Anda di halaman 1dari 9

PENGUKURAN DEBIT AIR

Tika Drastiana
13/345239/PN/13065
Manajemen Sumberdaya Perikanan
Intisari
Debit adalah banyaknya air yang mengalir melalui suatu penampang melintang tiap satuan
waktu. Untuk mengetahui cara pengukuran dan perhitungan debit air, maka dilakukan praktikum
pengukuran debit air yang dilaksanakan pada hari Jumat, 10 Oktober 2014 bertempat di saluran
air kolam perikanan Universitas Gadjah Mada. Tujuan dari pengukuran debit air adalah untuk
mengetahui metode yang digunakan dan cara penghitungan debit air serta mebandingkan metode
yang paling efektif untuk digunakan. Adapun metode-metode yang digunakan dalam pengukuran
debit air meliputi Embodys float method , Rectangular weir dan 90 Triangular nocth weir.
Pengukuran debit dipengaruhi oleh angin, arus air, kedalaman, kondisi subtrat, kemiringan
perairan, serta ukuran saluran. Pada pengukuran dengan metode embodys float didapatkan hasil
sebesar 0,013 m3/s, untuk metode rectangular weir didapatkan hasil sebesar 0,0119 cfs,
sedangkan pada metode 900 triangular notch weir didapatkan hasil sebesar 0,05 cfs. Hasil
pengukuran debit pada saluran yang sama diperoleh hasil yang berbeda pada setiap metode,
dikarenakan keakuratan tiap metode yang berbeda. Pada pengukuran debit air di saluran air
kolam perikanan UGM metode yang paling efektif untuk digunakan yaitu metode 90Triangular
North Weir. Manfaat dari pengukuran debit air yaitu sebagai dasar penentu kualitas lingkungan
perairan.
Kata kunci : Air ,Arus ,Debit , Metode, Saluran
PENDAHULUAN
Perairan umum merupakan bagian permukaan bumi yang secara permanen berkala
digenangi air, baik air tawar, payau, atau laut yang dihitung dari garis pasang surut terendah
kearah daratan dan badan air tersebut terbentuk secara alami maupun buatan (dinas perikanan
tingkat 1 propinsi Riau, 1997). Limnologi didefinisikan sebagai ilmu yang mempelajari
lingkunngan perairan darat misalnya (danau, situ, waduk, rawa, dan lahan basah) terdiri atas
komponen biotic dan abiotik serta pengungkapan proses-proses interaksi diantara komponen itu
(Hehanussa dan Haryani Gadis S, 2001).
Salah satu faktor yang dapat mempengaruhi kulitas perairan lotik yaitu debit air. Debit air
merupakan sebuah satuan besaran air yang keluar dari daerah aliran sungai. Menurut Asdak
(2002), debit aliran adalah laju aliran air (dalam bentuk volume air) yang melewati suatu
penampang melintang

sungai persatuan waktu. Sedangkan menurut (Harnalin Asmika C

Sihotang dan Aswani, 2010), debit air adalah jumlah air yang mengalir dari suatu penampang

tertentu (sungai/saluran/mata air) peratuan waktu (ltr/dtk, m3/dtk, dm3/dtk). Cara pengukuran
debit air dapat dilakukkan dengan dibendung, perhitungan debit air dengan kecepatan aliran air
dari luas penampang melintang didapat dari kerapatan larutan, dengan menggunakan pengukuran
arus magnitus, pengukuran arus gelombang supersonic, meter venturi dan sebagainya
(Asdak,1995). Penentuan debit air sungai diperlukan untuk mengetahui besarnya air yang
mengalir dari sungai ke laut. Dalam penentuan debit air sungai perlu di ketahui luas penampang
stasiun, yaitu dengan mengukur kedalaman, masing-masing titik pengukuran (Ongkosongo,
1980). Dengan mengetahui debit air suatu perairan kita dapat mengetahui jenis organisme apa
saja yang hidup di suatu perairan tersebut. Jika debit air disuatu perairan tinggi maka dapat
dipastikan bahwa organisme yang hidup di perairan tersebut adalah organisme perenang kuat dan
apabila debit suatu perairan tersebut rendah maka organisme yang hidup di perairan tersebut
adalah organisme yang membenamkan dirinya.
Menurut (Sosrodarsono dan Tekeda,1993), cara menghitung debit dengan pengukuran
kecepatan dan luas penampang melintang yang paling sering digunakan adalah metode embodys
float method. Cara tersebut dapat dengan mudah digunakan meskipun aliran permukaan tinggi.
Cara ini sering digunakan karena mudah dilaksanakan.
Pengukuran debit air mengunkan metode weir, yaitu rectangular weir dan 900 triangular
north weir lebih cocok digunakan untuk mengukur debit air pada saluran air yang kecil karena
aliran tidak boleh tenggelam (Soewarno,1991).Rectangular weir

akan memberikan efek

kontraksi pada aliran fluida sehingga kecepatan fluida akan terkonsentrasi pada titik tertentu dan
dapat diukur untuk mewakili besaran debit yang melaluinya, sehingga sulit membaca ketinggian
air (Sardjadi dan Djoko,2003). Metode 90o Triangular North Weir hanya menjabarkan bentuk
hubungan debit air dengan tinggi air yang mengalir pada bendungan celah segitiga, sehingga
semakin tinggi genangan air, menunujukkan debit air yang semakin tinggi(Soebarkah,I. 1978).
Prinsip dasarnya sama dengan rectangular hanya perubahan bentuk opening ditujukan agar
pengukuran dapat lebih teliti dibandingkan dengan rectangular.
Adapun tujuan dilaksankannya praktikum pengukuran debit air yaitu untuk mengetahui
cara mengukur debit air dengan berbagai metode, mengetahui cara perhitungan debit air, dan
membaningkan metode yang lebih efektif dalam pengukran debit air.

METODOLOGI
Pelaksanaan praktikum limnologi acara pengkuran debit air perairan lotik dilaksanakan di
saluran air kolam Perikanna UGM pada hari jumat 10 Oktober 2014 pada pukul 13.30 15.00
WIB.
Alat dan bahan yang digunakan dalam acara praktikum ini adalah meteran, bola
pingpong, timer atau stopwatch, tongkat, penggaris, alat tulis, rectangular weir, dan 90 0triangular
notch weir. Dalam pengukran debit air digunakan 3 macam metode yang berbeda, yang petama
metode embodys float method prinsip kerjanya yaitu menentukan debit air dengan menggunkan
bola pingpong yang dihanyutkan pada permukaan air dengan panjang tertentu, kedalaman dan
lebar air tertentu dan diukur waktu tempuhnya serta dilihat substrat perairan. Rumus yang
digunakan pada metode ini yaitu R =

, R= debit air, W= lebar muka air, D= rata-rata

kedalaman, A= konstanta perairan (0,9 dasar berlumpur 0,8 dasar berbatu) L=panjang aliran
sungai dan t = waktu tempuh. Metode kedua yang digunakan adalah Rectangular weir mehod
prinsip kerjanya menggunakan papan weir yang digunakan untuk membendung arus sungai
kemudian mengukur muka air (tingginya) terhadap weir , mengukur tinggi air setelah dipasang
weir dan debitnya dapat diukur dengan rumus : Q = 3.33 X H 3/2(L-0.2H), Q = debit air (cfs), H ;
tinggi weir (feet); L = lebar weir (feet). Metode ketiga yang digunakan yaitu 90 0triangular weir,
prinsip kerjanya hampir sama dengan rectangular weir yaitu air dibendung dengan 900triangular
weir kemudian mengukur ketinggian air yang melewati weir (H), pengukran tinggi weir (H)
dilakukkan dari titik 900 dalam celah weir. Setelah diukur hasil dicatat dihiung dengan rumus Q
= 2.54xH5/2. Dengan Q adalah debit air (cfs) dan H adalah tinggi weir (feet).
HASIL DAN PEMBAHASAN
Debit diartikan sebagai volume air yang mengalir per satuan waktu melewati suatu
penampang melintang palung sungai, pipa, pelimpah, akuifer dan sebagainya (soemarto,1987).
Data debit diperlukan untuk menentukan volume aliran atau perubahan perubahannya dalam
suatu sistem DAS. Rumus umum yang biasa digunakan adalah Q = v x A dengan ;Q adalah debit
aliran sungai (m/s) , A adalah luas penampang basah (m) dan v kecepatan aliran (m/s).
Pengukuran debit air pada aliran sungai sangat diperlukan untuk mengetahui potensi sumberdaya
air disuatu wilayah daerah aliran sungai (DAS).

Tabel pengukuran debit air pada saluran air kolam perikanan UGM
Lokasi
SALURAN 1
rata-rata
SALURAN 2
rata-rata

Embody's (m3/s)
0.006
0.005
0.0048
0.005266667
0.0097
0.013
0.0091
0.0106

Metode
Rectangular (cfs)
0.037
0.005
0.026
0.022666667
0.058
0.0119
0.058
0.042633333

Triangular (cfs)
0.0824
0.008
0.008
0.0328
0.00504
0.005
0.015
0.008346667

Debit air dapat diukur dengan berbagai meode diantaranya yaitu ; embodys Float
Method, Rectangular Weir, 90 Notch weir, cara kecepatan luas (Sihotang,C Asmika dan
Effendi,2006). Berdasarkan hasil penelitian pada saluran kedua kelompok dua didapatkan hasil
yang berbeda-beda pada tiap metode yang digunakan. Pada metode pertama yaitu Embodys
float didapatkan hasil pengukuran debit air sebesar 0,013 m3/s pada saluran kedua ulangan kedua
dengan rata-rata 0,0106 m3/s dan rata-rata debit saluran pertama yaitu 0,00526 m 3/s. Pada metode
kedua yaitu rectangular didapatkan hasil sebesar 0.0119 cfs pada saluran kedua ulangan kedua
engan rata-ratanya 0,04263 cfs dan pada saluran pertama rata-rata debitnya 0,0226 cfs,
sedangkan pada metode ketiga yaitu triangular pada saluran kedua ulangan kedua didapatkan
hasil sebesar 0,005 cfs dengan rata-rata debitnya 0,00834 cfs sedangkan pada saluran pertama
rata-rata debitnya 0,0328 cfs . Hasil yang berbeda pada tiap metode yang digunakan menunjukan
keakuratan dan keefektifan penggunaan tiap metode. Debit air dipengaruhi oleh bentuk saluran
air, kondisi dasar perairan, ukuran saluran air, dan kemiringan lahan (Sumawidjaja, 1991).
Metode pertama yang digunakan yaitu Embodys float method, pada metode ini
pengukuran debit menggunakan metode Embody Float Method prinsipnya mengukur debit air
menggunakan bola pingpong pada jarak tertentu dari awal hingga akhir selama selang waktu
tertentu yang diperlukan bola untuk bergerak dari suatu titik ketitik akhir dengan menentukan
kedalaman serta substrat perairan. Pengukuran dilakukan dengan 3 kali pengulangan yang
dilakukkan oleh 3 kelompok baik pada saluran pertama maupun saluran kedua. Tujuannya agar
data yang diperoleh akurat. Bola pingpong dibiarkan bergerak sejauh x meter dalam satuan
waktu t detik, karena substrat dasar perairan adalah berpasir atau berlumpur sehingga konstanta

yang digunakan adalah 0,9. Adapun hasil perhitungan debit air pada saluran kedua diketahui W
= 29cm; D= 8cm; A= 0,9; L= 500cm ; t = 8s, sehingga debit air didapatkan hasil 0,013 m 3/s, ratarata debit air pada selokan

saluran 1 diperoleh 0,0052 m 3/s. sedangkan pada saluran dua

diperoleh rata-ratanya 0,0106 m3/s. perbedaan jumlah debit air dapat disebabkan karena
perbedaan lokasi untuk selokan , apabila perbedaan lokasi maka debit airnyapun akan berbeda,
faktor lainnya yang mempengaruhi cepat lambatnya gerakan bola pingpong yaitu arah hembusan
angin, menyebabkan gerakan bola pingpong tidak lurus yang mengaakibatkan perubahan waktu
tempuh dikarenakan jalannya menjadi berkelok-kelok. Selain itu kemiringan dan kondisi
permukaan seperti sampah pada aliran sungai juga mempengaruhi laju dari bola pingpong
tersebut. Faktor yang berpengaruh lain adalah tentang pendangkalan. Semakin sungai/selokan
dangkal maka pergerakan semaikin lambat. Kelebihan dari metode ini mudah untuk dilakukan
disaluran sungai yang berukuran relative besar, namun pada metode ini sangat dipengaruhi oleh
arah angin di sekitar lokasi pengamatan karena angin dapat mempercepat jalannya bola pingpong
yang sangat ringan, selain itu kondisi sungai yang harus bersih karena bila banyak sampah
menumpuk akan menghamabat bola pingpong, selain itu bentuk pingiran serta bentuk dasar
perairan yang tidak rata juga dapat mempengaruhi akurasi nilai debit air yang diperoleh
(Subiantoro, 2007).
Metode kedua yang digunakan adalah rectangular weir, pada metode ini prinsipnya hanya
membendung aliran sungai dengan sebuah papan rectangular weir dan dihitung ketinggian air
sebelum dan sesudah dipasang papan weir. Pada saluran kedua diketahui L = 10cm; ho= 12cm;
h1= 13,5cm; H= 1,5cm/30 = 0,05feet, maka debit yang diperoleh 0,0119cfs. Sehingga apabila
dirata-rata dari ketiga ulangan pada saluran pertama rata-ratanya 0,0226cfs dan pada saluran
kedua rata-ratanya 0,04263. Dari kedua saluran didapatkan hasil perhitungan yang berbeda hal
ini terjadi karena lokasi saluran yang berbeda sehingga terjadi perbedaan lebar muka air,
kedalaman air serta substrat penghamabat seperti sampah, pada saluran kedua lebar weir yang
digunakan kurang lebar sehingga tidak seluruh lebar muka air dapat ditutup/ dibendung dengan
weir yang menyebabkam banyak air yang masih mengalir dicelah kiri kanan weir yang berakibat
pada ketidak akuratan data pengukuran debit air. Metode ini cukup praktis digunakan untuk
mengukur debit air pada selokan kecil, hanya saja bila digunakan mengukur saluran air yang
besar seperti sungai kurang efektif karena harus menggunkan weir yang lebarnya sesuai dengan
sungainya agar tidak ada celah dikiri dan kanan weir.

Metode ketiga yang digunakan untuk mengukur debit air yaitu 90 0 notch weir, prinsip
kerjanya hampir sama dengan metode kedua, yaitu membendung aliran sungai dengan weir
hanya saja weir yang digunakan bentuknya berbeda yaitu 90 0 dan mengukur muka air dasar
perairan hingga garis bawah lubang weir. Rumus yang digunakan dalam metode ini yaitu Q =
2,54 x H5/2, pada saluran kedua diketahui H=2,5cm, sehingga debit airnya 0,05cfs. Berdasarkan
data ulangan diperoleh hasil rata-rata debit dsaluran 1 yaitu 0,0328, sedangkan pada saluran dua
rata-ratanya 0,00834cfs. Saluran pertama dapat dikatakan ukurannya lebih kecil dan akibatanya
nilai debit airnya besar. Metode ini memiliki kelebihan yaitu tidak memerlukan banyak
pengukuran , tidak terpengaruh oleh konstanta perairan dan faktor luar seperti angin. Kekurangan
dari metode ini yang tidak mudah dilakukan disaluran atau sungai yang besar karena harus
melakukan bendungan dengan weir yang besar juga sesuai dengan lebar muka air. Sehingga,
metode ini juga hanya cocok pada saluran atau selokan yang sempit dan kurang efektif apabila
diterapkan pada perairan yang lebar maupun pada perairan yang memiliki nilai kedalaman yang
rendah. Meskipun bisa dilakukan pada perairan yang lebar dan besar, namun akan dibutuhkan
biaya yang besar untuk membangun weir menurut (Sastrodarsono ,1995).
Faktor-faktor yang mempengaruhi debit air, pertama karena pengaruh intensitas hujan,
curah hujan merupakan salah satu faktor utama yang memiliki komponen musiman yang dapat
secara cepat mempengaruhi debit air, dan siklus tahunan dengan karakteristik musim hujan
panjang (kemarau pendek), atau kemarau panjang (musim hujan pendek) sehingga menyebabkan
bertambahnya atau berkurangnya debit air. Kedua yaitu adanya penggundulan hutan, fungsi
utama hutan kaitannya dengan siklus hidrologi yaitu sebagai daerah resapan air hujan yang
kemudian disimpan menjadi air tanah . penggundulan hutan yang dijadikan lahan pertanian dapat
menyebabkan terjadinya erosi sehingga berakibat pada penurunan debit air. Ketiga adanya proses
transpirasi dan evaporasi, melalui dua proses tersebut dapat membuat air baru, sebab kedua
proses ini menguapkan air dari permukaan air tanah, dan permukaan daun, serta cabang tanaman
sehingga membentuk uap air di udara dengan adanya uap air di udara maka akan terjadi hujan,
sehinnga debit air pada DAS akan bertambah sedikit demi sedikit (Acep hidayat, 2009).
Pada pengukuran debit air menggunakan ketiga metode tersebut, metode 90 Triangular
notch weir merupakan metode yang paling efektif karena memiliki tingkat ketelitian yang tinggi
menurut (Subiantoro, 1997), metode 90 Triangular nocth weir memiliki hasil perhitungan yang
relatif efektif (lebih teliti) dari pada pendugaan metode lain, sebab dengan metode tersebut

prinsip-prinsip hidrolika dapat diterapkan. Namun pada kenyataanya metode yang cocok
digunakan relative tergantung pada konteks pengukuran yang akan dilakukan , untuk sungai
yang berukuran relative besar metode pengukuran debit air yang cocok dengan metode
Embodys Float Method hal tersebut dikarenakan lebih efektif dan efisien ,karena tidak mungkin
kita harus membendung sungai berarus deras menggunakan weir,

apabila pada sungai

menggunakan weir tentu masih banyak air yang lolos/ melewati celah hingga data yang di dapat
menjadi tidak akurat. Sedangkan untuk selokan atau saluran kecil sangat efektive menggunakan
metode Rectangular Weir dan 90 Triangular North Weir karena dengan metode tersebut
memungkinkan menggunakan weir apabila ditinjau dari lebar selokan itu sendiri sehingga aliran
arus air yang lolos hanya sedikit. Sehingga data yang diperoleh lebih akurat selain itu dengan
menggunakan kedua metode tersebut tidak memerlukan konstanta perairan atau faktor
lingkungan lain.
Manfaat Pengukuran debit air untuk program studi Manajemen Sumberdaya Perikanan
yaitu dapat diaplikasikan pada bidang konservasi lingkungan perairan, khususnya pada perairan
lentik. Pengukuran debit air tersebut dapat digunakan sebagai dasar penentuan kualitas
lingkungan perairan. Di samping itu, pengukuran debit air juga berguna untuk mengetahui
organisme yang mampu hidup atau mendiami lingkungan periran dengan debit-debit tertentu
untuk keperluan klasifikasi. Selain itu, ilmu tentang pengukuran debit air juga dapat bermanfaat
untuk penanggulangan banjir serta pencegahan dampak banjir agar dapat segera dilakukan
langkah-langkah selanjutnya.
KESIMPULAN
Pengukuran debit air menggunakan 3 metode yaitu embodys float method, rectangular
weir, dan 900 triangular weir. Berdasarkan hasil pengukuran debit air pada saluran kolam
perikanan UGM diperoleh hasil pada metode embodys float didapatkan hasil sebesar 0,013 m3/s,
untuk metode rectangular weir didapatkan hasil sebesar 0,0119 cfs, sedangkan pada metode 90 0
triangular notch weir didapatkan hasil sebesar 0,05 cfs. Dengan demikian metode yang paling
lebih efektif dalam pengukuran debit yaitu metode 90Triangular North Weir Metode karena
pengambilan data hanya perlu tinggi air tanpa lebranya, hal ini dapat meminimalisir kesalahan
pada saat pengukuran debit air.
SARAN

Sebaiknya sebelum dilakukkan pengukuran debit air oleh praktikan saluran air yang akan
digunakan dipastikan mengalir. Weir yang akan digunakan untuk pengukuran debit seharusnya
disesuaikan dengan ukuran saluran, karena ukuran saluran pertama dan saluran kedua berbeda,
sehingga mempengaruhi akurasi data yang diperoleh.
DAFTAR PUSTAKA
Acep hidayat. 2009. Analisis Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Debit Sungai.Jurnal SMARTek,
Vol. 7, No. 3. : 204 -218
Asdak, C. 1995. Hidrologi dan Pengelolaan Daerah Aliran Sungai. Gadjah Mada University
Press. Yogyakarta.
Asdak. 2002. Geodetic Glossary. National Geodetic Survey.
Dinas Perikanan Tingkat I Propinsi Riau. 1997. Buku Tahunan statistik II. I. Press. Jakarta.
393 hal.
Harnalin, Asmika, C. Sihotang dan Efawani. 2010. Penuntun Praktikum Limnologi. Fakultas
Perikanan dan Ilmu Kelautan. Universitas Riau. 33 Hal
Hehannusa, P.E. dan Haryani, Gadis S., 2001. Kamus Limnologi (perairan Darat). Panitia
Nasional Program Hidrologi Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia. IHP-UNESCO. 230
hal.
Ongkosongo, Otto. 1980. Penerapan Pengetahuan dan Data Pasang Surut. Asean-Australia
Cooperative Program 7On Marine Science Project I :Tides and Tidal Phenomena. Jakarta:
LIPI.
Sardjadi. Djoko.2003. Mekanika Fluida. Art Pro press. Bandung
Sastrodarsono, T. 1995. Pengukuran Topografi dan Teknik Pemetaan. PT Pradnaya Paramita.
Jakarta.
Sastrodarsono Suyono dan Kensaku Takeda, (1999), Hidrologi untuk Pengairan.Pradnya
Paramitha. Bandung.
Sihotang c. Asimka dan Efwandi. 2006. Penuntun praktikum Limnologi Fakultas Perikanan dan
Ilmu kelautan UNRI pekanbaru. Hal-28.
Sigid, Asmika Harnalin, dkk. 2010. Penuntun Praktikum Limnologi. Fakultas Perikanan dan
Ilmu Kelautan, Universitas Riau. 33 Hal.
Soebarkah,I. 1978. Hidrologi Untuk Perencanaan Bangunan Air. Idea Darma. Bandung.
Soemarto 1981, Hidrologi Jilid 1. Penerbit Nova Bandu. Jakarta .
Subiantoro. 2007. Metode Ekologi untuk Penyelidikan Ladang dan Laboratorium. Universitas
Indonesia Press. Jakarta.
Sumawidjadja, K. 1991. Limnologi. Institut Pertanian Bogor. Bogor.
Soewarno (1991).Hidrologi Pengukuran dan Pengolahan Data Aliran Sungai.,PT Nova,
Bandung.

Anda mungkin juga menyukai