Referat Informed Consent
Referat Informed Consent
I. PENDAHULUAN
Informed consent terdiri dari dua kata yaitu informed yang berarti telah
mendapat penjelasan atau keterangan (informasi), dan consent yang berarti persetujuan
atau memberi izin. Consent dibagi menjadi 2 yaitu expressed yang berarti dapat secara
lisan atau tulisan, implied yang berarti yang dianggap telah diberikan. Jadi informed
consent mengandung pengertian suatu persetujuan yang diberikan setelah mendapat
informasi. Dengan demikian informed consent dapat didefinisikan sebagai persetujuan
yang diberikan oleh pasien dan atau keluarganya atas dasar penjelasan mengenai tindakan
medis yang akan dilakukan terhadap dirinya serta risiko yang berkaitan dengannya.1,2
Persetujuan yang ditanda tangani oleh pasien atau keluarga terdekatnya tersebut,
tidak membebaskan dokter dari tuntutan jika dokter melakukan kelalaian.Tindakan medis
yang dilakukan tanpa persetujuan pasien atau keluarga terdekatnya, dapat digolongkan
sebagai tindakan melakukan penganiayaan berdasarkan KUHP Pasal 351.3
Pelaksanaan informed consent wajib hukumnya bagi dokter/dokter gigi. Jika
kewajiban informed consent ini diabaikan akan dapat merugikan salah satu pihak, baik
dokter maupun pasien. Apabila pasien tidak puas dengan informasi yang diterima tentang
barbagai aspek penyakit mereka, atau dokter menganggap informed consent merupakan
suatu tugas yang dianggap sukar untuk dikerjakan, maka dapat mengakibatkan terjadinya
tuntutan hukum, terhadap dokter selaku penyelenggara pelayanan kesehatan.1,2
Di Indonesia perkembangan informed consent secara yuridis formal, ditandai
dengan munculnya pernyataan Ikatan Dokter Indonesia (IDI) tentang informed consent
melalui SK PB-IDI No. 319/PB/A.4/88 pada tahun 1988. Kemudian dipertegas lagi
dengan PerMenKes No. 585 tahun 1989 tentang Persetujuan Tindakan Medik atau
Informed Consent. Hal ini tidak berarti para dokter dan tenaga kesehatan di Indonesia
tidak mengenal dan melaksanakan informed consent karena jauh sebelum itu telah ada
kebiasaan pada pelaksanaan operatif, dokter selalu meminta persetujuan tertulis dari
pihak pasien atau keluarganya sebelum tindakan operasi itu dilakukan.4
Informed Consent dalam profesi kedokteran (juga tenaga kesehatanan lainnya) adalah
pernyataan setuju (consent) atau ijin dari pasien yang diberikan dengan bebas, rasional,
tanpa paksaan (voluntary) tentang tindakan kedokteran yang akan dilakukan terhadapnya
sesudah mendapatkan informasi cukup tentang tindakan kedokteran yang dimaksud.
1,8
Ada 2 bentuk Persetujuan Tindakan Medik (Informed Consent) yaitu tersirat atau
dianggap telah diberikan (Implied Consent), yaitu bisa dalam keadaan normal (biasa) atau
darurat, umumnya tindakan yang biasa dilakukan atau sudah diketahui umum misal
menyuntik pasien. Bila pasien dalam keadaan gawat darurat Emergency memerlukan
tindakan segera, sementara pasien dalam keadaan tidak bisa memberikan persetujuan dan
keluarganya pun tidak ditempat, maka dokter dapat melakukan tindakan medik terbaik
menurut dokter (Permenkes No. 585 tahun 1989, pasal 11). Inform consent juga bisa
dalam bentuk dinyatakan (Expressed Consent), yaitu persetujuan dinyatakan secara lisan
atau tertulis. Persetujuan secara lisan diperlukan pada tindakan medis yang tidak
mengandung resiko tinggi seperti pencabutan kuku, sedangkan persetujuan secara tertulis
mutlak diperlukan pada tindakan medis yang mengandung resiko tinggi seperti tindakan
pembedahan perlu surat pernyataan dari pasien/keluarga.Secara detail pembahagian dan
contohnya adalah seperti berikut:1
1. Implied Consent
Pasien menyetujui penjelasan yang diberikan oleh dokter atau suatu tindakan oleh
dokter dengan isyarat. Sebagai contoh, ketika prosedur pengambilan darah rutin untuk
pemeriksaan, pasien memberikan implied consent dengan hanya menghulurkan tangan
untuk pengambilan darah.1
2. Explicit / Express Consent
Express atau explicit consent adalah dimana patient dengan jelas menyatakan
persetujuan untuk suatu tindakan medis. Persetujuan ini bisa dalam bentuk verbal atau
tulisan.1,8
a) Verbal consent
Verbal consent adalah suatu bentuk dari express consent dimana pasien
menyetujui tindakan medis dokter secara verbal.1,8
b) Written consent
Written consent adalah dimana seorang pasien menyetujui tindakan medis secara
bertulis pada lembar inform consent yang telah disediakan.1
Kapan Dibutuhkan Persetujuan Tertulis?
Informed Consent adalah suatu persetujuan mengenai akan dilakukannya tindakan
kedokteran oleh dokter terhadap pasiennya. Persetujuan ini bisa dalam bentuk lisan
maupun tertulis. Pada hakikatnya Informed Consent adalah suatu proses komunikasi
antara dokter dan pasien tentang kesepakatan tindakan medis yang akan dilakukan dokter
terhadap pasien (ada kegiatan penjelasan rinci oleh dokter), sehingga kesepakatan lisan
pun sesungguhnya sudah cukup. Penandatanganan formulir Informed Consent secara
tertulis hanya merupakan pengukuhan atas apa yang telah disepakati sebelumnya.
Formulir ini juga merupakan suatu tanda bukti yang akan disimpan di dalam arsip rekam
medis pasien yang bisa dijadikan sebagai alat bukti bahwa telah terjadi kontrak terapeutik
antara dokter dengan pasien. Pembuktian tentang adanya kontrak terapeutik dapat
dilakukan pasien dengan mengajukan arsip rekam medis atau dengan persetujuan
tindakan medis (informed consent) yang diberikan oleh pasien. Bahkan dalam kontrak
terapeutik adanya kartu berobat atau dengan kedatangan pasien menemui dokter untuk
meminta pertolongannya, dapat dianggap telah terjadi perjanjian terapeutik.1
Persetujuan tertulis dalam suatu tindakan medis dibutuhkan saat :1
1. Bila tindakan terapeutik bersifat kompleks atau menyangkut resiko atau efek
samping yang bermakna.
2. Bila tindakan kedokteran tersebut bukan dalam rangka terapi.
3. Bila tindakan kedokteran tersebut memiliki dampak yang bermakna bagi
kedudukan kepegawaian atau kehidupan pribadi dan sosial pasien.
4. Bila tindakan yang dilakukan adalah bagian dari suatu penelitian.
IV.
Diagnosa dan tata cara tindakan kedokteran serta penjelasan mengenai diagnosis dapat
meliputi:1
a. Temuan klinis dari hasil pemeriksaan medis hingga saat tersebut.
b. Diagnosis penyakit, atau dalam hal belum dapat ditegakan, maka sekurangkurangnya diagnosis kerja dan diagnosis banding.
c. Indikasi atau keadaan klinis pasien yang membutuhkan dilakukannya tindakan
kedokteran.
d. Prognosis apabila dilakukan tindakan dan apabila tidak dilakukan tindakan.
Tujuan tindakan kedokteran yang dilakukan dimana penjelasan tentang tindakan
kedokteran yang dilakukan meliputi :1
a. Tujuan tindakan kedokteran yang dapat berupa tujuan preventif, diagnostik,
terapeutik, ataupun rehabilitative.
b. Tata cara pelaksanaan tindakan apa yang akan dialami pasien selama dan sesudah
tindakan, serta efek samping atau ketidaknyamanan yang mungkin terjadi.
Serta alternatif tindakan lain dan risikonya.1
a. Alternatif tindakan lain berikut kelebihan dan kekurangannya dibandingkan
dengan tindakan yang direncanakan.
b. Risiko dan komplikasi yang mungkin terjadi pada masing-masing alternatif
tindakan.
c. Perluasan tindakan yang mungkin dilakukan untuk mengatasi keadaan darurat
akibat risiko dan komplikasi tersebut atau keadaan tak terduga lainnya.
Risiko-risiko dan komplikasi yang mungkin terjadi juga harus diberikan1
Penjelasan tentang risiko dan komplikasi tindakan kedokteran adalah semua risiko
dan komplikasi yang dapat terjadi mengikuti tindakan kedokteran yang dilakukan,
kecuali :
a. Risiko dan komplikasi yang sudah menjadi pengetahuan umum.
b. Risiko dan komplikasi yang sangat jarang terjadi atau yang dampaknya sangat
ringan.
c. Risiko dan komplikasi yang tidak dapat dibayangkan sebelumnya.
Prognosis terhadap tindakan yang dilakukan dan penjelasan tentang prognosis meliputi :
a. Pronosis tentang hidup matinya (ad vitam)
b. Prognosis tentang fungsinya (ad functionam)
c. Prognosis tentang kesembuhan (ad sanationam)
V.
diberikan oleh pasien atau keluarga terdekat setelah mendapatkan penjelasan secara
lengkap mengenai tindakan kedokteran atau kedokteran gigi yang akan dilakukan
terhadap pasien. Keluarga terdekat yang dimaksud adalah suami atau istri, ayah atau ibu
kandung, anak-anak kandung, saudara-sudara kandung atau pengampunya1,4
Seseorang dewasa dianggap kompeten dan oleh karena itu harus mengetahui
terapi yang direncanakan. Orang dewasa yang tidak kompeten karena penyakit fisik atau
kejiwaan dan tidak mampu mengerti tentu saja tidak dapat memberikan informed consent
yang sah. Sebagai akibatnya, persetujuan diperoleh dari orang lain yang memiliki otoritas
atas nama pasien. Ketika pengadilan telah memutuskan bahwa pasien inkompeten, wali
pasien yang ditunjuk pengadilan harus mengambil otoritas terhadap pasien. Dokter atau
dokter gigi wajib memberikan penjelasan sesegera mungkin kepada pasien setelah pasien
sadar atau kepada keluarga terdekat.1
Pemberi informasi tentang tindakan yang akan dilakukan terhadap pasien
dilakukan oleh dokter atau dokter gigi, dokter spesialis atau dokter gigi spesialis lulusan
pendidikan kedokteran atau kedokteran gigi baik di dalam maupun di luar negeri, yang
diakui oleh pemerintah Republik Indonesia, sesuai dengan peraturan perundangundangan.1
Informed consent tidak berlaku pada 5 keadaan :1
1. Keadaan darurat medis
2. Ancaman terhadap kesehatan masyarakat
3. Pelepasan hak memberikan consent (waiver)
4. Clinical privilege (penggunaan clinical privilege hanya dapat dilakukan pada pasien
yang melepaskan haknya memberikan consent.
5. Pasien yang tidak kompeten dalam memberikan consent.
VI.
dan pasien) bertindak sebagai subyek hukum yakni orang yang mempunyai hak
dan kewajiban, sedangkan jasa tindakan medis sebagai obyek hukum yakni
sesuatu yang bernilai dan bermanfaat bagi orang sebagai subyek hukum, dan akan
terjadi perbuatan hukum yaitu perbuatan yang akibatnya diatur oleh hukum, baik
yang dilakukan satu pihak saja maupun oleh dua pihak.1
Dalam masalah informed consent dokter sebagai pelaksana jasa tindakan medis,
disamping terikat oleh KODEKI (Kode Etik Kedokteran Indonesia) bagi dokter, juga
tetap tidak dapat melepaskan diri dari ketentuan-ketentuan hukun perdata, hukum
pidana maupun hukum administrasi, sepanjang hal itu dapat diterapkan.9
Pada pelaksanaan tindakan medis, masalah etik dan hukum perdata, tolok ukur
yang digunakan adalah kesalahan kecil (culpa levis), sehingga jika terjadi
kesalahan kecil dalam tindakan medis yang merugikan pasien, maka sudah dapat
dimintakan pertanggungjawabannya secara hukum. Hal ini disebabkan pada hukum
perdata secara umum berlaku adagium barang siapa merugikan orang lain harus
memberikan ganti rugi.9
Sedangkan pada masalah hukum pidana, tolok ukur yang dipergunakan adalah
kesalahan berat (culpa lata). Oleh karena itu adanya kesalahan kecil (ringan) pada
pelaksanaan tindakan medis belum dapat dipakai sebagai tolok ukur untuk
menjatuhkan sanksi pidana.7
Aspek Hukum Perdata, suatu tindakan medis yang dilakukan oleh pelaksana jasa
tindakan medis (dokter) tanpa adanya persetujuan dari pihak pengguna jasa tindakan
medis (pasien), sedangkan pasien dalam keadaan sadar penuh dan mampu
memberikan persetujuan, maka dokter sebagai pelaksana tindakan medis dapat
dipersalahkan dan digugat telah melakukan suatu perbuatan melawan hukum
(onrechtmatige daad) berdasarkan Pasal 1365 Kitab Undang-undang Hukum Perdata
(KUHPer). Hal ini karena pasien mempunyai hak atas tubuhnya, sehingga dokter dan
Sebagai salah satu pelaksana jasa tindakan medis dokter harus menyadari bahwa
informed consent benar-benar dapat menjamin terlaksananya hubungan hukum
antara pihak pasien dengan dokter, atas dasar saling memenuhi hak dan kewajiban
masing-masing pihak yang seimbang dan dapat dipertanggungjawabkan. Masih
banyak seluk beluk dari informed consent ini sifatnya relative, misalnya tidak mudah
untuk menentukan apakah suatu inforamsi sudah atau belum cukup diberikan oleh
dokter. Hal tersebut sulit untuk ditetapkan secara pasti dan dasar teoritis-yuridisnya
juga belum mantap, sehingga diperlukan pengkajian yang lebih mendalam lagi
terhadap masalah hukum yang berkenaan dengan informed consent ini.7
Pasal 51
Dokter atau dokter gigi dlam melaksanakan praktik kedokteran mempunyai
kewajiban :
a. Memberikan pelayanan medis
b. sesuai dengan standar profesi dan standar prosedur operasional serta kebutuhan
medis pasien;
c. Merujuk pasien ke dokter atau dokter gigi lain yang mempunyai keahlian atau
kemampuan yang lebih baik, apabila tidak mampu melakukan suatu pemeriksaan
atau pengobatan;
Pasal 52
Pasien, dalam menerima pelayanan pada praktik kedokteran, mempunyai hak:
a. Mendapatkan penjelasan secara lengkap tentang tindakan medis sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 45 ayat (3);
b. Meminta pendapat dokter atau dokter gigi lain;
c. Mendapatkan pelayanan sesuai dengan kebutuhan medis;
d. Menolak tindakan medis; dan
e. Mendapatkan isi rekam medis.
Pasal 53
Pasien, dalam menerima pelayanan pada praktik kedokteran, mempunyai
kewajiban;
a. Memberikan informasi yang lengkap dan jujur tentang masalah kesehatannya;
b. Mematuhi nasihat dan petunjuk dokter atau dokter gigi;
VII.
KESIMPULAN
Informed Consent dalam profesi kedokteran adalah persetujuan yang diberikan pasien
atau keluarga pasien terhadap pelayanan kesehatan yang akan dijalani oleh seorang pasien
setelah pasien tersebut mendapatkan informasi (penjelasan) yang lengkap dari dokter
yang akan melakukan tindakan tersebut. Informed consent dilihat dari aspek hukum
bukanlah sebagai perjanjian antara dua pihak, atau perjanjian yang bersifat khusus, karena
dalam pelayanan kesehatan, dokter tidak bisa menjanjikan sesuatu dalam upaya
penyembuhan seseorang, akan tetapi seorang dokter akan selalu berupaya semaksimal
mungkin menurut standar pelayanan dan keilmuan tertinggi yang dimiliki oleh dokter
tersebut dalam upaya penyembuhan dan penyelamatan nyawa seseorang.Karena setiap
tindak dalam pelayanan kesehatan mengandung resiko, maka dari itu informed concent
lebih cendrung kearah persetujuan sepihak atas layanan yang ditawarkan pihak lain.1
DAFTAR PUSTAKA
1. Wakenfield John, et al.. Queensland Health: Guide to Informed Decision-Making
in Healthcare. Centre for Healthcare Improvement. 1st Edition. Queensland.
Queensland Government. February 2012. p.1-34, 45-48, 55-59
2. Escobodo Crisol, Guerrero Javier, Lujan Gilbert, et. al. Ethical Issues with
Informed Consent. University of Texas. Texas. Available from http:// www.
ethicalissues-pdf.com. Accessed 7th October 2013
3. Bab XX-Penganiayaan. Dalam Kitab Undang-undang Hukum Pidana. Indonesia.
Available: www.codigo_penal_Indonesia.com. Accessed 6th October 2013
4. Persetujuan Tindakan Kedokteran. Dalam: Peraturan Menteri Kesehatan Republik
Indonesia Nomor 290/MENKES/III/2008. Menteri Kesehatan Republik Indonesia.
2008. Accessed 7th October 2013
5.
Tahun 2004. Dewan Perwakilan Republik Indonesia. 2004. Accessed 7th October
2013