Anda di halaman 1dari 11

LAPORAN PBL NEUROPSIKIATRI

Skenario 2
Seorang laki-laki berusia 60 tahun dibawa ke Puskesmas karena mengalami kelemahan
separuh badan kanan setelah jatuh di kamar mandi dan kepalanya terbentur pada dinding. Ia
selama ini selalu datang berobat karena menderita tekanan darah tinggi.

Kata Sulit

Tidak sadar (unconsciousness) merupakan suatu keadaan di mana orang tidak


menyadari, merasakan, dan menanggapi respon, baik yang berasal dari dalam maupun
luar tubuhnya, yang disebabkan adanya gangguan pada pusat kesadarannya (batang
otak).

Hipertensi ialah suatu kondisi di mana tekanan darah sistol lebih dari 140 mmHg
dan/atau diastol lebih dari 90 mmHg.

Kata Kunci

Laki-laki 60 tahun

Hemiparese dextra

Pasca trauma (kepala terbentur)

Hipertensi

Pertanyaan
1. Bagaimana anatomi, fisiologi organ yang terkait?
2. Apa etiologi dan petomekanisme hemiparesis?
3. Apakah ada hubungan umur dengan jenis kelamin dengan kasus ini?
4. Apakah hubungan hemiparesis dengan kepala terbentur?
5. Apakah hubungan hipertensi dengan hemiparesis?
6. Apakah Diagnosis Banding dari kasus tersebut!
7. Bagaimana penatalaksanaan dari diagnosis tersebut?
8. Bagaimana pemeriksaan penunjangnya?

Jawaban
1. Anatomi dan fisiologi organ terkait
Secara Anatomis dan Fisiologis, otak (ensephalon) merupakan bagian dari system saraf pusat,
di mana sebagai pusat informasi yang menerima impuls maupun memberikan impuls balik
terhadap efektor. Otak dilindungi dari cedera oleh rambut, kulit, dan tulang yang
membungkusnya. Tepat di atas tengkorak, terletak galea aponeurotika, suatu jaringan fibrosa,
padat dapat digerakkan dengan bebas yang membantu menyerap kekuatan trauma eksternal.
Di antara kulit dan galea terdapat suatu lapisan lemak dan lapisan membrane dalam yang
mengandung pembuluh-pembuluh besar. Tepat di bawah galea terdapat ruang subaponeurotik
yang mengandung vena emisaria dan diploika. (Schwartz,1999).
Tulang terdiri dari 2 dinding yang disebut tabula interna dan tabula eksterna. Tabula interna
mengandung alur-alur yang berisikan arteria meningea anterior, media dan posterior.
Pelindung lain yang melapisi otak adalah meninges yang terdiri dari 3 lapisan yaitu dura
mater, araknoid, dan pia mater. Ruangan antara duramater dengan araknoid disebut ruang
subdural. Di antara araknoid dan pia mater terdapat ruang yang disebut ruang subaraknoid,
yang memungkinkan sirkulasi cairan serebrospinal. Pia mater adalah membran halus yang
amat kata pembuluh darah halus.
Di dalam pia mater inilah terdapat otak yang terbagi atas hemisfer kiri dan kanan beserta
sulkus-sulkus dan gyrus-gyrusnya. Secara garis besar otak terbagi atas lobus frontalis, lobus
parietalis, lobus temporalis, lobus oksipitalis, dan lobus insulae/centralis. Otak kecil
(cerebellum) dan batang otak (pons), medulla oblongata, dan otak tengah).
Otak mengirimkan impuls/ rangsangan hingga sampai ke efektor, melalui suatu tractus
descendens, di mana melalui suatu alur yang dikenal menjadi 2 sistem, yaitu: sistem
pyramidal dan ekstrapiramidal. Kedua sistem tersebut menghantarkan aktivitas motorik,
tetapi system pyramidal yang akan dijelaskan lebih lanjut, karena berhubungan dengan
kelumpuhan yang terjadi. Traktus yang melalui system ini adalah traktus kortikospinalis,yang
berasal dari koteks motorik dan berjalan melalui substantia alba cerebri (korona radiate), krus
posterior kapsula interna (serabut terletak sangat berdekatan di sini), bagian sentral
pedunkulus cerebri (krus cerebri),pons, dan basal medulla (bagian anterior),tempat traktus
terlihat sebagai penonjolan kecil yang disebut pyramid. Pada bagian ujung bawah
medulla,80-85% serabut tersebut menyilang ke sisi lain di decussatio piramidium, kemudian
menuruni medulla spinalis di funikulus lateral kontralateral sebagai traktus kortikospinal
lateralis. Sisanya, serabut tersebut tidak mengalami penyilangan dan berjalan menuruni
medulla spinalis di funikulus anterior ipsilateral sebagai traktus kortikospinalis
anterior,kemudian serabut ini menyilang lebih ke bawah melalui kornu anterior medulla
spinalis. Traktus piramidalis berakhir membentuk sinaps dengan interneuron, yang kemudian
menghantarkan impuls motorik ke neuron motor alpha yang besar di kornu anterius, serta ke
neuron motorik gamma yang lebih kecil.
Vaskularisasi Otak
Pada kasus scenario yang ada, adanya keterkaitan pada vaskularisasi di otak dengan
kelumpuhan motorik,maka secara anatomis dan fisiologis otak mendapatkan suplai darah,
dari A. carotis interna, yang kemudian membentuk suatu siklus, yang dikenal dengan

circullus willisi, kemudian bercabang, hingga mengalami penyeleksian zat di sawar darah
otak, hingga akhirnya zat tersebut diterima di sel glia dan neuron di otak. Percabangan
terbesar dari A.carotis interna adalah A.cerebri media yang berjalan di lateral di fisura
Sylvii( sulcus lateralis), kemudian terbagi menjadi cabang-cabang kortikal utama di dalam
sisterna insularis, yang memperdarahi area lobus parietalis, frontalis, dan temporalis yang
luas.
2. Etiologi dan patomekanisme hemiparesis
Etiologi yang menyebabkan hemiparesis adalah multifaktoral, yang disebabkan oleh vascular,
infeksi, tumor, dan trauma. Pada, kasus skenario di atas dikatakan bahwa mengalami
kelemahan separuh badan setelah terbentur kepalanya di dinding kamar mandi. Oleh sebab
itu, trauma menyebabkan pecahnya pembuluh darah yang memperdarahi area korteks
cerebri, di mana pembuluh tersebut telah mengalami kelainan endothelial akibat riwayat
hipertensi yang di alami pasien.
Adapun salah satu patomekanisme hemiparese adalah sebagai berikut: adanya lesi vaskuler
di otak (hemisfer kiri), dikarenakan adanya lesi tersebut maka suplai darah ke hemisfer
cerebri bagian sinistra mengalami gangguan dan menyhebabkan infark. Jika terjadi infark
pada daerah tersebut, terutama area motorik( girus precentralis kortex cerebri) maka akan
menyebabkan gangguan fungsi saraf motorik di otak. Jika gangguan tersebut terjadi, maka
manifestasinya adalah terjadinya kelumpuhan yang kontralateral, di mana kelumpuhan
motorik tejadi pada anggota tubuh sebelah kanan, hal ini dikarenakan karena system saraf
motorik akan mengalami persilangan pada Decussatio pyramidal , di mana jika lesi berada di
hemisfer kiri maka akan terjadi kelumpuhan di bagian kanan tubuh.
3. Hubungan Umur dengan jenis kelamin
Umur (pada kasus ini, pasien berusia lanjut, yaitu 60 tahun) aterosclerosis Trombus
Hipertensi Trombus terlepas Terbawa ke otak Menyumbat pembuluh darah otak Suplai
darah berkurang ke otak Infark Tidak sadar.
Usia lanjut Atrofi otak Ruang subdural merenggang Pembuluh darah menegang
Pembuluh darah ruptur/patah Pendarahan subdural Membentuk suatu massa Jaringan di
otak terdesak, bergeser/tertekan (diplacement of brain tissue) Fungsi otak terganggu
(disfungsi)
Jenis kelamin: Hipertensi 80-90% dialami pria, karena pria cenderung merokok dan minum
minuman beralkohol (Berdasarkan penelitian di AS tahun 1950)
4. Hubungan hemiparesis dengan kepala terbentur
Kepala terbentur menyebakan terjadinya trauma kepala, yang menyebabkan terjadinya cedera
di dalam tengkorak. Maka, apabila penderita tersebut mempunyai riwayat hipertensi, maka
dapat menyebabkan terjadinya aneurisma pembuluh darah yang mudah ruptur, sehingga
apabila terjadi cedera hingga ke otak, hal tersebut dapat menyebabkan pembuluh darah
menjadi ruptur. Rupturnya pembuluh darah menyebabkan terganggunya vaskularisasi di otak,
sehingga dalam waktu 15-20 menit akan menyebabkan infark atau kematian jaringan akibat
terputusnya aliran darah ke jaringan otak.

5. Hubungan hipertensi dengan hemiparesis


Hipertensi merupakan faktor pencetus utama terjadinya serangan stroke. Hipertensi akibat
adanya plak aterosklerosis di endotel pembuluh darah, termasuk pembuluh darah otak. Jika
terjadi oklusi arteri serebri maka akan timbul penurunan suplai darah ke otak. Akibatya
jaringan otak tidak mendapatkan nutrisi yang adekuat sehingga bisa nekrosis lalu terjadilah
infark cerebri. Selain itu, hipertensi dapat menyebabkan timbulnya kelainan pada endotel
pembuluh darah akibat terlalu tingginya tekanan darah seperti Berry Aneurysm dan Charcol
Haemorraghe. Aneurisma menyebabkan pembuluh darah sangat rapuh dan mudah ruptur.
Bila pembuluh darah pecah maka akan terjadi pendarahan subaraknoid atau intraserebral
tergantung dimana arteri yang ruptur. Akibatnya, akan terjadi Cerebral Haemorrage yang
berlanjut ke Cerebralvascular Disease atau Stroke.
Bila hemoragik sudah timbul, maka jaringan otak tidak lagi mendapatkan intake oksigen dan
nutrisi yang adekuat sehingga terjadi disfungsi. Di samping itu, bila terjadi pendarahan
membentuk hematoma di intraserebral. Hematoma akan menekan jaringan otak terutama di
infratentorial serta meningkatkan tekanan intrakranial. Penekanan hematoma juga akan
terjadi terhadap formatio retikularis sebagai pusat kesadaran atau pengemban kewaspadaan.
Akibatnya, kesadaran dapat menurun, sampai skala terendah.
1. Diagnosis Banding dari kasus
Gejala klinis

Trauma kapitis

Gejala defisit fokal


Awitan (onset)
Nyeri kepala
Biasa ada nyeri
yang hebat
Muntah pada
tidak
awalnya
Hipertensi
tidak
Kaku kuduk
Kesadaran
Hemiparesis
ada
Deviasi mata
liquor
berdarah

Pendarahan
intraserebral (PSI)
Berat
Menit/jam
Hebat

Pendarahan
subarhnoid(PSA)
Ringan
1-2 menit
Sangat hebat

Sering

Sering

Stroke non
hemoragik
Berat/ringan
Pelan(jam/hari)
Rinagn/todak ada

Tidak,kecuali lesi
di batang otak
Hampir selalu
Biasanya tidak
Sering
Jarang
Bisa ada
Tidak ada
Biasa hilang
Bisa hilang sebentar Dapat hilang
Sering sejak awal Awal tidak ada
Sering sejak awal
Bisa ada
Jarang
Mungkin ada
Sering berdarah
Berdarah
jernih

TRAUMA KAPITIS
Cedera kepala atau yang disebut dengan trauma kapitis adalah ruda paksa tumpul/tajam pada
kepala atau wajah yang berakibat disfungsi cerebral sementara. Merupakan salah satu
penyebab kematian dan kecacatan utama pada kelompok usia produktif, dan sebagian besar
karena kecelakaan lalulintas.
Adapun pembagian trauma kapitis adalah:

Simple head injury

Commotio cerebri

Contusion cerebri

Laceratio cerebri

Basis cranii fracture

Simple head injury dan Commotio cerebri sekarang digolongkan sebagai cedera kepala
ringan. Sedangkan Contusio cerebri dan Laceratio cerebri digolongkan sebagai cedera kepala
berat.
Pada penderita harus diperhatikan pernafasan, peredaran darah umum dan kesadaran,
sehingga tindakan resusitasi, anmnesa dan pemeriksaan fisik umum dan neurologist harus
dilakukan secara serentak. Tingkat keparahan cedera kepala harus segera ditentukan pada
saat pasien tiba di Rumah Sakit.
MEKANISME DAN PATOLOGI
Cedera kepala dapat terjadi akibat benturan langsung atau tanpa benturan langsung pada
kepala. Kelainan dapat berupa cedera otak fokal atau difus dengan atau tanpa fraktur tulang
tengkorak.
Cedera fokal dapat menyebabkan memar otak, hematom epidural, subdural dan intraserebral.
Cedera difus dapat mengakibatkan gangguan fungsi saja, yaitu gegar otak atau cedera
struktural yang difus.
Dari tempat benturan, gelombang kejut disebar ke seluruh arah. Gelombang ini mengubah
tekanan jaringan dan bila tekanan cukup besar, akan terjadi kerusakan jaringan otak di tempat
benturan yang disebut coup atau ditempat yang berseberangan dengan benturan (contra
coup)
PATOFISIOLOGI
Gangguan metabolisme jaringan otak akan mengakibatkan oedem yang dapat menyebabkan
heniasi jaringan otak melalui foramen magnum, sehingga jaringan otak tersebut dapat
mengalami iskhemi, nekrosis, atau perdarahan dan kemudian meninggal.
Fungsi otak sangat bergantung pada tersedianya oksigen dan glukosa. Cedera kepala dapat
menyebabkan gangguan suplai oksigen dan glukosa, yang terjadi karena berkurangnya
oksigenisasi darah akibat kegagalan fungsi paru atau karena aliran darah ke otak yang
menurun, misalnya akibat syok.
Karena itu, pada cedera kepala harus dijamin bebasnya jalan nafas, gerakan nafas yang
adekuat dan hemodinamik tidak terganggu sehingga oksigenisasi cukup.

GAMBARAN KLINIS

Gambaran klinis ditentukan berdasarkan derajat cedera dan lokasinya. Derajat cedera dapat
dinilai menurut tingkat kesadarannya melalui system GCS, yakni metode EMV (Eyes, Verbal,
Movement)
1. Kemampuan membuka kelopak mata (E)

Secara spontan

Atas perintah

Rangsangan nyeri

Tidak bereaksi

1. Kemampuan komunikasi (V)

Orientasi baik

Jawaban kacau

Kata-kata tidak berarti

Mengerang

Tidak bersuara

1. Kemampuan motorik (M)

Kemampuan menurut perintah

Reaksi setempat

Menghindar

Fleksi abnormal

Ekstensi

Tidak bereaksi

PEMBAGIAN CEDERA KEPALA


1. 1.

Simple Head Injury

Diagnosa simple head injury dapat ditegakkan berdasarkan:

Adariwayat trauma kapitis

Tidak pingsan

Gejala sakit kepala dan pusing

Umumnya tidak memerlukan perawatan khusus, cukup diberi obat simptomatik dan cukup
istirahat.
1. 2.

Commotio Cerebri

Commotio cerebri (geger otak) adalah keadaan pingsan yang berlangsung tidak lebih dari 10
menit akibat trauma kepala, yang tidak disertai kerusakan jaringan otak. Pasien mungkin
mengeluh nyeri kepala, vertigo, mungkin muntah dan tampak pucat.
Vertigo dan muntah mungkin disebabkan gegar pada labirin atau terangsangnya pusat-pusat
dalam batang otak. Pada commotio cerebri mungkin pula terdapat amnesia retrograde, yaitu
hilangnya ingatan sepanjang masa yang terbatas sebelum terjadinya kecelakaan. Amnesia ini
timbul akibat terhapusnya rekaman kejadian di lobus temporalis. Pemeriksaan tambahan
yang selalu dibuat adalah foto tengkorak, EEG, pemeriksaan memori. Terapi simptomatis,
perawatan selama 3-5 hari untuk observasi kemungkinan terjadinya komplikasi dan
mobilisasi bertahap.
1. 3.

Contusio Cerebri

Pada contusio cerebri (memar otak) terjadi perdarahan-perdarahan di dalam jaringan otak
tanpa adanya robekan jaringanyang kasat mata, meskipun neuron-neuron mengalami
kerusakan atau terputus. Yang penting untuk terjadinya lesi contusion ialah adanya akselerasi
kepala yang seketika itu juga menimbulkan pergeseran otak serta pengembangan gaya
kompresi yang destruktif. Akselerasi yang kuat berarti pula hiperekstensi kepala. Oleh
karena itu, otak membentang batang otak terlalu kuat, sehingga menimbulkan blockade
reversible terhadap lintasan asendens retikularis difus. Akibat blockade itu, otak tidak
mendapat input aferen dan karena itu, kesadaran hilang selama blockade reversible
berlangsung.
Timbulnya lesi contusio di daerah coup , contrecoup, dan intermediatemenimbulkan
gejala deficit neurologik yang bisa berupa refleks babinsky yang positif dan kelumpuhan
UMN. Setelah kesadaran puli kembali, si penderita biasanya menunjukkan organic brain
syndrome.
Akibat gaya yang dikembangkan oleh mekanisme-mekanisme yang beroperasi pada trauma
kapitis tersebut di atas, autoregulasi pembuluh darah cerebral terganggu, sehingga terjadi
vasoparalitis. Tekanan darah menjadi rendah dan nadi menjadi lambat, atau menjadi cepat
dan lemah. Juga karena pusat vegetatif terlibat, maka rasa mual, muntah dan gangguan
pernafasan bisa timbul.
Pemeriksaan penunjang seperti CT-Scan berguna untuk melihat letak lesi dan adanya
kemungkinan komplikasi jangka pendek. Terapi dengan antiserebral edem, anti perdarahan,
simptomatik, neurotropik dan perawatan 7-10 hari.
1. 4.

Laceratio Cerebri

Dikatakan laceratio cerebri jika kerusakan tersebut disertai dengan robekan piamater.
Laceratio biasanya berkaitan dengan adanya perdarahan subaraknoid traumatika, subdural
akut dan intercerebral. Laceratio dapat dibedakan atas laceratio langsung dan tidak langsung.
Laceratio langsung disebabkan oleh luka tembus kepala yang disebabkan oleh benda asing
atau penetrasi fragmen fraktur terutama pada fraktur depressed terbuka. Sedangkan laceratio
tidak langsung disebabkan oleh deformitas jaringan yang hebat akibat kekuatan mekanis.
1. 5.

Fracture Basis Cranii

Fractur basis cranii bisa mengenai fossa anterior, fossa media dan fossa posterior. Gejala
yang timbul tergantung pada letak atau fossa mana yang terkena.
Fraktur pada fossa anterior menimbulkan gejala:

Hematom kacamata tanpa disertai subkonjungtival bleeding

Epistaksis

Rhinorrhoe

Fraktur pada fossa media menimbulkan gejala:

Hematom retroaurikuler, Ottorhoe

Perdarahan dari telinga

Diagnosa ditegakkan berdasarkan gejala klinik dan X-foto basis kranii. Komplikasi :

Gangguan pendengaran

Parese N.VII perifer

Meningitis purulenta akibat robeknya duramater

Fraktur basis kranii bisa disertai commotio ataupun contusio, jadi terapinya harus
disesuaikan. Pemberian antibiotik dosis tinggi untuk mencegah infeksi. Tindakan operatif
bila adanya liquorrhoe yang berlangsung lebih dari 6 hari.
Adapun pembagian cedera kepala lainnya:

Cedera Kepala Ringan (CKR) termasuk didalamnya Laseratio dan Commotio


Cerebri
o Skor GCS 13-15
o Tidak ada kehilangan kesadaran, atau jika ada tidak lebih dari 10 menit

o Pasien mengeluh pusing, sakit kepala


o Adamuntah, ada amnesia retrogad dan tidak ditemukan kelainan pada
pemeriksaan neurologist.
o Cedera Kepala Sedang (CKS)

Skor GCS 9-12

Adapingsan lebih dari 10 menit

Ada sakit kepala, muntah, kejang dan amnesia retrogad

Pemeriksaan neurologis terdapat lelumpuhan saraf dan anggota gerak.

Cedera Kepala Berat (CKB)

Skor GCS <8

Gejalnya serupa dengan CKS, hanya dalam tingkat yang lebih


berat

Terjadinya penurunan kesadaran secara progesif

Adanya fraktur tulang tengkorak dan jaringan otak yang


terlepas.

A. Anamnesis
Diagnosis cedera kepala biasanya tidak sulit ditegakkan :
Riwayat kecelakaan lalu lintas, kecelakaan kerja atau perkelahian hampir selalu ditemukan.
Pada orang tua dengan kecelakaan yang terjadi di rumah, misalnya jatuh dari tangga, jatuh di
kamarmandi atau sehabis bangun tidur, harus dipikirkan kemungkinan gangguan pembuluh
darah otak (stroke) karena keluarga kadang- kadang tak mengetahui pasti urutan
kejadiannya : jatuh kemudian tidak sadar atau kehilangan kesadaran lebih dahulu sebelum
jatuh.
Anamnesis yang lebih terperinci meliputi :
1.Sifat kecelakaan.
2.Saat terjadinya, beberapa jam/hari sebelum dibawa ke rumah sakit.
3.Ada tidaknya benturan kepala langsung.
4.Keadaan penderita saat kecelakaan dan perubahan kesadaran sampai saat diperiksa.

Bila si pasien dapat diajak berbicara, tanyakan urutan peristiwanya sejak sebelum terjadinya
kecelakaan, sampai saat tiba di rumah sakit untuk mengetahui kemungkinan adanya amnesia
retrograd. Muntah dapat disebabkan oleh tingginya tekanan intrakranial. Pasien tidak selalu
dalam keadaan pingsan (hilang/ turun kesadarannya), tapi dapat kelihatan
bingung/disorientasi (kesadaran berubah).
Perdarahan Intraserebral
Perdarahan dalam cortex cerebri yang berasal dari arteri kortikal, terbanyak pada lobus
temporalis. Perdarahan intraserebral akibat trauma kapitis yang berupa hematom hanya
berupa perdarahan kecil-kecil saja. Jika penderita dengan perdarahan intraserebral luput dari
kematian, perdarahannya akan direorganisasi dengan pembentukan gliosis dan kavitasi.
Keadaan ini bisa menimbulkan manifestasi neurologik sesuai dengan fungsi bagian otak yang
terkena.
Perdarahan Subarakhnoid
Perdarahan subarakhnoid biasanya disebabkan oleh ruptur spontan aneurisma sakular, dengan
aliran darah ke dalam ruang subarakhnoid.
Manifestasi. Gejala yang menunjukkan perdarahan subarakhnoid adalah sakit kepala tibatiba yang sangat hebat (sakit kepala terberat yang pernah dirasakan seumur hidup). Iritasi
meningeal oleh darah subarakhnoid menyebabkan kaku kuduk. Kesadaran dapat terganggu
segera atau dalam beberapa jam pertama. Kelumpuhan saraf kranial dan tanda neurologis
fokal dapat timbul, tergantung pada lokasi dan luas perdarahan.
Stroke Iskemik ( Stroke Non Hemoragik)
Sekitar 80-85% stroke adalah stroke iskemik, yang terjadi akibat obstruksi atau bekuan di
satu atau lebih arteri besar pada sirkulasi cerebrum. Obstruksi dapat disebabkan oleh bekuan
(trombus) yang terbentuk di dalam suatu pembuluh otak atau pembuluh atau organ distal.
Pada trombus vaskular distal, bekuan dapat terlepas, atau mungkin terbentuk di dalam suatu
organ seperti jantung, dan kemudian dibawa melalui sistem arteri ke otak sebagai suatu
embolus.
Terdapat beragam penyebab stroke trombotik dan embolik primer, termasuk aterosklerosis,
arteritis, keadaan hiperkoagulasi, dan penyakit jantung struktural. Namun, trombosis yang
menjadi penyulit aterosklerosis merupakan penyebab pada sebagian besar kasus stroke
trombotik, dan embolus dari pembuluh besar atau jantung merupakan penyebab tersering
stroke embolik. (Smith et al., 2001)
Adapun patomekanisme dari stroke iskemik ini ialah karena trombus atau emboli yang
terbentuk akan menyumbat pembuluh darah di otak, di mana hal tersebut akan menyebabkan
aliran darah (dan oksigen) ke daerah tersebut terganggu. Akibatnya, jaringan sekitar sana
tidak mendapat cukup oksigen sehingga mengalami iskemik dan akhirnya menyebabkan
stroke.
Terdapat empat subtipe dasar pada stroke iskemik berdasarkan penyebabnya, yaitu: stroke
lakunar, stroke trombotik pembuluh besar, stroke embolik, dan stroke kriptogenik.

Adapun alasan dimasukkannya stroke iskemik sebagai salah satu diagnosis banding ialah:

Faktor usia, di mana stroke iskemik umumnya terjadi pada orang-orang lanjut usia
yang mengalami aterosklerosis sehingga terbentuk trombus maupun emboli.

Faktor hipertensi, di mana jika pasien menderita aterosklerosis dsb, maka tekanan
darah yang tinggi serta aliran darah yang cepat akan dapat mengikis trombus yang
telah terbentuk, kemudian terbawa aliran darah hingga ke otak dan menyebabkan
stroke iskemik.

Sedangkan faktor-faktor yang kurang mendukung diagnosis stroke iskemik ini adalah faktor
serangan yang terjadi saat pasien sedang aktif. Penderita stroke iskemik biasanya mengalami
serangan stroke saat sedang tidur (tidak aktif), berbeda dengan pasien stroke hemoragik yang
mengalami serangan saat sedang beraktivitas (karena faktor pemicu hipertensinya).
7.Penatalaksanaan yang dilakukan terhadap penderita
Pada diagnosis trauma, hal yang perlu dilakukan menilai sirkulasi darah, dengan mencatat
frekuensi denyut jantung dan tekanan darah. Kemudian dapat dilakukan penilaian terhadap
tingkat keparahan trauma, apakah termasuk trauma ringan, trauma sedang, atau trauma
berat.Kemudian dilakukan pemeriksaan penunjang lebih lanjut.
Pada diagnosis Perdarahan Intraserebral dapat dilakukan dengan mengobati penyebabnya,
dengan menurunkan tekanan intracranial yang meninggi dan memberikan neuroprotektor.
Dapat dilakukan tindakan bedah, dengan pertimbangan usia dan skala Glasgow >4 dan hanya
dilakukan pada pasien dengan indikasi: Perdarahan dengan diameter>3 cm, hidrosephalus
akut, Perdarahan lobar di atas 60cc dengan tanda-tanda peningkatan tekanan intracranial akut
dan ancaman herniasi.
Pada diagnosis Perdarahan Subarakhnoid Akut dapat diberikan Nimodipin untuk mencegah
vasospasme pada perdarahan subarachnoid primer akut.Tindakan operasi dapat dilakukan
pada perdarahan stadium I dan II akibat pecahnya anuerisma sakular.
Pada diagnosis Stroke Iskemik dilakukan pembatasan dan pemulihan iskemik akut dengan
menggunakan trombolisis dengan rt-PA, yang hanya boleh diberikan pada strok dengan onset
< 3 jam dan hasil CT normal. Mencegah perburukan neurologis yang berhubungan dengan
strok yang masih berkembang, dan mencegah strok berulang dini.
8.Pemeriksaan Penunjang yang dilakukan sesuai dengan kasus tersebut :
CT Scan merupakan salah satu bentuk pemeriksaan yang dapat menunjukkan adanya
perdarahan yang terjadi di dalam otak secara cepat dan sahih. Setiap pasien dengan onset
deficit neurologis akut atau subakut sebaiknya dilakukan pemeriksaan CT Scan sesegera
mungkin sehingga perdarahan dapat terdiagnosis atau disingkirkan. Terkadang pada
pemeriksaan infark pada fosa posterior tidak dapat terdeteksi oleh CT Scan.
MRI dapat mendeteksi adanya infark serebri yang tidak terlihat oleh CT pada pasien dengan
deficit neurologis transien atau ringan . Selain itu, pembuluh darah yang menyuplai otak
tervisualisasi dengan baik, baik ekstrakranial maupun intracranial.

Anda mungkin juga menyukai