Ejakulasi Dini
Ejakulasi Dini
HASIL PENELITIAN
PUSTAKA
Ejakulasi Dini
Dito Anurogo
Fakultas Kedokteran Universitas Palangka Raya / RS PKU Muhammadiyah Palangka Raya,
Kalimantan Tengah, Indonesia
SINONIM
Premature ejaculation (PE), ejakulasi praecox,
zaoxie (bahasa Cina), early release, premature
ejaculation (PE), early ejaculation (EE), rapid
ejaculation (RE). Di dalam artikel ini, digunakan
istilah ejakulasi dini (ED).
DEFINISI
Ejakulasi merupakan proses keluarnya cairan
ejakulat (berupa semen/mani) yang ditandai
dengan keluarnya komponen-komponen
ejakulat, ejakulasi antegrad, penutupan
sfingter uretra interna, dan pembukaan
sfinkter uretra eksterna. Ejakulasi terjadi sekitar
2-10 menit dari dimulainya hubungan seksual;
sekitar 75% pria berejakulasi 2 menit setelah
penis memasuki vagina. Berikut beberapa
definisi ejakulasi dini:
Menurut ICD X, kriteria ED ditujukan untuk
mereka yang memenuhi kriteria umum
disfungsi seksual, yaitu ketidakmampuan
pasangan seksual dalam mengendalikan
ejakulasi secara cukup untuk menikmati
hubungan seksual. Bermanifestasi sebagai
terjadinya ejakulasi sebelum/segera setelah
aktivitas seks dimulai (sekitar 15 detik); tidak
cukup ereksi untuk memungkinkan terjadinya
hubungan seks. Hal ini bukan akibat dari
lama tidak berhubungan seks. Seorang pria
didiagnosis ED bila berejakulasi dalam waktu
15 detik setelah penetrasi.
1. Ejakulasi dengan rangsang/stimulasi
minimal yang terjadi mendahului hasrat,
keinginan, birahi, sebelum atau segera setelah
penetrasi (masuknya penis ke vagina), yang
menyebabkan ketidaknyamanan (bother) atau
penderitaan (distress), sedangkan penderitanya
sedikit atau tidak memiliki pengendalian
(Second International Consultation on Sexual
and Erectile Dysfunction).
2. Ejakulasi yang menetap atau berulang
dengan
sedikit
stimulasi/rangsangan
sebelum, saat, atau segera setelah penetrasi
dan sebelum penderita menghendakinya
Alamat korespondensi
email: ditoanurogo@gmail.com
823
TINJAUAN PUSTAKA
mengobati cemas dan gangguan mental
lainnya.
Ejakulasi dini yang dimulai setelah beberapa
tahun dapat disebabkan oleh infeksi saluran
kemih, konflik antarpasangan, atau gangguan
neurologis.
SIKLUS RESPONS SEKSUAL
Bolte mengemukakan model linear untuk
menjelaskan siklus respons seksual. Ia
mengemukakan lima fase, yaitu:
PROSES EJAKULASI
Proses ejakulasi terdiri dari fase emission
(pemancaran) dan expulsion (pengeluaran)
dua refleks persarafan sequential yang jelas
berbeda namun dikoordinasi dan distimulasi
oleh input saraf sensoris. Serabut saraf
sensorik n. pudendus di glans penis mengirim
informasi menuju sacral cord dan bagian otak
korteks serebral sensoris.
824
Pendekatan Neurobiogenesis
Stimulasi di reseptor sensoris mukosa glans
penis (Krause finger corpuscles) diteruskan
oleh serabut aferen n. pudendus menuju
S4, juga menuju pleksus hipogastrik di
ganglia simpatetik T10L2. Informasi sensoris
diteruskan ke otak, dimana tiga pusat ejakulasi
terletak; dua di hipotalamus (medial preoptic
area dan paraventricular nucleus) dan satu di
midbrain (periaqueductal grey).
Pusat-pusat ini memadukan emisi semen,
ejakulasi, dan orgasme. Hasil yang berupa efferent dopamine oleh pusat-pusat ini diatur
oleh nucleus paragigantocellularis; memiliki
pengaruh menghambat (inhibitory) dari neuron serotonergik yang terpusat dan menuju
lumbarsacral motor nuclei, yang secara kuat
(tonically) menghambat ejakulasi. Neurotransmiter yang terlibat di pusat-pusat ini termasuk
noradrenalin, gamma-aminobutyric acid, oksitosin, nitric oxide, serotonin dan estrogen.
Ejakulasi dipicu oleh serabut eferen dopamin
yang beraksi di pusat reseptor D2 dan serabut
eferen spinal, yang meneruskan informasi
menuju ganglia simpatetik di T10L2 dan
serabut sakral. Hal ini menstimulasi n.
pudendus di daerah S2S4, menghasilkan
beberapa tahapan berikut:
1. Tahap Pertama
Terjadi kontraksi otot polos prostat, seminal
vesicles, vas deferens and epididymis. Kejadian
ini meningkatkan volume semen yang
didorong menuju uretra posterior dengan
kontrol sistem saraf simpatetik, memproduksi
emisi (pengeluaran/pancaran semen).
TINJAUAN PUSTAKA
a. Generalized: terjadi pada semua situasi
seksual (kondisi yang mendukung ke arah
aktivitas seks) dan dengan semua pasangan.
b. Situational: terjadi hanya pada situasi
tertentu atau dengan pasangan tertentu.
Neurobiogenesis of ejaculation
Periaqueductal grey
Midbrain
Increased dopamine
Hyopthalamus
SSRIs act to
stop serotonin
inhibition,
thereby raising
serotonin level
D2 receptors
Lumbar
spinal cord
Serotonergic
neurones in
nPGi
Efferent fibres
Pudendal nerve
Sensory
neurones
Ejaculation
then
Orgasm
Motor fibres
Seminal vesicle
Prostate
Bulbourethral
gland
Vas deferens
Epididymis
Increase in volume
and fluid content
of semen
Sympathetic
spinal cord reflex
Stage II
(ejaculation)
Sperm to
posterior
urethra
Efferent spinal
cord impulse
Stage III
(orgasm)
2. Tahap Kedua
Kontraksi ritmis dasar panggul dan otot
bulbo-ischiocavernosus dikendalikan oleh
saraf parasimpatis yang mengesampingkan
(override) saraf simpatis. Hal ini mendorong
cairan semen keluar melalui uretra,
menghasilkan ejakulasi.
3. Tahap Ketiga
Tahap ini berupa orgasme.
825
TINJAUAN PUSTAKA
2. Sekunder (acquired, didapat)
Ejakulasi dini yang onsetnya bertahap
atau mendadak, berkembang setelah
sebelumnya memiliki hubungan seksual
memuaskan tanpa masalah ejakulasi. Hal ini
juga menyebabkan penderitaan pribadi dan
masalah keharmonisan hubungan. Dapat juga
dikatakan sebagai ED setelah suatu periode
fungsi seksual yang adekuat.
Menurut American Psychiatric Association,
ejakulasi dini sekunder ditandai oleh ejakulasi
yang menetap atau berulang dengan
rangsangan yang minimal sebelum, pada saat,
atau sejenak setelah penetrasi dan sebelum
ejakulasi yang sesungguhnya diharapkan
terjadi. Ciri khasnya: waktu untuk ejakulasi
pendek namun biasanya tidak secepat
ejakulasi primer.
3. Premature-like Ejaculatory
Dysfunction
Pria yang mengeluh ED meskipun
kenyataannya memiliki waktu ejakulasi
normal, yaitu: 3-6 menit atau lebih lama.
Jadi ada persepsi subjektif penderita bahwa
ia cepat mengalami ejakulasi baik menetap
maupun tidak menetap selama berhubungan
seks. Tipe ini tidak bisa dianggap sebagai
gejala atau penyakit medis yang sebenarnya.
4. Natural variable premature
ejaculation
ED yang ditandai dengan ejakulasi dini yang
tidak teratur dan tidak tetap, mewakili variasi
normal dalam penampilan seksual. Tipe ini
diusulkan oleh Waldinger MD, Schweitzer DH.
(2006) untuk klasifikasi terbaru DSM-V dan
ICD-11.
PEMERIKSAAN PENUNJANG
Pemeriksaan/tes laboratorium atau fisiologis
harus
berdasarkan
pada
penemuan
spesifik dari riwayat (penyakit, dan lain-lain)
penderita atau pemeriksaan fisik dan tidak
direkomendasikan secara rutin.
Beberapa pilihan alat diagnostik berupa
kuesioner (daftar pertanyaan terstruktur)
dapat membantu penilaian (assessment) ED,
antara lain:
1. Intravaginal ejaculation latency time (IELT)
2. Kombinasi IELT dengan patient-reported
outcome (PRO)
3. Premature Ejaculation Diagnostic Tool
(PEDT)
826
TINJAUAN PUSTAKA
Efek samping agen anestetik yang nyata
adalah penis menjadi mati rasa (penile
numbness), yang pada gilirannya memicu
hilangnya kemampuan untuk ereksi.
Terapi Obat (Farmakoterapi)
Farmakoterapi merupakan dasar terapi ED
primer. Terapi obat (klomipramin, sertralin,
paroksetin, dan sildenafil) menghasilkan
skor IELT yang lebih baik daripada terapi
behavioural.
SSRIs (Selective serotonin reuptake
inhibitors)
Dosis paroksetin adalah 1040 mg setiap hari
atau 20 mg 34 jam sebelum bersenggama,
sertralin 25-200 mg setiap hari atau 50 mg 4-8
jam sebelum bersenggama, dan fluoksetin
10-60 mg.
Efek samping SSRI berupa: lelah, letih,
menguap, mengantuk, mual, muntah, mulut
kering, diare, berkeringat; biasanya ringan
dan berangsur-angsur membaik setelah
2-3 minggu. Efek samping lainnya: libido
berkurang, anorgasmia (tidak bisa orgasme),
anejaculation (tidak bisa berejakulasi), dan
disfungsi ereksi (impotensi). Dapoksetin
merupakan SSRI berpotensi kuat. Biasa dipakai
1-3 jam sebelum bersenggama, dengan
dosis 30 dan 60 mg. Efek sampingnya: mual,
mencret, sakit kepala, dan sensasi berputar.
Antidepresan trisiklik
Klomipramin dengan dosis 2550 mg
setiap hari atau 25 mg 424 jam sebelum
bersenggama. Penggunaan klomipramin
3-5 jam sebelum bersenggama juga
efektif. Kepuasan seksual kedua pasangan
meningkat, terutama dengan dosis yang
lebih tinggi. Pemberian klomipramin harian
terbukti meningkatkan skor IELT lebih tinggi
daripada penggunaan harian SSRI (fluoksetin
atau sertralin), namun profil efek sampingnya
juga meningkat.
Efek samping meliputi: bibir kering, sulit buang
air besar, merasa berbeda, mual, gangguan
tidur, lelah/letih, sensasi berputar dan sensasi
panas (hot flashes).
Obat antidepresan, seperti nefazodon,
sitalopram, dan fluvoksamin, tak bermanfaat
untuk mengobati ED.
827
TINJAUAN PUSTAKA
REFERENSI:
1.
Bolte S. The Impact of Cancer and Its Treatment on the Sexual Self of Young Adult Cancer Survivors and as Compared to Their Healthy Peers. Dissertation. The Catholic University of
America. Washington, DC. 2010.
2.
Brotto LA, Mehak L, Kit C. Yoga and Sexual Functioning: A Review. J. Sex & Marital Therapy 2009;35:37890,
3.
Carson C, Gunn K. Premature ejaculation: definition and prevalence. Int J Impot Res. 2006;18 (Suppl 1): S513.
4.
Dass V. Ayurvedic Herbs for Male Reproductive Problems. Light on Ayurveda. J Health. Summer 2007.
5.
Wespes E, Amar E, Eardley I, Giuliano F, Hatzichristou D, Hatzimouratidis K, et.al. Guidelines on Male Sexual Dysfunction: Erectile dysfunction and premature ejaculation. European Association of Urology 2009.
6.
7.
Ebadi M. Pharmacodynamic Basis of Herbal Medicine. Taylor & Francis Group, LLC. CRC Press. USA. 2007; 552.
Falahatkar S, Asgari SA, Hosseini SH, Joafshani MA, Emadi SA, Khaledi F. Efficacy and Safety of Herbal Drug, Hypericum Perforatum in the Treatment of Premature Ejaculation. Journal of
Guilan University of Medical Sciences. 69: 53-8.
8.
Gregory A. Broderick. Oral Pharmacotherapy for Male Sexual Dysfunction: A Guide to Clinical Management. 2005; 17;379-401.
9.
Harahap R. Disfungsi Seksual pada Penderita Diabetes Mellitus Pria. Maj Kedokt Nusantara 2006;39(3): 176-9.
10. Hatzimouratidis K, Amar E, Eardley I, Giuliano F, Hatzichristou D, Montorsi F, et.al. Guidelines on Male Sexual Dysfunction: Erectile Dysfunction and Premature Ejaculation. Eur Urol
2010;57:80414.
11. Jing-Nuan Wu. An Illustrated Chinese Materia Medica. Oxford University Press. New York. 2005:228.
12. Khan VA, Khan AA. Herbal folklores for male sexual disorders and debilities in western Uttar Pradesh. Indian J Traditional Knowledge.2005;4(3): 317-24.
13. Mayo Clinic. Premature ejaculation. Mayo Foundation for Medical Education and Research (MFMER). March 24, 2009. Cited from: http://www.mayoclinic.com/health/premature-ejaculation/DS00578
14. McCarty EJ, Dinsmore WW. Premature ejaculation: treatment update. Int J STD AIDS 2010;21:77-81.
15. McMahon CG, Abdo C, Incrocci L, et al. Disorders of orgasm and ejaculation in men. J Sex Med. 2004;1(1):58-65.
16. Mills E, Dugoua JJ, Perri D, Koren G. Herbal Medicines in Pregnancy & Lactation: An Evidence-Based Approach. Taylor & Francis Group. UK. 2006.
17. Ministry of Health & Population (MOHP). Monograph for Herbal Medicinal Products. Central Administration of Pharmaceutical Affairs (CAPA) in collaboration with World Health Organization (WHO). 2007: 16-8.
18. Palmer NR. Stuckey BGA. Premature ejaculation: a clinical update. MJA 2008; 188 (11): 6626.
19. Park J, et al. Complementary and alternative medicine in mens health. Journal of Mens Health. 2008;5:305.
20. Patrick DL, Althof SE, Pryor JL, Rosen R, Rowland DL et al. Premature ejaculation: an observational study of men and their partners. J Sex Med 2005; 2:358-67.
21. Rahmatullah M, Mollik AH, Ali Azam ATM, Islam R, Chowdhury AM, Jahan R, et.al. Ethnobotanical Survey of the Santal Tribe Residing in Thakurgaon District, Bangladesh. Am-Eurasian J.
Sustain. Agric., 3(4): 889-98, 2009.
22. Ratnasooriya WD, Dharmasiri MG, Rajapakse RAS, De Silva MS, Jayawardena SPM, Fernando PUD, De Silva WN, Nawala AJMDNB, Warusawithana RPYT, Jayakody JRC, Digana PMCB. Tender
leaf extract of Terminalia catappa has antinociceptive activity in rats. Pharmaceutical Biol. 2002;40:60-6.
23. Sadock BJ. Abnormal sexuality and sexual dysfunctions. In: Sadock BJ, Sadock V,eds. Synopsis of Psychiatry, Philadelphia : Lippincott Williams & wilkins; 2003.
24. Saratikov AS, Krasnov EA. Chapter III: Stimulative properties of Rhodiola rosea. In: Saratikov AS, Krasnov EA, eds. Rhodiola rosea is a valuable medicinal plant (Golden Root). Tomsk, Russia:
Tomsk State University; 1987. p. 69-90.
25. Saratikov AS, Krasnov EA. Chapter VIII: Clinical studies of Rhodiola. In: Saratikov AS, Krasnov EA, eds. Rhodiola rosea is a valuable medicinal plant (Golden Root). Tomsk, Russia: Tomsk State
University Press; 1987. p. 216-27.
26. Siu-king MAK. Medical Treatment of Premature Ejaculation. Hong Kong Medical Diary, Medical Council of Hong Kong (MCHK). Medical Bull. 2009;14 (10).
27. Unny R, Chauhan AK, Joshi YC, Dobhal MP, Gupta RS. A review on potentiality of medicinal plants as the source of new contraceptive Principles. Phytomedicine 2003;10:23360.
28. Waldinger MD. Advances in Treatment for Premature Ejaculation. Eur Urol Rev. 2008: 102-5.
29. Waldinger MD, Schweitzer DH. Changing paradigms from a historical DSM-III and DSM-IV view toward an evidence-based definition of premature ejaculation. Part IIProposals for DSM-V
and ICD-11. J Sex Med. 2006;3:693705.
30. Waynberg J, Brewer S. Effects of Herbal vX on libido and sexual activity in premenopausal and postmenopausal women. Adv Ther 2000; 17: 255-62.
31. WHO.The ICD-10 Classification of Mental and Behavioural Disorders: Diagnostic Criteria for Research, 1993.
32. WHO. International Statistical Classification of Diseases and Related Health Problems: Tenth Revision. Vol 1. Geneva: World Health Organization; 1992:355-6.
33. Wyllie MG, Hellstrom WJG. The link between penile hypersensitivity and premature ejaculation. BJU Int 2010:1-6.
828