Anda di halaman 1dari 132

TEKNIK DAN METODE

ANALISIS KUANTITATIF
SENYAWA ORGANIK DAN
ANORGANIK KONVENSIONAL

pustaka
Lee R. and L.E. James, 1985. Chemical Demonstration,
A sourcebook for teacher, American Chemical Society,
Washington DC.
Vogel, A.I., 1989, The Textbook of Quantitative Chemical
Analysis, 5th ed., Longman.
Skoog D.A., 1994. Analytical Chemistry, An Introduction.
Svehla G. and A.I. Vogel, 1982. Macro and Semi Micro
Qualitative Inorganic Analysis, 5th Ed., Longman.
Bishop C.B., et al. 1992. Experiments in General
Chemistry, 2nd ed. Harcourt Brace College Publishers,
New York.
Farmakope Indonesia ed IV

kimia farmasi analisis


Pengertian
Farmasi Analisis dapat didefinisikan
sebagai penerapan berbagai teknik,
metode, dan prosedur kimia analisis untuk
menganalisis bahan-bahan atau sediaan
farmasi.

Tujuan
Tujuan kimia analisis adalah terkait dengan penentuan
komposisi suatu senyawa dalam suatu bahan atau
sampel yang lazim disebut dengan kimia analisis kulitatif
.
1. kimia analisis kualitatif bertujuan untuk mengetahui ada
tidaknya (keberadaan) suatu unsur atau senyawa kimia
baik organik maupun anorganik.
2. kimia analisis kuantitatif bertujuan untuk mengetahui
jumlah suatu unsur atau senyawa dalam suatu cuplikan.

METODE ANALISIS
1. Metode konvensional, terdiri atas metode gravimetri dan
metode volumetric.
a. Metode Gravimetri
Metode Gravimetri berdasarkan pada penimbangan
berat konstan suatu senyawa yang dianalis.
b. Metode Volumetric
Metode Volumetri merupakan metode analisis yang
mendasarkan pada pengukuran volume larutan baku
yang beraksi dengan senyawa yang akan dianlisis dan
reaksinya berlangsung secara kuantitatif.

2. Metode Modern
Metode ini memiliki keunggulan dan kelemahan, yaitu :
Keunggulan
Metode modern menawarkan kepekaan yang tinggi
(batas deteksinya kecil), jumlah sampel yang diperlukan
sedikit, dan waktu penerjaannya relatif cepat karena
beberapa metode modern (seperti kromatografi), selain
dapat untuk melakukan analisis kuantitatif juga dapat
digunakan untuk melakukan pemisahan senyawa
terhadap sampel.
Kelemahan
Hampir semua analisis dilakukan dengan menggunakan
baku rujukan dan reprodusibilitasnya yang rendah
dibandingkan dengan metode konvensional.

Dasar-dasar yang harus dikuasai


dalam
kimia
farmasi
analisis
1. Lambang Unsur
Contoh : O ( Oksigen ), N ( Nitrogen ) dll.
2. Rumus Empiris
Merupakan rumus kimia yang menyatakan rasio
perbandingan terkecil dari atom-atom pembentuk
senyawa
Contoh : Rumus Empiris Glukosa CH2O
3. Valensi
Merupakan bilangan yang menyatakan banyaknya atom
H atau atom lainnya yang ekuivalensi dengan atom H.
Contoh : HCl = valensi atom Cl = 1
H2S = valensi atom S = 2
CH4 = valensi atom C = 4

4. Bilangan Oksidasi
Merupakan bilangan yang identik dengan valensi tetapi
dengan tanda yang menyatakan sifat muatan ketika
terbentuk dari atomnya yang netral.
5. Rumus Bangun atau Struktur
Merupakan konsep dari valensi (komposisi senyawa).
Contoh : rumus struktur glukosa (C6H12O6)
6. Persamaan Reaksi Kimia
Merupakan penulisan suatu reaksi atau perubahan kimia
yang mengacu pada hukum dasar-dasar kimia.
Penulisan persamaan reaksi memberikan
kesederhanaan tentang sebuah reaksi, misalnya reaksi
antara timah hitam nitrat dengan kalium iodida yang
membentuk endapan kuning.

KIMIA ANALITIK
Cabang dari ilmu kimia yang mempelajari teori dan cara- cara
melakukan analisis kimia terhadap suatu bahan atau zat kimia.

ANALISIS KIMIA
Organik dan anorganik

kualitatif
Untuk menemukan dan
mengidentifikasi zat (analit)

kuantitatif
Untuk menentukan jumlah
dan banyaknya suatuzat

analisis kualitatif
Menggunakan dua macam uji :
1) Reaksi kering yang digunakan untuk zat
zat padat dan dalam
keadaan kering, tanpa melarutkan
sampel. contoh : Uji nyala, uji manik borak
2) Reaksi basah yang diterapkan untuk zatzat dalam larutan. reaksi ini sangat umum
dilakukan

analisis kuntitatif
Berdasarkan informasi yang diberikan :
1)Analisis proksimat : penetapan banyaknya tiap
unsur tanpa memperhatikan senyawa yang
sebenarnya ada dalam sampel tersebut.
2)Analisis parsial : penetapan konstituenkonstituen terpilih dalam sampel tersebut.
3)Analisis konstituen runutan penetapan
komponen- komponen yang jumlahnya sangat
kecil.
4)Analisis lengkap: proporsi tiap komponen dalam
sampel yang ditetapkan

analisis kuantitatif
Berdasarkan banyaknya sampel yang dianalisis :
1)Analisis makro: bila sampel yang dianalisis
adalah lebih dari 0,1 gram
2)Analisis semi mikro: jumlah sampel antara 0,01
gram- 0,1 gram
3)Analisis mikro: jumlah sampel antara 1 mg- 10
mg
4)Analisis ultra mikro: jumlah sampel kurang dari 1
mg

analisis kuantitatif
Berdasarkan proporsi konstituen yang akan
ditetapkan :
1)Analisis konstituen utama ( major ): Kadar
konstituen lebih besar dari 1 %
2)Analisis konstituen kecil ( mikro ): Kadar
konstituen antar 0,01- 1 %
3)Analisis konstituen runutan ( trace): Kadar
konstituen kurang dari 0,01 %

teknik analisis kuantitatif


Volumetri/ titrimetri
konfensional
grafimetri
instrumen : spektrofotometri, kromatografi

gravimetri
Dalam analisis gravimetri, zat yang akan ditetapkan
diubah terlebih dahulu menjadi suatu endapan yang
tidak larut kemudian dikumpulkan dan ditimbang
Contoh:
Konsentrasi perak dalam sampel logam dapat ditetapkan
secara gravimetri, dengan cara mula mula melarutkan
sampel tersebut dalam asam nitrat kemudian ke dalam
larutan tersebut ditambahkan ion klorida secara
berlebihan sehingga semua ion perak yang ada dalam
larutan mengendap sebagai perak klorida.
Setelah dilakukan .pencucian, endapan dikeringkan dan
akhirnya ditimbang

TITRIMETRI (VOLUMETRI)
Dalam analisis titrimetri/volumetri, zat
yang akan ditetapkan dibiarkan bereaksi
dengan suatu pereaksi yang ditambahkan
sebagai larutan standar, kemudian volume
larutan standar yang diperlukan agar
reaksi sempurna diukur

TIPE REAKSI DALAM ANALISIS


VOLUMETRI
Reaksi penetralan
Reaksi pembentukan kompleks
Reaksi pengendapan
Reaksi oksidasi reduksi

METODE ANALISIS
Memilih teknik/metoda yang akan digunakan dalam suatu pekerjaan
analisis,hendaknya memperhatikan hal-hal berikut:
1. Tipe analisis yang diperlukan;menyangkut bentuk, komponen yang
akan dianalisis,molekular atau unsur. Perlu diketahui apakah untuk
keperluan analisis rutin atau sewaktu-waktu
2. Sifat material yang akan diselidiki,misalnya apakah termasuk zat
radioaktif,korosif,dipengaruhi oleh air,dan sebagainya
3. Kemungkinan adanya gangguan dari komponen lain yang terdapat
bersama-sama dalam cuplikan
4. Daerah konsentrasi yang diperlukan dalam penyelidikan
5. Ketepatan yang diperlukan
6. Fasilitas laboratorium
7. Waktu yang diperlukan
8. Pemilihan cara destruksi cuplikan yang tepat
Bila cuplikan tidak perlu didestruksikan, teknik apa yang akan dipilih

Metode Titrimetri / Volumetri


Prosedur analisis kimia yang didasarkan pada
pengukuran jumlah larutan titran yang bereaksi
dengan analit.
Larutan titran : larutan yang digunakan untuk
mentitrasi, biasanya digunakan suatu larutan standar
Larutan standar: larutan yang telah diketahui
konsentrasinya
titrasi dilakukan dengan menambahkan sedikit demi
sedikit titran ke dalam analit

Level volume titran


Klem

aA + tT produk
sejumlah a molekul analit A
bereaksi dengan t molekul reagensia
T (titran). Penambahan titran
dilakukan sedikit demi sedikit
melalui buret.

buret

Stopcock
erlenmeyer
Larutan
analit

Pengaduk
magnet

Titik ekuivalen
Titik dimana jumlah titran yang
ditambahkan ekuivalen dengan
jumlah analit secara
stoikhiometri

METODE ANALISIS TITRIMETRI


1. Perhitungan yang tercakup di dalamnya didasarkan pada
hubungan stoikiometrik dari reaksi kimia yang sederhana
2. Analisis dengan metode titrimetrik didasarkan pada reaksi
kimia seperti aA + tT --------- produk
3. Titik ekivalen = titik dimana jumlah T (titran) secara kimiawi
sama dengan A (analit).
4. Titik akhir = titik dimana indikator berubah warna, atau cara lain
dengan tanda lain yang menunjukkan titik akhir.
5. Reaksi yang dipergunakan untuk titrasi meliputi : asam-basa,
redoks, pengendapan dan pembentukan kompleks.

PERSYARATAN REAKSI DALAM TITRIMETRI


1. Reaksi harus diproses sesuai persamaan
kimiawi tertentu dan tidak boleh ada reaksi
samping.
2. Reaksi harus benar-benar selesai pada titik
ekivalensi.
Untuk
ini
konstanta
kesetimbangan reaksi haruslah amat besar
sehingga akan ada perubahan yang besar
dalam konsentrasi analit atau titran pada titik
ekivalensi.
3. Harus tersedia beberapa metode untuk
menentukan kapan titik ekivalen tercapai,
atau harus tersedia indikator atau metode
instrumental agar titik ekivalen terdeteksi.
4. Reaksi harus berjalan cepat, sehingga titrasi
dapat diselesaikan dalam beberapa menit.

STANDAR PRIMER

Standar primer harus mempunyai karakteristik sebagai berikut :


1.
Harus tersedia dalam bentuk murni, atau dalam suatu tingkat kemurnian
yang diketahui. Secara umum jumlah pengotor tidak boleh melebihi 0,01
sampai 0,02%.
2.
Substansi tersebut harus stabil. Harus mudah dikeringkan dan tidak
terlalu higroskopis sehingga tidak banyak menyerap air selama
penimbangan.
3.
Standar primer diharapkan mempunyai berat ekivalen yang cukup tinggi
agar dapat meminimalisasi konsekuensi galat pada saat penimbangan.
Contoh standarisasi:
Sebuah sampel Na2CO3, dengan berat 0,3542 g dilarutkan dalam air dan
dititrasi dengan larutan HCl. Volume HCl yang dibutuhkan untuk
mencapai titik ekivalen = 30,23 ml. Hitung molaritas dari HCl.
Reaksi yang terjadi : Na2CO3 + 2HCl ------------- NaCl + H2O + CO2

Penyelesaian

Pada titik ekivalen :


mmol HCl = 2 x mmol Na2CO3
VHCl x MHCl = 2 x mg Na2CO3/BM Na2CO3
30,23 x M HCl = 2 x 354,2/106,0
M HCl = 0,2211 mmol/mL

Konsentrasi Larutan
Molaritas (M)
mol A
=
M=
Liter larutan
M=

mol
V

Untuk mencari
gram zat terlarut:
g = M x V x BM

mmol A
mL larutan

Soal:
Hitung molaritas suatu larutan H2SO4 yang
mempunyai densitas 1,30 g/ml dan mengandung
32,6% bobot SO3. BM SO3=80,06
Jawab: 1 liter larutan mengandung
1,30 g/ml x 1000ml/L x 0,326 = 424 g SO3
(424g) / (80,06 g/mol)
M=
= 5,3 mol/L
1 liter
Karena 1 mol SO3 menghasilkan dalam air
maka ada 5,3 mol/L H2SO4 dalam larutan itu

Soal
Berapa gram Na2SO4 (142,1 g/mol)
diperlukan untuk membuat larutan
sebanyak 250 mL dengan konsentrasi
0,683 M
p. 138

Normalitas (N)
ek A

mek A
N=
=
mL larutan
Liter larutan
gram
ek
ek =
N=
Berat Ekuivalen
V
Untuk mencari gram zat
terlarut:
g = N x V x BE

Soal:

Hitung berapa gram Na2CO3 murni diperlukan untuk


membuat 250 ml larutan 0,150 N.
Natrium karbonat itu dititrasi dengan HCl menurut
persamaan CO32- + 2H+ H2CO3
Jawab: tiap Na2CO3 bereaksi dengan 2H+ , oleh itu
berat ekuivalennya setengah BMnya, 106/2 = 53 g/ek
jadi, banyaknya Na2CO3 yang diperlukan:
ek = g/BE
g = (0,15 ek/L) x (0,25 L) x (53 g/ek) = 1,99 g

Persen Berat gram zat terlarut dalam 100 g larutan


g zat terlarut

%=
x 100%
g zat terlarut + g pelarut
HCl pekat (BM 36,5) mempunyai
densitas 1,19 g/ml dan
mengandung 37% berat HCl.
Berapa ml asam pekat ini harus
diambil dan diencerkan menjadi 1
liter untuk membuat larutan 0,100
M

g = M x V x BM
= (0,100 mol/L) x (1 L) x (36,5
g/mol) = 3,65 gram
dalam 1 ml HCl pekat terdapat
1,19 g/ml HCl x 0,37 = 0,44 g/ml

Berapa M HCl pekat?


M = mol/L = g/(BM x V)
gram HCl = (1,19 g/ml) x (1000ml/L)
x 0,37 = 440 g/L
M = 440 g / {(36,5 g/mol) x 1 L }=
12,055 M

ml =
V1 =

3,65 g
= 8,3 ml
0,44 g/ml
M2 x V2
0,1 x 1
=
12,055
M1

= 0,0083 L = 8,3 ml

Titrasi Asam - Basa


Titran merupakan asam atau basa kuat
titrasi asam kuat - basa kuat
titrasi basa kuat - asam kuat
titrasi asam lemah - basa kuat
titrasi basa lemah - asam kuat

Indikator: zat yang ditambahkan ke


dalam larutan analit untuk mengetahui
titik akhir titrasi

TITRASI ASAM BASA (NETRALISASI)


Titrasi asam - basa digunakan untuk menentukan kadar analit yang
bersifat asam/basa atau zat yang dapat diubah menjadi asam/basa.
Air umumnya digunakan sebagai pelarut karena mudah diperoleh, murah,
tidak beracun dan mempunyai koefisien suhu muai yang rendah.
Penentuan titik ekivalen secara umum dapat dilakukan dengan dua
metode, yaitu dengan penambahan indikator (penambahan dilakukan
sebelum titrasi) atau monitoring perubahan pH dengan pH meter selama
proses titrasi berlangsung yang kemudian dilakukan plot perubahan pH
terhadap volume titran. Titik tengah dari kurva titrasi tersebut merupakan
titik ekivalen.
Indikator yang dipakai dalam titrasi asam basa adalah indikator yang
perubahan warnanya dipengaruhi oleh pH. Penambahan indikator
diusahakan sesedikit mungkin dan umumnya adalah dua hingga tiga tetes.
Pada saat titik ekuivalen maka mol-ekuivalent asam akan sama dengan
mol-ekuivalent basa, maka hal ini dapat kita tulis sebagai berikut:
mol-ekuivalen asam = mol-ekuivalen basa
Mol ekivalen = perkalian antara Normalitas dengan volume = N x V
Normalitas = Molaritas x jumlah H + pada asam atau OH- pada basa

Penentuan titik akhir titrasi

Perhatikan
perubahan
warna

Kurva Titrasi Asam Kuat - Basa Kuat

pH

12
11
10
9
8
7
6
5
4
3
2
1

Fenolftalein
Titik ekuivalen

Biru bromtimol
Merah metil

10

20

30

40

50

60

70

ml NaOH

Titrasi asam kuat - basa kuat


misalkan 50ml HCl 0,1 M
dititrasi dengan NaOH 0,1M
HCl(aq) + NaOH(aq) NaCl(aq) +
H2O(l) atau
H+(aq) + OH-(aq) H2O(l)
sebelum penambahan
NaOH
HCl adalah asam kuat dan
terdisosiasi lengkap, jadi [H+]
= 0,1
pH = - log [H+] = 1

Setelah penambahan 10 ml NaOH


reaksi yang terjadi selama titrasi adalah
H+(aq) + OH-(aq) H2O(l)
(50 ml) x (0,1 mmol/ml) H= bereaksi dengan
(10 ml) x (0,1 mmol/ml) OHH+(aq)
+ OH-(aq)
5,00 mmol
1,00 mmol
1,00 mmol
1,00 mmol
4,00 mmol

H2O(l)

dalam kesetimbangan terdapat 4,00 mmol H= dalam 60 ml larutan. Jadi,


[H+] = 4,00 mmol / 60ml = 6,67 x 10-2 mmol/ml
pH = - log [H+] = 2 - log 6,67 = 1,18
hitung pH larutan setelah penambahan 20, 30, 40, 45 dan 49,9 ml NaOH

Setelah penambahan 50 ml NaOH


reaksi berlangsung sempurna, garam
yang dihasilkan yaitu NaCl tidak asam
dan dan tidak pula basa dalam larutan
air (tidak dihidrolisis), maka larutan
itu netral; [H+] = [OH-] = 1,0 x 10-7
pH = 7
Setelah penambahan 60 ml NaOH

Perhatikan: setelah titik ekuivalen


tercapai (besar pH = 7,00),
penambahan 0,05 ml titran akan
merubah pH menjadi 9,7 nilai
tersebut diperoleh dari
H+(aq)
+ OH-(aq)
H2O(l)
5,00 mmol
5,05 mmol
5,00 mmol
5,00 mmol
0
0,05 mmol
dalam kesetimbangan terdapat
0,05 mmol OH- dalam 100,05 ml
larutan. Jadi,
[OH-] = 0,05 mmol / 100,05 ml =
0,0005 mmol/ml
pOH = - log [OH-] = 3,30125
pH = 14 - pOH = 9,7

H+(aq) + OH-(aq) H2O(l)


5,00 mmol
6,00 mmol
5,00 mmol
5,00 mmol
0
1,00 mmol
dalam kesetimbangan terdapat 1,00
mmol OH- dalam 110 ml larutan. Jadi,
[OH-] = 1,00 mmol / 110ml = 9,1 x
10-3 mmol/ml
pOH = - log [OH-] = 3 - log 9,1 =
hitung pH larutan setelah
2,04
penambahan 51, 70, 80,
pH = 14 - pOH = 11,96
100 ml NaOH

Perubahan warna pada fenolftalien

Perubahan warna terjadi pada pH 8,3 - 10

Perubahan warna pada biru bromtimol

Perubahan warna terjadi pada pH 6 - 7,6

Perubahan warna pada merah metil

Perubahan warna terjadi pada pH 4,2 - 6,3

Kurva Titrasi Asam Lemah - Basa Kuat

pH

12
11
10
9
8
7
6
5
4
3
2
1

Titik ekuivalen

10

20

30

40

50

60

70

ml NaOH

Titrasi asam lemah - basa kuat


misalkan 50ml suatu asam lemah HA
Ka =1,0 x 10-5 0,1 M dititrasi dengan
NaOH 0,1M
sebelum penambahan NaOH
HA adalah asam lemah dan
terdisosiasi dengan lemah
HB (aq) + H2O (l)
H3O+ (aq) + AMaka dianggap [H3O+] [A-] dan
[HA] = 0,1 - [H3O+] 0,1
[H3O+][A-]
[HA]
[H3O]2
0,1

= Ka

= 1,0 x 10-5

[H3O+] = 1,0 x 10-3


pH

= 3,00

(aq)

Setelah penambahan 10 ml NaOH


reaksi yang terjadi selama titrasi
adalah
HA + OH- H2O + A(50 ml) x (0,1 mmol/ml) HA bereaksi
dengan (10 ml) x (0,1 mmol/ml) OHHA

5,00 mmol
1,00 mmol
4,00 mmol

OH-

H2O

A-

1,00mmol
1,00mmol
0

1,0mmol 1,0mmol

dalam kesetimbangan terdapat 4,00


mmol HA dan 1,0 mmol A- dalam 60
ml larutan.

[HA] =

[A-] =

4,00
60

60

= Ka

[H3O+] (1,0/60)
(4,0/60)

= 1,0 x 10-5

[H3O+] = 4 x 10-5
pH

4,00

1,00
1,00
+ [H3O+]
60
60

[H3O+][A-]
[HA]

- [H3O ]
+

= 5 - log 4 = 4,40

Setelah penambahan 50 ml
NaOH
(pH pada titik ekuivalen)
terbentuk 5,00 mmol A-; [A-] =
5,00/100 = 0,05M
A- adalah basa dan reaksinya
dengan air adalah
A- + H2O
HA + OHdianggap [HA] [OH-]
maka
[HA][OH-]
= Kb = 1,0 x 10-9
[A- ]
[OH-]
0,05

= 1,0 x 10-9

[OH-] = 7,1 x 10-6


pOH = 5,15
pH = 8,85

Setelah penambahan 60 ml NaOH


setelah tercapai titik ekuivalen, masih
terdapat 10 ml OH- 0,1M atau 1,0
mmol
sementara OH- yang dihasilkan dari
reaksi
A- + H2O
HA + OHdapat diabaikan, sehingga
1,0 mmol
[OH ] =
= 9,1 x 10-3
110 ml
pOH = 2,04
pH = 11,96

Perhatikan: setelah titik


ekuivalen tercapai (besar pH =
8,85), penambahan 0,10 ml
titran akan merubah pH menjadi
9,7 nilai tersebut diperoleh dari
0,01 mmol
[OH ] =
-

100,1 ml

pOH = 4,0
pH = 10,0

= 9,99 x 10-5

Cara menghitung pH titrasi


untuk titrasi asam lemah - basa kuat
Spesi yang
terdapat
pada larutan

T=0
T<1

HA

asam
terionisasi
HA dan Abuffer

T=1

HA + OH

Persamaan

+
H3O++ A- Ka = [H3O ][A ]

HA + H2O

[HA]
[H3O ] = [A-]

[H3O ] = Ka.[HA]

Ka =

[H3O+][A-]
[HA]

A- + H2O

pH = pKa + log

HA + OH

Garam
[OH-] = Kb.[A-]
terhidrolisis

T>1

OH-

A- + H2O

[OH-] = kelebihan titran

Kb =

[A-]
[HA]

[HA][OH -]

[A-]
[HA] = [OH -]

Cara menghitung pH titrasi


untuk titrasi basa lemah - asam kuat
Spesi yang
terdapat
pada larutan

T=0
T<1

T=1

HB+ + OH

[OH-] = Kb.[A-]

B dan HB+

[HB+][OH -]

HB+
Garam
terhidrolisis

T>1

B + H2O

Basa
terionisasi

buffer

H3O+

B + H3O+

Persamaan

Kb =

[B]

HB+ + H2O

Kb =

HB+ + H2O
[HB+][OH -]
[B]

[HB] = [OH -]

pOH = pKb + log


H3O++ B

[H3O+] = Ka.[HB+]

[H3O+] = kelebihan titran

Ka =

[HB+]

[H3O+][B]
[HB+]

[H3O+] = [B]

[B]

INDIKATOR ASAM - BASA


Nama

pH range

Warna

Tipe (sifat)

Biru timol

1,2 2,8
8,0 9,6

Merah kuning
Kuning - biru

asam

Kuning metil

2,9 4,0

Merah - kuning

basa

Jingga metil

3,1 4,4

Merah - jingga

basa

Hijau bromkresol

3,8 5,4

Kuning - biru

asam

Merah metil

4,2 6,3

Merah - kuning

basa

Ungu bromkresol

5,2 6,8

Kuning - ungu

asam

Biru bromtimol

6,2 7,6

Kuning - biru

asam

Merah fenol

6,8 8,4

Kuning - merah

asam

Ungu kresol

7,6 9,2

Kuning - ungu

asam

Fenolftalein

8,3 - 10

t.b - merah

asam

Timolftalein

9,3 10,5

t.b - biru

asam

Kuning alizarin

10,0 12,0

Kuning - ungu

basa

Teori perilaku indikator


Indikator adalah asam dan basa organik lemah yang bentuk takterurainya dan bentuk ioniknya memiliki warna yang berbeda.
Salah satu contoh adalah p-nitrofenol, yang merupakan asam
lemah. Dalam bentuk tak-terurai p-nitrofenol tidak berwarna,
tetapi anionnya, yang mempunyai suatu sistem pengubah ikatan
tunggal dan ganda (sistem terkonjugasi) berwarna kuning.

Indikator fenolftalein merupakan asam diprotik dan tidak


berwarna. Pada penguraian pertama masih tetap tidak berwarna
dan kemudian dengan hilangnya proton kedua, menjadi ion
dengan sistem terkonjugasi dan memberikan warna merah.

Metil oranye, indikator ini merupakan basa dengan warna kuning


dalam bentuk molekulnya. Adanya penambahan proton
menghasilkan kation berwarna merah muda.

Penentuan rentang Perubahan Warna Suatu Indikator

Sebagai ilustrasi kita permisalkan Indikator asam sebagai HIn dan Indikator
basa sebagai In.
Persamaan penguraiannya :
HIn + H2O
H3O+ + InIn + H2O

InH+ + OH-

Tetapan penguraian dari asam =

Ka = (H3O+)(In-)/(HIn)

Dalam bentuk logaritma :

pH = pKa log (HIn)/(In)

Diasumsikan molekul HIn berwarna merah dan ion In- berwarna kuning
Warna yang terlihat tergantung pada jumlah relatif kedua bentuk itu. Pada
pH rendah, HIn asam menonjol sehingga akan terlihat merah. Dalam
larutan ber pH tinggi, In- akan menonjol sehingga terlihat kuning. Pada nilai
pH menengah dimana kedua bentuk memiliki konsentrasi hampir sama,
warnanya mungkin oranye.

Perubahan warna indikator

Selanjutnya kita asumsikan pKa dari HIn adalah 5,00, dan larutan tampak
berwarna merah bila rasio(HIn)/(In) sebesar 10 : 1, dan kuning bila rasionya
1 : 10 atau kurang.
Perubahan pH minimum untuk merubah warna indikator kita sebut sebagai
pH. Hal ini bisa diperkirakan denganperhitungan sbb:
Kuning :
pHy = pKa + log 10/1 = 5 + 1
Merah :

pHr = pKa + log 1/10 = 5 1


pH = pHy pHr = 6 4 = 2

Ini berarti bahwa dibutuhkan perubahan pH sebesar 2 satuan untuk


terjadinya perubahan warna dari merah ke kuning.

KELAYAKAN TITRASI ASAM - BASA

Supaya reaksi kimia cocok untuk proses titrasi, reaksinya harus sempurna
pada titik ekivalen. Semakin besar tetapan kesetimbangan, semakin
sempurna reaksinya dan semakin besar perubahan pH pada titik ekivalen.
Tetapan kesetimbangan untuk asam kuat basa kuat sangat besar :
H3O+ + OH2H2O ; K = 1/Kw = 1,0 x 1014
Konsentrasi zat yang dititrasi dan titran mempengaruhi besarnya pH
Diinginkan bahwa pH berubah 1 atau 2 satuan untuk penambahan
beberapa tetes titran pada titik ekivalen, jika digunakan indikator visual.
Contoh perhitungan:
Sebanyak 50,0 mL HA 0,10 M dititrasi dengan basa kuat 0,10 M. (a) hitung
nilai K minimum agar bila 49,95 mL titran ditambahkan, reaksi antara HA
dan OH- pada dasarnya sempurna dan pH berubah 2 satuan pada
penambahan 2 tetes lagi (0,10 mL) titran. (b) Ulangi perhitungan untuk pH
= 1 satuan.

Solusi
(a)

pH 0,05 mL di luar titik ekivalen dapat dihitung sbb:


(OH-) = 0,05 x 0,10/100,05 = 5 x 10-5 M
pOH = 4,30; pH = 9,70
Jika pH sama dengan 2 satuan, pH 0,05 mL sebelum titik ekivalen
harus sebesar 7,70. Pada titik ini, jika reaksi sempurna, kita hanya
memiliki 0,005 mmol HA yang tidak bereaksi. Sehingga :
pH = pKa + log (A-)/(HA)
7,70 = pKa + log (4,995)/(0,005)
pKa = 4,70
Ka = 2,0 x 10-5
K = Ka/Kw = 2,0 x 10-5/1,0 x 10-14
= 2,0 x 109

(b)

Jika pH = 1, maka
8,70 = pKa + log 4,995/0,005
pKa = 5,7; Ka = 2,0 x 10-6; K = 2,0 x 108

KURVA TITRASI

Untuk menentukan bisa atau tidaknya suatu reaksi digunakan dalam titrasi,
kita perlu membuat suatu kurva titrasi. Kurva ini merupakan plot antara pH
atau pOH dengan mililiter titran. Kurva ini juga berguna dalam pemilihan
indikator yang sesuai.

Fenolftalein
pH

Bromtimol biru
Metil merah

50

mL NaOH

Kurva asam kuat


basa kuat

KURVA TITRASI ASAM KUAT BASA KUAT

Contoh kasus:
Sebanyak 50 mL HCl 0,10 M dititrasidengan NaOH 0,10 M. Hitung pH pada
awal titrasi dan setelah penambahan 10; 50; dan 60 mL titran.

(a) pH awal, HCl merupakan asam kuat dan terurai sempurna. Maka
(H3O+) = 0,10; pH = 1,0
(b) pH setelah penambahan 10,0 mL basa.
Kita mulai dengan 50,0 mL x 0,10 mmol/mL = 5,0 mmol HCl, dan
menambahkan 10,0 mL x 0,10 mmol/mL NaOH. Reaksinya :
mmol
H3O+ + OH2H2O
Awal :
Berubah:
Kesetimbangan:

5,0
-1,0
4,0

1,0
-1,0
-

Reaksi selesai dengan baik, karena tetapan kesetimbangannya, K, sama


dengan 1/Kw atau 1,0 x 1014. Konsentrasi H3O+ sama dengan
(H3O+) = 4,0 mmol/60,0 mL = 6,67 x 10-2 mmol/mL
pH = 2 log 6,67 = 1,18

(c) pH pada titik ekivalen. Kita mulai dengan 50,0 mL x 0,10 mmol/mL = 5 mmol
HCl dan telah menambahkan 50,0 mL x 0,10 mmol/mL = 5,0 mmol NaOH.
Reaksinya
mmolH3O+ + OH2H2O
Awal :
5,0
Berubah :
-5,0
Kesetimbangan
Kesetimbangannya :

5,0
-5,0
2H2O

H3O+ + OH-

dan (H3O+)(OH-) = Kw = 1,0 x 1014


Karena

(H3O+) = (OH-) ------ (H3O+)2 = 1,0 x 10-14

(H3O+) = 1,0 x 10-7 ---------- pH = 7,0

(d)

pH setelah penambahan 60,0 mL basa. Kita mulai dengan 50,0 mL x 0,10


mmol/mL = 5,0 mmol HCl dan telah menambahkan 60,0 mL x 0,10
mmol/mL = 6,0 mmol NaOH. Reaksinya :
mmol
H3O+ + OH2H2O
Awal :
5,0
6,0
Berubah :
-5,0
-5,0
Kesetimbangan :
1,0
Konsentrasi ion OH- adalah
(OH-) = 1,0 mmol/110 mL = 9,1 x 10-3 M
pOH = 3 log 9,1 = 2,04
pH = 14,0 2,04 = 11,96.

KURVA TITRASI ASAM LEMAH BASA KUAT

(a)

Contoh kasus :
Sebanyak 50,0 mL larutan 0,10 M asam lemah, HB dengan
Ka = 1,0 x 10-5, dititrasi dengan NaOH 0,10 M. Hitung pH pada awal titrasi
dan setelah penambahan 10,0; 50,0; dan 60,0 mL titran.
pH awal. Karena HB terurai dengan lemah, menghasilkan satu B- dan
satu H3O+,
HB + H2O
H3O+ + BKita berasumsi bahwa
dan

(H3O+) (B-)

(HB) = 0,10 (H3O+) 0,10

Dengan mensubstitusikan nilai ini kedalam persamaan Ka, didapatkan


(H3O+)(B-)/(HB) = Ka ------------ (H3O+)2/0,10 = 1,0 x 10-5
(H3O+) = 1,0 x 10-3 --------------- pH = 3,00
(b)

pH setelah penambahan 10,0 mL basa. Kita mulai dengan 50,0 mL x 0,10


mmol/mL = 5,0 mmol HB dan kemudian menambahkan 10,0 mL x 0,10
mmol/mL = 1,0 mmol OH-. Reaksi yang terjadi :

mmol
HB + OH
B- + H2O
Awal :
5,0
1,0
Berubah :
-1,0
-1,0
+ 1,0
Kesetimbangan :
4,0
1,0
Reaksi penguraian dan konsentrasi kesetimbangannya adalah:
HB +
H2O
H3O+
+
B4,0/60,0 (H3O+)

(H3O+)

1,0/60,0 + (H3O+)

Karena (H3O+) kecil --------- (HB) 4,0/60,0 dan (B-) 1,0/60,0


Ka = (H3O+)(B-)/(HB) = (H3O+)(1,0/60,0) : 4,0/60,0 = 1,0 x 10-5
(H3O+) = 4,0 x 10-5 ------------------ pH = 5,0 log 4,0 = 4,40
Cara lain:

pH = pKa + log (B-)/(HB)


pH = 5,0 + log (1,0/6,0 : 4,0/60,0)------ pH = 4,40

(c) pH pada titik ekivalen. Kita mulai dengan 5,0 mmol HB dan menambahkan
50,0 mL x 0,10 mmol/mL = 5,0 mmol OH-. Reaksi yang terjadi :
mmol
HB + OHB- + H2O
Awal :
5,0
5,0
Berubah :
-5,0
-5,0
+ 5,0
Kesetimbangan :
5,0
B- adalah basa. Reaksi penguraian dan konsentrasi kesetimbangannya
adalah:
B- + H2O
HB + OH5,0/100 (OH-)
(HB)
(OH-)
Persamaan untuk Kb :
(HB)(OH-)/(B-) = Kb = Kw/Ka = 1,0 x 10-14/1,0 x 10-5 = 1,0 x 10-9
Karena B- adalah basa lemah, kita berasumsi bahwa (OH-) kecil
(B-) = 5,0/100 (OH-) 0,05
Karena penguraian menghasilkan satu HB dan satu OH- kita asumsikan :
(HB) (OH-), maka (OH-)2/0,05 = 1,0 x 10-9; (OH-) = 7,1 x 10-6
pOH = 5,15;
dan pH = 8,85

(d)

pH setelah penambahan 60,0 mL basa.


Kita mulai dengan 5,0 mL HB dan menambahkan 60 mL x 0,1 mmol/mL
= 6,0 mmol OH-. Reaksi yang terjadi :
mmol
HB + OHB- + H2O
Awal :
5,0
6,0
Berubah :
-5,0
-5,0
+5,0
Kesetimbangan :
1,0
5,0
Ini berarti terdapat 1 mmol kelebihan OH- dan juga sedikit OH- yang
dihasilkan oleh basa B- (kebalikan dari reaksi di atas)
B- + H2O
HB + OHNamun reaksi ini dapat diabaikan karena OH- menggeser kesetimbangan
kekiri. Sehingga :
(OH-) = 1,0 mmol/110 mL = 9,1 x 10-3 mmol/mL
pOH = 2,04 dan pH = 11,96

TITRASI REDOKS
Titrimetri melibatkan rekasi oksidasi dan
reduksi yg berkaitan dg perpindahan elektron

Perubahan e- perubahan valensi atom / ion


yang bersangkutan.
Zat pengoksid mendapatkan e- dan tereduksi
valensi atom / ion menurun
Zat pereduksi kehilangan e- dan teroksidasi
Valensi atom /ion meningkat

Contoh : Perubahan dari :


Fe2+ Fe3+
Cl- Cl2
Cu Cu2+

+2 +3

-1 0

reaksi oksidasi

0 +2

Prinsip reaksi redoks (Reduksi Oksidasi)

Ox
+ Red
Red1 + Ok2
1 reaksi
syst2reduksi
Tereduksi

reaksi syst oksidasi

teroksidasi
Proses oksidasi reduksi terjadi bersama sama
pada pelaksanaan TITRASI.

Secara umum reaksi redoks digambarkan


Ma+ + ne- M(a-n)+
Ox.1
Red.1
Ma+
Red.2

: EoV

reaksi tereduksi
di katoda

M(a-n)+ + ne- : E 0 V
Ox.2

reaksi teroksidasi
di anoda

Contoh:
Fe2+ + Ce4+ Fe3+ + Ce3+
Fe3+ + e-

Fe2+

Ce4+ + e- Ce3+

: Eo = 0,771 Volt

potensial reduksi

: Eo = 1,61 Volt

Zat pengoksid lemah cenderung kurang


shg hanya dpt mengoksidai zat pereduksi yg
plg siap menghasilkan eKekuatan zat pengoksidasi dan pereduksi di
tunjukkan ole nilai potensial reduksi nya.

POTENSIAL STANDAR
SETENGAH REAKSI

Sistem Redoks

Eo Volt

H2O2 + 2H+ + 2e- 2 H2O

1,77

MnO4- + 4H+ + 3e- MnO2 + 2H2O

1,695

Ce4+ +

e-

Ce3+

MnO4- + 8H+ + 5e- Mn2+ + 4 H2O


Cr2O72- + 14 H+

+ 6e- 2Cr3+ + 7H2O

1,6 1
1,51
1,3 3

MnO2 + 4H+ 2e- Mn2+ + 2H2O

1,23

2IO3- + 12H+ + 10e- I2 + 6H2O

1,20

H2O2 + 2e- 2OH-

0,88

Cu2+ + I- + e- CuI

0,86

Fe3+ + e- Fe2+

0,771

O2 + 2H+ + 2e- H2O2

0,682

I2(aq) + e- 2I-

0,6197

H3AsO4 + 2H+ + 2e- HAsO2 + 2H2O

0,559

SETENGAH REAKSI

Sistem Redoks

Eo Volt

I3- + 2e- 3I-

0,5355

Sn4+ + 2e- Sn2+

0.154

S4O62- + 2e- S2O3 2-

0,08

2H+ + 2e- H2

0,0000 **

Zn2+ + 2e- Zn

-0,763

2H2O + 2e- H2 + 2OH-

-0,828

** Normal Hidrogen Elektrode (NHE) atau Standard Hydrogen Elektrode (SHE)

Reagen yang berperan sebagai Reduktor/Oksidator


Reagen mengalami autooksidasi.
Titrasi redoks merupakan bagian dr Titrasi Volumetri
yang akan terlaksana dengan baik bila :
Kesetimbangan redoks tercapai dengan cepat
setiap penambahan volume titran
Adanya indikator penunjuk TE.stokhiometri
reaksi syst oksidasi dan reaksi syst reduksi
saat titrasi selalu terjadi kesetimbangan pada
seluruh titik pengamatan

Pengaruh Konsentrasi & Reaksi dari medium


Hubungan antara beda potensial (E) sistim redoks
dan konsentrasi bentuk teroksidasi dan tereduksi
ditunjukkan oleh pers NERNST sbg turunan dari
HK.Termodinamika.
RT
[spesies tereduksi]
E = Eo - ------- ln -------------------------------nF
[spesies teroksidasi]
Eo
R
T
F
n

(1)

= potensial standard
ln = 2,303 log
= konstante gas (8,313 joule)
= temperatur absolut
= konstante Faraday (96500 coulomb)
= banyaknya elektron yang ditransf dlm reaksi

Penentuan TAT atau TE.


Kurve Titrasi Redoks
Dalam titrasi redoks zat atau ion yang terlibat dlm
reaksi berubah secara kontinyu, yang akan mempe
ngaruhi perubahan potensial (E) larutan.
Dengan mengalurkan potensial (E) thd perubahan
Vol titran yg ditambahkan diperoleh kurve titrasi
spt kurve titrasi netralisasi.
Contoh : titrasi garam Fe2+ dg KMnO4 dalam larutan
asam

teroksidasi

MnO4- + 5Fe2+ + 8H+

Mn2+ + Fe3+ + 4H2O

Reaksi yg terjadi reversibel, larutan akan selalu


mengandung kedua ion awal dan ion yang terbentuk
selama reaksi, dg kata lain pada tiap tahapan titrasi
larutan akan mengandung dua redoks Fe2+ /Fe3+ dan
MnO4-/Mn2+ untuk menghitung E menggunakan
pers 2 atau 3
0,0591
[Fe2+ ]
Pers (2) E = 0,771 ----------- log ----------1
[Fe3+ ]

Pers (3)

0,0591
[Mn2+ ]
E = 1,51 - -------------- log ----------------------n
[MnO4-] [H+]8

RT
----- x 2,303 = 0,0591 pers (2) & pers (3) memberikan

KURVE TITRASI
Daerah setelah TE

E Volt

TE

Daerah
Sebelum
TE
Daerah TE

mL titran

Pers (2) dan (3) dapat digunakan untuk perhitungan


selanjutnya.
Pers(2) akan lebih mudah untuk menghitung E besi
ketika penambahan vol titran mendekati TE.
Sedang pers (3) dipakai untuk menghitung E MnO4
ketika terjadi kelebihan vol titran.
Contoh:
50 mL lrtn
KMnO4
Nx

100
mL
FeSO4
Nx

Dicapai 50% Fe 2+ Fe3+

Brp E pada keadaan sebelum TE, TE, dan sesudah TE

Maka dapat dituliskan


0,0591
[50]
E = 0,771 - ---------- log ------- = 0,771 volt.
1
[50]
Keadaan sebelum TE.
E pada penambahan 0,1 sebelum TE pada pe (+)
99,9 mL lrt KMnO4
0,0591
[0,1]
E = 0,771 - ----------- log ---------- = 0,944 volt
1
[99,9]
Keadaan sesudah TE
0,0591
`
[100]
E = 1,51 - ------------ log ----------------- = 1,475 volt
5
[0,1] [H+]8

Keadaan TE, diasumsikan [H+] = 1 M ,


0,0591
[Fe2+]
E = 0,771 - ------------ log ----------1
[Fe3+]

sel sist redoks

0,0591
[Mn2+ ]
E = 1,51 - ------------ log ------------- sel sist redoks
5
[MnO4-]
-------------------------------------------------------------- [+]

0,0591
[Fe2+ ] [Mn2+ ]
6E = 0,771 + 5x1,51 - ---------- log ------------------------ (****)
1
[Fe3+ ] [MnO4- ]
Pada TE banyaknya eq titran = eq titrat.

Pada TE banyak ion MnO4- yang di (+) kan sesuai dg


persamaan reakasi berikut :
MnO4- + 5Fe2+ + 8H+

Mn2+ + 5Fe3+ + 4H2O

Pada kesetimbangan setiap 1 ion MnO4- harus ada


5 ion Fe2+
Shg persamaan (****) harga log [ ] = 0

Maka ETE

0,771 + (5 x 1,51)
= ------------------------------ = 1,387 volt
6

Kurve titrasi redoks secara umum sama dg kurve


Titrasi netralisasi (asam-basa).
E berubah tiba-tiba saat TE, dan berikutnya kurve
tetap mendatar ini menunjukkan perubahan E
sangat lambat selama titrasi.
belokan pd kurve dapat digunakan utk penentu TE dg
bantuan indikator.
Besarnya perubahan E lrt tgt pada perbedaan Eo dari
kedua sistim redoks.
Kurva oksidimetri biasanya tdk tgt pengenceran, krn
Pers NERNST merupakan perbandingan [teroksidasi]
[tereduksi], shg tdk berubah dg pengenceran.

Keadaan ini benar jika koefisien bentuk redoks


kedua sistem sama

Titik belok kurve titrasi redoks dapat diperlebar jika


Salah satu ion yang terbentuk membentuk kompleks.
Contoh : pada titrasi redoks penambahan PO43- , Fbergabung dg Fe3+ kompleks stabil

[Fe(PO4)2]= , [FeF6]=

Indikator Reaksi Redoks.


TE titrasi redoks dapat dilakukan dengan / tanpa Ind
Tanpa indikator bisa dilakukan jika semua zat
pereduksi teroksidasi oleh oksidator dan
memberikan perubahan fisik (warna/tidak berwarna )
yang bisa teramati dg jelas.
Contoh : MnO4- dlm suasana H+, warna ungu lemba
yung ion MnO4- hilang krn tereduksi Mn2+ ketika
Semua zat pereduksi telah dititrasi, kelebihan 0,1 mL
permanganat larutan menjadi merah muda.
Contoh lain: titrasi zat pereduksi dg lrt Iod, perubhn
warna coklat gelap tak berwarna dr Iod I2 I- ,
karena warna Iod krg tajam mk utk mempertajam
digunakan indikator amilum biru kuat (I 2 <<)

Indikator berubah warna ketika E lrtn yg di titrasi


mencapai harga tertentu.
Ind

oks

+ ne

Ind

red

Dengan menerapkan pers Nernst dapat dituliskan


E = Eoind

0,0591
[Ind red]
- ---------- log ---------------n
[Ind oks]

(5)

Utk kepentingan praktek rentang jangkauan indikator


Redoks dinyatakan dengan :
E = Eoind

0,0591
- -------------n

(6)

Contoh :
Indikator Difenilamin Eo = +0,76 volt , n = 2
Rentang E Indikator redoks :
0,0591
E1 = 0,76 ----------- = 0,73 volt.
Rentang E
2
0,73 0,79 volt
0,0591
E2 = 0,76 + ------------ = 0,79 volt.
2
E=0,73 <
Bentuk
tereduksi
tidak berwarna

berubah
bertahap

< E=0,79
bentuk
teroksidasi
ungu lembayung

E.Ind Redoks dg perub warna / kondisi larutan


Indikator

Warna
teroks

Warna teredk Eo.vol


t

Kondisi
lrtn

Kompl,Fe(II) 5-nitro-1,10
-fenantrolin

Biru pucat

Merah ungu

+1,25

1M H2SO4

Asam 2,3-difenilamin dikarbosilat

Biru-violet

Tak berwarna

+1,12

7-10 M
H2SO4

Kompl,Fe(II) 1,10-fenantrolin

Biru pucat

merah

+1,11

1M H2SO4

Erioglaucin A

Biru-merah

Kuning-hijau

+0,98

0,5M H2SO4

As difenilamin sulfonat

Merah-ungu

Tak berwarna

+0,85

Asam encer

difenilamin

ungu

Tak berwarna

+0,76

Asam encer

P-ethoksikrisoidin

kuning

merah

0,76

1M asam

Biru metilen

biru

Tak berwarna

+0,53

1M asam

Indigo terasulfonat

Biru

Tak berwarna

+0,36

1M asam

fenasafranin

biru

Tak berwarna

+0,28

1M asam

Reaksi samping dalam Titrasi Redoks


Salah satu kesukaran dalam titrasi Redoks adalah
terjadinya reaksi samping,sehingga akan mem
pengaruhi penggunaan titran anlisa menjadi tidak
akurat .
Contoh : pada penetapan Ferro dg permanganat.
5Fe2+ + MnO4- + 8H+

5Fe3+ + Mn2+ + 4H2O

Dari persamaan reaksi ion H+ dibutuhkan harus


dilakukan dalam suasana asam.
Namun sifat dari asam yang menghasilkan H+ sangat
berarti.
Dalam praktek asam yang tepat dan benar digunakan
Asam sulfat. Bagaimana kalau digunakan HCl?

Reaksi yang terjadi dg adanya HCl


10Cl- + 2 MnO4- + 16H+

2Mn2+ + 8H2O + 5Cl2

Terlihat kebutuhan permanganat menjadi lbh banyak


karena dibutuhkan untuk reaksi samping.
klor yang terbentuk dalam reaksi harus mengoksidasi
Fe2+ mengikuti reaksi
2Fe2+ + Cl2

2 Fe3+ + 2 Cl-

Jika semua klor ada di larutan, banyaknya besi yang


teroksidasi ekivalen dengan banyaknya permanganat
yg diperlukan dlm pembentukan reaksi samping Cl2.
Namun dalam praktek beberapa klor menguap dan ini
Mengakibatkan penggunaan permanganat menjadi lbh

Beberapa sistim redoks


CERIMETRI
Lrt stand : Ce(IV) Sulfat (oksidator)
dpt digunakan spt lrt std KMnO4
dg sistem Titrasi Kembali dg lrtn
stand Na.Oksalat
Ce4+ Ce3+
kuning

tdk berwarna

perlu indikator

krg terdukung

(NH4)2Ce(NO3)6 / HClO4
Amonium Heksa Nitro Serat dlm HClO4
Indikator : Penantroline , Feroin .

Dalam titrasi dibutuhkan senyawa organik utk meng


oksidasi dg membentuk CO2
HO

1) 12M H2SO4

CCHCHC
+ 10Ce4+ + 12.H2O
O
OH OH
OH
2) 4M HClO4
Asam tartrat 1) n=10 , 2) n = 6

(1)

(2) 2CO2

4CO2 + 10Ce3+ + 10H3O+

O
+ 2HC + 6Ce3+ + 6H2O
OH

Contoh aplikasi titrasi Cerimetri.


Fe2+
&
Ti 4+

suasana asam
dilarutkan scr pasti

Wo = 1,75gr

Titran Ce
0,075 N

250 mL
titrasi

Per
50 mL
aliquot

a) metoda Walden Reduktor (Ag reduktor)


membutuhkan titran 18,2 mL
b) metoda John Reduktor (Zn reduktor)
membutuhkan titran 46,2 mL
Berapa % Fe sbg Fe2O3 dan % Ti sbg TiO2

Reaksi yang terjadi pada Walder Reduktor.


Walden Reduktor Ag(s) + CeFe3+ + e-

AgCl(s) + e-

Fe2+

TiO2+
Reaksi yang terjadi pada John Reduktor
John Reduktor
Fe2+ + eTiO2+ + 2H3O+

Zn(s)

Zn2+ + 2e-

Fe3+
+ e-

Ti3+ + 3H2O

Penyelesaian soal :
Dari Walden R Fe3+
Ti

Fe2+ n=1

meq Fe2O3 setara meq titran Cerri


meq Ce = 18,2 x 0,075
W Fe2O3 (mg)
---------------------- = meq Fe2O3
Mr Fe2O3 / n
WFe2O3 = 0,075 x 18,2 x 100 = 136.5 mg per 50 mL
W Fe2O3 dalam sampel = 136,5 x 250/50 = 682,5 mg
= 39 %

Dari John Red Fe dan Ti tereduksi


Fe3+

Fe2+

Ti4+

Ti3+

meq titran = setara meq Fe3+ + Ti4+

W.TiO2 (mg)
46,2 x 0,075 = ------------------Mr.TiO2 / n

+ meq Fe2O3

W.TiO2 (mg)
3,465 mg = -------------- + 1,365 mg
35/1
W.TiO2 (mg) = (3,465 1,365) x 35 = 73,5 mg`/ 50 mL
dlm sampel = 73,5 x 5 =367,5 mg
=367,5 / 1750 x 100 %
= 21 %

PEMANGANOMETRI

Metoda titrimetri dg larutan standard KMnO 4


Titran KMnO4 oksidator kuat
(+) * sbg self indikator titran
* TE ditunjukkan oleh perubahan warnanya sendiri
ungu jambon tidak berwarna.
(-) * kekuatan oksidasi tergantung medium larutan,
asam , netral, basa kuat. & reaksi yg terjadi
* dlm medium HCl, KMnO4 teroksidasi oleh Cl* Kestabilan larutan terbatas
* larutan standard sekunder (perlu standardisasi)

Penggunaan KMnO4
1.SUASANA ASAM 0,1 N
MnO4- + 8H+ + 5eMnO4- + 8H3O+ + 5eMn7+ Mn2+

n=5

SUASANA NETRAL
MnO4- + 4H3O+ + 3eMn7+ MnO2

n=3

3. SUASANA BASA KUAT


MnO4- + eMnO42-

Mn2+ + 4H2O
Mn2+ + 12H2O
Eo = 1,51 volt
MnO2 + 6H2O
Eo = 0,1695 volt
n = 1 Eo = 0,564 volt

Larutan KMnO4 dlm air tdk stabil air teroksidasi


4.MnO4- + 2.H2O

4.MnO2 + 3.O2 + 4.OH-

Perurian dikatalis adanya :


cahaya, panas, asam, basa

Mn2+

MnO2

dekomposisi sendiri bersifat auto katalitik


S

STANDARDISASI KMnO4
Larutan (standrd 1o) utk standardisasi KMnO4 :
Oksalat, Naoksalat (banyak digunakan),
As2O3, K4[Fe(CN)6]3H2O, logam besi dll

Lart stand primer hrs murni secara kimia, sesuai dg


rumus mol, mudah dimurnikan.
Na2C2O4 mudah dimurnikan dg rekristalisasi dari air
& pengeringan pada suhu 240 250oC.
tdk higroscopis dan tdk berubah pd penyimpanan.
Asam Oksalat agak lbh sukar dimurnikan krn mengandung air kristal bisa berkembang.
Untuk mempersiapkan lrt stand KMnO4 harus bebas
/ dihindarkan dari MnO2

Persamaan Reaksi standardiasi KMnO4


*)

2.Na2C2O4 + 2.KMnO4 + 8.H2SO4


2.MnSO4 + K2SO4 + 5.Na2SO4 + 8.H2O + 10.CO2

*)

5.H2C2O4 + 2.KMnO4 + 3.H2SO4


2.MnSO4 + K2SO4 + 8.H2O + 10.CO2

Dari kedua reaksi ion C2O42- teroksidasi sbb


C2O42-

2CO2 + 2e-

shg 1grek asOksalat = 1 mol


1 grek NaOksalat = mol

[ lrt stnd ] = 0,02 N

Na2C2O4
C2O4=

2Na+ + C2O4=
2CO2 + 2e-

282,0
N x 35,87 = -------------134,0 / 2

n=2
[KMnO4] = 0,1173. N

Dalam suasana asam n = 5


[KMnO4] dalam Molar 0,1173 / 5 = 0,02347 M
b) Meq Mn2+ setara meq MnO4- pada TE
Reaksi yg terjadi
2MnO4- + 3Mn2+ + 4OH-

5MnO2 + 2H2O

Kekuatan oks KMnO4 3/5 x 0,1173 N = 0,0704 N


W.Mn (mg)
W.Mn (mg)
------------------- = N x mL -------------- = 0,074 x 45,73
Mr.Mn / n
54,94/2
W.Mn

(mg)

88,44
= 88,44 mg % = ------------ x 100 % =
487,4
= 18,15 %

Pemecahan dg tinjauan molar.(M)


Standardisasi mengikuti persamaan reaksi
2.MnO4- + 5.C2O4 + 6.H3O+
2.Mn2+ + 10.CO2 + 8.H2O
mmol KMnO4 = mmol Na2C2O4 x 2/5 =
W.Na2C2O4
2
282,0
2
-------------------- x ----- = ---------- x ------- = 0,8418 mmol
Mr.Na2C2O4
5
134,0
5
0,8418 mmol KMnO4 = [ ] M x V mL = [ ] M x 35,87
0,8418
[KMnO4] M = -------------- = 0,02347 M 5 x 0,02347 =

2MnO4 + 3.Mn+ + 4OH-

5.MnO2

+ 2.H2O

Sesuai stokhiometri
mmol Mn dlm mineral setara mmol KMnO4 x 3/2
3
Mmol Mn = [ ] M x V mL x -----2
= 0,02347 x 45,37 x 3/2 = 1,610 mmol
Kand Mn dlm mineral = 1,610mmol x 54,94 mg/mol
= 88,44 mg
88,44 mg
% Mn = ----------------- x 100 % = 18,5%
487,4 mg

Aplikasi metoda permanganometri

Beberapa contoh
* Penentuan Ferro ( Ferro teroksidasi Ferri)

Reaksi yg terjadi:
10.FeSO4 + 2.KMnO4 + 8H2SO4
2MnSO4 + 5.Fe2(SO4)3 + K2SO4 + 8.H2O
besi dihitung dari vol lrt KMnO4 yg diperlukan dg
normalitasnya.
* Penentuan H2O2
Berdasar reaksi :
5H2O2 + 2.MnO4- + 6.H+
Pereduksi

teroksidasi

5O2 +2.Mn2+ + 8.H2O

H2O2 perdagangan mengandung sekitar 3%, maka


untuk penetapan hrs diencerkan dlm vol tertentu
kira-kira 250 mL).
Titrasi dilakukan 3 kali per 25 mL, diasamkam dg
5 10 mL H2SO4 (1:4), Kadar H2O2 berdasar rerata vol
titran yg digunakan.
Penentuan Nitrit
Berdasar reaksi :
5.NO2- + 2.MnO4- + 6H+
Krn oks ion NO2- + H2O

5.NO3- + 2.Mn2+ + 3.H2O


NO3- + 2.H+ + 2e-

n = 2 1 grek NO2- = mmol


Ciri khusus penetapan ini, nitrit siap terurai oleh H +
Nitrogen oksida.
NO - + 2H+
2HNO
NO + NO
+HO

Pada analisa agar tidak kehilangan NO2 dalam


penetapannya prosedur titrasi dilakukan terbalik.
Dalam kasus ini larutan KMnO4 yg telah diasam kan
dititrasi dg larutan nitrit netral.
Ketika lrt nitrit ketemu KMnO4, akan teroksidasi
langsung menjadi nitrat dan tdk terbentuk NO
Lrt
nitrit
W gr

titrasi
250 Lrt
nitrit
0,02N

250 mL

25 mL lrt KMnO4 (+) H2SO4 1:4

BIKROMATOMETRI
Titran K2Cr2O7 oksidator kuat. Eo = 1,33 volt
(+)
Lrt stnadard primer , Stabil, tdk perlu tempat glp.
Tidak terurai pada pemanasan, penguapan asam
Rekristalisasi dari lrt nya dan pengeringan t=200oC
memungkinkan diperoleh dg kemurnian tinggi.
(-)
Kekuatan oks lebih lemah dari KMnO4 dan Cerri
Reaksi lambat
Karsinogen perlu penanganan hati-hati.
Sbg zat pengoksid terjadi peningkatan Cr3+ slm
titrasi, orange warna hijau (sukar diamati pad TE)
Perlu indikator, indikator redoks yg biasa di pakai

Sebelum Indik redoks (indk internal) dikenal, TE di


tentukan dg menggunakan dg indik eksternal
melalui perlakuan uji noda.
Indik K3[Fe(CN)6] untuk titrasi Ferro dg kromat.
2Fe2+ + 2[Fe(CN)6]3indik ekst

Fe3[Fe(CN)6]2 biru turmbul

REAKSI OKSIDASI ION BIKROMAT


Cr2O7

2-

2H+ + 6en=6

2Cr3+ + 2H2O

1greq Cr2O72- setara 1/ 6 mol


Cr6+

Cr3+ 3e- , 2.Cr

n=3x2=6

Aplikasi penting metoda bikromat penetapan besi


Dalam bijih, slag (ampas bijih), dan alloy.
Sampel dilarutkan besi diperoleh dlm bntk ion Fe3
Shg perlu direduksi Fe2+ dg SnCl2 dan dikuti
menghilangkan kelebihan SnCl2 dg HgCl2 / dg amalgm
Pereduksi yg sering digunakan adalah log seng.
Reaksi yg terjadi
2.Fe3+ + Zn

2.Fe2+ + Zn2+

Penentuan berikutnya ferro dititrasi dg lrt bikromat.


Contoh aplikasi metoda bikromatometri
Penentuan besi dalam bijih besi. Indk difenilamin
Setelah besi direduksi Fe2+, dititrasi dg bikromat
Mengikuti reaksi :
K2Cr2O7 + 6.FeCl2 + 14HCl

2CrCl3 + 2KCl + 6FeCl3 + 7 H2O

di (+)
Lrt
K2Cr2O7

Contoh soal

Lrt
KI
>>

Iodum yg dibebaskan dititrasi Na2SO3 0,1 N


sampai TE membutuhkan 48,8 mL

a)Berapa gr K2Cr2O7 dalam lart.


Cr2O7=

Pemecahan soal :
+ 14.H+ + 6e2.Cr3+ + 7.H2O

Cr2O7= + 6I- + 14.H+


6e2S2O3= + I2

2Cr3+ + 3.I2 + 8.H2O

S4O6= + 2I2e-

V x Ntio

setara meq K2Cr2O7

294,18
Mr,K2Cr2O7
48,8 x 0,1 x ------------ = W.K2Cr2O7
6
0,2393 gr = berat bikromat
b) Bila berat bikromat di a) dilarutkan dalam volume
1 liter, berapa vol diperlukan utk menitrasi 3.402 gr
FeSO47H2O dalam suasana asam.
Solusi : * cari N K2Cr2O7,
* TE meq K2Cr2O7 setara meq FeSO47H2O

BROMATOMETR
I KBrO3
BROMATOMETRI
-Oksidator kuat, dg laju reaksi rendah
-Standard primer (KBrO3) / kering dg t 150 180oC
-Stabil
-Indikator MO, MR , .Naftaflavon , Quinoline
-Banyak digunakan utk penentuan senyawa organik
-Reaksi yg terjadi.
-BrO3- + 6.H+ + 6e1 greq KBrO3= 1/6 mol

Br- + 3.H2O
Eo = 1,44 %

Penentuan untuk asam2 organik (Oksin),

Dari reaksi terlihat untuk konversi BrO3- perlu H+


Untuk mempercepat reaksi konversi dilakukan pe
manasan dalam asam kuat.
Selama titrasi ion BrO3- tereduksi Br2 , kelebihan
Ion ini menyebabkan warna kuning pucat, shg kurang
Tegas pada penentuan TE perlu indikator z.warna
MO atau MR (indikator ini tdk reversibel shg tdk ter
masuk ind redoks)
Aplikasi bromatometri banyak digunakan utk penentuan arsen dan antimon valensi III, penetapan dilaku
kan dg adanya Sn val IV

Penentuan antimon dlm tartar emetic


Tartar emetic tartar dr antimon trivalen dg rumol
K(SbO)C4H4O6.
Ketika lrt garam ini dititrasi dg KBrO3 dg adanya HCl
Terjadi reaksi :
3.K(SbO)C4H4O6 + KBrO3 + 15.HCl
3.SbCl5 + KHC4H4O6 + KBr + 6.H2O
Dalam reaksi Sb (III) Sb (V) 2 e- tertransfer
1greq Sb = mol
Indikator yg biasa digunakan Metil Jingga atau
Metil merah.

Contoh lain : penentuan Mg dlm lrt Mg


Dengan Metoda hidroksikuinolin
Metoda ini berdasar reaksi :
MgCl2 + 2.H(C9H6NO) + 2.NH4OH
Mg(C9H6NO)2 + 2.NH4Cl + 2.H2O
Mg Hidroksikuionolat (endapan)

Endapan disaring , cuci dilarut dalam HCl, hidroksikuinolin yang dilepas di titrasi dg lrt KBrO3 dg adanya
KBr, reaksi yg terjadi :
KBrO3 + 5.KBr +
H(C9H6NO) + 2.Br2

6.HCl

3Br2 + 6.KCl + 3.H2O


HC9H4Br2NO + 2.HBr

Dari persamaan reaksi terlihat 1 atom Mg ekuivalen


dg 2 mol hidroksikuinolin, yang masing-masing ekui
valen dg 4 atom Br, 1 greq Mg = 1/8 mol
Metoda ini mempunyai presisi analisis 0,03 mg lbh
tinggi dr metoda gravimetri sbg Mg2P2O7
metoda ini dapat digunakan untuk penentuan Mg
dengan adanya Al3+ dan Fe3+ , yg sebelumnya diubah dulu menjadi kompleks tartratnya.

IDO -IODIMETRI
* Kalium iodat KIO3 banyak dipakai dlm Kimia Analit
IO3- + 5I- + 6.H+

3I2 + 3.H2O

* Pemakaian iodium sbg reagen Redoks


reduktor
* Sistim iodium dapat berfungsi
oksidator
I2(s) + 2eI3- + 2e-

2I3I-

Eo = 0,5345 volt
Eo = 0,536 volt

* I2 oksidator lemah , iodida reduktor lemah

* I2 larut dalam KI
* Perlu disimpan ditempat

dingin

gelap
* Bukan standard primer perlu standardisasi dg
*) As2O3 dan *) Na2S2O3.5H2O
lrt thio sulfat perlu di standardisasi lebih dulu
dg K2Cr2O7
indikator amilum / kanji
(I-) << 10-5 M dapat ditekan dg mudah oleh amilum
Kelarutan I- -- Amilum << dlm air pe (+) nya dila
kukan mendekati TE / TA.

Reaksi reaksi yang terjadi


a.Iodium thiosulfat
larutan iodium dalam KI dg suasana netral / asam
I3- + 2.S2O3=

3I- + S4O6=

Selama titrasi S2O3I- terbentuk,


Tahap reaksi yg terjadi :
S2O3= + I3-

S2O3I-

S2O3I- + I-

S4O6= + I3-

S2O3I-

+ S2O3=

pH 5

+ I3-

S4O6=

larutan tidak
ber warna
titrasi

I-

berjalan

warna indk
muncul.

b. Reaksi dg Cu
Kelebihan KI bereaksi dg Cu2+ CuI + I2
2.Cu2+ + 4.I-

2.CuI + 4.I2

2.Cu2+ + 3.I-

2.CuI

+ 4 I3-

I- sbg reduktor
Cu2+ + e-

Cu+

I2 + 2.e-

Eo = 0,15 volt

2I-

Cu2+ + I- + e-

Eo = 0,54 volt
CuI

Eo = 0,86 volt

Hasil terbaik dilakukan pd pH 4. dan 4% KI, suasana


2+

Penmbahan lrt thio Na2S2O3 dilakukan perlahan


Lahan krn iodium yg teradsorbsi dilepas sedikit
demi sedikit.
Adanya Cl- akan mengganggu reaksi pada saat
titrasi berlangsung. Iodida tdk mampu mereduksi
Cu2+ secara kuantitatif.
c. Reaksi dengan O2 terlarut.
Metode ini pemanfaatan reaksi ini adalah metode
Winkler diapakai untuk menentukan O2 terlarut
Dilakukan pd pH 9.
Dasar metoda winkler

Dasar metoda Winkler


* reaksi O2 dengan Mn2+ dalam media alkali
* pe (+) H+ MnOH berubah MnI
eq Iodium dengan O2 terlarut dititrasi dg Na2SO3
Pada pH 9
Reaksi yang terjadi :
2 Mn2+ + 4.OH + O2
MnO2 + 4H+ + 2.I-

2.MnO2

2.H2O

I2 + Mn2+ + 2.H2O

Sumber kesalahan penentuan O2 terlarut karena


Adanya reduktor SO3=, S2O3=, Fe2+, Mn2+
Kesalahan ini dpt diatasi dengan membandingkan

ARGENTOMETRI
yaitu penentuan kadar zat dalam suatu
larutan dengan dititrasi berdasarkan
pembentukan endapan ion Ag+
larutan standar sekunder yang digunakan
AgNO3
baku primer yang digunakan NaCl pa
METODE ARGENTOMETRI
metode mohr
metode valhard
metode fajans

MOTODE MOHR (pembentukan endapan


berwarna)
digunakan untuk penentuan kadar klorida
atau bromida dalam suasana netral
dengan larutan standar AgNO3 dan
penambahan K2CHO4 sebagai indikator
pH 6,5 - 9,0
titik akhir titrasi ditandai dengan adanya
endapan perak kromat yanng berwarna
coklat atau merah bata

METODE VALHARD (pembentukan zat


warna yang mudah larut)
untuk analisis ion Cl-, Br-,dan I Larutan standar yang digunakan AgNO3,
dengan indikator Fe3+ dengan titran
NH4CNS untuk menetralkan kadar garam
perak dengan titrasi kembali setelah
ditambah larutan standar berlebih.
TAT ditandai dengan terbentuknya warna
merah darah dari FeSCN

METODE FAJANS (indikator absorbsi)


sama dengan metode MOHR, hanya
menggunakan indikator yang berbeda
indikator absorbsi yang digunakan adalah
cosine atau flionescein menurut anion
yang diendapkan oleh Ag+
larutan standar AgNO3
TAT ditandai dengan terbentuknya
suspensi violet menjadi merah

Analisis protein
Analisis protein yang digunakan adalah
metode kjeldahl.
Metode kjeldahl untuk menganalisis kadar
protein kasar dalam bahan makanan
secara tidak langsung,karena yang
dianalisis dengan cara ini adalah kadar
nitrogennya.

Prinsip cara analisis kjeldahl adalah sebagai berikut :


mula-mula bahan didekstruksi dengan asam sulfat pekat
menggunakan katalis selenium oksiklorida.
Amonia yang terjadi ditampung dan dititrasi dengan
bantuan indikator. Cara kjeldahl umumnya dapat
dibedakan atas dua cara, yaitu cara makro dan semi
mikro. Cara makro kjeldahl digunakan untuk contoh yang
sukar dihomogenisasi dan besar contoh 1-3 gr, sedang
semimikrro kjekdahl dirancang untuk contoh ukuran kecil
yaitu kurang dari 300 mg dari bahan yang homogen.
Kekurangan cara analisis ini ialah bahwa purina,
purimidina, vitamin-vitamin, asam amino besar, kreatina,
dan kreatinina ikut teranalisis dan terukur sebagai nitrogen
protein

posedur kerja penentuan kadar


protein
Prosedur kerja penetapan kadar protein metode kjeldahl adalah
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.

sebagai berikut:
Ditimbang sampel sebanyak 0,51 gr kemudian di masukkan kedalam
labu kjeldahl 100 ml.
Ditambahkan 2 gr campuran selen dan 25 ml H2SO4 pekat
Lalu panaskan diatas pemanas listrik atau api pembakar sampai
mendidih dan larutkan menjadi jernih kehijau-hijauan (sekitar 2jam).
Kemudian biarkan dingin, lalu encerkan dengan10 ml aquadest dan
masukkan ke dalam alat destilasi, tepatkan sampai tanda garis
dengan aquadest.
Dipipet 5 ml larutan dan masukkan kedalam alat penyuling,
tambahkan 5 mlNaOH 30 % dan beberapa tetes indikator pp
Sulingkan selama lebih kurang 10 menit, sebagai penampung
gunakan 10 ml larutan asam borat 2% yang telah dicampur indikator
campuran
Bilasi ujung pendingin dengan air suling.
Titrasi dengan larutan HCL 0,01 N hingga warna larutan menjadi hijau

RUMUS PERHITUNGAN KADAR


PROTEIN

v1 v2 xNx0,014 xfkxfpx100%
kadarprote in
w
Keterangan :
N: Normalitas HCL
V1: Volume HCL 0,01 N yang dipergunakan penitaran contoh
V2: Volume HCL yang dipergunakan untuk penitaran blanko
fk: faktor konversi untuk protein makanan secara umum: 6,25 ,
susu &hasil olahannya: 6,38, mentega kacang: 5,46.
fp: factor pengenceran.
W: berat contoh dengan gr

RUMUS PENETAPAN KADAR OBAT

vBS xN BS xfkesetaraan
massa
1mlx0,1N

Penetapan Kadar Asetosal


Timbang seksama lebih kurang 1,5 g,
masukkan dalam labu, tambahkan 50,0 ml
natrium hidroksida 0,5 N LV. Didihkan
campuran secara berlahan-lahan selama
10 menit.Tambahkan indikator fenolftalent
LP. Titrasi kelebihan natrium hidroksida
dengan asam sulfat 0,5 N LV. Lakukan
penetapan blanko.
1 ml natrium hidroksida 0,5N setara
dengan 45,04 mg C9H8O4 (BM= 180,16)

PENETAPAN KADAR ANTALGIN


Timbang seksama lebih kurang 200mg,
larutkan dalam 5 ml air. Tambahkan 5 ml
asam klorida 0,02 N dan segera titrasi
dengan iodium 0,1 N LV, menggunakan
indikator kanji LP, dengan sekali-sekali
dikocok hingga terjadi warna biru mantap
selama 2 menit.
1 ml iodium 0,1N setara dengan 16,67 mg
C13H16NaO4S

PENETAPAN KADAR ASAM SALISILAT


Timbang seksama lebih kurang 500 mg,
larutkan dalam 25 ml etanol encer P yang
sudah dinetralkan dengan natrium
hidroksida 0,1 N, tambahkan fenolftalent
LP dan titrasi dengan natrium hidroksida
0,1 N LV.
1 ml natrium hidroksida 0,1 N setara
dengan 13,81 mg C7H6O3 (BM= 138,12)

Penetapan kadar tablet paracetamol


timbang 600 mg sampel paracetamol
yang telah dihaluskan, kemudian larutkan
dalam 20 ml larutan HCl dalam air (1:2),
refluk campuran selama 30 menit dan
dinginkan. Tambah 5 g KBr, 5 tetes
tropeolin oo, 3 tetes metilen blue, titrasi
dengan NaNO2 0,1 N.
TAT ditandai dengan perubahan warna
dari ungu menjadi biru terang.
1ml NaNO3 0,1 N setara dengan 15,12
mg C8H9NO2

CONTOH SOAL
Pada penetapan kadar paracetamol
dengan metode nitrimetri ditimbang
paracetamol sebanyak 601,7 mg
kemudian dilarutkan dalam 20 ml larutan
HCl dalam air (1:2) direfluk selama 30
menit, didinginkan dan ditambah 5 g KBr,
5 tetes tropeolin oo, 3tetes metilen blue.
Selanjutnya dititrasi dengan NaNO3
0,0895 N sampai terjadi perubahan warna
dari ungu menjadi biru terang. Pada titrasi
dibutuhkan NaNO3 sebanyak 16,55 ml.
Hitunglah kadar paracetamol!

penyelesaian
vBS xN BS xfkesetaraan
massa
1mlx0,1N
16,55mlx 0,0895 x15,2mg
225,1462mg
1mlx0,1N

Kadar paracetamol
= 225,1462mg
601,7 mg

x100% 37,41%

Anda mungkin juga menyukai