Aktivitas Antelmintik - fs3
Aktivitas Antelmintik - fs3
FARMAKOLOGI II
AKTIVITAS ANTELMINTIK
KELOMPOK 4 SHIFT
Anne Yulia
(10060308062)
(10060308063)
Reza Ardiansyah
(10060308064)
(10060308065)
Iis Solihat
(10060308067)
HARI/TANGGAL PRAKTIKUM
HARI/TANGGAL LAPORAN
ASISTEN
: Sri Peni
I.
Tujuan
Dapat merancang dan melakukan eksperimen sederhana untuk menguji aktivitas
antelmintik (anti cacing) suatu bahan uji secara in vitro.
Dapat menjelaskan perbedaan paralisis spastic dan flasid yang terjadi pada cacing
setelah kontak dengan antelmintik (anti cacing)
II.
Pendahuluan
Antelmintik atau obat cacing adalah obat-obat yang dapat memusnahkan
cacing dalam tubuh manusia dan hewan. Yang tercakup dalam istilah ini adalah
semua zat yang bekerja lokal menghalau cacing dari saluran cerna maupun obatobat sistemis yang membasmi cacing maupun larvanya yang menghinggapi organ
dan jaringan tubuh.
Banyak antelmintik dalam dosis terapi hanya bersifat melumpuhkan cacing,
jadi tidak mematikannya. Guna mencegah jangan sampai parasit menjadi aktif lagi
atau sisasisa cacing mati dapat menimbulkan reaksi alergi, maka harus
dikeluarkan secepat mungkin (Tjay dan Rahardja, 2002:185)
Contoh zat aktif antelmintik yang lazim digunakan, diantaranya:
1. Piperazin
Efektif terhadap A.lumbricoides dan E.vermicularis. Mekanisme kerjanya
menyebabkan blokade respon otot cacing terhadap asetilkolin _ paralisis dan
cacing mudah dikeluarkan oleh peristaltik usus. Absorpsi melalui saluran cerna,
ekskresi melalui urine. (Anonim.2010)
Piperazin pertama kali digunakan sebagai antelmintik oleh Fayard (1949).
Pengalaman klinik menunjukkan bahwa piperazin efektif sekali terhadap A.
lumbricoides dan E. vermicularis sebelumnya pernah dipakai untuk penyakit pirai.
Piperazin juga terdapat sebagai heksahidrat yang mengandung 44% basa. Juga
didapat sebagai garam sitrat, kalsium edetat dan tartrat. Garam-garam ini bersifat
stabil non higroskopis, berupa kristal putih yang sangat larut dalam air,
larutannnya bersifat sedikit asam. (Anonim.A)
a. Efek antelmintik
membran
sel
terhadap
ion-ion
yang
berperan
dalam
penggunaannya untuk wanita hamil hanya kalau benar-benar perlu atau kalau
tak tersedia obat alternatif. (Anonim.A)
d. Sediaan dan posologi
Piperazin sitrat tersedia dalam bentuk tablet 250 mg dan sirop 500
mg/ml, sedangkan piperazin tartrat dalam tablet 250 mg dan 500 mg. Dosis
dewasa pada askariasis adalah 3,5 g sekali sehari. Dosis pada anak 75
mg/kgBB (maksimum 3,5 g) sekali sehari. Obat diberikan 2 hari berturutturut. Untuk cacing kremi (enterobiasis) dosis dewasa dan anak adalah 65
mg/kgBB (maksimum 2,5 g) sekali sehari selama 7 hari. Terapi hendaknya
diulangi sesudah 1-2 minggu. (Anonim.A)
2. Pirantel Pamoat
Untuk cacing gelang, cacing kremi dan cacing tambang. Mekanisme
kerjanya menimbulkan depolarisasi pada otot cacing dan meningkatkan frekuensi
imfuls, menghambat enzim kolinesterase. Absorpsi melalui usus tidak baik,
ekskresi sebagian besar bersama tinja, <15% lewat urine. (Anonim.2010)
Pirantel pamoat sangat efektif terhadap Ascaris, Oxyuris dan Cacing
tambang, tetapi tidak efektif terhadap trichiuris. Mekanisme kerjanya berdasarkan
perintangan penerusan impuls neuromuskuler, hingga cacing dilumpuhkan untuk
kemudian dikeluarkan dari tubuh oleh gerak peristaltik usus. Cacing yang lumpuh
akan mudah terbawa keluar bersama tinja. Setelah keluar dari tubuh, cacing akan
segera mati. Di samping itu pirantel pamoat juga berkhasiat laksans lemah. . (Tjay
dan Rhardja, 2002:193)
Resorpsinya dari usus ringan kira kira 50% diekskresikan dalam
keadaan utuh bersamaan dengan tinja dan lebih kurang 7% dikeluarkan melalui
urin. Efek sampingnya cukup ringan yaitu berupa mual, muntah, gangguan saluran
cerna dan kadang sakit kepala. (Tjay dan Rhardja, 2002:193). Dosis terhadap
cacing kremi dan cacing gelang sekaligus 2-3 tablet dari 250 mg, anak-anak 2
tablet sesuai usia (10mg/kg). (Tjay dan Rhardja, 2002:193). Dosis tunggal pirantel
pamoat 10mg/kg Bb (ISO, 2009 : 81).
Cacing yang digunakan, yaitu:
Cacing Tanah
Kerajaan : Animalia
Filum
: Annelida
Kelas
: Clitellata
Ordo
: Haplotaxida
Famili
: Lumbricoides
Jenis
: Lumbricoides terrestris
Annelida (dalam bahasa latin, annulus = cincin) atau cacing gelang adalah
kelompok cacing dengan tubuh bersegmen. Berbeda dengan Platyhelminthes dan
Nemathelminthes, Annelida merupakan hewan tripoblastik yang sudah memiliki
rongga tubuh sejati (hewan selomata). Namun Annelida merupakan hewan yang
struktur tubuhnya paling sederhana. (Anonim.B)
Annelida memiliki panjang tubuh sekitar 1 mm hingga 3 m.Contoh annelida
yang panjangnya 3 m adalah cacing tanah Australia. Bentuk tubuhnya simetris
bilateral dan bersegmen menyerupai cincin. (Anonim.B)
Annelida memiliki segmen di bagian luar dan dalam tubuhnya. Antara satu
segmen dengan segmen lainya terdapat sekat yang disebut septa. Pembuluh darah,
sistem ekskresi, dan sistem saraf di antara satu segmen dengan segmen lainnya saling
berhubungan menembus septa. Rongga tubuh Annelida berisi cairan yang berperan
dalam pergerakkan annelida dan sekaligus melibatkan kontraksi otot. (Anonim.B)
Ototnya terdiri dari otot melingkar (sirkuler) dan otot memanjang
(longitudinal). Sistem pencernaan annelida sudah lengkap, terdiri dari mulut, faring,
esofagus (kerongkongan), usus, dan anus. Cacing ini sudah memiliki pembuluh darah
sehingga memiliki sistem peredaran darah tertutup. Darahnya mengandung
III.
Alat
IV.
Lumbricus terrestris
pirantel pamoat
piperazin sitrat
NaCl 0.9% b/v
Air suling
Air suhu 500C
Prosedur
Paragraf pasif
Di aktifkan cacing terlebih dahulu pada suhu 37 0C. Di siapkan larutan uji
(pirantel pamoat dan piperazin sitrat) serta control (NaCl) dengan konsentrasi
masing-masing 5%, 20% dan 0,9%. Di tuangkan larutan uji masing-masing ke
dalam tiap cawan petri dengan pola sebagai berikut:
-
Cawan petri I
Cawan petri II
Cawan petri III
: Pirantel pamoat
: piperazin sitrat
: NaCl fisiologis (kontrol)
Di tempatkan cawan petri yang telah berisi larutan uji ke dalam incubator pada
suhu 370C. Di letakkan satu pasang Ascaris suum yang masih aktif ke dalam
masing-masing cawan, lalu di catat waktunya
Diagram alir
Cawan petri I
: Pirantel pamoat
Cawan petri II
: piperazin sitrat
: NaCl fisiologis
Di catat waktunya
Data pengamatan
Nama
EFEK
Sediaan
Uji
Pirantel
15
30
30
Ps
Ps
Ps
Pamoat
Piperazin
Pf
Pf
Sitrat
NaCl
Fisiologis
Keterangan :
N = Normal
V.
M= Mati
Pembahasaan
Pada praktikum kali ini, yang menjadi bahan amatan pengamat adalah
aktivitas pirantel pamoat juga piperazin sitrat sebagai obat antelmintik yang
bekerja dalam mempengaruhi sistem saraf dari cacing yang akan diamati efeknya.
Pada prosedur awal, cacing yang digunakannya haruslah berupa cacing pita
babi (Ascaris suum) jantan dan betina, namun karena keterbatasan sumber daya,
maka diganti oleh cacing tanah (Lumbricoides terrestris), hal ini dapat dilakukan
karena yang akan diamati oleh pengamat adalah aktivitas piperazin sitrat dan
pirantel pamoat terhadap aktivitas sistem saraf pusat, jadi dapat digantikan oleh
jenis cacing lain, dan yang lebih memudahkannya adalah bila menggunakan
cacing tanah tidak diperlukan dua jenis cacing dari jenis kelamin yang berbeda,
karena cacing tanah merupakan cacing berkelamin ganda (hemaprodit).
Pada awal praktikum, sebelum semua prosedur dilakukan seharusnya cacing
diaktifkan terlebih dulu pada suhu 37oC, karena cacing pita babi hidup didalam
perut babi dengan keadaan sistem bersuhu 37oC. Sedangkan setelah diganti
dengan cacing tanah, hal tersebut tidak perlu dilakukan, karena cacing tanah sudah
aktif pada suhu ruangan ( 25oC).
Setelah cacing aktif, maka yang perlu dilakukan adalah menyiapkan sediaan
uji, yaitu berupa pirantel pamoat, piperazin sitrat juga sediaan kontrol berupa
NaCl fisiologis. Pada praktikum yang lalu kelompok kami hanya mengamati efek
piperazin sitrat saja dengan dua dosis berbeda, dosis satu sebanyak 1,5 ml dan
dosis dua sebanyak 2,5 ml, selain itu disiapkan air panas bersuhu 50 oC sebagai
sarana uji penentuan sifat paralisis yang akan terjadi karena aktivitas obat
antelmintik yang diberikan.
Cacing yang sudah aktif diletakan pada dua cawan petri yang berbeda, cawan
petri yang pertama untuk dosis satu sebanyak 1,5 ml, dan cawan petri yang kedua
untuk dosis dua sebanyak 2,5 ml. Setelah pemberian piperazin sitrat, cacing
diamati dengan waktu maksimal 120 menit dengan jarak pengamatan, 15 menit
sekali.
Pada 15 menit pertama, pada cacing yang diberikan dosis satu belum
memberikan aktifitas yang signifikan, maka oleh dari itu dapat dikatagorikan
sebagai normal, sedangkan pada cacing yang diberikan dosis dua, memberikan
efek cacing yang diam tidak bergerak. Untuk memastikan cacing tersebut, hidup,
paralisis atau mati, dapat dilakukan dengan menempatkan cacing tersebut ke
dalam air yang sudah dipanaskan. Dan setelah hal itu dilakukan, dapat
disimpulkan bahwa cacing yang diberikan dosis dua mengalami paralisis flasid,
karena ia masih mampu bergerak dalam air yang dipanaskan, namun ketika
diangkat darinya, cacing tersebut diam kembali. Pengamat tidak menyimpulkan
bahwa cacing tersebut bukan mengalami paralisis spastik, karena bentuk cacing
yang lemas.
Pada 15 menit kedua, atau t= 30 menit, didapat hasil berupa cacing yang
diberikan dosis satu memberikan efek paralisis flasid, karena mengalami ciri-ciri
sesuai dengan cacing dosis dua pada 15 menit pertama. Sedangkan untuk cacing
dosis dua, pada t= 30 menit ini mengalami kematian, karena tidak meberikan
aktivitas apapun setelah dimasukan ke dalam air panas.
Dari sini dapat disimpulkan bahwa piperazin sitrat memberikan efek paralisis
flasid karena mempunyai mekanisme kerja berupa penghambatan sinyal yang
akan menempel pada reseptor asetilkolin, maka cacing tersebut bentuknya lemas
atau flasid. Dan akan memberikan efek kematian seiring dengan dinaikkannya
dosis.
Daftar pustaka
Anonim.A.http://puputo.blogspot.com/2008/12/farkol-antelmintik.html
Anonim.B.http://gurungeblog.wordpress.com/2008/11/11/mengenal-seluk-beluk-phylumannelida/
Anonim.2010. http://farmakologi.files.wordpress.com/2010/02/antelmintik.pdf
Tjay, Tan Hoan, Rahardja, Kirana, 2002, Obat Obat Penting, PT. Elex Media Komputindo,
Jakarta
Kasim, Fauzi, dkk.,2009, ISO Indonesia, volume 44, Ikatan Sarjana Farmasi Indonesia,
Jakarta