Anda di halaman 1dari 19

JURNAL READING

Dapatkah Yogurt Probiotik mencegah terjadinya diare


pada anak yang tengah mengonsumsi antibiotik? Sebuah
Studi doubleblind, acak, dengan kontrol Plasebo

Preceptor:
dr. Murdoyo Rahmanoe, Sp.A

Oleh:
Belda Evina, S.ked
I Gede Eka W, S.ked
Kartika Yuana Fitri, S.ked
Vidianka Rembulan, S.Ked

KEPANITERAAN KLINIK ILMU KESEHATAN ANAK


FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS LAMPUNG
RUMAH SAKIT UMUM ABDUL MOELOEK
BANDAR LAMPUNG
NOVEMBER 2015

Dapatkah Yogurt Probiotik mencegah terjadinya diare


pada anak yang tengah mengonsumsi antibiotik? Sebuah
Studi doubleblind, acak, dengan kontrol Plasebo
Michael J Fox, Kiran D K Ahuja, Iain K Robertson, Madeleine J Ball,
Rajaraman D Eri
ABSTRACT
Tujuan: Untuk memperkirakan efikasi dari pemberian yogurt probiotik apabila
dibandingkan dengan yogurt pasteurisasi sebagai pencegahan terhadap diare yang
berhubungan dengan antibiotik pada anak.
Desain dan setting: Ini merupakan uji klinis bersifat multisite, acak, double-blind,
dengan kontrol placebo yang dilaksanakan pada September 2009 dan 2012. Studi ini
dilakukan pada tempat prektek umum dan farmasi di Launceston, Tasmania, Australia.
Participants and interventions: Anak (usia 112 tahun) yang menerima resep antibiotik,
yang diacak untuk kemudian menerima yogurt (probiotik) 200 g/hari yang mengandung
Lactobacillus rhamnosus GG (LGG), Bifidobacterium lactis (Bb-12) dan Lactobacillus
acidophilus (La-5) atau sebuah yogurt pasteurisasi ( plasebo) dalam durasi yang sama
sebagai terapi antibiotic mereka.
Outcomes: Frekuensi buang air dan konsistensi feses dari setiap pasien dicatat selama
masa terapi ditambah 1 minggu. Hasil utamanya berupa frekuensi buang air besar dan
konsistensi feses, diklasifikasikan ke dalam beberapa tingkat keparahan diare yang
berbeda. Dikarenakan rendahnya angka kejadian kasus diare, perbandingan di antara
beberapa grup dibuat menggunakan analisis uji pasti Fishers.
Results: dari 72 anak yang diikutsertakan, 70 anak menyelesaikan studi ini hingga akhir
(36 plasebo dan 34 probiotik). Tidak ditemukan kasus diare berat, (konsistensi feses 6,
3 kali buang air/hari selama 2 hari berturut-turut) pada grup yang mendapatkan terapi
berupa yogurt probiotik dan terdapat 6 kasus pada kelompok pasien yang menerima
placebo (Fishers exact p=0.025). dan hanya terdapat satu episode diare minor
(konsistensi feses 5, 2 kali buang air besar perhari, 2 hari) pada kelompok yang
diterapi dengan yogurt probiotik apabila dibandingkan dengan 21 kasus yang didapatkan
pada kelompok yang diterapi dengan plasebo. (Fishers exact p<0.001). Ditemukan efek
samping yang lebih minimal pada kelompok yang menerima terapi yogurt probiotik (1
orang menderita sakit perut, 1 orang mual muntah, dan satu orang mengalami sakit
kepala) dibandingkan dengan efek samping yang dialami oleh orang-orang yang mesuk
ke dalam kelompok kontrol plasebo (6 orang mengalami sakit perut, 4 mengalami
penurunan nafsu makan dan satu orang mengalami mual).
Kesimpulan: Sebuah kombinasi yogurt LGG, La-5 dan Bb-12 merupakan metode efektif
untuk menurunkan angka kejadian diare yang disebabkan terapi antibiotic pada anak.
Nomor registrasi uji klinis: Australian New Zealand Clinical Trials Registry
ACTRN12609000281291\
Strengths and limitations of this study

KEKUATAN DAN BATASAN STUDI


Diare yang disebabkan oleh terapi antibiotik merupakan sebuah komplikasi yang
umum terjadi. Telah terdapat banyak studi menunjukkan bahwa suplemen
probiotik tertentu dapat mencegah terjadinya diare akibat terapi antibiotik. namun
belum ada satupun dari studi tersebut menguji penggunaan probiotik yang
digunakan secara komersil untuk anak-anak.
Seringkali sebuah studi mempelajari diare sebagai fenomena yang hanya terjadi
atau tidak terjadi. Namun jarang yang mempelajari seberapa parah derajat diare
tersebut. Kami menggunakan Bristol stool scale sebagai alat ukur objektif
frekuensi

dan

konsistensi

feses

pada

sebuah

kasus

diare,

dan

mengklasifikasikannya kedalam tingkat keparahan diare yang berbeda.


Studi ini menunjukkan bahwa memberikan anak yang tengah mengonsumsi
antibiotik konsumsi yogurt probiotik yang mengandung Lactobacillus rhamnosus
GG (LGG), Lactobacillus acidophilus dan Bifidobacterium lactis yang dijual
secara

komersil

dapat

menurunkan

kejadian

gangguan

pada

sistem

gastrointestinal, termasuk diare. Yogurt probiotik dapat memberikan keuntungan


tambahan berupa menyediakan energy dan nutrient yang tidak dikandung oleh
kapsul suplemen /probiotik.
PENDAHULUAN
Gangguan pada sistem gastrointestinal merupakan komplikasi umum dari
penggunaan antibiotic spectrum luas, terutama

-lactams, clindamycin dan

vancomycin. Obat-obat ini dapat mempengaruhi komposisi flora normal usus,


menyebabkan pertumbuhan yang berlebihan beberapa spesies bakteri tertentu
seperti Staphylococcus, Candida, Enterobacteriaceae, Klebsiella dan Clostridium
atau menyebabkan perubahan dari mukosa dan gerak peristaltik usus. 1 Perubahan
ini seringkali disebut antibiotic-associated diarrhoea (AAD), yang dapat
mengkhawatirkan bagi pasien dan penyedia pelayanan kesehatan dan dapat
menyebabkan hasil terapi antibiotic yang buruk.2 Frekuensi AAD tergantung
definisi yang ditentukan terhadap diare, dan usia pasien namun diperkirakan

mencapai angka sekitar 11% hingga 30% pada anak yang menginsumsi antibiotic
oral.3 4
Konsumsi probiotik seringkali direkomendasikan dengan asumsi bahwa dengan
menelan bakteri sehat dapat mengurangi gangguan pada usus yang disebabkan
oleh mikrobiota, dan sebagai hasilnya dapat menekan angka kejadian diare. 5
Seperti obat-obatan farmasi, probiotik yang berbeda akna menghasilkan efek yang
berbeda, dengan mekanisme kerja yang berbeda pula. Sejumlah uji klinis telah
menggunakan beberapa probiotik sebagai pencegahan kejadian AAD. Studi-studi
ini telah dilakukan dengan menggunakan berbagai variasi probiotik dengan hasil
yang berbeda-beda pula. Sebuah studi meta-analisis telah menunjukkan hasil yang
kurang bervariasi dikarenakan kurangnya homogenitas diantara studi yang
dilakukan.

Analisis yang dilakukan terhadap sebuah sub-grup tertentu

menunjukkan penekanan yang signifikan terhadap kasus terjadinya AAD setelah


penggunaan probiotik, Lactobacillus rhamnosus GG (LGG) dan Saccharomyces
boulardii.710 Beberapa metode studi telah digunakan dalam mengadministrasikan
probiotik ini, termasuk kapsul, tablets, dan yogurt.2
digunakan bervariasi dari spesies tunggal
spesies yang digabungkan

2 15

13 14

4 11 12

Organisme yang

hingga penggunaan koktil beberapa

dan dosis yang digunakan pada studi ini berbeda-

beda pada studinya, berkisar dari 107 hingga 1010 colony-forming units (CFU).7
Studi yang dilakukan pada orang dewasa di sebuah rumah sakit menunjukkan
bahwa LGG dapat digunakan untuk mengatasi infeksi Enterococcus16 yang
resiten terhadap vancomycin, mencegah terhadinya AAD dan diare yang
disebabkan organisme Clostridium difficile.17 Dengan populasi pasien anak-anak,
terdapat sebuah studi yang menguji probiotik sediaan tablet dan serbuk digunakan
untuk mencegah terhadinya AAD. Baru-baru ini, hanya didapatkan satu buah studi
yang menguji yogurt probiotik dengan mengikutsertakan pasien anak-anak,
namun belum ada studi yang dilakukan untuk menguji efikasi ypgurt dengan
kandungan LGG dengan setting pasien hanya pada anak-ana. 18 19 Yogurt probiotik/
minuman probiotik telah banyak menjadi pilihan untuk mengadministrasikan
probiotik ke dalam tubuh, karena kedua benda ini mudah didapatkan, ekonomis,
mudah ditelan, dan secara umum dapat ditoleransi dengan baik dan menyediakan
tambahan energi, vitamin, mineral dan protein. Di Australia, satu-satunya yogurt

komersil yang mengandung LGG dicampur berada dalam kemasan dan dicampur
dengan Bifidobacterium lactis (Bb-12) dan Lactobacillus acidophilus (La-5).
Studi yang dilakukan sebelumnya6,7 menguji efek probiotik terhadap pasien yang
menerima terapi antibiotic telah difokuskan kepada ada atau tidaknya kandungan
AAD. WHO telah mendefiniskan diare sebagai frekuensi buang air besar dengan
konsistensi cair sebanyak 3 kali sehari selama 2 hari berturut-turut atau lebih.20
Definisi ini tentu tidak dapat digunakan untuk menilai spectrum tipe dan seberapa
parah diare yang diderita seseorang. This approach fails to address the spectrum of
type and severity of GI symptoms, yang dapat bervariasi dari diare yang bersifat
minor hingga serius. Walaupun diare masuk dalam ke kategori minor, namun
dapat memiliki akibat yang besar pada anak, orang tua dan kepatuhan terhadap
terapi. Ditambah, peneliti menggunakan definisi yang berbeda dari seberapa
banyak frekuensi (dua atau 3 kali sehari untuk 2 hari berturut-turut) , dan
komposisi diare serta seberapa cair diare tersebut selalu saja tidak dihitung secara
kuantitatif.2

4 14 15 21

Walaupun masing-masing dari studi akan bersifat konsisten

dalam pelaksanaannya, definisi yang berbeda terhadap diare itu akan mempersulit
dilakukannya perbandingan antara beberapa studi yang berbeda. Oleh karena itu,
pada studi ini, kami menyajikan hasil dari studi yang kami lakukan dengan gejala
klinis diare yang kami klasifikasikan kembali ke dalam beberapa derajat kriteria
keparahan yang nantinya tentu akan berguna untuk memahami lebih baik
mengenai tingkat keparahan penyakit diare dan mempermudah dilakukannya
perbandingan dengan studi yang telah dilakukan sebelumnya. Studi ini meneliti
efikasi dari yogurt yang mengandung LGG (strain deposit number (SDN)
ATCC53103), Bb-12 (SDN DSM15954) dan La-5 (SDN DSM13241),
dibandingkan dengan plasebo, dalam mengurangi angka kejadian AAD pada anak
yang tengah mengonsumsi antibiotik.
PASIEN DAN METODE
Uji ini merupakan uji multisite stratified (pasien yang memiliki riwayat AAD/
pasien yang tidak memiliki riwayat AAD), acak, double-blind, parallel, dengan
kontrol plasebo. Studi ini bertempat di 2 tempat praktek umum dan 4 farmasi di

Launceston, sebuah daerah di Tasmania, Australia, dengan penduduk daerah


sekitar terdiri dari 100.000 people. Dokter umum/ petugas farmasi akan
menawarkan pada orang tua anak yang merupakan pasien rawat jalan berusia 1-12
tahun yang menerima resep antibiotic spectrum luas oral. Pasien akan dikeluarkan
dari studi apabila diketahui memiliki riwayat intoleransi atau alergi terhadap susu,
riwayat terapi antibiotic dalam 2 bulan terakhir, pemakaian antibiotic profilaksis,
penggunaan produk probiotik dengan tujuan pengobatan dalam 7 hari, adanya
defisiensi imun, memiliki penyakit saluran cerna yang bersifat kronis, atau diare
kronis. Orangtua pasien diberitahu secara detail tujuan dari studi ini, dan diminta
menandatangani informed consent tertulis setelahnya. The Human Research
Ethics Committee (Tasmania) Network, Australia telah menyetujui protokol studi
ini (H0010498).
Menggunakan data dari Konings study,22 sebuah skala sampel berukuran 58
menggunakan uji t test (1.5 feses/hari, SD 0.5/hari) akan mendeteksi sebuah
reduksi relatif minimum dalam frekuensi 25% (power 80%; 0.05). pengurangan
25% dipilih setelah dilakukannya sebuah diskusi informal dengan para klinisi
yang ikut serta mengenai diare seperti separah apa yang akan mereka jadikan
patokan sebagai bahan pertimbangan dalam menawarkan terapi yogurt probiotik
pada pasien yang mereka resepkan antibiotic nantinya. Sebuah ukuran sampel
sebesar 70 dipilih dengan 20% over-sampling dan direncanakan untuk
menggunakan regresi logistik berurutan. Metode statistic direvisi terlebih dahulu
sebelum analisis data dilakukan. Untuk memahami dengan lebih baik seberapa
jauh terjadinya distress saluran cerna, kami menggunakan definisi berbeda dari
diare agar dapat melakukan penilaian terhadap hasilnya nanti dan hal ini
mengharuskan adanya analisis kejadian sewaktu. (Cox proportional hazards
regression).
Seorang ahli statistic menyusun sebuah alokasi independen dan daftar acak untuk
setiap tempat uji dilakukan, menggunakan generator angka acak yang ada di
Microsoft Excel. Karena riwayat adanya AAD telah menjadi predictor akan
terjadinya AAD ulangan, pasien yang ikut serta dalam stui ini dikelompokkan
bertingkat menurut riwayat AADnya.

19

untuk menghindari angka yang tidak

proporsional diantara kelompok pasien, dilakukan pengacakan dengan cara blok,

10 pasien pada setiap tempat uji (5 dengan plasebo dan 5 dengan probiotik) di
masing-masing tempat dilakukannya uji. Untuk memastikan jalannya uji sesuai
dengan rancangan, seseorang secara independen berperan dalam melihat yogurt
yang akan ditawarkan, membungkus dan melabelkannya sesuai dengan rancangan
uji acak yang sudah disusun. Semua peneliti, peserta dan penilai hasil akhir tidak
mengetahui terapi apa yang mereka berikan selama studi berlangsung.
Pasien anak tersebut akan menerima yogurt (2100 g tube/hari) dari awal hingga
akhir dilakukannya terapi antibiotic. Yogurt probiotik (Vaalia, sebuah merek yang
secara umum banyak dijual di supermarket) mengandung LGG (dosis rerata
5.2109 CFU/ hari), Bb-12 (dosis rerata 5.9109 CFU/hari) dan La-5 (dosis rerata
8.3109 CFU/hari). Pada sisi lain, yogurt plasebo merupakan yogurt yang telah di
pasteurisasi mengandung S thermophilus (dosis rerata 4.4104 CFU/hari) dan L
bulgaricus (dosis rerata 1.2103 CFU/hari). Baik yogurt probiotik maupun
yougurt placebo yogurt diseidakan oleh Parmalat (Brisbane, Queensland,
Australia) yang tidak turut andil dalam formulasi, menjalankan studi, melakukan
analisis data atau hasil interpretasinya. Sebuah laboratorium independen dipakai
untuk meneliti komposisi dan jumlah kandungan CFU. Yogurt yang ditawarkan
barada dalam tempat dengan kapasitas 100 g dengan label yang identik satu sama
lain. Rasa kedua yogurt sama, namun salah satu yogurt memiliki tekstur yang
lebih lunak. Para partisipan hanya ditunjukkan salah satu jenis yogurt yang
nantinya akan mereka konsumsi dan tidak memiliki kesempatan untuk
menentukan pilihan atau melakukan perbandingan. Instruksi diberikan dengan
memberikan

yogurt

beserta

instruksi

untuk

menuliskan

sebuah

diary

perkembangan salama perawatan berlangsung dan ditambah 1 minggu setelahnya.


Jangka waktu ini dipilih berdasarkan rata-rata terjadinya onset diare setelah
penggunaan antibiotic dilakukan pada pasien anak yang biasanya berkisar 5.33.5
hari (range 015 hari).3 Pada pelaksanaannya, sebuah data dasar terdiri usia, jenis
kelamin, berat badan, jenis antibiotic dan dosis yang diterima, frekuensi buang air
besar biasanya, dan ada atau tidaknya riwayat AAD terlebih dahulu dikumpulkan.
Informasi akan ada tidaknya riwayat AAD sebelumnya digunakan untuk
mengelompokkan pasien secara bertingkat selama pengacakan dilakukan.
Orangtua diberikan penjelasan dengan diagram mengenai Bristol Stool Scale

(BSS) untuk anak23 dan ditunjukkan bagaimana caranya untuk menilai konsistensi
dan frekuensi dari feses anak mereka nantinya, dan diberikan sebuah diary yang
berfungsi sebagai catatan untuk merekan informasi mengenai frekuensi dan
konsistensi feses, beserta dengan konsumsi antobiotik dan yogurt (baik yogurt
yang diberikan dalam uji klinis ini, dan yogurt lainnya) dan juga efek samping
yang terjadi pada anak. Hasil utama dalam uji ini ialah efikasi dari konsumsi
yogurt probiotik

dalam mencegah terjadinya diare, yang nantinya akan

diklasifikasikan ke dalam tingkat keparahan yang berbeda-beda: contohnya,


kurang berat (frekuensi buang air besar 2/hari untuk 2 hari atau lebih dengan
konsistensi feses 5 dalam skala BSS); lebih berat (frekuensi BAB 3
kali/perhari selama 2 hari atau lebih dengan kosnistensi feses 6 dalam BSS).
Sebuah data mentah mengenai frekuensi buang air besar dan konsistensinya
diproses ke dalam beberapa kategori yang mewakili batas dari tingkat keparahan
penyakit (yang kemudian dianalisis berdasarkan frekuensi kejadian ), dan
kemudian dianalisis pula berdasarkan waktu gejala pertama kali muncul (kejadian
dicatat sejak pertama kali gejala diare muncul) berisikan: frekuensi buang air
sebanyak 2 kali atau lebih dalam sehari; frekuensi buang air besar sebanyak 3 kali
atau lebih dalam sehari; konsistensi feses tipe 5 (gumpalan lunak dengan batas
jelas, yang dengan mudah dikeluarkan); dan konsistensi feses tipe 6 (gumpalangumpalan kecil dengan sudut yang tidak beraturan, feses yang lembek). Dengan
cara yang sama, waktu pertama kali terjadinya diare dihitung bagi tiap individu
yang ikut serta dalam studi menggunakan definisi diare yang bervariasi. Dan
dikelompokkan ke dalam kategori: (A) konsistensi feses 5 dan frekuensi BAB 2
kali/sehari selama lebih dari dua hari; (B) konsistensi 5 dan frekuensi buang air
besar 3kali/hari lebih dari 2 hari; (C) konsistensi feses 6 dan frekuensi 2
kali/hari dalam kurun waktu lebih dari 2 hari; dan (D) konsistensi feses 6 dan
frekuensi

3kali/hari selama lebih dari 2 hari. Data yang didapatkan sejak

pertama munculnya gejala (tanggal dan waktu mulai munculnya gejala diare)
dibandingkan antara kelompok yang menerima terapi yogurt plasebo dan yogurt
probiotik dan digunakan perkiraan HRs mengguanakn Cox proportional hazards
regression disesuaikan dengan usia, jenis kelamin, kerentanan terhadap diare yang
diinduksi konsumsi antibiotic dan jenis antibiotic yang digunakan. Fishers exact

test digunakan untuk membandingkan angka kejadian diare yang terjadi dalam
kedua kelompok uji. Untuk mengecek kepatuhan dari konsumsi yogurt dan
antibiotik, rata-rata konsumsi antibiotic dihitung perpasiennya, dan kemudian
dibandingkan antara 2 grup uji. Apabila didapatkan hasil yang cocok daam
kategori berjumlah lebih dari satu, sebuah yang dikoreksi dihitung untuk
menghasilkan interpretasi dari estimasi efek menggunakan metode Holm
Bonferroni: metode ini digunakan dengan menganggap hasil yang keluar bersifat
independen. Namun, turut mempertimbangkan hasil dari semua penilaian secara
keseluruhan. Semua analisis dilakukan dengan menggunakan Stata SE/V.13.0.
RESULTS
72 partisipan direkruit dari September 2009 hingga 2012, namun dua orang tidak
kembali untuk mengembalikan hasil dan detail dari pengamatan yang telah
mereka lakukan. 70 anak menyelesaikan uji ini hingga akhir (29 perempuan, 41
laki-laki; berusia 6.63.0 tahun; dengan berat badan 28.211.0 kg; 36 dengan
plasebo, 34 dengan probiotik). Karakteristik dasar (tabel 1) secara umum hampir
sama, namun secara umum lebih banyak terdapat partisipan perempuan pada
kelompok plasebo apabila dibandingkan dengan perempuan pada kelompok
probiotik. Dan terdapat lebih banyak anak pada grup plasebo yang menerima
dosis antibiotic dibawah dosis yang direkomendasikan the Australian Medicines
Handbook guidelines.24 tujuh anak dalam grup plasebo dan lima anak dari grup
probiotik mengonsumsi <90% dari antibiotik yang diresepkan. Terdapat jumlah
anak yang lebih sedikit di kelompok plasebo mnegonsumsi 80% yogurt yang
diresepkan (20 vs 25) dibandingkan dengan jumlah yang ada pada kelompok
probiotik. Secara statistic tidak ditemukan adanya perbedaan yang signifikan
(semua p>0.09) pada anak yang patuh dalam menjalankan terapi dan
mengonsumsi yogurt pada kedua kelompok.
Tabel 1. Karakteristik dasar Partisipan

(Nilai yang tertera ada adalah persentase, kecuali ada penjelasan lain)

Terdapat lebih banyak efek samping yang terjadi pada kelompok plasebo (6
mengalami sakit perut, 4 kehilangan nafsu makan dan 1 mengalami mual) apabila
dibandingkan dengan efek samping yang muncul pada kelompok probiotik (1
orang mengalami sakit perut, 1 orang muntah, dan 1 orang mengalami sakit
kepala). Rata-rata SD durasi terapi antibiotic 5.62.2 hari.
Tabel 2 membandingkan jumlah kasus diare berdasarkan definisinya yang
berbeda. Gambar 1 menunjukkan perbandingan onset diare dan kejadian frekuensi
BAB 3kali/hari atau konsistensi feses 6. Analisis Cox proportional hazard
regression menunjukkan bahwa dibandingkan dengan kelompok plasebo,
kelompok probiotik memiliki kejadian frekuensi lebih dari atau sama dengan dua
kali sehari yang lebih sedikit \ (HR 0.14, 95% CI 0.03 to 0.62, p=0.01), frekuensi
BAB 3 kali (HR 0.04, 95% CI 0.004 to 0.29, p=0.002), konsistensi fese 5 (HR
0.18, 95% CI 0.08 to 0.38, p<0.001) dan konsistensi feses 6 (HR 0.11, 95% CI
0.03 to 0.41, p=0.001). Analisis juga dilakukan untuk menilai perbedaan dalam
hasil yang didapatkan dari anak yang memiliki kerentanan terhadap diare sebagai

respon terhadap antibiotic atau tidak., dan menunjukkan perbedaan yang tidak
signifikan (semua nilai p>0.7).
DISKUSI
Studi ini dilakukan pada anak dengan rentang usia 112yang merupakan pasien
rawat jalan. Pada semua klasifikasi diare terdapat insidensi diare yang lebih
sedikit pada anak yang menerima terapi yogurt yang kaya akan probiotik apabila
dibandingkan dengan hasil yang didapat dari kelompok terapi plasebo. Tidak ada
anak di kelompok probiotik mengalami diare berat dibandingkan dengan
ditemukannya 6 kasus dengan diare berat yang ada pada kelompok plasebo.
Hanya terdapat satu anak dnegan diare ringan (definisi A) pada kelompok
probiotik dan 21 anak pada kelompok plasebo. Terdapat pengurangan yang
signifikan dari durasi dan awal onset dari meningkatnya frekuensi dan berubahnya
konsistensi feses pada anak yang diberi yogurt probiotik. Hal ini menunjukkan
bahwa yogurt yang mudah diperoleh di lingkungan sehari-hari dapat mengurangi
angka kejadian AAD pada anak dan dalam waktu yang bersamaan menyediakan
energy dan nutrisi tambahan bagi si kecil.

Tabel 2. Perbandingan kasus diare dengan definisi yang berbeda tiap kriteria pada kelompok
plasebo dan probiotik

Meskipun efikasi LGG probiotic yogurt belum pernah diujikan pada anak-anak
sebelumnya, hasil dari studi ini konsisten dengan hasil yang didapat dari uji
sebelumnya yang digunakan pada orang dewasa yang tengah mengonsumsi
antibiotic.21 dan anak yang diberikan suplemen LGG.11

13 15 25

Studi yang telah

dilakukan sebelumnya menunjukkan efel yang berbeda dan meta-analisis


menunjukkan hasil yang equivocal karena kurangnya homogenisitas diantara
studi.6 7 hal ini menandakan bahwa tidak semua probiotik sama, dan tiap probiotik
perlu diuji efikasinya dalam konteks tertentu. 26 Sebuah studi baru-baru ini
merekomendasikan dilakukannya studi lebih lanjut dari probiotik pada pasien
rawat jalan.27 penelitian ini mulai mengisi kekosongan ini. Secara umum, studi
sebelumnya telah melaporkan insidensi diare sebagai fenomena yang terjadi, atau
tidak terjadi (all or none) dan definisi tersebut mungkin tidak dapat mencerminkan
dengan tepat akibat dari distress saluran cerna yang sebenarnya terjadi di dunia
ini. Studi kami mendemonstrasikan bahwa terdapat spectrum yang luas dari
respon yang muncul terhadap probiotik, tergantung dari analisis tingkat parahnya
penyakit: kejadian ringan berhubungan dengan estimasi manfaat yang lebih
rendah dari probiotik, dan semakin berat kasus terjadinya diare, maka akan

didapatkan estimasi manfaat probiotik yang lebih besar juga. Oleh karena itu,
heterogenisitas yang tampak mungkin dikarenakan masalah dalam pengukuran.

Gambar 1. Proporsi anak yang memeiliki risiko


pada kejadian pertama (A) konsistensi fesess skor 6; dan (B) frekuensi buang air besar lebih dari
3 kali sehari. Konsistensi feses dengan nilai 6 sesuai dengan apa yang didefinisikan di Bristol
Stool Scale, berupa feses lembut berbentuk gumpalan-gumpalan kecil dengan sudut yang tidak
beraturan . Garis utuh mewakili kejadian pada grup plasebo dan garis putus-putus adalah kasus
pada grup probiotik.

Peningkatan frekuensi buang air besar atau meningkatnya aktivitas pergerakan


usus dapat menimbulkan kekhawatiran dan stress bagi anak dan orangtua. Mereka
mungkin tidak terlalu memikirkan apakah gejala yang dialami anaknya telah
masuk ke dalam definisi WHA mengenai diare.20 gejala meningkatnya frekuensi
atau mencairnya konsistensi feses dapat menyebabkan terapi antibiotic yang
dihentikan terlalu dini, absennya anak dari sekolah, dan berhubungan pula dengan
absennya orangtua dari tempat kerja.28 Definisi dari diare pada studi sebelumnya
bervariasi. Beberapa studi menggunakan 3 atau lebih feses dengan konsistensi cair
perhari,4 11 12 15 19 21 25 29 dan yang lainnya menggunakan lebih dari tiga kali dari
frekuensi

normalnya.

14

Secara

umum,

studi

ini

telah

gagal

dalam

menspesifikasikan apa yang dimaksud dengan konsistensi feses yang lembut 2 4 11 15


19 21 25 29

atau membuat kriterianya sendiri.13 untuk mengurangi keberagaman ini,

studi ini menggunakan skala BSS, sebuah metode untuk menilai konsistensi feses
yang telah divalidasi. 23 kriteria konsistensi feses dibedakan dari nilai 1 (gumpalan
keras yang terpisah-pisah) hingga 7 (benar-benar cair, tanpa gumpalan

sedikitpun). Menggunakan pendekatan ini, kami dapat menciptakan sebuah


rentang definisi diare dan menganalisis efeknya melalui sebuak spectrum penyakit
dan juga memudahkan dilakukannya perbandingan dengan hasil yang didapatkan
dari uji-uji sebelumnya. Setelah melalui tahapan, terdapat sebuah penurunan yang
signifikan secara statistic dari gejala diare pada anak yang menderita AAD yang
ditrapi dengan probiotik, tanpa adanya hal yang menunjukkan efek yogurt
probiotik ini lebih kecil pada mereka yang menderita gejala yang lebih parah.
Pada waktu yang sama, yogurt sangatlah mudah dikonsumsi dan menyediakan
kalori, vitamins, minerals dan protein yang cukup banyak. Hal ini sangat
bermanfaat padaa saat nafsu makan anak berkurang akibat dari sakit yang dialami
anak tersebut.
Batasan dari studi ini ialah efek terhadap feses hanya dicatat selama dilakukannya
terapi antibiotic dan satu minggu setelahnya; sehingga memungkinkan ada
beberapa kejadian AAD diluar kurun waktu tersebut yang luput dan tidak tercatat.
Kurun waktu ini dipilih berdasarkan mayoritas insiden AAD yang biasanya terjadi
dalam 2 minggu pertama konsumsi antibiotic, 3 11 dan kami mengkhawatirkan akan
menurunnya angka kepatuhan terapi apabila follow up dilakukan dalam jangka
waktu yang lebih lama. Studi ini bergantung pada hasil yang dilaporkan sendiri
oleh peserta uji, baik itu orangtua atau anak uji sendiri. Ketika anak tengah
bersekolah, atau dititipkan, pencatatan pada diary mungkin akan tidak dilengkapi.
Sebagaimana yang dikatakan oleh Lane, anak dibawah usia 8 tahun kurang tepat
dinilai mengguankan modified BSS,23 namun, pada kuisioner setelah uji, semua
partisipan mengatakan bahwa diagram feses yang ditunjukkan sangat mudah
digunakan dan dimengerti. Yogurt plasebo tidak duji kemampuannya dalam
menginduksi atau mengurangi angka kejadian diare. Namun, kelihatannya yogurt
plasebo tidak berhubungan dengan angka kejadian diare, karena angka kejadian
diare yang didapatkan dari grup plasebo konsisten dengan studi yang telkah
dilakukan sebelumnya.

3 4

sebuah keterbatasan lain mungkin ialah waktu yang

digunakan untuk merekrut pasien, hampir 3 tahun, yang dapat menghasilkan hasil
yang bias. Hal ini juga menunjukkan kesulitan dalam merekrut pasien dalam
kondisi klinik rawat jalan yang sibuk.

Semua nilai p lebih kecil dari nilai yang dikoreksi dengan banyak uji hipotesis
(HolmBonferroni). Tren yang konsisten dari semua definisi diare menjadikan
kemungkinana kesalahan type-1 error sulit terjadi.
Mekanisme kerja bagaimana probiotik mengurangi angka kejadian diare dapat
terjadi via modulasi dari sistem imun host atau komposisi mikrobiota saluran
cerna dan produk metaboliknya.30 studi ini tidak didesain untuk menilai
mekanisme ini dan dibutuhkan tambahan berupa studi meikrobiologi. Uji klinis
ini secara acak menguji potensi terapeutik dari probiotik. Di masa yang akan
dating nantinya, studi ini dapat dilakukan dengan lebih baik apabila mekanisme
aksi probiotik dalam menurunkan tingkat AAD dapat dimengerti dengan baik.
KESIMPULAN
Pada studi ini, yang dilakukan berdasarkan masalah yang terjadi pada komunitas
sehari-hari yang mempengaruhi ratusan dari ribuan anak tiap tahunnya,
menggunakan makanan yang ekonomis, mudah didapat dan bernutrisi,
menunjukkan bahwa kombinasi yogurt LGG, La-5 dan Bb-12merupakan metode
efektif dalam mengurangi insidensi AAD, sebuah masalah sistem saluran cerna
pada anak.

DAFTAR PUSTAKA

1. Hogenauer C, Hammer HF, Krejs GJ, et al. Mechanisms and management


of antibiotic-associated diarrhoea. Clin Infect Dis 1998;27:70210.
2. Beniwal RS, Arena VC, Thomas L, et al. A randomized trial of yogurt for
prevention of antibiotic-associated diarrhoea. Dig Dis Sci 2003;48:2077
82.
3. Turck D, Bernet JP, Marx J, et al. Incidence and risk factors of oral
antibiotic-associated diarrhoea in an outpatient pediatric population. J
Pediatr Gastroenterol Nutr 2003;37:226.
4. Kotowska M, Albrecht P, Szajewska H. Saccharomyces boulardii in the
prevention of antibiotic-associated diarrhoea in children: a randomized
double-blindplacebo-controlled

trial.

Aliment

Pharmacol

Ther

2005;21:58390.
5. Hawrelak JA. Probiotics, prebiotics and symbiotics. J Complim Med
2007;6:2835.
6. Hawrelak JA, Whitten DL, Myers SP. Is Lactobacillus rhamnosus GG
effective in preventing the onset of antibiotic-associated diarrhoea: a
systematic review. Digestion 2005;72:516.
7. Johnston BC, Goldenberg JZ, Vandvik PO, et al. Probiotics for the
prevention of pediatric antibiotic-associated diarrhoea. Cochrane Database
Syst Rev 2011:(11);CD004827.
8. McFarland LV. Meta-analysis of probiotics for the prevention of antibiotic
associated diarrhoea and the treatment of Clostridium difficile disease. Am
J Gastroenterol 2006;101:81222.
9. Lemberg DA, Ooi CY, Day AS. Probiotics in paediatric gastrointestinal
diseases. J Paediatr Child Health 2007;43:3316.

10. McFarland LV, Goh S. Preventing pediatric antibiotic associated diarrhoea


and Clostridium difficile infections with probiotics: a meta-analysis. World
J Meta-Anal 2013;1:10220.
11. Arvola T, Laiho K, Torkkeli S, et al. Prophylactic Lactobacillus GG
reduces antibiotic-associated diarrhoea in children with respiratory
infections: a randomized study. Pediatrics 1999;104:e64.
12. Correa NB, Peret Filho LA, Penna FJ, et al. A randomized formula
controlled trial of Bifidobacterium lactis and Streptococcus thermophilus
for prevention of antibiotic-associated diarrhoea in infants. J Clin
Gastroenterol 2005;39:3859.
13. Vanderhoof JA, Whitney DB, Antonson DL, et al. Lactobacillus GG in the
prevention of antibiotic-associated diarrhoea in children. J Pediatr
1999;135:5648.
14. Seki H, Shiohara M, Matsumura T, et al. Prevention of antibioticassociated diarrhoea in children by clostridium butyricium MIYAIRI.
Pediatr Int 2003;45:8690.
15. Szymanski H, Armanska M, Kowalska-Duplaga K, et al. Bifidobacterium
longum PL03, Lactobacillus rhamnosus KL53A, and Lactobacillus
plantarum PL02 in the prevention of antibiotic-associated diarrhoea in
children: a randomized controlled pilot trial. Digestion 2008;78:1317.
16. Manley KJ, Fraenkel MB, Mayall BC, et al. Probiotic treatment of
vancomycin-resistant enterococci: a randomised controlled trial. Med J
Aust 2007;186:4547.
17. Hickson M, DSouza AL, Muthu N, et al. Use of probiotic Lactobacillus
preparation to prevent diarrhoea associated with antibiotics: randomised
double blind placebo controlled trial. BMJ 2007;335:80.
18. Fox MJ, Ahuja KDK, Eri RD. Efficacy of probiotics in the prevention of
antibiotic-associated diarrhoea (AAD) in childrena review. Int J
Probiotics Prebiotics 2013;8:616.

19. Conway S, Hart A, Clark A, et al. Does eating yogurt prevent antibioticassociated diarrhoea? A placebo-controlled randomised controlled trial in
general practice. Br J Gen Pract 2007;57:9539.
20. World Health Organization. Health TopicsDiarrhoea, 2013. http://
www.who.int/topics/diarrhoea/en/
21. Wenus C, Goll R, Loken EB, et al. Prevention of antibioticassociated
diarrhoea by a fermented probiotic milk drink. Eur J Clin Nutr
2008;62:299301.
22. Koning CJ, Jonkers DM, Stobberingh EE, et al. The effect of a
multispecies probiotic on the intestinal microbiota and bowel movements
in healthy volunteers taking the antibiotic amoxycillin. Am J Gastroenterol
2008;103:17889.
23. Lane MM, Czyzewski DI, Chumpitazi BP, et al. Reliability and validity of
a modified Bristol stool form scale for children. J Pediatr 2011;159:437
41.e1.
24. Australian Medicines Handbook 2012, Australian Medicines Handbook
Pty Ltd; Adelaide.
25. Ruszczynski M, Radzikowski A, Szajewska H. Clinical trial: effectiveness
of Lactobacillus rhamnosus (strains E/N, Oxy and Pen) in the prevention
of antibiotic-associated diarrhoea in children. Aliment Pharmacol Ther
2008;28:15461.
26. Pham M, Lemberg DA, Day AS. Probiotics: sorting the evidence from the
myths. Med J Aust 2008;188:3048.
27. Butler CC, Duncan D, Hood K. Does taking probiotics routinely with
antibiotics prevent antibiotic associated diarrhoea? BMJ 2012;344: e682.
28. Surawicz CM. Antibiotic-associated diarrhoea in children: how many dirty
diapers? J Pediatr Gastroenterol Nutr 2003;37:23.
29. Beausoleil M, Fortier N, Guenette S, et al. Effect of a fermented milk
combining Lactobacillus acidophilus Cl1285 and Lactobacillus casei in the

prevention of antibiotic-associated diarrhoea: a randomized, doubleblind,


placebo-controlled trial. Can J Gastroenterol 2007;21:7326.
30. Oelschlaeger TA. Mechanisms of probiotic actionsA review. Int J Med

Microbiol 2010;300:5762.

Anda mungkin juga menyukai