Anda di halaman 1dari 34

BAB I

PENDAHULUAN

Perdarahan setelah melahirkan atau post partum hemorrhagic (PPH) adalah


konsekuensi perdarahan berlebihan dari tempat implantasi plasenta, trauma di traktus
genitalia dan struktur sekitarnya, atau keduanya. Diperkirakan ada 14 juta kasus
perdarahan dalam kehamilan setiap tahunnya paling sedikit 128.000 wanita
mengalami perdarahan sampai meninggal. Sebagian besar kematian tersebut terjadi
dalam waktu 4 jam setelah melahirkan.2 Di Inggris (2000), separuh kematian ibu
hamil akibat perdarahan disebabkan oleh perdarahan post partum.1
Di Indonesia, Sebagian besar persalinan terjadi tidak di rumah sakit, baik
dibantu oleh tenaga profesional ataupun tidak, sehingga sering terjadi perdarahan post
partum yang terlambat dibawa sampai ke rumah sakit. Saat pasien datang, keadaan
umum/hemodinamiknya sudah memburuk, akibatnya mortalitas tinggi. 3 Menurut
Depkes RI, kematian ibu di Indonesia (2002) adalah 650 ibu tiap 100.000 kelahiran
hidup dan 43% dari angka tersebut disebabkan oleh perdarahan post partum.2
Apabila terjadi perdarahan yang berlebihan pasca persalinan harus dicari
etiologi yang spesifik. Atonia uteri, retensio plasenta (termasuk plasenta akreta dan
variannya), sisa plasenta, dan laserasi traktus genitalia merupakan penyebab sebagian
besar perdarahan post partum. Dalam 20 tahun terakhir, plasenta akreta mengalahkan
atonia uteri sebagai penyebab tersering perdarahan post partum yang keparahannya
mengharuskan dilakukan tindakan histerektomi. Laserasi traktus genitalia yang dapat
terjadi sebagai penyebab perdarahan post partum antara lain laserasi perineum,
laserasi vagina, cedera levator ani dan cedera pada serviks uteri.1

BAB II
LAPORAN KASUS

1.1 IDENTITAS PASIEN


Nama

: Ny. M

Umur

: 37 tahun

Jenis kelamin

: Perempuan

Status perkawinan

: Menikah

Pekerjaan

: Ibu Rumah Tangga

Alamat

: Jln. Raya Bekasi KM. 23 No. 100 RT. 01 RW. 05,


Kel. Cakung Barat, Kec. Cakung, Jakarta Timur

Suku bangsa

: Indonesia

Agama

: Islam

Pendidikan

: SMEA

Tanggal masuk RS

: 21 Agustus 2015

Jam masuk RS

: 22.05 WIB

1.2 ANAMNESIS
Anamnesis diambil secara autoanamnesis dan alloanamnesis kepada suami pasien
pada hari Jumat, tanggal 21 Agustus 2015, pukul 22.15 WIB di IGD Rumah Sakit
Islam Jakarta Pondok Kopi.

Keluhan Utama
Keluar banyak gumpalan darah dari kemaluan.

Keluhan Tambahan
Pusing, Lemas, Nyeri pinggang.

Riwayat Penyakit Sekarang


Pasien mengeluh keluar banyak gumpalan darah dari kemaluan sejak 4 jam sebelum
masuk rumah sakit. Darah keluar lebih banyak dari sebelumnya, berwarna merah
segar, disertai banyak gumpalan darah. Biasanya pasien mengganti pembalut
sebanyak 3-4x sehari, namun dalam waktu 4 jam terakhir pasien sampai mengganti
pembalut sebanyak 3x. Sebelumnya saat sore hari, pasien mengeluh nyeri pinggang
seperti akan mendapat haid. Pasien merasa pusing dan sedikit lemas. Oleh karena itu
suami pasien membawa pasien ke IGD Rumah Sakit Islam Jakarta Pondok Kopi.
Pada tanggal 9 Agustus 2015 pukul 08.00 WIB, yaitu 12 hari yang lalu, pasien
melahirkan putri ke-5 dengan persalinan normal di Bidan.

Riwayat Penyakit Dahulu


Riwayat hipertensi, diabetes melitus, asma, sakit jantung, sakit ginjal, sakit paru,
alergi obat serta makanan, riwayat operasi, dan riwayat dirawat di rumah sakit
sebelumnya disangkal.

Riwayat Penyakit Keluarga


Pasien menyangkal adanya hipertensi, diabetes melitus, asma, sakit jantung, sakit
ginjal, alergi obat serta makanan pada kedua orangtua dan saudara sekandung

Riwayat Kebiasaan/Pola Hidup


Pasien tidak mempunyai kebiasaan merokok, minum alkohol ataupun mengkonsumsi
obat-obatan terlarang. Pasien mengaku jarang berolahraga, jarang mengkonsumsi
sayur, buah-buahan dan air putih.

Riwayat Pernikahan
Pasien menikah 1x sejak tahun 1994 hingga sekarang.

Riwayat Haid
Menarche

: Umur 13 tahun

Lama

: 7 hari, 2-3x ganti pembalut dalam sehari

Siklus

: 28 hari

Riwayat Kontrasepsi
Pasien menggunakan KB suntik 3 bulan.

Riwayat Obstetrik
Para 5, Abortus 0.
No

Tahun

.
1.
2.
3,
4.
5.

1995
1998
2003
2007
2015

Kehamilan
Cukup bulan
Cukup bulan
Cukup bulan
Cukup bulan
Cukup bulan

Persalinan

Ditolong

Spontan
Spontan
Spontan
Spontan
Spontan

Bidan
Bidan
Bidan
Bidan
Bidan

Keterangan
Laki-laki, 3200 gram
Perempuan, 3250 gram
Perempuan, 3000 gram
Laki-laki, 3500 gram
Perempuan, 3000 gram

1.3 PEMERIKSAAN FISIK


Status Generalis

Keadaan umum
: Tampak Sakit Sedang
Kesadaran
: Compos Mentis
GCS
: E4V5M6
Tanda vital
o Tekanan darah
: 110/70 mmHg
o Nadi
: 84 x/menit, reguler, lemah
o Suhu
: 36,1 oC
o Pernapasan
: 24 x/mnt

Kepala
Rambut
Wajah
Mata
o Visus

: Normocephal
: Rambut hitam, tidak mudah dicabut, cukup tebal
: Wajah simetris, tidak ada deformitas.
:
: tidak dinilai
Ptosis
: -/-

o Sklera ikterik
: -/Lagofthalmus : -/o Konjunctiva anemis : +/+
Cekung
: -/o Exophthalmus
: -/Kornea jernih : +/+
o Strabismus
: -/Lensa jernih : +/+
o Pupil
: bulat, isokor
Nistagmus
: -/o Refleks cahaya
: langsung +/+ , tidak langsung +/+
Telinga
:
o Bentuk
: normotia
o Tuli
: -/o Nyeri tarik aurikula : -/o Nyeri tekan tragus
: -/o Liang telinga
: lapang
o Membran timpani
: sulit dinilai
o Refleks cahaya
: sulit dinilai
o Serumen
: -/o Cairan
: -/Hidung
:
o Bentuk
: simetris
o Sekret
: -/o Mukosa hiperemis
: -/Bibir
: Simetris, mukosa pucat, kering (+), sianosis (-)
Mulut
: Oral higiene baik, gigi caries (-), trismus (-), mukosa gusi

dan pipi merah muda, ulkus (-), halitosis (-), normoglosia.


Tenggorokan : Hiperemis (-), tonsil T1-T1
Leher
: Bentuk tidak tampak kelainan, pembesaran tiroid (-),

pembesaran KGB (-), deviasi trakea (-), tekanan JVP: 52 cm H20


Thoraks
:

o Inspeksi : simetris saat statis dan dinamis, pernafasan tertinggal (-),


retraksi sela iga (-), pembesaran KGB aksila -/-, ictus cordis terlihat
pada ICS V linea midclavicularis kiri, pulsasi abnormal (-)
o Palpasi : nyeri tekan (-) dan benjolan (-), gerak napas simetris kanan
dan kiri, vocal fremitus sama kuat kanan dan kiri, teraba ictus cordis
pada ICS V linea midclavicularis kiri, denyut kuat

o Perkusi : sonor di kedua lapang paru, jantung dalam batas normal


o Auskultasi : suara napas vesikuler, reguler, ronchi -/-, wheezing -/-,
bunyi jantung I-II ireguler, murmur (-), gallop (-)

Abdomen

o Inspeksi : perut datar, efloresensi (-), benjolan (-)


o Palpasi : supel, nyeri tekan (-) pada seluruh lapang abdomen, hepar
dan lien tidak teraba membesar, teraba fundus uteri setinggi pusat
dengan kontraksi yang kurang baik
o Perkusi : shifting dullness (-)
o Auskultasi : bising usus (+), frekuensi 4 x / menit

Anogenitalia : Jenis kelamin perempuan

Ekstremitas

o Ekstremitas atas

: Edema -/Akral hangat +/+


Deformitas -/-

Ekstremitas bawah

: Edema -/Akral hangat +/+


Deformitas -/-

Kulit

kulit baik, lembab, pengisian kapiler <2 detik.


Tulang belakang : bentuk normal, tidak terdapat deviasi, benjolan (-)

: warna sawo matang, pucat (+), ikterik (-), sianosis (-), turgor

Status Ginekologi

Abdomen
o Inspeksi
: datar, striae gravidarum (+), linea nigra (+)
o Palpasi
: fundus uteri teraba sepusat, kontraksi kurang baik
Pemeriksaan Dalam
o Dinding vagina
: licin, massa (-), nyeri (-)
o Portio
: konsistensi lunak, pembukaan 3
o Digital
: kotiledon (+)

1.4 PEMERIKSAAN PENUNJANG

Laboratorium Tanggal 21 Agustus 2015


Pemeriksaan
Hemoglobin
Hematokrit
Leukosit
Trombosit

Hasil
7,5 mg/dl
23 %
16.400 /L
696.000 /L

Nilai normal
13,5 17,5 mg/dl
40 - 50%
5000 10000 /L
150000 400000 /L

I.5 RESUME
Pasien datang ke IGD Rumah Sakit Islam Jakarta Pondok Kopi pada tanggal
21 Agustus 2015, pukul 22.05 dengan keluhan keluar banyak gumpalan darah dari

kemaluan sejak 4 jam sebelum masuk rumah sakit. Darah keluar lebih banyak dari
sebelumnya, berwarna merah segar, disertai banyak gumpalan darah. Biasanya pasien
mengganti pembalut sebanyak 3-4x sehari, namun dalam waktu 4 jam terakhir pasien
sampai mengganti pembalut sebanyak 3x. Sebelumnya saat sore hari, pasien
mengeluh nyeri pinggang seperti akan mendapat haid. Pasien merasa pusing dan
sedikit lemas. Pada tanggal 9 Agustus 2015 pukul 08.00 WIB, yaitu 12 hari yang lalu,
pasien melahirkan putri ke-5 dengan persalinan normal di Bidan.
Pada pemeriksaan fisik, pasien tampak sakit sedang. Status generalis
didapatkan dalam batas normal, namun terdapat konjungtiva anemis, mukosa bibir
pucat dan kering. Status lokalis abdomen teraba fundus uteri setinggi pusar dengan
kontraksi yang kurang baik. Pada pemeriksaan dalam didapatkan porsio lunak dan
terdapat pembukaan 3. Dan saat dilakukan digital, ditemukan adanya kotiledon yang
tertinggal.
Hasil pemeriksaan penunjang pada pasien didapatkan Hemoglobin 7,5 mg/dl,
Hematokrit 23 %, Leukosit 16.800 /L dan Trombosit 696.000 /L.

I.6DIAGNOSISKERJA
P5A0denganperdarahanpostpartumsekunderakibatplasentarestan

I.7PENATALAKSANAAN
Medikamentosa

IVFD Asering
Gastrul 2 tablet per rectal
Konsul dokter SpOG, Instruksi :
o Transfusi PRC 500 cc
o Infus ditambahkan Syntocinon 20 iu
o Gastrul tablet 3x1

Non Medikamentosa

Oksigenasi masker 6-8 liter per menit


Pasang DC
Rawat ruang biasa
Rencana kuretase

I.8PROGNOSIS

AdVitam
AdSanationam
AdFungtionam

:DubiaadBonam
:DubiaadBonam
:DubiaadBonam

I.9 FOLLOW UP
Tanggal/
Hari

Perawatan
Sabtu, 22

Darah yang

KU:TSS

P5A0Dengan

Agustus

keluar

Kes:CM

PerdarahanPost - IVFDAsering+

2015

berkurang,

TTV:

Partum

Hari ke-1

lemas (-)

TD:100/80mmHg

SekunderAkibat - TransfusiPRC500

Nadi : 88x/menit

PlasentaRestan

RR: 20x/menit

ProKuretase

S: 36C
St. Generalis:
Mata : KA +/+
St. Lokalis:
Fundus uteri setinggi
pusar, kontraksi baik
Laboratorium

10

P
- O2
Syntocinon20iu
cc
- Gastrul3x1tab

(21/08/15):
Hb: 7,5 mg/dl
Keterangan:
-

Pukul04.35WIBtransfusiPRC240cc

Pukul06.15WIBtransfusiPRC190cc

Pukul10.00WIBdilakukanKuretaseolehdrSpOGdengangeneral
anestesiyaituTotalIntravenaAnestesi(TIVA).Tambahanterapi:

Tramolsupp3x1

Ondancentron3x1amp

Ranipel2x1amp
KU:TSS

P5A0Dengan

Minggu, 23

(-)

Agustus

Pasien

Kes:CM

PerdarahanPost - Gastrul 3x1

2015

minta

TTV:

PartumSekunder - Viferon 2x1

Hari ke-2

pulang

- Sulfaferosus 2x1
TD:110/70mmHg AkibatPlasenta
- Ketorolac 2x1
RestanPost
Nadi : 80x/menit

APS

RR: 18x/menit
S: 36,3C
St. Generalis:
Mata : KA +/+
St. Lokalis:
Fundus uteri 2 jari
dibawah pusar,
kontraksi baik
Laboratorium:
Hb: 7,8 mg/dl

11

- Clindamycin 3x1

Kuretase
Kontrol tanggal 29
Agustus 2015

BAB III
TINJAUAN PUSTAKA

III.1 DEFINISI
Perdarahan pasca persalinan adalah perdarahan atau hilangnya darah 500 cc
atau lebih yang terjadi setelah anak lahir. Perdarahan dapat terjadi sebelum, selama,
atau sesudah lahirnya plasenta. Pritchard dkk mendapatkan bahwa sekitar 5% wanita
yang melahirkan pervaginam kehilangan lebih dari 1000 ml darah.

III.2 EPIDEMIOLOGI
Perdarahan post partum dini jarang disebabkan oleh retensi potongan plasenta
yang kecil, tetapi plasenta yang tersisa sering menyebabkan perdarahan pada akhir
masa nifas.1 Kadang-kadang plasenta tidak segera terlepas. Bidang obstetri membuat
batas-batas durasi kala tiga secara agak ketat sebagai upaya untuk mendefenisikan

12

retensio plasenta shingga perdarahan akibat terlalu lambatnya pemisahan plasenta


dapat dikurangi. Combs dan Laros meneliti 12.275 persalinan pervaginam tunggal
dan melaporkan median durasi kala III adalah 6 menit dan 3,3% berlangsung lebih
dari 30 menit. Beberapa tindakan untuk mengatasi perdarahan, termasuk kuretase
atau transfusi, meningkat pada kala tiga yang mendekati 30 menit atau lebih.1
Efek perdarahan banyak bergantung pada volume darah pada sebelum hamil
dan derajat anemia saat kelahiran. Gambaran perdarahan post partum yang dapat
mengecohkan adalah nadi dan tekanan darah yang masih dalam batas normal sampai
terjadi kehilangan darah yang sangat banyak.1

III.3 KLASIFIKASI
Menurut waktu terjadinya dibagi atas dua bagian : 1,4,9

Perdarahan Pasca Persalinan Dini (Early Postpartum Haemorrhage atau


Perdarahan Postpartum Primer, atau Perdarahan Pasca Persalinan Segera).
Perdarahan pasca persalinan primer terjadi dalam 24 jam pertama.
Penyebab utama perdarahan pasca persalinan primer adalah atonia uteri,
retensio plasenta, sisa plasenta, robekan jalan lahir dan inversio uteri.

Terbanyak dalam 2 jam pertama.


Perdarahan masa nifas (Late Postpartum Haemorrhage atau perdarahan
Postpartum Sekunder atau Perdarahan Pasca Persalinan Lambat).
Perdarahan pascapersalinan sekunder terjadi setelah 24 jam pertama.
Perdarahan pasca persalinan sekunder sering diakibatkan oleh infeksi,
penyusutan rahim yang tidak baik (subinvolusio uteri) atau sisa plasenta yang
tertinggal.

III.4 ETIOLOGI

13

Banyak faktor potensial yang dapat menyebabkan hemorrhage postpartum,


faktor-faktor yang menyebabkan hemorrhage postpartum adalah atonia uteri,
perlukaan jalan lahir, retensio plasenta, sisa plasenta, kelainan pembekuan darah,
subinvolusio uteri.1,9

Atonia uteri
Atonia uteri adalah keadaan lemahnya tonus/kontraksi rahim yang
menyebabkan uterus tidak mampu menutup perdarahan terbuka dari tempat
implantasi plasenta setelah bayi dan plasenta lahir.12
Perdarahan postpartum secara fisiologis dikontrol oleh kontraksi seratserat myometrium terutama yang berada disekitar pembuluh darah yang
mensuplai darah pada tempat perlengketan plasenta. Atonia uteri terjadi ketika
myometrium tidak dapat berkontraksi. Atonia uteri merupakan penyebab
tersering perdarahan post partum, sekurang-kurangnya 2/3 perdarahan post
partum disebabkan oleh atonia uteri (Depkes RI, 2007)

Disamping

menyebabkan

kematian,

perdarahan

postpartum

memperbesar kemungkinan infeksi puerperal karena daya tahan penderita


berkurang. Perdarahan yang banyak bisa menyebabkan Sindroma Sheehan
sebagai akibat nekrosis pada hipofisis pars anterior sehingga terjadi insufiensi

14

bagian tersebut dengan gejala: astenia, hipotensi, anemia, turunnya berat


badan sampai menimbulkan kakeksia, penurunan fungsi seksual dengan atrofi
alat-alat genital, kehilangan rambut pubis dan ketiak, penurunan metabolisme
dengan hipotensi, amenorea dan kehilangan fungsi laktasi. Beberapa hal yang
meenjadi faktor predisposisi dapat mencetuskan terjadinya atonia meliputi:7-12
o Umur yang terlalu muda/tua
o Manipulasi uterus yang berlebihan
o General anestesi (pada persalinan dengan operasi)
o Partus lama
o Kehamilan lewat waktu
o Grande multipara (fibrosis otot-otot uterus)
o Uterus yang teregang berlebihan :
- Kehamilan kembar
- Fetal macrosomia (berat janin antara 4500 5000 gram)
- Polyhydramnion
o Infeksi uterus (chorioamnionitis, endomyometritis, septicemia)
o Keadaan umum yang jelek, anemis, malnutrisi, atau menderita
penyakit menahun
o Mioma uteri yang menggangu kontraksi rahim
o Ada riwayat pernah atonia uteri sebelumnya
Jika seorang wanita memiliki salah satu dari kondisi-kondisi beresiko
ini, maka penting bagi penolong untuk mengantisipasi kemungkinan
terjadinya atonia uteri. Meskipun demikian, 20% atonia uteri dapat terjadi
pada ibu tanpa faktor-faktor risiko ini, sehingga sangat penting bagi penolong

15

untuk mempersiapkan diri dalam melakukan penatalaksanaan awal terhadap


masalah yang mungkin terjadi selama proses persalinan.

Tissue
Apabila plasenta belum lahir setengah jam setelah janin lahir, hal itu
dinamakan retensio plasenta. Hal ini bisa disebabkan karena plasenta belum
lepas dari dinding uterus atau plasenta sudah lepas akan tetapi belum
dilahirkan secara sempurna. Jika plasenta belum lepas sama sekali, tidak
terjadi perdarahan, tapi apabila terlepas sebagian maka akan terjadi
perdarahan yang merupakan indikasi untuk mengeluarkannya. Plasenta belum
lepas dari dinding uterus disebabkan karena :
o Kontraksi uterus kurang kuat untuk melepaskan plasenta (plasenta
adhesiva)
o Plasenta melekat erat pada dinding uterus sebab vili korialis menembus
desidua sampai miometrium (plasenta akreta perkreta)
o Plasenta yang sudah lepas dari dinding uterus akan tetapi belum keluar
disebabkan disebabkan tidak adanya usaha untuk melahirkan, atau
karena salah penanganan kala III. Sehingga terjadi lingkaran konstriksi
pada bagian bawah uterus yang menghalangi keluarnya plasenta
(inkarserasio plasenta).
Sisa plasenta yang tertinggal merupakan penyebab 20-25% dari kasus
perdarahan postpartum. Penemuan Ultrasonografi adanya masa uterus yang
echogenic mendukung diagnosa retensio sisa plasenta. Hal ini bisa digunakan
jika perdarahan beberapa jam setelah persalinan ataupun pada late postpartum
hemorraghe. Apabila didapatkan cavum uteri kosong tidak perlu dilakukan
dilatasi dan curettage.

Trauma
Sekitar 20% kasus hemorraghe postpartum disebabkan oleh trauma jalan lahir.
o Ruptur uterus
o Inversi uterus

16

o Perlukaan jalan lahir


Ruptur spontan uterus jarang terjadi, faktor resiko yang bisa
menyebabkan antara lain grande multipara, malpresentasi, riwayat operasi
uterus sebelumnya, dan persalinan dengan induksi oxytosin. Ruptur uterus
sering terjadi akibat jaringan parut section secarea sebelumnya.
Laserasi dapat mengenai uterus, cervix, vagina, atau vulva, dan
biasanya terjadi karena persalinan secara operasi ataupun persalinan
pervaginam dengan bayi besar ataupun terminasi kehamilan dengan vacuum
atau forcep. Laserasi pembuluh darah dibawah mukosa vagina dan vulva akan
menyebabkan hematom, perdarahan akan tersamarkan dan dapat menjadi
berbahaya karena tidak akan terdeteksi selama beberapa jam dan bisa
menyebabkan terjadinya syok. Episiotomi dapat menyebabkan perdarahan
yang berlebihan jika mengenai arteri atau vena yang besar, jika episitomi luas,
jika ada penundaan antara episitomi pada persalinan. Jika perdarahan terus
terjadi namun kontraksi uterus baik, maka hal tersebut mengarah pada laserasi
jalan lahir. Ketika laserasi cervix atau vagina diketahui sebagai penyebab
perdarahan maka repair adalah solusi terbaik.
Pada inversion uteri bagian atas uterus memasuki kovum uteri,
sehingga tundus uteri sebelah dalam menonjol kedalam kavum uteri. Peristiwa
ini terjadi tiba-tiba dalam kala III atau segera setelah plasenta keluar. Inversio
uteri dapat dibagi :
o Fundus uteri menonjol kedalam kavum uteri tetapi tidak sampai keluar
o Korpus uteri yang terbalik sudah masuk kedalam vagina.
o Uterus dan vagina terbalik dan sebagian besar keluar dari vagina
Tindakan yang dapat menyebabkan inversion uteri ialah perasat crede pada
korpus uteri yang tidak berkontraksi baik dan tarikan pada tali pusat dengan
plasenta yang belum lepas dari dinding uterus. Pada penderita fundus uteri
tidak ditemukan pada tempat yang lazim pada kala III atau setelah persalinan
selesai. Pemeriksaan dalam dapat menunjukkan tumor yang lunak diatas
servix uteri atau dalam vagina. Kelainan tersebut dapat menyebabkan keadaan
gawat dengan angka kematian tinggi (15-70%). Reposisi secepat mungkin

17

memberi harapan yang terbaik untuk keselamatan penderita.


Thrombin
Gejala-gejala kelainan pembekuan darah bisa berupa penyakit
keturunan ataupun didapat, kelainan pembekuan darah bisa berupa :
o Hipofibrinogenemia,
o Trombocitopeni,
o Idiopathic thrombocytopenic purpura,
o HELLP syndrome (hemolysis, elevated liver enzymes, and low platelet
count)
o Disseminated Intravaskuler Coagulation,
o Dilutional coagulopathy bisa terjadi pada transfusi darah lebih dari 8
unit karena darah donor biasanya tidak fresh sehingga komponen fibrin

dan trombosit sudah rusak.


Subinvolusio uteri
Subinvolusi adalah kegagalan uterus untuk mengikuti pola normal
involusi, dan keadaan ini merupakan salah satu dari penyebab terumum
perdarahan pascapartum. Biasanya tanda dan gejala subinvolusi tidak tampak,
sampai kira-kira 4 hingga 6 minggu pascapartum. Fundus uteri letaknya tetap
tinggi di dalam abdomen/pelvis dari yang diperkirakan. Keluaran lokia
seringkali gagal berubah dari bentuk rubra ke bntuk serosa, lalu ke bentuk
lokia alba. Lokia bisa tetap dalam bentuk rubra, atau kembali ke bentuk rubra
dalam beberapa hari pacapartum. Lokia yang tetap bertahan dalam bentuk
rubra selama lebih dari 2 minggu pascapatum sangatlah perlu dicurigai terjadi
kasus subinvolusi. Jumlah lokia bisa lebih banyak dari pada yang
diperkirakan. Leukore, sakit punggung, dan lokia berbau menyengat, bisa
terjadi jika ada infeksi. Ibu bisa juga memiliki riwayat perdarahan yang tidak
teratur, atau perdarahan yang berlebihan setelah kelahiran.

III.5 FAKTOR RESIKO


Riwayat hemorraghe postpartum pada persalinan sebelumnya merupakan faktor
resiko paling besar untuk terjadinya hemorraghe postpartum kembali, sehingga segala

18

upaya harus dilakukan untuk menentukan keparahan dan penyebabnya. Beberapa


faktor lain yang perlu kita ketahui karena dapat menyebabkan terjadinya hemorraghe
postpartum :8-11

Umur yang terlalu muda/tua


Grande multipara (fibrosis otot-otot uterus)
Manipulasi uterus yang berlebihan
General anestesi (pada persalinan dengan operasi)
Partus lama
Uterus yang teregang berlebihan :
o Kehamilan kembar
o Fetal macrosomia (berat janin antara 4500 5000 gram)
o Polyhydramnion
Infeksi uterus
o Chorioamnionitis
o Endomyometritis
o Septicemia
Keadaan umum yang jelek :
o Anemis
o Malnutrisi
o Menderita penyakit menahun
Mioma uteri yang menggangu kontraksi rahim
Ada riwayat pernah atonia uteri sebelumnya
Perpanjangan pemberian oksitosin

III.6 PATOFISIOLOGI
Dalam persalinan pembuluh darah yang ada di uterus terus melebar untuk
meningkatkan sirkulasi ke janin. Atoni uteri dan subinvolusi uterus menyebabkan
kontraksi uterus menurun sehingga pembuluh darah-pembuluh darah yang melebar
tadi tidak menutup sempurna sehingga perdarahan terjadi terus menerus. Trauma
jalan lahir seperti episiotomi yang lebar, laserasi perineum, dan rupture uteri juga
menyebabkan perdarahan karena terbukanya pembuluh darah. Penyakit pada darah

19

ibu misalnya afibrinogemia atau hipofibrinogemia karena tidak adanya atau


kurangnya fibrin untuk membantu proses pembekuan darah juga merupakan
penyebab dari perdarahan postpartum. Perdarahan yang sulit dihentikan bisa
mendorong pada keadaan syok hemoragik.
III.7 DIAGNOSIS
Untuk membuat diagnosis perdarahan postpartum perlu diperhatikan ada
perdarahan yang menimbulkan hipotensi dan anemia. apabila hal ini dibiarkan
berlangsung terus, pasien akan jatuh dalam keadaan syok. Perdarahan postpartum
tidak hanya terjadi pada mereka yang mempunyai predisposisi, tetapi pada setiap
persalinan kemungkinan untuk terjadinya perdarahan postpartum selalu ada. 9
Perdarahan yang terjadi dapat deras atau merembes. perdarahan yang deras
biasanya akan segera menarik perhatian, sehingga cepat ditangani sedangkan
perdarahan yang merembes karena kurang nampak sering kali tidak mendapat
perhatian. Perdarahan yang bersifat merembes bila berlangsung lama akan
mengakibatkan kehilangan darah yang banyak. Untuk menentukan jumlah
perdarahan, maka darah yang keluar setelah placenta lahir harus ditampung dan
dicatat.

Kadang-kadang perdarahan terjadi tidak keluar dari vagina, tetapi

menumpuk di vagina dan di dalam uterus. Keadaan ini biasanya diketahui karena
adanya kenaikan fundus uteri setelah uri keluar. Untuk menentukan etiologi dari
perdarahan postpartum diperlukan pemeriksaan lengkap yang meliputi anamnesis,
pemeriksaan umum, pemeriksaan abdomen dan pemeriksaan dalam. 9
Pada atonia uteri terjadi kegagalan kontraksi uterus, sehingga pada palpasi
abdomen uterus didapatkan membesar dan lembek. Sedangkan pada laserasi jalan
lahir uterus berkontraksi dengan baik sehingga pada palpasi teraba uterus yang keras.
Dengan pemeriksaan dalam dilakukan eksplorasi vagina, uterus dan pemeriksaan
inspekulo. Dengan cara ini dapat ditentukan adanya robekan dari serviks, vagina,

20

hematoma dan adanya sisa-sisa plasenta. 9 Berikut langkah-langkah sistematik untuk


mendiagnosa perdarahan postpartum:8

Palpasi uterus : bagaimana kontraksi uterus dan tinggi fundus uteri


Memeriksa plasenta : apakah lengkap atau tidak
Lakukan ekplorasi kavum uteri untuk mencari :
o Sisa plasenta
o Robekan rahim
Inspekulo : melihat robekan cervix, vagina, dan varises yang pecah.
Pemeriksaan laboratorium : bleeding time, cloting time, Hb, dll.

III.8 PENCEGAHAN DAN PENATALAKSANAAN


Pencegahan Perdarahan Postpartum

Perawatan masa kehamilan


Mencegah atau bersiap siaga akan terjadinya perdarahan adalah penting.
Tindakan pencegahan tidak saja dilakukan sewaktu bersalin tetapi sudah
dimulai sejak ibu hamil dengan melakukan antenatal care yang baik,
menangani anemia dalam kehamilan, serta ibu-ibu yang mempunyai
predisposisi atau riwayat perdarahan postpartum sangat dianjurkan untuk

bersalin di rumah sakit.4


Persiapan persalinan7
Di rumah sakit diperiksa keadaan fisik, keadaan umum, kadar Hb, golongan
darah, dan bila memungkinkan sediakan donor darah dan dititipkan di bank
darah. Pemasangan cateter intravena pada ibu-ibu dengan resiko tinggi dengan

lobang yang besar untuk persiapan apabila diperlukan transfusi.


Persalinan7
Setelah bayi lahir, lakukan massae uterus dengan arah gerakan circular atau
maju mundur sampai uterus menjadi keras dan berkontraksi dengan baik.
Massae yang berlebihan atau terlalu keras terhadap uterus sebelum, selama
atau sesudah lahir plasenta bisa mengganggu kontraksi normal myometrium

21

dan bahkan mempercepat kontraksi akan menyebabkan kehilangan darah yang

berlebihan dan memicu terjadinya perdarahan postpartum.


Kala tiga dan Kala empat7,13,14
Uterotonika dapat diberikan segera sesudah bahu depan dilahirkan.
Beberapa penelitian memperlihatkan penurunan insiden perdarahan post
partum pada pasien yang mendapat oksitosin setelah bahu depan dilahirkan,
tidak didapatkan peningkatan insiden terjadinya retensio plasenta. Hanya saja
lebih baik berhati-hati pada pasien dengan kecurigaan hamil kembar apabila
tidak ada USG untuk memastikan. Pemberian oksitosin selama kala tiga
terbukti mengurangi volume darah yang hilang dan kejadian perdarahan
postpartum sebesar 40%.
Pada umumnya plasenta akan lepas dengan sendirinya dalam 5 menit
setelah bayi lahir. Usaha untuk mempercepat pelepasan tidak ada untungnya
justru dapat menyebabkan kerugian. Pelepasan plasenta akan terjadi ketika
uterus mulai mengecil dan mengeras, tampak aliran darah yang keluar
mendadak dari vagina, uterus terlihat menonjol ke abdomen, dan tali plasenta
terlihat bergerak keluar dari vagina. Selanjutnya plasenta dapat dikeluarkan
dengan cara menarik tali pusat secara hati-hati. Segera sesudah lahir plasenta
diperiksa apakah lengkap atau tidak. Apabila didapatkan perdarahan, manual
plasenta harus dilakukan segera. Apabila dalam pemeriksaan plasenta kesan
tidak lengkap, uterus terus di eksplorasi untuk mencari bagian-bagian kecil
dari sisa plasenta.
Lakukan pemeriksaan secara teliti untuk mencari adanya perlukaan jalan
lahir yang dapat menyebabkan perdarahan dengan penerangan yang cukup.
Luka trauma ataupun episiotomi segera dijahit sesudah uterus mengeras dan
berkontraksi dengan baik.

Penatalaksanaan Perdarahan Postpartum


Tujuan utama pertrolongan pada pasien dengan perdarahan postpartum adalah
menemukan dan menghentikan penyebab dari perdarahan secepat mungkin. Ketahui

22

dengan pasti kondisi pasien sejak awal (saat masuk) dan pimpin persalinan dengan
mengacu pada persalinan bersih dan aman (termasuk upaya pencegahan perdarahan
pasca persalinan). Lakukan observasi melekat pada 2 jam pertama pasca persalinan
(di ruang persalinan) dan lanjutkan pemantauan terjadwal hingga 4 jam berikutnya (di
ruang rawat gabung). Terapi pada pasien dengan hemorraghe postpartum mempunyai
2 bagian pokok : 7,9

Resusitasi dan manajemen yang baik terhadap perdarahan


Pasien dengan hemorraghe postpartum memerlukan penggantian cairan
dan pemeliharaan volume sirkulasi darah ke organ-organ penting. Pantau terus
perdarahan, kesadaran dan tanda-tanda vital pasien. Pasang infus 2 jalur untuk
memudahkan pemberian cairan dan darah secara bersamaan apabila
diperlukan resusitasi cairan cepat.
o Pemberian cairan : berikan normal saline atau ringer lactate
o Transfusi darah : bisa berupa whole blood ataupun packed red cell
o Evaluasi pemberian cairan dengan memantau produksi urine (perfusi

cairan ke ginjal adekuat bila produksi urin dalam 1jam 30 cc atau lebih)
Penatalaksanaan penyebab hemorraghe postpartum
Tentukan penyebab hemorraghe postpartum :
o Atonia uteri
Periksa ukuran dan tonus uterus dengan meletakkan satu
tangan di fundus uteri dan lakukan massase untuk mengeluarkan
bekuan darah di uterus dan vagina. Apabila terus teraba lembek dan
tidak berkontraksi dengan baik perlu dilakukan massase uterus yang
lebih keras dan pemberian uterotonika oksitosin 10 IU IM dilanjutkan
infus 20 IU dalam 500cc NS/RL dengan 40 tetesan permenit.

23

Pengosongan kandung kemih bisa mempermudah kontraksi


uterus dan memudahkan tindakan selanjutnya. Lakukan kompresi
bimanual apabila perdarahan masih berlanjut, letakkan satu tangan di
belakang fundus uteri dan tangan yang satunya dimasukkan lewat jalan
lahir dan ditekankan pada fornix anterior.

Pemberian tampon (packing) uterovagina dengan kassa gulung


dapat merugikan karena memerlukan waktu untuk pemasangannya,
dapat menyebabkan perdarahan yang tersembunyi atau bila ada
perembesan berarti banyak darah yang sudah terserab di tampon
tersebut sebelumnya dan dapat menyebabkan infeksi. Tetapi dapat pula
menguntungkan bila dengan tampon tersebut perdarahan bisa berhenti

24

sehingga tidak diperlukan tindakan operatif atau tampon digunakan


untuk

menurunkan

perdarahan

sementara

sambil

menunggu

penanganan operatif. Alternatif dari pemberian tampon selain dengan


kassa, juga dipakai beberapa cara yaitu : dengan menggunakan
Sengstaken-Blakemore tube, Rusch urologic hydrostatic balloon
catheter (Folley catheter) atau SOS Bakri tamponade balloon catheter.

Pada tahun 2003 Sayeba Akhter dkk mengajukan alternatif baru


dengan pemasangan kondom yang diikatkan pada kateter. Dari
penelitiannya disebutkan angka keberhasilannya 100% (23 berhasil
dari 23 PPH), kondom dilepas 24-48 jam kemudian dan tidak
didapatkan komplikasi yang berat. Indikasi pemasangan kondom
sebagai tampon tersebut adalah untuk PPH dengan penyebab Atonia

25

Uteri. Cara ini kemudian disebut dengan Metode Sayeba. Metode ini
digunakan sebagai alternatif penanganan HPP terutama sambil
menunggu perbaikan keadaan umum, atau rujukan. Cara pemasangan
tampon kondom menurut Metode Sayeba adalah secara aseptik
kondom yang telah diikatkan pada kateter dimasukkan kedalam cavum
uteri. Kondom diisi dengan cairan garam fisiologis sebanyak 250-500
cc sesuai kebutuhan. Dilakukan observasi perdarahan dan pengisian
kondom dihentikan ketika perdarahan sudah berkurang. Untuk
menjaga kondom agar tetap di cavum uteri, dipasang tampon kasa
gulung di vagina. Bila perdarahan berlanjut tampon kassa akan basah
dan darah keluar dari introitus vagina. Kontraktilitas uterus dijaga
dengan pemberian drip oksitosin paling tidak sampai dengan 6 jam
kemudian. Diberikan antibiotika tripel, Amoksisilin, Metronidazol dan
Gentamisin. Kondom kateter dilepas 24-48 jam kemudian, pada kasus
dengan perdarahan berat kondom dapat dipertahankan lebih lama.

26

Pembedahan laparatomi merupakan tindakan yang diambil


apabila masase uteri, pemberian uterotonikan dan kompresi tidak
memberikan hasil yang maksimal. Pemilihan jenis irisan vertical
ataupun horizontal adalah tergantung operator. Bersihkan darah bebas
untuk memudahkan mengeksplorasi uterus dan jaringan sekitarnya
untuk mencari tempat ruptur uteri ataupun hematom. Reparasi
tergantung tebal tipisnya ruptur. Pastikan reparasi benar-benar
menghentikan perdarahan dan tidak ada perdarahan dalam karena
hanya

akan

menyebabkan

27

perdarahan

keluar

lewat

vagina.

Pemasangan drainase apabila perlu. Apabila ditemukan setelah


pembedahan ditemukan uterus intact dan tidak ada perlukaan ataupun
ruptur lakukan kompresi bimanual disertai pemberian uterotonika.
Apabila terjadi perdarahan, dapat dilakukan ligasi.
Ligasi arteri uterine Prosedur sederhana dan efektif

menghentikan perdarahan yang berasal dari uterus karena uteri


ini mensuplai 90% darah yang mengalir ke uterus. Tidak ada

gangguan aliran menstruasi dan kesuburan.


Ligasi arteri ovarii Mudah dilakukan tapi kurang sebanding

dengan hasil yang diberikan


Ligasi arteri iliaca interna Efektif mengurangi perdarahan
yang

bersumber

dari

semua

traktus

genetalia

dengan

mengurangi tekanan darah dan sirkulasi darah sekitar pelvis.


Apabila tidak berhasil menghentikan perdarahan, pilihan
berikutnya adalah histerektomi.
Apabila telah dilakukan ligasi tetap terdapat perdarahan, maka
tindakan yang harus dilakukan adalah histerektomi. Histerektomi
merupakan tindakan kuratif dalam menghentikan perdarahan yang
berasal dari uterus. Total histerektomi dianggap lebih baik dalam kasus
ini walaupun subtotal histerektomi lebih mudah dilakukan, hal ini
disebabkan subtotal histerektomi tidak begitu efektif menghentikan
perdarahan apabila berasal dari segmen bawah rahim, servix, fornix
vagina.
o

Sisa plasenta
Apabila

kontraksi

uterus

jelek

atau

kembali

lembek,

pemeriksaan kelengkapan plasenta setelah dilahirkan. Lakukan


eksplorasi (bila servik terbuka) dan mengeluarkan bekuan darah atau
jaringan. Bila servik hanya dapat dilalui oleh instrument, lakukan

28

evakuasi sisa plasenta dengan dilatasi dan kuretase. Beberapa ahli


menganjurkan eksplorasi secepatnya, akan tetapi hal ini sulit dilakukan
tanpa general anestesi kecuali pasien jatuh dalam syok. Jangan
hentikan pemberian uterotonika selama dilakukan eksplorasi. Setelah
eksplorasi, lakukan massase dan kompresi bimanual ulang tanpa
menghentikan pemberian uterotonika. Pemberian antibiotik spectrum
luas setelah tindakan eksplorasi dan manual removal. Berikan
ampisilin dosis awal 1g IV dilanjutkan dengan 3 x 1g oral
dikombinasikan dengan metronidazol 1g supositoria dilanjutkan
dengan 3 x 500mg oral. Apabila perdarahan masih berlanjut dan
kontraksi uterus tidak baik bisa dipertimbangkan untuk dilakukan
laparatomi. Pemasangan tamponade uterrovaginal juga cukup berguna
untuk menghentikan perdarahan selama persiapan operasi. Bila kadar
Hb<8 gr% berikan transfusi darah. Bila kadar Hb>8 gr%, berikan
sulfas ferosus 600 mg/hari selama 10 hari. 5
Tindakan operatif yang dapat dilakukan dalam kala uri
persalinan adalah :7,8
Perasat Crede7
Perasat crede bermaksud melahirkan plasenta yang
belum terlepas dengan ekspresi. Syaratnya adalah terus
berkontraksi baik dan vesika urinaria kosong. Teknik
pelaksanaan perasat crede adalah dengan memegang fundus
uteri oleh tangan kanan sedemikian rupa, sehingga ibu jari
terletak pada permukaan depan uterus sedangkan jari lainnya
pada fundus dan permukaan belakang. setelah uterus dengan
rangsangan tangan berkontraksi baik, maka uterus ditekan ke
arah jalan lahir. gerakan jari-jari seperti meremas jeruk. perasat
Crede tidak boleh dilakukan pada uterus yang tidak
berkontraksi karena dapat menimbulkan inversion uteri. Perasat

29

Crede dapat dicoba sebelum meningkat pada pelepasan

plasenta secara manual.


Manual Plasenta
Indikasi pelepasan plasenta secara manual adalah pada
keadaan perdarahan pada kala tiga persalinan kurang lebih 400
cc yang tidak dapat dihentikan dengan uterotonika dan masase,
retensio plasenta setelah 30 menit anak lahir, setelah persalinan
buatan yang sulit seperti forsep tinggi, versi ekstraksi,
perforasi, dan dibutuhkan untuk eksplorasi jalan lahir dan tali
pusat putus.7 Sebelum dikerjakan, penderita disiapkan pada
posisi litotomi. Keadaan umum penderita diperbaiki keadaan
hemodinamiknya dengan diinfus NaCl atau Ringer Laktat.
Anestesi diperlukan kalau ada constriction ring dengan
memberikan suntikan diazepam 10 mg intramuskular. Anestesi
ini berguna untuk mengatasi rasa nyeri. Operator berdiri atau
duduk dihadapan vulva dengan salah satu tangannya (tangan
kiri) meregang tali pusat, tangan yang lain (tangan kanan)
dengan jari-jari dikuncupkan membentuk kerucut.8

Gambar 1.
Meregang tali pusat dengan jari-jari membentuk kerucut
Dengan ujung jari menelusuri tali pusat sampai

30

plasenta. Jika pada waktu melewati serviks dijumpai tahanan


dari lingkaran kekejangan (constrition ring), ini dapat diatasi
dengan mengembangkan secara perlahan-lahan jari tangan yang
membentuk kerucut tadi. Sementara itu, tangan kiri diletakkan
di atas fundus uteri dari luar dinding perut ibu sambil menahan
atau mendorong fundus itu ke bawah. Setelah tangan yang di
dalam sampai ke plasenta, telusurilah permukaan fetalnya ke
arah pinggir plasenta. Pada perdarahan kala tiga, biasanya telah
ada bagian pinggir plasenta yang terlepas.8

Gambar 2.
Ujung jari menelusuri tali pusat, tangan kiri di atas fundus
Melalui celah tersebut, selipkan bagian ulnar dari
tangan yang berada di dalam antara dinding uterus dengan
bagian plasenta yang telah terlepas itu. Dengan gerakan tangan
seperti mengikis air, plasenta dapat dilepaskan seluruhnya
(kalau mungkin), sementara tangan yang di luar tetap menahan
fundus uteri supaya jangan ikut terdorong ke atas. Dengan
demikian,

kejadian

dihindarkan.8

31

robekan

uterus

(perforasi)

dapat

Setelah

Gambar 3.
Mengeluarkan plasenta
plasenta berhasil dikeluarkan,

lakukan

eksplorasi untuk mengetahui kalau ada bagian dinding uterus


yang sobek atau bagian plasenta yang tersisa. Pada waktu
ekplorasi sebaiknya sarung tangan diganti yang baru. Setelah
plasenta keluar, gunakan kedua tangan untuk memeriksanya,
segera berikan uterotonik (oksitosin) satu ampul intramuskular,
dan lakukan masase uterus. Lakukan inspeksi dengan spekulum
untuk mengetahui ada tidaknya laserasi pada vagina atau
serviks dan apabila ditemukan segera di jahit.8
Explorasi Cavum Uteri
Persangkaan tertinggalnya jaringan plasenta (plasenta
lahir tidak lengkap), setelah operasi vaginal yang sulit,
dekapitasi, versi dan ekstraksi, perforasi dan lain-lain, untuk
menetukan apakah ada rupture uteri. Eksplosi juga dilakukan
pada pasien yang pernah mengalami seksio sesaria dan
sekarang

melahirkan

pervaginam.7

Teknik

Pelaksanaan

explorasi cavum uteri adalah dengan memasukkan tangan


secara obstetric seperti pada pelepasan plasenta secara manual
dan mencari sisa plasenta yang seharusnya dilepaskan atau
meraba

apakah

ada

kerusakan

dinding

uterus.

untuk

menentukan robekan dinding rahim eksplorasi dapat dilakukan

32

sebelum plasenta lahir dan sambil melepaskan plasenta secara


manual. 7
o Trauma jalan lahir
Perlukaan jalan lahir sebagai penyebab pedarahan apabila
uterus sudah berkontraksi dengan baik tapi perdarahan terus berlanjut.
Lakukan eksplorasi jalan lahir untuk mencari perlukaan jalan lahir
dengan penerangan yang cukup. Lakukan reparasi penjahitan setelah
diketahui sumber perdarahan, pastikan penjahitan dimulai diatas
puncak luka dan berakhir dibawah dasar luka. Lakukan evaluasi
perdarahan setelah penjahitan selesai. Hematom jalan lahir bagian
bawah biasanya terjadi apabila terjadi laserasi pembuluh darah
dibawah mukosa, penetalaksanaannya bisa dilakukan incise dan
drainase. Apabila hematom sangat besar curigai sumber hematom
karena pecahnya arteri, cari dan lakukan ligasi untuk menghentikan
perdarahan.
o Gangguan pembekuan darah
Jika manual eksplorasi telah menyingkirkan adanya ruptur
uteri, sisa plasenta dan perlukaan jalan lahir disertai kontraksi uterus
yang baik maka kecurigaan penyebab perdarahan adalah gangguan
pembekuan darah. Lanjutkan dengan pemberian product darah
pengganti (trombosit,fibrinogen).

DAFTAR PUSTAKA

33

1. Cunningham FG, Leveno KJ, Bloom SL, Hauth JC, Gilstrap III LC, Wenstrom
KD. Uterine Leiomyomas. In : Williams Obstetrics. 22nd edition. Mc Graw-Hill.
New York : 2005.
2. Sheris j. Out Look : Kesehatan ibu dan Bayi Baru Lahir. Edisi Khusus. PATH.
Seattle : 2002.
3. Winkjosastro
H,
Hanada.
Perdarahan
Pasca
Persalinan.
http://http://www.geocities.com/Yosemite/Rapids/1744/cklobpt12.html. [update: 1
Februari 2005]. Diakses tanggal 30 Agustus 2015 dari :
4. Setiawan Y. Perawatan perdarahan post partum. http://http://www.Siaksoft.net
[update : Januari 2008]. Diakses tanggal 30 Agustus 2015.
5. USU.
Perdarahan
Post
Partum.
2010.
http://www.library.upnvj.ac.id/pdf/4s1kedokteran/207311090/BAB%20II.pdf
Diakses tanggal 30 Agustus 2015.
6. Fakultas Kedokteran Universitas Sriwijaya. Perdarahan Pasca Persalinan.
http://.www.Fkunsri.wordpress.com [update : Agustus 2008]. Diakses tanggal 30
Agustus 2015
7. Wiknjosastro H, Saifuddin AB, Rachimhadi T. Tindakan Operatif Dalam Kala
Uri. Dalam : Ilmu Bedah Kebidanan. Edisi 3. Jakarta : YBP-SP. 2002.
8. WHO. Managing Complications in Pregnancy and Childbirth : Manual Removal.
of
Placenta.
http://www.who.int/reproductivehealth/impac/Procedures/Manual_removal_P77_
P79.html. [update : 2003]. Diakses tanggal 30 Agustus 2015.
9. Wiknjosastro H, Saifuddin AB, Rachimhadi T. Perdarahan Post Partum. Dalam :
Ilmu Bedah Kebidanan. Edisi 3. Jakarta : YBP-SP. 2002.
10. Prawirohardjo S. Perdarahan Paca Persalinan. Dalam : Buku Acuan Nasional
Pelayanan Kesehatan Maternal dan Neonatal. Jakarta : YBP-SP. 2002.
11. Pregnancy N Vimala, V. Dadhwal, S Kumar, S Mittal, S Vinekar. Intravaginal
Misoprostol Versus Intra-amniotic 15 Methyl PG F2 for Termination of Second
Trimester. New Delhi, India : 2005.
12. WHO guidelines for the management of postpartum haemorrhage and retained
placenta

34

Anda mungkin juga menyukai