I S S N : 1412-2588
Penanggung Jawab
Ir. Suwandi Supatra, MT.
Pemimpin Redaksi
Prof. Dr. BP. Sitepu, M.A.
Sekretaris Redaksi
Rosmawati Situmorang
Dewan Editor
Prof. Dr. BP. Sitepu, M.A.
Prof. Dr. Theresia K. Brahim
Dr. Ir. Hadiyanto Budisetio, M.M.
Dr. Elika Dwi Murwani, M.M.
Etiwati, S.Pd., M.M.
Ir. Budyanto Lestyana, M.Si.
Alamat Redaksi :
Jln. Tanjung Duren Raya No. 4 Blok E Lt. 5, Jakarta Barat 11470
Telepon (021) 5606773-76, Faks. (021) 5666968
http://www.bpkpenabur.or.id
E-mail : jurnalpenabur@bpkpenabur.or.id
Daftar Isi,
Pengantar Redaksi,
ii - v
Peningkatan Partisipasi dan Prestasi Belajar Drama Dengan Metode Investigasi Kelompok,
Yohanes Paiman,
1-26
Peran Role Playing Berbasis Komputer Pada Kesiapan Belajar Anak Usia Prasekolah 4-5 Tahun
Dilihat Dari Kematangan Emosional,
Felucia Hendriette,
27-48
73-91
Kumalasari Onggobawono,
Mudarwan,
111-114
115-119
Pengantar Redaksi
etika peserta didik menjadi pusat perhatian dalam proses
pembelajaran, berbagai penelitian dilakukan untuk
memahami bagaimana sebenarnya manusia belajar. Hasil
penelitian itu dipergunakan mengembangkan pendekatan,
strategi, metode, dan teknik membelajarkan sehingga memudahkan
pemelajar memperoleh, mengembangkan, dan menerapkan
pengetahuan, keterampilan, dan sikap yang dipelajarinya. Berdasarkan
kajian psikologi, para ahli mengemukakan teori belajar mulai dari
teori behavioursme, kognitivisme, konstruktivisme, dan konektivisme
serta berbagai teori belajar lainnya. Semua teori itu pada hakikatnya
menjelaskan bagaimana proses belajar terjadi sesuai dengan
paradigma setiap teori.
Dilihat dari kronologinya, teori itu dapat dikenali sebagai teori
lama, baru, dan mutakhir. Akan tetapi, pada hakikatnya kebenaran
dan penggunaan teori tidaklah semata-mata ditentukan oleh waktu
teori itu ditemukan. Sebagai contoh, teori behaviorisme yang muncul
jauh sebelum teori belajar lainnya tidaklah berarti teori itu tidak berlaku
dan tidak dipakai lagi sekarang. Untuk keperluan pembelajaran
tertentu, teori itu lebih tepat dipergunakan daripada teori lainnya.
Misalnya, pembelajaran yang bertujuan untuk memperolah
kemampuan mekanistik, teori pembelajaran berdasarkan
behaviorisme paling sesuai. Sedangkan untuk kemampuan yang
bersifat kreatif/inovatif, pembelajaran yang berbasis teori kognitivisme
dan konstruktivisme lebih efektif. Dengan demikian, desain
pembelajaran dibuat berdasarkan dan ditentukan oleh tujuan
pembelajaran, karakteristik pemelajar, serta lingkungan belajar.
Di samping memperoleh kemampuan yang dikehendaki,
pengalaman belajar diharapkan dapat menambah keterampilan
pemelajar belajar sehingga pada waktunya dapat menjadikannya
pemelajar mandiri sepanjang hayatnya. Dalam kaitannya dengan
pengalaman belajar, berbagai gagasan juga berkembang. Edgar Dale
(19001985) misalnya mengemukakan Cone of Experience berdasarkan
kajiannya atas berbagai desain pembelajaran dan proses belajar. Cone
of Experience mengungkapkan perbedaan retensi atau kemampuan
mengingat manusia melalui pengalaman yang berbeda. Manusia
mengingat 10% dari membaca (membaca buku pelajaran), 20% dari
mendengar (penjelasan atau ceramah), 30% dari melihat (gambar),
50% dari mendengar dan melihat (pameran), 70% dari mengatakan
dan menulis (pembicara, pemapar), serta 90% dari melakukan sesuatu
(praktek, pemeran peran). Gambaran ini kemudian mengembangkan
teori belajar aktif, belajar dengan/sambil berbuat, belajar berdasarkan
pengalaman, belajar kontekstual dan berbagai teori lainnya yang
menekankan keaktifan pemelajar secara utuh. Berbagai strategi
pembelajaran dikembangkan oleh pembelajar agar pemelajar berperan
secara aktif dalam proses pembelajaran, misalnya dengan model
pembelajaran simulasi/bermain peran, pembelajaran berbasis
ii
iii
Yohanes Paiman
E-mail : yopai057@gmail.com
SMPK BPK PENABUR Cirebon
Abstrak
elajar drama sering tidak menarik dan membosankan bagi siswa sehingga partisipasi
mereka kurang dan hasil belajarnya pun rendah karena guru menerapkan metode
pembelajaran yang kurang tepat. Penelitian ini mencoba membuat belajar drama
menyenangkan siswa sehingga partisipasi mereka meningkat dan dan hasil belajar mereka
bertambah baik. Penelitian tindakan kelas (PTK) ini dilakukan dengan menerapkan metode
investigasi kelompok di kelas 9A SMPK PENABUR Cirebon. Setelah melalui dua siklus, PTK ini
dapat meningkatkan partisipasi siswa dalam proses pembelajaran dan meningkatkan hasil belajar
mereka. Mengacu pada hasil PTK ini disimpulkan, metode investigasi kelompok dapat
meningkatkan partisipasi siswa dalam belajar serta meningkatkan hasil belajar. Agar metode
investigasi kelompok dapat efektif, penelitian ini memberikan sejumlah saran kepada guru yang
akan melaksanakannya.
Kata-kata kunci: model pembelajaran, metode pembelajaran, partisipasi belajar, hasil belajar, metode
investigasi kelompok.
Pendahuluan
Partisipasi siswa kelas 9A dalam tugas menyusun naskah drama sebagai tugas tambahan untuk
memperdalam pemahamannya tentang drama
belumlah optimal dan kurang antusias. Kondisi
ini nyata dari belum maksimalnya pengumpulan
tugas siswa sesuai jadwal yang disepakati
bersama. Dari 30 siswa, diperoleh data pengumpulan tugas dengan gelombang pengumpulan
tugas seperti berikut: 13, 4, dan 1 siswa sehingga
akhirnya terdata sejumlah 18 siswa. Sampai
tanggal 19 Maret 2015 (waktu yang disepakati
bersama), masih ada 12 orang belum juga
mengumpulkan tugas. Kondisi ini berdampak
pada kurang maksimalnya perolehan nilai tes
mereka dan menjadi kendala guru untuk menganalisis, merancang tindak lanjut pembelajaran.
Kondisi perilaku siswa demikian terjadi
karena siswa merasa kebingungan dalam
memilih, memilah jenis drama, dan bagaimana
cara menyusunnya. Rasa bingung itu terjadi
karena siswa kurang memahami seluk-beluk
drama secara jelas serta kurang bertanya pada
guru. Informasi ini penulis peroleh melalui
wawancara dengan beberapa siswa yang masih
belum mengumpulkan tugasnya. Mereka juga
berkomentar, guru agak cepat dan dominan
dalam tampil dan menjelaskan materi pelajaran.
Kondisi ini mengurangi keterlibatan siswa
dalam belajar, kurang mengalami sesuatu, dan
tidak membangun konsepnya. Guru cenderung
melakukan transfer of knowledge. Di luar itu, juga
disadari siswa, tugas mereka memang banyak,
sementara itu mereka kurang cermat dalam
mengelola waktu masing-masing.
Berdasarkan kondisi dan temuan itu, guru
perlu mengurangi dominansi diri dalam proses
pembelajaran dan harus memberikan banyak
kesempatan kepada siswa untuk membangun
konsepnya. Untuk mewujudkan hal ini dan
memperbaiki situasi, maka diusulkan penerapan
metode investigasi kelompok (Group Investigation) dalam pembelajaran berikutnya. Dalam
menerapkan metode ini, siswa dibagi menjadi
tujuh kelompok. Setiap kelompok terdiri atas
sekitar empat orang dan masing-masing
menunjuk ketua, sekretaris, penyaji, dan
anggota. Kelompok ditugasi mendalami materi
2
Kajian Pustaka
Metode Pembelajaran Ceramah bervariasi
Metode dan model pembelajaran cukup bervariasi dan menantang guru untuk mencoba dalam
proses pembelajaran (Suyanto 2013:113-174).
Pilihan metode yang tepat berpengaruh pada
suasana, proses, dan kualitas pembelajaran,
partisipasi siswa, dan kualitas hasil belajar. Pada
pembelajaran ber-PTK ini penulis hendak
Jurnal Pendidikan Penabur - No.24/Tahun ke-14/Juni 2015
membangun alur; deskripsi perilaku tokoh (lakuan/akting); paparan latar (tempat, waktu, suasana, iringan musik); dan improvisasi pemain.
Unsur intrinsik drama meliputi: tema,
amanat/pesan cerita-pementasan, dialogmonolog, akting/tata laku, latar/panggung plus
iringan musik, tata lampu, dekorasi, alur/plot/
jaringan cerita, kostum/tata rias tokoh/karakterisasi tokoh, improvisasi tokoh (Adhy Asmara
1979: 53-67).
Urutan/struktur pementasan drama:
prolog, adegan dan babak, dan epilog.
Syarat pementasan drama meliputi: ada
repertoire, ada sutradara, ada pemain, ada latar/
panggung, ada kostum pemain, ada dekorasi,
iringan musik, ada sarana pendukung lain, ada
penonton (Soetarno 1976: 20).
Urutan langkah menulis naskah drama/
repertoire: ada/punya tema; ada pesan yang akan
disampaikan; merancang plot/skenario cerita;
memilih tokoh/pembeber tema-skenario; merancang tata laku-akting tokoh; mulai menulis
judul, deskripsi tokoh dan wataknya, latar awal,
dialog-monolog dilengkapi; dan akting tokoh,
latar antara, latar musik, tata lampu, suasana;
membaca naskah dan mengeditnya (Nurhadi
2007: 147-152)..
Urutan/struktur alur drama meliputi:
introduksi, perkenalan, tampilan masalah,
konflik, konflik merumit, klimaks, antiklimaks,
peleraian, penyelesaian/konklusi (Soetarno
1976: 21)..
Jenis dan bentuk drama meliputi: tragedi,
komedi, trage-komedi, opera/operet, tablopanto-mime, eketoprak, ludur, lenong,
sendratari, dagelan, dan wayang (Adhy Asmara
1979 : 50-52), ( Sumiati Budiman 1987:50-52),
(Soetarno 1976 : 21-23), (Laelasari 2006 :74-77)..
Menilai naskah drama mengarah pada
elemen: struktur teks, tata tulis, bahasa, dialogmonolog, lukisan akting, latar awal-tengahantara, tema-amanat/pesan, originalitas, asas
nilai manfaat teks, kejelasan alur dan pesan
(Nurhadi 2007: 161-166)..
Menilai pementasan drama mengarah pada
elemen: ketepatan pilihan tokoh dan karakter (karakterisasi), ketepatan pembabaran alur/plot;
originalitas dan kemenarikan pementasan.,
kesesu aian kostum, iringan musik/suasana/
dekorasi, improvisasi tokoh/kesigapan tokoh
6
Refleksi
Penulis melakukan refleksi berdasarkan hasil
observasi guru, teman sejawat, siswa atas kinerja
guru dan perilaku belajar siswa dalam proses
belajar mengajar serta perolehan nilai siswa
selama proses pembelajaran. Hasil observasi
serta perolehan nilai siswa penulis gunakan
sebagai dasar perbaikan pembelajaran pada
siklus kedua. Refleksi tersebut penulis fokuskan
pada masalah utama penelitian, yaitu: cara guru
dalam merencanakan dan melaksanakan
kegiatan pembelajaran dengan metode
investigasi kelompok, dan pencapaian hasil
belajar siswa setelah guru menerapkan metode
investigasi kelompok dalam pembelajarannya.
Apabila perolehan nilai sebagian besar siswa
(yaitu 85%) belum mencapai standar KKM
sekolah (yaitu 85), maka dikategorikan pembelajaran belum tuntas atau gagal. Untuk itu perlu
dilakukan pengulangan pembelajaran dengan
perbaikan pada aspek tertentu. Aspek tersebut
berdasarkan temuan dan telaah guru selama
proses pembelajaran yang lalu berlangsung.
Misi umum penelitian ini adalah meningkatkan partisipasi dan prestasi belajar siswa
dalam belajar drama dan menulis naskah drama
dengan menggunakan metode investigasi
kelompok di kelas 9A. Kegiatan tersebut
dilaksanakan untuk mencapai KKM sekolah
sebesar 85. Apabila nilai sebagian besar siswa
(sejumlah 85 %) belum mencapai standar KKM
sekolah, maka pembelajarannya haruslah
diulang dengan siklus berikutnya. Siklus berikut
itu harus menerapkan perbaikan pada beberapa
aspek hasil telaah dan temuan selama proses
pembelajaran sebelumnya berlangsung.
Penerapan desain dan siklus pembelajaran di
atas dapat kita cermati pada Gambar 1.
Teknik Pengumpulan Data
Pengumpulan data dalam penelitian ini dilakukan dengan tes dan observasi.
Tes
Tes yang dilakukan adalah postes dengan
bentuk pilihan ganda sebanyak 20 butir soal.
Bahan tes ini sesuai dengan indikator dan
tujuan siswa belajar drama dan menulis teks
Permasalahan
>
Perencanaan
tindakan 1
>
Pelaksanaan
tindakan 1
>
Siklus 1
Refleksi 1
<
Pengamatan/
Pengumpulan Data 1
>
Permasalahan
baru hasil refleksi
<
>
Siklus 2
Perencanaan
tindakan 2
Refleksi 2
<
>
<
Pelaksanaan
tindakan 2
Pengamatan/
Pengumpulan Data 2
Apabila permasalahan
belum terselesaikan
>
Dilanjutkan ke siklus
berikutnya/S3
>
Pengamatan/
Pengumpulan Data 3
Hasil Penelitian
Deskripsi Hasil Penelitian
Siklus 1
Pada siklus pembelajaran kesatu ini telah
dilakukan kegiatan perencanaan, pelaksanaan,
pengamatan, dan refleksi. Berikut ini uraiannya.
Perencanaan
Pada tahap ini peneliti menyiapkan dan menyusun RPP siklus 1; menghubungi guru/teman
sejawat, yaitu rekan guru Bahasa Indonesia,
untuk mengobservasi kinerja dirinya, mengobservasi perilaku belajar siswa, dan membantu
Rentang Skor
Keterangan
Amat Baik
Baik
Perhatian Siswa
Minat Bertanya
Konsentrasi Belajar
Jumlah = 8 item/aspek
Sedang
Kurang
8
Jurnal Pendidikan Penabur - No.24/Tahun ke-14/Juni 2015
kesempatan siswa untuk bertanya materi pelajaran; memberikan postes; mengajak siswa menganalisis tes dan hasilnya; memberikan tugas
rumah siswa untuk penajaman dan pengayaan
konsep; akhirnya menutup pertemuan hari itu.
Pengamatan
Pada tahap ini penulis mengamati perilaku
belajar siswa, hasil postes, dan hasil observasi
dari dirinya, observer guru sejawat, maupun
siswa. Hasilnya sebagai berikut.
1. Pengamatan guru atas perilaku belajar siswa
Sambil mengajar guru mengamati, bahwa
kondisi perilaku belajar siswa tenang,
memperhatikan pembelajaran, mencatat
rangkuman penjelasan, tidak bertanya,
namun hasil postesnya ternyata ada sembilan orang tidak KKM; atau 30 % tidak KKM.
2. Pengamatan Teman Sejawat tentang
perilaku belajar siswa
Teman Sejawat menilai perilaku belajar
siswa sebagai baik, partisipasi belajar siswa
dan prestasi studinya baik, 8 item
pengamatan yang dinilai semua baik.
Deskripsinya terlihat pada Tabel 1.
3.
Pengamatan Siswa tentang perilaku siswa/
temannya
Dua orang siswa mengamati perilaku
belajar temannya sebagai cukup baik dan
Rentang Skor
Keterangan
Amat Baik
Sedang
Kurang
Perhatian Siswa
Minat Bertanya
Konsentrasi Belajar
Jumlah = 8 item/aspek
10
Baik
v
v
Rentang Skor
Keterangan
Amat Baik
Baik
Perhatian Siswa
Minat Bertanya
Konsentrasi Belajar
Sedang
Kurang
v
v
v
v
v
Jumlah = 8 item/aspek
Rentang Skor
Keterangan
Amat Baik
Baik
Pengarahan Guru
Penguasaan/Managemen
Kelas
Sedang
Kurang
11
Rentang Skor
Keterangan
Amat Baik
Baik
Pengarahan Guru
Penguasaan/Managemen
Kelas
Sedang
Kurang
v
v
Rentang Skor
Keterangan
Amat Baik
Pengarahan Guru
Penguasaan/Managemen
Kelas
12
Baik
Sedang
v
v
v
v
V
v
V
v
Kurang
Nama Siswa
Nilai
Siswa 1
95
Siswa 2
95
Siswa 3
80
Nilai 100 = 2
Siswa 4
90
Nilai 95 = 2
Siswa 5
85
Nilai 90 = 10
Siswa 6
100
Nilai 85 = 7
Siswa 7
75
Nilai 80 = 6
Siswa 8
85
Nilai 75 = 1
Siswa 9
90
Nilai 70 = 1
10
Siswa 10
80
Nilai 0 = 1
11
Siswa 11
90
12
Siswa 12
90
13
Siswa 13
90
14
Siswa 14
90
15
Siswa 15
90
16
Siswa 16
80
17
Siswa 17
85
18
Siswa 18
80
19
Siswa 19
80
20
Siswa 20
85
21
Siswa 21
80
22
Siswa 22
23
Siswa 23
85
24
Siswa 24
100
25
Siswa 25
80
26
Siswa 26
90
27
Siswa 27
70
28
Siswa 28
90
29
Siswa 29
90
30
Siswa 30
85
Jumlah tu ntas/tak
tuntas
21/ 9
siswa
Keterangan
KKM
= 85
Sakit/tidak tuntas
Tuntas:
21(70%)
Tidak tuntas:
9 (30%)
13
Perencanaan
Pada tahap ini peneliti menyiapkan beberapa
hal berikut : menyusun RPP siklus 2 dengan
revisi; menghubungi guru/teman sejawat untuk
mengobservasi dirinya dan murid, serta
membantu pelaksanaan kegiatan di kelas 9A,
atas izin Kepala Sekolah; menghubungi dua
siswa untuk menjadi tenaga observer saat
pembelajaran dilakukan, serta meminta seorang
Tenaga TU untuk mendokumentasikan kegiatan
pembelajaran ini; menetapkan hari Jumat, 17
April 2015, jam ke-8-9, pukul 12.10-13.30 adalah
hari pembelajaran siklus 2 di kelas 9A bagi
penerapan metode investigasi kelompok untuk
meningkatkan kompetensi, partisipasi, dan
prestasi belajar siswa dalam belajar drama dan
menulis naskah drama; dan terakhir, menyiapkan perangkat pendukung pembelajaran.
Pelaksanaan
Pada tahap ini penulis melakukan proses
pembelajaran di kelas 9A berupa kegiatan: guru
Pengamatan
Pada tahap ini penulis mengamati perilaku
belajar siswa, hasil postes, dan hasil observasi
Siklus 2
Pada siklus pembelajaran kedua ini dilakukan
kegiatan
perencanaan,
pelaksanaan,
pengamatan, dan refleksi. Berikut uraiannya.
14
Nama Siswa
Nilai
Siswa 1
100
Siswa 2
100
Siswa 3
100
Nilai 100 = 20
Siswa 4
100
Nilai 95 = 5
Siswa 5
100
Nilai 90 = 3
Siswa 6
100
Nilai 80 = 1
Siswa 7
80
Nilai 80 = 1
Siswa 8
100
Nilai 0 =
Siswa 9
100
10
Siswa 10
95
11
Siswa 11
100
12
Siswa 12
100
13
Siswa 13
100
14
Siswa 14
100
15
Siswa 15
100
16
Siswa 16
100
17
Siswa 17
95
18
Siswa 18
100
19
Siswa 19
90
20
Siswa 20
100
21
Siswa 21
90
22
Siswa 22
23
Siswa 23
95
24
Siswa 24
100
25
Siswa 25
95
26
Siswa 26
95
27
Siswa 27
90
28
Siswa 28
100
29
Siswa 29
100
30
Siswa 30
100
Jumlah tu ntas/tak
tuntas
28/2orang
Keterangan
KKM
= 85
Sakit/tidak tuntas
Tu ntas: 28
(93,3%)
Tidak tuntas:
2 (6.7%)
15
16
Rentang Skor
Keterangan
Amat Baik
Baik
Pengarahan Guru
Penguasaan/Managemen
Kelas
v
v
Sedang
Kurang
Rentang Skor
Keterangan
Amat Baik
Baik
Perhatian Siswa
Minat Bertanya
Konsentrasi Belajar
Jumlah = 8 item/aspek
Sedang
Kurang
V
v
Tabel 9a: Lembar Observasi Siswa atas Kinerja Guru pada Siklus 2
No
Rentang Skor
Keterangan
Amat Baik
Baik
Perhatian Siswa
Minat Bertanya
Konsentrasi Belajar
Jumlah = 8 item/aspek
Sedang
Kurang
5
Jurnal Pendidikan Penabur - No.24/Tahun ke-14/Juni 2015
17
Tabel 9b: Lembar Observasi Siswa atas Kinerja Guru pada Siklus 2
No
Rentang Skor
Keterangan
Amat Baik
Baik
Perhatian Siswa
Minat Bertanya
Konsentrasi Belajar
Sedang
Kurang
Jumlah = 8 item/aspek
Rentang Skor
Keterangan
Amat Baik
Perhatian Siswa
Minat Bertanya
Konsentrasi Belajar
Jumlah = 8 item/aspek
18
Baik
Sedang
Kurang
Rentang Skor
Keterangan
Amat Baik
Baik
Perhatian Siswa
Minat Bertanya
Konsentrasi Belajar
Jumlah = 8 item/aspek
Sedang
Kurang
v
v
19
12
11
10
8
6
4
2
0
Siklus 1
Siklus 2
93.3
70
KKM RPP
Ceramah
Bervariasi
KKM Investigasi
Kelompok
Relasi Multiaspek
Siklus 1
Siklus 2
Kondisi Perubahan
Kesimpulan
Terapan metode
Ceramah
Bervariasi
Investigasi
Kelompok
100 % berubah
Partisipasi Studi
0 penanggap
11 penanggap/17
tanggapan
37 %
Partisipasi studi
signifikan
Nilai/prestasi:
a.100/sempurna
b.nilai meningkat
c.nilai tetap
a.2 (6,7%)
b.21
c.3
a.20 (67%)
b.27
c.3
a.+ 18 siswa/900%
b.+ 6 (28,6%)
c.0 %
a. naik signifikan
b. naik signifikan
c.2 jenuh/1 sakit
Pencapaian KKM
a. Sesuai KKM
b. Di atas KKM
c. KKM ( 85 )
d. Tidak sesuai KKM
e. % KKM kelas (85%)
a.7
b.14
c.21
d. 9
e. 70%
a.0
b.28
c. 28
d. 2
e. 93,3%
a.naik signifikan
b. naik signifikan
c. naik signifikan
d. naik signifikan
e. di atas KKM
a.28 siswa
b.2 siswa
a.29 siswa
b.27 siswa
a.beda drastis
b.beda drastis
Kenyamanan studi
a. Kurang nyaman
b. Nyaman, momen
unjuk diri
refleksi
b.Guru perlu
refleksi
Alur komunikasi
Multiarah
Demokratis, bebas,
moderat
Siswa
menyenanginya.
Tekanan Belajar
Tinggi (16
siswa) berkata begitu
Fleksibel (25
siswa) merasa begitu
Demokratis, serius
tapi santai
Kebebasan Belajar
Rendah/kena komando
guru (29
siswa)
berkata itu
Tinggi/guru
keliling
kontrol diskusi kelompok; siswa
punya pagar
kelompok
Kinerja Guru-Murid
orchesta PBM.
Guru tak
terlalu
capek, murid
aktif kerja
10
5 Amat baik
18 Baik
1 Sedang
10 Amat baik
14 Baik
0 Sedang
meningkat
baik
Kinerja Guru/Pe
neliti tambah baik
11
1 Amat Baik
16 Baik
5 Sedang
2 Kurang
10 Amat baik
13 Baik
1 Sedang
0 Kurang
Meningkat
Baik
Perilaku belajar
siswa berubah
membaik dan
signifikan
21
No
N am a
S iswa
N ilai S ik lu s 1
M etod e
C eram ah
B ervariasi
N ilai S ik lu s 2
M etod e
C eram ah
B ervariasi
P erk em b an gan /
p eru b ah an
d am p ak
p en erap an
m etod e b aru
Sisw a 1
95
100
Siswa 2
95
100
Siswa 3
80
100
20
Siswa 4
90
100
10
Siswa 5
85
100
15
Siswa 6
100
100
0/ te tap
Siswa 7
75
80
Siswa 8
85
100
15
Siswa 9
90
100
10
10
Sis wa 10
80
95
15
11
Sis wa 11
90
100
10
12
Sis wa 12
90
100
10
13
Sis wa 13
90
100
10
14
Sis wa 14
90
100
10
15
Sis wa 15
90
100
10
16
Sis wa 16
85
100
15
17
Sis wa 17
80
95
15
18
Sis wa 18
85
100
15
19
Sis wa 19
80
90
10
20
Sis wa 20
80
100
20
21
Sis wa 21
85
90
22
Sis wa 22
0/ te tap
23
Sis wa 23
85
95
10
24
Sis wa 24
100
100
0/ te tap
25
Sis wa 25
80
95
26
Sis wa 26
90
95
27
Sis wa 27
70
90
20
28
Sis wa 28
90
100
10
29
Sis wa 29
90
100
10
30
Sis wa 30
85
100
15
21/ 9 o rang
70%/ 30%
28/ 2 siswa
93,3% / 6,7%
27/ 3 o rang
90% / 10%
Ju m lah
tu ntas / tak
tu ntas
22
No
Nilai
Raihan
Siklus 1
Metode
Ceramah
Bervariasi
Siklus 2
Metode
Investigasi
Kelompok
100
20
meningkat/tambah 18 orang
95
meningkat/tambah 3 orang
90
10
85
80
75
70
30 orang
/8 variasi
30 orang /
5 variasi
Jum- 8
lah variasi
Keterangan/ apresiasi
Penilaian
Observer
Siklus 1
Penilaian
Observer
Siklus 2
Keterangan
Perhatian Siswa
3 baik
1 amat baik
2 baik
meningkat
baik
2 baik
1 sedang
3 baik
baik sekali
Minat Bertanya
1 amat baik
2 baik
1 amat baik
2 baik
cukup baik
Semangat Mencatat
Materi Pelajaran
1 amat baik
2 baik
3 baik
baik sekali
Keterlibatan dalam
Pelajaran
2 amat baik
1 baik
2 amat baik
1 baik
baik sekali
Konsentrasi Belajar
3 baik
2 amat baik
1 baik
meningkat
baik
1 amat baik
2 baik
2 amat baik
1 baik
meningkat
baik
3 baik
2 amat baik
1 baik
meningkat
baik
5 amat baik
18 baik
1 Sedang
10 amat
baik
14 Baik
0 Sedang
meningkat
baik
Jumlah = 8 item/aspek
23
Penilaian
Observer
Siklus 1
Penilaian
Observer
Siklus 2
Perhatian Siswa
3 baik
2 baik
1 sedang
3 baik
Minat Bertanya
1 baik
1 sedang
1 kurang
Semangat Mencatat
Materi Pelajaran
1 baik
1 sedang
1 kurang
2 baik
1 sedang
Keterlibatan dalam
Pelajaran
1 baik
1 sedang
Konsentrasi Belajar
3 baik
No
Keterangan
meningkat
baik
meningkat
baik
sekaligus mewujudkan
makna keempat di atas.
Guru baik dan kondusif.
Data ini dapat kita cermati
pada Tabel 14.
Keenam, hasil observasi guru sejawat dan
siswa terhadap perilaku
belajar siswa menunjukkan
peningkatan kualitas dan
gaya belajar siswa. Ini
membuktikan, bahwa ketika faktor kejiwaan siswa
disentuh, dijaga, diperhatikan, dan diberi porsi pas
dengan kondisi jiwa
mereka, maka mereka rela
memberikan partisipasi,
kontribusi, dan unjuk ide
diri secara positif dan bermakna. Kondisi ini dapat
24
Simpulan
Kesimpulan
Berdasakan perencanaan, pelaksanaan,
pengamatan proses dari banyak pihak, refleksi,
dan kajian teori serta data proses pembelajaran,
maka penulis menyimpulkan bahwa penerapan
metode investigasi kelompok dalam pembelajaran drama dan menulis naskah drama berhasil.
Keberhasilan itu ditandai oleh: pertama,
meningkatnya partisipasi siswa dalam belajar
drama dan menulis naskah drama; dari hanya
diam tanpa respon dalam belajar siklus 1 menjadi
ada 11 siswa bertanya dan menanggapi
presentasi rekannya pada siklus 2. Kedua,
meningkatnya prestasi hasil belajar siswa; pada
siklus 1 hanya dua orang meraih nilai 100/
maksimal, sedangkan pada siklus 2 berjumlah
20 orang meraih nilai 100/sempurna.Ketiga,
terdeteksinya seberapa jauh efektivitas peran
dan dampak metode belajar investigasi kelompok
dalam menolong kesulitan belajar siswa.
Faktanya adalah, ada 70% siswa KKM pada
siklus 1, sedangkan pada siklus 2 menjadi
93,3%, meningkat 23,3%. Keempat, terbangunnya
mutu proses belajar yang berdampak pada
peningkatan mutu siswa, mutu guru, mutu
sekolah/lembaga, dan mutu pendidikan.
Selain itu, penulis juga mampu menunjukkan secara rasional-kritis beberapa manfaat
pember-lakuan metode investigasi kelompok
dalam pembelajaran drama dan menulis naskah
drama, bagi beberapa pihak seperti berikut.
Bagi siswa, mereka lebih senang dalam
belajar dan membangun konsep drama dan
menulis teks drama; mereka lebih partisipatif
dalam belajar dan membangun konsep; siswa
lebih berhasil dalam prestasi belajarnya; siswa
dapat membangun karakter belajar lebih dinamis
dan berdampak.
Bagi guru, mereka mampu menolong dan
mengangkat kesulitan belajar siswa dalam
belajar konsep drama dan menulis teks drama;
guru semakin berpengalaman membangun
suasana belajar yang bernuansa PAIKEM
GEMBROT (pembelajaran yang aktif, inovatif,
kreatif, efektif, menyenangkan, gembira, penuh
brain storming, dan berbobot); guru semakin
berpengalaman dalam melakukan perubahan
Rekomendasi
Berdasarkan kesimpulan di atas, penulis perlu
menyampaikan rekomendasi berkaitan dengan
langkah persiapan/perencanaan, pelaksanaan,
pengamatan, dan evaluasi/pengamatan proses
pembelajaran seperti berikut. Pertama, persiapan
dan perencanaan pembelajaran perlu dipikirkan
dan disusun matang agar pelaksanaan
pembelajaran berjalan tertib, lancar, aman,
produktif, dan efektif. Kedua, pelaksanaan
pembelajaran perlu memberlakukan aneka
metode yang cocok untuk siswa dan materi
pelajaran, sehingga siswa senang dan temotivasi
belajar.Ketiga, guru perlu memberikan
pengarahan prosedur pembelajaran secara
serius dan jelas sehingga siswa tahu arah dan
mendukung pencapaian tujuan pembelajaran
secara optimal. Keempat, guru perlu cermat
mengamati sikap dan perilaku belajar siswa,
menemukan mana siswa yang perlu dibantu
atau bermasalah, apa perso-alannya, bagaimana
bantuan solusinya, sehingga siswa merasakan
kasih sayang dan perhatian guru atas
dirinya.Kelima, guru harus mampu membangun
partisipasi belajar siswa agar prestasi belajarnya
tinggi dan membanggakan banyak pihak. Siswa
terlatih beride.Keenam, guru harus piawai
menyajikan materi pelajaran secara sistematis,
menarik, menyenangkan, dan memotivasi siswa.
Ketujuh, guru harus piawai menghidupkan
kelas, meguasai, dan menerapkan managemen
kelas yang cocok dan dinamis.Kedelapan, guru
harus lincah dan cermat menerima dan
menangani respon siswa demi ketuntasan
pembelajaran yang dijalani. Kesembilan, guru
perlu menguasai teknik pengelolaan kejiwaan
siswa untuk dasar membangun pembelajaran
yang bersahabat. Terakhir, Kepala Sekolah dan
Guru Senior perlu memahami laporan ini dan
Jurnal Pendidikan Penabur - No.24/Tahun ke-14/Juni 2015
25
Daftar Pustaka
Asmara, Adhy. (1979) .Apresiasi drama untuk SLA.
Yogyakarta: CV Nur Cahaya
Budiman, Sumiati. (1987). Sari sastra Indonesia.
Klaten: PT Intan Pariwara
Hermawan, Hendy. (2006). Model-model
pembelajaran inovatif. Bandung: Citra
Praya
Kosasih, Engkos. (2008). Mandiri bahasa Indonesia
SMP/MTs kelas IX. Jakarta: Erlangga
Kridalaksana, Harimurti. (1999). Kamus besar
bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka
26
Abstrak
enelitian ini bertujuan untuk mengetahui kematangan emosional anak sebelum dan
sesudah perlakuan dan seberapa besar peran model pembelajaran Role Playing berbasis
komputer dapat meningkatkan kesiapan belajar anak usia prasekolah empat sampai lima
tahun yaitu dalam mengekspresikan diri, memahami perasaan orang lain, percaya diri dan
mengendalikan diri atau perasaannya. Penelitian yang dilakukan di TKK 6 PENABUR Jakarta
pada tahun 2013 ini menggunakan metode deskripsi kuantitatif dengan desain The One Group
Pretest-Posttest Design. Instrumen penelitian menggunakan rubrik observasi, wawancara dengan
guru dan orangtua siswa. Data diolah dengan menggunakan software SPSS 16. Kehandalan alat
ukur diuji menggunakan uji validitas konstruk, dan uji reliabilitas secara interrater reliability dengan
Cohan Kappa. Hasil penelitian ini menunjukkan ada peningkatan kematangan emosional setelah
diberikan perlakuan. Role Playing dapat meningkatkan kematangan emosional anak dari dimensi
memahami perasaan orang lain dan mengendalikan diri/perasaan. Peran pembelajaran berbasis
komputer juga dapat meningkatkan konsentrasi dan kesabaran anak.
27
Pendahuluan
Usia anak Taman Kanak-Kanak yang berkisar
tiga sampai lima tahun adalah usia pertumbuhan dan bermain. Artinya anatomi tubuh anak,
misalnya jaringan saraf dan otaknya, masih
dalam tahap pembentukan untuk menuju
kesempurnaan permanen, dan merupakan fase
bermain sebagai bagian pengenalan dan
pembelajaran terhadap lingkungan sekitarnya.
Pada masa balita ini perkembangan
kemampuan berbahasa, kreatifitas, kesadaran
sosial, emosional dan intelegensia berjalan
sangat cepat dan merupakan landasan
perkembangan berikutnya, termasuk landasan
untuk kesiapan mereka dalam sekolah.
Rafort (2004) menyatakan, konsep kesiapan
belajar biasanya mengacu pada pencapaian
anak dari satu rangkaian tertentu dari emosi,
perilaku, dan keterampilan kognitif yang
diperlukan untuk belajar, bekerja, dan fungsi
berhasil di sekolah. Sayangnya, filosofi umum
siap untuk sekolah ini menempatkan beban
yang tidak semestinya pada anak dengan
mengharapkan mereka memenuhi harapan
sekolah. Anak memiliki kebutuhan yang luas
dan memerlukan dukungan dalam mempersiapkan mereka untuk standar pembelajaran
yang tinggi, yang akan mereka hadapi di sekolah
dasar.
Dalam praktek pendidikan sehari-hari, baik
orangtua di rumah, guru di sekolah maupun
berbagai media cetak/elektronik seringkali
memberikan tekanan yang tidak sesuai dengan
tahap perkembangan anak. Adanya tekanan
yang dialami anak masa prasekolah untuk
belajar dapat mempengaruhi perkembangan
emosionalnya, seperti yang diungkapkan oleh
Hurlock (1980: 241) bahwa ketegangan yang
terus menerus, jadwal yang ketat, dan terlalu
banyak pengalaman menggelisahkan yang
merangsang anak secara berlebihan akan
menimbulkan emosionalitas yang meninggi
pada anak.
Hurlock (1990:215) menyatakan, emosi
dapat mempengaruhi aktivitas mental, karena
kegiatan mental, seperti konsentrasi, pengingatan, dan penalaran, sangat mudah dipengaruhi
oleh emosi yang kuat. Anak menghasilkan
28
29
2.
Kajian Pustaka
Kesiapan Belajar Anak
Dinyatakan dalam istilah yang sederhana,
kesiapan belajar di sekolah berarti bahwa
seorang anak siap untuk memasuki lingkungan
sosial terutama difokuskan pada pendidikan.
Penelitian telah menunjukkan bahwa banyak
aspek dari kehidupan anak-anak mempengaruhi
persiapan mereka untuk belajar sekolah formal,
termasuk kognitif, sosial, emosional, dan
pengembangan motorik, dan yang paling
penting, pendidikan awal di rumah, orangtua,
dan pengalaman prasekolah. Pertimbangan
30
2.
3.
4.
5.
31
Kerangka Berpikir
Kesiapan belajar erat hubungannya dengan
kematangan. Teori konstruktivis (teori Piaget dan
teori Vygotsky) tentang pembelajaran dan
kesiapan belajar menempatkan tanggungjawab
baik pada lingkungan (kekuatan eksternal)
maupun pada kematangan dan interaksi antara
keduanya. Seperti yang dikatakan oleh High
(2008), anak siap belajar pada saat mereka
mempunyai tingkat kematangan dengan memiliki pengendalian diri, hubungan sebaya, dan
kemampuan untuk mengikuti petunjuk. Rafort
(2004) juga mendukung, kesiapan belajar anak
mengacu pada pencapaian anak dari satu rangkaian tertentu dari emosi, perilaku, dan keterampilan kognitif yang diperlukan untuk belajar.
Emosi berperan penting bagi anak.
Perkembangan emosional pada masa kanakkanak awal memungkinkan mereka untuk
mencoba memahami reaksi emosional orang lain
dan mulai belajar mengendalikan emosi mereka
sendiri (Santrock, 2009,89). Juga diungkapkan
oleh Hurlock (1990, 241), emosi dapat
mempengaruhi aktifitas mental seperti
konsentrasi, pengingatan, dan penalaran.
Dalam kesempatan itu anak akan menghasilkan
prestasi di bawah kemampuan intelektual
mereka apabila emosi mereka terganggu.
Pada usia dua sampai enam tahun anak
mengalami kemajuan pesat dalam kemampuan
menyangkut emosional, yang sering disebut
sebagai kompetensi emosional (Berk 2008, 369).
Pertama-tama anak mendapat pemahaman akan
emosi, menjadi mampu berbicara mengenai
perasaan yang dialami, dan mampu merespon
perasaan orang lain. Selain itu, anak juga
menjadi lebih baik dalam mengatur emosi,
terutama dalam mengatasi emosi negatif yang
intens.
Kemampuan anak untuk mengenali
ekspresi emosional terkait dengan kompetensi
dan pembelajaran sosial. Teori pembelajaran
sosial yang mendukung hal tersebut
dikemukakan oleh Albert Bandura (dalam
Jurnal Pendidikan Penabur - No.24/Tahun ke-14/Juni 2015
33
Teori Pembelajaran
SosialBandura
(Hergenhahn dan
Olson,2009
Perkembangan emosional
anak Laura E.Berk
(Berk, 2008, Hurlock 1990
<
Teori Konstruktivisme:
Piaget & Vygotsky untuk
kesiapan belajar dan
perkembangan anak
(Santrock, 2009,
Hurlock,1990, Seefeldt &
Wasik, 2008)
<
>
Penerapan Role Play
Berbasis Komputer
(Ment,1999, La Iru,
2012, Rusman,2012)
>
Terjadi perubahan
emosional yang lebih baik
dalam hal
mengekspresikan diri,
memahami perasaan
orang lain, percaya diri
dan mengendalikan diri
>
Kematangan
emosional untuk
kesiapan belajar
Metode Penelitian
Penelitian ini pada dasarnya merupakan
penelitian kuantitatif yang merupakan penelitian
semi eksperimental (pre-experimental) dalam
bentuk pemaparan hasil pengamatan secara
pada Tabel 1.
Penelitian ini dilakukan di TKK 6 BPK
PENABUR Kelapa Gading. Sekolah ini
menyelenggarakan program usia 4-5 tahun atau
35
Pre test:
Kematangaan
emosio-nal
Treatment::
Post test:
Model pembelKematangan
ajaran Role Playing emosional
melalui pembelajaran berbasis
komputer
Jenis
Kelamin
Usia
AW
Laki-laki
5 tahun 3 bulan
CE
Perempuan
5 tahun 2 bulan
DL
Laki-laki
5 tahun 4 bulan
FA
Perempuan
5 tahun 3 bulan
GN
Laki-laki
5 tahun 4 bulan
CA
Perempuan
4 tahun 6 bulan
MW
Laki-laki
4 tahun 11 bulan
VN
Laki-laki
5 tahun 3 bulan
NA
Perempuan
4 tahun 11 bulan
VI
Perempuan
5 tahun
37
Dimensi
Sumber
Data
Instrumen
Anak mampu
mengekpresikan emosi
yang sesuai
dengan
kondisi yang
ada
Anak dapat
mengekspresikan diri dalam bentuk
gerak sederhana dengan
irama musik
Anak dapat
mengekspresikan gerakan
sesuai
dengan lagu
atau cerita
Wawan-cara,
Observasi
Panduan
wawancara, Rubrik
observasi
Orangtua,
guru kelas
PerMen 58,
2009,
Kurikulum
2004
Pretest
posttest
Memah- ami
perasaan
orang
lain
dengan
menunjukkan
kepedulian
Anak
senang
menolong
Anak mau
meminta
maaf
Anak mau
mengajak
teman
bermain
Wawan-cara,
Observasi
Panduan
wawancara, Rubrik
observasi
Orangtua,
guru kelas
PerMen 58,
2009,
Kurikulum
2004
Pretest
posttest
Percaya
diri
Menunjuk
kan kebanggaan terhadap hasil
kerjanya
Mampu
mengerjakan tugas
sendiri
Wawan-cara,
Observasi
Panduan
wawancara, Rubrik
observasi,
Portofolio
Orangtua,
guru kelas
PerMen 58,
2009,
Kurikulum
2004
Pretest
posttest
Anak sabar
menunggu
giliran
Berhenti
bermain
pada
waktunya
Wawan-cara,
Observasi
Panduan
wawancara, Rubrik
observas
Orangtua,
guru kelas
PerMen 58,
2009,
Kurikulum
2004
Pretest
posttest
Mengen- dalikan
diri/perasaan
-
Referensi
Pelaksanaan
Teknik
Mengekspresikan
diri
Indikator
(Sumber indikator dari Standar kompetensi TKK dan Raudhatul Athfal, kurikulum 2004,
DePeNas, 2004 dan Peraturan Mentri Pendidikan Nasional, No.58 tahun 2009, Standar
PAUD).
38
Dimensi
Komunikasi
Non
Verbal
Verbal
Indikator
Teknik
Instrumen
Sumber
Data
Ekpresi/
roman wajah
Menunjukkan
gerakan-gerakan anggota
tubuh
Observasi
Rubrik
observasi
Guru
kelas
Hurlock,1998:182
Kurikulum
2004
Treatment
Rubrik
observasi
Guru
kelas
Kurikulum
2004
Treatment
- Menceritakan
Referensi
Pelaksanaan
(Sumber indikator dari Standar kompetensi TKK dan Raudhatul Athfal, Kurikulum 2004,
DePeNas, 2004 dan Hurlock 1998:180-183 untuk komunikasi ekspresi/roman wajah).
Hasil Penelitian
Dari total sampel yang diteliti yang berusia di
antara 5 tahun dan 5 bulan yaitu sebanyak 7
anak (70%), dan selebihnya berusia antara 4
tahun dan 4 bulan sebanyak 3 anak (30%). Asal
sekolah sampel penelitian pada saat awal masuk
jenjang TK A diketahui bahwa siswa lama (siswa
yang mengikuti program pembelajaran dari
jenjang PG (Play Group) atau kelompok bermain
di sekolah tempat penelitian) sebanyak 6 siswa
(60%), dan siswa baru (bukan berasal dari
sekolah yang sama) sebanyak 3 siswa (30%).
Sedangkan siswa yang belum pernah mengikuti
pembelajaran di Taman Kanak-Kanak sama
sekali sebanyak 1 siswa (10%).
Dilihat dari perilaku emosional sampel
pada semester I tahun ajaran 2012-2013 (Juli
Desember 2012), kecenderungan anak yang
mempunyai perilaku emosional yang positif
39
10 40
: rendah
>40 70
: sedang
>70 100 : tinggi
Untuk mengetahui nilai empat dimensi
kematangan emosional sebelum dan sesudah
perlakuan berdasarkan hasil nilai persentasi
pengukuran awal dan pengukuran akhir dirangkum dalam Tabel 5 berserta analisisnya.
Hasil total pengukuran awal dengan jumlah
sebesar 28 poin dari total nilai maksimum 40
poin adalah sebesar 70%, menunjukkan kematangan emosional anak pada awal sebelum
perlakuan adalah sedang. Pengukuran akhir
dengan jumlah sebesar 31,1 dari total nilai
maksimum 40 poin adalah 78%, menunjukkan
kematangan emosional anak setelah perlakuan
adalah tinggi. Yang berarti ada peningkatan
kematangan emosional anak setelah diberi
perlakuan.
Hasil Uji Hipotesis Penelitian
Pengujian hipotesis digunakan untuk menguji
hipotesis seperti yang diajukan pada Kajian
Pustaka bagian hipotesis. Untuk mengetahui
apakah ada perbedaan yang signifikan antara
hasil pengukuran awal dan akhir maka
dilakukan uji statistik terhadap data pretest dan
posttest yaitu dengan uji Wilcoxon Signed Ranks
Test. Ini merupakan pengujian terhadap
Rata-rata
Nilai
Pretest
Rata-rata
Nilai
Postest
Selisih
Score
Maximum
%
Awal
%
Akhir
Mengekspresikan
diri
9,2
9,5
0,3
12
77
79
Memahami
perasaan orang
lain
7,1
8,4
1,3
12
60
70
Percaya diri
6,2
6,7
0,5
78
84
Mengedalikan
diri/perasaan
5,5
6,5
69
81
Total
28
31,1
3,1
40
70
78
40
Kesimpulan
Hipotesis
Mengekspresikan
Diri
Asymp.Sig = ,726
p > ,05
Terima Ho
Memahami
perasaan orang
lain
Asymp.Sig
=,026
p < ,05
Tolak Ho
Percaya Diri
Asymp.Sig
=,129
p > ,05
Terima Ho
Mengendalikan
diri/perasaan
Asymp.Sig
=,004
p < ,05
Tolak Ho
Total
Asymp.Sig
=,007
p < ,05
Tolak Ho
Demensi
Kematangan
Emosional
41
Total
Rata-rata
Total Skor
6,4
10
8
12
80
83
16,4
20
82
43
keyboard dan mouse dengan fasih. Untuk intensitas penggunaannya, kesepuluh orangtua
tersebut setuju memberikan batasan waktu
dalam bermain dengan komputer/laptop/i-pad.
Anak diberi kebebasan menggunakannya pada
saat akhir pekan (Sabtu dan Minggu) saja, tetapi
ada juga yang memberikan ijin bermain laptop/
i-pad pada hari biasa hanya dibatasi waktu dan
juga tidak pada saat jam sekolah. Mereka juga
berkata, anak mereka bisa mengerti dan mengendalikan dirinya untuk tidak terus bermain
games.
Tanggapan guru komputer terhadap pelajaran
komputer
Untuk mengetahui kondisi emosional anak pada
saat belajar dengan menggunakan komputer,
dilakukan wawancara dengan nara sumber
guru MA, sebagai guru komputer di sekolah
tempat penelitian dilakukan. Pelajaran komputer
diberikan sekali dalam seminggu, dengan
metode pembelajaran drill and practice , yang
sering digunakan dan disesuaikan dengan
tingkat kemampuan anak dan kebutuhan
pembelajaran.
Nara sumber guru MA mengatakan, semua
anak sudah dapat mengenal dan mengerti
kegunaan komputer bahkan semua anak sudah
dapat mengetik nama mereka sendiri tapi masih
dengan dua jari. Menjawab sikap anak saat
belajar program komputer, disebutkan hanya
satu anak saja yang kurang percaya diri
selebihnya percaya diri dan antusias. Sedangkan
untuk ekspresi emosi anak ketika tidak dapat
menjalankan program yang ada, dijawab dari
kesepuluh anak, enam anak gelisah dan
langsung bertanya, empat anak lainnya tetap
tenang lalu bertanya. Mengenai kesiapan belajar
anak yang dikaitkan dengan kematangan
emosionalnya dengan menggunakan program
komputer, narasumber guru MA menjawab
kesepuluh anak sudah siap untuk belajar.
Pembahasan
Dari hasil pengujian hipotesis tentang
kematangan emosional untuk dimensi
mengekspresikan diri, tidak ada pengaruh yang
signifikan antara pengukuran awal dan
pengukuran akhir p=,726 >.05. Ini berarti bahwa
44
45
Simpulan
Kesimpulan
Kematangan emosional anak sebelum perlakuan
dari hasil penghitungan rata-rata persentasi
46
awal dengan total score maksimumnya menunjukkan nilai yang sedang. Sedangkan hasil
perhitungan rata-rata persentasi akhir menunjukkan nilai tinggi. Yang berarti ada peningkatan
kematangan emosional setelah perlakuan
dengan model pembelajaran Role Playing.
Model pembelajaran Role Playing, dari hasil
perhitungan untuk tingkat signifikansinya,
menunjukkan bahwa untuk memahami perasaan orang lain dan mengendalikan diri dapat
meningkat, sedangkan untuk mengekspresikan
diri dan percaya diri tidak dapat meningkat.
Hasil yang tidak signifikan dan tidak meningkat
ini kemungkinan disebabkan oleh beberapa hal
berikut.
1. Waktu pelaksanaan Role Playing dan waktu
pengamatan yang kurang untuk anak dapat
meningkatkan percaya dirinya lagi.
2. Program CD interaktif yang dipakai dalam
proses briefing sebagai pengganti skenario
kurang menantang anak dalam mengekspresikan dirinya.
Model pembelajaran komputer dengan
menggunakan program simulasi dengan
animasi ini sangat menarik bagi anak, dapat
terlihat dari meningkatkan pengendalian diri
anak, hal ini berarti bahwa konsentrasi dan
kesabaran anak dapat terlatih dengan lebih baik.
Saran
Untuk guru dan sekolah
Model pembelajaran Role Playing sangat
menarik buat anak usia 4-6 tahun (TKA-TKB)
dan ternyata dapat meningkatkan memahami
perasaan orang lain dan mengendalikan diri,
siswa terlihat sangat senang dan semangat
dalam bermain peran. Oleh karena itu,
disarankan agar model pembelajaran ini tetap
terus dijalankan karena pembelajaran ini juga
dapat dipakai untuk menunjang pelajaran
karakter yang sedang digalakkan di setiap
sekolah. Hal ini baik karena dengan bermain
peran anak belajar cara berkomunikasi yang
baik, melatih sikap dan perilaku mereka sendiri
dan pemahaman kepada orang lain. Akan lebih
baik, apabila model pembelajaran Role Playing
ini dapat diintegrasikan ke dalam bidang
pengembangan dalam kurikulum pembelajaran
di TK A dan TK B, khususnya untuk bidang
Daftar Pustaka
Beaty, Janice J. (2004). Observing development of
the young children. 6th ed, Upper Saddle
River, NJ. Pearson Prentice Hall
Berk , Laura E. (2008). Infants, children and
adolecents, 6 th ed. Boston: Pearson
Education Inc
Darmawan, Deni. (2007). Teknologi informasi dan
komunikasi. Bandung: Arum Mandiri
Press
Departemen Pendidikan Nasional. Kurikulum
(2004). Standar kompetensi Taman KanakKanak dan Raudhatul Athfal. Jakarta
Fraenkel, Jack R., and Wallen, Norman E. (2008).
How to design and evaluate research in
education., 7 th ed, McGraw Hill
International Edition, NY
Gay, L.R., &Airasian, Peter (2003). Educational
research. Merrill Prentice Hall. New
Jersey, USA
High, Pamela C. School Readiness. Pediatrics
official journal of the American academy of
pediatrics. The American Academy of
Pediatrics, 141 Northwest Point
Boulevard, Elk Grove Village, Illinois,
60007. 2008
Hergenhahn, B.R., Olson, Matthew. H. (2009).
Theories of learning (Teori belajar). Jakarta:
Kencana Prenada Media Group
Hurlock, B. E. (1980). Psikologi perkembangan
(Edisi Kelima), Jakarta: Penerbit Erlangga
Hurlock, B. Elizabeth. (1992). Perkembangan anak
(Edisi Keenam), Jakarta: Penerbit
Erlangga
Jurnal Pendidikan Penabur - No.24/Tahun ke-14/Juni 2015
47
48
Fransiska
E-mail: siskakc@yahoo.com
TKK SPRINGFIELD Jakarta Barat
Abstrak
enelitian ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana bimbingan belajar dapat mengatasi
kesulitan belajar sehingga meningkatkan kemampuan siswa sekolah dasar. Tempat
penelitian di Bimbingan Belajar Setia berlokasi di Puri Indah, wilayah Kembangan, Jakarta
Barat, dalam tahun pelajaran 2014/2015, Subyek penelitian adalah siswa-siswi kelas 3
dari beberapa Sekolah Dasar di kecamatan Kembangan, yang mengikuti kelas di Bimbingan Belajar
Setia. Metode penelitian menggunakan pendekatan penelitian deskriptif kualitatif. Data
dikumpulkan dengan observasi, wawancara, dan studi dokumentasi, kemudian dianalisa dengan
interactive model dan keabsahan data dilakukan dengan triangulasi terhadap sumber data. Hasil
penelitian menunjukkan, dengan melakukan remedial dan pengayaan menggunakan model
bervariasi seperti model peer tutoring, dapat mengatasi kesulitan belajar siswa/i. Dengan saling
belajar dan berbagi dengan siswa yang lain dalam belajar dapat meningkatkan perolehan belajar
siswa/I yang ditunjukkan dengan peningkatan prestasi belajar dan siswa sudah dapat
berkonsentrasi sehingga mampu mengerjakan dan mengumpulkan tugas-tugas yang diberikan
oleh guru.
49
Pendahuluan
Bisnis lembaga bimbingan belajar (bimbel) masih
menjanjikan. Kebutuhan para siswa sekolah
untuk meningkatkan kompetensi akademik,
seiring standar kelulusan yang terus meningkat,
membuat bisnis bimbel terus bermunculan.
Tidak sedikit para pelaku bisnis ini menawarkan
kemitraan usaha (Tri Sulistiowati dkk, 31 Maret
2014). Seperti juga dibahas pada majalah Info
Puri yang merupakan majalah info komunitas
kawasan Puri, banyaknya bimbingan belajar
yang menawarkan jasa mengajar siswa/i untuk
membantu mereka dalam pelajaran sekolah
dengan pilihan metode bimbingan yang
beragam (Gerson 2015:20).
Seorang individu telah belajar, bila terjadi
perubahan perilaku menjadi lebih baik dari
sebelumnya. Sardiman (2011:20-21) mengemukakan beberapa definisi belajar dari beberapa
ahli., seperti Cronbach yang mendefinisikan
Learning is shown by a change in behavior as a result
of experience. Harold Spears menyatakan
Learning is to observe, to read, to imitate, to try
something themselves, to listen, to follow direction.
Kemudian, Geoch mengatakan Learning is a
change in performance as a result of practice. Dari
tiga definisi yang dikutip, Sardiman
menyimpulkan bahwa: Belajar itu merupakan
perubahan tingkah laku atau penampilan
dengan serangkaian kegiatan misalnya dengan
membaca, mengamati, mendengarkan, meniru,
dan lain sebagainya. Belajar akan lebih berarti
dalam kehidupan seseorang, bila pelajar
mengalami atau melakukannya, jadi tidak hanya
bersifat verbalistik. Maka dapat diambil
kesimpulan bahwa belajar adalah suatu proses
perubahan tingkah laku pada seorang individu
serta hasil interaksi dengan individu lain dan
lingkungannya yang dilakukan secara langsung
dan berkesinambungan melalui observasi,
mendengarkan, dan mencoba.
Di kelompok yang mengikuti Bimbingan
Belajar Setia, siswa/i sekolah dasar dan orang
tua menganggap, belajar itu harus di sekolah
dan diberikan oleh guru bukan oleh orang tua.
Anggapan ini mengakibatkan anak tidak mau
lagi belajar di rumah orang tua yang memang
mempunyai latar belakang ekonomi yang lemah
50
dalam menghadapi dan memecahkan masalahmasalah yang berkaitan dengan belajar (Yusuf,
2005:10). Bimbingan belajar bagi siswa sekolah
dasar lebih difokuskan pada usaha-usaha untuk
meningkatkan prestasi belajar. Dalam meningkatkan prestasi belajar peserta didik, diperlukan
adanya kerjasama antara guru dan orang tua,
ketika orang tua merasa kesulitan untuk
membantu anak mereka maka mereka mencari
bantuan dari orang lain yang mampu untuk
membantu anak dalam menghadapi dan
memecahkan masalah dalam belajar untuk
meningkatkan prestasi belajar siswa.
Bimbingan belajar dirasakan perlu
diadakan karena masih munculnya permasalahan belajar yang dialami oleh siswa sekolah
dasar. Sebagai contoh, prestasi belajar yang
rendah, malas berangkat sekolah, dan
mengganggu temannya ketika proses pembelajaran berlangsung. Seperti yang diungkapkan
oleh guru kelas SDN Kembangan Utara 02 Pt
beberapa siswa sekolah dasar yang mengalami
kesulitan belajar dan hal ini belum dapat
ditangani dengan baik oleh wali kelas. Kesulitan
belajar tidak selalu mudah dikenali, terutama
pada tahun-tahun pertama SD (Gilmore,
2009:10). Sugihartono, dkk. (2007:149)
menjelaskan bahwa kesulitan belajar adalah
suatu gejala yang nampak pada peserta didik
yang ditandai dengan adanya prestasi belajar
yang rendah atau di bawah kriteria ketuntasan
minimal yang telah ditetapkan.
Berdasarkan uraian tersebut, penulis
mencoba menggambarkan tentang bimbingan
belajar yang dilaksanakan oleh Bimbingan
Belajar Setia khususnya dalam mengatasi
kesulitan siswa siswa sekolah dasar di daerah
Kembangan, Jakarta Barat. Salah satu keunikan
Bimbingan Belajar Setia ialah keterbatasan
jumlah gurunya menjadi masalah yang selalu
terjadi, karena guru yang mengajar adalah
sukarelawan dan tidak dibayar sama sekali oleh
gereja. Terkadang guru merasa, pengajaran
mereka kurang berarti untuk kesinambungan
pembelajaran di bimbingan belajar. Oleh karena
itu penulis merasa perlu melakukan penelitian
ini untuk mengetahui apakah bimbingan belajar
ini bermanfaat bagi peserta bimbingan
belajar.Alasan lain, penulis sendiri adalah
anggota gereja dan melihat bahwa bimbingan
Tinjauan Pustaka
Dalam penelitian diperjelas pengertian tentang
beberapa konsep penting yang dipergunakan,
yaitu hakekat (a) bimbingan belajar, (b) kesulitan
belajar, dan (c) prestasi belajar. Di samping
mengkaji hakikat ketiga konsep itu, juga
dikemukakan beberapa hasil penelitian yang
terkait.
Bimbingan Belajar.
Bimbingan belajar pada hakikatnya adalah
upaya yang diberikan kepada siswa/i untuk
membantu serta mempermudah mereka
mengubah prilaku dalam ranah kognitif,
psikomotorik, dan affektif melalui interaksi
dengan sumber belajar. Dengan demikian,
bimbingan belajar merupakan bantuan yang
Jurnal Pendidikan Penabur - No.24/Tahun ke-14/Juni 2015
51
52
53
Nama
Kelas
Usia
Permasalahan
55
Nama
Kelas
Usia
Permasalahan
56
Simpulan
Kesimpulan
Pelaksanaan Bimbingan Belajar Setia berhasil
mengatasi kesulitan belajar yang dialami siswa
SD di area Kembangan, Jakarta Barat. Kegiatan
ataupun materi yang diberikan telah disiapkan
oleh pengurus dan tidak dirancang secara
khusus tapi disesuaikan dengan kebutuhan dan
kondisi siswa pada saat pelaksanaan. Materi
juga diberikan dengan metode peer tutoring, yang
memberikan kesempatan dan dorongan kepada
siswa/i, yang mengalami kesulitan belajar,
bekerja sama dengan teman yang belajar
bersama, sehingga siswa saling bekerja sama
dan belajar dalam mengerti materi yang
diberikan. Hasil ditunjukkan dengan perubahan
yang terjadi pada siswa, yang terlihat dengan
adanya peningkatan prestasi belajar dan siswa
sudah dapat berkonsentrasi sehingga mampu
mengerjakan dan mengumpulkan tugas tugas
yang diberikan oleh guru.
Saran
Oleh karena kesulitan belajar dan tidak
tercapainya hasil belajar siswa/i dipengaruhi
oleh strategi, metode, dan teknik pembelajaran,
disarankan setiap sekolah, memperhatikan
karakteristik mereka secara individual dan
menciptakan suasana menyenangkan melalui
berbagai kegiatan bervariasi, kretif dan inovatif.
Sedangkan Bimbingan Belajar Setia diharapkan
dapat meningkatkan kualitas proses bimbingan
belajar yang selama ini sudah dikembangkan,
sehingga semakin banyak siswa/i yang dapat
Jurnal Pendidikan Penabur - No.24/Tahun ke-14/Juni 2015
57
Daftar Pustaka
Sardiman, A.M. (2011). Interaksi dan motivasi
belajar mengajar. Jakarta: Rajawali Press
Arifin, Zainal. 2012. Evaluasi belajar. Jakarta:
Departemen Agama
Dimyati & Mudjiono. (2006). Belajar dan
pembelajaran. Jakarta: Rineka Cipta
Gerson, Ronald Petrus. Info puri. edisi 86/VIII/
April 2015.
Gilmore, Linda & Boulton-Lewis, Gillian M.
(2009). Just Try Harder and You Will
Shine : A Study of 20 Lazy Children.
Australian journal of guidance and
counselling. Queensland: Australian
Academic Press
Grossman, Judy. (2011). Family Matters : The
Impact of Learning Disabilities. http://
www.idonline.org. Diunduh 4 April 2015
Juntika Nurihsan, A. (2005). Strategi layanan
bimbingan dan konseling. Bandung : Refika
Aditama
Luddin, Abu Bakar M. (2010). Dasar-dasar
konseling: Tinjauan dan praktik.
Ciptapustaka Media Perintis
58
Abstrak
enelitian ini bertujuan untuk menemukan esensi pengajaran dari 1 Tawarikh 28:1-10 bagi
pendidikan karakter siswa. Materi ini merupakan orasi yang diucapkan Daud di hadapan
seluruh umat Israel termasuk Salomo. Orasi ini sarat dengan pengajaran perilaku untuk
mempraktikkan ketaatan, ketekunan memlihara serta melakukan kehendak Allah. Metodologi
penelitian yang digunakan mengadopsi pendekatan kualitatif yang meliputi pendekatan analsis
struktur, kritik teks, kritik bentuk dan analisis refleksi teologis dari materi I Tawarikh 28:1-10. Hasil
penelitian ini menunjukkan implementasi dari orasi dalam I Tawarikh 28;1-10 untuk menumbuhkan
karakter melalui peran nilai-nilai ilahi Allah yaitu ketaatan dan ketekunan hidup menurut
kehendak-Nya. Penelitian ini menyarankan supaya praktik kehidupan umat berpusat pada
pengajaran kebenaran Allah yang terjadi dalam proses pembentukan karakter kristiani. Selain itu
menciptakan pendidikan yang berfokus pada ajaran Allah, menabur benih-benih nilai hidup,
menabur benih di hati sendiri dan orang lain, menabur iman, ilmu dan pelayanan.
59
Pendahuluan
Menurut UUD 1945 Pasal 1 ayat 3 Negara
Indonesia adalah Negara Hukum. Berdasarkan
kalimat tersebut sudah seharusnya supremasi
hukum di Indonesia ditegakkan. Namun, fenomena yang terjadi saat ini ternyata aparat
penegak hukum di Indonesia sedang diuji untuk
menyingkapkan kejahatan korupsi yang
semakin marak terjadi.
Tingginya dugaan dan kasus korupsi serta
melibatkan berbagai oknum aparatur negara
menimbulkan pertanyaan besar. Mengapa
terjadi demikian, seharusnya aparatur negara
yang berfungsi mencegah dan memberantas
tindakan korupsi malah ikut terlibat dalam
perbuatan korupsi. Selain tindakan korupsi,
perubahan arus hidup manusia yang cepat
dapat membawa dampak pada perubahan gaya
kehidupan mereka. Demikian pula meningkatnya kekerasan di hampir segala bidang
kehidupan yang hampir semua bermuara pada
penindasan dan kekerasan secara fisik ataupun
berupa tekanan-tekanan, stigma, perlakuan
tidak adil. Bahkan bagi mereka yang tidak dapat
menyikapi masa-masa sulit tersebut dengan
bijaksana, melakukan tindakan bunuh diri atau
membunuh orang lain.
Kekerasan dalam kehidupan masyarakat
menciptakan krisis nilai dan kepercayaan yang
merebak di mana-mana. Berbagai kecurangan
tanpa disadari telah dianggap sebagai hal yang
biasa dilakukan. Ironisnya ada banyak orang
pandai dan cerdas di masyarakat masa kini
namun kondisi yang terjadi tetap jauh dari yang
diharapkan. Fenomena ini merupakan salah satu
bukti yang memperlihatkan kecenderungan
masyarakat kita yang masih memandang segi
kognitif di atas segalanya. Padahal keunggulan
dalam segi kognitif tanpa diimbangi keunggulan
dalam bidang karakter akan menjadi suatu
kombinasi yang membahayakan bagi masa
depan kehidupan bangsa.1
Situasi perkembangan zaman semakin
mengkhawatirkan dan mengancam kehidupan
umat manusia. Thomas Lickona menggambarkan situasi jaman ini dengan penjelasannya
bahwa orang-orang pada masa ini demikian
cerdasnya dalam membedakan hal yang benar
60
Pembahasan
Struktur dan Analisis Teks 1 Tawarikh 28:110
Bagian teks 1 Taw. 28:1-10 sebagai narasi yang
disebut dengan royal speeches yang disajikan
dalam bentuk orasi sesuai dengan konteks
Tawarikh. Tokoh Daud dan Salomo dituliskan
sebagai pemeran utama dan tokoh pahlawan
dalam Tawarikh.6 Karya 1 Taw. 28:1-10 sebagai
bagian dari kumpulan karya yang menampilkan
tokoh Daud dan Salomo yang telah berhasil
membangun kejayaan Israel baik dalam bidang
kultus dan pemerintahan. Welhausen
menuliskan peranan Daud yang dinyatakan
menurut pemberitaan Tawarikh sebagai pendiri
bait suci, ibadah publik, raja, pahlawan pasukan
militer, pemimpin kelompok imam dan kaum
Lewi.7 Mereka adalah raja-raja Israel yang dipilih
dan diteguhkan Allah. Seorang raja dan
kerajaan Israel merupakan institusi penting bagi
sejarah Israel. Pendapat ini dinyatakan juga
menurut Wellhausen yang disadur oleh
Gerbrandt yaitu, The history of Israel reached its
highest point in the monarchy.8
Karya 1 Taw.28:1-10 merupakan orasi Daud
yang memiliki dua bagian sastra, yaitu
pernyataan dan argumen yang berhubungan
dengan maksud perkataan yang disampaikan.9
Sementara pandangan modern mengatakan
lebih banyak lagi unsur-unsur dalam orasi yang
memiliki fungsi retorik meliputi bagian akar
perkataan dan bagian lain yang memuat
penjelasan yang melibatkan emosi dari orang
yang berorasi.10 Pada bagian ini Daud, Salomo
dan jemaah memiliki kedudukan bukan hanya
sebagai pembuat pernyataan-pernyataan saja.
Tetapi upacara yang dilakukan diyakini berada
dalam pendengaran Allah. Apa yang dikatakan
Daud di hadapan jemaah merupakan bagian
untuk menjalankan apa yang diperintahkan
Allah. Bagian yang menjadi refleksi kita adalah
relevansi dari orasi Daud dalam 1 Taw. 28:1-10
bagi umat melalui panggilan gereja dalam
JJurnal Pendidikan Penabur - No.24/Tahun ke-14/Juni 2015
61
62
63
3.
64
4.
65
Simpulan
Kesimpulan
Nilai-nilai Kristiani yang akan dijadikan sebagai
panduan
dilakukan
sebagai
usaha
mengintisarikan nilai-nilai utama sebagaimana
yang bersumber pada ajaran Allah. Usaha
menentukan nilai-nilai tersebut diartikan sebagai
acuan utama dalam menentukan sikap dan
perilaku. Ruang untuk menggumuli Nilai-Nilai
Kristiani diciptakan dalam interaksi yang
dilakukan oleh setiap individu dalam keluarga,
komunitas pendidikan dan masyarakat.
Situasi dan kondisi yang dihadapi jemaat
pasca pembuangan menggugah penulis
Tawarikh untuk menghasilkan tulisannya.
Melalui materi orasi Daud dalam 1 Taw. 28:1-10,
kehadiran otoritas Allah di tengah umat dalam
situasi umat yang mengalami krisis eksistensi,
krisis agama, dan krisis sosial dinyatakan.
Penulis Tawarikh menghadirkan otoritas Allah
dalam kehidupan umat melalui pengaktualisasian nilai-nilai kekudusan hidup, membangun
relasi dengan Allah, ketekunan, dan ketaatan
melakukan perintah Allah. Nilai-nilai tersebut
berlaku bagi semua umat termasuk para
JJurnal Pendidikan Penabur - No.24/Tahun ke-14/Juni 2015
67
Implikasi
Pengajar Pendidikan Kristen
Keluarga
Pendidikan karakter dan nilai anak merupakan
tanggung jawab utama orang tua dalam
keluarga. Mereka berperilaku sebagai agen
pendidikan moral dan nilai hidup bagi anakanak, sehingga gereja perlu memberikan
perhatian pada pertumbuhan karakter keluargakeluarga tersebut. Keluarga mempengaruhi
pembentukan watak, iman dan tata nilai anakanaknya. Robert Coles mengakui bahwa
keluarga merupakan lingkungan primer dalam
membentuk kecerdasan moral anak31. Sebelum
menerima pengaruh dari teman sebaya dan guru
di sekolah, anak sudah mendapat pengaruh dari
keluarganya.
Terdapat hal-hal penting mengenai
pertumbuhan anak dalam keluarga, menurut
Paul Meier aspek-aspek yang bertumbuh dalam
kehidupan keluarga adalah kasih, disiplin,
konsistensi aturan, keteladanan, kepemimpinan32. Melalui uraian tersebut dikemukakan
bahwa karakter, tata nilai, potensi, dan cara
beriman tercipta dan berkembang dari keluarga
asal yaitu tempat dibesarkan. Dalam keluarga
pendidikan nilai-nilai Kristiani dapat dipraktikkan. Ada banyak cara dapat dikembangkan
orang tua dan komunitas keluarga untuk
menanamkan nilai-nilai tersebut kepada anak.
Orang tua dengan sadar menjadikan dirinya
teladan moral dalam mendemonstrasikan nilai
hidup dan karakter yang baik dan benar untuk
diteladani anak. Orang tua dapat memberi
berbagai latihan untuk terus berbuat baik
disertai hukuman dan pujian yang seimbang.
Orang tua dapat memberikan penjelasan melalui
nasihat dan diskusi untuk memberi informasi
kepada anak. Orang tua memelihara kedekatan
dengan anak supaya mereka dapat
mengidenfikasi dirinya. Orang tua dapat
membangun persahabatan dengan saudara di
lingkungan keluarga dan teman-teman di luar
rumah tempat anak belajar dari sesamanya.
68
Saran
Berdasarkan kesimpulan dan implikasi hasil
pembahasan sesuai dengan tujuan penelitian
yang dituliskan, terdapat beberapa saran yang
diharapkan dapat memberikan kontribusi dalam
merelevansikan orasi Daud dalam 1 Taw. 28:110 bagi pendidikan karakter. Saran-saran
tersebut sebagai berikut:
Pertama, praktik kehidupan umat harus
berpusat pada pengajaran kebenaran Allah
dengan menghadirkan otoritas-Nya. Kehadiran
Allah akan terlibat dalam proses pembentukan
manusia, karakter, keterampilan dan
kemampuan intelektualnya. Panggilan untuk
menghadirkan otoritas Allah dalam pendidikan
yang dijalankannya dapat diartikan bahwa
pendidikan Kristen terpanggil untuk
menjunjung prinsip-prinsip kebenaran dan
keadilan meskipun berada di tengah-tengah
degradasi moral dan praktik penghalalan segala
cara yang berkembang luas. Pendidikan Kristen
memiliki peran rangkap di tengah masyarakat,
yaitu terus mengupayakan menahan laju
kejahatan, kebobrokan, kepalsuan dan
ketidakadilan. Pada saat yang bersamaan harus
mengupayakan penyebaran secara luas asasasas kebenaran, keadilan dan kebaikan Allah.
Upaya mempertahankan jati diri dalam
pendidikan Kristen dilakukan dengan
mentransfer nilai-nilai moral dan pembentukan
karakter kepada seluruh anak didik. Para anak
didik tidak saja mendapat pengajaran tetapi
juga mengalami dan merasakan begaimana
kehidupan menjadi pelaku kebenaran Allah.
Kedua, Pendidikan Kristen sebagai pilar
untuk taat melakukan perintah dan peraturan
Allah. Praktik ketaatan ini dapat dinyatakan
melalui pelayanan yang holistik dalam aspek
pendidikan yang dilaksanakan. Melayani
sesama merupakan wujud dari melakukan
kehendak dan perintah Allah. Melayani berasal
dari hati, motivasi dan semangat serta jiwa yang
mendasari aktivitas tersebut. Pelayanan yang
69
Catatan kaki:
1
Made Pidarta, Landasan Kependidikan: Stimulus
Ilmu Pendidikan Bercorak Indonesia (Jakarta:PT
Rineka Cipta, 2000), 175-176.
2
Thomas Lickona, The Return of Character
Education, Jurnal Education Leadership (1993), 35.
3
Paul Suparno, Pendidikan Nilai di Sekolah dan
Persoalannya, dalam Education For Change
(Jakarta: BPK GM, 2010), 307.
4
http://www.tribunnews.com/nasional/2014/06/04
5
Armada Riyanto, Kutuk Plagiarisme, Lalu?
dalam harian Kompas, 24 Februari 2010.
6
Agus Santoso, Pengantar Perjanjian Lama, 155156.
7
Julius Wellhausen, Prolegomena to the History of
Ancient Israel (Cleveland: Meridian Books, 1957),
182.
8
Gerald Eddie Gerbrandt, Kingship According to
the Deuteronomistic History (Atlanta:Scholars,
1986), 18.
9
Aristotle, The Basic Works of Aristotle,Rhetorica,
diedit oleh R. Mckeon dan diterjemahkan oleh
W.Rhys Roberts (NewYork:Random House,
1955), 51.
10
Andrew G.Vough, Theologi, History And
Archeology in The Chroniclers Account of
Hezekiah, diedit oleh Edelman, S B L no.4
(Atlanta:Scholar Press, 1999), 62.
11
Kenneth Hoglund , The Chronicler As
Historian, diedit oleh Patrick Graham, Steven
McKenzie, JSOTSup 238 (Sheffield:Sheffield
Academic Press, 1997), 25. Melalui narasi
Tawarikh, gambaran nabi-nabi menyampaikan
hubungan antara Allah dan komunitas melalui
tanggung jawab moral.
12
Japhet, I And II Chronicles, 34.
13
Gary N.Knoppers, I Chronicles , 938.
14
Michael Wilcock, The Message of Chronicles,
TBST (DownesGroves: IVP, 1987), 109.
15
Mark A. Throntveit, When Kings Speak, 10.
Analisa karakteristik perkataan raja
dikelompokkan menurut strukturnya dalam
James D. Newsome, The Chroniclers View of
Prophecy (Vanderbilt Univ, 1973), 124.
Berdasarkan catatan disertasi Braun diuraikan
cirri-ciri bentuk perkataan raja yang ditemukan
dalam Tawarikh. Roddy L.Braun, Salomon the
Chosen Temple Builder, 581-590.
16
Mark A. Throntveit, When Kings Speak, 20.
17
Mark A. Throntveit, When Kings Speak, 34.
70
18
Daftar Perpustakaan
Aristotle. (1955). The basic works of
aristotle,rhetorica, ed. oleh R. Mckeon dan
terj. W.Rhys Roberts. NewYork:Random
House
Braun, Roddy L. (1976). Solomon, the chosen temple
builder: The significance of 1 chronicles 22,
28, and 29 for the theology of Chronicles,
Chronicles. Journal of Biblical Literature 95:
581590
D. Newsome. (1973). The chroniclers view of
prophecy. Vanderbilt Univ
Ferawati, Krisis Pendidikan: Peluang Pendidikan
Kristen Bermisi bagi Transformasi Bangsa
diakses dari http://perkantasjatim.org,
17November 2014
Freedman, David N. (1992). The anchor Bible
dictionary : vol K- N, New York:
Doubleday
Gerbrandt, Gerald Eddie. (1986). Kingship
according to the deuteronomistic history.
Atlanta: Scholars
Hoglund, Kenneth. (1997). The chronicler as
historian, ed.Patrick Graham, Steven
McKenzie, JSOTSup 238, Sheffield:
Sheffield Academic Press
Ismail, Andar.(1997). Selamat menabur.
Jakarta:BPK Gunung Mulia
Japhet,Sara. (1993). I and II Chronicles, The old
testament library . London:SCM Press Ltd
Knoppers, Gary N. (2004). I Chronicles: A new
translation with introduction and
commentary: the anchor Bible. Virginia:
Doubleday
Koesoema,Doni. 2007. Pendidikan karakter.
Jakarta: PT Grasindo
Kroeskamp, H. (1974). Early schoolmasters in a
developing country. Assen: van Gorcum
Karwur,
Samuel,
2011"Pendidikan
Kristen:Kritis!, diakses dari http://
blog.charismaindonesia.com, tanggal 16
November 2014
71
72
Hilda Karli
Email: temasain@gmail.com
Universitas Terbuka UPBJJ Bandung
Abstrak
iswa sekolah dasar masih pada tahap berpikir kongkrit, sehingga mengalami kesulitan
memahami konsep yang bersifat abstrak. Akan tetapi tidak jarang guru kurang memahami
karakteristik siswa yang demikian dan langsung menyajikan bahan pelajaran yang abstrak.
Akibatnya, siswa mengalami kesulitan belajar dan cepat lupa konsep abstrak yang dipelajarinya.
Tulisan ini membahas peran media pembelajaran sebagai salah satu sumber belajar dalam mengatasi
kesulitan siswa mempelajari konsep abstrak secara aktif, kreatif, efektif, dan menyenangkan dalam
setiap mata pelajaran. Setelah melalui berbagai kajian, tulisan ini berkesimpulan sebaiknya guru
SD menggunakan media pembelajaran yang bervariasi sesuai dengan karakteristik mata pelajaran
dan tujuan pembelajaran. Keberhasilan penggunaan media pembelajaran tergantung pada ketepatan
guru merencanakan, mengelola, dan memanfaatkannya untuk meningkatkan proses dan capaian
pembelajaran. Pada akhir tulisan ini, disampaikan bagaimana cara guru memilih dan menggunakan
media pembelajaran.
Kata-kata kunci: belajar, pembelajaran, sumber belajar, media pembelajaran, konsep kongkrit,
konsep abstrak, karakteristik siswa SD
73
Pendahuluan
Kita akan segera hadapi Era Millenium dengan
perubahan pada aspek sosial, budaya, politik
dan tidak terkecuali pendidikan. Mengantisipasi keadaan tersebut diadakan berbagai
perubahan, salah satunyakurikulum. Kurikulum
yang terdiri atas tujuan, metode, sumber belajar,
dan proses pembelajaran merupakan kunci
keberhasilan dalam mempersiapkan sumber
daya manusia sesuai dengan kebutuhan zaman
yaitu berpikir kreatif, kritis, beriman, bertanggungjawab, mandiri, dan terampil. Salah satu
paradigma yang harus disesuaikan dengan
keadaan zaman adalah sumber belajar selain
pendidik dan proses pembelajarannya di kelas.
Sumber belajar menurut Mulyasa (2011:48),
segala sesuatu yang dapat memberikan
kemudahan pada siswa dalam memperoleh
sejumlah informasi, pengetahuan, pengalaman,
dan keterampilan dalam proses pembelajaran.
Oleh karena itu, sumber belajar salah satu
komponen pendukung terciptanya proses
pembelajaran yang menarik dan bermakna bagi
siswa. Komponen sumber belajar mencakup
pesan/bahan pelajaran, alat dan bahan yang
digunakan, sumber daya manusia, metode/
prosedur dan lingkungan sekitar. Alat bantu
yang digunakan guru saat mengajar di kelas
disebut media pembelajaran. Dalam konteks ini,
difokuskan pada sumber belajar yang berupa
media pembelajaran.
Dalam interaksi pembelajaran, guru
menyampaikan pesan ajaran berupa materi
pembelajaran kepada anak melalaui media
pembelajaran. Penggunaan media pada tahap
orientasi pembelajaran akan sangat membantu
keefektifan proses pembelajaran dan penyampaian pesan dan isi pelajaran pada saat itu.
Menurut Ausubel, proses belajar akan
mendatangkan hasil atau bermakna kalau guru
dalam menyajikan materi pelajaran yang baru
dapat menghubungkannya dengan konsep
yang relevan yang sudah ada dalam struktur
kognisi siswa. Guru harus dapat mengembangkan potensi kognitif siswa melalui proses
belajar yang bermakna. Aktivitas belajar siswa,
terutama mereka yang berada di tingkat
pendidikan dasar, akan bermanfaat kalau
74
dapat menjawab soal dengan baik dan sebaliknya memarahi siswa jika salah menjawab. Juga,
guru mengajarkan materi secara urut halaman
per halaman tanpa membahas keterkaitan antar
konsep atau masalah serta sangat tergantung
pada buku teks.
Kegiatan Belajar Mengajar (KBM) yang
dilaksanakan setiap hari, merupakan kehidupan
dari suatu kelas. Guru dan peserta didik saling
terkait dalam pelaksanaan kegiatan yang telah
direncanakan oleh guru. Keberhasilan kegiatan
tersebut sepenuhnya menjadi tanggung jawab
guru, karena guru merupakan pengelola tunggal
di kelas. Oleh karena itu, bila siswa kurang bisa
menunjukan keterampilan dalam suatu mata
pelajaran, tuduhan kekurangberhasilan juga
tertuju kepada guru. Siswa adalah subjek yang
menerima pelajaran. Ada siswa pandai, kurang
pandai, dan tidak pandai. Setiap siswa
mempunyai bakat intelektual, emosional, sosial,
dan lain-lain yang sifatnya khusus (Arikunto
2009:296). Siswa yang pandai akan lebih mudah
menerima materi pembelajaran dibandingkan
dengan siswa yang kurang pandai dan yang
tidak pandai. Belum lagi perbedaan bakat,
emosional, dan sosial. Siswa yang berbakat,
emosi stabil, dan lingkungan sosial yang baik
akan lebih mudah mengikuti proses pembelajaran dibandingkan dengan siswa yang tidak
berbakat, emosi tidak stabil, dan anak yang
berasal dari lingkungan sosial yang buruk.
Perbedaan karakteristik ini menuntut guru
bersikap arif menyikapinya. Oleh karena itu,
media pembelajaran merupakan salah satu
faktor penting untuk dimanfaatkan dalam proses
pembelajaran mengembangkan SDM sesuai
kebutuhan zaman.
Perumusan Masalah
Mengacu pada latar belakang yang telah
diuraikan, masalah yang dikaji dalam tulisan
ini ialah sebagai berikut.
1. Apakah memang suatu keharusan mengajar di SD dengan menggunakan media
pembelajaran?
2. Mengapa setiap mata pelajaran di SD
sebaiknya menggunakan media pembelajaran?
3. Bagaimana merencanakan penggunaan
media pembelajaran di kelas?
Tinjauan Pustaka
Media Pembelajaran
Media pembelajaran adalah bagian dari sumber
belajar yang menurut Sudjana dan Rivai (2009:
78 ) suatu daya yang bisa dimanfaatkan guna
kepentingan proses belajar mengajar baik
langsung maupun tidak langsung, sebagian atau
keseluruhan.Komponen sumber belajar terdiri
atas (a) pesan: informasi yang akan disampaikan
pada orang dalam bentuk ide, fakta, makna, dan
data seperti materi pelajaran IPA, IPS, dan
Matematika; (b) orang : pelaku yang bertindak
sebagai penyalur atau penyimpan pesan seperti
guru, siswa, nara sumber, tokoh/ahli; (c) bahan:
barang yang berisi pesan untuk disampaikan
dengan menggunakan peralatan. Kadang
barang tersebut sudah siap disajikan seperti
buku bahan ajar, majalah, video, tape recorder,
film; (d) alat : barang yang digunakan untuk
meyampaikan pesan yang terdapat dalam bahan
seperti OHP, TV, radio, proyektor film, komputer;
(e) teknik : prosedur atau langkah tertentu dalam
menggunakan bahan, alat dan bahan, tata
tempat dalam menyampaikan pesan seperti :
simulasi, demosntrasi, paraktek, kerja kelompok,
bermain peran, bermain, studi lapangan,
bertanya; dan (f) latar : lingkungan di mana
pesan diterima oleh anak seperti lingkungan
fisik (kelas, perpustakaan, halaman bermain,
lapangan olahraga, laboratorium) dan
lingkungan non fisik (penerangan, sirkulasi
udara).(Warsita 2008; 209-210).
Media adalah bentuk jamak dari medium
yang berasal dari bahasa Latin yang berarti
perantara. Pengertian media pembelajaran
menurut Latuheru (1988: 14), media
pembelajaran adalah semua alat (bantu) atau
benda yang digunakan untuk kegiatan belajar
mengajar, dengan maksud menyampaikan
pesan (informasi) pembelajaran dari sumber
(guru maupun sumber lain) kepada penerima
(dalam hal ini siswa atau warga belajar). Dengan
perkataan lain, media pembelajaran merupakan
alat bantu untuk menyampaikan pesan dari
sumber kepada penerima. Media pembelajaran
merangsang pikiran, perasaan, perhatian, dan
minat serta perhatian siswa sehingga proses
belajar dapat terjalin. Sudrajat (2011: 20)
75
77
Indikator
Penilaian
A. Kognitif
1.
Pengamatan
Dapat menunjukan
Dapat membandingkan
Dapat menghubungkan
Tes lisan
Tes tertulis
Observasi
2.
Ingatan
Dapat menyebutkan
Dapat menunjukan kembali
Tes lisan
Tes tertulis
Observasi
3.
Pemahaman
Dapat menjelaskan
Dapat mendefiniskan sendiri secara
lisan
4.
Penerapan
Tes tertulis
Pemberian tugas
Observasi
5.
Analisis (pemeriksaan
dan pemilihan secara
teliti)
Dapat menguraikan
Dapat mengklasifikasikan
Tes Tertulis
Pemberian tugas
6.
Sintesis (membuat
panduan baru yang
utuh)
Dapat menghubungkan
Dapat menyimpulkan
Dapat menggeneralisasikan (prinsip)
Tes Tertulis
Pemberian tugas
Tes lisan
Tes Tertulis
B. Afektif
1.
Penerimaan
Tes tertulis
Tes skala sikap
Observasi
2.
Sambutan
Kesediaan berpartisipasi/terlibat
Kesediaan memanfaatkan
3.
Apresiasi (sikap
menghargai)
4.
Internalisasi
(pendalaman)
5.
Karakteristik
(penghayatan)
Pemberian tugas
ekspresif dan
proyektif
Observasi
78
C. Psikomotor
1.
Keterampilan bergerak
dan bertindak
2.
Kecakapan ekspresif
verbal dan non verbal
Mengucapkan
Membuat mimik dan gerakan jasmani
Tes lisan
Observasi
Tes tindakan
79
81
Pembahasan
Pendidikan sebagai usaha sadar dan terencana
mengandung arti, pendidikan perlu disusun
secara sistematis dan terarah agar tujuan
pendidikan nasional tercapai optimal, efektif,
efisien, dan bermutu. Pendidikan berfungsi
sebagai sarana mengembangkan berbagai
macam potensi diri setiap peserta didik. Pada
hakekatnya setiap orang terlahir memiliki
potensi diri yang berbeda. Setiap orang memiliki
dua potensi diri sebagai bibit yang tersembunyi
dan perlu dimunculkan dan dikembangkan
menjadi wujud nyata yaitu potensi rohani dan
jasmani. Potensi rohani seperti (1) potensi
berpikir yang menekankan pada akal dan
intelektual; (2) potensi rasa yang mengembangkan emosi; perasaan, dan estetika; (3) potensi
karsa untuk menggali hasrat, kemauan dan
keinginannya; (4) potensi cipta meningkatkan
kreatifitas dalam menciptakan sebuah ide atau
karya; (5) potensi karya untuk mengembangkan
keterampilan dalam menghasilkan sebuah
karya; dan (6) potensi budi nurani mengasah
kata hati dan budi pekertinya. Sedangkan
potensi jasmani melatih koordinasi gerak
anggota badan dan ketajaman pancaindra agar
hidup sehat dan terampil.
Potensi diri dapat dikembangkan melalui
bakat dan minat yang ada pada setiap orang
melalui rangsangan dari lingkungan yang
sengaja dikondisikan. Potensi diri tersebut dapat
berkembang ke arah yang baik atau tidak baik
tergantung dari lingkungan dan stimulus yang
diterimanya. Salah satu stimulus yang dapat
diberikan pada anak didik ialah memanfaatkan
media pembelajaran di lingkungannya. Di
bawah ini akan dibahas apakah memang suatu
keharusan mengajar di SD dengan media
pembelajaran.
Ditegaskan dalam PP No.17/2010 dalam
Pasal 67, salah satu fungsi pendidikan pada
SD/MI adalah memberikan dasar kemampuan
intelektual dalam bentuk kemampuan dan
kecakapan membaca, menulis, dan berhitung.
Sedangkan tujuan pendidikan dasar antara
lain(1) menjadikan manusia yang beriman dan
bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa,
berakhlak mulia, dan berkepribadian luhur; (2)
berilmu, cakap, kritis, kreatif, dan inovatif; (3) peraga merupakan media pembelajaran yang
sehat, mandiri, dan percaya diri; dan (4) toleran, mengandung atau membawakan ciri-ciri konsep
peka sosial, demokratis, danbertanggung jawab. yang dipelajari. Contoh: papan tulis, buku tulis,
SD sebagai dasar pondasi untuk melanjutkan dan daun pintu yang berbentuk persegipanjang
ke jenjang pendidikan lebih tinggi serta dapat berfungsi sebagai alat peraga pada saat
mempersiapkan anak untuk dapat mandiri guru menerangkan bangun geometri dalam
hidup tanpa tergantung pada orang lain. Oleh persegipanjang. Fungsi utama alat peraga
karena itu, perlu proses pembelajaran yang adalah untuk menurunkan keabstrakan dari
sesuai dengan karakteristik siswa SD.
konsep, agar siswa mampu menangkap arti
Pembelajaran adalah bentuk kegiatan sebenarnya dari konsep yang dipelajari. Dengan
menjalin hubungan interaksi dalam proses melihat, meraba, dan memanipulasi alat peraga
belajar mengajar antara siswa dan guru. Dalam maka siswa mempunyai pengalaman nyata
memberikan bimbingan atau dalam penyajian dalam kehidupan tentang arti konsep.
materi pelajaran hendaknya guru mengacu Sedangkan sarana merupakan media
kepada kebutuhan siswa, lingkungan, pembelajaran yang fungsi utamanya sebagai alat
kurikulum dan kebutuhan pada masa yang bantu untuk melakukan pembelajaran. Dengan
akan datang. Siswa SD umumnya masih senang mengguna-kan sarana tersebut diharapkan
bermain, melakukan sesuatu, melihat hal-hal dapat memperlancar pembelajaran. Contoh:
yang mereka belum pernah lihat dan rasa ingin papan tulis, jangka, peng-garis, lembar tugas
tahu yang tinggi,
(LT), lembar kerja
dan pola berpikir
(LK), dan alat-alat
yang operasional
permainan.
Setiap mata pelajaran memiliki
kongkrit artinya
Oleh karena
karakteristik
berbeda
sesuai
tujuan
masih
perlu
itu, guru dalam
yang akan dicapai, namun pada
bantuan benda
menyajikan materi
hakikatnya semua matapelajaran
kongkrit untuk
pelajaran selain
tersebut menanamkan sikap,
dapat memahami
memilih tema/
keterampilan, dan pengetahuan
suatu konse. Alat
topik yang cocok
pada
siswa.
bantu peraga dadengan kondisi
pat membuat ide
siswa, juga harus
abstrak menjadi
memilih
dan
lebih konkret untuk dipelajari. Membantu siswa menyajikan materi pelajaran dengan
lebih fokus pada pikiran dan ide-ide tentang menggunakan media pembelajaran. Komunisebuah masalah berarti pada gilirannya kasiadalah proses pertukaran pesan dengan
membantu mereka untuk memahami dan penggunaan kata-kata lisan, tindakan atau alat
menafsirkan informasi yang telah disajikan. bantu visual. Visual komunikasi atau alat bantu
Untuk siswa usia SD, taraf berpikir masih berada peraga yang digunakan untuk meningkatkan
dalam ranah konkret, artinya dalam memahami presentasi lisan, memberikan kejelasan yang
suatu konsep siswa masih harus dilibatkan lebih besar dan meningkatkan retensi mental
dengan kegiatan pembelajaran yang menggu- siswa. Setiap orang belajar akanmemproses
nakan benda nyata atau kejadian nyata yang informasi secara berbeda. Menggunakan
dapat diterima akal siswa usia SD.Berdasarkan kombinasi alat komunikasi lisan dan visual
hal tersebut di atas dapat disimpulkan, dalam akan membantu memahami informasi yang lebih
kegiatan pembelajaran, pengalaman siswa efektif. Hal ini diperkuat dengan pernyataan
memegang peranan yang penting dalam bahwa belajar yang efektif harus mulai dengan
keberhasilan pembelajaran. Agar pengalaman pengalaman langsung atau pengalaman
pembelajaran siswa dapat lebih bermakna, kongkrit dan menuju kepada pengalaman yang
dibutuhkan alat bantu belajar. Alat bantu belajar abstrak. Belajar akan lebih efektif jika dibantu
dapat berupa alat peraga atau media dengan alat peraga pengajaran dari pada bila
pembelajaran. Menurut Estiningsih (1994) alat belajar tanpa dibantu dengan alat pengajaran
Jurnal Pendidikan Penabur - No.24/Tahun ke-14/Juni 2015
83
85
minat, kemampuan, dan lingkungannya, serta dimensi). Jika sudah paham, siswa diajak untuk
berbagai bekal siswa untuk melanjutkan mengamati peta atlas dalam bentuk buku atau
pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi. display besar di gantung di papan tulis. Siswa
Pendidikan IPS lebih menekankan pada aspek dapat membuat atau melengkapi peta atlas
pendidikan dari pada transfer konsep, karena tersebut dengan gambar atau warna atau tulisan.
dalam pembelajaran pendidikan IPS siswa Tahapan siswa belajar konservasi ruang berupa
diharapkan memperoleh pemahaman terhadap lingkungan tempat tinggalnya, dimulai dari
sejumlah konsep dan mengembangkan serta benda kongkrit seperti globe lalu analogi dengan
melatih sikap, nilai, moral, dan keterampilannya buah semangka/bola plastik selanjutnya masuk
berdasarkan konsep yang telah dimilikinya. ke dua dimensi dalam bentuk gambar yang ada
Dengan demikian, pembelajaran pendidikan IPS di peta/atlas terakhir dalam simbol atau tulisan.
harus diformulasikannya pada aspek
Matematika memiliki bahasa dan aturan
kependidikannya. Konsep IPS, yaitu: (1) inter- yang terdefinisi dengan baik, penalaran yang
aksi, (2) saling ketergantungan, (3) kesinam- jelas dan sistematis, dan struktur atau
bungan dan perubahan, (4) keragaman/ keterkaitan antar konsep yang kuat. Unsur utama
kesamaan/ perbedaan, (5) konflik dan konsesus, pekerjaan matematika adalah penalaran
(6) pola (patron), (7) tempat, (8) kekuasaan (power), deduktif yang bekerja atas dasar asumsi
(9) nilai kepercayaan, (10) keadilan dan (kebenaran konsistensi). Selain itu, matematika
pemerataan, (11) kelangkaan (scarcity), (12) juga bekerja melalui penalaran induktif yang
kekhususan, (13) budaya (culture), dan (14) didasarkan fakta dan gejala yang muncul untuk
na sionalis me.
sampai
pada
Penerapan pemperkiraan tertenbelajaran IPS
tu. Tetapi perkirapada
jenjang
an ini tetap harus
Penerapan pembelajaran IPS pada
pendidikan SD
dibuktikan secara
jenjang pendidikan SD tidak hanya
tidak hanya berdeduktif, dengan
berorientasi pada pengembangan
orientasi pada
argumen yang
sosial tetapi juga berorientasi pada
pengembangan
konsisten. Matepengembangan keterampilan
sosial tetapi juga
matika sekolah
berpikir kritis, dan kecakapanberorientasi pada
adalah matemakecakapan dasar anak...
pengembangan
tika yang telah
keterampilan
dipilah
dan
berpikir kritis,
disesuaikan
dan kecakapan-kecakapan dasar anak yang dengan tahap perkembangan intelektual, siswa
berpihak pada kenyataan kehidupan sosial serta digunakan sebagai salah satu sarana
kemasyarakatan sehari-hari serta memenuhi untuk mengembangkan kemampuan berpikir
kebutuhan sosial di masyarakat.
siswa. Ada sedikit perbedaan antara matematika
Sebagai ilustrasi, untuk memperkenalkan sebagai ilmu dengan matematika sekolah.
kedudukan Indonesia di antara negara lainnya, Perbedaan itu dalam bentuk penyajian, pola
kegiatan di kelas menggunakan media buah pikir, keterbatasan semesta, dan tingkat
semangka atau bola plastik. Pola pikiran siswa keabstrakan (Ibrahim 2000: 43-44). Pada
masih holistik sehingga sulit jika langsung pembelajaran matematika di SD ada beberapa
diajak untuk melihat peta atlas 2 dimensi. Oleh karakteristik seperti penyajian, pola pikir,
karena itu, siswa diajak mengamati dunia semesta pembicaraan dan tingkat keabstrakan.
dengan globe atau dibuat analogi dengan buah
Penyajian matematika tidak harus diawali
semangka/bola plastik (benda kongkrit) yang dengan teorema atau definisi, tetapi harus
ditempel dengan kertas yang berbentuk pulau disesuaikan dengan taraf perkembangan berpikir
dan benua. Selanjutnya siswa diajak membuat siswa. Apalagi untuk tingkat SD, mereka belum
peta 2 dimensi dengan bola plastik tadi yang mampu seluruhnya berpikir deduktif dengan
dipotong sebagian menjadi sehelai plastik (2 obyek yang abstrak. Pendekatan yang induktif
86
87
89
Simpulan
Kesimpulan
Globalisasi menuntut masyarakat untuk berpikir
kreatif dan kritis. Masyarakat yang produktif
akan menghasilkan produk bermutu sehingga
dapat bersaing dengan negara lain. Untuk
menghadapi tantangan zaman tersebut
diperlukan Sumber Daya Manusia (SDM) yang
memiliki kepribadian yang seimbang daya cipta,
karsa, dan karya untuk dapat bersaing dan
unggul. Salah satu cara untuk membentuk SDM
yang bermutu melalui pemanfaatan media
pembelajaran dalam dunia pendidikan.
Penggunaan media pembelajaran sangat
berguna melengkapi pemahaman siswa
terutama siswa SD terhadap materi yang
dipelajari dan prinsipnya untuk meningkatkan
efektivitas dan kelancaran proses belajar
Mata pelajaran yang diajarkan pada siswa
SD seperti Matematika, Bahasa Indonesia,
Agama, PPkn, IPA, IPs, SBDK, dan Penjas
memiliki karakteristik berbeda namun semua
mata pelajaran tersebut bertujuan menumbuhkan kematangan berpikir, emosional dan
spirituil pada siswa. Kompetensi dasar yang
ingin dicapai oleh setiap mata pelajaran berbedabeda namun proses pembelajaran yang
menyenangkan dan bermakna berlaku pada
setiap mata pelajaran. Oleh karena penggunaan
media pembelajaran sebagai jembatan untuk
mempermudah siswa berpikir dari kongkrit ke
abstrak serta meningkatkan motivasi siswa
belajar.
Keberhasilan penggunaan media
pembelajaran sangat tergantung pada ketepatan
pemilihannya yang harus mengacu pada
tuntutan kurikulum (kompetensi dasar, strategi
pembelajaran, dan evaluasi hasil belajar),
karakteristik bahan pembelajaran, karakteristik
siswa , serta lingkungan pembelajaran.
Saran
Guru sebagai agent transfer of knowledge yang
ingin mendapatkan hasil pembelajaran yang
baik hendaknya selalu berusaha memperbaiki
proses pembelajarannya dengan mengoptimalkan dan menciptakan ide kreatif melalui media
sehingga pembelajaran dapat berjalan dengan
90
Daftar Pustaka
Arikunto, Agus. (2007). Pemanfaatan alat peraga
matematika di SD. Yogyakarta: PPPPTK
Matematika
Arsyad, Azhar. (2011). Media pembelajaran.
Jakarta: Rajawali Press
Branson. (1999). Theory of civic education: A forth
coming education. Canada: Sherbrooke
Depdiknas. (2006). Standar pendidikan nasional.
Jakarta: Pusat Kurikulum
Estiningsih, E. (1994).Landasan teknik pengajaran
hitung SD. Yogyakarta: PPPG Matematika
Bell, Frederich H,.(1978). Teaching and learning
mathematics. Iowa : Brown Company
Publisher
Hamalik, Oemar. (2011). Dasar-dasar
pengembangan kurikulum. Bandung: Rosda
Karya
Hudojo, H. (1998). Mengajar belajar matematika.
Jakarta: Depdikbud
Ibrahim, H, dkk. (2000). Media pembelajaran.
Malang: Universitas Negeri Malang
91
Abstrak
eserta didik kelas 2 SD mengalami kesulitan dalam penguasaan konsep perkalian dasar,
yaitu perkalian 2 bilangan satu angka dan perkalian dengan bilangan 10, pada pelajaran
Matematika. Padahal, penguasaan konsep perkalian merupakan hal yang penting karena
di kelas 3 peserta didik belajar materi pembagian. Salah satu faktor penyebab anak
mengalami kesulitan dalam menguasai konsep perkalian adalah pembelajaran yang kurang menarik
dan guru tidak menggunakan alat peraga. Tulisan ini membahas bagaimana pembuatan dan
penggunaan alat peraga Fun Multiplication Beads dapat meningkatkan kemampuan siswa kelas 2
SD dalam penguasaan materi perkalian pada pelajaran Matematika. Media ini sangat menarik
karena menggunakan metode permainan. Mengingat pentingnya penguasaan kemampuan
perkalian dasar bagi peserta didik kelas 2, tulisan ini menyarankan kepada Guru SD dan orang tua
untuk menggunakan alat peraga Fun Multiplication Beads dalam pelajaran Matematika untuk
melengkapi metode pembelajaran yang telah dilakukan di kelas.
Kata-kata kunci: perkalian, alat peraga, media, Fun Multiplication Beads, penguasaan matematika
92
Pendahuluan
Pelajaran perkalian mulai diberikan di kelas 2
SD semester 2. Perkalian, khususnya perkalian
dasar, yaitu perkalian 2 bilangan satu angka dan
perkalian dengan bilangan 10 merupakan topik
krusial dalam pelajaran Matematika SD.
Perkalian lain yang lebih tinggi tingkatannya
dapat dicapai secara lebih mudah bila peserta
didik paham dan hafal perkalian dasar.
Demikian pula dengan pembagian yang akan
mulai diajarkan di kelas 3, akan dapat dengan
mudah dipahami peserta didik, bila mereka
paham dan hafal perkalian dasar.
Hingga saat ini banyak peserta didik
mengalami kesulitan dalam menerima pelajaran
perkalian. Mereka tidak paham dan terampil
perkalian dasar (perkalian dua bilangan satu
angka). Akibatnya, pelajaran perkalian dan
pembagian lanjut di kelas berikutnya
mengalami kesulitan. Sementara perkalian dan
pembagian harus dikuasai peserta didik sejak
dini karena selalu terkait dengan pelajaran
Matematika di kelas berikutnya bahkan hingga
jenjang yang lebih tinggi.
Hal ini dialami sendiri oleh anak penulis
ketika ia duduk di kelas 2 SD. Ia mengalami
kesulitan dalam perkalian 2 bilangan satu angka
dan perkalian dengan bilangan 10 sehingga
akhirnya penulis membuatkan tabel perkalian 1
10 dan menempelkannya di tempat yang
mudah dilihat. Hal tersebut dimaksudkan agar
ia dapat mudah menghafalkan perkalian dasar
dan perkalian dengan bilangan 10 karena sering
melihat tabel perkalian tersebut. Namun,
ternyata anak penulis tidak mengalami
kemajuan dalam penguasaan perkalian dasar.
Metode hafalan tidak menolong anak penulis
memahami konsep dan terampil dalam perkalian dasar dan perkalian dengan bilangan 10.
Kesulitan siswa memahami konsep
perkalian dasar dan perkalian dengan bilangan
10 disebabkan antara lain: metode ini kurang
menarik, belum menggunakan metode berhitung
yang mempermudah siswa belajar perkalian,
tidak mengajarkan konsep pembelajaran
perkalian itu sendiri, pembelajaran lebih
didominasi oleh guru, dan guru mengajar
dengan menerangkan kemudian memberikan
tugas. Guru juga belum menggunakan alat
93
2.
3.
Manfaat
Alat peraga Fun Multiplication Beads dapat
bermanfaat untuk menambah wawasan guru SD
tentang pemanfaatan dan pengembangan
media/alat peraga pelajaran Matematika untuk
meningkatkan kelancaran pelaksanaan tugas
profesionalnya sebagai pembimbing peserta
didik di sekolah.
Pembahasan
Perkalian dalam Pelajaran Matematika
Matematika merupakan ilmu universal yang
mendasari perkembangan teknologi modern dan
mempunyai peran penting dalam berbagai
disiplin dan memajukan daya pikir manusia.
Perkembangan pesat di bidang teknologi
komunikasi dan informasi dewasa ini dilandasi
oleh perkembangan Matematika. Untuk
menguasai dan mencipta teknologi di masa
depan diperlukan penguasaan Matematika
yang kuat sejak dini (Depdiknas, 2006).
Mata pelajaran Matematika bertujuan agar
peserta didik memiliki kemampuan sebagai
berikut (Depdiknas, 2006):
1. Memahami konsep Matematika, menjelaskan keterkaitan antarkonsep dan mengaplikasikan konsep atau algoritma, secara
luwes, akurat, efisien, dan tepat dalam
pemecahan masalah.
2. Menggunakan penalaran dalam pola dan
sifat, melakukan manipulasi Matematika,
dalam membuat generalisasi, menyusun
bukti, atau menjelaskan gagasan dan
pernyataan Matematika.
3. Memecahkan masalah yang meliputi
kemampuan memahami masalah, merancang model Matematika, menyelesaikan
model, dan menafsirkan solusi yang
diperoleh.
94
4.
95
Gambar 7: Manik-manik
Gambar 8:
Karakter penunjuk perkalian: Kepik
Gambar 5: Obeng
Gambar 9: Cutter
97
Teknik Pembuatan
Pertama, cok board sebagai papan perkalian,
dilubangi dengan menggunakan cutter dan
obeng. Besar lubang sebesar manik-manik.
98
4.
99
100
Simpulan
Kesimpulan
Belajar perkalian dasar (perkalian bilangan satu
angka) dan perkalian dengan bilangan 10,
dengan menggunakan alat peraga Fun
Multiplication Beads dapat meningkatkan
kemampuan peserta didik dalam perkalian
dasar (perkalian bilangan satu angka) dan
perkalian dengan bilangan 10. Hal ini terjadi
karena kegiatan belajar tidak hanya dilakukan
dalam suasana yang menyenangkan dengan
metode bermain yang menyentuh dunia anak.
Kegiatan belajar juga memberikan pengalaman
langsung kepada anak menghitung perkalian,
yang merupakan penjumlahan berulang,
sehingga mereka mengetahui dengan benar
konsep perkalian dasar (perkalian bilangan satu
angka) dan perkalian dengan bilangan 10.
Guru dan orangtua dapat membuat alat
peraga Fun Multiplication Beads dengan cukup
mudah dengan mengikuti tahapan yang
diuraikan secara rinci dalam tulisan ini. Alat
peraga Fun Multiplication Beads juga cukup
mudah dipergunakan sebagaimana telah
dijelaskan dengan contoh..
Melalui belajar sambil bermain dengan
menggunakan alat peraga Fun Multiplication
Beads, diharapkan peserta didik dapat
menguasai perkalian dasar (perkalian bilangan
satu angka) dan perkalian dengan bilangan 10,
dengan lebih mudah.
Saran
Guru kelas 2 SD dan orang tua peserta didik
hendaknya membuat dan menggunakan alat
peraga Fun Multiplication Beads dalam
pelajaran Matematika di SD, khususnya dalam
perkalian dasar (perkalian bilangan satu angka)
dan perkalian dengan bilangan 10, untuk
melengkapi metode pembelajaran yang telah
dilakukan di kelas. Dengan demikian, anak
belajar melalui tahap-belajar enactive, iconic, dan
symboli. Pada tahap enactive, anak mulai belajar
dengan memanipulasi benda atau obyek konkret.
Daftar Pustaka
Depdiknas (2006). Permendiknas Nomor 22 Tahun
2006 Tentang Standar Isi Sekolah Menengah
Atas. Jakarta: Depdiknas
Freeman, Joan & Munandar, Utami. (1996).
Cerdas dan cemerlang, kiat menemukan dan
mengembangkan bakat anak usia 0-5 Tahun.
Jakarta: Gramedia
Hudojo, H. (1998). Mengajar belajar matematika.
Jakarta: Depdikbud
Hudojo, H. (1998). Pembelajaran matematika
menurut pandangan konstruktivistik.
Makalah disajikan dalam Seminar
Nasional. Pendidikan Matematika
Malang: Program Pascasarjana IKIP
Malang
Kochhar, S.K. 2008. Pembelajaran . Jakarta:
Gramedia Widiasarana
Papalia, Diane, Olds, Sally, & Feldman, Ruth.
(2008). Human development. New York:
Piaget, Jean. (1951). The childs conception of the
world. Savage: LittlefieldPublishers
Raharjo, M., Waluyati, A., & Sutanti, T. (2009).
Pembelajaran operasi hitung perkalian dan
pembagian bilangan cacah di SD. Jakarta:
Depdiknas Pusat Pengembangan dan
Pemberdayaan Pendidikan dan Tenaga
Kependidikan (PPPPTK) Matematika
Sudjana, Nana. 2005. Dasar-dasar proses balajar
mengajar. Bandung: Sinar Baru
Algensindo
Suherman, Erman. 1994. Strategi belajar dan
mengajar matematika. Jakarta: Departemen
Pendidikan dan Kebudayaan Direktorat
Jenderal Pendidikan Dasar dan
Menengah
Suherman, Erman. 2003. Strategi pengajaran
matematika kontemporer. Bandung:
Universitas Pendidikan Indonesia
101
Kumalasari Onggobawono
Email: kumalasari.emmanuel@bpkpenaburjakarta.or.id
Bagian Akademik PENABUR Internasional
Abstrak
endidikan nasional Indonesia memegang peranan pokok dalam kancah AFTA 2015, yang
sudah berjalan selama hampir lima bulan. Sebelum dicanangkannya AFTA, sudah muncul
kekhawatiran banyak kalangan tentang ketidaksiapan Indonesia dalam persaingan
dengan negara lain di tingkat ASEAN pada khususnya. Pendidikan menentukan
keberhasilan memenangkan persaingan. Tulisan ini membahas penyebab masih rendahnya mutu
pendidikan nasional Indonesia serta akibatnya di kemudian hari kalau tidak segera dilakukan
perbaikan mendasar. Salah satu penyebab yang dikaji ialah kesungguhan Pemerintah Indonesia
melaksanakan perintah UUD 1945 khususnya Pasal 30. Hasil kajian tulisan ini menunjukkan
masih banyak harus dibenahi dalam pengelolaan pendidikan nasional secara sistemik sehingga
sumber daya manusia Indonesia mampu memenangkan persaingan internasional dalam era
globalisasi.
Kata-kata kunci: sistem pendidikan nasional, mutu pendidikan, sumber daya manusia, AFTA
102
Pendahuluan
Pada pertemuan tingkat Kepala Negara ASEAN
(ASEAN Summit) ke-4 di Singapura pada tahun
1992, para kepala negara mengumumkan
pembentukan suatu kawasan perdagangan
bebas AFTA (Asean Free Trade Agreement) di
kalangan negara-negara ASEAN dalam jangka
waktu 15 tahun dengan tujuan untuk
meningkatkan daya saing ekonomi kawasan
ASEAN di dunia. Secara umum, banyak peluang
keuntungan yang akan didapat Indonesia saat
diberlakukannya AFTA 2015 ini. Salah satunya
adalah akan mempermudah masyarakat
Indonesia bekerja di negara-negara ASEAN. Hal
ini tentunya dengan syarat bahwa SDM
Indonesia telah siap pakai sebagai tenaga kerja
luar negeri dengan tingkat keahlian yang
memadai. Lalu pertanyaannya, apakah
Indonesia telah siap dalam hal ini? Apakah
putera-puteri Indonesia telah siap secara
profesional di bursa kerja ASEAN? 1 Atau,
apakah pengangguran tenaga terdidik di
Indonesia akan meningkat, seiring dengan
banyaknya perusahaan di Indonesia yang
malah merekrut tenaga kerja dari negara anggota
ASEAN lain dengan kompetensi yang lebih baik
(khususnya dalam penguasaan bahasa Inggris)?
Mengingat dari sejumlah Negara ASEAN yang
terdiri dari Malaysia, Filipina, dan Singapura
umumnya menguasai bahasa Inggris dengan
baik sebagai bahasa kedua di negara mereka.
Pertanyaannya,
dapatkah
sistem
pendidikan nasional Indonesia menghasilkan
lulusan yang bisa menjadi pesaing yang handal,
sehingga dapat mengambil bagian penting dari
peluang ini? Akankah pendidikan nasional
Indonesia menghasilkan lebih banyak level
orang suruhan bangsa lain, ketika negara ini
mengekspor tenaga sopir, pekerja kasar di pabrik,
perkebunan atau rumah tangga ke negara lain
bukannya tenaga profesional, sementara negara
tetangga mengekspor guru/tenaga profesional
lainnya ke Negara kita? Salah satu persoalan
yang muncul terkait dengan diberlakukannya
AFTA sebagai bagian dari Asian Economic
Community (AEC) yang akan mulai berlangsung
penuh pada tahun 2015 ini adalah penguasaan
bahasa asing oleh tenaga terdidik di Indonesia.
Pembahasan
Kondisi Pendidikan di Indonesia
Penulis tidak mengangkat isu tentang
profesionalisme guru sehubungan dengan
kondisi pendidikan di Indonesia, walaupun
tentu saja profesionalisme guru adalah salah
satu faktor penting yang mempengaruhi kondisi
pendidikan. Penulis mengangkat subtopik
kondisi pendidikan dalam bahasan ini,
sehubungan dengan AFTA 2015 yang
memungkinkan anggota Negara ASEAN
membuka sekolah di Indonesia. Tahun lalu,
Jurnal Pendidikan Penabur - No.24/Tahun ke-14/Juni 2015
103
105
107
Simpulan
Menghadapi berbagai tantangan pendidikan
nasional Indonesia menghadapi AFTA 2015
agar mampu menjadi pesaing yang handal,
banyak sekali yang harus dikerjakan. Semuanya
dimulai dari membenahi Pendidikan Nasional,
sarana pra-sarana, sumber daya manusia (guru,
tenaga kependidikan, dan dinas pendidikan),
teknologi, dan komitmen para pemimpin negara
ini dalam melaksanakan amanat UUD45.
Tanggung jawab penyelenggara pendidikan
bukan hanya pada menghadirkan guru di ruang
kelas, tetapi juga tanggung jawab orang tua
mengantarkan anak mereka ke masa depan
dengan tantangan yang lebih banyak.
Evaluasi pendidikan harus dipahami
dalam arti luas, meliputi tidak hanya penyediaan
sarana dan prasarana serta metode pembelajaran
dalam pendidikan tetapi juga pendanaan,
manajemen, arah umum dan mengejar tujuan
jangka panjang. Ini membawa konsep seperti hak
atas pendidikan, pemerataan, efisiensi, kualitas
dan alokasi sumber daya secara keseluruhan.
Hal-hal tersebut merupakan masalah bagi
otoritas publik seperti yang sudah dituangkan
dalam Choices for Education: the Political Factor
berikut ini The evaluation of education should be
understood in the broad sense, covering not only
educational provision and teaching methods but also
financing, management, general direction and the
pursuit of long-term objectives. It brings in such
concepts as the right to education, equity, efficiency,
Daftar Pustaka
Delors, Jacques. Learning the treasure within
(Report to Unesco of : Choices for
Education: the political factor). 155.
UNESCO Publishing, 1998.
FE, Hima Manajemen. (2014). UNY, Peluang dan
tantangan Indonesia hadapi AFTA dan
AEC 2015.
http://ekonomi.kompasiana.com/bisnis/2014/03/05/
sumber-daya-pekerja-kita-menghadapi-afta2015-639570.html. Maret 05, 2014
http://mjeducation.com/sekolah-rsbi-dihapuskan.
Januari 13, 2012.
http://soedijarto.blogspot.com/2013/05/pancasilasebagai-filsafat-dasar-dan_23.html. Mei
2013
Jurnal Pendidikan Penabur - No.24/Tahun ke-14/Juni 2015
109
http://www.atmi.ac.id/index.php/college/about/
education-partners 2014. April 19, 2014
http://www.atmi.ac.id/index.php/college/about/
education-partners. 2014
http://www.satuharapan.com/read-detail/read/
pemilu-2014-prof-soedijarto-perhatianpem eri nta h-sa nga t-rendah-pa da pendidikan. Juni 15, 2014
http://www.stiks-tarakanita.ac.id/fokus-utama/
kerjasama.html. 2014
ttp://analisadaily.com/news/read/afta-2015-danketidaksiapan-sdm-indonesia. Agustus 08,
2014
Sirakh, Yesus Bin. Putera Sirakh. In
Deuterokanonika, by Yesus Bin Sirakh. n.d
110
Isu Mutakhir
Mudarwan
E-mail: mudarwan.aci@gmail.com
Kurikulum dan Evaluasi BPK PENABUR Jakarta
Pendahuluan
elama bertahun-tahun,
tes tertulis (paper and
pen test) telah menjadi
cara yang paling
populer untuk mengukur
peserta didik dalam hal
pengetahuan, keterampilan
dan kemampuan, terutama
dalam penilaian pendidikan.
Namun perkembangan
teknologi dalam dekade ini,
terutama peningkatan
kemampuan perangkat keras
dan perangkat lunak
komputer telah menjadikan
Computer-based testing yang
disingkat CBT atau ujian
berbasis komputer mendapatkan popularitas yang semakin
besar. CBT dianggap menjadi
terobosan dalam penilaian
pendidikan yang menjawab
kebutuhan untuk memperoleh
hasil penilaian yang lebih
cepat dan lebih murah
pembiayaannya jika
dibandingkan menggunakan
cara-cara konvensional.
Selanjutnya, Davey, T.
(2011: 1-2) menyatakan
beberapa keungulan
penggunaan komputer dalam
melakukan penilaian.
Menurutnya, tes tertulis
terbatas pada teks dan gambar
yang statis. Kertas tidak
dapat menawarkan interaksi
yang berarti dengan peserta
ujian, sehingga mempersempit
respons peserta ujian.
Sebaliknya, penggunaan
komputer, menolong para
pengembang tes dari
keterbatasan yang ada.
Komputer dapat menampilkan suara dan gerakan,
menawarkan interaksi yang
dinamis dengan peserta ujian,
dapat menerima respons
dengan beberapa cara dan
bahkan melakukan scoring
secara otomatis. Contoh:
Pertama, ujian untuk menilai
kemampuan berbahasa dapat
mengukur bukan saja kemampuan membaca dan menulis,
tetapi mencakup pula kemampuan memahami bahasa yang
diucapkan dan berbicara.
Kedua, sebuah tes yang
mengukur kemampuan
berbahasa dengan perangkat
lunak yang memungkinkan
siswa untuk berinteraksi
dengan perangkat lunak
111
menggambarkan kualitas
peserta didik yang
sesungguhnya. Mendikbud
Anies Baswesdan berharap
soal-soal UN di tahun-tahun
mendatang mampu menguji
kemampuan berpikir tingkat
tinggi (higher order thinking
skills) peserta didik (Kompas,
12 Januari 2015). Untuk itu,
model naskah soal akan
dibuat sekelas The Graduate
Record Examination (GRE) dan
The Scholastic Aptitude Test
(SAT). Oleh karena itu CBT,
barulah tahap permulaan
digitalisasi dan perkembangan sistem assessment.
Untuk meningkatkan kualitas
tes, CBT haruslah
dikembangkan menjadi
Computer Adaptive Test (CAT)
yang lebih mutakhir karena
dapat mengukur kemampuan
dan keterampilan peserta
didik yang sesungguhnya.
Keunggulan dan
Kendala UN-CBT
Seiring dengan perkembangan
sistem komputerisasi yang
makin canggih, UN dengan
113
Daftar Pustaka
Anbarini, R. (2015). Sekolah
Akan Lakukan UN
dengan CBT. Asah Asuh,
VI (2): 6. Dinduh dari
http://www.kemdiknas.
go.id/kemdikbud/
majalah/asahasuh2015/
AsahAsuh Edisi2.pdf
pada 10 Mei 2015.
____. (2015). Prosedur operasional standar (pos) penyelenggaraan ujian nasional
tahun pelajaran 2014/
2015. Badan Standar
Nasional Pendidikan
(BSNP). Jakarta: 1 - 49.
Davey, T. (2011). Practical
considerations in computerbased testing. Diunduh
dari http://www.ets.org
/Media/Research/pdf/
CBT-2011.pdf pada 15
Mei 2015.
Maulipaksi, D. (2015). Ujian
Berbasis Komputer Akan
Digunakan dalam UN.
Asah Asuh, VI (1): 9.
Diunduh dari http://
www.kemdiknas.go.id/
kemdikbud/majalah/
asahasuh2015/
AsahAsuhEdisi1.pdf
pada 10 Mei 2015.
Mulyati, S. (2015). Menanti
UN sistem komputer.
Diunduh dari http://
berita.suaramerdeka.
com/smcetak/menantiun-sistem-komputer/
pada 20 Mei 2015.
Parshall, C. G., Harmes, J. C.,
Davey, T. & Pashley, P. J.
(2010). Innovative Items
for Computerized
Testing. In: W. J. van der
Linden & C. A. W. Glas,
Hrsg Elements of adaptive
testing, statistics for social
and behavorial sciences.
Springer Science+
Business Media, New
York: 215-230.
Scalise, K. & Gifford, B. (2006).
Computer-Based
Assessment in E-Learning:
A Framework for
Constructing Intermediate Constraint
Questions and Tasks for
Technology Platforms
dalam The Journal of
Technology, Learning, and
Assessment, The
Technology and
Assessment Study
Collaborative, Caroline
A. & Peter S. Lynch
School of Education,
Boston College, Chestnut
Hill, MA, Volume 4,
Number 6: 1-43.
Thurlow, M., Lazarus, S. S.,
Albus, D., & Hodgson, J.
(2010), Computer-based
testing: Practices and
considerations (Synthesis
Report 78). Minneapolis,
MN: University of
Minnesota, National
Center on Educational
Outcomes diunduh dari
www.cehd.umn.edu/
nceo/onlinepubs/
synthesis78/
synthesis78.pdf pada 19
Mei 2015.
Judul Buku :
Guru Gokil Murid Unyu
Pengarang :
J. Sumardianta
Penerbit :
PT Bentang Pustaka
Yogyakarta
Tahun Terbit:
November 2013
Cetakan :
Keempat
Jumlah Halaman :
xiv+306 halaman
ISBN:
978 602 7888 13 5
Resensi oleh :
Wahyu Kris Aries Wirawardana
E-mail: wahjoekris@gmail.com
SMP Kristen Pamerdi Malang
115
melawan ketakutan, serta berani mengambil Diharapkan, dengan hati nurani, ada migrasi
risiko (hal. 19). Guru pemenang tidak lagi peduli kesadaran dari kesadaran magis dan kesadaran
apa kata pecundang. Guru pemenang dihargai naif menuju kesadaran kritis. Kesadaran magis
bukan karena ditakuti melainkan karena (magical consciousness) membuat manusia berpikir
menghargai muridnya. Ini adalah proses dalam tempurung. Semua penindasan,
sepanjang hayat. Penuh perjalanan berliku kemiskinan, dan ketidakadilan diterima sebagai
tentunya. Namun, hanya dengan cara itulah kodrat Ilahi, yang tidak mungkin diganti apalagi
guru pemenang menyalakan setitik cahaya di dihilangkan. Hasilnya adalah paradigma
lorong kehidupan (hal. 17).
fatalistik. Kesadaran naif (naival consciousness )
Menjadi guru adalah kehormatan dan untuk mendakwa manusia sebagai kambing hitam
menjaga kehormatan itu, dibutuhkan pengorba- segala bentuk keterbelakangan dan ketidaknan. Pengorbanan diri adalah yang terpenting. berdayaan. Sedangkan kesadaran kritis (critical
Kenyamanan status dan keengganan belajar consciousness ) memiliki perspektif lebih
harus diganti dengan anti kemapanan dan komperehensif. Semua ketidakadilan dan
kehausan belajar. Guru yang memperagakan penindasan secara ekonomi-sosial-politik
pembelajaran bermakna menandakan passion for berakar pada struktur dan sistem ekonomiknowledge4 (hal. 49). Hal ini didasari ketulusan sosial-politik yang didominasi penguasa.
untuk belajar, berbagi, merumuskan, dan
Kedua, turut menjadi teladan dalam
memraktikkan. Belajar selaras dengan kemauan pendidikan karakter. Dalam konteks Indonesia,
untuk selalu belajar ; berbagi selaras dengan tak ada yang lebih penting dari pendidikan
sikap altruis; serta merumuskan dan karakter. Guru di negara tetangga lebih khawatir
mempraktikkan selaras dengan pembukaan jika muridnya tidak jujur dan tidak hormat pada
wawasan baru
orang lain. Mereka
serta penyempurtidak khawatir jika
naan wawasan
muridnya tidak bisa
dalam tindakan
baca, tulis, dan
Indonesia punya banyak pemimpin
nyata.
hitung (calistung).
tapi miskin teladan kepemimpinan.
Tak
lupa,
Sementara di IndoKepemimpinan erat terkait dengan
Sumardianta juga
nesia, guru lebih
karakter dan tak bisa dilepaskan
menerbangkan
khawatir jika muriddari persoalan keteladanan.
kita ke Brasil untuk
nya tidak lulus ujian
mengunjungi
nasional daripada
pemikiran Paulo
tidak mau mengantre
Freire yang semakin menemukan relevansinya (hlm.6). Inilah yang harus diobrak-abrik 5 .
dengan kekinian Indonesia. Freire mengobarkan Indonesia punya banyak pemimpin tapi miskin
pendidikan sebagai bentuk pembebasan, teladan kepemimpinan. Kepemimpinan erat
pemerdekaan, dan penyadaran (hal. 256). terkait dengan karakter yang tak bisa dilepaskan
Pembebasan ala Freire bukanlah pembebasan dari persoalan keteladanan.
yang membalik posisi penindas dengan
Buku ini berlimpah teladan. Keteladanan
tertindas. Melainkan pembebasan yang yang dipaparkan pun beragam. Mulai dari
meniadakan praktik penindasan. Yang tertindas presiden sampai pemilik warung, mulai dari
dan penindas bersama-sama berjuang meraih tokoh nonfiksi sampai rekaan. Tentang
kemerdekaan. Yang tertindas merdeka dari pentingnya keluarga dalam pembentukan
penindasan. Penindas pun merdeka dari karakter, Sumardianta menyuguhkan keluarga
penindas sesungguhnya, yaitu nafsu untuk Iwan dalam novel 9 Summers 10 Autumn. Novel
menindas yang memerosotkan harkat manusia. ini berkisah tentang pergulatan Iwan yang masa
Solusinya harus bersumber pada kesadaran.
kecilnya di kota Batu penuh derita. Walau
Kesadaran, dalam konteks pendidikan, ayahnya tidak tamat SD, Iwan terus bertahan
diterjemahkan Freire sebagai proses perkem- hingga akhirnya mereguk kesuksesan hingga ke
bangan menuju pendidikan hati nurani. Times Square New York. Namun, gemerlap negara
116
117
kehilangan senyum karena tergerus budaya hal ini bisa menjadi bumerang. Bisa jadi, buku
kemrungsung. Selain itu, ternyata, warung ini ini hanya menjadi kumpulan perspektif penulis
tutup hari Senin. Mengapa? Supaya bisa buku lain, bukan perspektif Sumardianta. Akan
istirahat. Supaya tidak terseret arus mentalitas tetapi, disitulah letak usikannya. Pembaca harus
serakah peraihan untung sebanyak-banyaknya. jeli membedakan. Mana perspektif Sumardianta,
Itulah teladan kearifan lokal yang selalu relevan mana perspektif penulis buku yang diresensi.
dengan perubahan zaman.
Buku ini juga menyiratkan kelebihan lain
Satu teladan lagi: multikultural. Sebagai seorang Sumardianta. Yaitu kemampuannya
negara multietnis, Indonesia memiliki lembaran meracik, meramu, dan menghidangkan hal-hal
cerita multikultural. Namun sayang, cerita rumit secara sederhana. Ia juga terampil
multikultural yang ada di depan mata adalah meneropong sesuatu dari sudut pandang yang
cerita-cerita destruktif, merusak keutamaan berbeda. Caranya memandang satu fenomena
multikultural itu sendiri. Bersyukur, masih ada seringkali berbeda bahkan bertolak belakang
tradisi kenduri dan penganan tradisional. dengan pandangan umum. Petualangan
Keduanya merupakan teladan tepat bagaimana Magellan dan Cheng Ho di mata Sumardianta
menjaga kerukunan dan menghidupi toleransi bukan sekadar perjalanan mengarungi lautan.
(hal.243). Kenduri juga menunjukkan Magellan dan Cheng Ho merupakan gambaran
keterbukaan. Mi Tiongkok, roti Eropa, dan gulai perkembangan teknologi pangan bangsa Asia
India rukun berdampingan mengitari nasi Jawa. dan Eropa. Alhasil, pembaca pun akan
Penganan lumpia menunjukkan bagaimana mendapatkan bonus ganda: menemukan banyak
m enya r ing
hal baru dan
budaya
yang
melihat sesuatu
kurang selaras
dengan mata
Urusan
pendidikan
adalah
urusan
dengan kearifan
baru.
kita semua. Jangan menunggu
lokal. Cara memaSumardianta
pemerintah untuk menggerakkan
sak lumpia merubisa dikatakan
perubahan. Mari mulai dari diri
pakan pengaruh
berhasil menamTiongkok. Tapi
pilkan corak baru
sendiri untuk menjadi pendidik
citarasanya yang
penulisan terutapenggerak perubahan.
manis merupakan
ma dalam menyutradisi
Jawa.
guhkan kosakata
Daging babi pun diganti ayam atau udang. Wah, yang tidak biasa. Hampir di seluruh bagian
sungguh hidangan multikultural yang tidak terdapat kata-kata yang unik bahkan ganjil. Baik
hanya lezat di lidah tapi juga sarat teladan.
dari bahasa Jawa maupun bahasa Latin.
Melalui buku ini, Sumardianta hendak Nggabrul 11 , derep 12 , klangenan 13 , numani 14 ,
merangkul semua kalangan untuk merenungi rumongso handarbeni15, melu hangrungkebi16, mulat
hakikat pendidikan. Urusan pendidikan terlalu sariro hangroso wani17, dan brayut18 merupakan
luas untuk dipercayakan kepada sekolah. sedikit contohnya. Walau bersumber dari bahasa
Urusan pendidikan adalah urusan kita semua. Jawa, kata-kata tersebut tidak lagi sering
Jangan menunggu pemerintah untuk terdengar dalam percakapan sehari-hari bahkan
menggerakkan perubahan. Mari mulai dari diri oleh masyarakat Jawa sekalipun. Banyak pula
sendiri untuk menjadi pendidik penggerak frase bahasa latin. Misalnya adalah requiem
perubahan. Salah satu caranya adalah dengan aeternam dona eis, domine: et luxperpetua luceat eis19
menjadi guru gokil.
(hal. 91). Contoh lain adalah via dell 20, amor
Membaca Guru Gokil Murid Unyu layak mundum fecit21, dan gioia senzaniente22. Persentase
disebut sebagai pengalaman. Kuat dalam pembaca yang memahami kata-kata langka dan
referensi. Cukup bernas untuk dijadikan refleksi frase- asing tersebut tentu sangat sedikit.
dan banyak di antaranya merupakan resensi. Mungkin kata-kata tersebut merupakan kata
Dengan membaca buku ini, pembaca sama yang paling tepat untuk mewakili konsep
dengan membaca intisari banyak buku. Namun, pemikirannya. Benar bahwa bahasa Indonesia
118
Catatan:
1) Gokil : bahasa gaul Gila, kreatif, tapi dalam
hal yang positif
2) Unyu : bahasa gaul yang artinya
menggemaskan, lucu, imut
3) Menguri-uri: bahasa Jawa yang artinya
melestarikan
4) passion for knowledge : hasrat kuat untuk
mempelajari pengetahuan baru
5) diobrak-abrik : bahasa Jawa yang artinya
merusak tatanan
6) Ngelmu iku kalakone kanthi laku : bahasa Jawa
yang artinya ilmu akan bermanfaat jika
dilakukan/diterapkan
7) kemrungsung : bahasa Jawa yang artinya
buru-buru, tergesa-gesa
8) core value : nilai inti
9) rosa : bahasa Jawa yang artinya kuat
10) Urip Mung Mampir Guyu : bahasa Jawa yang
artinya hidup hanya singgah untuk tertawa
11) Nggabrul : bahasa Jawa yang artinya omong
kosong
12) Derep : bahasa Jawa yang artinya memotong
butiran padi
13) Klangenan: bahasa Jawa yang artinya
kesukaan
14) numani : bahasa Jawa yang artinya membuat
ketagihan
15) rumongso handarbeni : bahasa Jawa yang
artinya merasa memiliki
16) melu hangrungkebi: bahasa Jawa yang artinya
ikut memelihara
17) mulat sariro hangroso wani : bahasa Jawa yang
artinya berani mawas diri
18) brayut : nama tokoh wayang kulit,
melambangkan cinta keluarga dan
kesuburan
19) requiem aeternam dona eis domine, et luxperpetua
luceat eis: bahasa Latin yang artinya
Berikanlah ia istirahat kekal dan semoga
tenang abadi menyinari dia.
20) via dell: bahasa Latin yang artinya jalan
lembah kecil (perjalanan)
21) amor mundum fecit : bahasa Latin yang artinya
dengan cinta menciptakan dunia
gioia senzaniente : bahasa Latin yang artinya
tidak ada sukacita
119
A. Persyaratan
1. Kajian Pustaka
2. Kajian Empiris
3. Kajian/ Studi Kasus
B. Ragam Naskah
4. Evaluasi
5. Kajian Kebijakan
6. Kajian Pengembangan
7. Analisis Deskriptif/Opini
8. Resensi Buku
2. Identitas Penulis
a. Isi
3. Abstrak
b. Panjang
Dalam 1 paragraf
Minimal 3 kata
c. Kata-Kata Kunci
i. Bahasa Indonesia
d. Bahasa
a. Isi
C. Struktur Naskah
4. Pendahuluan
i. Deskriptif
b. Bentuk
ii. Informatif
a. Jenis Penelitian
5. Metode Penelitian
ii. Kuantitatif
i. Interpretasi
b. Pembahasan
c. Implikasi
ii. Mikro/Khusus
a. Kesimpulan
7. Penutup
b. Saran
a. Gaya/Style: APA
b. Jumlah referensi minimal 5
8. Daftar Pustaka
1. Format: A4
D. Fisik Naskah