Anda di halaman 1dari 16

BAGIAN ILMU KESEHATAN ANAK Journal Reading

FAKULTAS KEDOKTERAN November 2022


UNIVERSITAS ALKHAIRAAT PALU

Penggunaan Probiotik pada Bayi dengan Alergi Susu Sapi: Uji


Klinis Acak

Disusun Oleh:

Andi Faresqi syam, S.Ked


16 20 777 14 426

Pembimbing:
dr. Dimas Bagus P.,M.ked(ped), Sp.A

DISUSUN UNTUK MEMENUHI TUGAS KEPANITERAAN KLINIK


PADA BAGIAN KEDOKTERAN ILMU KESEHATAN ANAK
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DOKTER
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS ALKHAIRAAT
PALU
2022
Int J Pediatr, Vol.9, N.12, Serial No.96, Des. 2021

HALAMAN PENGESAHAN

Nama : Andi Faresqi Syam S.Ked (16 20 777 14 426)


Fakultas : Kedokteran
Program Studi : Pendidikan Dokter
Universitas : Al-Khairaat Palu
Judul Jurnal : Penggunaan Probiotik pada Bayi dengan Alergi
Susu Sapi: Uji Klinis Acak
Bagian : Ilmu Kesehatan Anak

Bagian Kesehatan Anak


RSU Autapura Palu
Program Studi Pendidikan Dokter
Fakultas Kedokteran Universitas Alkhairaat

Palu, November 2022

Pembimbing Mahasiswa

dr. Dimas Bagus P.,M.ked(ped),


Andi Faresqi syam S.Ked
Sp.A

ii
Int J Pediatr, Vol.9, N.12, Serial No.96, Des. 2021

Penggunaan Probiotik pada Bayi dengan Alergi Susu Sapi: Uji


Klinis Acak

Hassan Karami1, Sahar Borna2, Fatemeh Hosseinzadeh3, Elaheh Mahmoodi4,


Bahareh Lashtoo Aghaee5, *Mohammad Sadegh Rezai61

ABSTRAK

Latar belakang: Salah satu alergi makanan yang paling umum pada bayi adalah
alergi susu sapi (CMA). Tidak ada strategi terapi efektif yang tersedia untuk
masalah ini. Sangat penting untuk mengembangkan pendekatan yang efektif untuk
mengurangi risiko alergi susu sapi. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk
mengetahui pengaruh probiotik pada bayi dengan intoleransi protein susu sapi.
Metode: Penelitian ini merupakan uji klinis acak pada bayi cukup bulan dengan
diagnosis CMA. Pasien-pasien ini dibagi menjadi kelompok kasus dan kontrol
(menerima plasebo dan probiotik). Gejala klinis seperti diare, sakit perut, dll
dievaluasi dalam 2, 4, 8, 12 dan 16 minggu setelah menerima probiotik.
Hasil: Selama 16 minggu penelitian, penurunan yang signifikan diamati pada
temuan klinis dan paraklinis pada kedua kelompok. Ada penurunan yang
signifikan secara statistik pada saat pasien buang air besar berdarah, berdarah dan
setiap hari pada minggu ke-4, ke-8 dan ke-12. Juga, perbedaan yang signifikan
ditemukan antara kelompok dalam diare dan kram perut dari minggu ke-4
Kesimpulan: Konsumsi probiotik dalam waktu singkat pada bayi dengan CMA
secara signifikan menurunkan gejala klinis dan paraklinis.
Kata Kunci: Alergi susu sapi, Diare, Bayi, Probiotik

1
Int J Pediatr, Vol.9, N.12, Serial No.96, Des. 2021

PENDAHULUAN

Menyusui adalah pilihan pertama untuk bayi (1)


dan Alergi Susu Sapi (CMA)
adalah salah satu penyebab paling umum alergi makanan pada bayi, yang
disebabkan oleh ASI atau susu sapi. CMA ( Cow’s Milk Allergy) adalah respon
imun yang terjadi secara berulang pada paparan protein yang ada dalam susu sapi
(3).
Risiko untuk mengembangkan penyakit alergi adalah multifaktorial termasuk
mikrobioma usus, latar belakang genetik untuk alergi dan pemberian susu sapi
sejak dini (4). Baik respon imun yang dimediasi IgE dan non-IgE ada pada CMA
ada (5)
Protein susu sapi dapat ditransfer secara langsung (bayi yang minum susu sapi)
atau tidak langsung (melalui produk susu sapi yang dikonsumsi oleh ibu bayi) ke
bayi yang sensitif (6). Empat fraksi kasein (αS 1, S 2, , dan -kasein) dan dua protein
whey (α-laktalbumin dan -laktoglobulin) dianggap sebagai protein alergen
terpenting yang terkandung dalam susu sapi .(7)
GastroEsophageal Reflux Disease (GERD) umumnya terjadi pada bayi yang
diberikan susu sapi. Hubungan antara GERD dan alergi susu pada bayi dan balita
sapi telah dijelaskan . (8)
Manifestasi klinis alergi susu sapi yang paling sering adalah darah pada tinja (9).
Gejala lain termasuk gagal dalam pertumbuhan, anemia, konstipasi , dan rinore,
terdapat wheezing dan muntah (10)
. Meskipun prevalensi Alergi Protein Susu Sapi
(CMPA) relatif tinggi, pengelolaannya berbeda dan tergantung pada beberapa
pedoman yang dimodifikasi oleh dokter, termasuk ahli neonatologi, dokter anak,
ahli alergi anak, dan ahli gastroenterologi anak (5)
Beberapa dokter telah mennyarankan antihistamin (misalnya loratadine,
cetirizine) untuk pengobatan reaksi kulit atau pencernaan ringan dan memberikan
prebiotik yang membantu dengan mengubah flora usus dan memiliki peran
potensial dalam pencegahan alergi primer pada bayi(3). Beberapa penelitian
menunjukkan Probiotik sebagai organisme hidup yang berpotensi mengembalikan
homeostasis usus, memberikan manfaat bagi inang jika diberikan dalam jumlah
yang cukup dan mencegah alergi melalui interaksi dengan sel imun usus terutama

2
Int J Pediatr, Vol.9, N.12, Serial No.96, Des. 2021

pada awal kehidupan . Mikrobiota usus memainkan peran penting dalam


(11)

pengembangan respon imun (12)


. Jalur untuk manfaat probiotik dapat mencakup
peningkatan fungsi penghalang mukosa usus, penghambatan kompetitif bakteri
patogen, modulasi respon imun terhadap non-alergi, dan degradasi antigen protein
. Efek probiotik bergantung pada strain; dan pemilihan probiotik yang tepat
(13)

menyebabkan respon terapeutik yang lebih baik. Jenis probiotik dan hasil utama
bervariasi di antara percobaan; dan sebagian besar penelitian telah menggunakan
Lactobacillus GG (11-15) yang telah terbukti memiliki efek potensial pada reaksi
kekebalan, pencegahan dan pengobatan peradangan alergi (11). Efek profilaksis dan
terapeutik LGG telah ditunjukkan pada bayi dengan penyakit atopik terutama
dermatitis atopik yang rentan terhadap protein susu sapi (11).
Meskipun efek probiotik dalam pengelolaan dysbiosis didefinisikan sebagai
pengurangan keragaman mikroba, efek menguntungkan dari probiotik masih
kontroversial, banyak peneliti telah melaporkan penurunan peradangan dan
toleransi yang lebih cepat dari susu sapi dengan pemberian probiotik pada pasien
ini . Dan beberapa penelitian telah menunjukkan kemanjuran probiotik pada
(17, 18 )

perbaikan gejala alergi pada bayi dengan alergi protein susu sapi (12, 19-21).
Meskipun beberapa komplikasi seperti terdapat darah dan lendir dalam tinja
yang kadang-kadang berlangsung selama beberapa bulan dan mungkin memiliki
beban keuangan dan tekanan psikologis bagi orang tua dan masyarakat, masih ada
kekurangan studi tentang komplikasi dan pengobatan CMA yang efektif di Iran.
Dalam penelitian ini, kami mengevaluasi efek terapeutik probiotik menurut
temuan klinis dan paraklinis pada bayi CMA.

3
Int J Pediatr, Vol.9, N.12, Serial No.96, Des. 2021

METODE DAN BAHAN

Dalam studi uji klinis acak tersamar tunggal ini, bayi cukup bulan di bawah
satu tahun dengan alergi terhadap protein susu sapi yang dirujuk ke rumah sakit
Buali Sari, Iran dari Maret 2016 hingga Maret 2017 didaftarkan. Kriteria eksklusi
adalah menerima probiotik dan prebiotik dalam 2 bulan terakhir, menerima
antibiotik selama 2 minggu terakhir, adanya bukti infeksi sistemik pada
pemeriksaan klinis, kultur tinja positif dengan patogen, pasien demam, penyakit
Hirschsprung, koagulopati, dan diagnosis penyakit sistemik.
Temuan laboratorium termasuk WBC > 5 dan calprotectin tinja positif dalam
tinja atau OB positif (darah tersembunyi) dan gejala setelah pemberian susu
formula berbasis kasein atau menyusui dan diagnosis CMA dikonfirmasi oleh
dokter anak. Ahli gastroenterologi. WBC dan RBC dalam tinja (≥5) dianggap
sebagai respon positif. Alokasi dalam kelompok dilakukan secara acak .
Setelah mendapatkan informed consent dari orang tua pasien, mereka secara
acak dibagi menjadi dua kelompok intervensi dan kontrol dengan tabel nomor
acak. Batasan konsumsi produk susu diterapkan untuk ibu dan bayi. Untuk
kelompok intervensi, selain protokol diet, satu sachet probiotik Protexin yang
merupakan probiotik paling tersedia dan populer untuk bayi di Iran mencakup
ketiga kategori berbeda dari genus probiotik menguntungkan (terdiri dari
Lactobacillus rhamnosus,Streptococcus termofilus, Lactobacillus acidophilus, ,
Bifidobacterium breve, Bifidobacterium infantis, Lactobacillus bulgaricusdan
FOS- bentuk bubuk kering beku) diberikan setiap hari selama 4 minggu.
Kelompok kontrol menerima paket yang sama yang berisi tepung kanji satu sachet
per hari selama 4 minggu.
Pada awal penelitian, dilakukan kultur tinja dan mendata pasien termasuk
gejala klinis (Diare, sakit perut, dan waktu buang air besar harian, tinja berdarah
dan mukosa) dicatat. Juga, calprotectin tinja, WBC, RBC dan darah samar (OB)
dalam tinja diukur dan dicatat untuk semua pasien. Kemudian, pada minggu
kedua, ke-4, ke-8, ke-12 dan ke-16 setelah penanganan, dilakukan pengukuran

4
Int J Pediatr, Vol.9, N.12, Serial No.96, Des. 2021

WBC, RBC, darah samar dan calprotectin (FC) tinja. Berdasarkan hasil uji
calprotectin tinja, terdapat 3 kategori calprotectin negatif (FC < 50 g/g) .
Pada minggu ke-4 dan ke-16 setelah pengobatan, pemeriksaan tinja dan kultur
dilakukan untuk menentukan telur, parasit dan darah samar dalam tinja. Selama 16
minggu pertama pengobatan, mual, disfagia, diare, sembelit, hematochezia,
frekuensi buang air besar, tinja berlendir dan berdarah per minggu, serta frekuensi
sakit perut/kram dalam seminggu dicatat dan dibandingkan antara kedua
kelompok. Analisis statistik dilakukan dengan software SPSS versi 20.0.
Tambahan, data dianalisis dengan uji Mann-Whitney, chisquare, dan
Kolmogorov-Smirnov.

HASIL

Secara keseluruhan, 132 anak, 50 laki-laki (37,9%) dan 82 perempuan


(62,1%), dengan usia rata-rata (Kelompok kontrol: 16,19 ±5,8 tahun dan
kelompok intervensi: ±5,4 tahun; p>0,05). Terdapat 106 bayi yang di beri ASI
(80,3%), sebanyak 86% pada kontrol dan 75% pada kelompok intervensi, p>0,05 .
Pada data yang menunjukkan anak yang memiliki riwayat alergi di keluarga yaitu
sebanyak 56 % pada kelompok intervensi dan sebanyak 35% pada kelompok
control. Data demografi dan karakteristik pasien ditampilkan dalam Tabel 1.

Tabel 1. Data Demografi dan Karakteristik Penderita Alergi Susu Sapi

5
Int J Pediatr, Vol.9, N.12, Serial No.96, Des. 2021

Follow up pasien dilakukan selama 16 minggu dengan mengisi kuesioner pada


minggu ke 0, 2, 4, 8, 12 dan 16. Perbedaan yang signifikan secara statistik
ditemukan pada waktu buang air besar dalam sehari antara kelompok, dari mulai
follow up di 12 minggu. Dalam data yang menunjukkan perbandingan frekuensi
tinja berdarah dalam sehari ditemukan adanya perbedaan yang signifikan pada
awalnya antara 2 kelompok di tiap minggu yang berbeda sejak awal follow up.

Tabel 2: Nilai rata-rata buang air besar harian dan tinja berdarah pada
kedua kelompok

Namun, karena frekuensi tinja berdarah antara kedua kelompok tidak sama
pada awal penelitian, menurut analisis kovarians, penurunan frekuensi defekasi
pada kelompok intervensi terbukti berbeda nyata dengan kelompok kontrol, hanya
dari follow up di minggu ke-8.
Setelah mencocokkan kedua kelompok, diare dan kram perut terbukti memiliki
penurunan yang signifikan pada kelompok intervensi dibandingkan dengan
kelompok kontrol, dari minggu ke-4 intervensi. Pada awal penelitian, 91,2%
pasien menderita diare dan kram perut dan menurun menjadi 27,3% dan 30,5%

6
Int J Pediatr, Vol.9, N.12, Serial No.96, Des. 2021

setelah 4 minggu, sedangkan diare dan kram perut tidak ada penurunan yang
signifikan dari minggu ke-4 (Tabel 3).

Tabel 3. Variabel kualitatif yang dipelajari antara kelompok kasus dan


kelompok kontrol

Dalam studi paraklinis tinja, RBC, WBC, calprotectin tinja (FC) dan darah
samar (OB) dievaluasi selama 16 minggu pada kedua kelompok dan perubahan
signifikan ditemukan pada darah samar dari minggu ke-4 (p=0,000). Ditemukan
RBC, WBC dan FC dalam tinja di minggu ke 4 dan minggu ke 8 yaitu adanya
perubahan signifikan pada kedua kelompok (p = 0,000).

DISKUSI
Alergi protein susu sapi adalah alergi makanan yang paling sering terjadi
selama masa kanak-kanak dengan perkiraan prevalensi antara 1,9% dan 4,9%
pada tahun pertama kehidupan . Penelitian ini dirancang untuk menyelidiki
(11, 15)

kemanjuran probiotik pada diare, kram perut dan temuan laboratorium bayi
dengan sensitivitas terhadap protein susu sapi selama 16 minggu.
Dalam penelitian ini, setelah konsumsi probiotik, diare dan kram perut
menurun pada kedua kelompok di follow up minggu ke 4. Pada studi Basturk dkk,

7
Int J Pediatr, Vol.9, N.12, Serial No.96, Des. 2021

setelah 4 minggu, perbaikan yang signifikan terlihat pada tinja yang berdarah dan
berlendir, diare, kegelisahan, muntah dan distensi abdomen pada kelompok
probiotik tetapi perbaikan yang signifikan secara statistik tidak terlihat pada nyeri
perut dan konstipasi pada kelompok probiotik . Sebuah meta-analisis oleh Tan-
(11)

Lim dkk. menunjukkan bahwa probiotik dapat meredakan dan mengurangi gejala
alergi susu sapi pada anak. Mereka juga mengklaim bahwa ada beberapa keraguan
tentang efek probiotik dalam induksi toleransi pada anak-anak dengan Cow’s
Milk Allergy (CMA) dan konsumsi probiotik. Lactobacillus rhamnosus GG
menyebabkan induksi toleransi di antara bayi yang diduga menderita Cow’s Milk
Allergy (CMA) (22)
. Berdasarkan dua tinjauan sistematis, penelitian lebih lanjut
harus dilakukan untuk memahami sepenuhnya hubungan antara faktor-faktor
seperti konsumsi probiotik dengan alergi makanan atau penyakit autoimun (23, 24).

Selanjutnya, probiotik ibu dapat mengurangi risiko eksim dan alergi makanan (25)
.
Muraro dkk. melaporkan bahwa setelah 4 minggu menerima diet dengan LGG,
terdapat peningkatan yang signifikan ditunjukkan dalam gejala kolitis alergi dan
konsistensi tinja dibandingkan dengan plasebo(18). Di Ivakhnenko dkk Dalam
penelitiannya, bayi dengan CMA menerima pengobatan kompleks probiotik
termasuk: Bifidobacterium lactisBB-12 (1×109 CFU) dan Streptococcus
thermophilusTH-4 (1×108 CFU) dalam empat minggu dan mereka menemukan
dampak yang signifikan dalam mengurangi frekuensi diare di minggu ke 8 (20).
Bertentangan dengan temuan penelitian ini, di Ahanchian dkk mengevaluasi
efek sinbiotik pada bayi yang disusui dengan CMA, kelompok intervensi tidak
menunjukkan penurunan diare yang signifikan (16).
Pada Ahanchian dkk dalam
penelitiannya, kram perut membaik setelah 72 jam dan hasil penelitian mereka
tidak serupa dengan penelitian kami, yang dapat disebabkan oleh tingkat kram
perut yang lebih tinggi pada awal penelitian (26).
Bertentangan dengan hasil
penelitian ini, Schnadower dkk melaporkan bahwa anak-anak dengan
gastroenteritis akut yang menerima plasebo memiliki hasil yang lebih baik
daripada mereka yang menerima Lactobacillus rhamnosusGG (27).
Studi penelitian ini menunjukkan bahwa konsumsi probiotik pada bayi CMA
( Cow’s Milk Allergy ) tidak mempengaruhi frekuensi buang air besar harian dan

8
Int J Pediatr, Vol.9, N.12, Serial No.96, Des. 2021

tinja berlendir. Harvey dkk. menyelidiki pengaruh asam amino dan formula
berbasis sinbiotik pada gejala alergi pada bayi dengan CMA (Cow’s Milk
Allergy ) selama 16 minggu (28).
Hasil mereka menunjukkan perbedaan yang
signifikan dalam penampilan tinja tetapi hanya 10% bayi dengan CMA ( Cow’s
Milk Allergy ) yang menunjukkan interaksi hipoalergenik.
Hasil penelitian ini menunjukkan penurunan yang signifikan dalam tingkat
tinja yang berdarah pada kedua kelompok dari minggu ke-4. Baldassarre dkk.
menyelidiki efek Lactobacillus GG (LGG) dibandingkan dengan konsumsi
Extensily Hydrolyzed Casein Formulation (EHCF) pada tinja berdarah dan
kemungkinan kolitis alergi pada bayi dengan CMA selama 4 minggu (26). Tidak ada
sel darah merah yang ditemukan pada tinja bayi yang menerima EHCF+LGG
tetapi pada kelompok EHCF-LGG, 5 dari 14 kasus dipastikan memiliki darah
dalam tinja, yang sesuai dengan hasil kami. Pada studi terkontrol plasebo double-
blind dari Basturk et al. mengungkapkan efek menguntungkan LGG pada tinja
berdarah pada bayi dengan CMA pada kedua kelompok (11).
Dalam studi lain,
Szajewska et al. menyelidiki bayi dengan kolik infantile, berbeda dengan hasil
kami, mereka menemukan bahwa penggunaan L.reuteri efektif dalam mengurangi
kolik dibandingkan dengan plasebo (29)..
Dalam penelitian ini, tidak ada perbedaan yang signifikan dalam jumlah darah
samar (OB) dalam tinja antara 2 kelompok dari 0 hingga 2 minggu tetapi jumlah
ini signifikan dari minggu ke-4 . Dalam penelitian serupa, Baldassarre dkk.,
menunjukkan penurunan darah samar (OB) pada tinja yang signifikan pada kedua
kelompok intervensi dan kontrol pada minggu ke-4 . Kemudian hati-hati harus
(26)

dibuat dalam menerapkan temuan ini, karena mempertahankan darah samar (OB)
tinja positif, bahkan setelah pembatasan susu sapi 4 minggu, dapat menunjukkan
efek antigen lain selain susu sapi pada produksi tinja.
Ada penurunan yang signifikan dalam calprotectin tinja pada kedua kelompok
setelah 8 dan 12 minggu konsumsi probiotik dalam penelitian ini. Di Baldassarre
dkk (13)
FC mencapai 50% dari baseline pada kelompok intervensi setelah 4
minggu dan penurunan FC lebih tinggi pada kelompok intervensi, tetapi masih
lebih tinggi dari pada kelompok kontrol. Bertentangan dengan Baldassarre dkk

9
Int J Pediatr, Vol.9, N.12, Serial No.96, Des. 2021

dalam penelitiannya, penyebab perbedaan ini dapat dikaitkan dengan penerapan


satu atau beberapa galur probiotik dan jenis galur di dalamnya, dosis, dan durasi
pengobatan dan populasi penelitian.

KESIMPULAN
Menurut hasil penelitian ini, penambahan probiotik pada pemberian makan
untuk bayi CMA dapat berdampak pada perbaikan pemulihan gejala seperti kram
perut, diare, mukosa dan tinja berdarah, durasi buang air besar harian, dan
penurunan WBC, RBC, FC dan OB dalam tinja. Meskipun mekanisme fungsi
probiotik dalam tren positif ini tidak jelas, tetapi dapat disebabkan oleh efeknya
pada peningkatan kapasitas selaput system usus, partisipasi dalam penghancuran
antigen protein, dan pematangan system menjadi system imun non-alergi.
Singkatnya, uji klinis acak bertenaga dengan tindak lanjut jangka panjang
diperlukan untuk menilai potensi probiotik sebagai intervensi untuk anak-anak
dengan CMPA.

10
Int J Pediatr, Vol.9, N.12, Serial No.96, Des. 2021

DAFTAR PUSTAKA
1. Sicherer SH. Epidemiology of foodallergy. Journal of Allergy and
ClinicalImmunology. 2011; 127(3):594-602.
2. Perezabad L, Lopez-Abente J, Alonso-Lebrero E, Seoane E, Pion M, Correa-
Rocha R. The establishment of cow's milkprotein allergy in infants is related to
adeficit of regulatory T cells (Treg) and vitamin D. Pediatr Res. 2017; 81(5):722-
30.
3. Vandenplas Y. Prevention andmanagement of cow’s milk allergy in non-
exclusively breastfed infants. Nutrients.2017; 9(7):731.
4. Savilahti EM, Savilahti E. Developmentof natural tolerance and
induceddesensitization in cow’s milk allergy.Pediatric Allergy and Immunology.
2013;24(2):114-21.
5. Pérez AIP, Sánchez AM, Cantón ÓS,Jaime BE, Treviño SJ, García CB, et
al.Attitudes towards cow's milk proteinallergy management by a
Spanishgastroenterologist. Anales de Pediatría(English Edition). 2018; 89(4):222-
9.
6. Atarod L, Bahreh-m and S, Kihani-douste Z, Aghamohammadi A,
GhasemiM.Evaluation of gastroesophageal refluxin infants with cow milk allergy.
IranianJournal of Pediatrics. 2007; 17(Suppl1):101-6.
7. D’Apolito M, Campanozzi A, GiardinoI, Pettoello-Mantovani M. Levels
ofinflammatory cytokines from peripheralblood mononuclear cells of children
withcow’s milk protein allergy. TurkishArchives of Pediatrics/Türk PediatriArşivi.
2017; 52(4):208.
8. Nielsen R, Bindslev-Jensen C, Kruse-Andersen S, Husby S.
Severegastroesophageal reflux disease and cowmilk hypersensitivity in infants
andchildren: disease association andevaluation of a new challenge
procedure.Journal of pediatric gastroenterology andnutrition. 2004; 39(4):383-91.
9. Aktaş S, Ergenekon E, Ünal S,Türkyılmaz C, Hirfanoğlu İM, Atalay Y.Different
presentations of cows milkprotein allergy during neonatal period. TheTurkish
Journal of Pediatrics. 2017; 59(3).

11
Int J Pediatr, Vol.9, N.12, Serial No.96, Des. 2021

10. Dupont C, Chouraqui J-P, Linglart A,Bocquet A, Darmaun D, Feillet F, et


al.Nutritional management of cow's milkallergy in children: An update. Archives
dePédiatrie. 2018; 25(3):236-43.
11. Basturk A, Isik İ, Atalay A, Yılmaz A.Investigation of the efficacy
ofLactobacillus rhamnosus GG in infantswith cow’s milk protein allergy:
arandomised double-blind placebo-controlled trial. Probiotics andantimicrobial
proteins. 2020; 12(1):138-43.
12. Qamer S, Deshmukh M, Patole S.Probiotics for cow’s milk protein allergy:
asystematic review of randomizedcontrolled trials. European journal ofpediatrics.
2019; 178(8):1139-49.
13. Baldassarre ME, Laforgia N, FanelliM, Laneve A, Grosso R, Lifschitz
C.Lactobacillus GG improves recovery ininfants with blood in the stools
andpresumptive allergic colitis compared withextensively hydrolyzed formula
alone. TheJournal of pediatrics. 2010; 156(3):397-401.
14. Ahmadi E, Rezai MS. Theprophylactic effect of Lactobacillus rhamnosus GG on
incidence of acute rotavirus diarrhea in children: a systematic review of
randomized double-blind placebo-controlled trials. Journal of Pediatrics Review.
2014; 2(2):12-20.
15. Vandenplas Y. Prevention andManagement of Cow's Milk Allergy inNon-
Exclusively Breastfed Infants.Nutrients. 2017; 9(7).
16. Ivakhnenko E, Nian'kovskiĭ S. Effectof probiotics on the dynamics
ofgastrointestinal symptoms of food allergyto cow's milk protein in infants.
Georgianmedical news. 2013(219):46-52.
17. Canani R, Di Costanzo M. Gutmicrobiota as potential therapeutic targetfor the
treatment of cow’s milk allergy.Nutrients. 2013; 5(3):651-62.
18. Muraro A, Hoekstra MO, Meijer Y,Lifschitz C, Wampler JL, Harris C, et
al.Extensively hydrolysed casein formulasupplemented with
Lactobacillusrhamnosus GG maintains hypoallergenicstatus: randomised double-
blind, placebo-controlled crossover trial. BMJ open.2012; 2(2):e000637.

12
Int J Pediatr, Vol.9, N.12, Serial No.96, Des. 2021

19. Bertelsen RJ, Brantsæter AL, MagnusMC, Haugen M, Myhre R, Jacobsson B,


etal. Probiotic milk consumption inpregnancy and infancy and
subsequentchildhood allergic diseases. Journal ofAllergy and Clinical
Immunology. 2014;133(1):165-71. e8
20. Ezaki S, Itoh K, Kunikata T, Suzuki K,Sobajima H, Tamura M.
Prophylacticprobiotics reduce cow's milk proteinintolerance in neonates after
smallintestine surgery and antibiotic treatmentpresenting symptoms that
mimicpostoperative infection. AllergologyInternational. 2012; 61(1):107-13.
21. Fiocchi A, Brozek J, Schünemann H,Bahna SL, von Berg A, Beyer K, et
al.World Allergy Organization (WAO)diagnosis and rationale for action
againstcow's milk allergy (DRACMA) guidelines.World Allergy Organization
Journal. 2010;3(4):57.
22. Tan-Lim CSC, Esteban-Ipac NAR.Probiotics as treatment for food
allergiesamong pediatric patients: a meta-analysis.World Allergy Organization
Journal. 2018;11(1):1-13.
23. Osborn DA, Sinn JK. Probiotics ininfants for prevention of allergic diseaseand
food hypersensitivity. CochraneDatabase of Systematic Reviews. 2007(4).
24. de Silva D, Halken S, Singh C, MuraroA, Angier E, Arasi S, et al.
Preventingfood allergy in infancy and childhood:Systematic review of
randomisedcontrolled trials. Pediatric Allergy andImmunology. 2020; 31(7):813-
26.
25. Garcia-Larsen V, Ierodiakonou D,Jarrold K, Cunha S, Chivinge J, RobinsonZ, et
al. Diet during pregnancy and infancyand risk of allergic or autoimmune
disease:A systematic review and meta-analysis.PLoS medicine. 2018;
15(2):e1002507.
26. Ahanchian H, Nouri Z, Jafari S-A,Moghiman T, Amirian M-H, Ezzati A, etal.
Synbiotics in children with cow's milkallergy: a randomized controlled
trial.Iranian journal of pediatrics. 2014;24(1):29.
27. Schnadower D, Tarr PI, Casper TC,Gorelick MH, Dean JM, O’connell KJ, etal.
Lactobacillus rhamnosus GG versusplacebo for acute gastroenteritis inchildren.
New England Journal ofMedicine. 2018; 379(21):2002-14.

13
Int J Pediatr, Vol.9, N.12, Serial No.96, Des. 2021

28. Harvey BM, Langford JE, HarthoornLF, Gillman SA, Green TD, Schwartz
RH,et al. Effects on growth and tolerance andhypoallergenicity of an amino
acid–basedformula with synbiotics. Pediatricresearch. 2014; 75(2):343.
29. Szajewska H, Gyrczuk E, Horvath A.Lactobacillus reuteri DSM 17938 for
themanagement of infantile colic in breastfedinfants: a randomized, double-
blind,placebo-controlled trial. The Journal ofpediatrics. 2013; 162(2):257-62.

14

Anda mungkin juga menyukai