berguna dan bermanfaat bagi masyarakat jember. Selain sebagai tempat berolah raga,
refreshing, juga di saat minggu pagi itu rizqi serasa disebar oleh Tuhan di area tersebut.
Hal ini sesuai dengan Teori Utilitarianisme yang berasal dari kata latin utilis, yang
berarti berguna, bermanfaat, berfaedah, atau menguntungkan. Istilah ini juga sering disebut
sebagai teori kebahagiaan terbesar (the greatest happiness theory). Begitu pula dengan car
free day di alun-alun Jember ini, memberikan nilai positif yang berguna, bermanfaat, dan
menguntungkan bagi setiap masyarakatnya. Hal ini didukung oleh beberapa pernyataan
dari beberapa informan yang mengunjungi acara car free day, mereka menyatakan bahwa:
Acara car free day ini sangat menyenangkan karena saya dapat bertemu
dengan orang-orang baru dan saya dapat berolah raga dengan santai
bersama teman-teman saya (S, 12th).
Saya seorang mahasiswi mbak asli banyuwangi. Saya telah mengikuti car
free day sebanyak 5 kali. Dengan adanya car free day saya dapat berolah
raga serta berperilaku hidup sehat. Selain itu acara ini juga dapat mengisi
hari-hari saya yang biasanya setiap minggu hanya tidur dikos dan masak,
heheee (P, 18th) .
Saya sudah mengikuti acara car free day ini sebanyak 8 kali. Acara car
free day ini sangat menguntungkan,menyehatkan dan mengurangi polusi
yang ada di daerah jember ini. Di acara car free day ini saya juga dapat
bertemu dengan teman lama tanpa disengaja (A, 21th).
Adanya car free day ini saya dapat berrekreasi bersama anak-anak saya
karena jarang-jarang dapat berekreasi bersama karena dari hari senin
sampai jumat saya bekerja (D, 33th).
Setiap hari minggu di alun-alun Jember denyut kehidupan terasa menggairahkan.
Sebuah oase yang dinantikan seminggu sekali oleh warga kota. Meski sekedar beberapa
jam berada di area itu, dan sekedar lesehan menyantap sarapan bubur ayam, siomay atau
pecel, cukuplah. Keberadaannya kini makin dirasa sebagai kebutuhan. Jika punya tamu
dari luar kota ia menjadi pilihan pertama untuk mengajak jalan-jalan pagi. Area ini
menjadi tempat menjajakan berbagai penganan, peralatan rumah tangga, mainan anak,
pecah belah, jamu, tanaman hias, aksesoris dan menjadi medan praktek remaja yang
belajar berwira-usaha.
Pada mulanya car free day ini berada di jalan Sultan Agung ataupun jalan Kartini
yang kemudian di Tahun 2015 berpindah lokasi di jalan Jendral Ahmad. Tak ubahnya
pasar atau bazar, lengkap sudah segala kebutuhan masyarakat tersedia disatu lokasi, gegap
gempita menemani pagi yang segar di hari minggu. Kalau Yogyakarta punya SUNMOR
UGM alias Sunday Morning UGM, Kota Malang punya Pasar Pagi di Stadion Gajayana
yang kemudian menular di depan jalan Soekarno-Hatta, dan Alun-alun Kota Batu,
dikarenakan besarnya animo masyarakat dalam dan luar kota Malang Raya di setiap
minggunya.
Uniknya car free day dijantung kota Jember ini adalah tak punya nama even atau
kegiatan, mengalir begitu saja sejak era mantan Bupati Jember Samsul Hadi, tak punya
payung organisasi atau paguyuban resmi, kalau di Yogyakarta dan Malang, kegiatan
dimulai setelah shubuh (04.30-12.00 WIB), lain lagi car free day Jember. Bagi pengunjung
yang datang, sebaiknya tiba diantara pukul 06.00 hingga 08.30, disamping udara masih
segar dan sejuk, kuliner atau pedagang jasa yang dituju masih standby menunggu dan
melayani pembeli. Berdasarkan wawancara kepada salah seorang penjual di acara car free
day, menyatakan bahwa:
Saya berjualan di acara Car Free Day ini kurang lebih 4 tahun mbak.
Dengan adanya car free day penjualan saya semakin meningkat dibanding
dengan hari biasanya. Biasanya saya berjualan disekolah-sekolah yang
harus pindah dari sekolah kesekolah yang lain. Saya sangat merasakan
manfaat dari car free day ini, pendapatan saya semakin banyak dengan
diadakannya car free day ini (F, 33th).
Pedagang kaki lima mayoritas pedagang asli Jember Raya, mereka cukup mencari
lokasi untuk berjualan dan istiqomah ditempatnya setiap minggu pagi di jalan Jendral
Ahmad Yani serta membayar uang retribusi kebersihan minimal Rp. 500/minggunya yang
akan ditarik oleh petugas dinas kebersihan kota Jember, simbiosis mutualisme terjadi
alami, libur pasaran terjadi ketika ada even yang mengharuskan pedagang harus libur
berjualan atau cuaca ekstrem dan hari raya Idul Fitri.
Jember sebagai Kota Pendalungan, kota yang masyarakatnya diisi oleh berbagai
macam latarbelakang suku, agama, ras dan golongan menjadi makin menyatu dan terjalin
persaudaraan nyata melalui komunikasi verbal dan fisik yang unik, Osing, Madura, Jawa,
China, Islam, Kristen, Abangan, Muhammadiyah, NU, Pejabat, Tukang Becak semuanya
membaur menjadi manusia Jember yang Istimewa, dan itu tersaji indah di kala Minggu
Pagi di Kota Jember.
Alun-alun telah menjadi ajang pengembangan ekonomi kerakyatan mayoritas dari
warga masyarakat kiranya menyetujuinya. Alun-alun sebagai simbol pusat kota adalah
milik bersama seluruh lapisan masyarakat yang harus dijadikan sarana yang nyaman bagi
pemiliknya itu untuk menikmatinya. Mau dijadikan apa alun-alun ini, pasar, tempat
rekreatif, tempat berolah raga, atau kegiatan produktif dan positif lainnya terserah pada
pemiliknya ini.
Namun, ada beberapa hal yang perlu dibenahi untuk mendukung atau menyuburkan
ladang ekonomi kerakyatan ini, seperti:
1.
2.
3.