Anda di halaman 1dari 12

Tarikh Al-Mutun ; Konsep, Metodologi Dan Analisa Terhadap Pembahasan Hadis Nabi

Ahmad Ashabul Kahfi

A. Latarbelakang.
Kondisi hadis yang sangat rentan terhadap kritik pada masalah keotentikannya
disebabkan karena tidak ada jaminan pasti sebagaimana al-Quran yang sudah terjamin
keotentikan teksnya. Hal ini lah yang membuat para ulama ahli hadis memunculkan teori dan
metodologi terhadap hadis dengan berbagai aspek yang terkait didalamnya. Sehingga usaha
tersebut berbuah dengan munculnya hadis-hadis yang dapat dijadikan pijakan argumen
dengan berbagai kategori dan ciri masing-masing.
Perhatian terhadap keotentikan hadis juga datang dari para Orientalis yang sudah
merasa lelah mencari kelemahan dari al-Quran kemudian melihat hadis sebagai suatu objek
kajian yang lebih mudah terhadap kritik dan analisa mendalam. Dari aspek sanad dan matn
para Orientalis menilai dan memahami hadis melalui berbagai pendekatan. Diantara
pendekatan tersebut ialah historis, sosiologis dan antropologis yang diyakini mampu
memberikan pemahaman berbeda dari tekstual hadis tersebut.
Keberagaman pemikiran yang nampak pada berbagai metode pendekatan kajian hadis
ini tentu tidak bisa dinafikkan dari sifat berkembangnya ilmu pengetahuan itu sendiri.
Kondisi keilmuan kini memaksa agar Islam mampu mengikuti derasnya arus tersebut,
sehingga para akademisi dibidang Dirasah al-Islamiyah berupaya untuk menempatkan kajian
islam sejajar dengan ilmu pengetahuan lainnya.
Upaya pengembangan kajian Islam itu juga tertuju pada pedoman hidup umatnya yang
selama ini dianggap terlalu melangit. Tujuannya, agar fungsi pedoman tersebut bisa dinikmati
bukan hanya bagi umat Islam itu sendiri, melainkan mereka yang selama ini berusaha
memahami Islam dari sudut pandang Ilmiah.
Penggunaan hadis sebagai sumber kehidupan seorang muslim setelah al-Quran
merupakan hal yang tidak bisa di kesampingkan. Karena fungsinya sebagai penjelas
kandungan al-Quran dan secara mandiri hadis mampu memberikan aturan-aturan hidup yang
belum ditentukan oleh al-Quran. Al-Quran dan hadis adalah dua entitas yang saling
menyempurnakan dan melengkapi.1 Sehingga dibutuhkan suatu diskusi dan kajian yang
mendalam terhadap hadis.
Berbicara mengenai proses turunya al-Quran dan hadis tentu tidak lah sama.
Perbedaan tersebut lebih menonjol pada hadis, dimana sebagian periwatannya berlangsung
1

Barmawi Mukri, Kontekstualisasi Hadis Rasulullah, (Yogyakarta: Ideal, 2005), hal. iii

secara mutawattir dan sebagian lagi berlangsung ahad. Istilah yang dikenal dalam
pengklasifikasian hadis dari segi kualitasnya ialah shohih, hasan, mardud, dhoif dan lainya.
Sedangkan hal semacam itu tidak ditemukan dalam al-Qur'an.
Dengan kata lain setiap teks yang disampaikan oleh al-Quran dan hadis selalu
memiliki sejarah lahirnya teks tersebut. Catatan sejarah memberikan petunjuk bahwa dalam
periwayatan hadis tidak dilakukan secara lafzi melainkan melalui maknawi.2 Tentu
periwayatan yang secara maknawi tidak bisa difahami secara tekstual saja, dibutuhkan
disiplin ilmu Tarikh al-Mutun yang cara kerjanya serupa dengan kerja ilmu Asbabun Nuzul
dalam kajian teks ayat al-Quran. Ilmu Tarik al-Mutun juga memiliki kesamaan dengan
Asbabul Wurud hadis.3
Aspek historis sangat lah penting dikaji karena dari aspek ini lah dapat ditemukan
pemahaman yang baik dan tepat terhadap suatu teks. Mengingat adanya sisi yang terlupakan
apabila hanya mengandalkan pemahaman secara tektual tanpa diketahui sisi historis yang
terjadi disekitar teks. Adapun dalam penelitian hadis dikenal dengan pendekatan historis atau
pendekatan sejarah. Penulis menemukan adanya kesamaan pada pendekatan tersebut dengan
tema displin ilmu Tarikh al-Mutun yang akan dibahas pada makalah ini.
Semula penulis mengklaim bahwa pendekatan historis merupakan perwujudan dari
ilmu Tarikh al-Mutun mengingat terdapat penekanan yang sama diantara kedua. Pendekatan
historis hadir sebagai salah satu kunci guna membuka pemahaman yang komprehensif
terhadap teks hadis yang tidak memiliki Asbabun Nuzul khusus. Sebalikaya disiplin ilmu
Tarikh al-Mutun yang merupakan produk keilmuan para ulama timur tengah ini hadir bukan
hanya bagi teks hadis yang tanpa Asbabun Nuzul saja melainkan teks yang didalamnya sudah
terdapat Asbabun Nuzulnya tak luput dari pembahasan.
B. Pembahasan.
1. Pengertian Ilmu Tarikh Al-Mutun.
Tarikhul mutun merupakan bentuk idhofah dari dua kata yaitu Tarikh (
mutun (

)dan

). Tarikh adalah bentuk mufrad (). Sementara mutun ialah salah

Suryadi, Agung Danarto, dan Al Fatih Suryadilaga, Metodologi Penelitian Hadis,


(Yogyakarta: Pokja Akademik UIN Sunan Kalijaga), 2006, hal. 138
3
Hasbi Ash-Shiddiqy. Pokok-Pokok Ilmu Dirayah Hadis, Jakarta: Bulan Bintang, jilid II,
hal. 302

satu dari bentuk jamak matn (

).

Dua kata tersebut dibahas dalam dua aspek

pengertian, baik dari segi bahasa (etimologi) maupun dari segi istilah (terminologi).
a.
Ilmu Tarikh Al-Mutun Secara Etimologi.
Tarikh secara bahasa berasal dari Bahasa Arab berarti ketentuan waktu.
Secara pengertian tarikh adalah ilmu yang menggali peristiwa-peristiwa masa
lampau agar tidak dilupakan, atau dalam maksud yang lain yakni sejarah. Ilmu
tarikh sepadan dengan pengertian ilmu sejarah pada umumnya.5
Awalnya, tarikh bermakna penetapan bulan kemudian meluas menjadi
kalender dalam pengertian umum.6 Dalam perkembangan selanjutnya, tarikh
bermakna pencatatan peristiwa. Semakin maju, ilmu tarikh menjadi lebih luas dan
beragam sesuai dengan perkembangan teknologi pencatatan itu sendiri.
Tarikh memiliki peranan penting dalam kehidupan umat manusia,
mengingat tanpa mengenal istilah ini manusia tidak akan bisa berkembang dan
mengambil pelajaran serta pengalaman dari peristiwa yang telah lampau. Tarikh
juga merupakan produk dari proses berfikir manusia yang mengalami gejolak
ilmu pengetahuan.
Adapun Ilmu Tarikh itu sendiri adalah suatu pengetahuan yang bermanfaat
untuk mengetahui keadaan-keadaan atau kejadian-kejadian yang telah lampau
dalam kehidupan umat dan keadaan-keadaan atau kejadian-kejadian yang masih
ada (sedang terjadi) di dalam kehidupannya. Tarikh diambil dari tiga peringatan,
yaitu peringatan yang sungguh-sungguh tertulis, peringatan dari keturunan
(silsilah), dan peringatan yang terdapat pada benda-benda pada masa purba.7
Pengertian al-matn atau matn dalam kerangka etimologi adalah punggung
jalan atau tanah yang keras dan tinggi. 8 Matn dalam ilmu hadis adalah: m
yantahiy ilayhi as-sanad min al-kalm, yakni: Sabda Nabi yang disebut setelah
sanad, atau penghubung sanad, atau materi hadis.9 Aspek terpenting dari sebuah
hadis terletak pada matn sebagai unsur pendukung dapat difahaminya suatu hadis.

terdapat bentuk jamak yang lain yaitu mitan (). (Lihat: Muhammad Ajaj AlKhathib, Ushul Al-Hadis, terj. H.M. Qodirun Nur dan Ahmad Musyafiq, Ushul Al-Hadis Pokokpokok Ilmu Hadis, (Jakarta: Gaya Media Pratama, 2013), hal. 12
5
Hafidz Muftisany, Mengenal Ilmu Tarikh (1) artikel pada www.republika.co.id, diakses
pada 4 oktober 2015.
6
tarikh/tarikh/ n 1. perhitungan tahun: -- Hijriah; 2. angka (bilangan) tahun: -- 305
tahun Sebelum Masehi; 3. tanggal (hari, bulan, dan tahun), http://kbbi.web.id/tarikh, diakses
pada 4 oktober 2015.
7
Moenawar Chalil, Kelengkapan Tarikh Nabi Muhammad saw. Jilid 1, (Jakarta: Gema
Insani Press, 2001), hal. 1.
8
Ibnu Mandzur, Lisan al- Arab, (Beirut: Dar Lisan al-Arab,tt), hal. 434-435
9
M. Alfatih Suryadilaga, dkk, Ulumul Hadis, hal. 36

Struktur ketiga dari suatu hadis (sanad, rawi, matn) matn dalam bentuk
kegiatan pemberitaan atau reportase merupakan bagian terpenting dan sangat
mempengaruhi pendengar dalam berbagai hal. Apabila berita yang disampaikan
bohong, tidak dapat diterima secara akal fikiran atau bahkan bertentangan, tentu
akan memunculkan respon dari pendengar terhadap si pemberi berita dan sumber
b.

berita tersebut, seperti itulah gambaran kedudukan matn dalam periwayatan hadis.
Ilmu Tarikh al-Mutun Secara Terminologi.
Meminjam peta ilmu pengetahuan yang menerangkan bahwa suatu materi
konsep ilmu terlebih dahulu mengalami tahapan pencarian jatidiri (definisi), maka
ilmu Tarikh al-Mutun secara istilah merupakan disiplin ilmu yang membahas
tentang sejarah matn-matn hadis Nabi Muhammad SAW. Ilmu ini seimbang
dengan ilmu Tarikh al-Nuzul yang sering dipakai dalam istilah ilmu al-Quran 10,
dalam definisinya menurut T.M. Hasbi ash-Shiddieqy dikatakan:



Ilmu Tarikh al-Mutun adalah ilmu yang mana dengan dia bisa diketahui
akan sejarah datangnya hadis Nabi yang mulia (Nabi menyabdakan hadisnya)11
Jadi yang dimaksud dengan ilmu Tarikh al-Mutun adalah disiplin ilmu yang
mendalami serta berkosentrasi pada sejarah kapan munculnya hadis Nabi
Muhammad SAW. Secara sepintas, ilmu ini dapat dianggap mirip dengan ilmu
Asbab al-Wurad, namun sebenarnya ada titik penekanan kajian yang berbeda dari
kedua ilmu tersebut.
Asbab al-Wurud menekankan pada latar belakang dan sebab lahirnya suatu
hadis, dengan pertanyaan kenapa Nabi Muhammad SAW bersabda atau berbuat
demikian, maka pertanyaan substantif dalam kajian Tarikh al-Mutun adalah kapan
atau di waktu apa hadis itu diucapkan atau perbuatan itu dilakukan oleh Nabi
Muhammad SAW. Meskipun demikian, ilmu Tarikh al-Mutun juga dapat
10

Tawarikh an-Nuzul adalah ilmu Al-Qur'an yang menjelaskan masa dan tertib turunnya
ayat al-Qur'an satu demi satu dari awal hingga akhir. Yang termasuk dalam Tawarikh an-Nuzul
adalah ayat yang diturunkan pertama hingga terakhir, ayat yang diturunkan berulang-ulang,
ayat yang diturunkan sekaligus atau terpisah, ayat yang pernah diturunkan kepada nabi
sebelum Muhammad, dan ayat yang belum pernah diturunkan sebelumnya. Hamzah, Muchotob.
Studi Al-Qur'an Komprehensif. (Yogyakarta: Gama Media), 2003, hal. 52.
11
T.M. Hasbi Ash-Shiddieqy, Pokok-pokok Ilmu Dirayah Hadis jilid II, (Jakarta: Bulan
Bintang, 1981), hal 302.

melengkapi ilmu Asbab al-Wurud dalam membantu untuk memahami makna


yang terkandung dalam hadis secara sempurna.
Al-Imam Sirajuddin Abu Hafash Imam Ibnu Salar al Bulqani berpendapat
bahwa pembahasan Tarikh al-Mutun erat hubungannya dengan ilmu Nasikh wal
Mansukh, dalam kitabnya Mahassinul Ishtilah. Sebagaiamana disinggung dalam
salah satu pembahasan pada kitab Tadrib al-Rawi Fi Syarkhi Taqrib Al-Nawawi12.
Penentuan nasikh dan mansukh nya hadis harus diketahui waktu munculnya
hadis tersebut, sehingga yang muncul belakangan dapat menghapus hukum dari
suatu hadis yang muncul lebih dahulu. Setelah itu baru dapat diamalkan hadis
yang nasikh sementara yang mansukh ditinggalkan.13
2. Objek Kajian Tarikh al-Mutun.
Menetapkan poin-poin yang menjadi obyek dari disiplin ilmu Tarikh al-Mutun,
dapat dilakukan dengan menengok pengertian dari Tarikh al-Mutun itu sendiri. Definisi
ilmu baik secara etimologi maupun terminologi di atas menerangkan bahwa sejarah
munculnya teks matn hadis serta matn itu sendiri merupakan obyek atau sasaran kajian
ini.
Titik perbedaannya dengan Asbabul Wurud hadis kemudian menjadi tampak.
Asbabul wurud lebih berkosentrasi pada motif atau latar belakang yang mendorong
lahirnya sebuah hadis. Keistimeweaan yang terdapat dalam Tarikh al-Mutun yakni dapat
diketahui kapan waktu turunya hadis tersebut dari dalam matn sebuah hadis itu sendiri.14
3. Metodologi Tarikh al-Mutun.
Terdapat beberapa metode yang dapat digunakan untuk mengetahui sejarah
kemunculan sebuah teks hadis. Pertama, pendataan teks-teks hadis shahih atau matnmatn hadis yang benar-benar bersumber dari Nabi. Kedua, penelitian sejarah, dalam hal
ini selalu bersinggungan dengan disiplin asbabul wurud sebuah hadis.
Penyebabnya ialah keterkaitan antara unsur-unsur yang memiliki andil dalam
kelahiran sebuah matn hadis, seperti latar belakang, waktu, tempat, serta sahabat yang
menerima matn tersebut. Menurut Imam As-Suyuthi dalam kitabnya Tadribur Rawi yang
12

Jalaluddin Al-Suyuti, Tadrib Al-Rawi Fi Syarkhi Taqrib Al-Nawawi, (Riyadh: Maktabah


Al-Kautsar, 1415 H) hal. 930
13
Fatchur Rahman, Iktisar Musthalahul Hadis, (Bandung: Al-Maarif, 1987), hal. 290.
14
Abdul Mustaqim menyebutkan model pendekatan hadis secara historis sudah dirintis
oleh para ulama hadis yaitu dengan munculnya ilmu Asbab al-Wurud, yaitu, suatu ilmu yang
menerangkan sebab-sebab mengapa nabi Muhammad Saw menuturkan sabdanya dan waktu
munturkannya. (Lihat: Abdul Mustaqim, Paradigma Integrasi-Interkoneksi Dalam Memahami
Hadis, (Yogyakarta: Bidang Akademik UIN Sunan Kalijaga, 2008), hal. 7

merangkum dari penjelasan Imam Al-Bulqini di kitab Mahasinul Ishthilah, jalan-jalan


untuk mengenal tarikh ini ialah15:
a. Dengan terdapat perkataan:

Permulaan yang terjadi adalah begini Seperti hadis

yang diriwayatkan oleh Aisyah yaitu:






Peristiwa yang dialami oleh Rasulullah Shallallahu Alaihi Wasallam saat
pertama kali menerima wahyu adalah mimpi yang baik (HR. Bukhari-Muslim)16
Dan seperti hadis:







Pertama-tama sesuatu yang dilarang aku daripadanya oleh Tuhanku sesudah

dilarang menyembah berhala, ialah: meminum khamr dan membenci orang(HR. Ibnu
Majah)
b.

Terdapat kata-kata


qabliyah

(sebelum) seperti hadis yang

diriwayatkan oleh Jabir radhiallahu anhu yaitu:

Rasullullah Shallallahu Alaihi Wasallam melarang kami untuk membelakangi

kiblat atau menghadapnya dengan kemaluan-kemaluan kami saat buang air. Kemudian
aku melihat nabi, setahun sebelum beliau wafat, beliau menghadap kiblat ketika buang
air (HR. Ahmad, Abu Daud dan selainnya) 17
c. Terdapat kata-kata

bada (sesudah) seperti:

15

Lihat: Jalaluddin As-Suyuthi, Tadribur Rawi , (Riyadh: Maktabah Al-Kautsar, 1415H)


hal. 930-932
16
Imam Bukhori, Shahih al-Bukhori, Tafsir Al-Quran, Surat al-Alaq ayat 3, Ensiklopedia
9 Imam, Lidwa.com
17
Al-Daruquthni, Sunan ad-Daruquthni, Thaharah, Istiqbalu al-Qiblat Fi al-Khila,hadis
nomer 137, https://library.islamweb.net diakses pada 27/9/2015



}
}





Telah menceritakan kepada kami Alqamah bin Amru Ad Darimi berkata, telah
menceritakan kepada kami Abu Bakr bin Ayyasy dari Abu Ishaq dari Al Bara` berkata,
"Kami shalat bersama Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam menghadap Baitul
Maqdis selama delapan belas bulan, kemudian kiblat dialihkan ke Ka'bah kira-kira
dua bulan setelah beliau di Madinah. Ketika shalat, Rasulullah shallallahu 'alaihi
wasallam sering menghadapkan wajahnya ke langit, dan Allah tahu bahwa hati NabiNya cenderung ke Ka'bah. Lalu Jibril naik ke langit dan beliau terus memandanginya
dengan matanya, beliau menunggu apa yang akan Allah SWT perintahkan kepada
Jibril. Maka Allah menurunkan ayat: "(Sungguh Kami (sering) melihat mukamu
menengadah ke langit)." Lalu datanglah seorang pembawa berita kepada kami, ia
mengatakan, "Kiblat telah dialihkan ke Ka'bah, waktu itu kami telah shalat dua raka'at
menghadap Baitul Maqdis, maka kami pun mengalihkan kiblat kami dan tetap
menyempurnakan shalat (tidak membatalkan)." Rasulullah shallallahu 'alaihi
wasallam bertanya kepada Malaikat Jibril: "Wahai Jibril, bagaimana dengan shalat

kami ketika masih menghadap Baitul Maqdis?" Maka Allah Azza wa Jala
menurunkan ayat: "(dan Allah tidak akan menyia-nyiakan imanmu. Sesungguhnya
Allah Maha Pengasih lagi Maha Penyayang kepada manusia)."18
d. Dengan perkataan

akhirul amraini seperti dalam hadis Jabir



bin Abdullah:

Sesungguhnya, keputusan terakhir dari dua perkara yang bersumber dari

Rasulullah Shallallahu Alaihi Wasallam adalah tidak adanya wudhu terhadap


segala sesuatu yang disentuh api (dimasak/dibakar). (Diriwayatkan perawi yang
empat dan Ibnu Hibban)19
e. Terdapat kata-kata yang menunjukkan waktu

. Misalnya sebulan sesudah/sebelumnya, setahun

sesudah/sebelumnya dan lain sebagainya. Seperti hadis Buraidah:


Konon Rasulullah Shallallahu Alaihi Wasallam berwudhu untuk tiap-tiap


shalat. Tatkala pada tahun kemenangan (yaumul fath), beliau menjalankan
beberapa shalat dengan satu kali wudhu (HR. At-Tirmidzi, An-Nasai dan Ibnu
Majah)
Juga seperti hadis Abdullah bin Ukaeini:

18

Ibnu Majah, Sunan Ibnu Majah, Qiblat, nomor 1000, http://hadis.stiba.ac.id/, diakses
pada 27/9/2015
19
Abu Dawud, Sunan Abu Dawud, Thaharah, Tarku al-Wudlu mimma masat al-nar,
http://library.islamweb.net/ diakes pada 27/9/2015

Sebulan sebelum Rasulullah Shallallahu Alaihi Wasallam wafat, beliau


mengirim surat kepada kami supaya jangan mengambil faidah dari bangkai, baik
kulitnya maupun urat besarnya (HR. Al-Khomsah/Ahmad dan Ashabus sunan).20
4. Analisa Penggunaan Ilmu Tarikh Al-Mutun
Memahami hadis Nabi Muhammad SAW untuk digunakan sebagai pijakan dalam
mengamalkannya tentu membutuhkan rangkaian proses. Karena dibutuhkan kecermatan
dan ketelitian dalam menganalisa suatu hadis. Sehingga akan diperoleh pemahaman yang
komprehensif terhadap suatu hadis manakala proses tersebut telah dilewati.
Salah satu fungsi adanya ilmu Tarikh Al-Mutun ini adalah sebagai pisau analisa
dalam memaknai matn hadis yang senantiasa berkembang. Hasil dari analisa tersebut
merupakan informasi akurat tentang makna yang berbeda bila difahami pada kurun
waktu-waktu tertentu. Dibawah ini akan dibahas bagaimana kerja ilmu Tarikh al-Mutun
pada hadis berikut:























20

Menurut ulama madzhab Maliki dan ulama Madzhab Hambali hadis ini me-nasakh
hadis-hadis lain yang muncul sebelumnya. Karena, hadis ini muncul di akhir umur Rasulullah
Shallallahu Alaihi Wasallam. Hadis ini menunjukkan bahwa penggunaan kulit bangkai sebelum
itu hanyalah suatu rukhshah. Namun menurut pendapat Prof. Wahbah Zuhaili, pendapat yang
rajih ialah pendapat ulama Hanafi dan SyafiI, bahwa samak adalah salah satu cara penyucian.
Sebab hadis Ibnu Ukaim dipertikaikan. Al-Hazimi dalam kitabnya, an-Nasikh wal Mansukh wa
Tariq al-Inshaf fihi mengatakan bahwa hadis Ibnu Ukaim merupakan dalil yang menunjukkan
terjadinya nasakh, jika memang hadis itu benar. Tetapi hadis itu riwayatnya dipertikaikan dan ia
tidak dapat menandingi keshahihan hadis Maimunah. (Lihat: Wahbah Az-Zuhaili, Al-Fiqhul Islami
wa Adillatuhu, terj. Abdul Hayyie al-Kattani, dkk., Fiqih Islam Wa Adillatuhu 1, (Jakarta: Gema
Insani, 2010) hal. 213-215.

Abu Hurairah radhiyallahu anhu berkata; Ketika kami sedang ikut dalam perang
Khaibar bersama Rasulullah shallallahu alaihi wasallam, Beliau berkata kepada
seseorang yang mengaku dirinya telah masuk Islam; Orang ini termasuk penduduk
neraka. Ketika terjadi peperangan orang tadi berperang dengan sangat berani lalu dia
terluka kemudian dikatakan (kepada Beliau); Wahai Rasulullah, orang yang Baginda
maksudkan tadi sebagai penduduk neraka, dia telah berperang hari ini dengan sangat
berani dan dia telah gugur. Maka Nabi shallallahu alaihi wasallam berkata: Dia akan
masuk neraka. (Abu Hurairah) berkata; Orang-orang semuanya menjadi ragu. Ketika
dalam keraguan seperti itu, ada orang yang mengabarkan bahwa orang yang berperang
tadi tidaklah mati melainkan setelah mendapatkan luka yang sangat parah namun ketika
pada malam harinya dia tidak sabar atas luka yang dideritanya hingga akhirnya dia bunuh
diri. Kejadian ini kemudian dikabarkan kepada Nabi shallallahu alaihi wasallam, maka
Nabi shallallahu alaihi wasallam bersabda: Allahu Akbar, aku bersaksi bahwa aku ini
hamba Allah dan Rasul-Nya. Kemudian Beliau memerintahkan Bilal agar menyerukan
manusia bahwa tidak akan masuk surga melainkan jiwa yang benar-benar patuh Islam
dan sungguh Allah akan menolong agama ini dengan seorang yang fajir (yang tidak jujur
imannya)21
Hadis tersebut muttafaq alaih namun merupakan lafadz dari Imam Bukhari dalam
kitab shahihnya pada bagian Kitab Jihad (56) yaitu pada Bab Allah Akan Menolong
Agama Ini dengan Seorang yang Fajir (182), nomor hadis 3062.22 Sementara dalam
Shahih Muslim yang penomorannya oleh Imam Nawawi terdapat pada Kitab Iman bab
21

Muhammad Fuad Abdul Baqi, Al-LuLu Wal Marjan, terj. H. Salim Bahreisy, Al-LuLu
Wal Marjan Himpunan Hadis Shahih Disepakati Oleh Bukhari dan Muslim, (Surabaya: PT Bina
Ilmu, 1982), hal. 35-36.
22
Lihat: Imam Al-Bukhari, Al-Jaami Ash-Shahiih Mukhtashar Al-Musnad min Hadiitsi
Rasuulillaah Shallallaahu Alaihi Wasallaam wa Sunanihi wa Ayyaamihi; Al-Juz Ats-Tsaanii, (Kairo:
al-Mathbaah al-Salafiyah wa Maktabatuha, 1403 H/1983 M), hal. 376-377.

10

yang sudah disebutkan di atas nomor hadis 178 -dengan lafadz yang sedikit berbeda dari
yang dikeluarkan Imam Bukhari-. Hadis di atas secara jelas menyebutkan asbabul wurud
hadis yang sekaligus juga terdapat tarikh matn di dalamnya.
C. Kesimpulan.
lmu Tarikh al-Mutun adalah ilmu yang mempelajari tentang sejarah datangnya hadis Nabi
yang mulia. Objek sasaran ilmu ini berupa tarikh (sejarah) kapan suatu matn hadis
disabdakan oleh Rasulullah SAW. Letak perbedaannya dengan asbabul wurud adalah jika
ilmu asbabu wurud hadis itu titik beratnya membahas tentang latar belakang dan sebab-sebab
lahirnya hadis, sementara ilmu Tarikh al-Mutun menitik beratkan pembahasannya kepada
kapan atau di waktu apa hadis itu diucapkan atau perbuatan itu dilakukan oleh Rasulullah
SAW.
Jalan-jalan untuk mengenal tarikh ini ialah dengan terdapat perkataan awwala maa
kaana kadza, terdapat kata-kata qabliyah (sebelum), terdapat kata-kata badiyah (sesudah),
dengan perkataan akhirul amraini, terdapat kata-kata yang menunjukkan waktu.
Ulama yang dianggap promotor dalam ilmu Tarikhul Mutun ialah Imam Sirajuddin Abu
Hafsh Amar bin Salar Al-Bulqiny dengan kitabnya Mahasinul Ishthilah fii Tadhmin Kitab
Ibnu Shalah.

Daftar Pustaka
Abdul Baqi, Muhammad Fuad. Al-LuLu Wa al-Marjan, terj. Salim Bahreisy, Al-LuLu
Wal Marjan Himpunan Hadis Shahih Disepakati Oleh Bukhari dan Muslim, Surabaya: PT Bina Ilmu,
1982.
Ajaj Al-Khathib, Muhammad.

Ushul al-Hadis, terj. M. Qodirun Nur dan Ahmad

Musyafiq, Ushul al-Hadis Pokok-pokok Ilmu Hadis, Jakarta: Gaya Media Pratama, 2013.
Ash-Shiddieqy, Hasbi. Pokok-Pokok Ilmu Dirayah Hadis, Jakarta: Bulan Bintang, jilid II,
2008.
Az-Zuhaili, Wahbah. Al-Fiqhul Islami wa Adillatuhu, terj. Abdul Hayyie al-Kattani, dkk.,
Fiqih Islam Wa Adillatuhu 1, Jakarta: Gema Insani, 2010.
Chalil, Moenawar. Kelengkapan Tarikh Nabi Muhammad SAW. Jilid 1, Jakarta: Gema
Insani Press, 2001.
Ibnu Mandzur, Lisan al- Arab, Beirut: Dar Ihya At-Turast, 1408 H.
11

Imam Al-Bukhari, Al-Jaami Ash-Shahiih Mukhtashar Al-Musnad min Hadiitsi


Rasuulillaah Shallallaahu Alaihi Wasallaam wa Sunanihi wa Ayyaamihi; Juz II,

Kairo: al-

Mathbaah al-Salafiyah wa Maktabatuha, 1983.


Jalaluddin Al-Suyuti, Tadrib Al-Rawi Fi Syarkhi Taqrib Al-Nawawi, Riyadh: Maktabah
Al-Kautsar, 1415 H.
Muchotob, Hamzah. Studi Al-Qur'an Komprehensif. Yogyakarta: Gama Media2003.
Ash-Shiddieqy, Hasbi. Pokok-pokok Ilmu Dirayah Hadis jilid II, Jakarta: Bulan Bintang,
1981.
Mukri, Barmawi, Kontekstualisasi Hadis Rasulullah, Yogyakarta: Ideal, 2005.
Mustaqim, Abdul. Paradigma Integrasi-Interkoneksi Dalam Memahami Hadis,
Yogyakarta: Bidang Akademik UIN Sunan Kalijaga, 2008.
Rahman, Fatchur. Iktisar Musthalahul Hadis, Bandung: Al-Maarif, 1987.
Suryadi, Agung Danarto, dan Al Fatih Suryadilaga, Metodologi Penelitian Hadis,
Yogyakarta: Pokja Akademik UIN Sunan Kalijaga, 2006.
http://hadis.stiba.ac.id
http://kbbi.web.id
https://library.islamweb.net
www.Lidwa.com
www.republika.co.id

12

Anda mungkin juga menyukai