Disusun Oleh :
Abaz Zahrotien
1
DIRASAT ISLAMIYAH HASAN HANAFI
Study Kritis atas Kiri Islam (al Yasar al Islam)
A. Latar Belakang
Dr. Hasan Hanafi seorang filosof besar hukum Islam, seorang pemikir Islam
dan sekaligus menjabat sebagai Guru Besar pada Fakultas Filsafat Universitas Kairo,
Mesir. Ia berhasil menyandang gelar doctor dari Sorbonne University, Paris pada
tahun 1966 dengan disertasi setebal 900 halaman dengan judul Essai sur la methode
d’Exegese (Essei Tentang Metode Penafsiran). Dari essai yang demikian tebal itu, ia
mempelajari ilmuwan besar lainnya secara objektif, yang harus menjadi titik
utamanya adalah konteks (realitas objektif) yang melingkupi cendekiawan itu sendiri.
ide, pandangan dan sikapnya, bahkan hingga pada penentuan metode yang ia gunakan
atau dinamika intelektual seorang cendekiawan akan mengeliminasi diri dari jebakan
cendekiawan yang mampu menjadikan dirinya sebagai cermin bagi realitas zamannya
problematika yang menantang realitas. Adapun sukses yang paling utama adalah
2
kapabilitas seorang cendekiawan yang sanggup mengubah aspek negatif tantangan
realitas menjadi positif dan memanfaatkan perubahan yang ada demi kemaslahatan
berangkat dari realitas yang diangkat ke pmikiran untuk dicarikan alternatif solusi
melalui pengayaan makna dan identifikasi agar dapat diaplikasikan dalam kehidpan
praksis.
Dalam hal ini, tidak salah apabila Hasan Hanafi termasuk dalam kategori
sebagai seorang cendekiawan yang sukses. Ia mampu menjadi cerminan bagi realitas
efektif bagi problem yang menantang realitas masa sekarang dan masa yang akan
datang. Selain itu, di ajuga mampu mengubah aspek negatif tantangan realitas
menjadi realitas positif untuk kemaslahatan umat. Satu hal yang paling penting
diantaranya, yakni hasil pemikiran Hasan Hanafi hari ini di negara kita menjadi kiblat
para aktivis muda untuk melakukan kajian revitalisasi dan reaktualisasi pemahaman
Islam.
pengantar buku tentang kajian pemikiran Hasan Hanafi yang ditulis oleh Kazuo
Dari kajian ilmiah atas satu bidang studi keislaman, ia menaikkan taraf pemikirannya
3
alternatif pembebasan bagi rakyat jelata di hadapan kekuasaan kaum feudal.
Hassan Hanafi membawa kita ke tataran pemikiran baru yang lebih sublim tetapi
lebih memberikan harapan Islam menjadi mitra bagi peradaban-peradaban lain dalam
Dalam karya monumentalnya setebal 900 halaman yang berjudul Essai sur
menghadapkan ilmu Usul Fiqh (Islamic Legal Theory) kepada sebuah madzhab
filsafat modern, yaitu Filsafat Fenomenologi yang dirintis oleh Edmund Husserl.
Akulturasi ilmu pengetahuan ini merupakan hasil pemikiran yang sangat menarik.
Sisi menarik yang dimaksud adalah bahwa dalam disertasi ini Hassan Hanafi
membawa kita pada pemahaman baru yang berisi penyadaran bahwa relatifitas sangat
tinggi dari kebenaran, yang ditarik dari rangkaian fenomena dengan variasi tak
dari hukum agama, yang bertumpu pada ‘rasionalitas tuhan (logos)’. Infinitas dari
1
Kazuo Shimogaki, 2001, The Islamic Left and Dr. Hassan Hanafi’s Thought: A Critical Reading,
Penerjemah, M. Jadul Maula, LKiS, Jogjakarta, Hal. xviii
4
Sebelum sampai jauh membahas tentang sejauh mana Hassan Hanafi
pemikiran yang baru terlebih dahulu kita kaji tentang sisi terminologis kata kiri dan
aksiologinya.
Kata ‘kiri’ yang digunakan oleh Hassan Hanafi, menurut penelitian yang
dilakukan oleh Christoper Hibbert, dan tentunya oleh ilmuwan lainnya, bahwa sejak
revolusi Prancis kelompok radikal, kelompok Jakobin, mengambil sisi kiri dari kursi
ketua kongres nasional. Sejak saat itu, kanan dan kiri sering digunakan dalam
terminology politik2.
radikal, sosialis, ‘anarkis’, reformis, progresif atau liberal. Dengan kata lain,
memberikan inspirasi bagi keunggulan manusia atas sesuatu yang bernama ‘Takdir
Sosial’.3
Sedangkan Islam, secara bahasa berasal dari bahasa salama, yusalimu, yang
berarti selamat. Selamat disini membawa satu pemahaman bahwa datangnya Islam
sebagai agama yang hendak merubah tatanan masyarakat membawa misi utama untuk
dengan berbagai kajian ilmunya mulai dari persoalan tauhid (teologi) hingga pada
2
Christoper Hibbert, 1980, The French Revolution, Allen Lane, London, Hal. 109
3
Carl Oglesby, ed. 1969, The New Left Reader, Grove Press, New York. Hal.1, sebagaimana dikutip
oleh Kazuo Shimogaki.
5
persoalan humanisme (muammalah) hendak mengaturnya dan akhirnya membawa
Istilah Kiri Islam (Al Yasar al Islami) yang digunakan oleh Hassan Hanafi
sebenarnya tidak diciptakan oleh Hassan Hanafi sendiri, tetapi Hassan Hanafi
‘mencontek’ pemikiran A.G. Salih dalam sebuah tulisannya pada tahun 1972.
Secara sederhana, gabungan dari kata kiri dan Islam (al Yasar Al Islam)
dapat diterjemahkan dengan penggunaan Islam, baik dari sisi tekstual wahyu yang
bertentangan dengan esensi ajaran Islam. System yang dilawan berupa system
kapitalisme (atau dalam bahasa Hassan Hanafi di sebut sebagai budaya Barat).
dari esensi fiqh Islam (usul Fiqh) yang dipadukan dengan ajaran filsafat aliran
dengan cabang pemikiran lainnya yang akhirnya membentuk sebuah teori baru yang
4
Ahmad Gabbas Salih, 1972, Al Yamin wa Al Yasar fi Al Islam, Al Muassasa Al Arabiya li Dirasat
wa Al Nasr, Beriut. Hal. 6
6
Jadi agaknya tidak salah ketika Kazuo Shimogaki, seorang pemerhati Timur
hegemoni bangsa Barat dibangun oleh Hassan Hanafi menyedot perhatian Kazuo
merambah kaum pemikir muda di negara kita, banyak yang terpancing dengan arus
baru pemikiran Hassan Hanafi, mulai dari tokoh ‘sepuh’ seperti Abdurrahman Wahid
hingga aktivis pergerakan Islam yang sering berteriak intelektualnya dengan dasar
menelusuri lebih jauh akar epistemology dari esensi kiri dan kanan. Kiri dan Kanan,
menurut sebagian ulama salaf, hanyala permainan kata-kata untuk memecah belah
umat, menyebar intrik dan fitnah. Kiri adalah penghianat, pembangkang, penghasut
Islam sesunguhnya tidak beralasan dan tidak berdasar. Seandainya dapat disamakan,
maka tuduhan yang ditembakkan oleh ulama fundamentalis ini sama halnya dengan
proses hegemoni kaum penjajah kepada tanah jajahan agar tidak melakukan
perlawanan dengan penjajah itu sendiri. Sisa-sisa penjajahan cultural zaman kolonial.
5
ibid, hal 88
7
Gerakan Kiri Islam hampir sama dengan “Al Manar Baru” namun
keberadaannya tidak begitu dikenal secara luas oleh masyarakat, kata ini biasanya
Kiri Islam juga dapat diberi nama lain, misalnya Shahwa al Islam atau
Yaqdha al Islam. Keduanya merujuk pada kebangkitan Islam yang saat ini menjadi
Mungkin ini adalah sisi yang paling menarik dari Kiri Islam Hassan Hanafi,
dimana ia dengan tegas menjadikan Barat, dalam artian peradabannya, sebagai lawan
Dari Barat, ia mengambil ide-ide dari zaman pra modern, modern hingga
zaman pra postmodern. Variasi kajian dari berbagai rentang waktu ini semakin
memperkaya kajian pemikirannya. Sehingga, dengan jelas dapat kita saksikan, hasil
pemikiran Hassan Hanafi selalu menggunakan nama filosof besar Barat mulai dari
Rene Descartes yang beraliran Rasionalisme, John Locke yang condong ke arah
8
empirisisme, Karl Marx yang kental suasana materialismenya, hingga pada
semakin terposisikan sebagai filosof, disamping juga seorang Guru Besar Filsafat di
Universitas Kairo. Dan tidak dapat disalahkan ketika dalam salah satu studynya dia
cakrawala baru dalam pemikiran mengenai wilayah ‘tabu’ dalam agama. Otoritas
menciptakan satu tatanan kehidupan yang lebih humanis dengan manusia sebagai
central peradaban. Study ini sangat menarik dimana dunia teosentrisme yang selama
menyebutkan bahwa manusia adalah khalifatul fil al ardl yang diberi kewajiban
non postmodernisme, dasar kajiannya berangkat dari zaman pra modern, modern dan
Hassan Hanafi karena kurang begitu menggunakan unsure yang actual dan lebih baru,
9
seabgai layaknya sebuah definisi ia tidak seluruhnya benar, terutama karena Hassan
tapi ia belum merambah pada gerakan pemikiran paling baru di Barat, yaitu
satu bagian dari khazanah Islam yang berbasis pada rasionalisme, dan ini tidak
penolakan tegas terhadap Barat tidak menggunakan hal yang paling mutakhir di
Barat, budaya pemikiran itu, postmodernisme, tidak menjadi rujukan dalam setiap
pemikirannya, akibatnya, apa yang dia proklamirkan sebagai pemikiran arah baru
sudah tidak lagi ‘laku’ di dunia Barat. Ini juga membawa kita pada satu alur
melingkupinya.
dan menjelaskan pokok-pokok pertautan antara agama dan revolusi. Atau dengan kata
lain, memaknai agama sebagai revolusi. Tugas ini merupakan sebuah ‘tuntutan
zaman’ yang telah menerapkan sebuah system yang sistematis tetapi menindas dan
6
Kazuo Shimogaki, 2001, op.cit, hal. 5
10
Memaknai agama sebagai revolusi sama halnya dengan gaya zaman
kemajuan Islam abad pertengahan dimana disana ada komparasi antara study filsafat
(yang merupakan tuntutan zaman saat itu) dengan syari’ah sebagai landasan.
Sebenarnya konsepnya sama, hanya perbedaan dapat kita jumpai pada konteksnya,
yakni dahulu Islam diakulturasikan dengan filsafat (Al Hikmah) dan saat ini zaman
menuntut kita mengakulturasikan Islam dan revolusi. Oleh karena itu, kerja
mempertautkan antara agama dan revolusi, kata Hassan Hanafi, tidaklah sesuatu yang
Agama adalah revolusi itu sendiri, dan para nabi merupakan revolusioner-
Aljazair, gerakan Abdul Hamid bin Badis, Abdul Qadir al Maghribi, dan Omar
11
Ikhwanul Muslimin di Palestina dan sebagainya. Tugas Kiri Islam adalah
Masa depan umat islam, apalagi dalam menghadapi abad ke-21 penuh
berbagai nilai dan budaya Barat dan asing lain ke dalam lingkungan umat, warisan
nilai dan budaya kalangan sendiri, semuanya harus dihadapi dan dijawab, kalau
memang kita hendak menegakkan agama kita dan menjadi “rahmat bagi sekalian
alam”.9
Prolog artikel yang ditulis oleh Deliar Noer diatas memberikan satu refleksi
bersama terkait dengan tantangan Islam kedepan. Adanya budaya Barat yang terus
menyerang berbagai sisi kehidupan membuat Islam harus menyiapkan amunisi baru
untuk melakukan serangan balik. Disinilah peran Kiri Islam untuk menciptakan Islam
popular culture, free trade, dan produk kapitalis lainnya tidak dapat dipandang
sebelah mata, bahkan kalau boleh menyamakan, hari ini serangan Barat tiap harinya
sama dengan jumlah nasi yang kita makan selama sehari. Artinya, hampir 70 persen
dari apa-apa yang kita konsumsi tiap harinya merupakan produk kapitalis, yang
tentunya berefek pada status Islam itu sendiri di mata dunia. Islam seandainya diam
8
Ahmad Baso, 2007, NU Studies, Pergoalakan Pemikiran antara
Fundamentalisme Islam dan Fundamentalisme Neo Liberal, Erlangga,
Yogyakarta, Hal. 326
9
M. Dawam Raharjo, ed, 1997, Reformasi Politik, Dinamika Politik Nasional
dalam Arus Politik Global, PT. Intermasa, Jakarta, hal. 215
12
saja menghadapi persoalan yang paling krusial ini maka Islam adalah merupakan
produk kapitalisme juga, atau lebih tepatnya bukan produk tetapi antek-antek
kapitalisme.
Keyakinan Hassan Hanfi dengan Kiri Islamnya, penulis kira, berangkat dari
kesadaran tersebut.10
Cacat-cacat ini hanya bisa diatasi dengan pencerahan lebih lanjut, yakni
melanjutkan proyek postmodernitas dalam wawasan rasio komunikatif. Dalam hal ini,
postmodern. Artinya gerakan Kiri Islam dapat mampu menjawab serta memberikan
E. Penutup
Secara garis besar dapat kita ketahui sejauh mana Hassan Hanafi
mempengaruhi masyarakat dunia, khususnya dunia Islam dengan satu ajaran baru
disapora gerakan. Dalam hal ini, penulis kira, telah sukses, bahkan melampaui sukses,
10
F. Budi Hardiman, 1993, Menuju Masyarakat Komunikatif, Ilmu Masyarakat, Politik dan
Postmodernisme, Menurut Jurgen Habermas, Kanisius, Jogjakarta, Hal. 169
13
pemikiran era modernis dan pra postmodernis, dapat mampu menembus dinding
peradaban dunia.
imperialis, hedonis dengan kemasan budaya yang menarik. Persoalannya, apa yang
ditawarkan Barat sebagai sebuah kemajuan baru, dalam pandangan Islam adalah
sesuatu yang dilarang untuk dilakukan. Sehingga apa yang menjadi target berupa
kapitalistik Barat.
Dalam hal ini, posisi Hassan Hanafi dapat kita samakan dengan Karl Marx,
Friedrich Engels, Karl Kautsky, Vladimir Illich Lenin dan serangkaian nama-nama
politik global. Termasuk diantaranya, hari ini posisi Hassan Hanafi sama dengan
Mahmoud Ahmadinejad, Hugo Chaves dan lainnya yang menggunakan jalur politis
kapitalisme modern.
14
REFERENSI
Shimogaki, Kazuo, 2001, The Islamic Left and Dr. Hassan Hanafi’s Thought: A
M. Dawam Raharjo, ed, 1997, Reformasi Politik, Dinamika Politik Nasional dalam
Carl Oglesby, ed. 1969, The New Left Reader, Grove Press, New York.
15