

Adanya daftar resiko bahaya di laut yang di kecualikan

6.

Ketentuan yang mengatur cara bongkar muat

7. Memberi hak kepada penyewa untuk membatalkan perjanjian bila kapal tidak
sampai pada waktu dan pelabuhan tertentu yang telah di sepakati
8.

Ketentuan umum yang memungkinkan memasukan Hugue visby Rules

9.

Penyelesain perselisian melalui Arbitrase dan prosedure berita acara

10. Memasukkan York Antwerp Rules 1974/19990


11. Komisi Broker
12. Berkaitan bila terjadi resiko perang

Demurrage dan Dispatch Money


1. Demurrage : Keterlambatan pembebasan kapal penyewa ( Charter ) ada
sejumlah uang untuk di bayarkan kepada pemilik kapal sebagai konpensasi karena
keterlambatan
2. Dispatch : Sejumlah uang yang akan di bayarkan kepada pemilik barang
sebagai bonus jika B/M dapat di laksanakan kurang dari waktu yang disediakan

Kerugian Laut
Semua kerugian yang timbul akibat pengorbanan luar biasa yang di lakukan dan
biaya yang di keluarkan oleh kapal maupun pemilik barang, demi untuk
penyelamatan kapal beserta barang muatan dalam menghindari bahaya dilaut,
dinyatakan sebagai kerugian laut dan harus ditanggung bersama secara
propesional oleh semua pihak yang berkepentingan

Unsur agar diakui sebagai kerugian laut :


1

Sifat pengorbanan / pengeluaran : luar biasa

Pengerbonan tersebut disengaja dan beralasan

Demi untuk keselamatan bersama

Untuk menghindari kecelakaan dilaut

Pengangkutan Muatan Refrensi:


1

KUHP Buku kedua Bab kelima A

The Hague / Visby Rules 1924/1968

York Antwerp Rule 1924

United Nation Convention on the Carriage of Goods by Sea

5 Convention on Limitation Liability for Maritime Claims 1976 / Protokol 1079


6 United Nation Convention on the Libiality of Operator of Transport Terminal in
International Trade 1991

Defenisi :
Carrier adalah termasuk owner atau Charterer yang melakukan kontrak
pengangkutan dengan Shipper (Hague Rules)
Pengangkut adalah barang siapa yang baik dengan persetujuan charter menurut
waktu charter menurut perjalanan, baik dengan suatu persetujuan lain,
mengikutkan diri untuk menyelenggarakan pengangkutan barang, yang seluruhnya
atau sebagian melalui laut ( KUHD ps.466 ).

Goods ( barang ) termasuk barang barang, barang dagangan dan barang barang
apapun kecuali binatang hidup dan muatan menurut kontrak pengangkutan
dinyatakan sebagai muatan geladak dan diangkut demikian.
Kontrak pengangkutan berlaku hanya untuk kontrak kontrak pengangkutan
yang dilindingi olen konosemen atau dokumen yang sama untuk pengangkutan
dilaut termasuk tiap konosemen yang dikeluarkan dibawah charter party

Kewajiban Pengangkut
Sebelum Pelayaran pengangkut harus melaksanakan due diligence
1.

Membuat kapal laik laut

2.
Melengkapi kapal dengan awak kapal, perlengkapandan perbekalan yang
cukup.
3.
Mempersiapkan ruang muatan, kamar pendingin dan ruang buku dan semua
ruangan yang digunakan untuk muatan dan keadaan siap untuk menerima dan
mengakut muatan.
4.
Pengangkut akan melaksanakan pemuatan pemuatan, penanganan,
penyusunan, menyimpan dan memelihara dan membongkar muatan dengan baik
dan hati hati.
5.
Pengankut diwajibkan menjaga keselamatan barang yang diangkutnya mulai
dari saat diterimanya sampai saat diserahkan
( tapi dalam Hague Rule tanggung jawab pengangkut ditentukan
From Shackle to Shackle ).
6.
Pengkut diwajibkan membayar segala kerugian yang disebabkan karena
barang tersebut seluruhnya atau sebagian tidak dapat diserahkannya atau karena
terjadi kerusakan terhadap barang itu kecuali apabila dibuktikannya bahwa tidak
diserahkannya barang atau kerusakan tadi disebakan oleh :
a. Tindakan atau kelainan atau kesalahan dari nakhoda, pelaut atau pandu dalam
bernavigasi atau dalam mengurus kapal.

b. Kebakaran kecuali disebabkan oleh kesalahan nyata dari atau pengetahuan


pengangkut.
c.

Perils, danger and accident of sea and navigable waters.

d.

Act of go act war.

e.

Act of publik enemies.

f.

Penahanan oleh penguasa.

g.

Disita oleh proses yang legal.

h.

Pembatasan oleh karantina.

i.
Tindakan atau penghilangan oleh shipper atau pemilik barang, agent atau
perwakilannya.
j.
k.
l.

Pemogokan buruh.
Huru hara.
Penyelamatan jiwa atau harta benda dilaut.

m. Kebocoran pada muatan curah atau berkurangnya berat akibat muatan itu
sendiri.
n.

Packing yang tidak mencukupi, merk, kerusakan yang tersembunyi.

7. Setelah menerima barang pengangkut Nakhoda atau agen atas permintaan


shipper akan menerbitkan Bill of Lading ( konosemen ) yang menunjukan data
data sesuai yang disampaikan oleh shipper antara lain :
1.

Merk untuk pengenalan dari barang.

2.

Jumlah koli atau berat sesuai yang disampaikan shipper secara tertulis.

3.

Apparent Order and codition of good ( kondisi yang terlihat ).

a. Tidak boleh pengangkut atau Nakhoda atau agent memasukan merk, berat
walaupun mereka punya alasan yang masuk akal untuk mencurigai bahwa, merk,
berat dan jumlahnya tidak sesuai dengan keadaan yang sebenarnya.
b. Bill of Lading itu merupakan Prima facie evidence ( bukti ) penerimaan muatan
kapal, bagaimanapun bukti untuk hal yang berlawanan tidak diijinkan bila Bill of
Lading telah ditransfer ke pihak ketiga.
c. Shipper memberi jaminan kepada pengangkut bahwa informasi yang mereka
berikan sehubungan dengan merk jumlah, berat dan kondisi muatan adalah benar

dan shipper akan mengganti kerugian terhadap pengangkut akibat dari ketidak
cocokan informasi yang diberikan.
d. Aturan aturan dari Hague Rules tidak berlaku terhadap pengangkutan
berdasarkan kontrak, tapi apabila Bill of Lading diterbitkan maka harus sesuai
dengan aturan ini.
e.

Persyaratan mengenai General Average dapat dimasukan dalam Bill of Lading.

f.
Perjanjian pengangkutan dapat juga dibuat antara shipper dan pengangkut
dalam suatu kondisi yang tidak bertentangan dengan kebijakan yang umum tapi
dengan persyaratan tidak ada Bill of Lading yang diterbitkan.
g. Aturan dari Konvensi hanya berlaku untuk Bill of Lading mengenai
pengangkutan.
h.

Bill of Lading yang diterbitkan disuatu negara anggota atau,

i.

Pengangkutan dari suatu pelabuhan Negara anggota atau,

j.

Kontrak berisi atau aturan penerbitan Bill of Lading sesuai dengan konvensi ini.

Syarat syarat Charter party


Sejumlah persyaratan (clauses) ditetapkan untuk perjanjian charter :
1.
kapal).

Nama dari pihak pihak yang mengikatkan diri (pencharter dan pemilik

2.
Nama kapal Warranti Seaworthiness (janji kelaik lautan) dapat
berbentuk Good ship Classed 100 A1 at BKI yang penting adalah kapal tak laik
laut selama charter.
3.

Ukuran kapal yang dijabarkan dalam tonase kapal (bersih/kotor).

4.
Pelabuhan bongkar muat untuk voyage charter untuk time charter
mencantumkan tanggal penyerahan kembali (delevery and redelevery date).
5.
Muatan yang diangkut untuk voyage charter sedangkan untuk time
charter dimasukan jarak pelayaran (radius of Trading) misalnya word radius, ice
bond ports excepted.
6.
Posisi kapal untuk voyage charter, sedangkan untuk time charter diganti
dengan tanggal dan tempat penyerahan.

7.
Pembayaran untuk voyage charter dengan uang tambang berdasarkan
jumlah yang diangkut dan untuk time charter dengan sewa untuk janka waktu
perjanjian.
8.

Hari labuh dan cara perhitungannya (hanya untuk voyage charter).

9.

Besaran demurage dan dispacth.

10.
Lien clause, memberikan kepada pemilik kapal hak menahan muatan jika
freight atau hire belum dibayar.
11.

Act of God identik dengan clause yang tercantum dalam the hague rules.

12.

Brokerage clause, menentukan trip untuk perantara.

13.
Exemton from libality clause, mencakup sejumlah peristiwa dimana pemilik
kapal dapat meminta pembebasan seperti :
a.

Barranty, tidakan kelalaian nakhoda dan awak kapal.

b.

Capture dan seizure, pengambil alihan secara paksa dari kapal.

c. Restraint of prinves, terganggunya pelayaran karena adanya tidakan penguasa


seperti embargo, pembatasan muatan dan lain lain.
d.

Perlis of the sea.

e. Average clause, yang menentukan bahwa jika terjadi general average,maka


pembayaran dilakukan menurut York Antwerp rules.
14.
Arbitration clause, menentukan ketentuan melaksanakan arbitrase jika
terjadi sengketa.
15.
Panalty for non-fulfilment clause, menyebabkan jumlah harus dibayar
untuk penyimpangan dalam melaksanakan perjanjian charter sub=letting clause,
jika terjadi sub charter clause dalam charter party.
16.

Kalusul dalam voyage charter.

Istilah istilah dalam charter lainnya


1.
Always safety afloat, untuk mencegah kapal dikirim kepelabuhan yang
dangkal.
2.
Arrived ship, jika kapal telah tiba ditempat bongkar muat, siap dan para
pengirim / penerima barang telah diberi tahu serta laydays untuk c/p mulai berlaku .

3.
Bert charter,kapal dicharter untuk pmuatan on the bearth (tempat
sandar kapal).
4.
Certificate of delivery / redelivery,dokumen ditanda tangani oleh nakhoda /
pemilik kapal yang mencantumkan tanggal penyerahan dan sisa bahan bakar.
5.
Clean charter, dimaksudkan untuk C/P yang tidak mencantumakn hal hal
yang luar biasa (unusual tems).
6.
Consigment clause, penujukan agen pemilik atau agen pencharter yang
mengurus Inward and Outward business.
7.
Convenient speed, dalam voyage charter untuk menghilangkan
kontroversi mengenai kecepatan kapal selama pelayaran.
8.

Custom of the port, Nakhoda memperlihatkan kebiasaan setempat.

9.
Dead freight, uang tambang yang dibayar untuk muatan yang tidak
dikapalkan.
10.
Notice of Readiness, pemberitahuan yang disampaikan Nakhoda kepada
pencharter bahaw kapal siap untuk mulai pembuatan / pembongkaran.
11.
On the Survey off hire safety, dalam time charter sebagai syarat untuk
penyerahan kapal dalam keadaan yang baik (good order and codition).
12.
Open charter, suatu C/P yang tidak mencantumkan jenis muatan maupun
pelabuhan tujuan.
13.
Pront ship kapal yang siap untuk memuat dalam jangka waktu yang relatif
singkat.
14.
Safe berth safe port, tempat yang dapat didatangi dengan aman dalam
segi nautis.
15.
Subletting, pihak pencharter diberikan hak untuk melakukan recharter,namun tetap bertanggung jawab kepada pemilik.

DOKUMEN DOKUMEN KAPAL


Konosemen ( Bill of Lading )
1.
Konosemen adalah suatu surat yang bertanggal, dalam mana
sipengangkut menerangakn, bahwa ia telah menerima barang barang tersebut
untuk diangkutnya disuatu tempat tujuan tertentu dan menyerahkannya disitu
kepada seseorang tertentu,begitu pula menerangkan dengan syarat syarat
apakah barang barang itu akan diserahkannya (KUHD psl.506).

2.

Fungsi Konosumen

a.

Tanda bukti penerimaan

b.

Persyaratan pengangkutan

c.

Bukti hak milik

d.

Sarana Negosiasi

Jenis jenis konsumen


a.

Menurut cara

1. Shipped/ on Bord B/L konosumen yang di keluarkan atas permintaan shipper


setelah barang barang di muat
2. Receiver B/L merupakan konosumen yang di terbitkan sebelum di muat di
kapal teta[oi sudah di terima di gudang pengangkutan
b.

Menurut pihak yuang menerima barang

1. Konosumen atas nama /Rekta/Staraight B/L nama penerima di sebut di dalam


nya untuk perdangan jenis ini jarang di gunakan karena untuk memindah namakan
harus menggunakan sistem cesie yaitu pemindahan kepemilikan di depan Notaris
2.

Konosumen kepada pengganti ( To the Order Of )konosumen ini terbagi dua :

a. Pihak yang berhak di tentukan dengan pencatuman namanya di susul atau


pengganti
b.

Pihak yang berhak hanya di sebutkan kepada pengganti

3. Konosumen kepada pembawa ( To Bearer ). Pemegang konosumen yang


berhak atas barang walaupun tidak di perlakukan indosemen pada konosumen yang
harus ada .Pelaporan dan pihak yang di beritahu kedatangan barang misalnya
perbankan

Menurut pelabuhan tujuan :


1.

Konosumen langsung ( Direct B/L )

2.
Konosumen lanjutan ( Through B/L ) di gunakan untuk barang yang di angkut
beberapa kapal ( 1st carrier 2nd carrier )

3.
Konosumen optie ( Optional B/L ) konosuman yang di gunakan untuk
pengangkutan muatan yang pada waktu bertolak belum di ketahui pelabuhan
tujuannya
4.
House Bill Of Loading ( konosumen Intern ) di pelabuhan tujuan pihak agen
akan membongkar muatan dan menyampaikan kepada masing masung
penerima . Biasanya di gunakan untuk angkutan CLC Conteiner

Menurut Kebutuhan Barang


1. Konosumen bersih ( Clean B/L ) biasanya shipper menerima untuk di keluarkan
konosumen jenis ini supaya cepat penyelesaian nya dengan Bank. Kalau
pengangkutan mau mengeluarkan konosumen jenis ini di harus menanggung resiko
kena claim kalau ternyata ada kerusakan atau kekurangan. Biasanya pihak Shipper
akan menanggung bila ada claim di pelabuhan tujuan
2. Konosumen kotor ( Claused/Foul/B/L ) Konosumen yang ada catatan nya.
Mengenai keadaan barang yang di muat.

Penyerahan Barang
1. Pemegang Konosumen ( Consigne ) erhak atas barang sebagaimana tercatat
dalam konosumen untuk dapat menerima barang tersebut Consignee harus dapat
menyerahkan konosumen asli dalam barang yang di angkut telah tiba di pelabuhan
tapi konosumen asli belum di terima oleh Consignee maka pengangkut bersedia
menyerahkan barang jika dari pihak consaignee memberikan jaminan berupa :
a.

Garansi Bank ( Bank guarantee )sebagai pengganti orde B/L atau

b. Garansi Pribadi ( Personal guarantee ) untuk straigh B/L terserah pihak


pengangkut mau menerima atau tidak jaminan tersebut tetapi untuk memperkuat
pihak Bank mau ikut menanda tangani sehingga kalau terjadi sesuatu Bank dapat di
tuntut. Delivery Order ( DO ) di berikan kepada Consignee untuk mengambil barang
dari gudang apabila segalah biaya telah di selesaikan
2.

Keterkaitan pemilik barang

3. Walaupun ada tiga pihak yang terkait, Konosumen tergolong dalam perjanjian
Unilateral karena hanya pengangkutan yang menentukan syarat pengangkutan
tetapi mengikat pihak lain. Di dalam Konosumen tercantum : Clause Cassatoria
yang berbunyi sebagai berikut : dengan menerima barang di yatakan tunduk
kepada syarat pengecualian, dan ketentuan yang di tulis dicetak atau di cap di
halaman belakang konosumen

4.

Menurut kepentingan :

a. Konosumen yang di perdagangkan ( Negotable B/L ) konosumen di keluarkan


dalam dua lembar yang dapat di perdagangkan. Tapi berlaku Prinsip Satu untuk
semua dan semua untuk satu yang artinya apabila satu sudah di gunakan maka
yang lain tidak berlaku lagi ( KUHD ) pasal.507 )
b.

Konosumen yang tidak di poerdagangkan ( Non Negotaible )

c. DO forma B/L di keluarkan untuk barang barang yang sebelumnya sudah


memiliki lembaran yang dapat di perdagangkan atau untuk barang yang tidak untuk
di perdagangkan. Contoh pengiriman barang yang tertinggal dengan kapal lain atau
barang yang di bongkar di pelabuhan yang lain di kembalikan ke pelabuhan semula.

Menurut moda Transport yang berlainan ( Combined transport B/L ), misalnya


menggunakan kereta api dan kapal
Dokumen sbagai syarat pembukaan L/C
1. Faktur penjualan ( commercial invoice ) di buat oleh pihak penjual dengan
rincian barang, harga ukuran dll
2.

Lisenci eksport ( Eksport license )

3.

Daftar kemasan ( Packing List )

4.

Sertifikat asal ( certificate of origin ) di terbitkan oleh Kadin

5. Sertifikat asal ( Certificate of Loading 0) jaminan untuk pembeli barang bahwa


barang telah di muat
6.

Polis asuransi

7. Sertifikat pemeriksaan ( certificate of inspection ) di buat oleh indenpendent


surveyor sebagai jaminan atas kualitas, keadaan jumlah pengemasan dan ukuran
jaminan mana tidak di berikan oleh pihak pengangkut
Istilah istilah dalam freight
1.
Ad valorem freight yang di perhitungkan jumlah prosentase tertentu dari harga
barang ( biasanya untuk barang barang Mahal )
2.

Advance freight, penyerahan di muka sebelum penyerahan barang berlangsung

3. Back freight, di bayarkan kepada pengangkut untuk muatan yang terpaksa di


angkut kembali karena di pelabuhan tujuan tidak jadi di bongkar

4. Collect freight, di bayarkan di pelabuhan bongkar sebelum di perhitungan biaya


biaya lain
5. Distance freight, kenaikan freight karena pengalihan pelabuhan bongkar akibat
tertutup dari es
6. Earned freight, ( guarenteed freight ) jaminan untuk pengangkut bahwa
sekalipun barang hilang atau tidak sampai di pelabuhan tujuan, freight tetap di
bayar oleh pemilik barang ( freigh to be paig cargo lost or not lost 0
a. Freight at risk, jika freight tidak di terima di pelabuhan tujuan, misalnya karena
yang punya barang tidak datang atau tidak membayar freight maka pengangkut
dapat menggadaikan barang tersebut
b. Gross freight, merupakan jumlah freight tanpa potongan asuransi,bunga, komisi
serta biaya navigasi ( navigation chargers and rules )
c. Lumpsum freight,adalah jumlah yang di sepakati untuk mengangakut barang
yang tidak di dasarkan pada kuantitasnya melainkan menurut kubikase kapal yang
di tawarkan.Jika terjadi penyerahan barang di bawah jumlah yang di angkut maka
pihak penerima barang hanya dapat di tuntut harga barang dan tidak dapat
menurut freight yangtidak di perhitungkan
d. Prepid freight, freight yang di bayar di pelabuhan pemuatan pada waktu barang
di terima atau pada waktu konosumen di tanda tangani oleh pengangkut ( freight
poyable at departure port )

Pro rata freight, muncul kalau kapal dalam perjalanan mengalami keadaan
yang tidak memungkinkan melanjutklan perjalanan ke pelabuhan tujuan

1. Sebelum kemerdekaan berlaku TZMKO ( Territorial Zee en Maritime Keronimgen


Ordonansi ) di mana lebar laut territorial adalah 3 mil dari garis pantai )
2.
Tanggal 13 Desember 1957 pemerintah RI mengumumkan Deklarasi Juanda
yang menetapkan perubahan cara pengangkutan laut wilayah atau bagian sebesar
12 mil dari garis yang menghubungkan pulau pulau atau bagian pulau pulau
termasuk daratan negara RI dengan tidak memandang luas dan lebarnya adalh
bagian yang wajar dari wilayah RI.
3.
Undang undang No. 4/Prp tahun 1960 tenteng perairan Indonesia yang di
undangkan pada 18 februari 1960 mengukuhkan deklarasi
4.

Perjanjian perjanjian dengan Negara Tetangga

a. UU No. 2 1971 tentang perjanjian antara RI dan Malasya tentang penetapan


garis batas di Selat Malaka
b. UU No. 7 1973 tentang perjanjian antara RI dan Singapura mengenai
penetapan garis batas laut di selat Singapura
c. UU No. 1 1963 tentang pengesahan perjanjian antara RI dan Malasya tentang
Rejim Hukum Nusantara dan Hak hak Malasya di laut territorial dan perairan
Nusantara dan wilayah Repoblik Indonesia yang teletak diantara Malsya Barat dan
Malasya Timur
5. PP No. 8 tahun 1962 Tentang lalulintas damai kendaraan air asin dalam wilayah
perairan Indonesia
6. UU No.1 tahun 1973 mengukuhkan pengumuman perintah tentang Landas
Kontinen Indonesia yang di umumkan tanggal 17 Februari 1969
7.

Perjanjian perjanjian Negara negara tentang Landas Kontingen :

a. Keppres No 89 tahun 1969 tentang Pengesahan Persetujuan pemerintah RI


dengan Malasya tentang garis batas Kontingen antara kedua Negara di Selat Malaka
b. Keppres No.21 Tahun 1972 tentang pengesahan persetujuan antara pemerintah
RI dengan Thailand tentang Penetapan garis batas landas kontinen di bagian utara
Selat Malaka dan di laut Andaman
c. Keppres No.42 tahun 1971 tentang pengesahan perjanjian antara RI dan
Australia tentang landas kontinen
d. Keppres No. 51 tahun 1974 tentang pengesahan perjanjian antara RI dan Indi
mengenai batas kontingen antara kedua negara
e. Tanggal 21 maret 1980 Pemerintah RI mengeluarkan Pengumuman pemerintah
tentang ZEE yang kemudian di kukuhkan dengan UU tahun 1983 tentang ZEE
Indonesia
f.

PP No .15 tahun 1984 tentang pengelolaan sumber daya hayati di ZEE

g.

UU No. 9 tahun 1985 tentang Perikanan

h.

UU No. 17 tahun 1985 tentang pengesahan UNCLOS 1982

i.
UU No. 6 tahun 1996 tentang Perairan Indonesia sebagai pengganti UU No.4/
Prp tahun 1960

ORGANISASI ORGANISASI MARITIME

IMO ( INTERNASIONAL MARITIME ORGANIZATION )


Setelah pertama kali di adakan konfrensi Internasional Kemaritime,yang di
laksanakan di Washington pada tahun 1889, maka peserta konferensi memandang
bahwa standar mengenai keselamatan jiwa di laut harus di tingkatkan dari waktu ke
waktu.
Untuk mengelolah aturan aturan yang berkaitan dengan kemaritiman
banyak Negara menyetujui di bentuknya suatu badan Internasional yang bertugas
khusus menangani hal hal kemaritiman, maka pada tahun 1984 di setujui
bersama membentuk suatu badan Internasional yang di sebut Internasional
Govermental maritime consultative Organization ( IMCO ) .
IMCO pertama kali di dirikan membutuhkan persetujuan formal dari 21
Negara termasuk 7 perusahaan pelayaran yang memiliki lebih kurang 1 juta Ton
gross tonnage. Dan sebelum tahun 1959 IMCO mengadakan pertemuan di London.
Indonesia bergabung di IMCO pada tahun 1960, badan Internasional ini pada tahun
1982 di tingkatkan menjadi salah satu badan persatuan bangsa - bangsa dengan
nama INTERNASIONAL MARITIME ORGANISATION ( IMO ) sejajar dengan badan PBB
lainnya seperti ILO. Dan semua Instrumen produk IMO yang berupa peraturan
tentang kemaritiman wajib di patuhi oleh negara anggota IMO.
Kantor pusat IMO berkedudukan di London, Pada agustus 2004 sidang IMO
terdiri dari 164 Negara dan 3 anggota asosiasi dan badsan pemerintah, sidang itu
memutuskan program kerja, menyetujui peraturan rekomendasi tenteng maritime
safety dan maritime pollution iuran anggota.
IMO sebenarnya adalah organisasi teknik sedangkan pekerjaan pekerjaan di
lakukan oleh bebarapa komite dan subkomite salah satu di antara komite itu ialah
THE MARITIME SAFETY COMITE ( MSC ), komite yang lain ialah THE MERINE
ENVIRONMENT PROTECTION COMITEE
( MEPC ) yang didirikan pada tahun 1973 dan bertanggung jawab sebagai
koordinator dari kegiatan organisasi dalam pencegahan dan pengontrolan polusi
lingkungan laut di kapal.
Di samping itu, terdapat pula beberapa sub komite yang membawahi
beberapa bidang seperti memperhatikan mengenai keselamatan navigasi, diskusi
mengenai rute navigasi jika di setujui akan di publikasikan oleh IMO melalui ship
routching. Sub komite yang lain meriviuw THE INTERNASIONAL REGULATION
REGULATION FOR PREVENTING COLLUTIONS AT SEA . Komite yang lain membahas
mengenai Bulk Liquids dan gas, Rasio Communications, Desain kapal, Training dan
dinas jaga.

IMO berusaha terus meningkatkan standar keselamatan di laut pada saat


bernavigasi dan semua yang menyangkut masalah maritime,konsultasi, diskusi dan
masukan mengenai masalah maritime yang di anjukan oleh negara maritime yang
di ajukan oleh negara anggota PBB. Maka IMO akan mengadakan konferensi jika di
butuhkan dan hasilnya berupa draft seperti maritime conventions and agrement.
Konferensi Internasional nantinya akan diklarifikasikan dan do sahkan oleh negara
nagara anggota.

ILO (INTERNATIONAL LABOUR ORGANIZATION)


ILO adalah organisasi perburuhan internasional suatu badan khusus dalam
perserikatan bangsa bangsa yang didirikan pada tahun 1919 organisasi ini
bertujuan untuk meningkatkan jaminan kesejahteraan sosial secara umum dan
terutama menjalankan koordinasi dan perundang undangan sosial dikalangan
negara negara anggota ILO berkedudukan di Genewa. Kebijakan organisasi ini
dijalankan oleh 3 lembaga : konferensi buruh internasional, Biro buruh internasinal
dan dewan pelaksana ILO menerima hadiah nobel untuk perdamaian pada tahun
1959.

PCS. PORT STATE CONTROL


Bertujuan untuk menghapuskan pengoperasian kapal kapal sub standart,
kapal yang tidak memililki kelengkapan atau peralatan atau pengawakan yang
diisyaratkan oleh konvensi internasional tentang keselamatan dan pencegahan
pencemaran lingkungan.
Pelaksana PSC dilaksanakan oleh syahbandar masing masing negara yang
saling memberi informasi secara on lain system penelitian khusus terhadap :
A. Kapal penumpang, Roro dan Bulk Carrier
B. Kapal dengan bahaya tertentu, Oil tengker, gas, Chemical, atau kah muatan
berbahaya dalam kemasan
C. Kapal yang 3 tahun telah berjalan Bermasalah( terlambat pengoperasian,
penahanan dan lain lain )
D. Memiliki kekurangan pada 3 tahun terakhir
E. Sesuai informasi belum pernah di periksa dalam 6 bulan terakhir

SOLAS SAFETY OF LIFE AT SEA

Peraturan peraturan sehubungan keamanan jiwa di laut, peristiwa


pemerintah inggris mengambil prakarsa mengadakan konnvrensi internasional
yang menghasilkan SOLAS pertama 20 Januari 1914 dan berisi antara lain :
-

Safety contruction

Safety Navigation

Safety Equitment

Safety Radio

Tugas utama SOLAS adalah membuat / menetapkan aturan aturan dengan


beberapa amandemem shubungan dengan meningkatkan keselamatan jiwa di laut.

ISM CODE (Internasional Safety Management )


Merupakan kode manajemen internasional untuk keselamatan kapal kapal
dan untuk pencegahan pencemaran yang telah di sahkan oleh majelis IMO
Tenggelamnya kapal penumpang Roro Fery Herland of Fire Enterprise di
pelabuhan Zebruge Belgia.
Bebrapa menit setelah lepas dermaga pada bulan Maret 1987 yang
menimbulkan 188 jiwa manusia, menurut pakar kemaritiman hal ini di sebabkan
oleh adanya Lack of Management control sehingga IMO dalam sidang Assembely
pada Oktober 1989 menghasilkan Resolusi No. A 647(16 ) daengan judul IMO
Gudelines on Management for the safe Operation Ship and Port Pollution yang
kemudian di sempurnakan dengan Resolusi No A- 680 (17) di dalm sidang IMO
1991 .
Ketentuan ISM Code di revisi pada tanggal 1 januari 2002 dan mulai berlaku
1 juli 2002

CLAUSE 1-16
PART A Inplementasi
1. Umum
2.

Kebijakan kebijakan tentang keselamatan dan perlindungan lingkungan

3.

Tanggung Jawab dan Wewenang nakhoda

4.

Personil yang di tunjuk ( DPS )

5.

Tanggung jawab dan wewenang Nakhoda

6.

Sumber daya dan personil

7.

Pengembangan rencana rencana Operasi kapal

8.

Kesiapan keadaan darurat

9.

Laporan dan analisis ketidaksesuian, kecelakaan dan kejadian berbahaya

10. Pemeliharaan kapal dan perlengkapan nya


11. Dokumentasi
12. Verifikasi tinjaun ulang dan evaluasi perusahaan

PART B- Sertivikasi dan Verifikasi


13. Seifikasi dan Verifikasi
14. Sertifikasi sementara
15. Bentuk Sertifikasi

MARPOL MARINE POLUTION 73/78

Mengapa ada MARPOL 73/78


Usaha mengadakan pencegahan pencemaran minyak mulai muncul sejak
tahun 1885 atau saat peluncuran kapal pengangkut minyak yang pertama
GLUKAUFdan penggunaan pertama mesin diesel sebagai penggerak utama kapal .
Sekitar tahun 1920 atau sebelum perang dunia ke dua gagasan untuk
mencegah dan mengulangi terjadinya pecemaran di laut akibat minyak sebenarnya
telah ada namun setelah perang dunia kedua masih saja membuang kelaut air
cucian ketangki dan residu minyak kelaut . Di Inggris pada tahun 1954 telah di
adakan konvensi internasiuonal tentang pencegahan pencemaran laut oleh minyak
Oil Pollution Convention yang di undangkan pada tanggal 26 juli 1958 di sponsori
oleh IMCO ( Internasional Govermental Maritime Consultative Organization) yaitu
suatu badan Internasional PBB yang khusus menangani masalah-masalah
kemaritiman yang baru diakui secara Internasional tahun 1958 (1948-1958) yang
kemudian berubah nama menjadi IMO pada tanggal 22 Mei 1982 .

IMO (Internasional Maritime Organization) berkedudukan di London dengan


alamat 4, Albert Embangment yang merupakan satu-satunya badan Internasional
PBB yang bermarkas di Inggris.
Konvensi ini berisi persyaratan-persyaratan operasi dari kapal dan
perlengkapannya pembuangan minyak atau air campuran minyak dilarang pada
tempatnya, waktu dan keadaan-keadaan tertentu, serta disyaratkan adanya Oil
Record Book.
Perubahan-perubahan berikut dari konvensi 1954 tersebut diselenggarakan
pada tahun 1962, 1969, dan 1971.
Amandemen tahun 1962 yang mulai diundangkan pada tanggal 18 Mei 1967
mewajibkan tambahan terhadap pembuangan minyak atau campuran minyak serta
menetapkan penyediaan sarana penampungan limbah (Shore Reception Facilities)
terutama di loading Terminal.
Pada tahun 1967 terjadi pencemaran dari sebuah kapal tanker TORREY
CANYON di pantai selatan Inggris yang menumpahkan menyak sekitar 35 juta
gallond crude oil
Amandement tahun 1969 di maksud untuk mengganti jenis pembatasnan
terhadap pembuangan minyak yang persisten ( kuat ikatan unsur unsurnya ) yang
meyakinkan bahwa pembuangan tersebut di izinkan asalkan berada di bawah
batas- batas yang telah tentukan. Air yang bercampur minyak dari kapal Tanker di
larang di buang kelaut kecuali keadaan tersebut di bawah ini di penuhi :
-

Kapal tanker sedang berlayar

Kecepatan pembongkaran dari minyak yang terkandung dalam campuran tidak


boleh lebih dari 60 liter/mil
Kapal tanker harus berada pada lokasi laut yang jaraknya dari pantai terdekat
lebih dari 50 mil
-

Jumlah minyak yang boleh di buang 1/5000 kapasitas angkut dari kapal tanker

Maksud dan persyaratan tersebut di atas selain untuk membatasi


pembuangan minyak bisa dengan cepat di cerai beraikan dan di musnakan dalam
waktu 2-3 jam
Amandement tahun 1971 membatasi ukuran muatan keadaan
kompartement kompartement dengan maksud untuk memperkecil aliran keluar
minyak apabila terjadikecelakaan di laut.
Selanjutnya Konvensi 1954 tersebut berikut amandement amandementnya
di sidangkan dan hasilnya konvensi Internasional tentang pencegahan penvemaran
di laut oleh kapal ( Internasional Convension For the Prevetion of Pollutionfrom

Ship ) tahun 1973 dan kemudian di sempurnakan oleh TSPP ( Tanker Safety and
Pollution Prevention ) protokol pada tahun 1978 biasa disebut dengan dengan
MARPOL 1973 protokol 1978 memuat 5 annex yang berlaku sampai skarang

MARPOL 73 PROTOKOL 1978

ANNEX
: PERATURAN PENCEGAHAN
PENCEMARAN OLEH MINYAK MULAI
OKTOBER 1983

BERLAKU TANGGAL, 2

Bab 1

UMUM

Aturan 1

: Definisi

Aturan 2

: Penerapan

Aturan 3

: Equipalents

Aturan 4

: Survey and Inspeksi

Aturan 5

: Pemberian Sertifikat

Aturan 6

: Pemberian Sertifikat oleh pemerintah lain

Aturan 7

: Format Sertifikat

Aturan 8
: Pengontrolan Pelabuhan Negara terhadap
persyaratan opersional

Bab II

PERSYARATAN UNTUK MENGONTROL

Aturan 9

: Pengontrolan pembuangan minyak

OPERASINAL POLUSI

Aturan 10
: Metode pencegahan polusi oleh minyak dari kapal
yang sedang beroperasi diwilayah tertentu.
Aturan 11

: Pengecualian.

Aturan 12

: Penerimaan fasilitas

Aturan 13
: Tanki ballas yang dipisahkan, tanki ballas bersih yang
dipisahkan, dan pencucian minyak mentah.
Aturan 13A
ballast.

: Persyaratan untuk tangker minyak dengan tanki

Aturan 13B

: Persyaratan untuk pencucian minyak mentah.

Aturan 13C
tertentu.

: Tanker yang diikut sertakan dalam perdagangan

Aturan 13D

: Tanker yang ada mempunyai susunan ballast khusus.

Aturan 13E

: Protective location of segregated ballast apaces.

Aturan 13F
atau kandas.

: pencegahan polusi minyak pada peristiwa tubrukan

Aturan 13G
: Pencegahan polusi minyak pada peristiwa tubrukan
atau kandas, tindakan untuk kapal yang ada.
Aturan 14
: Air ballast minyak yang terpisah dan membawa
minyak dalam tanki ceruk depan.
Aturan 15

: Penyimpanan minyak diatas kapal.

Aturan 16
: Sistim pengontrolan dan monitoring pembongkaran
minyak dan peralatan penyaringan minyak.
Aturan 17

: Tanki untuk residu minyak.

Aturan 18
: Susunan pemasangan pompa, pipa dan
pembongkaran tangker minyak.

Aturan 19

: Standart penghubung pembongkaran.

Aturan 20

: Buku catatan minyak.

Aturan 21
platform.

: Special requerements for drilling rigs and other

Bab III
PERSYARATAN UNTUK MEMINIMALKAN POLUSI MINYAK DARI
KAPAL TANKER YANG MENGALAMI
KERUSAKAN LAMBUNG DAN LUNAS
Aturan 22

: Perkiraan kerusakan.

Aturan 23

: Hypothetical out flow of oil.

Aturan 24
cargo.

: pembatasan ukuran dan perlengkapan dari tanki

Aturan 25

: subdivision and stability.

Bab IV
PENCEGAHAN POLUSI YANG DITIMBULKAN OLEH
KECELAKAAN POLUSI MINYAK
Apendicts

Annex 1

Aturan 26

: Rencana darurat polusi minyak dikapal (SOPEP)

Appendix I

: List of oil.

Appendix II

: From of IOPP certificate

Appendix III

: From OIL RECORD BOOK.

Unified Interpretation Or Annex I


Appendix I
: Guadiance to administrations concerning draugt
recommended for segregated ballast tangkers below
lenght.

150 M

Appendix II
regulation 13 E.

: Intern recomandation for a unified interpretation of

Appendix III
chemical tanker.

: Equipalent provision for the carriage of oil by a

Appendix IV

: Conection of small diameter line to the manifold valve.

Appendix V
: Specification for design instalation and operation of a
part flow system for control of overboard discharges.
Appendix VI

: Offshore platform discharges.

Appendix VII
: Guidelines for approval of alternative strctural or
operational arragement as called for in MARPOL
73/78 ANNEX I
Regulation 13G (7).
Appendix VIII
: Intermguidelines for the approval of alternative
methods of designs and contruction of oil tankers
under
regulations 13F (5) or annex 1of MARPOL
73/78.
ANNEX II
: PERATURAN BAGI PENGAWASAN PENCEMARAN
OLEH BAHAN KIMIA CAIR YANG BERBAHAYA
DALAM JUMLAH
YANG BESAR ANNEX INI
BERLAKU MULAI TANGGAL 06
APRIL 1987.
Aturan 1

: Definisi.

Aturan 2

: Penerapan.

Aturan 3
berbahaya.

: Pengelompokan dan pendaftaran zat kimia cair

Aturan 4

: Bahan kimia cair lainnya.

Aturan 5

pembongkaran bahan kimia cair lainnya.

Aturan 6

: Pengecualian.

Aturan 7

: Fasilitas penampungan dan pembongkaran muatan.

Aturan 8

: Ukuran pengawasan.

Aturan 9

: Buku catatan muatan.

Aturan 10

: Pemeriksaan.

Aturan 11

: Penerbitan sertifikat.

Aturan 12

: Masa berlakunya sertifikat.

Aturan 12A

: Pemeriksaan dan sertifikasi dari chemical tangker.

Aturan 13
disengaja

: Persyaratan untuk meminimalkn polusi yang tidak

Aturan 14
kimia.

: Pembawaan dan pembongkaran minyak seperti bahan

Aturan 15
: Pengawasan bagian pelabuhan atas persyaratan
persyaratan operasional.

Appendix untuk Annex II


Appendix I
subtance

: Guidelines for the categorization of noxious liquid

Appendix II

: Lstiubtance noxious carrieed in bulk

Appendix III

: list of other liquid subtance

Appendix IV
subtance in bulk

: cargo recond book of ships carryng noxious liquid

Appendix V

: From of NLS certificate

Appendix for Unified Interpretation of Annex II of Marpol 73/78 and in the IBC code
with respect to pollution hazard
Standar for prosudures and argements for the discharge of noxious liquit subtance
( Required by regulation 5,5a & 8 )
Appendix A
and piping

: Assesment of residue quantities in cargo tanks,pump

Appendix B

: Prewas Presuderes

Appendix C

: Ventilation prosedures

Appendix D
manual

: standart format forthe prosedures and arragement

ANNEX III
: PERATURAN UNTUK PENCEGAHAN POLUSI DARI
BAHAN BAHAN BERBAHAYA YANG DI BAWAH
DALAM BENTUK KEMASAN
Mulai berlaku secara Internasional tanggal 1 juli 1992
Aturan I

: Penerapan

Aturan 2

: Kemasan

Aturan 3

: Merkah dan Label

Aturan 4

: Dokumentasi

Aturan 5

: Penyimpanan

MELALUI LAUT

Aturan 6

: Batas quantitas

Aturan 7

: Pengecualian

Aturan 8
opersional

: Pengawasan pelabuhan terhadap kebutuhan

ANNEX IV
: PERATURAN UNTUK PENCEGAHAN PENCEMARAN
OLEH KOTORAN BUANGAN DARI KAPAL (Berlaku tanggal 27 September 2003)
Aturan 1

: Definisi

Aturan 2

: Penerapan

Aturan 3

: Survey

Aturan 4

: Pengeluaran Sertifikat

Aturan 5
pemerintah lain

: Pengeluaran Sertifikat yang di lakukan oleh

Aturan 6

: Bentuk Sertifikat

Aturan 7

: Duration of Certificate

Aturan 8

: Pembuangan Kotoran

Aturan 9

: Pengecualian

Aturan 10

: Fasilitas Penerimaan

Aturan 11

: Standar Hubungan Pembuangan

Appendix form of seawage certificate


ANNEX V
: PERATURAN PENCEMARAN OLEH SAMPAH DARI
KAPAL (Mulai Berlaku dari Tanggal 31 Desember

Aturan 1

: Definisi

Aturan 2

: Penerapan

Aturan 3

: Pembuangan sampah di luar special area

Aturan 4

: Ketentuan Khusus untuk pembuanganm sampah

Aturan 5

: Membuang sampah di special area

1988 )

Aturan 6

: Exception

Aturan 7

: Fasilitas Penerimaan

Aturan 8

: Port State control on operation requirement

Aturan 9
: Placards, perencanaan management sampah dan
penyimpanan garbage record book
Appendix Form if garbage record book

ANNEX VI

: POLUSI UDARA
( Mulai Berlaku Tanggal 19 Mei 2005 )

Annex ini menentukan batas atau Limit dari Sulphur Dioxide (Sox) dan Nitroge
Oxide (Nox) yang di keluarkan dari pembakaran kapal ( dikeluarkan dari cerobong
atau Fanel ) Annex ini memuat ketentuan tentang Sox emission control area
dimana daerah tersebut fuel oil mengandung sulfur yang di pakai diatas kapal tidak
boleh dari 1,5 % m/m. Alternatif atu cara lain kapal harus memasang system
exhaust gas
Laut Baltic di rancang sebagai Sox Emission Contro Area Di protokol ini annex ini
jega melarang untuk di buang secara bebas zat zat yang busa meruasak ozon
termasuk halon dan chlorofluorocarbons (CFCs) serta melarang system incineration
di atas kapal yang berasal dari produc seperti packing material yang terkontaminasi
dan polychlrinated biphenyls (PCBs)

ANNEX VII

: MENGENAI AIR BALLAST DI ATAS KAPAL

Dokumen penting yang menjadi bagian Integral dari Annex I adalah :

Appendix 1

: Mengenai daftar dan Jenis minyak

Appendix 2

: Bentuk format dari IOPP certificate

Appendix 3

: Bentuk Formal dari Oil Record Book

Pendekatan yang di lakukan IMO untuk mencegah jangan sampai terjadi


tumpahan minyak ke laut yakni melakukan kontrol pada struktur kapal di lakukan
pada tahun 1970 an
Selanjutnya IMO pada tahun 1984 melakukan bebrapa modifikasi yang
menitik berkaitan pencegahan hanya ada kegiatan operasi tanker pada Annex 1 dan
terutama adalah keharusan kapal di lengkapi dengan Oil Water Separating
Equitment dan Oil Discharge Monitoring System
Karena it MARPOL1973/1978 dapat di bagi dalam 3 (tiga) kategori :
1.

Peraturan pencegahan terjadinya pencemaran

Menurut hasil evaluasi IMO cara terbaik untuk mengurangi sedikit pembuangan
minyak karena kegiatan operasi tanker paling tidak salah satu dari ketiga sistem
pencegahan, yakni dengan adanya :
-

SBT : Segregrated Ballast Tanks

CBT : Dedicated Clean Ballast Tank

COW : Crude Oil Watching

Sesuai dengan aturam mengatakan bahwa semua Crude Oil Tanker bangunan
baru ukuran 20.000 DWT atau lebih dari produk Tanker bangunan baru ukuran
30.000 DWT atau lebih harus di lengkapi dengan SBT dan Crude Oil Tanker ukuran
20.000 DWT atau lebih harus di lengkapi dengan COW.
Yang di maksud dengan tanker bangunan baru di sini adalah :
-

Kontrak pebangunan di tanda tangani sesudah 1 Juni 1879

Peletakan lunas sesudah 1 januari 1980

Serah terima sesudah tanggal 1 Juni 1982

Tanker yang memiliki kelengkapan CBT dan COW sebagai pengganti SBT di
haruskan memenuhi persyaratan tambahan yakni membuat prosedure operasai
menggunakan CBT atau COW dan harus memenuhi persyaratan sesuai yang di
tentukan

COT

SBT

SBT

SBT

COT
ST

COT

COT

COT

F.P.T
COT
COT

SBT

SBT

SBT

COT

Konsep SBT : Tangki untuk Aor Ballast di tempatkan di sisi kanan dari tanki
muatan COT (Cargo Oil Tanker) sebagai pelindung.
Pembatasan pembuangan minyak
Pembuangan minyak atau campuran hanya boleh apabila :

Di luar area khusus

Jarak 50 mil dari daratan

Berlayar

Tidak lebih dari 30 liter/nautcal mil

Tidak lebih dari 1: 30.000 dari jumlah muatan

Kapal di lengkapi dengan ODM dan kontrol systemnya

Monitoring dan kontrol pembuangan minyak


Peraturan MARPOL 73/78 Annex 1 Reg 16 menyebutkan bahwa ;
Kapal ukuran 400 GRT atau lebih kecil dari 1.000 GRT harus di lengkapi dengan
Oil Water Separating Equitment yang dsapat menjamin pembuangan minyak kelaut
setelah melalui sistemtersebut dengsn kandungan dari 100 PPM (part per million)
Kapal ukuran 10.000 GRT atau lebih harus di lengkapi dengan kombinasi antara
Oil Water Separating Equitment dan Oil Discharging Monitoring and Control System
atau di lengkapi dengan Oil Filtering Equitmentment yang dapat mengatur buangan
campuran kelaut tidak lebih dari 15 PPm (Alarm akan berbunyi jika melalui ukuran
tersebut)

Kontrol pembuangan Minyak dari Ruang Muatan Semua kapal


Lokasi di Laut

Kriteria Pembuangan

Batas 50 Nautical miles dari daratan

Tidak boleh di buang kecuali Clean Ballast atau dari SBT

Di luar area khusus lebih dari 50 mil dari pantai

Tidak boleh di buang kecuali :


a.

Clean atau SBT atau

b.

Apabila

Taker berlayar
Minyak yang terbuang tidak lebih dari 30 liter permil dan

Total minyak yang terbuang tidak lebih dari 1/30.000 dan jumlah muatan yang
di angkut sebelumnya
-

Tanker mengoperasikan ODM dan control system serta skop tank

Di daerah area khusus

Tidak boleh ada buanga kecuali clean ballast dan SBT

Clean Ballast : Air Ballast yang bersih tidak terlihat cerminan


minyak di atas permukaan

Pengumpulan sisa Minyak


Dalam melakukan usaha mencegah sekecil mungkin minyak mencemari laut
maka sesuai MARPOL 73/78 sisa sisa dari campuran minyal di atas kapal terutama
di kamr mesin agar tidak mungkin untuk di atasi seperti halnya hasil purifikasi
minyak pelumas dan bocoran dari sistem bahan bakar minyak. Di kumpulkan di
dalam tanki pembuangan seperti slop tank yang daya tampungnya mencukupi

kemudian di buang ke tanki darat. Peraturan ini berlaku kapal ukuran 400 GRT atau
lebih.
1. Peraturan untuk menanggulangi pencemaran
2. Peraturan untuk melaksanakan ketentuan tersebut

Kontrol Pembuangan Minyak Dari Ruangan Mesin semua Kapal


Lokasi di Laut

Tipe Kapal

Kriteria Pembuangan
Lebih dari 12 mil dari pantai

Kapal 400 GRT atau lebih Delivery sebelum 6 Juli 1993 di lengkapi dengan filter
Eqitment hanya sampai 6 Juli 1998

Tidak ada buangan kecuali


1.

Kapal berlayar

2.

Kandungan minyak tidak lebih dari 100 PPM

3.

Gunakan OWS

Di luar area khusus

Tanker semua ukuran dari kapal lain 400 GRT

1.

Tidak ada buangan keculi kapal berlayar

2.

Kandungan minyak tidak lebih dari 15 PPM

3.

Menggunakan ODM control system OWS atau Filltering Equitment

4.

Untuk tanker bukan air bilge kamar pompa atau campuran residu muatan

Kapal lebih dari 400 GRT

Sedapat mungkin di lengkapi alat pencegahan pencemaran

Di dalam area khusus

Tanker semua ukuran dari kapal lain 400 GRT atau lebih

Tidak ada buangan kecuali :


1.

Kapal berlayar

2.

Kandungan minyak tidak lebih dari 15 PPM

3.

Menggunakan Filltering equitment Otomatis stop pada batas 15 PPm

4.

Tanker ,Bilge bukan dari kamar pompa atau campuran muatan

Kapal lebih dari 400 GRT

Tidak ada buangan kecuali kandungan minyak tidak lebih dari 15 PPM

Antartic

Semua Kapal

Tidak boleh di buang

Area Khusus : Laut Mediterania, Laut Hitam, Laut Merah, Teluk Adem, Daerah Teluk
dan Antartic

Oil Record Book : Buku catatan di temukan di atas kapal, Tanker ukuran
150
Gross Tonnage atau lebih dari selain kapal tanker
ukuran 400 gross ton atau
lebih atau mencatat semua
kegiatan dalam menangani
pembuangan sisa minyak serta campuran minyak dan air di kamar mesin semua
jenis kapal dan untuk kegiatan bongkar muat dan
penanganan air ballast kapl
tanker yang terdiri dari :
Part I
: Adalah untuk kegiatan di kamar mesin untuk semua kapal
ukuran 400 GRT atau lebih dengan defter jenis kegiatan yang
harus di catat dalam Oil Record Book seperti di muat dalam
Apendix III to Annex I MARPOL 73/78
Part II
: Adalah kegiatan bongkar muat minyak dan Air Ballast kapal
tanker ukuran 150 GRT atau lebih (cargo dan ballast
perations) dengan daftar jenis kegiatan yang harus di catat Oil
Record
Book, seperti di muat dalam Appendix III Annex I
MARPOL
73/78
Slop Tank : Adalah tanki Khusus untuk ,menampung sisa sisa minyak
atau emulsi minyak hasil kegiatan bongkar muat atau
pembersihan tangki pemuatan pipa muatan ataupun air yang
bercampur minyak dari pompa
Sistem pipa slop tank di hubungkan dengan tangki muatan sehingga
memungkinkan sisa minyak dari tanki muatan tersebut, dimasukan dalm slop tank
isi slop tank di endapkan, kemudian air yang sudah mengendap di buang kelaut
melalui ODM dengan Kandungan miyak tidak lebih dari 15 PPmM
Sisa minyak dalm slop tank di bongkar ke slop tank darat dan di masukan
kedalam tanki kembali di campur dengan muatan yang disebut Loadon Top
Prosudure.

PENERAPAN KONVENSI MARPOL 73/78 DI INDONESIA

Konvensi MARPOL 73/78 telah berlaku secara Internasional sejal tanggal 2


Oktober 1983, ejak sat itu kapal kapal Indonesia yang melakukan pelayaran ke
luar negeri telah di upayakan di lengkapi dengan sertifikat penyesuaian dengan
konvensi internasional agar kapal kapal tersebut tidak dapat kesulitan
sehubungan dengan belum di refisikan konvensi oleh pemerintah Repoblik
Indonesia.
Setelah pemerintah Indonesia merafikasikan konvensi MARPOL 73/78 dengan
keputusan presiden No. 46 tahun 1986 tanggal 9 September 1986, namum baru
Annex I dan Annex II yang di ratifikasikan, kapal kapal yang berbendera Indonesia
berlayar keluar negeri sejak tanggal 27 Oktober 1986 sudah harus di lengkapi
dengan sertifikat Internasional pencegahan .

ISPS CODE (Internasional Ship and Port Fasility Security Code)


Adalah suatu ketentuan atau peraturan yang berisi tentang tindakan khusus
untuk meningkatkan keamanan kapal, perusahaan dan fasilitas pelabuhan,
tujuannya adalah :
1. Untuk menetapkan suatu kerangka kerja sama antara negara nagara anggota
Badan pemerintah , Administrasi Lokal, Industri Pelayaran, dan Pelabuhan untuk
mendeteksi ancaman keamanan dan cara mengatasinya.
2. Untuk menetapkan tanggung jawab dan peran masing masing pihak yang
terkait ( sesuai butir 1 ) untuk meningkatkan keamanan maritime
3. Untuk menciptakan suatu metodologi penilaian keamanan supaya terdapat
rancangan dan prosedure mengambil langkah langkah perubahan tingkat
keamanan
4. Untuk memastikan pengumpulan dan pertukaran informasi yang terkait dengan
keamanan lebih awal
5. Untuk memastika kepercayaan bahwa ketentuan keamanan maritime cukup
dan profesional dalam tempatnya.

STCW 78/95 (Standart on Training Sertification and Watckeping Seafarer)

Adalah standar minimum untuk pelatihan Certificate serta yang


melaksanakan jaga laut untuk pelaut

Pertama kali di terbitkan 7 Juli 1978 dan mulai berlaku 28 April 1984
Ammandemen 1991
: Berhubungan dengan GMDSS dan beberapa
hal yang telah di tetapkan dalam resolusi
MSC 21 (59)
Ammandemen 1991
: Tentang persyaratan Training khusus orang
yang bekerja di atas kapal tentang yang di
etapkan dengan
resolusi MSC. 33 (63) dan
mulai berlaku 01
Januari 1996
Ammandemen 1991
: Menetapkan Resolusi THE SEAFARES
TRAINING CERTIFICATION WATCH
KEEPING (STCW)

IMDG CODE ( Internasional Maritime dangerause Goods )

Secara ringkas IMDG Code dapat di sesuaikan sebagai berikut :


1. Pengangkutan barang berbahaya melalui laut terus berkembang sejak perang
dunia ke II sejalan dengan kebutuhan pemakain bahan atay zat tersebut.Peraturan
tentang pengangkutan di perlukan guna mencegah kecelakaan terhadap manusia
atau kerusakan terhadap kapal.
2. Internasional Conference on SOLAS 1929 menyadari kebutuhan peraturan yang
dapat berpengaruh secara Internasional
-

SOLAS Conference 1948 mengadopsi klasifikasi barang berbahaya

U.N Economic and Social council (ECOSOC) menerbitkan resolusi


pembentukan U.N Comitte of experts on the transport of the dangerous goods
-

SOLAS Conference 1960 membuat kerangka ketentuan CHAPTER VII SOLAS

IMDG CODE merupakan salah satu Instrumen yang sangat penting di bidang
keselamatan maritime yang di buat oleh IMO pada tahun 1965 dan telah mengalami
perubahan perubahan serta perubahan perubahn sesuai perkembangan
angkutan barang berbahaya serta jenis jenis nya IMDG CODE pertama terdiri dari
5 volume di tamba suplement.
Di dalam konvensi Internasional SOLAS 1974 BAB VII dan amandemennya :
Di atur tentang Carriage of Dangeraus goods yang di bagi menjadi 4 bagian yaitu
:

Bagian A
: Carriage of Dangerous goods in Packed from or in Solid
from in Bulk
Bagian B
: Construction and Equitment of Ship Carrier Dangerouse
Liquid Chemical in Bulk
Bagian C
and Bulk

: Construction and Equitment of Ship carring liquefied Gases

Bagian C
and Bulk

: Construction Equitment of ship Carying Liquefied Gases

Bagian D
: Special Requitment for the carriage Imadiated Nuclear Fuer,
Plutonium and Haid Level Radio active Waster an Board ship

Materi bagian B menjadi acuan dalam Internasional Bulk Chemical (IBC)


Code sedang bagian C menjadi acuan Gas Carriage (IGC) Code dan bagian D

Klasifikasi dan Pengepakan :


Barang berbahaya di bagi beberapa clas yaitu :
Class I

: EXPIONSIVES
Zat zat yang memiliki sifat mudah meledak

Devisi I
eksplosi

: Zat zat dan barang barang yang memiliki bahaya

Devisi III

: Zat zat dan barang barang yang memiliki sifat khusus

Devisi IV
: Zat zat dan barang barang yang tidak menimbulkan
bahaya besar
Devisi V

: Zat zat yang tidak di anggap memiliki bahaya eksplosi

Devisi VI
eksplosi

: Barang barang yang sama skali tidak memiliki bahaya

Class 2
: GASES COMPRESED LIQUIFIED OR DISSOLVED
UNDER PRESSURE GAS gas yang bertekanan di
bawah tekanan
Class 3 -

: Flammable liquid : zat zat yang mudah menyala

cairkan di

Class 4-1

: Flammable Solid : Zat zat yang mudah menyala

Class 4- 2
: Zat zat yang mempunyai kemungkinan besar dapat
terbakar secara spontan
Class 4-3
: Zat zat yang jika kontak dengan air dapat memancarkan
gas gas yang mudah menyala
Calss 5-1

: Zat zat yang dapat beroksidasi

Class 5-2

: Organic proxides : Organic periksida

Class 6-1

: Toxi Subtances : zat zay yang beracun

Class 6- 2

: Zat zat menular

Class 7

: Bahan bahan Radio Aktif

Class 8

: Corrosive : Bahan korosif yang merusak

Class 9
: Bermacam macam zat berbahaya yaitu zat zat lain yang menurut
pengalaman telah memperlihatkan sifat sedemikian rupa sehingga ketentuan
ketentuan tentang barang berbahaya harus di terapkan ORM (Other regulated
Materials)

GMDSS ( Global Maritime Distress ana Safety System )


Sistem komunikasi marabahaya dan keselamatan maritim global
Kelebihan GMDSS :
-

Panggilan marabahaya dapat di lakukan lebih cepat dan lebih muda

Operasi Sar lebih efektif

Adanya pencegahan kesalahan dan pancaran marabahaya

Panggilan marabahaya langsung langsung ke RCC

Peralatan di kapal sesuai dengan wmenilayah di mana kapal berlayar

Ada 9 fungsi komunikasi dalam GMDSS


1. Mengirim berita marabahaya
2. Mengirim dan menerima berita marabahaya dari kapal ke kapal
3. Mengirim berita marabahay dari Stasiun Radio Pantai

4. Mengirim dan menerima komunikasi SAR


5. Mengirim dan menerima komunikasi di tempat musibah
6. Mengirim dan menerima tanda penentu posisi
7. Mengirim berita maritim keselamatan
8. Mengirim dan menerima komunikasi umumdari origan komunikasi di darat
9. Mengirim dan menerima komunikasi bridge to bridge

Ketentuan mengenai GMDSS mulai di kenakan pertama kali melalui SOLAS


1974 Amandement tahun 1992 mulai di berlakukan pada bulan Februari 1992
sistem yang baru ini mempunyai perubahan perubahan:
-

Alerting dapat di lakukan secara segera (Immendiate Alfiting System)

Penyusunan dan pengiriman Alerting di proses secara cepat

Penyampaian Distress alfrt cepat efektif

Komunikasi SAR dapat berjalan secara efektif dan efisien

Peralatan dalam GMDSS di haruskan memiliki kriteria khusus agar berita


bahaya terjamin dapat di laksanakan dengan baik , GMDSS juga mengisyatkan
adanya duplikasi alat untuk wilayah pelayaran tertentu
Kapal kapal dalam keadaan darurat harus mengirimkan berita bahaya pada
stasiun radio pantai dan pusat koordinasi SAR (Rescue coordinating Center rec)
stasiun stasiun ini kemudian menyampaikan berita bahaya di terima pada kapal
kapal yang ada di sekitar tempat kejadian musibah.
Persyaratan minimal alat alat yang harus di bawah oleh kapal kapal
tergantung dimana kapal tersebut akan berlayar/ beroperasi.

Pembagian wilayah perairan (sea area) dalam GMDSS


Sea Area A1
: Yaitu daerah pantai yang dapat di jangkau oleh
stasiun radio pantai yang di lengkapi dengan
sedikitnya 1
set VHF Transceiver + DSC Alerting
secara terus
menerus
Sea Area A2
: Yaitu daerah pelayaran tidak termasuk sea area A1
yang dapat dapat di jangkau oleh stasiun radio
pantai dengan

pesawat radio MF yang di lengkapi


mampu menyediakan Alerting

dengan DSC yang


secara terus menerus

Sea Area A3
: yaitu darah pelayaran yang tidak termasuk sea are
A1,A2 yang masuk dalm jangkauan komunikasi
inmarsat dan
mampu menyediakan Alerting secara
terus menerus
Sea Area A4
: Yaitu semua wilayah pelayaran selain sea area A1,
A2 dan A3 ( termasuk daerah daera pelayaran
dekat kutub )
Definisi definisi
Alerting
: Pengiriman berita bahaya dari satu kapal yang menerima musibah di
laut (keadaan darurat) kepada kapal kapal lain atau RCC kemudian meng
koordinasikan dan memimpin operasi pertolongan (SAR)
Alerting dapat dilakukan dengan :
-

VHF pada chanal 70 (Freq 156,525 MHz)

MF pada Freq 2187,5 KHz

HF pada frequency- frequency tertentu misalnya 8414,5 KHz

Distress Communication :
Komunikasi marabahaya dengan radio antara kapal dengan keadaan darurat
dengan station-station radio lain yang terlibat dalam operasi SAR
Frequency- frequency yang digunakan untuk DISTRESS COMMUNICATION antara
lain :
Kapal dengan kapal
MF = 2182 KHz
VHF = Channel 16 (freq. 156,8 MHz)
Kapal dengan pesawat
MF = 3023 KHz
HF = 4125 KHz dan 5680 KHz
Di Negara-negara tertentu dibolehkan mensyaratkan helicopter dan pesawat
terbang menggunakan VHF Ch, 16 dan MF 2182 KHz untuk komunikasi darurat ini
(misalnya Norwegia)
Ship in Distress :

Kapal-kapal atau orang-orang dalam keadaan bahaya / darurat sehingga


Safety Massage to Ship :
Berita tentang keselamatan pelayaran yang disampaikan ke kapal-kapal
biasanya dilakukan oleh statiun pantai (Coast Station) yang termasuk Safety
Massage ani adalah :
Navigational warning, Meteorological Warning, Wheater Forecast dan berita umum
lainnya yang dapat dianggap penting. Berita-berita maritime safety information
(MSI) disampaikan melalui NAVTEX atau HF-TEIFX

Communication in General :
Atau komunikasi umum yaitu komunikasi antara kapal dengan station pantai
baik dengan menggunakan VHF, MF, HF maupun inmarsat yang dilakukan melalui
Telepon, Telax atau Transmisi data
Persyaratan minimum alat-alat di sea area A1 harus memiliki :
-

Kapal kapal yang berlayar di sea area A1 HARUS MEMILIKI :

1.

VHF transceiver

2.

VHF DSC Controller reciver

3. Watch keeping reciver Ch. (Freq. 156,825 MHz) dan Freq. 2182 KHz (hanya
sampai 01 Januari 1999)
4.

Pesawat penerima NAVFTEX (Freq. 518 KHz)

5.

EPIRB Cospas sarsat atau inmarsat

6. Portable VHF untuk kapal dengan GRT 500m3 atau lebih = 3 buah untuk kapal
dengan GRT antara 300m3 = 2 buah
7. Sart untuk kapal dengan GRT 500m3 atau lebih = 2 buah untuk kapal dengan
GRT antara 300-500m3 = 1 bulan
-Kapal-kapal yang berlayar di sea area A1 dan A2 harus memilki :
Semua peralatan yang dimiliki pada sea area A1 ditambah dengan:
1.

MF Transceiver

2.

DSC Controller receiver frequency 2187,5 KHz

3.

Watchkeeping receiver frequency

-kapal-kapal yang berlayar di sea area A1, A2 dan A3 ditambah semua peralatan
yang dimiliki pada sea area A1 dan A2 ditambah:
1. station bumi kapal inmarsat-A atau inmarsat-C
2. pesawat penerima EGC (Enhance Group Call)
-Kapal-kapal yang berlayar di sea area A1, A2, A3 dan A4 harus memilki semua
peralatan yang ada pada sea area A1, A2 dan A3 ditambah :
1. MF / HF Transceiver
2. HF-DSC controller receiver pada frequency- frequency yang telah ditetapkan
sesuai radio regulation.

EPIRB (Emergency Position Indicating Radio Beacon)


Pada tahun 1980 terjadi suatu perjanjian COSPAS/SARSAT yang membahas
tentang kerjasama dalam hal sistim SAR dengan menggunakan alat bantu satelit
yang ditandatangani oleh Kanada, Prancis, USA dan Rusia kemudian pada tahun
berikutnya diikuti oleh Inggris, Norwey, Swedia, Finlandia, Brasil dan Australia. Pada
awalnya kapal harus dilengkapi dengan rambu radio posisi penentu dalam keadaan
darurat (Emergency Position Indicating Radio Beacon=EPIRB) yang bekerja pada
chanel 70 (VHF) tetapi dengan sistem satelit khusus untuk SAR, digunakan Freq.
121,5 MHz dan 406 MHz
Tanggal 1 Agustus 1993 radio kapal harus dilengkapi dengan EPIRB yang
secara otomatis terapung beroperasi (memancar) pada saat kapal tenggelam baik
COSPAS/SARSAT EPIRB maupun INMARSAT L-DAND EPIRB (1,6 GHz) jenis-jenis EPIRB
yang disetujui IMO:
1.

Cospas Sarsat EPIRB 121,5/406 MHz menggunakan satelit orbit kutub

2.

Inmarsat-E EPIRB (1,6 GHz) menggunakan satelit Inmarsat

3.

VHF EPIRB 121,5 MHz dimonitor oleh satelit orbit kutub dan pesawat terbang

4.

VHF EPIRB Channel 70 menggunakan VHF-DSC channel 70

Dari keempat EPIRB yang disetujui IMO dalam GMDSS adalah yang paling
disarankan karena memilki banyak kelebihan dan kepastian
SART (Search and Rescue) (Radar) Transporder radar yang digunakan untuk
melokalisasi tempat kejadian kecelakaan yang dapat dideteksi oleh radar yang
bekerja pada frekuensi tertentu (radar 3 cm)

Sesuai dengan peraturan apabila sart dalam kondisi STAND BY maka battrey
harus tahan sedikitnya 96 jam sedangkan pada keadaan aktif battery harus dapat
bertahan paling sedikit 8 jam secara terus-menerus untuk memenuhi apakah sart
telah ditangkap oleh sebuah radar dapat didengar adanya signal dan dapat dilihat
lampu hijau yang berkedip-kedip ini boleh jadi ada kapal yang mendekat dan akan
memberikan pertolongan
Ada 3 macam jenis Sart yaitu :
1.

Sart yang dipasang tetap pada rakit penolong atau sekoci penolong

2.

Protable sart yaitu yang disimpan di Kapal dan dapat dibawah ke rakit/sekoci

3.

Sart yang dipasang pada EPIRB

News

Anda berada di

Beranda

PERATURAN PELAYARAN INTERNASIONAL

Oleh Pujatmanto Bastriadi

Februari 24, 2015

Pelayaran niaga adalah salah satu industri yang paling banyak diatur dan industri yang pertama
di dunia yang mengadopsi standar keselamatan internasional secara luas untuk diterapkan
disampaikan oleh Sjaifuddin Thahir - BKI. Peraturan mengenai pelayaran kapal secara
internasional dikembangkan dan disusun di tingkat global. Karena pelayaran secara inheren
internasional, sangat penting dimana pelayaran kapal tunduk pada peraturan yang seragam dalam
hal-hal seperti standar konstruksi lambung kapal, aturan navigasi dan standar kompetensi ABK.
Perubahan-perubahan atas peraturan nasional yang bertentangan dapat mengakibatkan distorsi
secara komersial dan terjadi kebingungan administrasi dalam kompromi efisiensi perdagangan
dunia. Industri pelayaran Internasional diatur terutama oleh Organisasi Maritim Internasional
(IMO), yang merupakan badan PBB yang berlokasi di London yang bertanggung jawab atas
keselamatan kapal dan manusia di laut dan perlindungan lingkungan laut. Demikian juga
Organisasi Buruh Internasional (ILO) juga bertanggung jawab untuk pengembangan standarstandar perburuhan yang berlaku untuk pelaut di seluruh dunia.
IMO telah mengadopsi kerangka kerja yang komprehensif tentang peraturan teknis secara
terperinci, dalam bentuk konvensi-konvensi diplomatik internasional yang mengatur keselamatan
kapal dan perlindungan lingkungan laut. Pemerintah, yang merupakan anggota IMO, perlu
menerapkan dan menegakkan aturan-aturan internasional, dan memastikan bahwa kapal-kapal
yang terdaftar di bawah bendera nasionalnya harus memenuhi. Tingkat ratifikasi dan penegakan
Konvensi IMO umumnya di dunia sangat tinggi dibandingkan dengan aturan internasional yang
diadopsi dalam industri berbasis di darat.
Tanggung jawab utama untuk menegakkan peraturan IMO mengenai keselamatan kapal dan
perlindungan lingkungan ada di tangan negara-negara bendera (yaitu negara-negara di mana
kapalnya terdaftar dan mungkin berbeda dengan negara di mana kapal-kapal tersebut dimiliki).
Negara bendera harus menegakkan persyaratan IMO dengan cara inspeksi kapal yang dilakukan
oleh jaringan surveyor internasional. Banyak dari pekerjaan-pekerjaan tersebut biasanya
diserahkan kepada badan-badan yang disebut dengan badan klasifikasi (di Indonesia misalnya
Biro Klasifikassi Indonesia). Namun, penegakan negara bendera yang dikenal sebagai Port State
Control, dimana para pejabat di negara mana pun yang kapalnya mengunjungi Negara lain dapat
diperiksa sebagai kapal asing untuk memastikan bahwa kapal tersebut memenuhi persyaratan
internasional. Petugas Port State Kontrol memiliki hak untuk menahan kapal asing di pelabuhan
jika kapal tidak memenuhi standar internasional. Akibatnya, sebagian besar peraturan IMO
ditegakkan ada yang kurang ada yang lebih dari aturan internasional.

Bidang Perhubungan Laut

Bidang Perhubungan Laut mempunyai tugas memberikan pelayanan dibidang pelaksanaan


manajemen rekayasa lalu lintas angkutan laut, mengendalikan kegiatan kepelabuhan dan
kegiatan penunjang keselamatan pelayaran, ijin usaha pelayaran dan angkutan laut serta
menyiapkan sarana dibidang perhubungan laut.

Untuk menelenggarakan tugas sebagaimana dimaksud, Bidang Perhubungan Laut mempunyai


fungsi :
a. Pengendalian, pengawasan, monitoring dan evaluasi kegiatan operasional angkutan
laut kepelabuhan, kegiatan penunjang keselamatan dan pelayaran;
b. Penyiapan bahan rencana dan penyelenggaraan manajemen rekayasa lalu lintas
angkutan laut;
c. Penyiapan sarana perhubungan laut;
d. Pembinaan penunjang keselamatan pelayaran;
e. Pemberian rekomendasi usaha perusahaan pelayaran rakyat dan angkutan laut;
f. Perencanaan penetapan besarnya tarif angkutan laut penumpang;
g. Perencanaan penetapan trayek Angkutan Laut Perintis;
h. Pelaksanaan tugas tugas lain yang diberikan oleh Kepala Dinas sesuai dengan bidang
tugasnya.

Bidang Perhubungan Laut membawahi :


a. Seksi Lalu lintas dan Angkutan Laut;
b. Seksi Kepelabuhan;
c. Seksi Penunjang Pelayaran.

Seksi Lalu Lintas dan Angkutan Laut mempunyai tugas :


a. Menyiapkan bahan rencana penyelenggaraan manajemen rekayasa lalu lintas
angkutan laut dan penetapan jaringan transportasi angkutan laut;
b. Menyiapkan bahan rekomendasi pemberian surat ijin usaha perusahaan pelayaran dan
kegiatan lain yang sejenis;
c. Menyiapkan bahan penetapan besaran tarif angkutan laut penumpang kelas ekonomi
di Kota dalam Provinsi;
d. Melaksanakan monitoring dan evaluasi lalu lintas di bidang perhubungan laut;
e. Mengkoordinasikan penetapan lokasi pemasangan dan pemeliharaan alat pengawas
dan pengaman (rambu-rambu, danau dan sungai lintas Kabupaten);
f. Melakukan operasi laut bersama Dinas/Instansi terkait dalam rangka kelancaran lalu
lintas dan angkutan untuk memperkecil pelanggaran;
g. Melaksanakan tugas tugas lain yang diberikan oleh Kepala Bidang sesuai dengan
bidang tugasnya.

Seksi Kepelabuhan mempunyai tugas :


a. Menyiapkan bahan rekomendasi pelabuhan terbuka bagi perdagangan luar negeri,
wajib pandu, lokasi pelabuhan umum dan pelabuhan khusus antar kota dalam
provinsi;
b. Menyiapkan rekomendasi penetapan lokasi pembangunan dan pengoperasian
pelabuhan umum dan khusus lokasi kota serta menetapkan peraturan pembangunan
pelabuhan laut lokal dan pelabuhan khusus lokal serta dalam pengoperasiannya;
c. Melaksanakan, mengendalikan, monitoring dan evaluasi pelaksanaan rencana induk
pelabuhan laut regional dan pelabuhan lokal, pelabuhan khusus dan Dermaga Untuk
Kepentingan Sendiri (DUKS) serta evaluasi kinerja pelayanan pelabuhan laut
regional;
d. Menyiapkan bahan rekomendasi tatanan kepelabuhan regional, nasional dengan
pelayanan lokal kota;
e. Memberikan rekomendasi izin keruk dan reklamasi pada pelabuhan regional;

f. Melaksanakan, mengendalikan, monitoring dan evaluasi pelaksanaan rencana induk


pelabuhan laut regional dan pelabuhan lokal, pelabuhan khusus dan Dermaga Untuk
Kepentingan Sendiri (DUKS);
g. Melaksanakan pengembangan dan pembangunan serta pengelolaan terhadap
pelabuhan yang tidak diusahakan dengan memperhatikan peraturan perundangundangan yang berlaku;
h. Mengkoordinasikan penetapan pengguna tanah lokasi di pelabuhan laut, mengelola
pelabuhan lokal lama dan pelabuhan baru yang dibangun Kabupaten, melakukan
pertimbangan teknis penambahan dan atau pengembangan fasilitas pokok pelabuhan
lokal serta melaksanakan rancang bangun fasilitas pelabuhan dengan pelayanan lokal
(Kabupaten/Kota) selama 24 jam;
i. Menetapkan Daerah Lingkungan Kepentingan (DLKP) pelabuhan laut Intenasional,
Nasional, Regional dan Lokal;
j. Memberikan rekomendasi usaha angkutan laut dan pelayaran rakyat yang berdomisili
dan beroperasi di pelabuhan dalam Kabupaten dan memberitahukan pembukaan
kantor cabang perusahaan angkutan laut nasional dan perusahaan angkutan rakyat
yang kegiatannya melintasi pelabuhan dalam satu Kabupaten;
k. Mempersiapkan dan menertibkan ijin usaha tolly di pelabuhan, ijin usaha bongkar
muat barang dari dan ke kapal serta ijin usaha ekspedisi;
l. Melaksanakan tugas tugas lain yang diberikan oleh Kepala Bidang sesuai dengan
bidang tugasnya.

Seksi Penunjang Pelayaran mempunyai tugas :


a. Menyiapkan dan menertibkan pas kapal kecil berukuran tonase kotor sama dengan
atau lebih dari 7 (GT 7) yang berlayar di laut dan di perairan daratan (sungai,danau,
dan di laut) dan melakukan pencatatan kapal dalam buku register pas kecil;
b. Mengkoordinasikan rekomendasi, penyiapan dan penerbitan pemberian surat ijin
berlayar;
c. Menyiapkan dan melakukan pengawasan, keselamatan kapal, penyuluhan kepada
pemilik kapal, pemeriksaan kontruksi kapal, permesinan kapal, perlengkapan kapal,
serifikat keselamatan kapal dan penertiban dokumen pengawalan kapal;
d. Melakukan pelaporan dan pengawasan kapal secara tetap dan tidak teratur (tramper)
bagi perusahaan laut yang berdomisili dan beroperasi pada lintas pelabuhan dalam
wilayah Kabupaten dan melakukan pelaporan penepatan kapal dalam trayek tetap dan

teratur (linier) dan pengoperasian kapal secara induk tetap dan teratur bagi
perusahaan pelayaran dan rakyat yang berdomisili dan beroperasi pada lintas
pelabuhan dalam wilayah Kabupaten/ Kota;
e. Pemberian rekomendasi dalam penerbitan ijin usaha dan kegiatan salvage serta
persetujuan Pekerjaan Bawah Air (PBA) dan pengawasan kegiatan dalam
Kabupaten/Kota;
f. Melaksanakan pengamanan dan ketertiban penanggulangan pencemaran, patroli, dan
bantuan SAR di pelabuhan serta melaksanakan pembangunan sarana batas navigasi
pelayaran;
g. Melaksanakan tugas tugas lain yang diberikan oleh Kepala Bidang sesuai dengan
bidang tugasnya.

TANGGUNG JAWAB SYAHBANDAR


DALAM KESELAMATAN PELAYARAN
DITINJAU DARI UU PELAYARAN
NO.17 TAHUN 2008 TENTANG
PELAYARAN1
Oleh: Randy Y.C. Aguw2
ABSTRAK
Tujuan penelitian ini adalah untuk
mengetahui bagaimana Tanggung
Jawab Syahbandar Dalam Keamanan
dan Keselamatan Pelayaran dan
bagaimana Tugas Syahbandar Dalam
Rangka Meningkatkan Keamanan
dan Keselamatan Pelayaran.
Berdasarkan penggunaan metode
penelitian kepustakaan disimpulkan
bahwa: 1. Tanggung jawab
syahbandar sangatlah penting
karena keamanan dan keselamatan
pelayaran adalah sudah menjadi
tugasnya. Tindakan-tindakan yang di
lakukannya adalah/agar untuk
meningkatkan pengawasan
keamanan dan keselamatan
terhadap hal-hal yang berhubungan
dengan pelayaran. 2. Tugas

pengawasan yang di lakukan


seorang syahbandar dalam rangka
pengaturan sarana dan prasarana
pelaksanaan operasional
transportasi laut sangatlah penting.
Seorang syah Bandar dalam
tugasnya harus juga memastikan
kesadaran para pemkai jasa
transportasi laut seperti
perusahaan, pemilik kapal, awak
kapal untuk mentaati hukum dan
ketentuan perundang-undangan
yang berlaku di bidang keselamatan
pelayaran yang pada umumnya
masih rendah.
1
Artikel skripsi. Dosen pembimbing skripsi: Henry
R.Ch. Memah,SH,MH, Marthim N. Tooy,SH,MH, Max
Sondakh,SH,MH.
2
NIM: 060711373. Mahasiswa Fakultas Hukum
Universitas Sam Ratulangi, Manado.
Kata kunci: syahbandar,
keselamatan pelayaran
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG PENULISAN
Menyadari akan pentingnya
peran syahbandar mengenai
keselamatan dalam pelayaran, maka
lahirlah undang undang nomor 17
tahun 2008 tentang pelayaran,
berbagai macam peraturan telah
mendahului peraturan perundang
undangan ini, dilihat dari konteks
sejarah tentang perkembangan
tugas dan wewenang syahbandar
dalam pelabuhan telah mengalami
perbaikan perbaikan dan
peningkatan yang akan mengangkat
lebih jelas mengenai peran yang

sangat penting bagi


kesyahbandaran, sebelum undang
undang no 17 tahun 2008 tentang
pelayaran disahkan menggantikan
undang-undang no 21 tahun 1992,
maka ada beberapa peraturan lainya
juga yang mengatur mengenai
kesyahbandaran, antara lain,
1. Redden reglement 1925 pasal 2
peraturan Bandar
2. UU pelayaran 1936 stb 700
tentang pengaturan pelabuhan
dan pelayaran diindonesia, pas al
6 syahbandar disebut sebagai
haven mesteer
3. Undang undang dasar Negara
repoblik Indonesia 1945
4. UNCLOS 1982, article 218
pemaksaan pentaatan oleh
Negara pelabuhan, oleh pakar
hukum disebut syahbandar atau
disebut habour master
5. Pembinaan kepelabuhan
dilaksanakan oleh administrator
dan kepala pelabuhan sesuai PP
No 23 tahun1983
6. Peraturan pemerintah nomor 11,
12, 13, dan 14 tahun 1983 Lex Administratum, Vol.I/No.1/Jan-Mrt/2013
46
tentang pembinaan kepelabuhan
dan fungsi pengusahaaan diatur
dalam pengaturan umum I-IV
7. Inpres 4 tahun 1985
8. Peraturan pemerintah No 56, 57,
58, dan 59 tahun1991
Ini merupakan pengaturan
pengaturan hukum yang mengatur
tentang kesyahbandaran dalam hal
tugas dan fungsinya di pelabuhan.
Pentingnya masalah keselamatan
dan keamanan dalam pelayaran,

adalah merupakan tanggung jawab


didalam kepelabuhan sebab
persoalan terbesar dalam
kecelakaan kapal dalam pelayaran
adalah persoalan kemampuan dan
keahlian seseorang dalam
menjalankan tugas kesyahbandaran.
Dengan bertitik tolak dari latar
belakang pemikiran diatas, maka
sangatlah menarik untuk membahas
suatu penulisan mengenai Peran
Syahbandar Di Pelabuhan Dalam
Rangka Keselamatan Dan Keamanan
dalam pelayaran
B.PERUMUSAN MASALAH
1. Bagaimana Tanggung Jawab
Syahbandar Dalam Keamanan dan
Keselamatan Pelayaran?
2. Bagaimana Tugas Syahbandar
Dalam Rangka Meningkatkan
Keamanan dan Keselamatan
Pelayaran?
D. METODE PENELITIAN
Dalam penulisan skripsi ini,
penulis telah menggunakan metode
penelitian kepustakaan (library
research) yang dilakukan dengan
jalan membaca serta mempelajari
berbagai sumber tertulis yang ada
hubungannya dengan masalah yang
dibahas.
TINJAUAN PUSTAKA
A.PENGERTIAN KELAIKLAUTAN,
KAPAL, PELAYARAN,
SYAHBANDAR, KESELAMATAN
DAN KEAMANAN PELAYARAN
1. Pengertian Kelaiklautan
Kelaiklautan kapal diatur secara
tegas dalam Pasal 1 ayat (10)
Undang-Undang Republik Indonesia
Nomor 17 Tahun 2008 tentang

pelayaran, menjelaskan Kelaikan


kapal adalah keadaan kapal yang
memenuhi persyaratan keselamatan
kapal, pencegahan pencemaran dari
kapal, pengawakan, pembuatan,
kesehatan dan kesejahteraan awak
kapal serta penumpang dan status
hukum kapal untuk berlayar di
perairan tertentu.
2. Pengertian Kapal
Dengan perkembangan dan
tuntutan zaman, maka pemerintah
Indonesia membuat Undang -undang
Nomor 17 Tahun 2008 tentang
Pelayaran sehingga muncullah
pengertian kapal sesuai dengan
undang-undang tersebut berbunyi.
Kapal adalah kendaraan air dengan
bentuk apapun dan jenis apapun
yang digerakkan dengan tenaga
mekanik, tenaga angin dan ditunda,
termasuk kendaraan yang berdaya
dukung dinamis, kendaraan di
bawah permukaan air serta alat
apung dan bangunan terapung yang
tidak berpindah-pindah.
5. Pengertian Syahbandar
Kata Syahbandar menurut
etimologisnya terdiri dari kata Syah
dan Bandar. Syah berarti penguasa
dan kata Bandar berarti:
Pelabuhan-pelabuhan dan sungaisungai
yang digunakan sebagai
tempat kepil atau tempat labuh,
tempat-tempat kepil pada
jembatan punggah dan jembatan-Lex Administratum, Vol.I/No.1/Jan-Mrt/2013
47
jembatan muat,dermaga-dermaga
dan cerocok -cerocok dan tempattempat
kepil lain yang lazim
digunakan oleh kapal-kapal,juga

daerah laut yang dimaksudkan


sebagai tempat-tempat kepil
kapal-kapal yang karena saratnya
atau sebab lain, tidak dapat
masuk dalam batas-batas tempattempat
kepil yang lazim
digunakan. 3
Berdasarkan pengertian di atas
terlihat beberapa unsur yang
berhubungan langsung satu sama
lainnya yaitu adanya penguasa
laut,sungai, dermaga, dan kapal.
Atau dengan kata lain ada unsur
manusia(pengusaha/pemerintah)
dan unsur sarana dan prasarana
yaitu laut dan sungai, dermaga dan
kapal. Sarana dan prasarana harus
diatur dan di tata sedemikian rupa
sehingga dapat menunjang
kelancaran lalulintas angkutan laut.
B. TUGAS, FUNGSI, dan
KEWENANGAN SYAHBADAR
Syahbandar sebagai pejabat
tertinggi dalam kepelabuhan
tentunya memiliki kewenangan yang
besar yang diberikan oleh aturan
hukum Indonesia, oleh UU Nomor 17
Tahun 2008 maka syahbandar
memiliki tugas sebagai berikut:
1. Mengawasi kelaiklautan kapal,
keselamatan, keamanan, dan
ketertiban dipelabuhan.
2. Mengawsi tertib lalu lintas kapal
diperairan pelabuhan dan aluralur
pelayaran.
3. Mengawasi kegiatan alih
muatdiperairan pelabuhan.
3
Peraturan Bandar 1925 (Dephub
Direktorat Jenderal Perhubungan Laut,

1972), hal. 1.
4. Mengawasi pemanduan
mengawasi kegiatan penundaan
kapal.
5. Mengawasi kegiatan pekerjaan
bawah air dan salvage.
6. Mengawasi bongkar muat barang
berbahaya.
7. Mengawasi pengisian bahan
bakar.
8. Mengawasi pengerukan dan
rekalmasi
9. Mengawasi kegiatan
pembangunan fasilitas pelabuhan.
Dalam melakukan tugas yang
dipercayakan sebagai pemimpin
tertinggi di pelabuhan maka
syahbandar memiliki fungsi, yaitu:
1. Melaksanakan fungsi keselamatan
dan keamanan dalam pelayaran
yang mencakup, pelaksanaan,
pengawasan, dan penegakan
hukum di bidang angkutan
perairan
2. Syahbandar membantu tugas
pencarian dan penyelamatan
dipelabuhan sesuai dengan
ketentuan perundang-undangan
3. Syahbandar diangkat oleh menteri
setelah memenuhi persyaratan
kompetensi dibidang keselamatan
dan keamanan serta
kesyahbandaran.
Dalam melaksanakan fungsi dan
tugas diatas maka syahbandar
memiliki kewenangan sebagai
berikut:
1. Mengkoordinasi seluruh kegiatan
pemerintahan dipelabuhan
2. Memeriksa dan menyimpan surat,
dokumen, dan warta kapal

3. Menerbitkan persetujuan
kegiatan kapal dipelabuhan
melakukan pemeriksaan kapal
4. Menerbitkan surat persetujuan
berlayar.
5. Melakukan pemeriksaan
kecelakaan kapal.Lex Administratum, Vol.I/No.1/Jan-Mrt/2013
48
6. Melaksanakan sijil awak kapal.
PEMBAHASAN
A. TANGGUNG JAWAB SYAHBANDAR
TERADAP JASA ANGKUTAN LAUT
UNTUK KESELAMATAN PENUMPANG
DAN BARANG
Kelaiklautan kapal sangat erat
kaitannya dengan keselamatan
pelayaran, kelaiklautan kapal kalau
tidak dibantu dengan sarana
keselamatan pelayaran, maka resiko
kecelakaan kapal sangat tinggi.
Dalam pembahasan ini perlu
dikemukakan unsur-unsur yang
berhubungan dengan keselamatan
pelayaran sesuai dengan Undang undang Nomor 17 Tahun 2008
tentang pelayaran adalah sebagai
berikut:
a. Pelayaran adalah segala sesuatu
yang berkaitan dengan angkutan
di perairan, kepelabuhan serta
keamanan dan keselamatannya.
b. Kapal adalah kendaraan air
dengan bentuk dan jenis apapun,
yang digerakkan dengan tenaga
mekanik tenaga angin atau
ditunda, termasuk dengan
kendaraan yang berdaya dukung
dinamis, kendaraan di bawah
permukaan air, serta alat apung
dan bangunan terapung yang
tidak berpindah-pindah.

c. Perairan adalah perairan yang


meliputi laut wilayah, perairan
kepulauan, perairan pedalaman
sebagaimana yang dimaksud
dalam Undang-undang Nomor 4
Prp. 1960 tentang Perairan
Indonesia Undang-undang Nomor
17 Tahun 1985 tentang
Pengesahan United Nations
Convention on the law of the sea
(Konvensi Perserikatan Bangsabangsa
tentang hukum laut),
serta perairan daratan.
d. Pelabuhan adalah tempat yang
terdiri dari daratan dan perairan
di sekitarnya dengan batas-batas
tertentu sebagai tempat kegiatan
pemerintahan dan kegiatan
ekonomi yang dipergunakan
sebagai tempat kapal bersandar,
berlabuh, naik turun penumpang
dan atau bongkar muat barang
yang dilengkapi dengan fasilitas
keselamatan pelayaran dan
kegiatan penunjang pelabuhan
serta sebagai tempat
perpindahan intra dan antar
moda transportasi.
e. Alur pelayaran adalah bagian dari
perairan yang alami maupun
buatan yang dari segi kedalaman,
lebar dan hambatan pelayaran
lainnya dianggap aman untuk
dilayari.
f. Sarana bantu navigasi pelayaran
adalah sarana yang dibangun
atau terbentuk secara alami yang
berada di luar kapal yang
berfungsi membantu navigator
dalam menentukan posisi atau
haluan kapal serta

memberitahukan bahaya atau


rintangan pelayaran untuk
kepentingan keselamatan
berlayar.
g. Telekomunikasi pelayaran adalah
setiap pemancaran pengiriman
atau penerimaan tiap jenis
tanda, gambar, suara dan
informasi dalam bentuk apapun
melalui sistem kawat, optik,
radio atau sistem
elektromagnetik lainnya dalam
dinas bergerak pelayaran yang
merupakan bagian dari
keselamatan pelayaran.
h. Pekerjaan bawah air adalah
pekerjaan yang berhubungan
dengan instalasi, konstruksi atau Lex Administratum, Vol.I/No.1/Jan-Mrt/2013
49
kapal yang dilakukan di bawah
air yang bersifat khusus.
Dalam rangka pengaturan sarana
dan prasarana inilah dibutuhkan
peranan Syahbandar sebagai
pelaksana operasional
melaksanakan pengawasan terhadap
kegiatan transportasi laut.
Menurut Peraturan Bandar 1925
Pasal 1 ayat (1) dikatakan bahwa
yang dimaksud dengan Syahbandar
adalah Syahbandar Ahli, Pejabat
Syahbandar dan Syahbandar Muda. 4
Syahbandar dalam melaksanakan
tugas dan fungsinya sebagai unsur
pelaksana teknis melakukan
pengawasan kapal di pelabuhan.
Disamping Syahbandar ada pula
petugas yang ditunjuk oleh
pemerintah, untuk mengawasi
kapal-kapal asing yang dikenal
sebagai Port State Control Officer

dan pengawasannya meliputi:


1. Sewaktu kapal datang
Ada tiga tugas penting yang
harus dilakukan oleh
Syahbandar(Harbor Master) ialah
:
a. Menunjuk tempat
sandar/labuh kapal
b. Memberikan warta kapal
untuk diisi dan ditandatangani
oleh Nahkoda
c. Meneliti dokumen
pelaut/surat-surat kapal yang
diterima dari Nahkoda.
2. Sewaktu Kapal berada di Perairan
Bandar
Sewaktu kapal berada di perairan
bandar, menunggu selesainya
bongkar muat barang, embarkasi
dan debarkasi penumpang,
Syahbandar mengawasi dengan
ketat ditaatinya ketentuan4
Dephub DJPL, 1972. Peraturan Bandar
1952, hal. 1.
ketentuan peraturan bandar oleh
Nahkoda/awak kapal antara lain:
a. Kapal tidak boleh berpindah
tempat.
b. Tidak boleh melakukan
perbuatan-perbuatan yang
dapat menimbulkan bahaya
kebakaran.
c. Tidak boleh melakukan
perbuatan-perbuatan yang
dapat menimbulkan
pencemaran dan kelestarian
lingkungan
d. Tidak boleh melakukan
perbuatan-perbuatan yang

dapat menyebabkan
pendangkalan terhadap alur
pelayaran.
e. Tidak boleh melakukan
perbuatan-perbuatan yang
dapat mengganggu keamanan
dan ketertiban umum serta
terganggunya tertib hukum di
Perairan Bandar.
f. Kesempatan kepada
Syahbandar untuk melakukan
pemeriksaan di kapal dalam
rangka pemeriksaan terusmenerus
mengenai segi
keselamatan pelayaran.
3. Sewaktu Kapal akan Berlayar
Kapal yang akan berlayar
meninggalkan pelabuhan harus
mendapatkan surat ij in berlayar
(port clearance) dari Syahbandar
sesuai Pasal 8 Peraturan Bandar
1925. Sebelum diberikan surat
ijin berlayar oleh Syahbandar
perlu diselesaikan lebih dahulu
hal-hal sebagai berikut:
a. Perusahaan Pelayaran
Semua kewajiban-kewajiban
perusahaan/Nahkoda
terhadap Bea Cukai,
Kesehatan, Imigrasi, Perum
Pelabuhan sudah diselesaikan.
b. PanduLex Administratum, Vol.I/No.1/Jan-Mrt/2013
50
Harus sudah diminta oleh
perusahaan yang
bersangkutan dan sudah siap
untuk melakukan pemanduan.
c. Nahkoda
Memberikan clearing
declaration kepada
Syahbandar.

d. Syahbandar Harus meneliti:


- Apakah dokumen lengkap
dan masih berlaku
- Apakah Nahkoda dan awak
kapal lengkap dan
memenuhi syarat-syarat
ijazah yang ditentukan
- Apakah awak kapal
memiliki buku pelaut dan
sertifikat
Dari uraian di atas, mengenai
tugas dan tanggung jawab serta
ruang lingkup kegiatan-kegiatan
Syahbandar, dapat dilihat bahwa
Syahbandar secara langsung turut
berperan dan menunjang kelancaran
pelayaran dan angkutan laut melalui
:
- Pelaksanaan tugas pengawasan
terhadap keselamatan kapal dan
keselamatan berlayar.
- Pelaksanaan tugas pengawasan
terhadap keluar masuk dan
gerakan-gerakan kapal dalam
bandar.
- Pelaksanaan tugas pengawasan
terhadap penataan hukumhukum
yang berlaku dalam
bidang keselamatan/perkapalan
dan pelayaran.
Untuk melaksanakan pengawasan
tertib bandar dan keselamatan
kapal, Syahbandar berwenang untuk
menerapkan perundang-undangan
yang bertujuan untuk:
- terjaminnya kelancaran dan
keselamatan keluar masuknya
suatu kapal
- terjaminnya keselamatan
kelancaran bongkar muat barang
- terjaminnya kelancaran dan

ketertiban naik turun penumpang


- terjaminnya tertib hukum dan
keamanan di dalam bandar
- terjaminnya kelestarian
lingkungan di dalam bandar
Oleh sebab itu peran Syahbandar
perlu ditingkatkan melalui
keterampilan nautis, teknis dan
administratif serta disiplin kerja,
peningkatan dedikasi terhadap
pengembangan tugas demi
terwujudnya keselamatan kapal,
barang dan keselamatan jiwa di
laut. Survei membuktikan bahwa
dunia pelayaran menghadapi dilema
di mana kecelakaan kapal masih saja
terjadi dalam jumlah yang
memprihatinkan walaupun teknologi
perkapalan dan komunikasi
pelayaran sudah maju dan dapat
dikatakan telah canggih. Untuk itu
perlu dikaji dari berbagai faktor
kecelakaan dan mencari langkahlangkah
untuk mengurangi atau
mengeliminasinya.
Pada bagan alur tugas kegiatan
Syahbandar dapat dilihat bahwa,
sejumlah perangkat hukum produk
internasional dan nasional telah
dipakai sebagai landasan bagi
Syahbandar, untuk melakukan
pengawasan penegakkan hukum
demi terjadinya keselamatan kapal
di laut melalui surat ijin berlayar.
Dalam pemberian surat ijin
berlayar ini juga telah melibatkan
sejumlah instansi terkait di
pelabuhan, yaitu :
- PT. Pelabuhan Indonesia
- Bea Cukai
- Karantina Pelabuhan

- Imigrasi
Setiap kapal yang hendak
melakukan pelayaran harus memiliki Lex Administratum, Vol.I/No.1/Jan-Mrt/2013
51
Surat Ijin Berlayar (SIB). Dan
Syahbandar sebelum memberikan
surat ijin berlayar (port clearance)
perlu meneliti kelengkapan
dokumen kapal dan lain-lain, dan
jika tidak terdapat hal-hal yang
bertentangan dengan peraturan,
maka surat ijin berlayar dapat
diberikan dan jika terdapat hal-hal
yang bersifat pelanggaran atau
adanya kekurangan pada kapal,
surat ijin berlayar tidak dapat
diberikan, dan kepada Nahkoda atau
perusahaan pelayaran diperintahkan
untuk :
- Melengkapi kekurangan
- Menurunkan muatan atau
penumpang apabila lebih
- Menyelesaikan dokumen apabila
sudah tidak berlaku lagi
Pengawasan yang dilakukan oleh
Port State Control Officer meliputi
aturan-aturan International
Maritime Organization (IMO),
sebagai berikut:
a. SOLAS (Safety of Life At Sea) 74
b. Load Line Convention 1966
c. MARPOL 73/78
d. STCW Convention 1978
Amandemen 1995
e. Tonnage Measurement 1969
Port State Control (PSC) di
Pelabuhan untuk meningkatkan
keselamatan pelayaran,
perlindungan lingkungan laut dan
kondisi kerja serta kehidupan di
atas kapal, dengan kata lain bahwa

PSC bertujuan untuk menghapus


pengoperasian kapal-kapal
substandard dan kapal-kapal
substandard adalah kapal-kapal
yang tidak memenuhi perlengkapan
atau penataan yang diisyaratkan
oleh konvensi-konvensi
internasional tentang keselamatan
dan pencemaran serta tidak
memenuhi persyaratan spesifikasi
sesuai konvensi-konvensi dimaksud
dan kondisi kapal atau
perlengkapannya secara substansial
memburuk oleh karena tidak
terpelihara. 5
B. TUGAS PENGAWASAN
SYAHBANDAR AKAN
LAIKLAUTNYA KAPAL DENGAN
TUJUAN MENINGKATKAN
KEAMANAN DAN KESELAMATAN
DALAM PELAYARAN
Peran syahbandar dalam bidang
pengawasan adalah sangat penting
hal ini dapat dilihat dalam undang
undang pelayaran Indonesia
mengenai keselamatan kapal ada
beberapa hal yang perlu mendapat
perhatian dari syahbandar dalam
pengawasannya yaitu:
1. Material kapal;
2. Konstruksi kapal;
3. Bangunan kapal;
4. Permesinan dan perlistrikan
kapal;
5. Stabilitas kapal;
6. Tata susunan serta
perlengkapan termasuk
perlengkapan alat penolong dan
radio;
7. Elektornika kapal.
Demikian juga dalam rangka

mengatur sarana dan prasarana di


Bidang Keselamatan Pelayaran,
maka ada beberapa perangkat
peraturan yang mengatur tentang
keselamatan kapal antara lain:
1. Nasional
a. Undang-undang Nomor 17
Tahun 2008 tentang Pelayaran
b. Scheepen Ordonansi 1953 (SO.
1935)
ScheepenVerordening 1935
(SV. 1935)
5
Sammy Rosadhi, Panduan P ort State
Control Inspection, 1996, hal. 2.Lex Administratum, Vol.I/No.1/Jan-Mrt/2013
52
Dan peraturan pelaksanaan
lainnya yang bersumber dari
ordonansi tersebut.
c. Peraturan lambung timbul
1935
2. Internasional
Safety of life at Sea 1974
diperbaiki dengan Amandemen
1978 berlaku bagi semua kapal
yang melakukan pelayaran antara
pelabuhan-pelabuhan di dunia.
Ordonansi dan peraturan
tersebut mengatur antara lain:
a. Instansi yang melakukan
pengawasan terhadap laik laut
suatu kapal.
b. Mengatur persyaratan
konstruksi bangunan kapal
c. Mengatur persyaratan
kelengkapan kapal
d. Mengatur persyaratan alatalat
radio komunikasi kapal
e. Mengatur persyaratan daerah
pelayaran suatu kapal

f. Mengatur persyaratan
navigasi kapal
g. Mengatur tatacara pemuatan
di kapal
h. Mengatur persyaratan
stabilitas kapal
i. Mengatur persyaratan
permesinan dan kelistrikan
j. Mengatur tentang muatan
berbahaya
k. Mengatur persyaratan kapal
nuklir
l. Mengatur persyaratan untuk
Nahkoda, perwira deck, dan
mesin kapal serta awak kapal
m. Mengatur bentuk sertifikat
keselamatan pelayaran
Berdasarkan ketentuan dalam
ordonansi kapal Pasal 3 (1) maka
pengawasan terhadap pelayaran
diselenggarakan oleh pejabat
pengawas kapal-kapal, hal ini
dilakukan dengan tujuan untuk
mencapai peningkatan dan
kepentingan keseragaman dari pada
pelaksanaan peraturan serta
berbagai kepentingan kerjasama
pejabat pengawas kapal-kapal
sebagai suatu usaha lanjutan dari
pengawasan terus-menerus. 6
Sesuai dengan ketentuan
peraturan peundangundangantentang
pelayaran
Indonesia maka dalam
melaksanakan fungsi keselamatan
dan keamanan maka syahbandar
mempunyai tugasyaitu:
1. Mengawasi kelaiklautan kapal,
keselamatan, keamanan, dan
ketertiban di pelabuhan;
2. Mengawasi tertib lalu lintas

kapal di periran, pelabuhan


dan alur pelayaran;
3. Mengawasi kegiatan
penundan kapal;
4. Mengawasi ketertiban
embarkasi dan debarkasi
penumpang;
5. Mengawasi bongkar muat
barang berbahaya serta
limbah bahan berbahaya dan
beracun.
Disamping pengawas yang
dilakukan oleh Syahbandar, port
state control, ada juga yang
dilakukan oleh Biro Klasifikasi
terhadap pembangunan kapal baru.
Biro klasifikasi yang telah diakui
pada umumnya memiliki banyak
pengalaman mengenai kekuatan
kapal,bentuk kapal, konstruksi kapal
dan mesin penggerak sehingga
pemerintah Indonesia memberikan
kewenangan kepada Biro Klasifikasi
untuk mengawasi berupa:
- Lambung Timbul Kapal
- Badan Kapal (kulid)
6
Dephub DIPL. Instruksi Umum
Pengawasan Kapal, 1972, Ja karta, hal, 4.Lex Administratum, Vol.I/No.1/Jan-Mrt/2013
53
- Mesin kapal
Sebagai bukti bahwa kapal telah
memenuhi semua peraturan yang
diharuskan maka kapal tersebut
diberikan berbagai sertifikat sesuai
dengan kategori kapal itu dan
sertifikat-sertifikat tersebut adalah:
a. Sertifikat Kesempurnaan
b. Sertifikat Garis Muat
c. Sertifikat Radio Kapal

d. Sertifikat MARPOL
Keempat sertifikat itu hanya
untuk kapal-kapal yang berlayar di
wilayah perairan Indonesia dan
sertifikat-sertifikat kapal yang
berlayar kesemua lautan yaitu:
a. Sertifikat Keselamatan Konstruksi
b. Sertifikat Keselamatan
Perlengkapan
c. Sertifikat Keselamatan Radio
d. Sertifikat Keselamatan Garis
Muat Internasional
e. . Sertifikat Fitness
Disamping itu ada
sertifikat/dokumen lain yang
diperlakukan yaitu:
a. Surat Tanda Kebangsaan Kapal:
- Surat Laut (G. 175 atau lebih)
- Pas Tahunan (GT. 7 sampai
dengan GT. 175)
- Pas Kecil (< GT. 7)
b. Surat Ukur Kapal
Sertifikat-sertifikat tersebut di
atas mempunyai masa lakunya
masing-masing paling lama berlaku
12 bulan, kecuali surat ukur kapal
dan surat laut berlaku untuk
selamanya selama kapal itu tidak
mengalami perubahan bangunan
kapal. 7
Melihat kenyataan ini bahwa pada
abad-abad yang lalu, banyak kapal
dan muatan yang hilang di lautan
7
Dephub DJPL Materi Penyuluhan
Kesyahbandaran, 1993, hal. 117.
kapal-kapal kayu yang digerakkan
oleh angin karena memakai layar,
hanya tergantung pada kekuatan
alam (natural forces) mulai pada

waktu itu, peningkatan dalam segi


keselamatan adalah membuat kapal
dengan konstruksi yang lebih baik.
Kapal Baja meningkatkan konstruksi
menjadi lebih kuat dengan
penemuan mesin uap membuat
kapal tidak tergantung pada
kekuatan alam (angin).
Walaupun resiko masih tetap ada
dan penyebabnya tidak dapat diduga
sebelumnya dan hal ini merupakan
permulaan dan terbentuknya
perusahaan. Klasifikasi kapal, atau
Biro Klasifikasi Indonesia, dan badan
itulah terkumpul para sarjana teknik
bangunan kapal untuk melaksanakan
pengawasan terhadap pembangunan
kapal baru. Para ahli bangunan
kapal telah bekerja keras untuk
penyusun peraturan-peraturan
konstruksi kapal dan melaksanakan
pengawasan dimulai pada
pembangunan kapal baru.
Di Indonesia perusahaan ini
dikenal dengan nama Biro Klasifikasi
Indonesia atau menjadi salah satu
badan usaha milik negara Direktorat
Jenderal Perhubungan Laut, untuk
mengawasi terhadap kapal baru
(kapal baja) yang tugas dan
tanggungjawabnya meliputi:
- Badan Kapal (Hull)
- Lambung Timbul ( Load Line)
- Mesin Kapal (Machinery)
Dengan adanya klasifikasi, kapalkapal
senantiasa berangsur-angsur
menjadi lebih baik dalam segi
kekuatan konstruksi, walaupun
begitu pada masa sekarang ini masih
juga terjadi kecelakaan kapal yang
disebabkan oleh kesalahan manusia

atau kesalahan
organisasi/manajemen.Lex Administratum, Vol.I/No.1/Jan-Mrt/2013
54
Dari hasil analisa ternyata 80%
dari semua kecelakaan yang telah
disebabkan oleh organizational and
management problems dan hal
tersebut merupakan human error.
Di kalangan industri juga sudah
diambil suatu kesimpulan bahwa
faktor penentu dalam keberhasilan
atau kegagalan mencapai suatu
target produksi adalah kondisi
sumber daya manusia yang terkait.
Pernyataan tersebut sangatlah
nyata dalam lingkup keselamatan
maritim.Kapal dinyatakan tidak
laiklaut adalah kapal yang tidak
memenuhi syarat untuk melakukan
pelayaran. Contohnya adalah
terdapatnya kebocoran pada badan
kapal, terjadi kerusakan pada alat
bantu navigasi, tidak diawaki
dengan baik dan cakap. Serta
dibuktikan dengan hasil
pemeriksaan dari Marine Inspector
(MI).
Pengguna jasa angkutan laut
yang menggunakan kapal yang tidak
laiklaut, resikonya pada kerugian
barang dan jiwa manusia
(penumpang dan awak kapal).
Sehingga disinilah proses hukum
terhadap pelanggaran di laut di
mulai. Dan melihat kenyataan ini
diadakanlah pemeriksaanpemeriksaan
yang dilakukan
Syahbandar/pemerintah yang
ditunjuk untuk melakukan
pengawasan berupa:
a. Pemeriksaan Tahunan, setiap 12

bulan diperiksa dalam keadaan


dilimbungkan di atas galangan
kapal.
b. Pemeriksaan besar, dilakukan
setiap 4 tahun sekali bersama
dengan waktu dok tahunan.
c. Pemeriksaan
kerusakan/perbaikan dilakukan
pada waktu terjadi sesuatu
kerusakan yang mempengaruhi
kesempurnaan kapal.
d. Pemeriksaan tambahan,
dilakukan apabila diperlukan
dispensasi misalnya akan
mengangkut penumpang,
membawa muatan berbahaya dan
Iain-lain. Kondisi laiklaut harus
selalu dipertahankan antara lain,
dengan perawatan oleh awak
kapal sendiri terhadap bangunan
kapal, mesin kapal, alat-alat
keselamatan dan penolong
lainnya sehingga semuanya
dalam keadaan memungkinkan
dan siap digunakan setiap waktu
diperlukan.
Sebagaimana diuraikan di atas,
apabila persyaratan teknis yang
diharuskan telah dipenuhi, maka
persyaratan anak buah kapal perlu
diperhatikan pula yaitu tingkat
perijazahan seorang Nahkoda,
perwira-perwira dek dan mesin
serta radio.
Pengoperasian dari pelayaran
niaga adalah suatu bentuk usaha
yang khusus dan cukup kompleks,
yang diatur oleh berbagai
peraturan-peraturan dan konvensikonvensi
hasil pengembangan
secara nasional maupun

internasional, akan tetapi peraturan


yang berhubungan dengan aspek aspek teknis pelayaran hanya dapat
tercapai apabila sebagian dari
objektivitas keselamatan dan
pengoperasian kapal yang bebas
polusi. Dalam suatu analisa akhir
sementara Nahkoda kapal juga
bertanggung jawab atas
keselamatan dari kapal dan
awaknya, namun tanggung jawab
keseluruhan untuk administrasi dan
keselamatan operasional setiap
kapal terletak pada pemiliknya atau
organisasi lainnya atau seorang yang Lex Administratum, Vol.I/No.1/Jan-Mrt/2013
55
menerima tanggung jawab atas
pengoperasian kapal dari pemilik.
Sementara analisa statistik
memberi kesan bahwa kurang lebih
80% dari semua kecelakaan kapal
disebabkan oleh kesalahan manusia
human error kebenaran mendasar
bahwa perbuatan atau kelalaian
manusia mengambil bagian dalam
setiap kecelakaan yang sebenarnya,
termasuk kegagalan struktural atau
perlengkapan dapat
menjadipenyebab langsung. Untuk
itu apa yang dapat dilakukan dalam
menghindari terjadinya suatu
kecelakaan di dalam aktivitas
pelayaran adalah dengan cara
melaksanakan pengendalian yang
lebih baik terhadap faktor manusia
yang berpartisipasi baik di kapal,
maupun di darat.
Keberadaan sistem manajemen
yang diimplementasikan akan sangat
menentukan terhadap tingkat
keselamatan dan tingkat mutu yang

dapat dicapai oleh perusahaan


pelayaran.
Di lain pihak pengusaha
transportasi laut harus menghadapi
kenyataan bahwa sarana angkutan
yang dikelolanya harus memenuhi
standar keselamatan agar muatan
yang diangkut dapat diserahkan
kepada pemilik barang dengan aman
dengan biaya angkutan yang dapat
dijangkau oleh masyarakat
pengguna jasa angkutan laut.
PENUTUP
A. KESIMPULAN
1. Tanggung jawab syahbandar
sangatlah penting karena
keamanan dan keselamatan
pelayaran adalah sudah menjadi
tugasnya. Tindakan-tindakan yang
di lakukannya adalah/agar untuk
meningkatkan pengawasan
keamanan dan keselamatan
terhadap hal-hal yang
berhubungan dengan pelayaran.
2. Tugas pengawasan yang di
lakukan seorang syahbandar
dalam rangka pengaturan sarana
dan prasarana pelaksanaan
operasional transportasi laut
sangatlah penting. Seorang syah
Bandar dalam tugasnya harus juga
memastikan kesadaran para
pemkai jasa transportasi laut
seperti perusahaan, pemilik
kapal, awak kapal untuk mentaati
hukum dan ketentuan perundang undangan yang berlaku di bidang
keselamatan pelayaran yang pada
umumnya masih rendah.
B. SARAN
1. Dalam Menjaga keamanan dan

keselamatan pelayaran, maka


seorang syahbandar perlu
bekerja lebih professional dalam
meningkatkan fungsi pengawasan
agar dapat menghindari bahayabahaya
dalam pelayaran.
2. Dalam menjalankan tugas
seorang syahbandar harus di
butuhkan sikap yang profesional
agar supaya pengawasan menjadi
lebih intensif demi menjaga
keamanan dan keselamatan
dalam pelayaran agar tidak
merugikan bagi para pemakai
jasa transportasi laut.
DAFTAR PUSTAKA
A. Djohan Tunggal, Drs. SH. Hukum
Laut,Havarindo, Jakarta, 2008.
A. Hamzah, Dr. SH, Laut Teritorial
Perairan Indonesia, Akademika
Presindo, Edisi Pertama, Jakarta,
1994.
Iman Syahputra Tunggal, SH, LLM,
Peraturan Perundang-undangan
Pelayaran dan Penerbangan di Lex Administratum, Vol.I/No.1/Jan-Mrt/2013
56
Indonesia, Hamarindo, Jakarta,
1997.
Joko, Subagio, P. SH. Hukum Laut
Indonesi, Rineka Cipta, Jakarta,
2009.
Purwosutjipto, H.M.N. SH.
Pengertian Pokok Hukum Dagang
Indonesia, Hukum Pelayaran dan
Perairan Darat. Jakarta,
Djambatan, 2000.
Departemen Perhubungan Republik
Indonesia, Penyuluhan
Kesyahbandaran. Direktorat
Jenderal Perhubungan Laut,
Jakarta, 1984/1985 dan 1993.

Departemen Perhubungan,
Peraturan Bandar 1925,
Direktorat Jenderal Perhubungan
Laut, Jakarta.
Departemen Perhubungan, Instruksi
Umum Pengawasan Kapal,
Direktorat Jenderal Perhubungan
Laut, 1972, Jaka rta.
Marpaung, Leden. SH. Tindak pidana
wilayah perairan Indonesia,
Sinar Grafika, Jakarta 1993.
Purba, Radiks. Angkutan muatan
laut, Rineka Cipta, Jakarta 1994.
Yulius, B, Drs. Kamus Baru Bahasa
Indonesia, Cetakan II, 1989.
Sammy Rosahdi, Drs. Panduan Port
State Control Inspection
Dephub,DJPL. 1996. Jakarta.
Sumber Lain:
Undang-Undang Nomor 17 Tahun
2008 Tentang Pelayaran
Himpunan Peraturan Perundang
Undangan Republik Indonesia

Anda mungkin juga menyukai