Anda di halaman 1dari 13

Pengertian Limbah B3

Definisi limbah B3 berdasarkan BAPEDAL 1995 ialah, setiap bahan sisa (limbah) suatu
kegiatan proses produksi yang mengandung bahan berbahaya dan beracun (B3) karena sifat
(toxicity, flammability, reactivity, dan corrosivity) serta konsentrasi atau jumlahnya baik secara
langsung maupun secara tidak langsung dapat merusak, mencemarkan lingkungan atau
membahayakan kesehatan manusia.
Berdasarkan sumbernya, limbah B3 dapat diklasifikasikan menjadi:
1. Primary Sludge, yaitu limbah yang berasal dari tangki sedimentasi pada pemisahan
awal dan banyak mengandung biomassa senyawa organik yang stabil dan mudah
menguap.
2. Chemical Sludge, yaitu limbah yang dihasilkan dari proses koagulasi dan flokulasi.
3. Excess Activated Sludge, yaitu limbah yang berasal dari proses pengolahan dengan
lumpur aktif sehingga banyak mengandung padatan organik berupa lumpur dari proses
tersebut.
4. Digested Sludge, yaitu limbah yang berasal dari pengolahan biologi dengan Digested
Aerobic maupun Anaerobic. Dimana padatan atau lumpur yang dihasilkan cukup stabil
dan banyak mengandung padatan organik.
Terdapat banyak pengolahan limbah B3 di industri, metode yang paling populer diantaranya
adalah chemical conditioning. Chemical conditioning terdiri dari beberapa tahapan sebagai
berikut:
1. Concentration Thickening
2. Treatment, Stabilization, dan Conditioning
3. De-watering dan Drying
4. Disposal

Pembuangan Limbah B3 (Disposal)


Sebagian dari limbah B3 yang telah diolah atau tidak dapat diolah dengan teknologi
yang tersedia harus berakhir pada pembuangan (disposal). Tempat pembuangan akhir yang
banyak digunakan untuk limbah B3 ialah Landfill (lahan urug) dan Disposal well (sumur
pembuangan). Di Indonesia peraturan rinci mengenai pembangunan lahan urug telah diatur oleh
Badan Pengendalian Dampak Lingkungan (BAPEDAL) melalui Kep-04/ BAPEDAL/09/1995.
Dalam hal ini landfill merupakan tempat pembuangan akhir limbah B3.
Persyaratan landfill
1. Bebas banjir
2. Kondisi geologi:

a. kondisi geologi formasi batu pasir, batu gamping atau dolomit berongga tidak sesuai
untuk landfill
b. daerah berpotensi gempa juga tidak layak
c. daerah yang layak sedimen berbutir sangat halus, misal: batu liat, batuan beku, batuan
malihan yang kedap
3. Kondisi geohidologi: aliran discharge lebih baik daripada aliran recharge
4. Kondisi curah hujan kecil terutama daerah dengan kecepatan angin rendah dan berarah
dominan tidak menuju pemukiman
5. Topografi: tidak boleh pada bukit dengan lereng tidak stabil, daerah berair, lembah-lembah
yang rendah dan dekat dengan air permukaan dan lahan dengan kemiringan alami >20%
6. Keputusan Bapedal No. 4/Bapedal/09.1995
a. jarak landfill dengan lapisan akifer paling dekat 4 m dan dengan badan air paling dekat
500 m
b. Berjarak 300 m dari landasan lapangan terbang
7. Kemudahan operasional
Syarat limbah B3 yang ditimbun di landfill
1.
2.
3.
4.

Memenuhi uji TCLP, uji Paint filter Test & uji kuat tekan
Tidak bersifat mudah meledak, terbakar, reaktif & penyebab infeksi
Tidak mengandung PCB/dioksin/zat radioaktif
Tidak berbentuk cair atau lumpur

Lapisan Landfill terdiri atas:


a) Sistem Pelapisan Landfill
Standar yang digunakan oleh pemerintah Indonesia melalui Keputusan Kepala BAPEDAL
No.04/BAPEDAL/1995. Sistem pelapisan dasar yang digunakan adalah sebagai berikut:
1. Sub-base untuk landfill terbuat dari tanah liat yang dipadatkan dengan konduktivitas
hidrolika jenuh maksimum 1 x 10-9 m/det. Ketebalan lapisan ini paling kurang 1 m.
2. Secondary Geomembrane adalah berupa lapisan High Density Polyethylene (HDPE)
dengan ketebalan 1,5 mm. Lapisan ini dirancang untuk menahan segala instalasi,
operasi dan penutupan akhir landfill.
3. Primary Soil Liner adalah terdiri dari lapisaan tanah liat geosintesis (Geosynthetic Clay
Liner atau GCL). GCL ini tebuat dari lempung bentonit yang diapit oleh lapisan
geotekstil. Dalam keadaan basah jika terjadi kebocoran, lempung ini mengembang dan
kemudian menyumbat kebocoran lapisan atasnya.
4. Primary Geomembrane adalah lapisan yang mempunyai ketebalan 1,5 mm. Hal ini
dirancang untuk menahan segala tekanan sewaktu instalasi, konstruksi, operasi, dan
penutupan akhir landfill.
b) Sistem Pelapisan Penutup Akhir Landfill

1. Intermediate Soil Cover akan ditempatkan diatas timbunan limbah setelah lapisan
terakhir limbah terbentuk. Lapisan ini terbuat dari tanah setempat dengan ketebalan
paling sedikit 25 cm.
2. Cap Soil Barrier adalah lapisan yang ternbentuk dari lempung yang dipadatkan seperti
yang terpasang pada pelapisan dasar landfill.
3. Cap Geomembrane adalah lapisan HDPE dengan ketebalan 1,0 mm.
4. Cap Drainage Layer ditempatkan diatas cap geomembrane. Cap drainage ini terbuat
dari HDPE geonet dengan transmissivitas planar paling rendah 30 cm, dan granular soil
dengan konduktivitas hidrolika minimum 1 x 10 -4 m/det. Komponen paling atas dari
cap

geomembrane

adalah

geotekstil

yang

dirancang

untuk

meminimalisasi

penyumbatan.
5. Vegetative Layer adalah lapisan tanah setempat dengan ketebalan 60 cm yang
ditempatkan diatas cap drainage layer.
6. Vegetation adalah lapisan penutup landfill.
Selama operasi dan pasca-operasi, lahan urug harus dilengkapi dengan sistem
pemantauan kualitas air tanah dan air permukaan di sekitar lokasi. Sistem pemantauan tersebut
berupa sumur pantau pada upstream dan downstream lokasi lahan urug, serta pemantauan air
permukaan disekitar lokasi. Sampel air kemudian dianalisis dan hasilnya dibandingkan dengan
bakumutu yang telah ditentukan. Jika kualitas sampel air tidak memenuhi baku mutu, maka
harus dilakukan evaluasi serta perbaikan lahan urug. Beberapa parameter yang harus diukur
terhadap sampel air adalah: pH, TOC (disaring), konduktivitas, mangan, besi, amonium (sbg
N), klorida dan natrium. Setelah lahan urug ditutup harus selalu dilakukan pengumpulan lindi
yang timbul, dan lokasi tersebut jangan dimanfaatkan sehingga membahayakan bagi manusia,
flora, fauna dan lingkungan sekitar, serta secara periodik harus selalu dipantau.

SECURE LANDFILL
Secured landfill dirancang untuk meminimalkan dampak limbah B3 pada lingkungan
dan kesehatan manusia. Liner merupakan komponen yang paling diperhatikan dalam suatu
secured landfill, tujuannya untuk melokalisir limbah B3 sehingga meminimalkan pencemaran
tanah dan air tanah. Secured landfill harus dilapisi sistem pemantauan kualitas air tanah dan air
pemukiman di sekitar lokasi agar mengetahui apakah secured landfill bocor atau tidak. Selain
itu, lokasi secured landfill tidak boleh dimanfaatkan agar tidak beresiko bagi manusia dan
habitat di sekitarnya.
Teknologi Secured Landfill dilaksanakan dengan mengurung ("encapsule") limbah B3
dalam suatu lahan penimbunan (landfill). Bagian dasar dari landfill tersebut dilapisi berbagai
tingkatan lapisan pengaman yang berfungsi untuk mengurung limbah B3, agar polutan tidak
terdistribusi ke lingkungan sekitarnya melalui proses perembesan ke dalam air tanah. Jenis

limbah B3 yang dapat langsung ditimbun dan landfill sangat sedikit (misalnya: limbah asbes).
Sebagian besar limbah B3 anorganik harus diproses terlebih dahulu dengan cara
stabilisasi/solidifikasi untuk mengurangi/menghilangkan sifat racun limbah B3.
Landfill untuk penimbunan limbah B3 diklasifikasikan menjadi tiga jenis yaitu:
1. Secured Landfill Double Liner, apabila liner yang dipasang terdiri atas dua liner tunggal
atau dua liner komposit. Liner ganda sangat disarankan pada secured landfill karena relatif
lebih aman untuk karakteristik seperti limbah B3. Rancangan bangun minimum untuk
kategori I (secure landfill double liner) adalah sebagai berikut:
Sistem pelapisan dasar landfill dari bawah ke atas terdiri dari komponen-komponen
berikut:

Lapisan Dasar (Subbase)


Sebelum dilakukan konstruksi pelapisan dasar tersebut harus dilakukan pekerjaan
penyiapan lahan di antaranya:
a) Pengupasan tanah yang tidak kohesif;
b) Perbaikan kondisi tanah (perataan, pemadatan, dan sebagainya);
c) Pemenuhan konstruksi daya dukung muatan (bearing capacity) yang diperlukan
untuk menopang muatan (landfill dan limbahnya) di atasnya.
Lapisan dasar (subbase) berupa tanah lempung yang di padatkan ulang yang
memiliki konduktivitas hidraulik jenuh maksimum 1 x 10-9 m/detik diatas lapisan tanah
setempat. Ketebalan minimum lapisan dasar adalah satu meter. Lapisan setebal satu
meter tersebut terdiri dari lapisan-lapisan tipis (15-20 cm) dimana setiap lapisan
dipadatkan untuk mendapatkan permeabilitas (konduktivitas hidraulik) dan daya
dukung yang dibutuhkan untuk menopang lapisan diatasnya, limbah B3 yang ditimbun
dan lapisan penutup;

Lapisan Geomembran Kedua (Secondary Geomembrance)


Lapisan dasar dilapisi dengan lapisan geomembran kedua berupa lapisan sintetik yang
terbuat dari HDPE (High Density Polyethylene) dengan ketebalan minimum 1,5-2,0 mm
(60-80 mil).
Semua lapisan sintetik pada peraturan ini harus dipasang sesuai dengan American
Society of Testing Materials (ASTM) D308-786 atau yang setara. Lapisan sintetik ini
harus dirancang agar tahan terhadap semua tekanan selama instalasi, operasi dan
penutupan landfill;

Lapisan untuk Sistem Pendeteksi Kebocoran (Leak Detection System)


Sistem pendeteksi kebocoran di pasang di atas lapisan geomembrane kedua dan terdiri
dari geonet HDPE. Geonet HDPE tersebut harus memiliki transmisivitas planar sama
dengan atau lebih besar dari tranmisivitas planar bahan/tanah butiran setebal 30 cm
dengan konduktivitas hidraulik jenuh 1 x 10-4 m/detik. Komponen teratas dari sistem

pendeteksi kebocoran ini adalah .non woven geotextile. yang dilekatkan pada geonet
pada proses pembuatannya. Sistem pendeteksi kebocoran harus dirancang sedemikian
rupa dengan kemiringan tertentu menuju bak pengumpul, sehingga timbulan lindi akan
terkumpul. Timbulan lindi tersebut dialirkan dengan menggunakan pompa submersible
menuju ke tangki penampung atau pengumpulan lindi;

Lapisan tanah penghalang (Barrier soil liner)


Lapisan

tanah

penghalang

berupa

tanah

liat

yang

di

padatkan

hingga

berpermeabilitas 10-9 m/detik dengan ketebalan minimum 30 cm atau geosynthetic clay


liner (GCL). dengan tebal minimum 6 mm. GCL tersebut berupa bentonit yang
diselubungi oleh lapisan geotekstil. Jenis-jenis GCL adalah : Claymax, Bentomat,
Bentofix, atau yang sejenis;

Lapisan geomembran pertama (Primary Geomembrane)


Lapisan geomembran pertama berupa lapisan sintetik yang terbuat dari HDPE
dengan ketebalan minimum 1,5-2,0 mm (60-80 mil). Lapisan geomembran pertama ini
harus di rancang agar tahan terhadap semua tekanan selama proses instalasi, konstruksi,
operasi dan penutupan landfill;

Sistem pengumpulan dan pemindahan lindi (SPPL)


SPPL pada dasar landfill terdiri dari sekurang-kurangnya 30 cm bahan/tanah butiran
yang memiliki konduktivitas hidraulik minimum 1 x 10-4 m/detik. Pada dinding landfill
digunakan geonet sebagai SPPL nya. Transmisivitas geonet tersebut sama dengan atau
lebih besar dari transmisivitas planar 30 cm bahan/tanah butiran dengan konduktivitas
hidraulik jenuh minimum 1 x 10-4 m/detik.

Lapisan pelindung (Operation cover)


Sistem pengumpulan lindi dilapisi lapisan pelindung selama operasi (LPSO) dengan
ketebalan minimum 30 cm, dirancang untuk mencegah kerusakan komponen
pelapisan dasar landfill selama penempatan limbah di landfill. LPSO berupa tanah
setempat selama atau tanah dari tempat lain yang tidak mengandung material tajam.
LPSO dipasang pada dasar landfill selama konstruksi awal. Lapisan pelindung
tambahan akan dipasang pada dinding sel selama masa aktif sel landfill;

2. Secured Landfill Single Liner, apabila liner yang digunakan hanya satu lapis, misalnya
geosintetik clay liner atau geomembran. Rancangan bangun minimum untuk kategori II
(secure landfill single liner) adalah sebagai berikut:
Sistem pelapisan dasar landfill dari bawah ke atas terdiri dari komponen-komponen berikut:

Lapisan dasar (Subbase)

Sebelum dilakukan konstruksi pelapisan dasar tersebut harus dilakukan pekerjaan


penyiapan lahan diantaranya:
a) Pengupasan tanah yang tidak kohesif;
b) Perbaikan kondisi tanah (perataan, pemedatan dan sebagainya);
c) Pemenuhan konstruksi daya dukung muatan (bearing capacity) yang diperlukan
untuk menopang muatan (landfill dan limbahnya) diatasnya.
Lapisan dasar (subbase) berupa tanah lempung yang dipadatkan ulang yang
memiliki konduktivitas hidraulik jenuh maksimum 1 x 10-9 m/detik di atas lapisan
tanah setempat. Ketebalan minimum lapisan dasar adalah satu meter. Lapisan setebal
satu meter tersebut terdiri dari lapisan-lapisan tipis (15-20 cm) dimana setiap lapisan
dipadatkan untuk mendapatkan permeabilitas (konduktivitas hidraulik) dan daya
dukung yang dibutuhkan untuk menopang lapisan diatasnya, limbah B3 yang ditimbun
dan lapisan penutup;

Lapisan untuk sistem pendeteksi kebocoran (leak detection system)


Sistem pendeteksi kebocoran di pasang di atas lapisan dasar (subbase) dan terdiri dari
geonet HDPE. Geonet HDPE tersebut harus memiliki transmisivitas planar sama
dengan atau lebih besar dari transmisivitas planar bahan/butiran setebal 30 cm dengan
konduktivitas hidraulik jenuh 1x10-4 m/detik. Komponen teratas dari sistem pendeteksi
kebocoran adalah non woven geotextile. yang dilekatkan pada geonet pada proses
pembuatannya. Sistem pendeteksi kebocoran harus dirancang sedemikian rupa dengan
kemiringan tertentu menuju bak pengumpul, sehingga timbulan lindi akan terkumpul.
Timbullan lindi tersebut dialirkan dengan menggunakan pompa submersible menuju ke
tangki penampung atau pengumpulan lindi;

Lapisan Geomembran (Geomembrane)


Lapisan dasar dilapisi dengan lapisan geomembran berupa lapisan sintetik yang terbuat
dari HDPE (High Density Polyethylene) dengan ketebalan minimum 1,5 - 2,0 mm (6080 mil). Semua lapisan sintetik pada peraturan ini harus dipasang sesuai dengan
American Society of Testing Materials (ASTM) D308-786 atau yang setara. Lapisan
sintetik ini harus dirancang agar tahan terhadap semua tekanan selama instalasi,
konstruksi, operasi dan penutup landfill;

Lapisan tanah penghalang (Barrier Soil Liner)


Lapisan

tanah

penghalang

berupa

tanah

liat

yang

dipadatkan

hingga

berpermeabilitas 10-9 m/detik dengan ketebalan minimum 30 cm atau geosynthetic clay


liner (GCL) dengan tebal minimum 6 mm. CGL tersebut bentonit yang diselubungi
oleh lapisan Geotekstil. Jenis-jenis GCL adalah Claymax, Bentomat, Bentofix, atau
yang sejenis.

Sistem Pengumpulan dan Pemindahan lindi (SPPL)


SPPL pada dasar landfill terdiri sekurang-kurangnya 30 cm bahan/tanah butiran yang
memiliki konduktivitas hidraulik minimum 1x10-4 m/detik. Pada dinding landfill
digunakan geonet sebagai SPPL-nya. Transmisivitas geonet tersebut sama dengan atau
lebih besar dari transmisivitas planar 30 cm bahan/tanah butiran dengan konduktivitas
hidraulik jenuh minimum 1x10-4 m/detik.
Untuk meminimumkan terjadinya penyumbatan

pada

SPPL,

harus

dipasang

geotekstil pada bagian atas SPPL, SPPL harus mempunyai kemiringan sedemikian rupa
sehingga

timbulan

lindi akan

terkumpul dan dapat dipindahkan ke

tangki

penampungan/pengumpul lindi;

Lapisan Pelindung (Operation Cover)


Sistem pengumpulan lindi dilapisi Lapisan Pelindung Selama Operasi (LPSO) dengan
ketebalan minimum 30 cm, dirancang untuk mencegah kerusakan komponen
pelapisan dasar landfill selama pelapisan

limbah di landfill. LPSO berupa

tanah

setempat atau tanah dari tempat yang lain yang tidak mengandung material tajam. LPSO
dipasang pada dasar landfill selama konstruksi awal. Lapisan pelindung tambahan
akan dipasang pada dinding sel selama masa aktif sel landfill;
3. Secured Landfill Clay Liner, Lebih efektif untuk membatasi migrasi leachate. Rancangan
bangun minimum untuk kategori III (landfill clay liner) adalah sebagai berikut:
Sistem pelapisan dasar landfill dari bawah ke atas terdiri dari komponen-komponen berikut:

Lapisan Dasar (Subbase)


Pelapis dasar berupa tanah lempung yang dipadatkan ulang yang memiliki
konduktivitas hidraulik jenuh maksimum 1 x 10-9 m/detik diatas tanah setempat.
Ketebalan minimum pelapis dasar adalah satu meter. Lapisan setebal satu meter tersebut
terdiri dari lapisan-lapisan tipis (15-20 cm) dimana setiap lapisan dipadatkan untuk
mendapatkan permeabilitas (konduktivitas hidraulik) dan daya dukung yang dibutuhkan
untuk menopang lapisan-lapisan diatasnya, limbah B3 yang ditimbun, dan lapisan
penutup;

Lapisan untuk Sistem Pendeteksi Kebocoran (Leak Detection System)


Sebelum dilakukan konstruksi pelapisan dasar tersebut harus dilakukan pekerjaan
penyiapan tanah diantaranya;
a) pengupasan tanah yang tidak kohesif;
b) perbaikan kondisi tanah (perataan, pemadatan, dan sebagainya);
c) pemenuhan konstruksi daya dukung muatan (bearing capacity) yang diperlukan
untuk menopang muatan (landfill dan limbahnya) diatasnya. Sistem pendeteksi
kebocoran dipasang diatas lapisan tanah setempat terdiri dari bahan butiran atau geonet

HDPE dan .non woven geotextile. bahan butiran atau geonet HDPE tersebut harus
memiliki transmisivitas planar sama atau lebih besar dari transmisivitas planar bahan
butiran setebal 30 cm dengan konduktivitas hidraulik 1 x 10-4 m/detik.
Sistem pendeteksi kebocoran harus dirancang sedemikian rupa sehingga timbulan lindi
akan terkumpul dan dapat dipindahkan ke tempat penampungan/pengumpulan lindi;

Lapisan tanah penghalang (Barrier Soil Liner)


Lapisan

tanah

penghalang

berupa

tanah

liat

yang

dipadatkan

hingga

berpermeabilitas 10-9 m/detik dengan ketebalan minimum 30 cm atau geosynthetik clay


liner (GCL). dengan tebal minimum 6 mm. GCL tersebut berupa bentonit yang
diselubungi oleh lapisan geotextile. Jenis-jenis GCL adalah : Claymax, Bentomat,
Bentofix, atau yang sejenis;

Sistem Pengumpulan atau Pemindahan Lindi (SPPL)


SPPL pada dasar landfill terdiri dari sekurang-kurangnya 30 cm bahan/tanah butiran
yang memiliki konduktivitas hidraulik minimum 1 x 10-4 m/detik. Pada dinding
landfill digunakan geonet sebagai SPPLnya. Transmisivitas geonet tersebut sama
dengan atau lebih besar dari transmisivitas planar 30 cm bahan/tanah butiran dengan
konuktivitas hidraulik jenuh minimum 1 x 10-4 m/detik. Untuk meminimumkan terjadi
penyumbatan pada SPPL, harus dipasang geotextile
pada bagian atas SPPL. SPPL harus mempunyai kemiringan sedemikan rupa
sehingga timbunan lindi akan terkumpul dan dapat dipindahkan ke tangki
penampung/pengumpul lindi;

Lapisan Pelindung (Operation Cover).


Sistem pengumpulan lindi dilapisi Lapisan Pelindung Selama Operasi (LPSO) dengan
ketebalan minimum 30 cm, dirancang untuk mencegah kerusakan komponen
pelapisan dasar landfill selama penempatan limbah di landfill. LPSO berupa tanah
setempat atau tanah dari tempat lain yang tidak mengandung material tajam. LPSO
dipasang pada dasar landfill selama konstruksi awal. Lapisan pelindung tambahan
akan dipasang pada dinding selama masa aktif sel landfill;

Macam-macam liner:
1. Tanah liat; digunakan untuk melindungi air tanah dari kontaminan yang dihasilkan landfill.
Sebagai liner ketebalan tanah liat yang digunakan berkisar 0,5 - 1,5 m. Penggunaan tanah liat
yang dipadatkan dengan kelembaban yang tinggi lebih efektif daripada tanah liat yang
dipadatkan dengan kelembaban yang rendah. Karena tanah liat dengan kelembaban yang

rendah memiliki resiko yang lebih besar untuk retak dan pecah sehingga memperbesar
jumlah lindi yang meresap ke air tanah.
2. Geomembran; dikenal dengan Flexible Membrane Liner (FML). Jenis liner ini dibuat dari
bermacam-macam material plastik termasuk polyvinyl chloride (PVC) dan high density
polyethylene (HDPE). Jenis liner ini tahan terhadap sejumlah besar bahan kimia dan kedap
air (impermeable). Di Ohio, HDPE geomembran harus memiliki ketebalan minimimal 15
mm untuk landfill sampah kota. Geomembran dan geokomposit digunakan sebagai lapisan
penghalang

untuk

mencegah

masuknya

lindi

ke

dalam

air

tanah.

Salah satu jenis geomembran yang banyak digunakan adalah Carbofol. Carbofol merupakan
jenis geomembran yang terbuat dari HDPE dan diproduksi dengan beragam ketebalan
lapisan, yaitu 1,5 mm 3 mm. Carbofol biasanya digunakan sebagai pelapis dasar untuk
melindungi air tanah dari kontaminasi pencemar. Untuk melindungi air tanah biasanya
digunakan Carbofol dengan ketebalan 1,5 mm bahkan lebih tipis lagi. Carbofol ini tahan
lama, dan tahan terhadap zat-zat kimia serta radiasi sinar UV. Jenis Carbofol dengan
permukaan seperti kaca memiliki kelebihan karena dapat memperlihatkan kebocoran yang
terjadi sehingga dapat dilakukan perbaikan dengan segera. Selain itu Carbofol juga mudah,
cepat, dan efisien dalam pemasangan.
3. Geotekstil; digunakan sebagai filter untuk mencegah masuknya material-material tanah ke
dalam sistem drainase, dan juga untuk mengatur aliran dalam sistem drainase. Selain itu
untuk melindungi geomembran dari kerusakan dan mencegah terjadinya penyumbatan pada
sistem pengumpul lindi. Adapun jenis-jenis geotekstil, antara lain:
a. Terrafix
Terrafix merupakan jenis geotekstil yang terbuat dari 100% serat sintetis. Memiliki
struktur serat tiga dimensi yang membentuk labirin seperti bukaan pori-pori pada
struktur tanah. Terrafix merupakan material serbaguna, seperti sebagai single layer dan
multi layers filter, serta sebagai lapisan pelindung. Terrafix juga berfungsi sebagai
penahan tanah, dan mempercepat pertumbuhan perakaran tanaman. Terrafix mudah
dalam penggunaanya dan memiliki efisiensi yang lebih baik dibandingkan lapisan filter
konvensional seperti kerikil, selain itu tahan terhadap cuaca dan radiasi sinar UV.
Terrafix memiliki angka permeabilitas yang bervariasi tergantung dari jenis bahannya.
b. Secutex
Secutex banyak digunakan sebagai penghalang/pemisah, filter, pelindung, dan untuk
lapisan drainase. Secutex juga terbuat dari 100% serat sintetis seperti Polprorylene (PP),
Polyseter (PES), yang banyak digunakan dalam pekerjaan sipil seperti perancangan
hidrolika, pembuatan jalan, landfill. Secutex dibuat dengan ketebalan yang bervariasi
dengan nilai permebilitas yang bermacam-macam pula. Kelebihan Secutex adalah
memiliki biaya yang rendah dalam pemasangan, pemeliharaan namun memiliki

performance yang sangat baik. Selain itu Secutex memiliki kualitas yang bagus karena
kapasitas regangannya tinggi serta tahan lama.
4. Geosynthetic Clay Liner (GCL); sudah mulai banyak digunakan sebagai sistem pelapis dasar.
Liner ini terdiri atas lapisan tanah liat yang tipis (4 - 6 mm) yang berada diantara dua lapisan
geotekstil. Liner ini lebih mudah digunakan daripada lapisan tanah liat yang tradisional.
Salah satu jenis GCL adalah Bentofix yang merupakan kombinasi antara serat (fiber) dan
mineral tanah liat. Memiliki angka permeabilitas yang sangat kecil yaitu 2 x 10-11, memiliki
ketebalan 7 mm dengan ukuran bentangan tiap lembarnya 4,85 m x 40 m. Bentofix dapat
dibentangkan 8% dari ukuran bentangannya dengan kekuatan regangan maksimal 20 kN/m
Bentofix efektif sebagai penahan/penghalang terhadap cairan, uap, dan gas. Selain itu
Bentofix juga dapat digunakan sebagai:
Lapisan pelindung pada tanah dan air tanah dari kontaminasi limbah
Lapisan dasar (liner) pada landfill, lapisan pelindung geomembran.
5. Geonet; merupakan liner yang berupa jaring plastik seperti selimut drainase yang digunakan
sebagai sarana drainase dan lapisan pengumpul lindi. Geonet membawa cairan lebih cepat
daripada tanah dan kerikil. Salah satu jenis geonet adalah Secudrain. Secudrain terbuat dari
Polypropylene terdiri atas 2 - 3 lapisan dan merupakan filter tiga dimensi yang stabil dan
merupakan sistem drainase yang tahan terhadap tekanan tinggi. Secudrain terdiri dari
monofilamen kasar yang bergelombang dan lapisan nonwoven yang saling terkait dengan
ikatan yang sangat kuat pada salah satu sisinya. Secudrain memiliki angka permeabilitas
yang tinggi, yaitu 1 x 10-1, dengan ketebalan 2,5 mm dan ukuran bukaan pori-porinya 0,12
mm. Ukuran bentangan Secudrain tiap lembarnya adalah 1,9/3,8 m x 35 m.
Persyaratan Lokasi Bekas (Pasca) Penimbunan Limbah B3:
Pemilik fasilitas penimbunan limbah B3 harus memenuhi ketentuan sebagai berikut:
a. Sebelum menutup landfill harus mempersiapkan perencanaan pasca penutupan yang
meliputi:
Pemeliharaan yang terpadu dan efektif untuk penutup akhir landfill
Pemeliharaan dan pemantauan sistem pengumpul dan pembuangan lindi serta

mencatat setiap limbah yang dibuang.


Pemeliharaan dan pengoperasian sistem pengumpul dan pembuangan lindi serta

mencatat setiap limbah yang dibuang;


Pemeliharaan sistem kontrol drainase;
Pemeliharaan dan pengoperasian sistem monitor air tanah;
Penjagaan dan pemeliharaan patok tanda acuan koordinat (benchmarks);
Pencegahan terhadap kerusakan atau terkikisnya lapisan penutup landfill karena
adanya limpasan air permukaan (.run-on dan run-off.);

Pemeliharaan sistem pencegahan terhadap orang/hewan yang tidak berkepentingan

dilarang memasuki daerah bekas penimbunan limbah B3.


b. Sesudah dilakukan penutupan landfill maka pemilik fasilitas wajib melaksanakan hal-hal
yang telah direncanakan diatas (butir a). selain itu juga harus dilakukan pemompaan
secara periodik terhadap lindi yang berasal dari sistem pengumpul lindi dan sistem
pedeteksi kebocoran. Selanjutnya lindi dianalisis parameter seperti yang terdapat pada tabel
Baku Mutu Limbah cair dari Kegiatan PPLI-B3 (BMLCK-PPLIB3). Tabel 5. Pemeriksaan
Kualitas lindi tersebut harus dilakukan minimal sekali dalam satu bulan untuk satu tahun
pertama dan sekali dalam satu bulan untuk satu tahun pertama dan sekali dalam tiga bulan
untuk 10 tahun berikutnya dahn minimal sekali dalam 6 bulan untuk 20 tahun berikutnya
lagi. Hal tersebut juga harus dilakukan terhadap air tanah sekitar.
c. Hasil dari seluruh pekerjaan pada masa pasca penimbunan limbah B3 dilaporkan kepada
Kepala Bapedal 3 bulan sekali atau sesuai permintaan.

DAFTAR PUSTAKA
Anonim. Pengolahan Limbah Bahan Beracun dan Berbahaya (B3). Respository.binus.ac.id/
/S010458998.ppt. Diakses tanggal 3 Desember 2012 pukul 06.17 WITA.
KEPUTUSAN KEPALA BADAN PENGENDALIAN DAMPAK LINGKUNGAN NOMOR :
KEP-04/BAPEDAL/09/1995

TENTANG

TATA

CARA

PERSYARATAN

PENIMBUNAN HASIL PENGOLAHAN, PERSYARATAN LOKASI BEKAS


PENGOLAHAN DAN LOKASI BEKAS PENIMBUNAN LIMBAH BAHAN
BERBAHAYA DAN BERACUN

Kusuma,

Wahyu

Budi.

2012.

Teknologi

Pengolahan

Limbah

B3.

Studisipil.blogspot,com/2012/05/teknologi-pengolahan-limbah-b3-definisi.html?m=1.
Diakses tanggal 3 Desember 2012 pukul 06.05 WITA.
Lolypoly.

2011.

Teknik

Pembuangan

Limbah

dengan

Metode

Secure

Landfill.

http://id.shvoong.com/exact-sciences/biochemistry/2225584-teknik-pembuanganlimbah-b3-dengan/. Diakses tanggal 3 Desember 2012 pukul 23.00 WITA.


Naswun, Gnajra. 2011. Secure Landfill. http://noeswantoro.blogspot.com/2011/05/securelandfill.html. Diakses tanggal 3 Desember 2012 pukul 23.03 WITA.
Nunulasa.

2011.

Teknologi

Pengolahan

Limbah

Padat

B3.

http://nunulasa.wordpress.com/2011/03/11/teknologi-pengolahan-limbah-padat-b-3/.
Diakses tanggal 3 Desember 2012 pukul 23.00 WITA.
Zet. 2010. Landfill. http://my.opera.com/MaRph0amat0nte/blog/landfill. diakses tanggal 3
Desember 2012 pukul 23.07 WITA.

Anda mungkin juga menyukai